Sintesis Senyawa 9,10-Dihidroksi N,N- BIS (2-Hidroksietil) Stearamida Campuran Dari Asam Oleat

(1)

SINTESIS SENYAWA 9,10-DIHIDROKSI N,N- BIS (2-HIDROKSIETIL) STEARAMIDA CAMPURAN DARI ASAM OLEAT

SKRIPSI

YEMIMA PASKAULINA SINGARIMBUN 060802041

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

SINTESIS SENYAWA 9,10-DIHIDROKSI N,N- BIS (2-HIDROKSIETIL) STEARAMIDA CAMPURAN DARI ASAM OLEAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

YEMIMA PASKAULINA SINGARIMBUN 060802041

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : SINTESIS SENYAWA 9,10-DIHIDROKSI

N,N - BIS ( 2-HIDROKSIETIL ) STEARAMIDA CAMPURAN DARI ASAM OLEAT

Kategori : SKRIPSI

Nama : YEMIMA PASKAULINA SINGARIMBUN

Nomor Induk Mahasiswa : 060802041

Program Studi : SARJANA (S1)

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disetujui di

Medan, Februari 2011

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Mimpin Ginting, MS Dra. Herlince Sihotang, M.Si NIP. 195510131986011001 NIP. 195503251986012002

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst., MS NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

SINTESIS SENYAWA 9,10-DIHIDROKSI N,N - BIS ( 2-HIDROKSIETIL ) STEARAMIDA CAMPURAN DARI ASAM OLEAT

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan-ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Februari 2011

YEMIMA PASKAULINA SINGARIMBUN 060802041


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya.

Selanjutnya penulis menyampaikan penghargaan dan cinta kasih yang tulus kepada seluruh keluarga yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat, terutama kepada orangtua yang sangat saya sayangi Alm. B. Singarimbun dan A. Br .Tarigan yang dengan doa serta kerja kerasnya mengorbankan banyak hal untuk mendidik saya dengan penuh cinta kasih. Terimakasih juga saya ucapkan kepada kakakku terkasih K’ Nova dan K’ Eka serta adikku tersayang Anugrah dan Fillipus Singarimbun yang banyak mendukung penulis baik secara moril maupun materil dalam menyelesaikan perkuliahan.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dra. Herlince Sihotang, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Mimpin Ginting, M.S selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam melakukana penelitian dengan sabar hingga terselesainya skripsi ini.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, M.S dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Ibu Juliati Tarigan S.Si, M.Si selaku dosen Wali saya yang telah memberikan pengarahan dalam menyelesaikan studi selama perkuliahan dan penelitian berlangsung.

4. Seluruh dosen Departemen Kimia FMIPA USU yang telah memberikan waktunya untuk memberi bimbingan selama penulis mengikuti kuliah di Departemen Kimia F-MIPA USU

5. Seluruh Dosen Laboratorium Kimia Organik/ Proses Kimia FMIPA USU (Bapak Drs. Adil Ginting, M.Sc, Bapak Prof. Dr.Jamaran Kaban, M.Sc, Bapak Drs. Darwis Surbakti, M.S, Ibu Cut Fatimah Zuhra, S.Si, M.Si dan Ibu Helmina br Sembiring,S.Si, M.Si) atas segala dorongan dan waktu diskusinya, juga kepada seluruh asisten (Maria, Robi, Aspriadi, Merry, Cristy, Silo, Denny, Muti, Muel, Bayu, dan Sion). Terimakasih atas seluruh kerjasama kita selama ini.


(6)

6. Seluruh teman stambuk 2006 tanpa terkecuali serta sahabat – sahabatku ( Robi, Maria, Ika, William, Aspri, Gullit, Mery, Yulia, Marcell, Felli) dan juga kakak dan abang senior (K’Vela, B’Abdi, K’Ocha, K’Eva, B’Alex, K’Beld, K’Whendy, K’Desi, B’Donald) yang banyak memberikan motivasi serta semangat dalam perkuliahan dan penelitian berlangsung.

7. Seluruh anggota IMKA Merga Silima FMIPA USU Medan.

8. Pihak-pihak yang tidak desebutkan namun tulus membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan penulis baik dalam literatur maupun pengetahuan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga Tuhan memberkati kita semua.

Medan, Februari 2011

YEMIMA P. SINGARIMBUN

060802041


(7)

ABSTRAK

Senyawa alkanolamida turunan asam lemak telah banyak digunakan sebagai bahan surfaktan. Dalam penelitian dilakukan sintesis 9,10 dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran dari amidasi metil 9,10-dihidroksi stearat dengan dietanolamina. Metil 9,10-dihidroksi stearat diperoleh dari esterifikasi asam oleat dengan metanol yang dilanjutkan reaksi epoksidasi diikuti hidrolisis.

Hasil esterifikasi asam oleat dengan metanol menggunakan katalis asam sulfat pekat dalam pelarut benzena menghasilkan metil oleat dengan rendemen sebesar 98%.. Reaksi amidasi berlangsung dengan mereaksikan senyawa 9,10-dihidroksi stearat dengan dietanolamina menggunakan katalis Natrium metoksida dalam pelarut metanol pada kondisi refluks dengan suhu 80°-90°C dan diperoleh senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran dengan rendemen sebesar 62,03%. Hasil penentuan harga HLB sebesar 15,03 dan selanjutnya konformasi struktur dari hasil reaksi dilakukan pengujian melalui analisa spekstroskopi FT-IR.


(8)

SYNTHESIS OF COMPOUND 9.10-DIHIDROXY N, N-BIS (2-HYDROXYETHYL) STEARAMIDA MIXTURE OF OLEIC ACID

ABSTRACT

Compounds alcanolamida fatty acid derivatives have been widely used as a surfactant material. In research conducted synthesis 9,10-dihydroxy N, N-bis (2-hydroxyethyl) stearamida mixture from amidation of methyl 9,10-dihydroxy stearic with dietanolamin. Methyl 9.10-dihydroxy stearate obtained from oleic acid esterification with methanol, followed epoxidation followed by hydrolysis.

The result of oleic acid esterification with methanol using sulfuric acid catalyst in benzene solvent to produce methyl oleate with a yield of 98%. Amidation reaction was carried out by reacting the compound with 9.10-dihydroxy stearic dietanolamine using a catalyst sodium methoxide in methanol at reflux conditions with a temperature of 80 ° - 90 ° C and obtained 9.10-dihydroxy compound N, N-bis (2-hydroxyethyl) stearamida mixed with yield of 62.03%. Result pricing HLB of 15.03 and subsequent conformational structure of the reaction products was examined by FT-IR analysis spekstroskopi.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Gambar x

Daftar Tabel xi

Daftar Lampiran xii

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Lokasi Penelitian 3

1.6 Metodologi Penelitian 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Oleokimia 4

2.2 Asam Lemak 5

2.2.1 Asam Oleat 6

2.3 Ester Asam Lemak 8

2.4 Epoksida 9

2.5 Senyawa Poliol 11

2.6 Dietanolamin 11

2.7 Amida 12

2.7.1 Alkanolamida 13

2.8 Surfaktan 14

2.9 Penentuan Harga HLB 16

Bab 3 Metodologi Penelitian

3.1 Alat-alat 18

3.2 Bahan-bahan 19

3.3 Prosedur Penelitian 20

3.3.1 Pembuatan Reagen dan Standarisasi 20 3.3.1.1 Pembuatan Larutan KOH-Alkohol 0,5 N 20

3.3.1.2 Pembuatan Larutan KOH 0,5 N 20

3.3.1.3 Pembuatan Larutan HCl 0,1 N 20

3.3.1.4 Pembuatan Larutan H2C2O4 0,1 N 20 3.3.1.5 Pembuatan Larutan Indikator fenolftalein 20

3.3.1.6 Pembuatan Alkohol Netral 21

3.3.1.7 Pembuatan Larutan KI 10% 21


(10)

3.3.1.9 Pembuatan Larutan Indikator amilum 21 3.3.1.10 Pembuatan Larutan KOH 0,1 N 21

3.3.2 Pembuatan Metil Ester Asam Oleat 22

3.3.3 Pembuatan Senyawa Metil 9,10-dihidroksi Stearat Campuran 22 3.3.4 Pembuatan 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil)

Stearamida Campuran 23

3.3.5 Prosedur Analisis 23

3.3.5.1 Analisis Bilangan Iodin 23

3.3.5.2 Analisis Bilangan Penyabunan 24

3.3.5.3 Analisis Bilangan Asam 24

3.3.5.4 Penentuan Harga HLB 25

3.4 Bagan penelitian 26

3.4.1 Pembuatan Metil Ester Asam Oleat 26

3.4.2 Pembuatan Senyawa Metil 9,10-dihidroksi Stearat Campuran 27 3.4.3 Pembuatan 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil)

Stearamida Campuran 28

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil 29

4.1.1 Pembuatan Metil Ester Asam Oleat 29

4.1.2 Pembuatan Senyawa Metil 9,10-dihidroksi Stearat Campuran 30 4.1.3 Pembuatan 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil)

Stearamida Campuran 31

4.2 Pembahasan 32

4.2.1 Pembuatan Metil Ester Asam Oleat 32

4.2.2 Pembuatan Senyawa Metil 9,10-dihidroksi Stearat Campuran 33 4.2.3 Pembuatan 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil)

Stearamida Campuran 34

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 37

5.2 Saran 37

Daftar Pustaka 38


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Skala Petunjuk Fungsi Surfaktan Berdasarkan Nilai HLB 16 Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Metil Ester Asam Oleat 29 Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Senyawa Metil 9,10-dihidroksi Stearat

Campuran 30

Gambar 4.3 Spektrum FT-IR Senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Diagram Oleokimia 5

Tabel 2.2. Nilai HLB Beberapa Surfaktan 17


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Spektrum FT-IR Asam Oleat 41 Lampiran B. Kromarogram GC Metil Oleat 42 Lampiran C. Data Penentuan Bilangan Iodin Dengan Metode Wijs 43 Lampiran D. Penentuan Harga HLB dengan Metode Titrasi 44


(14)

ABSTRAK

Senyawa alkanolamida turunan asam lemak telah banyak digunakan sebagai bahan surfaktan. Dalam penelitian dilakukan sintesis 9,10 dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran dari amidasi metil 9,10-dihidroksi stearat dengan dietanolamina. Metil 9,10-dihidroksi stearat diperoleh dari esterifikasi asam oleat dengan metanol yang dilanjutkan reaksi epoksidasi diikuti hidrolisis.

