Kelentingan Nafkah Masyarakat Desa Di Kawasan Banjir (Kasus:Daerah Aliran Sungai Cibeet, Desa Karangligar,Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang)

KELENTINGAN NAFKAH MASYARAKAT DESA DI
KAWASAN BANJIR
(Kasus:Daerah Aliran Sungai Cibeet, Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe
Barat, Kabupaten Karawang)

ABEDNEGO GIOVANNY

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kelentingan nafkah
masyarakat desa di kawasan banjir(Kasus:Daerah Aliran Sungai Cibeet, Desa
Karangligar,Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang).adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis
saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016

Abednego Giovanny
NIM I34120082

ABSTRAK
ABEDNEGO GIOVANNY. Kelentingan nafkah masyarakat desa di kawasan
banjir (kasus:Daerah Aliran Sungai Cibeet, Desa Karangligar,Kecamatan
Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang).Dibimbing oleh ARYA HADI
DHARMAWAN
Bencana alam layaknya banjir tidak dapat duga datangnya, para petani
yang menggatungkan hidupnya terhadap pertanian harus berjuang keras untuk
bertahan dari banjir, petani tidak bisa lagi menggantungkan hidupnya dengan
modal alam saja namun mulai menggunakan modal sosial, modal finansial, modal
fisik dan modal manusia. Petani yang terkena banjir mengalami kerentanan nafkah
akibat banjir. Pemanfaatan dari kelima buah modal akan mempengaruhi sebrapa
parah kerentananan yang diakibatkan oleh banjirdiduga terdapat pengaruh antara

modal nafkah dengan tingkat kerentanan rumahtangga (Livelihood Vulnerability
Index). Modal nafkah yang diukur berupa modal manusia, modal sosial, modal
alam, modal fisik dan modal finansial, sedangkan tingkat kerentanan diukur
denganexposure, sensitivity, dan adaptice capacity. Hasil dari penelitian
menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara modal alam, modal finansial, dan
modalmanusia di daerah banjir sedangkan pada daerahnon banjir modal nafkah
yang berpengaruh adalah modal alam, modal manusia dan modal fisik
Kata kunci:Livelihood Vulnerability Index, Modal Nafkah, Struktur Nafkah,
Daerah Aliran Sungai

ABSTRACT
ABEDNEGO GIOVANNY. Resilience of village community in flooded area
(Case:Watershed of Cibeet, Village of Karangligar, Sub-District of Telukjambe
barat, District of Karawang).Supervised byARYA HADI DHARMAWAN
Natural disasters like floods can not expect the arrival of farmers whose
agricultural depend his life struggling to survive the flood, farmers can no longer
rely on natural capital but began using sosial capital, financial capital, physical
capital and human capital. Farmers affected by flooding may be vulnerable
livelihoods in the floods. Utilization of the five pieces of capital will affect
vulnerability severe flooding caused by Allegedly there is influence between

capital income with the level of vulnerability of farming households (Livelihood
Vulnerability Index). Capital income as measured in the form of human capital,
sosial capital, capital natural, physical capital and financial capital, while the
level of vulnerability was measured by the exposure, sensitivity, and adaptice
capacity. Results from the study showed that there are significant between natural
capital, financial capital, and human capital modes in flooded areas, while in
non-flooded areas which affect livelihood capital is the natural capital, human
capital and physical capital
Keywords:Livelihood Vulnerability Index, Livelihoods Assets, Livelihoods
structure, Watershed

KELENTINGAN NAFKAH MASYARAKAT DESA DI
KAWASAN BANJIR
(kasus:Daerah Aliran Sungai Cibeet, Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe
Barat, Kabupaten Karawang)

