Analisis Betaglukan Pada Persilangan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Dengan King Oyster (Pleurotus Eryngii) Menggunakan Ftir

ANALISIS BETAGLUKAN PADA PERSILANGAN JAMUR
TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN KING OYSTER
(Pleurotus eryngii) MENGGUNAKAN FTIR

MURSYIDAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Betaglukan Pada
Persilangan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan King Oyster
(Pleurotus eryngii) Menggunakan FTIR adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Mursyidah
G751140161

RINGKASAN
MURSYIDAH. Analisis Betaglukan Pada Persilangan Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostreatus) dengan King Oyster (Pleurotus eryngii) Menggunakan
FTIR. Dibimbing oleh IRZAMAN dan MERSI KURNIATI.
Jamur tiram (Pleurotus spp.) Secara luas dibudidayakan di seluruh dunia.
jamur tiram memiliki Pleuran yang dikenal sebagai -glukan, merupakan
homopolimer glukosa terikat melalui ikatan -(1,γ) dan -(1,6) glukosida. King
Oyster (Pleurotus eryngii) memiliki -glukan lebih tinggi yaitu 12,91%
dibandingkan jamur tiram putih (Pleourotus ostreatus) sebesar 8,29%, sedangkan
dari tampilan fisik jamur tiram putih lebih menarik daripada King Oyster. Untuk
menggabungkan karakteristik-karakteristik tersebut sehingga perlu dilakukan
strain baru, yaitu melakukan persilangan dari kedua jamur tiram tersebut dengan
tujuan menghasilkan varietas jamur baru yang unggul dari induknya, baik dari
kandungan -glukan maupun tubuh buah jamur.
Tahap awal dalam penelitian ini adalah pembibitan, kemudian dilanjutkan

budidaya hingga terbentuknya tubuh buah. Hasil panen jamur dilakukan uji fisik
dari nilai rata-rata diameter tudung, panjang tangkai, massa jamur, dan lebar
tangkai jamur, kemudian diisolasi senyawa -glucan dengan metode Yap & Ng.
Isolat ini diidentifikasi kelompok fungsional ( -(1,γ), -(1,4), dan -(1,6) glukan)
menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR).
Karakterisasi FTIR ikatan molekul yang teridentifikasi pada ekstrak JP, JS,
KP, KB, dan JT yaitu senyawa C-N, C-O, C=O, C-H, O-H, dan N-H. Sedangkan
komponen utamanya adalah -glukan dan protein. Hasil karakterisasi FTIR,
senyawa -glukan, yaitu ikatan 1,4-D-glukan 1,6-D-glukan terdapat pada ekstrak
JP, JS, KP, KB, dan JT, sedangkan ikatan 1,3-D-glukan hanya terdapat pada
jamur persilangan (JS). JS juga memiliki intensitas pita serapan -glukan yang
lebih tinggi dibandingkan JP, KP, KB, dan JT. Ini menunjukkan bahwa JS
memiliki kandungan -glukan lebih tinggi dibandingkan dengan JP, KP, KB, dan
JT. Sedangkan dari uji fisik, yaitu panjang tangkai, diameter tudung, massa, dan
lebar tangkai jamur, JS juga cenderung mirip dengan jamur tiram putih.
Memiliki kandungan -glukan yang lebih tinggi menunjukkan bahwa JS
berbeda dengan induknya, yang bisa dikatakan JS merupakan varietas baru yg
memiliki kandungan yang lebih baik dari induknya dan memiliki tampilan bentuk
yang menarik dan menjual seperti jamur tiram putih.
Kata kunci: -glucan, FTIR, jamur tiram putih, jamur persilangan, king oyster


SUMMARY
MURSYIDAH. Analysis Betaglucan of The Cross White Oyster (Pleurotus
ostreatus) With King Oyster (Pleurotus eryngii) Using FTIR. Supervised by
IRZAMAN and MERSI KURNIATI.
Oyster mushroom (Pleurotus spp.) was widely cultivated all over the world.
Oyster mushroom had a pleuran as known as -glucan, which was a homopolymer
of glucose bonded through a bond of -(1,γ) and -(1,6) glucoside. King Oyster
(Pleurotus eryngii) had -glucan which was 12.91% higher than the white oyster
mushroom (Pleourotus ostreatus) amounted to 8.29%, while the physical
appearance of white oyster mushroom was more interesting than King Oyster. To
combined these characteristics, so we needed a new strain, that was to cross from
both the oyster mushrooms with the aimed of producing a new mushroom
varieties were superior to the parent, both of the content of -glucan and fruiting
bodies.
The first step in this research was the nursery, then continued cultivation
until the formation of fruiting bodies. Mushrooms harvest analyzed physical test
consists of average of diameter hood, stalk length, weight, and stalk width, and
then isolated of -glucan compounds by Yap & Ng methods. These isolates were
identified functional groups ( - (1,γ), - (1,4) and - (1,6) glucans) using Fourier

Transform Infra Red (FTIR).
FTIR characterization of molecular bonds identified in the extract JP, JS,
KP, KB, and JT were compounds C-N, C-O, C=O, C-H, O-H and N-H. While the
main components were -glucan and protein. FTIR characterization results the
compound of -glucan, which was the bond of 1,4-D-glucan 1,6-D-glucan
contained in the extract JP, JS, KP, KB, and JT, while 1,3-D-glucan contained
only JS. JS also had an absorption band intensity of -glucan was higher than JP,
KP, KB, and JT. This indicated that the JS had a -glucan content of higher than
JP, KP, KB, and JT. While the physical test, the stem length, diameter hood, mass,
and wide mushroom stalk, JS had been similar to the oyster mushroom.
Content of -glucan coumponds was higher, this indicated that the JS was
different from its parent, which JS was a new variety that had better content from
its parent and physical appearance more attractive and sold like white oyster
mushroom.
Keywords: -glucan, crosses mushroom, FTIR, king oyster, white oyster

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS BETAGLUKAN PADA PERSILANGAN JAMUR
TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN KING OYSTER
(Pleurotus eryngii) MENGGUNAKAN FTIR

MURSYIDAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Irmansyah MSi

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Penelitian ini berjudul “Analisis
Betaglukan Pada Persilangan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan
King Oyster (Pleurotus eringyii) Menggunakan FTIR”. Penelitian ini berlangsung
selama 9 bulan, yaitu September 2015 sampai Mei 2016.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan tesis ini dapat
diselesaikan atas izin Allah dengan perantara bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Irzaman, M.Si
dan Ibu Dr Mersi Kurniati, S.Si M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, bantuan, dan arahan selama penelitian dan penulisan. Penulis juga
ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Irmansyah M.Si sebagai penguji luar
komisi yang telah memberikan saran dalam penulisan. Selanjutnya terima kasih

juga penulis sampaikan kepada Ibu Maya Risanti SP dan ayah asril yang selalu
membantu dalam penelitian. Di samping itu, penulis juga menyampaikan terima
kasih kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) atas bantuan dana
pendidikan dan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
nenek, bapak, ibu, teman-teman, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016
Mursyidah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 METODE
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data
Analisis Data

2
2

2
2
9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Karakterisasi FTIR
Hasil Analisis Molekul
Hasil Uji Fisik

10
10
16
18

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

20
20

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1 Nilai Bilangan Gelombang Masing-Masing Jamur Hasil Eksperimen
dan Literatur
2 Analisis kandungan tiap jamur
3 Analisis Vibrasi dan Konstanta Gaya Ikatan dengan Mengasumsikan
Proses Regangan Asimetri