Hasil esterifikasi asam oleat dengan metanol menggunakan katalis asam sulfat pekat dalam pelarut benzena menghasilkan metil oleat dengan rendemen sebesar 98%.. Reaksi amidasi berlangsung dengan mereaksikan senyawa 9,10-dihidroksi stearat dengan dietanolamina menggunakan katalis Natrium metoksida dalam pelarut metanol pada kondisi refluks dengan suhu 80°-90°C dan diperoleh senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran dengan rendemen sebesar 62,03%. Hasil penentuan harga HLB sebesar 15,03 dan selanjutnya konformasi struktur dari hasil reaksi dilakukan pengujian melalui analisa spekstroskopi FT-IR.


(15)

SYNTHESIS OF COMPOUND 9.10-DIHIDROXY N, N-BIS (2-HYDROXYETHYL) STEARAMIDA MIXTURE OF OLEIC ACID

ABSTRACT

Compounds alcanolamida fatty acid derivatives have been widely used as a surfactant material. In research conducted synthesis 9,10-dihydroxy N, N-bis (2-hydroxyethyl) stearamida mixture from amidation of methyl 9,10-dihydroxy stearic with dietanolamin. Methyl 9.10-dihydroxy stearate obtained from oleic acid esterification with methanol, followed epoxidation followed by hydrolysis.

The result of oleic acid esterification with methanol using sulfuric acid catalyst in benzene solvent to produce methyl oleate with a yield of 98%. Amidation reaction was carried out by reacting the compound with 9.10-dihydroxy stearic dietanolamine using a catalyst sodium methoxide in methanol at reflux conditions with a temperature of 80 ° - 90 ° C and obtained 9.10-dihydroxy compound N, N-bis (2-hydroxyethyl) stearamida mixed with yield of 62.03%. Result pricing HLB of 15.03 and subsequent conformational structure of the reaction products was examined by FT-IR analysis spekstroskopi.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Turunan asam lemak etanolamida banyak digunakan pada kosmetik, detergen (bentuk bubuk maupun cairan), pelunak pada pembuatan tekstil dan pencegah korosif. Pembuatan senyawa alkanolamida ini dilakukan dengan mereaksikan asam lemak dengan amina pada suhu 120ºC - 180ºC. Sintesis senyawa etanolamida yang telah dilakukan adalah melalui reaksi antara asam lemak dengan etanolamina ataupun dietanolamina dengan asam lemak sering terjadi persaingan antara terbentuknya amida dan ester apabila kondisi reaksi tidak diatur dengan baik (Maag, 1984).

Adanya ikatan π pada metil oleat telah berhasil diepoksidasi dilanjutkan dengan hidrolisis terhadap metil oleat untuk menghasilkan metil -9,10-dihidroksi stearat (Salmiah, 2007).

Pemanfaatan senyawa polihidroksi (poliol) telah banyak digunakan dalam berbagai keperluan industri, seperti halnya poliol turunan asam lemak dengan sakarida digunakan sebagai surfaktan pada formulasi bahan makanan, kosmetik, maupun farmasi seperti bahan obat-obatan (Jung, 1998).

Dalam proses kimia salah satu cara yang digunakan untuk menghasilkan

senyawa poliol adalah memanfaatkan ikatan π pada senyawa hidrokarbon melalui

transformasi kimia secara oksidasi seperti halnya dilakukan terhadap berbagai asam lemak tidak jenuh pada minyak nabati melalui reaksi epoksidasi yang diikuti dengan reaksi hidrolisis (Chang, 1985).

Adanya gugus hidroksi akan meningkatkan sifat hidrofil suatu senyawa poliol dan pemakaiannya baik sebagai surfaktan maupun keperluan pereaksi terutama dalam bahan pembuatan polimer akan dapat merubah sifat dari bahan yang dihasilkan (Randal, 2002).


(17)

Peneliti sebelumnya telah melakukan sintesis dan karakterisasi dari HELA (N,N-bis 2-hidroxy ethyl linseed oil fatty amide) yaitu dietanolamida yang diperoleh dari hasil amidasi antara minyak biji rami dengan dietanolamina dengan bantuan katalis CH3ONa melalui proses pemanasan (Alam, 2009).

Reaksi antar monoetanolamina yang memiliki gugus amina dan hidroksil dengan metil ester asam lemak untuk membentuk alkanolamida juga telah dikembangkan untuk pembuatan amida asam lemak yang banyak digunakan pada industri kosmetik dan sabun kecantikan. Dalam hal ini ternyata reaksi amidasi dengan gugus nitrilamina dari etanolamina lebih cepat terjadi daripada reaksi esterifikasi terhadap gugus hidroksil dan etanolamina apalagi jika airnya tidak dipisahkan sehingga terjadi hidrolisis terhadap ester karena adanya amina yang bersifat basa (Urata dan Takaesi, 1998).

Penggunaan alkanolamida sebagai surfaktan dipengaruhi nilai Hidrofil Lifofil Balance (HLB). Asam oleat (C18:1) adalah asam lemak tidak jenuh yang dapat ditransformasi menjadi senyawa diol yang memiliki 2(dua) buah gugus hidroksi.

Atas pemikiran tersebut, penulis ingin melakukan penelitian tentang pembuatan surfaktan 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran dari asam oleat, dimana dilakukan reaksi esterifikasi, kemudian diepoksidasi dan selanjutnya dilakukan reaksi amidasi. Dengan demikian asam oleat dapat diubah menjadi bahan surfaktan yang bermanfaat dalam industri oleokimia.


(18)

1.2Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka sebagai permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah senyawa yang diperoleh dari hasil epoksidasi metil oleat dapat direaksikan dengan dietanolamina menggunakan katalis Natrium Metoksida untuk menghasilkan senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran.

2. Berapakah nilai HLB senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran.

1.3 Tujuan penelitian

1. Untuk menghasilkan senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran melalui reaksi amidasi metil 9,10-dihidroksi stearat dengan dietanolamina.

2. Untuk mengetahui nilai HLB dari senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran.

1.4Manfaat Penelitian

Memberikan informasi pada bidang oleokimia dalam hal pemanfaatan asam oleat untuk menghasilkan senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis-(2-hidroksietil) stearamida campuran sebagai bahan surfaktan..

1.5Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Organik FMIPA-USU Medan. Analisa FT-IR dan penentuan bilangan iodin dilakukan di salah satu laboratorium Kimia Perusahaan Swasta di Medan.


(19)

1.6Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui eksperimen laboratorium. Pada penelitian dilakukan sintesis 9,10 dihidroksi N,N-bis ( 2-hidroksietil ) stearamida campuran dari amidasi metil 9,10-dihidroksi stearat dengan dietanolamina. Metil 9,10-dihidroksi stearat diperoleh dari esterifikasi asam oleat dengan metanol yang dilanjutkan reaksi epoksidasi diikuti hidrolisis. Reaksi amidasi dijalankan dengan mereaksikan senyawa 9,10-dihidroksi stearat dengan dietanolamina menggunakan katalis Natrium metoksida dalam pelarut metanol pada kondisi refluks dengan suhu 80°-90°C dan diperoleh senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis ( 2-hidroksietil ) stearamida campuran. Hasil yang diperoleh ditentukan harga HLB dengan metode titrasi dan selanjutnya konformasi struktur dari hasil reaksi dilakukan pengujian melalui analisis spekstroskopi FT-IR.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. OLEOKIMIA

Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyak/lemak alami, baik tumbuhan maupun hewan. Pada saat ini industri oleokimia masih berbasis kepada minyak/trigliserida sebagai bahan bakunya. Asam lemak bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam lemak ini mudah dijumpai dalam minyak masak (minyak goreng), margarin, atau lemak hewan dan menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida. Asam lemak merupakan salah satu dasar oleokimia (Tambun, 2006).

Oleokimia merupakan turunan gliserol dengan asam lemak yang berubah dalam bentuk turunannya dapat digunakan sebagai bahan surfaktan, deterjen, polimer, bahan aditif, bahan bahan bakar dan sebagainya. Bahan dasar oleokimia seperti gliserol, asam lemak, alkil ester asam lemak, amina asam lemak dan alkohol asam lemak dapat diperoleh dengan mengubah lipida yang berasal dari hewan maupun tumbuhan menjadi gliserol dan turunan asam lemak.

Penggunaan terbesar daripada asam lemak adalah dengan mengubahnya menjadi alkohol asam lemak, amida, garam asam lemak dan juga plastik termasuk nilon (hampir mencapai 40% dari total penggunaannya). Penggunaan terbesar berikutnya sebesar 30% untuk dijadikan sabun, deterjen, dan kosmetik. Asam lemak juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan resin dan cat sekitar 15%, sisanya digunakan sebagai zat aditif dalam industri pembuatan ban, tekstil, kulit kertas, pelumas dan lilin (Richtler, 1984).