4 Analisis Vibrasi dan Konstanta Gaya Ikatan Gugus Fungsi O-H dengan
Mengasumsikan Proses Regangan Asimetri
5 Hasil Rata-Rata Uji Fisik dari Masing-Masing Jamur

11
15
17
17
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13

Proses Pembibitan
Proses Budidaya
Proses Persilangan
Proses Pembuatan Ekstraksi
Vibrasi Regangan
Vibrasi Tekuk
Ilustrasi dua buah bola yang saling terikat oleh pegas
Diagram Alir Penelitian
Spektra FTIR pada Jamur Tiram Putih Pasar (JP), Jamur Persilangan
(JS), King Oyster Pasar (KP), King Oyster Budidaya (KB), Jamur
Tiram Putih Budidaya (TB)
Rumus struktur -1,3 dan -1,6 glukan
Spektra pada setiap jamur. 1,2,3, dan 4 menunjukkan puncak protein
Perbesaran pada Daerah yang Menunjukan Perbedaan Pola Spektrum
pada Ekstrak JS
Morfologi Jamur Tiram Putih, King Oyster, Jamur Persilangan

3
4
5
6
7
8
9
9

10
11
13
14
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Budidaya
Hasil Pembibitan dan Budidaya Jamur
Pembuatan Bibit Jamur Persilangan
Analisis Nilai Bilangan Gelombang dan Konstanta Pegas

25
26
27
29

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gizi sangat penting bagi kehidupan manusia. Gizi seimbang mencakup
element penting seperti mineral, vitamin, dan protein. Hasil kajian menunjukkan
kisaran distribusi energi gizi makro dari pola konsumsi penduduk Indonesia
berdasarkan analisis data Riskesdas 2010 adalah 9-14% energi protein, 24-36%
energi lemak, dan 54-63% energi karbohidrat yang belum sebaik yang diharapkan,
yaitu 5-15% energi protein, 25-55% energi lemak, dan 40-60% energi
karbohidrat (Hardinsyah et al. 2010; Yuen et al. 2014).
Jamur dapat menyediakan komponen seimbang dalam mencukupi
kebutuhan gizi manusia. Jamur tiram memiliki nilai gizi tinggi diantaranya kaya
akan protein, dengan kandungan asam amino yang sangat penting setara dengan
protein hewani dan kaya serat serta rendah lemak (Bernas et al. 2006;
Caglarirmak 2011; Reis et al. 2012). Jamur tiram berisi sekitar 100 senyawa
bioaktif yang berbeda dan kaya polisakarida non-pati (Krishnamoorthy et al.
2014). Polisakarida diisolasi dari tubuh buah, miselium atau kaldu kultur cair
(Ahmad et al. 2014). Salah satu dari zat yang berperan sebagai obat dalam jamur
tiram adalah pleuran, yaitu senyawa struktur umum -glukan (Goro et al. 1970;
Bak et al. 2014). -glukan merupakan polimer D-glukosa dengan ikatan -(1,3)
dan -(1,6) yang terdapat pada dinding sel memiliki manfaat sebagai bahan antiinflamasi, anti-hiperkolesterol, anti bakteri, anti-oksidan, anti-diabetes dan antitumor (Cohen 2002; Otakar et al. 2009; Menaga et al. 2012; Vannucci et al. 2013;
Baral and Adur 2014).
Jamur tiram yang sangat populer terutama genus Pleurotus dan family
Pleurotaceae. Salah satunya adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dan
King Oyster (Pleurotus eryngii). Jamur tiram putih di Indonesia lebih banyak di
konsumsi dan di produksi dibandingkan dengan King Oyster. Padahal King
Oyster memiliki kandungan -glukan lebih tinggi yaitu 12,91% dan memiliki
morfologi tangkai tidak bercabang, batang besar, daging batang tebal berwarna
putih dengan tudung yang sempit (pada tubuh buah yang masih muda), dan pecahpecah bagian pinggirnya dibandingkan -glukan dan morfologi pada jamur tiram
putih, yaitu 8,29% yang memiliki tangkai bercabang, batang kecil dan tudung
besar (Chang et al. 1999; Nitschke et al. 2011; Dung et al. 2012). Kandungan
-glukan lebih tinggi umumnya banyak terdapat di batang tubuh buah jamur
dibandingkan tudung jamur (Won CB et al. 2014). Untuk menggabungkan
karakteristik-karakteristik tersebut sehingga perlu dilakukan strain baru untuk
lebih diminati konsumen dan diproduksi oleh petani di Indonesia, yaitu dengan
melakukan persilangan dari kedua jamur tiram tersebut dengan tujuan
menghasilkan varietas jamur baru yang unggul dari induknya, baik dari
kandungan -glukan maupun tubuh buah jamur.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kandungan -Glukan pada jamur tiram putih, King Oyster,
dan persilangan jamur tiram putih dan King Oyster
2. Membandingkan kandungan -Glukan persilangan dengan jamur tiram
putih putih dan King Oyster dari hasil pembibitan dengan pasaran
3. Menghasilkan jenis jamur baru dari persilangan jamur tiram putih dan
King Oyster
4. Mengetahui ikatan D-Glukosa pada jamur tiram putih, King Oyster, dan
persilangan jamur tiram putih dan King Oyster dengan analisis FTIR.

2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2015 sampai dengan April
2016 di Laboratorium Biofisika Material, Laboratorium Analisis Bahan
Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB, Laboratorium
skala kecil Babakan Raya Dramaga, Bogor dan di Desa Situ Ilir, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor.

Bahan
Bahan utama dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih (Pleurotus
ostreatus), King Oyster (Pleurotus eryngii), agar, kentang, dextrose, aquades,
alkohol 70%, spirtus, dedak, cloran penicolt, jagung, kaptan, dan serbuk gergaji.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laminar air flow atau kotak
inkas, tabung reaksi, cawan petri, bunsen, cutter, jarum inokulasi, kertas saring,
pinset, spatula, labu ukur 1000 mL, gelas ukur 1000 mL, tisue, wraping,
alumunium foil, kapas sintetik, timbangan 1 kg, botol kaca berukuran 250 mL,
dandang stainless kecil dan besar, dan Fourier Transform Infra Red (FTIR).

Prosedur Analisis Data
Pembibitan Jamur Tiram
Proses pembuatan media kultur jaringan jamur tiram putih dan King Oyster
yaitu dengan PDA (Potato Dextrose Agar), 200 g kentang direbus dan diambil air
saringannya dan kemudian ditambahkan dengan aquades sampai menjadi 1 L, lalu
dimasukkan dextrose, agar putih swallow ditambahkan 2 mL/L larutan stok

3
antibiotik penisilin dalam tabung reaksi secara aseptik, kemudian di sterilisasikan.
Biakan murni jamur tiram diperbanyak dengan cara memperbanyak koloni bibit
jamur tiram, yaitu inokulasi ulang bibit jamur dari tabung reaksi ke dalam cawan
petri isi media PDA (Draeger et al. 2010; Amuneke et al. 2011). Satu cawan petri
berisi 6 sampai 10 koloni bibit jamur tiram. Jamur tiram yang sudah dikultur
disimpan didalam kotak yang steril. Setelah 3 hari kultur dikontrol dan dipisahkan
antara yang terkontaminasi dengan kultur yang tumbuh baik. Kultur yang tidak
terkontaminasi ditumbuhkan hinggga pertumbuhan miselium memenuhi seluruh
bagian media kulturnya hingga bisa diturunkan pada proses berikutnya ((Lusia
et al. 2015).
Bibit jamur dari biakan murni PDA kemudian ditumbuhkan atau
diinokulasikan ke dalam media bibit berupa jagung bulat. Jagung direndam
selama 24 jam, kemudian direbus selama 30 menit dan ditiriskan dengan tujuan
untuk mengurangi kadar air yang berlebih pada rebusan jagung sampai dingin.
Kemudian jagung dicampur dengan dextrose dan dikemas dalam botol (isi 50 g
media bibit). Botol berisi media bibit induk disterilkan selama 1 jam. Setiap
2 koloni bibit asal dari cawan petri diinokulasikan pada satu botol media bibit.
Media bibit yang telah ditumbuhi miselium jamur tiram ini disebut bibit induk
generasi kesatu (mother spawn) (Draeger et al. 2010; Amuneke et al. 2011,).
Selanjutnya bibit induk ini diperbanyak sekali lagi ke dalam media bibit
induk steril baru dengan formula campuran dedak, serbuk gergaji, tepung jagung,
kaptan, dextros/gula dan air bersih yang disterilkan selama 2 jam. Setiap 5 g bibit
induk diinokulasikan ke dalam satu baglog, dilanjutkan dengan inkubasi bibit
induk perbanyakan (generasi ke-2) selama 2-3 minggu. Bibit induk generasi
ke-2, selanjutnya digunakan untuk memproduksi tubuh buah jamur tiram. Caranya
yaitu setiap 10 g bibit induk generasi ke-2 diinokulasikan ke dalam substrat (Patil
et al. 2010; Amuneke et al. 2011; Abu et al. 2015; Mursyidah et al. 2015).
Pembibitan

Bibit F0

Bibit F1

Bibit F2

Media (PDA (Potato
Dextrose Agar))

Media (Jagung+
dextrose)

Media (serbuk gergaji,
dedak, tepung jagung,
dextrose, air

Sterilisasi
-

Perendaman
Perebusan
Penirisan
pendinginan
Pengewadahan
sterilisasi
Sterilisasi

Gambar 2.1 Proses pembibitan

Inokulasi

Inokulasi

Inokulasi

4
Budidaya Jamur Tiram
Media budidaya jamur tiram dibuat dengan komposisi 20 kg serbuk
gergaji, 350 g dedak, 200 g tepung jagung, 200 g kapur dikomposkan selama
1 hari kemudian dibuat media tanam (baglog). Media yang telah dikemas dalam
bentuk baglog kemudian disterilisasi. Teknik sterilisasi yang digunakan yaitu
dengan menguapkan langsung dengan menggunakan drum. Media baglog yang
sudah dibuat kemudian disusun di dalam drum dengan kapasitas 60 baglog.
Baglog tersebut dikukus atau diuapkan hingga 6 jam dengan menggunakan tungku
sekam (Puspita et al. 2010; Djamil et al. 2012; Ana et al. 2015; Irlian et al. 2015).
Selanjutnya substrat diinokulasi dengan 10 g bibit murni (spawn) generasi ke-2,
dan diinkubasi dengan intensitas cahaya remang-remang atau tanpa cahaya sampai
miselium bibit jamur tiram tumbuh penuh memenuhi baglog substrat (1-2 minggu
setelah inokulasi spawn), dan siap dibuka untuk pembentukan tubuh buah (Sher
et al. 2011; Rey et al.2014; Rofiqul et al. 2014; Fitrah et al. 2015). Tahapan
proses budidaya jamur tiram, foto bibit tanam dan budidaya dapat dilihat pada
Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Budidaya

Pengomposan

Media (serbuk gergaji, dedak,
kapur, air )

Pembuatan Baglog

Sterilisasi

Pendinginan

Inokulasi

Panen dan Pasca Panen
Gambar 2.2 Proses Budidaya
Persilangan
Persilangan adalah perkawinan antar individu ataupun populasi yang
berbeda secara genetik untuk menghasilkan gabungan sifat atau tetua serta
rekominasi gen-gen pada keturunannya.

5
Tujuan utama dari hibridisasi adalah untuk menggabungkan karakteristik
yang diinginkan dari strain yang berbeda dan menciptakan variabilitas baru
(Kumara and Edirimanna 2009). Pada dasarnya, persilangan adalah menyatukan
sel gamet dari fungi tetua yang dikehendaki. Persilangan antara jamur tiram putih
(Pleurotus ostreatus) dengan King Oyster (Pleurotus eryngii) dilakukan dengan
menempatkan jaringan tubuh buah dari masing-masing jamur dalam cawan petri
secara berdampingan. Setelah miselium dalam cawan petri penuh maka
diinokulasikan ke media F1 dengan mengambil miselium yang tumbuh
bertumpuk. Tahapan pembuatan bibit persilangan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Jamur tiram putih

King Oyster

F0

F1

F2

Budidaya
Gambar 2.3 Proses Persilangan
Pembuatan Tepung dan Ekstraksi Jamur Tiram
Jamur tiram putih dan King Oyster segar dibersihkan dan ditimbang,
kemudian di oven kering hingga kering krispi. Jamur yang sudah kering
kemudian dibuat tepung dengan cara diblender sampai halus dan disaring
dengan saringan halus.
Masing-masing tepung jamur kemudian diekstrak. Metode ekstraksi
-glukan menggunakan metode solven air, yakni ekstraksi dari tepung jamur tiram
kering menggunakan solven air (100 g/L). Kemudian disaring dan diambil
filtratnya. Filtratnya di tambahkan ethanol 3 kali volume, setelah itu diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 40C, dan kemudian di sentrifugasi pada 6000 rpm
selama 10 menit untuk mendapatkan ekstrak (Marleta dan Duenas 2010;
Widyastuti et al 2011; Donowati 2015).

6
Jamur

Oven

Blender

Disaring

Filtrat

+ ethanol
3x volume

Inkubasi

4 C, 24 jam

o

6000 rpm,

Tepung

Sentrifugasi

o

4 C, 10 menit

Stirer:
V=1:10
o

Air

T= 110 C
T= 2 jam
300 rpm

Ekstrak

Filtrasi
Gambar 2.4 Proses Pembuatan Ekstraksi
Karakterisasi FTIR
Infrared spectroscopy atau spektroskopi inframerah adalah salah satu dari
teknik spektroskopi yang paling umum digunakan oleh kimia organik dan
anorganik. Secara sederhana, pengukuran serapan dari perbedaan frekuensi
inframerah pada sampel yang ditempatkan pada sampel yang ditempatkan pada
sebuah beam inframerah. Tujuan utama analisa spektroskopi inframerah adalah
menentukan gugus-gugus fungsi molekul (Baker et al. 2008; Ranjani et al. 2014)
Jika kita menyinari sampel senyawa organik dengan sinar inframerah yang
mempunyai frekuensi tertentu, kita akan mendapatkan beberapa frekuensi tersebut
diserap oleh senyawa tersebut. Berapa banyak frekuensi tertentu yang melewati
senyawa tersebut diukur sebagai “presentasi transmitansi” (Tasnim et al. 2014;
Saima et al. 2015).
Spektrum adalah grafik dari panjang gelombang dan energi yang
diadsorpsi oleh suatu senyawa. Spektrum inframerah adalah plot intensitas
penyerapan teradap bilangan gelombang yang dinyatakan dengan jumlah
gelombang dalam satuan cm-1. Bilangan gelombang adalah radiasi di daerah
vibrasi inframerah dari spektrum elektromagnetik yang membentang dari
4000-400 cm-1. Sebuah molekul hanya menyerap frekuensi (energi) radiasi
inframerah tertentu.
Setiap molekul memiliki energi tertentu. Bila suatu senyawa menyerap
energi dari sinar inframerah, maka tingkatan energi di dalam molekul itu akan
tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Sesuai dengan tingkatan energi