(21)

Tabel 2.1 Diagram Alur Oleokimia

Bahan Dasar Bahan Dasar Oleokmia Turunan Oleokimia

Minyak/ Lemak

Asam Lemak

Amina Asam Lemak

Alkohol Amina Asam Lemak Asam Lemak

Metil Ester Asam Lemak

Gliserol

Diikuti reaksi-reaksi :

 Amidasi

 Klorinasi

 Epoksidasi

 Hidrogenasi

 Sulfonasi

 Transesterifikasi

 Esterifikasi

 saponifikasi

Profilen, parafin Dan Etilen

Keterangan:

: Alami : Sintesis

(Ritchtler and Knaut, 1984) 2.2. Asam Lemak

Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak, umumnya memiliki rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang. Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda (Wilbraham, 1992). Asam lemak merupakan asam monokarboksilat yang memiliki rantai atom karbon yang lurus, mulai dari atom C-4 yang terdapat didalam lemak (C1-C3 biasanya tidak terdapat


(22)

dalam lemak) dan ditemukan sebagai hasil hidrolisis dari lemak. Suatu lemak tertentu biasanya mengandung campuran dari trigliserida yang berbeda panjang dan derajat ketidakjenuhan asam-asam lemaknya (Christie, 1987).

Asam-asam lemak tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan rangkapnya, dan berbeda dengan asam lemak jenuh dalam bentuk molekul keseluruhannya. Asam lemak tidak jenuh biasanya terdapat dalam bentuk cis, walaupun sebagian kecil dalam bentuk trans. Asam lemak bentuk cis mempunyai titik cair yang lebih rendah dibandingkan dengan bentuk trans dengan panjang rantai yang sama. Panjang rantai karbon juga mempengaruhi titik cair. Pada asam lemak jenuh, titik cair akan semakin meningkat dengan semakin panjangnya rantai karbon. Pada asam lemak tidak jenuh, titik cair akan semakin menurun dengan bertambahnya ikatan rangkap, sehingga asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh dengan jumlah atom karbon yang sama. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat, dan linolenat dengan titik cair yang lebih rendah. Secara alamiah asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C1 sampai C8 berwujud cair, sedangkan jika lebih besar dari C8 akan berwujud padat (Ketaren, 2008).

2.2.1.Asam Oleat

Asam oleat merupakan penyusun dari lemak-lemak tanaman atau binatang. Asam oleat dapat dipisahkan dari zat tersebut dengan cara hidrolisis, sebagian asam oleat berada bersama-sama dengan asam stearat dan asam palmitat. Struktur asam oleat adalah CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH.

Asam oleat

O


(23)

Asam lemak yang tidak jenuh ini masing-masing mempunyai bentuk cis yaitu asam oleat dan trans dari asam elaidat sering juga disebut asam allooleat. Asam oleat membentuk cis karena mempunyai titik lebur yang rendah dan mempunyai panas pembakaran yang lebih tinggi (Sastrohamidjojo, 2005).

Asam oleat murni tidak berwarna, berwujud cair (pada suhu diatas 5-7ºC), memiliki densitas 0,895. Asam oleat memiliki titik didih 286 ºC pada tekanan atmosfer, jika dibiarkan di udara terbuka akan teroksidasi sehingga warnanya menjadi kuning kecoklatan dan berbau tengik. Asam oleat tidak larut dalam air tetapi larut dalam alkohol, benzena, kloroform, dan eter (Anonimous, 1987).

Asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh yang banyak terkandung dalam minyak nabati, dimana kandungan terbesar asam oleat adalah pada minyak zaitun (55-80%), asam lemak ini juga terkandung dalam minyak bunga matahari kultivar tertentu, minyak raps, serta minyak biji anggur. Dalam bidang kesehatan, asam oleat bermanfaat untuk menjaga kesehatan kulit. Selain memberikan manfaat pada bidang kesehatan, asam oleat yang merupakan asam lemak tak jenuh juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan poliol yang merupakan salah satu bahan dasar pembuatan poliuretan (Salmiah, 2007).

Asam oleat dapat dioksidasi dengan oksidator KMnO4 maupun ozon untuk menghasilkan asam azelat (asam 1,9-nonanadioat) dan asam pelargonat (asam nonanoat). Asam azelat tersebut bila diamidasi dengan menggunakan amonium ataupun urea dapat membentuk senyawa amida azelat (Tarigan, 1996) dimana amida azelat dan asam azelat merupakan bahan dasar pembuatan nilon 9,9. Amida azelat tersebut selanjutnya bila direduksi dengan menggunakan reduktor seperti LiAlH4 ataupun hidroksil amin sulfat dapat menghasilkan turunan dalam bentuk amin.

Asam oleat, linoleat dan linolenat biasanya terdapat bersama dengan asam lemak lain seperti asam laurat, asam miristat, asam palmitat, asam stearat dan asam lemak lainnya. Asam lemak tidak jenuh tersebut dapat diubah ke berbagai bentuk turunannya antara lain dalam pembentukan ester asam lemak dengan poliol seperti sorbitol, manitol dan sebagainya untuk membentuk surfaktan. Ester asam lemak


(24)

dengan poliol tersebut memiliki sifat surfaktan karena disamping memiliki gugus ester juga masih memiliki gugus hidroksil sehingga terjadi keseimbangan antara gugus yang bersifat lipofil dengan gugus yang bersifat hidrofil (Tarigan, 2005).

Senyawa N-etanol-oleil amida telah dibuat melalui amidasi asam oleat dengan etanolamin yang dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, detergen, pelunak pada pembuatan tekstil dan pencegah korosif (Budijanto, 2002).

2.3. Ester Asam Lemak

Ester asam lemak yang paling sederhana adalah ester antara metanol dengan asam lemak yang dikenal luas sebagai metil ester asam lemak pada industri oleokimia. Metil ester asam lemak ini dapat dihasilkan melalui transesterifikasi secara metanolisis terhadap ester asam lemak dengan gliserol (gliserida) (Manurung, 2008).

Modifikasi ester asam lemak dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

(Gandhi, 1997, dikutip dari jurnal Ester Asam Lemak oleh Juliati Tarigan S.Si, M.Si).

a. Esterifikasi

R'-OH H2O

b. Interesterifikasi

c. Alkoholisis

R"-OH R'-OH

d. Asidolisis

asam karboksilat alkohol ester air

ester ester ester baru ester baru

ester alkohol ester baru alkohol

ester asam karboksilat ester baru as.karboksilat baru R C

O

O R " R C

O

O H

R C O

O R '

R C O

O R ' "R C O

O R '

R C O

O R '

"R C O

O R '

R C O

O R '

R C O

O R '

"R C O

O R ' "R C O O H R C O O H


(25)

Ester asam lemak di alam terdapat dalam bentuk ester antara gliserol dengan asam lemak ataupun terkadang ada gugus hidroksilnya yang teresterkan tidak dengan asam lemak tetapi dengan phospat seperti pada phospolipid. Disamping itu, ada juga ester antara asam lemak dengan alkoholnya yang membentuk monoester seperti terdapat pada minyak jojoba. Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makan ataupun untuk bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya (Endo, 1997).

Interesterifikasi (penukaran ester atau transesterifikasi) menyangkut pertukaran gugus asil antara trigliserida. Karena trigliserida mengandung tiga gugus ester per molekul, maka peluang untuk pertukaran tersebut cukup banyak. Gugus asil dapat bertukar posisinya dalam satu molekul trigliserida, atau diantara molekul trigliserida. Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa, dan enzim tertentu.

Dalam proses hidrolisis, lemak atau minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisis yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut. (Ketaren, 1984).

2.4. EPOKSIDA

Epoksida (oksirana) ialah eter siklik dengan cincin beranggota tiga yang mengandung satu atom oksigen (Hart, 1990).

Senyawa epoksida pada sintesa organik merupakan zat antara yang potensial dimanfaatkan untuk beragam bentuk senyawa dengan berbagai keperluan sehingga penelitian tentang epoksidasi baik kondisi reaksi, keberlanjutan hasil reaksi maupun manfaat hasil reaksi terus dikembangkan (Wisewan,1978).


(26)

Jenis-jenis bahan pereaksi yang digunakan untuk epoksidasi tanpa pemutusan ikatan π yang umum digunakan untuk menghasilkan epoksida adalah senyawa peroksi (peracid). Dalam epoksidasi ini pereaki dipersiapkan melalui reaksi asam karboksilat dengan peroksida (H202) dengan bantuan katalis asam (Hasibuan, 2000).

Adapun contoh reaksi epoksidasi terhadap senyawa alkena dan menghasilkan senyawa diol adalah sebagai berikut ( Sastrohamidjojo, 2005 ).:

Ada empat teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan epoksida dari molekul olefin:

1. Epoksida dengan asam perkarboksilat yang sering digunakan dalam industri dan dapat dipercepat dengan bantuan katalis atau enzim

2. Epoksida dengan peroksida organik dan anorganik, termasuk epoksidasi alkali dengan hydrogen peroksida nitril dan epoksida yang dikatalisis logam transisi. 3. Epoksida dengan halohidrin, menggunakan asam hipohalogen (HOX) dengan

garamnya sebagai reagen, dan epoksida olefin dengan defisiensi elektron ikatan rangkap.

4. Epoksida dengan menggunakan molekul oksigen, untuk minyak nabati jarang digunakan karena dapat menyebabkan degadrasi dari minyak menjadi senyawa yang lebih kecil seperti aldehid dan keton atau asam dikarboksilat berantai pendek sehingga oksidasi dengan O2 merupakan metode yang tidak efisien untuk epoksida minyak nabati (Goud, 2006).

R C

O

OH + H2O2 R C

O

O OH + H2O

R C

O

O OH + C C

O

+ R C

O OH H+ Peroksida Peracid Epoksida Olefin C C Asam karboksilat Peracid C C O Epoksida

H2O

Asam Karboksilat

D io l

OH OH C C H H H H H H


(27)

H N

H O O H

dietanolamina

2.5 SENYAWA POLIOL

Poliol merupakan senyawa organik yang mempunyai gugus hidroksi lebih dari satu dan dalam industri material sangat luas digunakan baik sebagai bahan pereaksi maupun bahan aditif. Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam seperti amilum, selulosa, sukrosa dan lignin ataupun hasil olahan industri.

Poliol dari minyak nabati telah banyak dikembangkan untuk dapat menggantikan petroleum berbasis poliol dalam pembuatan poliuretan dan poliester, juga telah banyak digunakan sebagai bahan pemlastis dan matrik polimer untuk menghasilkan suatu material, demikian juga sebagai pelunak maupun pemantap yang bertujuan agar diperoleh kekerasan dan kalunakan tertentu sehingga material tersebut mudah dibentuk ke berbegai jenis barang sesuai kebutuhan (Andreas, 1990).

Epoksidasi asam lemak tidak jenuh baik sebagai trigliserida, asam lemak bebas maupun dalam bentuk alkil ester asam lemak yang dilanjutkan hidrolisis juga telah banyak dilakukan untuk menghasilkan senyawa poliol (Swern, dkk,1959).

Reaksi epoksida tersebut melalui metanolisis disamping terbentuk gugus poliol juga terbentuk gugus eter yaitu gugus metoksi sehingga senyawa yang terbentuk lebih dikenal dengan poliol polieter (Lin, 2008).

2.6. DIETANOLAMINA

Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol. Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Dietanolamina juga dikenal dengan nama bis (hydroxyethyl)amine, diethylolamine, diolamine dan

2,2-iminodiethanol.

Dietanolamina banyak digunakan dalam produk kosmetik dan detergen karena mampu menciptakan tekstur yang lembut dan foaming agent.


(28)

Sifat-sifat dietanolamina adalah sebagai berikut : a. Rumus molekul : C4H11NO2

b. Berat molekul : 105,1364 g/mol c. Densitas : 1,090 g/cm3 d. Titik leleh : 28ºC (1atm) e. Titik didih : 268,8ºC (1atm) f. Kelarutan : H2O, alcohol, eter

Dietanolamina yang sering disebut sebagai DEA sering digunakan sebagai surfaktan dan inhibitor korosi. Hal ini digunakan untuk menghilangkan Hidrogen sulfida, dan karbon dioksida dari gas alam (Anonimous, 2009)

2.7AMIDA

Amida ialah suatu senyawa yang mempunyai nitrogen trivalent yang terikat pada suatu gugus karbonil. Suatu amida diberi nama asam karboksilat induknya, dengan mengubah imbuhan asam dan akhiran –oat(atau –at) menjadi –amida

amida sederhana

C O

N

C O

N H R

gugus amida amida tersubstitusi

C O

N H2

(Fessenden, 1999).

Didalam gugus fungsi amida, atom nitrogen terikat pada gugus karbonil. Jika dua ikatan bebas atom nitrogen mengikat amida, maka senyawa itu disebut amida sederhana. Jika salah satu atau kedua ikatan bebas atom nitrogen mengikat gugus alkil atau gugus

aril, senyawa yang demikian disebut amida tersubstitusi. Gugus karbonil dan ikatan nitrogen dihubungkan sebagai ikatan amida.

Amida juga dapat dibuat dari reaksi ammonia atau amina dengan turunan asam karboksilat, ester, terutama metil ester dan anhidrida asam. Jika ester digunakan


(29)

sebagai bahan baku, terbentuk alkohol sebagai hasil samping reaksi. Jika yang digunakan anhidrida, hasil sampingnya adalah asam karboksilat (Wilbraham, 1992).

Amida digunakan sebagai bahan baku setengah jadi untuk produksi fatty nitril dan fatty amina serta amida juga digunakan dalam industri obat-obatan. Palmitamida, stearamida dan oleoamida digunakan sebagai bahan penyerasi pada penguatan karet alam dengan silika (Suryani, 2008).

2.7.1 ALKANOLAMIDA

Alkanolamida adalah surfaktan bukan ionik dimana gugus hidroksil yang dimilikinya tidak cukup hidrofilik untuk membuat alkanolamida larut dalam air dengan sendirinya. Alkanolamida digunakan sebagai bahan pembusa(foam boosting) dalam pembuatan shampoo.

Jenis alkanolamida yang paling penting adalah dietanolamida. Senyawa N-etanol alkil amida adalah senyawa yang termasuk dalam golongan fatty amida yang dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan dalam produk detergen, kosmetik dan tekstil. Senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak sawit distilat dengan senyawa yang mengandung gugus atau atom Nitrogen seperti alkanolamina (Nuryanto, 2002).

Dietanolamida pertama kali diperoleh dengan mereaksikan dua mol dietanolamina dengan satu mol asam lemak. Senyawa ini diberi nama Krichevsky amida sesuai dengan nama penemunya. Bahan baku yang digunakan dalam produksi dietanolamida dapat berupa asam lemak, trigliserida atau metil ester. Dietanolamida biasanya diproduksi secara kimia konvensional pada temperatur 150ºC selama 6-12 jam (Herawan, 1999).

Amida yang berasal dari DEA (dietanolamina) dan asam lemak, yang dikenal sebagai dietanolamida yang ampifilic. Dietanolamida adalah bahan umum di kosmetik dan shampoo yang ditambahkan sehingga memberikan tekstur yang lembut dan


(30)

menghasilkan busa, turunan yang relevan dari DEA termasuk dietanolamida berfungsi sebagai bahan surfaktan dan penstabil atau pengembang busa. Hal ini disebabkan karena adanya kotoran berminyak yang menyebabkan stabilitas busa sabun cair atau sampo akan berkurang secara drastis (Anonimous, 2009).

Dietanolamida termasuk dalam surfaktan non ionik yang memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan cairan, atau antar permukaan yang tidak saling bercampur. Aktifitas suatu surfaktan terjadi karena sifat ganda dari molekulnya, yang terdiri dari bagian hidrofil (suka air) dan lipofil (suka lemak). Bagian polar (hidrofil) molekul surfaktan dapat bermuatan positif (surfaktan kationik), negatif (surfaktan anionik), memiliki kedua muatan positif dan negatif (surfaktan amfoterik), ataupun netral (surfaktan non ionik) sedangkan bagian lipofilnya merupakan rantai alkil (Genarro,1990).

2.8 SURFAKTAN

Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Mereka melakukan hal ini dengan menaruh kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan air (Fessenden, 2006). Surfaktan adalah senyawa yang memiliki dua gugus yaitu hidrofobik (lipofilik) dan hidrofilik (lipofobik) dalam satu molekul, sehingga disebut sebagai senyawa amphilic (Gautam, 2005).

Pada umumnya bagian yang non polar (lipofilik) merupakan hidrokarbon rantai panjang, sedangkan bagian yang polar (hidrofilik) adalah suatu ion atau gugus yang kepolarannya tinggi (Rosen, 1978).Bahan surfaktan telah dikembangkan secara luas seperti turunan ester asam lemak dari monoalkohol atau diol, maupun dari poliol (Maag, 1984).

+

RC-N

CH

2

-CH

2

-OH

CH

2

-CH

2

-OH

O

metil ester

asam lemak

dietanolamida

R-COOCH

3

C H2C H2O H

H N

C H2C H2O H

dietanolamina

+ CH

3

OH


(31)

Molekul-molekul atau ion-ion yang teradsorbsi pada perbatasan (interfasa) disebut dengan bahan aktif permukaan (surface active agents) atau surfaktan. Surfaktan mempunyai peran penting untuk menurunkan tegangan permukaan bahan yang dikenai. Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agents), dan sebagai bahan penglarut (solubilizing agents). Aktifitas kerja suatu surfaktan karena sifat ganda dari molekul tersebut (Pavia, 1976).

Struktur kimia surfaktan mempengaruhi sifat kelarutan yang cocok untuk aktifitas surfaktan tersebut tergantung pelarut dan dan kondisi yang digunakan. Di dalam bentuk surfaktan yang umum , “kepala” menggambarkan gugus yang larut dalam air, sering disebut gugus hidrofil atau gugus lipofob dan “ekor” menggambarkan gugus lipofil atau hidrofob di dalam air.

Klasifikasi kimia yang paling berguna dari surfaktan didasarkan pada sifat hidrofil dan lipofilnya. Di bawah ini ada empat klasifikasi dasar dari surfaktan yaitu :

1. Surfaktan anionik, memiliki gugus hidrofil yang bermuatan negatif seperti gugus karboksilat (RCOO- M+), sulfonasi (RSO3- M+), sulfat (ROSO3- M+) atau posfat (ROPO3- M+).

2. Surfaktan kationik, gugus hidrofil memiliki muatan positif. Sebagai contoh ammonium halida kwartener (R4N+ X-).

3. Surfaktan nonionik, dimana gugus hidrofil tidak memiliki muatan tetapi turunannya memiliki kelarutan yang besar terhadap air dibandingkan gugus polar tertinggi seperti senyawa (POE atau R-OCH2CH2O-) R adalah gugus poliol termasuk gula.

4. Surfaktan amfoter (zwitter ion) memiliki muatan positif dan muatan negatif, sebagai contoh sulfobetain RN+(CH3)2CH2CH2SO3-.

2.9. PENENTUAN HARGA HLB (Hydrophilic Lipophilic Balance)

Griffin merancang suatu skala sembarang dari berbagai angka untuk dipakai sebagai suatu ukuran keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB) dari zat-zat aktif permukaan (surfaktan). Dengan bantuan angka ini, adalah mungkin untuk membentuk


(32)

suatu jarak HLB untuk efisiensi optimum atau terbaik dari masing-masing golongan surfaktan seperti terlihat pada gambar 2.2 sebagai berikut.

Gambar 2.1. Skala Petunjuk Fungsi Surfaktan Berdasarkan Nilai HLB

HLB dari sejumlah senyawa dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebaagi berikut :

HLB = 20 (1 – S/A)

Dimana S adalah bilangan penyabunan senyawa tersebut dan A adalah bilangan asam senyawa tersebut.