7
yang diserap, maka yang akan terjadi pada molekul itu adalah perubahan energi
vibrasi yang diikuti dengan perubahan energi rotasi.
Setiap senyawa pada keadaan tertentu telah mempunyai tiga macam gerak,
yaitu gerak translasi, vibrasi, dan rotasi. Atom-atom di dalam molekul tidak dalam
keadaan diam, tetapi biasanya terjadi peristiwa vibrasi. Hal ini bergantung pada
atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya. Vibrasi molekul sangat
khas untuk suatu molekul tertentu dan biasanya disebut vibrasi finger print.
Vibrasi molekul dapat digolongkan atas dua golongan besar, yaitu:
1). Vibrasi Regangan (Stretching)
2). Vibrasi Bengkokan (Bending)
Dalam vibrasi ini atom bergerak terus sepanjang ikatan yang
menghubungkannya sehingga akan terjadi perubahan jarak antara keduanya,
walaupun sudat ikatan tidak berubah. Vibrasi regangan ada dua macam, yaitu:
1). Regangan Simetri, yaitu unit struktur bergerak bersamaan dan searah dalam
satu bidang datar.
2). Regangan Asimetri, yaitu unit struktur bergerak bersamaan dan tidak searah
tetapi masih dalam satu bidang datar.

(a)

(b)

Gambar 2.5 Vibrasi regangan a) regangan simetri b) regangan asimetri
(Jatmiko dan Sofian 2008)
Jika sistem tiga atom merupakan bagian dari sebuah molekul yang lebih
besar, maka dapat menimbulkan vibrasi bengkokan yang mempengaruhi osilasi
atom atau molekul secara keseluruhan. Vibrasi bengkokan terbagi menjadi empat
macam jenis, yaitu:
1) Vibrasi Goyangan (Rocking), yaitu unit struktur bergerak mengayun asimetri
tetapi masih dalam bidang datar.
2) Vibrasi Guntingan (Scissoring), yaitu unit struktur bergerak mengayun simetri
dan masih dalam bidang datar.
3) Vibrasi Kibasan (Wagging), yaitu unit struktur bergerak mengibas keluar dari
bidang datar.
4) Vibrasi Pelintiran (Twisting), yaitu unit struktur berputar mengelilingi ikatan
yang menghubungkan dengan molekul induk dan berada di dalam bidang datar
(Jatmiko dan Sofian 2008).

8

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2.6 Vibrasi bengkokan a) vibrasi goyangan, b) vibrasi guntingan,
c) vibrasi kibasan, dan d) vibrasi pelintiran (Jatmiko dan Sofian
2008)
Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi adalah vibrasi bengkokan,
khususnya goyangan (rocking), yaitu yang berada di daerah bilangan gelombang
2000-400 cm-1. Karena di daerah antara 4000-2000 cm-1 merupakan daerah yang
khusus yang berguna untuk identifkasi gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan
absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi regangan. Sedangkan daerah antara
2000-400 cm-1 seringkali sangat rumit, karena vibrasi regangan maupun
bengkokan mengakibatkan absorbsi pada daerah tersebut.
Dalam daerah 2000-400 cm-1 tiap senyawa organik mempunyai absorbsi
yang unik, sehingga daerah tersebut sering juga disebut sebagai daerah sidik jari
(fingerprint region). Meskipun pada daerah 4000-2000 cm-1 menunjukkan
absorbsi yang sama, pada daerah 2000-400 cm-1 juga harus menunjukkan pola
yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa dua senyawa adalah sama.
Prinsip kerja FTIR dibandingkan dengan panjang gelombang sinar
ultraviolet dan tampak. Panjang gelombang infra merah lebih panjang, dan dengan
demikian energinya lebih rendah. Energi sinar inframerah akan berikatan dengan
energi vibrasi molekul. Vibrasi ulur dan tekuk adalah cara vibrasi yang dapat
dieksitasi oleh sinar dengan bilangan gelombang dalam rentang 1200-1400 cm-1.
Hampir semua gugus fungsi organik memiliki bilangan gelombang serapan khas
di daerah yang tertentu. Jadi daerah ini disebut daerah gugus fungsi dan
absorbansinya disebut absorbsi khas.
Dasar Spektroskopi Infra Merah dikemukakan oleh Hooke dan didasarkan
atas senyawa yang terdiri atas dua atom atau diatom yang digambarkan dengan
dua buah bola yang saling terikat oleh pegas seperti tampak pada Gambar 2.7. Jika
pegas direntangkan atau ditekan pada jarak keseimbangan tersebut maka energi
potensial dari sistim tersebut akan naik. Bila ikatan bergetar, maka energi vibrasi
secara terus menerus dan secara periodik berubah dari energi kinetik ke energi
potensial dan sebaliknya. Jumlah energi total adalah sebanding dengan frekuensi

9
vibrasi dan tetapan gaya dari pegas dan massa (m1 dan m2) dari dua atom yang
terikat.

Gambar 2.7 Ilustrasi dua buah bola yang saling terikat oleh pegas

Analisis Data
Pada penelitian ini, hasil panen jamur persilangan dilakukan uji fisik dari
nilai rata-rata diameter tudung, panjang tangkai, massa jamur, dan lebar tangkai
jamur.

Persiapan bahan

Pembibitan

Budidaya

Pembuatan tepung

Ekstraksi

FTIR

Selesai
Gambar 2.8 Diagram alir penelitian

10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Karakterisasi FTIR
Identifikasi gugus fungsi dilakukan dengan melihat puncak-puncak yang
muncul. FTIR merupakan salah satu teknik spektroskopi infrared yang dapat
menganalisis struktural polisakarida dan mengamati perubahan struktural dalam
biopolimer (Synytsya et al, 2008; Ahmad et al. 2010). Berdasarkan hasil spektrum
FTIR pada Gambar 3.1, dapat dianalisa bahwa spektrum FTIR ekstrak jamur
berada pada rentang bilangan gelombang 4000-400 cm-1. Karakterisasi FTIR
ikatan molekul yang teridentifikasi pada ekstrak JP, JS, KP, KB, dan JT yaitu
senyawa C-N, C-O, C=O, C-H, O-H, dan N-H (Tabel 1). Sedangkan komponen
utamanya adalah -glukan dan protein. -glukan berfungsi sebagai peningkat
sistem kekebalan imun atau imun tubuh serta antikanker/antitumor, sedangkan
protein berfungsi sebagai zat pembangun tubuh (Widyastuti et al. 2011).
Berdasarkan hasil pengujian terhadap sampel didapatkan pola spektrum
sebagai berikut:
O-H N-H

-glukan
C=O N-H

C-H

O-H

C-O
C-N

Absorbansi (%)

TB
KB
KP
JS
JP
4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000

500

-1

Bilangan Gelombang (cm )

Gambar 3.1 Spektra FTIR pada jamur tiram putih pasar (JP), jamur persilangan
(JS), King Oyster pasar (KP), King Oyster budidaya (KB), jamur
tiram putih budidaya (TB)
Spektrum FTIR menunjukkan ciri-ciri di tiga daerah penyerapan. Daerah
serapan pertama antara 4000 cm-1 dan 1800 cm-1, menyajikan pita penyerapan
peregangan hidroksil (Grosev et al. 2001). Daerah serapan kedua antara 1800 cm-1
dan 1500 cm-1, terdiri dari karbonil dan ikatan rangkap C = C. Sedangkan daerah
serapan ketiga antara 1500 cm-1 dan 750 cm-1, serapan ini untuk
mengidentifikasikan protein, lipid dan karbohidrat (Sood et al. 2013). Pita serapan
di daerah 1200-800 cm-1 yang berguna untuk identifikasi polisakarida dengan