Davies telah menghitung nilai HLB untuk zat aktif permukaan dengan memecah berbagai molekul surfaktan ke dalam gugus-gugus penyusunnya, yang masing-masing diberi suatu angka gugus. Penjumlahan dari angka-angka gugus untuk suatu surfaktan tertentu memungkinkan perhitungan nilai HLB-nya menurut persamaan berikut :

HLB = Σ (angka-angka gugus hidrofilik) - Σ (angka-angka gugus lipofilik) + 7 (Martin,A., 1993)


(33)

Tabel 2.2 Nilai HLB Beberapa Surfaktan

Zat HLB

Asam Oleat

Gliseril Monostearat Sorbitan mono-oleat Sorbitan monolaurat Trietanolamin oleat

Polioksitilena sorbitan mono-oleat Polioksitilena sorbitan monolaurat Natrium oleat

Natrium lauril sulfat

1 3,8 4,3 8,6 12 15 16,7 18 40

Tabel 2.3 Harga HLB Gugus Fungsi

Gugusan senyawa Angka gugus

Gugus hidrofilik -SO4- Na+

-COO- Na+

Ester (cincin sorbitan) Ester (bebas)

Hidroksil (bebas)

Hidroksil (cincin sorbitan) Grup lipofilik

-CH- -CH2- -CH3- =CH- 38,7 19,1 6,8 2,4 1,9 0,5 0,475 0,475 0,475 0,475


(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

- Alat Vakum Fisons - Kertas Saring Biasa

- Neraca Analitis Mettler PM 480 - Gelas Ukur 10 ml Pyrex

- Gelas Erlenmeyer 250 ml Pyrex - Gelas Ukur 100 ml Pyrex - Gelas Beaker 250 ml Pyrex - Spektrofotometer FT-IR Shimadzu - Tabung CaCl2 Pyrex - Corong Pisah Pyrex - Corong Penetes Pyrex - Botol Akuades

- Magnetik Bar

- Oven Labline

- Labu leher tiga Pyrex

- Labu leher dua Pyrex

- Termometer 110oC Fisons - Kondensor Bola Pyrex - Buret (25 ml ± 0,1 ml) Pyrex - Rotarievaporator Heidolph - Hotplate Sirrer Fisons - Labu Takar Pyrex - Corong Pyrex


(35)

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

- Asam Oleat

- Natrium Sulfat Anhidrous p.a.(E.Merck) - Metanol p.a.(E.Merck) - Benzena p.a.(E.Merck) - Asam Sulfat 98% p.a.(E.Merck)

- n-Heksana p.a.(E.Merck)

- Akuades

- Natrium Metoksida p.a.(E.Merck)

- Alkohol 96% p.a.(E.Merck)

- Asam Formiat 90% Fisons

- Hidrogen Peroksida 30% p.a.(E.Merck) - Natrium Hidroksida (pellet) p.a.(E.Merck) - Kalium Hidroksida (pellet) p.a.(E.Merck) - Dietil Eter p.a.(E.Merck)

- Sikloheksana p.a.(E.Merck)

- Larutan Wijs p.a.(E.Merck)

- Kalium Iodida p.a.(E.Merck)

- Natrium Tiosulfat (s) p.a.(E.Merck)

- Amilum p.a.(E.Merck)

- Phenolptalein(s) p.a.(E.Merck) - Asam Klorida 37% p.a.(E.Merck) - Asam Oksalat (s) p.a.(E.Merck) - Iodium(s) p.a.(E.Merck) - Dietanolamine p.a.(E.Merck) - NaCl Fissons - CaCl2 anhidrous p.a.(E.Merck)


(36)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Reagen dan Standarisasi

3.3.1.1 Pembuatan Larutan KOH-Alkohol 0,5 N

Ditimbang KOH sebanyak 7,0125 gram dan dilarutkan dengan alkohol dalam labu takar 250 ml sampai garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan H2C2O4 0,5 N dan indikator fenolptalein.

3.3.1.2 Pembuatan Larutan KOH 0,5 N

Ditimbang KOH sebanyak 4,5 gram dan dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 250 ml sampai garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan H2C2O4 0,5 N dan indikator Fenolptalein.

3.3.1.3 Pembuatan Larutan HCl 0,1 N

Diukur sebanyak 2,07 ml larutan HCl 37%, lalu diencerkan dengan akuades dalam labu takar 250 ml sampai garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan Na2CO3 0,1 N..

3.3.1.4 Pembuatan Larutan H2C2O4 0,1 N

Ditimbang 1,575 gram H2C2O4.2H2O dimasukkan kedalam labu takar 250 ml dan diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

3.3.1.5 Pembuatan Larutan Indikator fenolptalein 1%

Ditimbang 1 gram fenolptalein dan dilarutkan dengan alkohol dalam labu takar 100 ml


(37)

3.3.1.6 Pembuatan Alkohol Netral

Sebanyak 200 ml alkohol 96%, ditambahkan 4 tetes indikator fenolptalein dan ditetesi dengan larutan KOH 0,1 N hingga menjadi larutan merah muda.

3.3.1.7 Pembuatan Larutan KI 10%

Ditimbang 10 gram kristal KI, dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda.

3.3.1.8 Pembuatan Larutan Na2S2O3 0,1 N

Ditimbang 6,25 gram kristal Na2S2O3.5H2O dilarutkan dengan akuades dan diencerkan dalam labu takar 250 ml sampai garis tanda lalu distandarisasi dengan larutan K2Cr2O7 0,1 N menggunakan indikator amilum mengikuti titrasi secara iodometri

3.3.1.9 Pembuatan Larutan Indikator Amilum 1%

Ditimbang 1 gram serbuk amilum dan dilarutkan dengan 100 ml akuades dan dipanaskan sambil diaduk di atas pemanas hingga mendidih dan disaring dalam keadaan panas.

3.3.1.10 Pembuatan Larutan KOH 0,1 N

Dipipet 50 ml larutan KOH 0,5N kemudian diencerkan dengan akuades dalam labu takar 250 ml sampai garis batas dan distandarisasi dengan menggunakan larutan H2C2O4 0,1 N dan indikator fenolptalein.


(38)

3.3.2. Pembuatan Metil Oleat

Kedalam labu leher tiga dimasukkan 0,318 mol (100 ml) asam oleat, 1,23 mol (50 ml) metanol, dan 100 ml benzena sambil diaduk dan didinginkan dan melalui corong penetes diteteskan sebanyak 2 ml H2SO4(p) secara perlahan-lahan. Kemudian dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan tabung CaCl2 dan direfluks selama ±5 jam pada suhu 70-800C. Kelebihan metanol dan pelarut diuapkan dengan rotarievaporator. Residu yang diperoleh diekstraksi dalam 100 ml n-heksana, lapisan n-heksana kemudian dicuci dengan akuades sebanyak 2 kali masing-masing sebanyak 10 ml. Lapisan atas dikeringkan dengan CaCl2 anhidrous dan disaring selanjutnya dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrous dan disaring. Filtrat yang diperoleh dirotarievaporasi. Selanjutnya hasil yang diperoleh diidentifikasi melalui analisis spektroskopi FT-IR dan diikuti analisis penentuan bilangan iodin dan penentuan harga HLB.

3.3.3. Pembuatan Senyawa Metil -9,10-dihidroksi Stearat Campuran

Kedalam labu leher tiga dimasukkan 20 ml HCOOH 90% dan 10 ml H2O2 30% sambil diaduk dan didinginkan dan melalui corong penetes diteteskan sebanyak 1 ml H2SO4(p) secara perlahan-lahan, kemudian dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan tabung CaCl2 anhidrous dan diaduk selama 1 jam pada suhu ±4ºC. Kemudian ditambahkan 20 gram metil oleat melalui corong penetes dan direfluks kembali selama 2 jam pada suhu 40-45 ºC. Hasil refluks didiamkan selama 1 malam selanjutnya dirotarievaporasi. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 50 ml dietil eter, kemudian dicuci dengan 10 ml NaOH 2N dilanjutkan dengan akuades sebanyak 2 kali masing-masing sebanyak 10 ml. Lapisan eter dikeringkan dengan CaCl2 anhidrous dan disaring. Kemudian dikeringkan kembali dengan Na2SO4 anhidrous dan disaring. Filtrat yang diperoleh dirotarievaporasi. Selanjutnya, hasil yang diperoleh diidentifikasi melalui spektroskopi FT-IR dan diikuti analisis penentuan bilangan iodin dan penentuan harga HLB.


(39)

3. 3.4. Pembuatan 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran

Kedalam labu leher tiga dimasukkan 0,05 mol (16,5 gram) senyawa metil -9,10-dihidroksi stearat campuran dan 0,1 mol dietanolamina (10,514 gram) dan 5 gram NaOCH3 (25% dalam metanol, 5 g/ 20 ml metanol). Kemudian dirangkai alat refluks. Selanjutnya direfluks selama 5 jam dan dipanaskan pada suhu 80º-90ºC sambil diaduk. Kelebihan pelarut diuapkan dengan rotarievaporator. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 100 ml dietil eter, kemudian dicuci dengan larutan NaCl jenuh sebanyak tiga kali masing-masing 25 ml. Diambil lapisan atas dan dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrous dan disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan rotarievaporator. Selanjutnya hasil yang diperoleh diidentifikasi melalui analisis spekstroskopi FT-IR dan penentuan harga HLB.

3.3.5 Prosedur Analisis

3.3.5.1 Analisis Bilangan Iodin

Analisis ini dilakukan terhadap metil oleat dan senyawa metil-9,10,-dihidroksi stearat campuran..

Ditimbang sampel sebanyak ± 0,3 gram ke dalam gelas Erlenmeyer 250 ml yang bertutup lalu ditambahkan 20 ml sikloheksana kemudian dikocok/diguncang untuk memastikan sampel telah benar-benar larut. Ditambahkan 25 ml larutan Wijs kedalamnya kemudian ditutup dan dikocok agar campuran telah benar-benar bercampur dan disimpan bahan tersebut dalam ruang gelap selama ± 30 menit. Diambil bahan tersebut dari tempat penyimpanan dan ditambahkan 25 ml larutan KI 10% dan 150 ml air suling. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai warna kuning hampir hilang (kuning pucat). Ditambahkan 1-2 ml indikator amilum ke dalamnya dan dititrasi kembali sampai warna biru hilang.

Dilakukan hal yang sama terhadap larutan blanko dan dihitung bilangan iodin dengan rumus sebagai berikut:

Bilangan iodin =

(

)

) (

69 , 12

gram l MassaSampe

xNx S


(40)

Dimana: B = Volume Titrasi Blanko(ml) S = Volume Titrasi Sampel(ml) N = Normalitas Na2S2O3 12,69 = Ar I / 10

3.3.5.2 Analisis Bilangan Penyabunan

Analisis ini dilakukan terhadap metil oleat, senyawa metil-9,10- dihidroksi stearat campuran, dan senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran.

Ditimbang ± 0,3 gram sampel dan dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 25 ml larutan KOH-alkohol 0,5 N dan dipanaskan hingga mendidih. Didinginkan dan ditambah 3 tetes indikator fenolptalein kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N hingga warna merah muda hilang.

Dicatat volume HCl 0,1 N yang terpakai dan dihitung bilangan penyabunan dengan rumus: Bil.penyabunan= l MassaSampe xNHClx Vtitrasi

Vblanko ) 56,1

( −

3.3.5.3 Analisis Bilangan Asam

Analisis ini dilakukan terhadap metil oleat, senyawa metil-9,10- dihidroksi stearat, dan senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran.

Sebanyak ± 0,3 gram sampel dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer. Kemudian ditambah 10 ml larutan isopropil alkohol. Erlenmeyer tersebut ditututup dengan plastik dan dipanaskan sampai mendidih. Larutan tersebut didinginkan dan ditambahkan 3 tetes indikator fenolptalein dan dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda.

Dihitung volume KOH yang dipakai dan dihitung bilangan asam dengan menggunakan rumus: Bilangan asam= ) ( 1 , 56 gram l MassaSampe NKOH


(41)

3.3.5.4 Penentuan Harga HLB (Hidrofilic Lipofilic Balance)

Analisis ini dilakukan terhadap metil oleat, senyawa metil-9,10- dihidroksi stearat dan senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran.

Harga HLB dapat diperoleh dari bilangan asam dan bilangan penyabunan dari senyawa ester dengan menggunakan rumus:

      − =

A S

HLB 20 1

Dimana: S = Bilangan penyabunan A = Bilangan asam


(42)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Metil Oleat

100 ml asam oleat

dimasukkan kedalam labu leher tiga ditambahkan 50 ml metanol

ditambahkan 100 ml benzena sambil diaduk

dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan tabung CaCl2

ditambahkan 2 ml H2SO4(p) secara perlahan direfluks selama 5 jam pada suhu 70-80oC

diuapkan kelebihan metanol dan pelarut dengan rotarievaporator

diekstraksi dalam 100 ml n-heksana

dicuci dengan aquadest sebanyak dua kali

dikeringkan dengan CaCl2 anhidrous disaring

dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrous disaring

dirotarievaporasi Campuran

residu pelarut

lapisan bawah lapisan atas

filtrat

residu

hasil

Analisa FT-IR Bilangan iodin HLB

residu

filtrat

lapisan bawah lapisan atas


(43)

3.4.2. Pembuatan Senyawa Metil -9,10-dihidroksi Stearat Campuran

20 ml HCOOH 90%

dimasukkan kedalam labu leher tiga

ditambah 10 ml H2O2 30% setetes demi setetes

ditambah 1 ml H2SO4(p)

diaduk pada suhu ±4oC selama 1 jam dan ditambah 20 g

metil oleat melalui corong penetes Campuran

diaduk pada suhu 40-45oC selama 2 jam

didiamkan selama 1 malam dirotarievaporasi

Residu pelarut

ditambah 50 ml dietil eter dicuci dengan 10 ml NaOH 2 N dicuci dengan akuades

sebanyak 2 kali masing-masing 10 ml

Lapisan atas(eter) Lapisan bawah(air)

dikeringkan dengan CaCl2 anhidrous

disaring

dirotarievaporasi

Hasil

Analisa FT-IR

Penentuan Bilangan Iodin

Harga HLB

dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrous

disaring

Residu Filtrat

Residu Filtrat


(44)

3.4.3. Pembuatan Senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) Stearamida campuran

0,05 mol metil 9,10 dihidroksi stearat

dimasukkan kedalam labu leher dua ditambahkan 0,1 mol dietanolamin

ditambahkan CH3ONa (5g dalam 20 ml metanol)

dirangkai alat refluks

dipanaskan pada suhu 80-90 oC sambil diaduk

selama 5 jam

dirotarievaporasi

diekstraksi dalam 100 ml dietil eter

dicuci dengan larutan NaCl jenuh sebanyak tiga kali masing-masing 25 ml.

ditambahkan Na2SO4 anhidrous

didiamkan selama 45 menit

disaring

dirotarievaporasi Campuran

Residu

Lapisan atas Lapisan bawah

Filtrat

Hasil

Residu

Analisa FT-IR Penentuan harga HLB


(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1. Pembuatan Metil Oleat

Pembuatan metil oleat dilaksanakan di laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan. Asam oleat yang digunakan diperoleh dari salah satu industri oleokimia di Sumatera Utara. Metil oleat diperoleh melalui reaksi esterifikasi asam oleat dengan metanol dalam pelarut benzena menggunakan katalis H2SO4(p) pada suhu 70-80°C. Hasil pemeriksaan melalui analisis spektroskopi FT-IR memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi 3008,21 cm-1; 2927,79 cm-1; 2854,76 cm-1; 1743,75 cm-1; 1464,41 cm-1 – 1436,14 cm-1;1245,61 cm-1;1196,56 cm-1; 1171,46cm-1 dan 721,3 cm-1 (gambar 4.1). Sedangkan spektrum FT-IR dari asam oleat memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi 3654,61 cm-1; 3008,74 cm-1; 2925,51-2854 cm-1; 2673,20 cm-1; 1711,53 cm-1; 1464,66 – 1412,83 cm-1; 1245,84 cm-1; 940,13 cm-1; 723,55 cm-1 (lampiran A).


(46)

Selanjutnya, hasil analisis kromatografi gas terhadap metil ester asam oleat

memberikan kromatogram dengan komposisi asam lemak yang terdiri dari C12 = 0,1694%, C14 = 2,35%, C16 = 4,1875%, C18 = 0,7674%, C18:1 = 76,57%, C18:2 =

4,39% (lampiran B). Harga bilangan iodin dari senyawa metil oleat yang diperoleh sebesar 57,99 (lampiran C). Hasil penentuan harga HLB metil oleat sebesar 2,46 (lampiran D).

4.1.2. Pembuatan Senyawa Metil 9,10-dihidroksi Sterat Campuran

Pembuatan senyawa metil 9,10-dihidroksi stearat campuran diperoleh melalui epoksidasi metil ester asam oleat dengan asam performat yang dilanjutkan dengan hidrolisis. Asam performat yang digunakan diperoleh dari reaksi antara HCOOH 90% dan H2O2 30% menggunakan katalis H2SO4(p) yang selanjutnya diikuti penambahan metil oleat yang direfluks pada suhu 40-45ºC. Dalam hal ini, ikatan π dari metil oleat yang tidak jenuh akan membentuk cincin epoksida dan selanjutnya diikuti hidrolisis menghasilkan senyawa diol metil 9,10-dihidroksi stearat campuran. Hasil pemeriksaan spektroskopi FT-IR memberikan spektrum dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3426,04 cm-1; 3004,38 cm-1; 2926,22 cm-1; 2854,77 cm-1; 1743,03 cm-1; 1464,72 cm-1 – 1436,59 cm-1; 1196,9 cm-1; 1171,82 cm-1 dan 723,48 cm -1

(gambar 4.2).


(47)

4.1.3. Pembuatan Senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) Stearamida Campuran

Senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran diperoleh melalui reaksi antara senyawa metil 9,10-dihidroksi stearat campuran dengan dietanolamina dalam pelarut metanol dengan bantuan katalis Natrium Metoksida pada suhu 80-90°C. Hasil analisis spektroskopi FT-IR dari 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran memberikan spektrum dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3401,26 cm-1; 2853,26 cm-1; 1643,02 cm-1; 1557,27 cm-1; 1463,37 cm-1; 1071,44 cm-1 dan 721,42 cm-1 (gambar 4.3). Harga HLB diperoleh sebesar 15,03 (lampiran D).

Gambar 4.3 Spektrum FT-IR Senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) Stearamida Campuran


(48)

4.2 Pembahasan

4.2.1. Pembuatan Metil Ester Asam Oleat

Metil oleat diperoleh dari hasil reaksi esterifikasi asam oleat dengan metanol dalam pelarut benzena menggunakan katalis H2SO4(p) pada suhu 70-80°C. Hasil pemeriksaan melalui analisis spektroskopi FT-IR memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi 3008,21 cm-1; 2927,79 cm-1; 2854,76 cm-1; 1743,75 cm-1; 1464,41 cm-1 – 1436,14 cm-1; 1245,61 cm-1 ; 1196,56 cm-1; 1171,46 cm-1 dan 721,3 cm-1 (gambar 4.1). Pada daerah bilangan gelombang 3008,21 cm-1 yang merupakan puncak serapan khas dari vibrasi stretching C-H sp2 yang didukung dengan vibrasi C=C pada daerah bilangan gelombang 1655,16 cm-1. Pada daerah bilangan gelombang 1743,75 cm-1 merupakan serapan khas gugus karbonil C(=O)-O ester yang didukung oleh adanya pita lebar dengan tiga puncak vibrasi C-C(-O)-O dimana intensitas tertinggi pada daerah bilangan gelombang 1171,46 cm-1. Puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 2927,79 cm-1 – 2854,76 cm-1 menunjukkan vibrasi sretching C-H sp3 yang didukung oleh vibrasi bending pada daerah 1464,41 cm-1 – 1436,14 cm-1. Pada bilangan gelombang 723,71 cm-1 menunjukkan vibrasi rocking (CH2)n dari asam lemak dimana n≥4.