11
struktur dan komposisi yang berbeda (Kacurakova et al. 2000; Silverstein et al.
2005: Parihar et al. 2016).
Tabel 3.1 Nilai bilangan gelombang masing-masing jamur hasil eksperimen dan
literatur
Bilangan Gelombang (cm-1)
Gugus fungsi
JP
JS
KP
KB
JB
Literatur
2842
2983
2983
2841
2982
2850-3000
C-H
1000-1300
C-O
1046
1018
1018
1018
1018
1115
1115
1087
1115
1086
1000-1350
C-N
1650
1652
1651
1651
1650
1650-1760
C=O
1650
1652
1651
1651
1650
1540-1650
N-H
3366
3310
3300
3328
3274
3300-3500
2145
2154
2152
2155
2153
2000-3600
O-H
3366
3310
3300
3328
3274
Polisakarida dapat dikenali pada puncak bilangan gelombang 1040 cm-1 (ikatan CO), 2940 cm-1 (C-H stretching), 1650 cm-1 (ikatan C=O) dan 3400 cm-1 (O-H
stretching) (Ahmad et al. 2010). Polisakarida memiliki komposisi kimia berbeda,
umumnya merupakan -glukan (Gambar 3.2), yang merupakan polimer D-glukosa
dengan ikatan ( -1,3)-Glukan, -(1,4)-Glukan, dan -(1,6)-Glukan (Cho et al.
2014; Jantaramant et al. 2014).
Ikatan 1,6-betaglukan
CH2OH
O

O

CH2
O

O

OH
OH

n

OH
OH

Ikatan 1,3-betaglukan

-1,3

-1,6

Gambar 3.2 Rumus struktur -1,3 dan -1,6 glukan (Kidd 2000)
Spektrum infra merah senyawa beta glukan ditandai dengan adanya
puncak serapan pada bilangan gelombang 3750-3000 cm-1 (gugus OH atau
alkohol), 3000-2700 cm-1 (gugus CH Alkana), dan 1260-1050 cm-1 (gugus
C-O-C eter) (Thontowi et al. 2007; Widyastuti et al. 2011). -glukan murni
teridentifikasi di daerah sidik jari (finger print) yaitu pada gugus C-O
(1050-1260 cm-1), sedangkan protein teridentifikasi pada gugus N-H
(1540-1650 cm-1 dan 3300 dan 3500 cm-1) dan C-N (1000-1350).
Bila dilihat dari spektrum sampel hasil uji FTIR, puncak yang muncul
pada spektrum ekstrak jamur dapat diidentifikasi beberapa gugus fungsi. Pada
ekstrak JP, JS, KP, KB, dan JT dengan bilangan gelombang masing-masing
3369 cm-1, 3310 cm-1, 3300 cm-1, 3328 cm-1, dan 3273 cm-1 menunjukkan gugus
fungsi OH yang berikatan dengan N-H. Puncak ini terjadi karena vibrasi ulur dari

12
atom hidrogen dengan atom lainnya. Ikatan hidrogen menyebabkan puncak
melebar dan terjadi pergeseran ke arah bilangan gelombang yang lebih pendek.
Pada daerah serapan 4000-3000 cm-1, spektrum JP, JS, KP, KB, dan JT
menunjukkan lebar pita dengan absorbansi maksimum (transmitansi minimum)
vibrasi asimetris stretching gugus OH. Di atas pita serapan 3000 cm-1 dengan
gugus OH, dapat diidentifikasikan pada puncak ini adanya polisakarida (Wang et
al. 2005; Bayer et al. 2014).
Spektrum JP, JS, KP, KB, dan JT pada bilangan gelombang masingmasing 2842 cm-1, 2983 cm-1, 2983 cm-1, 2841 cm-1, dan 2982 dengan gugus
fungsi CH alifatik. Perubahan struktur dari ikatan C-H akan menyebabkan puncak
bergeser ke arah yang maksimum. Pada puncak ini teridentifikasi adanya
polisakarida karena daerah serapan berada pada 3000-2700 cm-1 (Bayer et al.
2014).
Pada pita serapan 1650 cm-1 teridentifikasi dua gugus fungsi, yaitu C=O
dan N-H. Dengan masing-masing bilangan gelombang ekstrak JP, JS, KP, KB,
dan JT adalah 1650 cm-1, 1652 cm-1, 1651 cm-1, 1651 cm-1, dan 1650 cm-1.
Serapan ini terjadi karena adanya peregangan gugus fungsi NH yang menunjukan
adanya amida dan protein dalam sampel. Jika adanya pita serapan pada bilangan
gelombang 1650 cm-1 dan 1540 cm-1 ini menunjukkan adanya vibrasi amida dari
protein. Dan pada serapan ini juga teridentifikasi adanya polisakarida pada
bilangan gelombang 1650 cm-1 dengan gugus C=O (Gonzaga et al. 2004;
Synytsya et al. 2008; Werning and Laura 2008).
Spektrum pita serapan juga terdapat pada JP, JS, KP, KB, dan JT, yaitu
serapan kuat dengan masing-masing bilangan gelombang 1086 cm-1, 1115 cm-1,
1086 cm-1, 1115 cm-1, dan 1115 cm-1 dengan gugus C-O. Pada bilangan
gelombang 1080-1300 cm-1 gugus fungsi kelompok C-O-C ini juga
mengidentifikasikan adanya polisakarida (Asif et al. 2009; Bayer et al. 2014).
Jika dilihat secara lebih mendetail, daerah 900-1200 cm-1 pada masingmasing spektrum memiliki puncak serapan, ini menunjukkan adanya ikatan
glikosidik dan struktur siklik monosakarida (Synytsya et al. 2009; Gunjan et al.
2013; Jantaramanant et al. 2014). Ikatan glikosida adalah ikatan eter di antara
hidroksil gula dengan alkohol. Dengan adanya gugus eter, dan alkohol dapat
dijadikan sebagai petunjuk adanya ikatan glikosida. Sedangkan ikatan beta
glikosida ditunjukkan dengan adanya spektra IR pada bilangan gelombang
1024 dan 867 cm-1 (Sarangi et al. 2006; Widyastuti et al. 2011).

13

6

1
4

Absorbansi (%)

5

4

3

JP
JS
KP
KB
TB

2
3

2

-D-Glukan
1
4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000

500

Bilangan Gelombang (cm-1)
Gambar 3.3 Spektra pada setiap jamur. 1,2,3, dan 4 menunjukkan puncak protein
Seperti terlihat pada hasil spektrum FTIR pada Gambar 3.2, dengan
membandingkan bentuk kelima spektrum maka terlihat bahwa muncul spektrumspektrum yang hampir sama, tidak menunjukkan banyak perbedaan baik JP, JS,
KP, KB, dan TB. Gugus fungsi molekul yang terbentuk sama, tetapi nilai
absorbansinya berbeda. Namun masih ada perbedaan beberapa peak ekstrak jamur
pada daerah bilangan gelombang 800-400 cm-1. Pada ekstrak jamur KB dan TB
muncul pita serapan yang lebih banyak pada daerah bilangan gelombang
800-400 cm-1 dibandingkan TP, JS, dan KP.
Secara keseluruhan spektra FTIR pada Gambar 3.2, dapat dilihat intensitas
pita serapan pada masing-masing ekstrak jamur. Absorbansi berbanding lurus
dengan kandungan -D-glukan, semakin besar absorbansi maka kandungan -Dglukan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya (Magda et al. 2014). Ekstrak jamur
JS memiliki intensitas pita serapan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak
jamur lainnya. Ini menunjukkan bahwa ekstrak jamur JS memiliki konsentrasi
atau kandungan -D-glukan lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak jamur JP,
KP, KB, dan TB. Dari hasil tesebut menyatakan bahwa kadar -glukan sangat
tergantung dari jenis jamurnya. Perbedaan kadar -glukan juga kemungkinan akan
berkaitan dengan efek potensinya terhadap pencegahannya terhadap penyakit
(Donowati 2015). Hal ini sesuai dengan tujuan persilangan, yaitu menggabungkan
keragaman genetik pada suatu populasi dengan harapan akan muncul varietas baru
yang sifatnya berbeda dari kedua induknya (Kingsburry 2009).

14
Jamur persilangan memiliki intensitas pita serapan protein paling tinggi
yaitu pada daerah bilangan gelombang 600 cm-1 dan 1115 cm-1, sedangkan pada
daerah 1652 cm-1 dan 3310 cm-1 jamur persilangan memiliki pita serapan protein
yang paling rendah.
1,3-α glukan1 Amida IV
7

1,3-α glukan2

Absorbansi (%)

6

1,3- glukan
1,4- glukan

5

JS
TB

4

KB
3

KP
JP
2

1600

1400

1200

1000

800

600

400

Bilangan Gelombang (cm-1)

Gambar 3.4 Perbesaran pada daerah yang menunjukan perbedaan pola spektrum
pada ekstrak JS
Melihat dari Gambar 3.3 dan Tabel 3.2, jamur silang memiliki spektrum
dan kandungan sedikit berbeda dengan jamur yang lain. Jamur silang merupakan
jamur yang dihasilkan dari persilangan antara Jamur tiram putih dengan King
Oyster. Berdasarkan Gambar 3.3, ekstrak jamur JS menghasilkan beberapa
perubahan seperti hilangnya beberapa puncak, munculnya pita serapan baru,
pergeseran dalam spektrum IR pada kisaran 4000-400 cm-1. Pita serapan dari
masing-masing jamur menggambarkan pola pita serapan yang hampir sama, hal
ini menunjukkan bahwa masing-masing ekstrak jamur memiliki gugus fungsi
yang sama. Hanya saja ekstrak jamur JS pada pita serapan 1043-1128 cm-1 sedikit
mengalami pergeseran, tetapi masih pada daerah bilangan -D-glukan. Adanya
pergeseran bilangan gelombang dari 1018 cm-1 menjadi 1045 cm-1 menunjukkan
terjadi adanya kenaikan energi vibrasi. Kenaikan energi mengindikasikan
bertambahnya kuantitas atau kuatnya vibrasi ulur C-O pada jamur persilangan
yang kemungkinan disebabkan oleh akibat adanya interaksi antara jamur tiram
putih dan King Oyster.

15
Tabel 3.2 Analisis kandungan tiap jamur
Kandungan
1,4- glukan
1,3- glukan
1,3-α glukan1
1,3-α glukan2
Amida IV

JS






TB




Jamur
KB


-

KP




JP



Jika dilihat secara lebih mendetail, pada bilangan gelombang
930-1045 cm-1 pola spektra JP, KP, KB, JT terdapat ikatan C-O yang
berhimpitan dan memiliki pita kuat, sedangkan JS memiliki pita serapan lemah.
Adanya puncak pada bilangan gelombang 1017 cm-1 menunjukkan terdapat
serapan ikatan 1,4- -D-glukan. Menurut literatur, adanya ikatan 1,4- -D-glukan
ditunjukkan oleh pita serapan pada 930-1025 cm-1 (Mandal et al. 2010; Liu et al.
2011). Ini menunjukkan bahwa ekstrak JS memiliki kadar 1,4- -D-glukan yang
lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak jamur yang lain. Sedangkan pada
bilangan gelombang 1030-1070 cm-1, JS muncul pita serapan baru pada bilangan
gelombang 1046 cm-1 dengan serapan yang kuat. Pita serapan 1046 cm-1 dapat
diasumsikan adalah ikatan 1,6- -D-glukan. Ikatan 1,6- -D-glukan diasumsikan
pada bilangan gelombang 800-1200 cm-1 karena belum didapatkan referensi yang
pasti pada gelombang bilangan berapa ikatan tersebut berada (El-Batal et al.
2008).
Pada bilangan gelombang 820-920 cm-1 terdapat pita serapan baru yang
lemah mendekati bilangan gelombang 890 cm-1 yang didapatkan pada spektra JS
menunjukkan ikatan -glikosidik spesifik, yaitu 1,3- -D-glukan. Sedangkan pada
spektra lainnya tidak didapatkan pita serapan pada daerah spesifik tersebut. Hal ini
menunjukkan adanya vibrasi tekuk C-H. Berdasarkan literatur adanya ikatan
1,3- -D-glukan ditunjukkan oleh pita serapan pada 890 cm-1 (Sood et al. 2013).
Ini menunjukkan bahwa JS adalah satu-satunya dari kelima jamur tersebut yang
memiliki kandungan bioaktifitas yang lebih tinggi.
Pita serapan tajam pada JS di bilangan gelombang 634 cm-1, 462 cm-1, dan
437 cm-1 merupakan amida. Serapan pada bilangan gelombang 625-767 cm-1
(amida IV), 537-606 (amida V). Selain amida, peak yang muncul pada
420-808 cm-1 yang terdapat pada masing-masing ekstrak jamur menunjukkan
adanya lemak dan 1,3-α-D-glukan. Adanya lemak dapat diidentifikasi pada
bilangan gelombang 1738 cm-1, 1675 cm-1, dan 720 cm-1. Sedangkan ikatan
1,3-α-D-glukan terdapat pada bilangan gelombang 930 cm-1, 920 cm-1, 850 cm-1,
830 cm-1, 822 cm-1, 542 cm-1, 448 cm-1, dan 421 cm-1 (Pereyra et al. 2003;
Synytsya et al. 2008 ; Sood et al. 2013).
Polisakarida merupakan polimer yang tersusun dari monosakarida yang
dihubungkan dengan ikatan glikosidik, baik α-glukan maupun -glukan. α-glukan
adalah polisakarida yang tersusun dari ikatan D-glukosa melalui ikatan glikosidik
pada rantai alfa, contohnya pati, sedangkan -glukan adalah polimer dari
D-glukosa yang berikatan pada rantai beta, seperti selulosa. Pati dapat dicerna
oleh enzim pencernaan (α-amilase) menjadi glukosa. Glukosa diserap ke dalam
darah dan selanjutnya dibawa menuju sel untuk pembentukan energi.