Adapun mekanisme reaksi dari pembuatan metil oleat sebagai berikut :

H3C C H2 C C C H2 C O H

CH3OH

+ + + + -- -7 7

O H O

S O

H O O

H3C C H2 C C C H2 C 7 7

O H

O H

O C H3 H

HSO4

H3C C H2 C C C H2 C

O C H3 7 7 O H H H H H H +

-H3C C H2 C C C H2 C 7 7

O

O

O C H3 H H H H H + +


(49)

. Selanjutnya, hasil analisis kromatografi gas terhadap metil ester asam oleat

memberikan kromatogram dengan komposisi asam lemak yan terdiri dari C12 = 0,1694%, C14 = 2,35%, C16 = 4,1875%, C18 = 0,7674%, C18:1 = 76,57%, C18:2 =

4,39% (lampiran B). Harga bilangan iodin dari senyawa metil oleat yang diperoleh sebesar 57,99 (lampiran C). Hasil penentuan harga HLB metil oleat sebesar 2,46 (lampiran D).

4.2.2 Pembuatan Senyawa Metil 9,10-dihidroksi Stearat Campuran

Metil oleat yang diperoleh selanjutnya diepoksidasi dengan asam peracid yang dilanjutkan dengan reaksi hidrolisis sehingga dihasilkan senyawa metil 9,10-dihidroksi stearat campuran..

Asam formiat dan hidrogen peroksida direaksikan membentuk senyawa performat dengan bantuan katalis H2SO4(p) selanjutnya diikuti penambahan metil ester asam oleat yang direfluks pada suhu 40-45ºC. Dalam hal ini, ikatan π dari metil oleat yang tidak jenuh pada atom C9,10 akan membentuk cincin epoksida dan selanjutnya diikuti hidrolisis menghasilkan senyawa diol 9,10-dihidroksi metil stearat dengan reaksi sebagai berikut:

C O H O

H + + H2O

Hidrogen Peroksida Asam performat

C O O H H

O

C O O H H O Metil Oleat + C O H H asam formiat H+ -OOH

H3C C H2 C C C H2 C

O C H3 7 7 O H H . . . . . . . . .. .

. H+HSO4

-H3C C H2 HC H

C C H2 C O C H3 7 7 O + O. H HSO4

-H3C C H2 HC H

C C H2 C O C H3

7 7 O O. . ... .. .

H +-OH H3C C H2 HC HC C H2 C O C H3 7

7

O O H O H

Asam formiat


(50)

Senyawa metil 9,10-dihidroksi stearat yang diperoleh kemudian dianalisis dengan spektrofotometer FT- IR memberikan spektrum dengan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3426,04 cm-1 yang merupakan serapan khas dari gugus hidroksil yang menunjukkan terjadinya hidrosilasi pada bilangan gelombang 2926,22 cm-1 - 2854,77 cm-1 menunjukkan serapan khas dari vibrasi stretching C-H sp3 yang didukung oleh puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 1464,72 – 1436,59 cm -1

menunjukkan serapan khas dari vibrasi bending C-H sp3. Pada daerah bilangan gelombang 1743,03 cm-1 menunjukkan serapan khas C(=O)-O dan bilangan gelombang pada daerah 1171,82 cm-1 menunjukkan serapan khas C-C(-O)-O yang menunjukkan adanya ester. Pada bilangan gelombang 723,48 cm-1 menunjukkan vibrasi rocking (CH2)n dari asam lemak dimana n≥4. Senyawa metil 9,10 -dihidroksi stearat memiliki bilangan iodin sebesar 24,21. Penurunan bilangan iodin menunjukkan adanya penurunan jumlah ikatan rangkap dan terjadi reaksi oksidasi terhadap ikatan rangkap atom C9,10 pada senyawa metil oleat walaupun tidak sempurna disebabkan adanya asam-asam lemak lainnya yg belum terepoksidasi..Penentuan harga HLB dari senyawa metil 9,10-dihidroksi stearat campuran sebesar 6,09.

4.2.3 Pembuatan Senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) Stearamida Campuran

Senyawa metil 9,10-dihidroksi stearat campuran yang diperoleh kemudian diamidasi dengan dietanolamina dalam pelarut metanol dengan menggunakan katalis Natrium Metoksida yang direfluks pada suhu 80°C - 90°C.

Berdasarkan prinsip HSAB, amidasi senyawa 9,10-dihidroksi metil stearat dapat menghasilkan N-dietanolamida 9,10-dihidroksi stearat campuran dimana H+ dari NH yang berasal dari dietanolamina merupakan asam keras (hard acid) yang mudah bereaksi dengan dengan -OCH3 (metoksi) yang merupakan basa keras (hard base) dan N- dari dietanolamin yang merupakan basa lunak (soft base) yang selanjutnya akan bereaksi dengan gugus asil R-C+=O yang merupakan asam lunak (soft acid).


(51)

Berdasarkan dukungan teori ini, maka mekanisme reaksi amidasi antara senyawa metil dihidroksi stearat dengan dietanolamina untuk menghasilkan senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) Stearamida campuran dapat digambarkan sebagai berikut:

Dari hasil analisis spektroskopi FT – IR memberikan spektrum dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3401,26 cm-1; 2853,26 cm-1; 1643,02 cm-1; 1557,27 cm-1; 1463,37 cm-1; 1071,44 cm-1 dan 721,42 cm-1. Puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3401,26 cm-1 menunjukkan adanya gugus gugus –OH, hal ini didukung dengan munculnya serapan pada daerah bilangan gelombang 1071,44 cm-1 yang merupakan serapan dari -C-OH. Bilangan gelombang 2853,26 cm-1 merupakan serapan khas dari vibrasi stretching C-H sp3 yang didukung dengan vibrasi bending C-H sp3 pada 1463,37 cm-1. Pada daerah gelombang 721,42 cm-1 menunjukkan puncak vibrasi rocking (CH2)n dari asam lemak.. Tidak adanya pita melebar pada bilangan gelombang 700-600 cm-1 menunjukkan tidak adanya wagging -NH di luar bidang. Ini membuktikan -C(=O)-N sudah terikat didukung dari vibrasi gugus –C-N- pada bilangan gelombang 1530 cm-1. Vibrasi gugus -C(=O)-amida tersier muncul pada daerah bilangan gelombang 1643,02 cm-1 dimana bilangan gelombang ini lebih kecil dibandingkan bilangan gelombang C(=O)-O ester . Hal ini disebabkan karena adanya efek resonansi pada –C(=O)-amida sehingga melemahkan ikatan antara C dan O pada gugus karbonil.

. ...

H3C C H2

H

C HC C H2 C

O C H3 7

7

O O H O H

-+ HN

C H2C H2O H

C H2C H2O H

NaOCH3

. ...

H3C C H2

H

C HC C H2 C

O C H3 7

7

O O H O H

N a O C H3

N

C H2C H2O H

C H2C H2O H

H

. ...

H3C C H2

H

C HC C H2 C 7 7

O O H O H

N

C H2C H2O H

C H2C H2O H CH3OH

R-C O N C R-C O N C ik.C=O lemah


(52)

Penentuan harga HLB dilakukan terhadap senyawa N-dietanolamida 9,10-dihidroksi stearat diperoleh sebesar 15,03. Secara teori dapat dihitung harga HLB sebesar 13,55. Hal ini disebabkan produk yang dihasilkan masih dalam bentuk campuran, sedangkan pada penentuan secara teori yang dihitung hanya HLB dari senyawa N-dietanolamida 9,10-dihidroksi stearat. Menurut skala HLB, senyawa ini dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi o/w.


(53)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) Stearamida campuran dapat dihasilkan dengan cara amidasi senyawa 9,10-dihidroksi metil stearat dengan dietanolamina menggunakan katalis NaOCH3 dalam pelarut metanol pada kondisi refluks pada suhu 80-90°C.

2. Senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) Stearamida campuran yang diperoleh berdasarkan penentuan harga HLB sebesar 15,03 yang dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi o/w.

5.2 Saran

Diharapkan kepada peneliti berikutnya untuk melakukan sintesis alkanolamida menggunakan variasi asam lemak lainnya seperti asam linoleat, asam linolenat ataupun asam risinoleat.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Alam, M., Alok R.Ray dan Ashraf. 2009. Synthesis, Characterization and

Performance of Amine Modified Linseed Oil Fatty Amide Coatings. JAOCS Vol.86 : 573-580.

Akram, D., Sharmin, Edan Ahmad, S. 2008. Synthesis, Characterization and

Corrosion protective Propertis of Boron-Modified Polyurethan from Natural Polyol Progress in Organic Coating. Vol 63, 25-32.

Andreas, H., In Gachter, R and Muller, H. 1990. PVC Stabilizer and Plastics and

Additives Handbook. Germany: Hanser Publisher, Munich.

Anonimous I. 1987. The Merck Index. New Jersey. USA : Merck and Co, Inc. Anonimous II. 2009. http:wikipedia//dietanolamina.com (akses 16 April 2010). Brahmana, H.R. 1991. Amida Asam Lemak sebagai Pemantap Lateks. Komunikasi Penelitian. Vol.4 (1) : 48.

Budijanto. 2002. Sintesis Senyawa Surfaktan 1,9-Dilaktosil Nonanadiamin Melalui

Reaksi Amidasi Antara Asam Laktat dengan 1,9-nonanadiamin yang Diturunkan dari Asam Oleat. Tesis. Program Pascasarjana USU Medan.

Chang, R. 1994. Chemistry. Edisi Kelima. New York: McGraw-Hill.

Christie, W.W., Brechan, E.Y.,Stefanov, K., Popov, S. 1992. The Fatty Acids of The

Sponge Dysidea Fragilis From the Black Sea. Lipids 27: 640-644.

Fessenden, R.J dan R.J. Fessenden.1999.Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Fessenden,R.J dan R.J. Fessenden.1999.Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Gabriel, R.1984. Selective Amidation of Fatty Methyl Ester with N-(2-amino ethyl

Ethanolamine Under Base Catalysis.JAOCS Vol 61.965. USA.