16
Mengonsumsi pati dalam jumlah yang banyak dapat menaikkan kadar glukosa
dalam darah dan tidak baik untuk penderita diabetes. Sedangkan betaglukan tidak
dapat dicerna oleh enzim pencernaan, namun berfungsi sebagai serat. Serat dapat
memperlambat penyerapan glukosa ke dalam darah dan juga berfungsi
memperlancar percernaan.
Selain -glukan, jamur tiram juga memiliki kandungan bioaktif lainnya
seperti, fenol, vitamin B, flavin, asam organik, dan lainnya yang berfungsi sebagai
antitumor, anti penuaan, dan antioksidan (Somanjana et al. 2013). Gugus fungsi
C=O aromatik yang merupakan ciri khas dari senyawa flavonoid memberikan
serapan tajam pada daerah bilangan gelombang 1650-1760 cm-1 dan serapan
pada daerah bilangan gelombang 1000-1300 cm-1 yang menunjukkan adanya
gugus fungsi C-O aromatik. Adanya gugus O-H dan aromatik merupakan ciri
dari senyawa flavonoid, yang mampu bertindak sebagai antioksidan dan berfungsi
menetralisir radikal bebas (Adebayo et al. 2012 dan Aggarwal et al. 2012).
Berdasarkan hasil spektra kelima jamur dapat disimpulkan bahwa kelima ekstrak
jamur memiliki kandungan flavanoid, tidak ada perbedaan antara jamur
persilangan dengan jamur lain.
Hasil Analisis Ikatan Molekul
Setelah spektrum FTIR ekstrak jamur didapatkan, selanjutnya dianalisis
ikatan molekul. Ikatan molekul dianalisis dengan menggunakan model osilasi
harmonik dan model osilasi anharmonik. Analisis ikatan molekul bertujuan untuk
mendapatkan nilai kontanta pegas dari masing-masing ikatan molekul dan
membandingkan dengan nilai ikatan molekul pada literatur.
Ketika frekuensi vibrasi dari sampel spesifik sama dengan frekuensi
dari radiasi inframerah yang mengenai langsung pada molekul, molekul
tersebut menyerap radiasi dan menghasilkan puncak-puncak yang dianalisis
vibrasi konstanta anharmonik, dan konstanta gaya ikatan molekul. Molekul yang
muncul hanya 1 puncak dianalisis secara prinsip harmonik dan ketika molekul
sejenis muncul dalam 2 puncak atau lebih akan dianalisis secara prinsip
anharmonik (Mursyidah et al. 2015; Nurmaniah et al. 2015).
Tabel 3.2 menunjukkan hasil analisis vibrasi harmonik dengan
menggunakan persamaan 1 untuk gugus fungsi C-H, C=O, dan C-O. Sedangkan
Tabel 3.3 menunjukkan hasil analisis vibrasi anharmonik dengan menggunakan
persamaan (2), (4), (5), dan (6) untuk gugus fungsi O-H yang mengalami vibrasi
regangan. Perhitungan analisis nilai bilangan gelombang, konstanta anharmonik,
konstanta gaya ikatan dari masing-masing gugus fungsi tertera dalam Lampiran 4.

17
Tabel 3.3 Analisis vibrasi dan konstanta gaya ikatan dengan mengasumsikan
proses regangan simetri
Bilangan Gelombang
Konstanta gaya ikatan
-1
(cm )
(N/m)
gugus fungsi Sampel
Perhitungan
Literatur
Perhitungan
Literatur
JP
442
2842
JS
487
2983
C-H
KP
2850-3000
487
500
2983
KB
442
2841
JB
487
2982
JP
1101
1650
JS
1103
1652
C=O
KP
1650-1760
1102
1000
1651
KB
1102
1651
JB
1101
1650
JP
502
1115
JS
502
1115
C-O
KP
1080-1300
477
500
1087
KB
502
1115
JB
476
1086
Tabel 3.3 Analisis vibrasi dan konstanta gaya ikatan gugus fungsi O-H dengan
mengasumsikan proses regangan asimetri
Sampel
JP
JS
KP
KB
JB

Bilangan Gelombang
(cm-1)
Eksperimen Literatur
2145
3366
2154
3310
2152
2000-3600
3300
2155
3274
2153
3274

Konstanta gaya
anharmonik

Konstanta gaya ikatan
(N/m)
Perhitungan Literatur

0.15

526

0.158

556

0.159

558

0.162

570

0.162

569

500

Dilihat dari Tabel 3.2 dan Tabel 3.3, konstanta gaya ikatan hasil perhitungan
hampir mendekati konstanta gaya literatur (Thomas and Sorrel 1998). Hal ini
menunjukkan bahwa didaerah serapan tersebut memang benar adanya gugus
fungsi C-H, C=O, C-O, dan O-H, dan nilai konstanta pegas juga dipengaruhi oleh
perbedaan jenis ekstrak jamur. Semakin banyak besar tetapan gaya, semakin besar
frekuensi vibrasi dan makin besar jarak, energi diantara tingkat-tingkat kuantum
vibrasi.

18
Hasil Uji Fisik
Jamur dipanen pada saat pertumbuhan tubuh buah telah maksimal,
yang ditandai dengan ukuran dan bentuk tubuh buah telah maksimal dan
sempurna dengan bentuk tudung yang sudah seperti cangkang tiram (Djarijah
dan Djaridjah 2001). Jamur yang dipanen terlambat maka hasil panen jamur
mengalami pecah-pecah pada tudung dan kering. Kondisi seperti ini dapat
mengurangi kualitas dan cita rasa jamur tiram serta dapat mengurangi massa
jamur tiram yang dihasilkan.
Tabel 3.4 Hasil Rata-Rata Uji Fisik dari Masing-Masing Jamur
Jenis Jamur
Fisik

Jamur Tiram Putih
Eksperimen Literatur

Massa
0.89 ± 0.34
(gram)
Panjang
5.12 ± 0.86
Tangkai (cm)
Diameter
11.82 ± 2.42
Tudung (cm)
Lingkar
5.48 ± 1.17
Tangkai (cm)

King Oyster
Eksperimen Literatur

Persilangan
Eksperimen

-

0.86 ± 0.36

-

1.13 ± 1.51

10-15

4.78 ± 0.96

3-10

5.11 ± 1.02

4-15

10.87 ± 2.36

2-6

11.18 ± 2.59

0.5-4

5.28 ± 1.34

11-18

5.46 ± 1.32

Setelah pemanenan jamur maka dilakukan pengujian secara fisik yang
meliputi massa (gram), panjang tangkai (cm), diameter tudung (cm), dan lingkar
tangkai (cm) pada jamur tiram putih, King Oyster, dan persilangan. Berdasarkan
Gambar 3.5 dan uji fisik dari Tabel 3.4 menunjukkan bahwa tiap-tiap jamur
memiliki ukuran yang tidak jauh berbeda-beda. Namun, tujuan dari penelitian
adalah persilangan, maka dalam uji ini jamur persilangan lebih spesifik dibahas.

(a)

(b)

(c)

Gambar 3.5 Morfologi a) Jamur tiram putih, b) King Oyster, c) Jamur persilangan
King oyster merupakan jamur memiliki morfologi batang besar dengan
ukuran 11-18 cm, tudung yang sempit 2-6 cm, dan panjang tangkai 3-10 cm
(Chang et al. 1999; Nitschke et al. 2011). Berdasarkan dari Tabel 3.4, jika
dibandingkan dengan ukuran fisik dari hasil budidaya sangat jauh berbeda dengan
literatur. Sedangkan jamur tiram putih, dari Tabel 4 didapatkan ukuran fisik yang