Gautam, K.K, dan Tyagi, V.K. 2005. Microbial Surfactant. Journal of Oleo Science (JOS) Vol. 55 No.4.


(55)

Hasibuan, M.H.E. 2000. Modifikasi dan Penggunaan Pemlastis Turunan Asam

Oleat dari Asam Lemak Sawit Destilat (ALSD) pada Matriks Polyvinil Klorida. Tesis Program Pasca Sarjana Kimia. Medan: USU Press.

Hart, H. 1990. Kimia Organik. Kimia Organik. Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga. Herawan, T.,E.Nuryanto, dan P.Guritno. 1999. Penggunaan Asam Lemak Sawit

Destilat Sebagai Bahan Baku Superpalmida. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit

7(1).

Jung,S.,Goulan,M.,Girardin and Ghoul,M.1998.Structure and Surface Active

Properties Determination of Fructose Monoleats.J.of.Surfactans and

Detergents,Vol.I(1),53-57

Ketaren, S.1984. Pengantar Teknologi Lemak dan Minyak Pangan.Jakarta:UI- Press.

Lin, B; Yang, L; Dal, H and Yi, A. 2008. Kinetic Studies on Oxirane Cleavage Of Epoxidized Soybean Oil by Methanol and Characterization of Polyols.

JAOCS: 85.

Maag,H.1984. Fatty Acid Derivatives: Important Surfactants for Household,

Cosmetic And Indusrial Purposes.JAOCS.Vol.61, No.2

Manurung, S. 2008. Sintesis Senyawa N-etanol-9,10,12-Trihidroksi Stearamida

Melalui Amidasi Metil Trihidroksi Stearat dengan Etanolamin. Medan:Tesis

Sekolah Pascasarjana USU.

Martin, N. A., Swarbirck, J. 1989. Physical Pharmacy. LEA & Febriger Phil. Nuryanto,E.,T.Haryati,dan J.Elisabeth.2002. Pembuatan Fatty Amida dati ALSD

Untuk Produksi Detergen Cair dan Shampoo. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian.

Rahman,A.,M.B.Yap.,C.L.K.Dzulkefly, dan R.N.Z. Abdul Rahman.2003.

Synthesis of Palm Kernel Oil Alkanolamide Using Lipase. Journal od Oleo Science (JOS) Vol 52 No.2.

Randal, D., and Lee, S. 2002. The Polyurethanes Book. John Willey & Son, Ltd. Everberg.


(56)

and Economics of Oleochemicals in Western Europe. J.Am. Oil Chem.

Soc., 61,2

Salmiah,et all. 2007. Processing and Properties of Palm Oil-Based Rigid

Polyurethane Foam. Journal of Metals, Materials and Minerals. Vol.17 No.1

pp.17-23, 2007

Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Organik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Shinoda, K. dan S. Friberg. 1986. Emulsions adn Solubilization. New York : Jhon Willey and Sons, Inc.

Swern, D., Scanian J.T and Dickel, G.B. 1959. Organic Synthesis Coll. Vol. 39. Tambun, R. 2006. Teknologi Oleokimia. Medan: USU Press.

Tarigan, D. 2005. Pembuatan Surfaktan dari Minyak Kemiri Melalui Reaksi

Interesterifikasi Diikuti Reaksi Amidasi. Jurnal Sains Kimia. Vol. 9, No. 1,

2005 : 1-7.

Urata, K. 1998. Applications of Protecting Groups in the Synthesis of Surfactants

Lipids, and Related Compounds. J. Sur. & Det. 1(1).

Wilbraham,A.C.1992.Pengantar Kimia Organik dan Hayati.Bandung:ITB-Press. Wisewan, P.1983. An Introductin to Industrial Organic Chemistry. Second Edition, Applied Science Publishers LTd, England


(57)

(58)

(59)

(60)

Lampiran C: DATA PENENTUAN BILANGAN IODIN DENGAN METODE WIJS

Sampel Massa Sampel (gram) Volume Titrasi (ml) Bilangan

Iodin

m1 m2 m3 M V1 V2 V3 V

Blanko - - - - 18,65 18,60 18,60 18,61 -

Metil Oleat 0,3407 0,3410 0,3410 0,3409 3,05 3,05 3,00 3,03 57,99

Senyawa 9,10-dihidroksi metil stearat

0,3447 0,3450 0,3450 0,3449 12,05 12,05 12,00 12,03 24,21

Perhitungan bilangan iodin dengan Metode Wijs

69

,

12

1

,

0

×

×

=

sampel sampel blanko

m

V

V

IV

1. Senyawa Metil Ester Asam Oleat

99 , 57 69 , 12 1 , 0 3409 , 0 ) 03 , 3 61 , 18 ( = × × − = IV

2. Senyawa metil 9,10-dihidroksi stearat campuran

21 , 24 69 , 12 1 , 0 3449 , 0 ) 03 , 12 61 , 18 ( = × × − = IV


(61)

Lampiran D: PENENTUAN HARGA HLB DENGAN METODE TITRASI

DATA PENENTUAN BILANGAN ASAM

Sampel Massa Sampel (gram) Volume Titrasi (ml) Bilangan

Asam

m1 m2 m3 m V1 V2 V3 V

Metil Oleat 0,3118 0,3119 0,3119 0,3119 3,45 3,50 3,50 3,48 62,59 Senyawa metil 9,10-

dihidroksi stearat campuran

0,3182 0,3180 0,3180 0,3181 5,00 5,05 5,05 5,03 88,70

Senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran

0,3078 0,3079 0,3078 0,3078 5,90 5,90 6,00 5,93 108,08

DATA PENENTUAN BILANGAN PENYABUNAN

Sampel Massa Sampel (gram) Volume Titrasi (ml) Bilangan

Penyabun an

m1 m2 m3 m V1 V2 V3 V

Blanko - - - - 9,40 935 9,40 9,40 -

Metil Oleat 0,3159 0,3159 0,3157 0,3158 6,25 6,35 6,35 6,31 54,89 Senyawa metil

-9,10-dihidroksi stearat campuran

0,3292 0,3295 0,3295 0,3294 5,75 5,80 5,80 5,78 61,65

Senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran


(62)

Perhitungan Harga HLB Menggunakan Metode Titrasi

1. Senyawa Metil Oleat

= 2,46

2. Senyawa Metil 9,10-dihidroksi stearat campuran

= 6,09

3. Senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran

= 15,03       − = A S

HLB 20 1

      − = 59 , 62 89 , 54 1 20 HLB       − = 70 , 88 65 , 61 1 20 HLB       − = 08 , 108 81 , 26 1 20 HLB


(1)

(2)

(3)

(4)

Lampiran C: DATA PENENTUAN BILANGAN IODIN DENGAN METODE WIJS

Sampel Massa Sampel (gram) Volume Titrasi (ml) Bilangan

Iodin

m1 m2 m3 M V1 V2 V3 V

Blanko - - - - 18,65 18,60 18,60 18,61 -

Metil Oleat 0,3407 0,3410 0,3410 0,3409 3,05 3,05 3,00 3,03 57,99

Senyawa 9,10-dihidroksi metil stearat

0,3447 0,3450 0,3450 0,3449 12,05 12,05 12,00 12,03 24,21

Perhitungan bilangan iodin dengan Metode Wijs

69

,

12

1

,

0

×

×

=

sampel sampel blanko

m

V

V

IV

1. Senyawa Metil Ester Asam Oleat

99 , 57 69 , 12 1 , 0 3409 , 0 ) 03 , 3 61 , 18 ( = × × − = IV

2. Senyawa metil 9,10-dihidroksi stearat campuran

21 , 24 69 , 12 1 , 0 3449 , 0 ) 03 , 12 61 , 18 ( = × × − = IV


(5)

Lampiran D: PENENTUAN HARGA HLB DENGAN METODE TITRASI

DATA PENENTUAN BILANGAN ASAM

Sampel Massa Sampel (gram) Volume Titrasi (ml) Bilangan

Asam

m1 m2 m3 m V1 V2 V3 V

Metil Oleat 0,3118 0,3119 0,3119 0,3119 3,45 3,50 3,50 3,48 62,59 Senyawa metil 9,10-

dihidroksi stearat campuran

0,3182 0,3180 0,3180 0,3181 5,00 5,05 5,05 5,03 88,70

Senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran

0,3078 0,3079 0,3078 0,3078 5,90 5,90 6,00 5,93 108,08

DATA PENENTUAN BILANGAN PENYABUNAN

Sampel Massa Sampel (gram) Volume Titrasi (ml) Bilangan

Penyabun an

m1 m2 m3 m V1 V2 V3 V

Blanko - - - - 9,40 935 9,40 9,40 -

Metil Oleat 0,3159 0,3159 0,3157 0,3158 6,25 6,35 6,35 6,31 54,89 Senyawa metil

-9,10-dihidroksi stearat


(6)

Perhitungan Harga HLB Menggunakan Metode Titrasi

1. Senyawa Metil Oleat

= 2,46

2. Senyawa Metil 9,10-dihidroksi stearat campuran

= 6,09

3. Senyawa 9,10-dihidroksi N,N-bis(2-hidroksietil) stearamida campuran

= 15,03       − = A S HLB 20 1

      − = 59 , 62 89 , 54 1 20 HLB       − = 70 , 88 65 , 61 1 20 HLB       − = 08 , 108 81 , 26 1 20 HLB


Dokumen yang terkait

Sintesis Bahan Surfaktan Anionik Kalium 9,10-Dihidroksi Stearat Dan Surfaktan Nonionik 9,10-Dihidroksi-N- (2-Etanol) Stearamida Dari Asam Oleat

2 47 67

Sintesis 9-n-Pentoksi 10-Hidroksi n-Pentil Stearat Campuran Dari Asam Oleat

0 37 64

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

4 92 69

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

3 17 69

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

0 0 12

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

0 0 2

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

0 0 4

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

0 0 21

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

0 0 3

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

0 0 8