19
sama dengan literatur, kecuali panjang tangkai yang lebih kecil dibandingkan
dengan literatur. Berdasarkan literatur, jamur tiram putih memiliki panjang
tangkai yang berukuran 10-15 cm, batang kecil berukuran 0.5-4 cm, dan tudung
besar 4-15 cm (Chang et al. 1978). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
bibit jamur, substrat penanaman, kondisi lingkungan, dan bahan media
(Suriawiria, 2001). Adanya perbedaan ukuran, warna, serta bentuk dari tudung
dan tangkai merupakan ciri penting dalam melakukan identifikasi suatu spesies
jamur.
Jamur persilangan merupakan jamur dari hasil persilangan jamur tiram
putih dan King Oyster. Ukuran fisik jamur silang pada Tabel 3.4 akan
dibandingkan dengan ukuran fisik jamur tiram putih dan King Oyster pada
literatur, untuk melihat kecenderungan ukuran fisik pada jamur tiram putih atau
King Oyster.
1. Panjang tangkai jamur
Pada pertumbuhan jamur terdapat dua komponen penting yang sangat
berpengaruh, yaitu oksigen dan karbondioksida. Adanya pengaruh karbondioksida
yang berlebihan pada pertumbuhan menyebabkan tangkai menjadi sangat panjang
dan pembentukan pada tudung menjadi tidak normal. Maka pada saat memasuki
masa pertumbuhan jamur harus diperhatikan kondisi lingkungan dan disesuaikan
dengan tempat tumbuh jamur yaitu dengan kondisi kelembaban yang tinggi dan
sedikit cahaya.
Pada umumnya, ukuran panjang tangkai pada jamur tiram yaitu berkisar
antara 10-15 cm (Cahyana et al. 1999). Jamur persilangan memiliki ukuran
panjang tangkai 5.11 cm (Tabel 3.4). Berdasarkan literatur, ukuran panjang
tangkai masing-masing jamur tiram putih dan King Oyster adalah 10-15 cm dan 310 cm. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa panjang tangkai jamur persilangan
berada dalam kisaran ukuran jamur tiram putih.
2. Diameter tudung jamur
Ukuran diameter tudung jamur dapat mempengaruhi massa jamur, hal ini
karena diameter pada tudung jamur memiliki berat sekitar 80% dari massa
jamur. Maka dari itu kualitas jamur tiram juga dapat dilihat dari bentuk dan
ukuran diameter pada tudung jamur. Semakin besar ukuran diameter pada jamur
tiram maka menghasilkan massa jamur yang besar pula. Faktor yang dapat
mempengaruhi pembentukan diameter pada tudung jamur ini adalah udara.
Jamur yang kekurangan oksigen dapat menghambat sistem metabolisme pada
jamur. Ukuran diameter tudung yang cukup oksigen menghasilkan ukuran
diameter yang lebih besar (islami et al. 2013).
Berdasarkan hasil pengukuran diameter tudung jamur persilangan
didapatkan hasil rata-rata 11.18 cm. hasil pengukuran tersebut menunjukkan
bahwa ukuran tudung jamur silang terdapat dalam kisaran 4-15 cm. ini berarti
ukuran tudung jamur persilangan cenderung mirip dengan ukuran tudung jamur
tiram putih.
3. Massa jamur
Massa jamur yang dihasilkan selama masa panen merupakan parameter
yang digunakan untuk kualitas fisik. Untuk pembentukan sel-sel tubuh buah

20
yang banyak tidak terlepas dari adanya kandungan senyawa yang dibutuhkan
oleh jamur pada media tanam dalam jumlah yang cukup banyak. Semakin
besar tudung jamur maka menghasilkan massa jamur yang lebih besar.
Berdasarkan hasil rata-rata, massa yang paling besar diantara masingmasing jamur dari jamur tiram putih, King Oyster, dan jamur silang per baglog
adalah jamur silang. Ini berarti jamur silang memiliki massa yang lebih unggul
dibandingkan jamur tiram putih dan King Oyster.
4. Lebar tangkai jamur
Penampilan batang atau tangkai jamur sangat dipengaruhi oleh jumlah dan
diameter badan buah (Dasa et al. 2011). Bila badan buah dalam satu baglog
jumlahnya banyak maka batang akan menjadi pendek dan lingkar batangnya
semakin kecil. Berdasarkan dari hasil lebar tangkai rata-rata, jamur silang
memiliki lebar tangkai 5.46 cm. Hal ini menunjukkan lebar tangkai jamur silang
berada pada kisaran lebar tangkai jamur tiram putih.
Berdasarkan dari panjang tangkai jamur, diameter tudung jamur, massa
jamur, dan lebar tangkai jamur maka dapat disimpulkan bahwa, jamur persilangan
cenderung mirip dengan jamur tiram putih. Jamur persilangan memiliki tampilan
bentuk yang menarik dan menjual seperti jamur tiram putih.

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Spektroskopi FTIR merupakan salah satu uji alternatif yang cepat dan
murah untuk memprediksi keberadaan betaglukan. Namun, FTIR memiliki
keterbatasan dalam mengetahui banyaknya kandungan betaglukan yang
dihasilkan. Persilangan yaitu menggabungkan keragaman genetik dari jamur tiram
putih dengan King Oyster dengan harapan akan muncul varietas yang baru yang
sifatnya berbeda dari kedua induknya.
Berdasarkan hasil karakterisasi FTIR, jamur persilangan merupakan jamur
yang memiliki kandungan bioaktifitas lebih tinggi dibandingkan dengan jamur
tiram putih dan King oyster. Kandungan bioaktifitas tinggi membuat jamur
persilangan sangat cocok digunakan dalam bidang medis, khususnya dalam obatobatan. Sedangkan dari hasil uji fisik, jamur persilangan juga memiliki tampilan
menarik yang menjual sama dengan jamur tiram putih. Ini menunjukkan bahwa
jamur persilangan merupakan jamur varietas baru yang lebih baik dari induknya.

Saran
Jamur persilangan cocok digunakan dalam bidang medis karena memiliki
kandungan betaglukan yang tinggi, namun perlu dilakukan pemurnian untuk
mendapatkan ekstrak -glukan tersebut. Selain itu, untuk mendapatkan King
Oyster yang baik disarankan lebih memperhatikan media tanam dan proses
pembibitan.

21

DAFTAR PUSTAKA
Abdul DH, Irzaman, Jajang J, Touwil U, Khafit PH, Ella R, Sumarjono E. 2012.
Efficiency energy in rice husk fuel and wood for pleurotus otreatus medium
sterilization. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). 17 (2): 65:69.
Abu S, Erni A, Lusia ABS, Maya R, Mersi K, Irzaman. Analisis ikatan molekul
protein (gugus fungsi C-N) pada miselium jamur tiram dengan metode
fourier transform infrared (FTIR). Prosiding Seminar Nasional Fisika
SNF2015. 4:1-6.
Adebayo EA, Oloke JK, ayandele AA, Adegunlola CO. 2012. Phytochemical,
antioxidant and antimicrobial assay of mushroom metabolite from pleur

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Berbagai Media Serbuk Kayu Dan Pemberian Pupuk NPK

5 81 121

Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Jenis Jamur Tiram (Pleurotus spp.) Pada Berbagai Media Tanam

1 29 84

Analisis budidaya untuk peningkatan produksi jamur tiram putih (pleurotus ostreatus)

0 7 84

Analisis budidaya untuk peningkatan produksi jamur tiram putih (pleurotus ostreatus)

0 3 74

PROSES PEMBUATAN TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN PENGARUH LAMA WAKTU Proses Pembuatan Tepung Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Dengan Pengaruh Lama Waktu Perendaman dan Konsentrasi CaCO3.

0 2 12

PROSES PEMBUATAN TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN PENGARUH LAMA WAKTU Proses Pembuatan Tepung Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Dengan Pengaruh Lama Waktu Perendaman dan Konsentrasi CaCO3.

0 2 15

PERTUMBUHAN dan PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN Pertumbuhan Dan Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Dengan Penambahan Limbah Batang Dan Tongkol Jagung.

0 3 14

PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA TAMBAHAN MOLASE DENGAN DOSIS YANG BERBEDA Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Tambahan Molase Dengan Dosis Yang Berbeda.

0 4 15

PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA TAMBAHAN MOLASE DENGAN DOSIS YANG BERBEDA Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Tambahan Molase Dengan Dosis Yang Berbeda.

0 3 15

Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus spp.)

0 1 5