ABEDNEGO GIOVANNY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komunikasi Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kepada Tuhan Yesus Kristus sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Kelentingan nafkah masyarakat desa
di kawasan banjir. (kasus:Daerah Aliran Sungai Cibeet, Desa
Karangligar,Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang).Skripsi ini
merupakan rangkaian proses untuk memahami dan menjelaskan pengaruh modal
nafkah terhadap Livelihood Vulnerability Index. Berdasarkan hasil observasi
lapang dan analisis berbagai pustaka yang ada, diharapkan akan muncul gagasan
baru yang berkaitan dengan ilmu Livelihood
Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc. Agr selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga
penyelesaian skripsi ini
2. Ibu Tri Panji Asih dan Bapak Agustinus Kombong, orang tua tercinta,
serta Agstried Elisabeth Pieter sebagai kakak, yang selalu berdoa dan
senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis
3. Dosen di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan akademisi
4. Teman Bimbingan Saya Egi Nuridwan dan Aditya Cahyayang bersedia
meluangkan waktunya untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan yang
sering penulis tanyakan
5. TerhadapAlvian Rizky, Ahmad Zikri Fadhilah, Ferdhian Irvandiaz,
Yudhiansyah Eka Syahputra, Falahudin Rachman, Ridho Pangestu Risali,
Tri Wicaksono, Vanny Ardianto, Iqbal Syahroni, Almira Devina, Raden
Irinne, Dinda Saraswati, Sri Agustin, Rezky Eka, serta Nyayu Zahra yang
senantiasa mau mendengarkan keluh kesah penulis ketika penulisan ini
berlangsung
6. Anggota Ipa Gembel yang membuat saya tetap bertujuan untuk mencari
“kesuksesan” dan tetap jalan di dalam track yang sama

7. Kepada 151 mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat angakatan 49

BogorJuli 2016

Abednego Giovanny

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

vi

DAFTAR TABEL

i

DAFTAR GAMBAR

3


DAFTAR BOXING

3

DAFTAR LAMPIRAN

4

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

3


Tujuan Penelitian

4

Kegunaan Penelitian

5

PENDEKATAN TEORITIS

7

Daerah Aliran Sungai dan Variabilitas Iklim

7

Rumahtangga dan Nafkah

10


Resiliensi dan Kerentanan

12

METODE PENELITIAN

17

Lokasi dan Waktu Penelitian

17

Teknik Pengumpulan Data

17

Definisi Operasional

18


Teknik Pengolahan dan Analisis Data

23

GAMBARAN UMUM

25

Kondisi Fisik

25

Kondisi Sosial

26

Kondisi Ekonomi

26


STRUKTUR NAFKAH RUMAHTANGGA DUA KOMUNITAS

29

Lapisan Rumahtangga Wilayah Banjir

29

Struktur Nafkah Rumahtangga Di Wilayah Banjir

30

Lapisan Rumahtangga Wilayah Tidak Banjir

34

Strukstur Nafkah Lapisan Rumahtangga Wilayah Non Banjir

35

Tingkat Kemiskinan Rumahtangga

38

Struktur Pengeluaran Pertahun Berdasarkan Lapisan Rumahtangga Di Wilayah
Banjir
39

Struktur PengeluaranPertahun Berdasarkan Lapisan Rumahtangga Di Wilayah
Non Banjir
41
Struktur Pengeluaran dan Saving Capacity Rumatangga Petani di Dua
Komunitas

43

Ikhtisar

48

BASIS MODAL NAFKAH RUMAHTANGGA DI DUA KOMUNITAS

50

Ketersediaan Modal Nafkah Rumahtangga Di Wilayah Banjir

50

Ketersediaan Modal Nafkah Rumahtangga di Wilayah Tidak Banjir

54

Analisis Modal Nafkah Di Kedua Wilayah

56

Ikhtisar

58

LIVELIHOOD VULNERABILITY INDEX DI WILAYAH BANJIR DAN NON
BANJIR
60
Analisis Perhitungan Livelihood Vulnerability Index di Wilayah Banjir

60

Analisis Perhitungan Livelihood Vulnerability Index di Wilayah Non Banjir 65
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Livelihood Vulnerability Index di Dua
Wilayah
71
Pengaruh Modal Nafkah terhadap Livelihood Vulnerability Index

73

Ikhtisar

80

PENUTUP

81

Kesimpulan

81

Saran

81

DAFTAR PUSTAKA

82

LAMPIRAN

85

Riwayat Hidup

105

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

11
12
13

14
15

16
17

Data Rasio Qmax/Qmin pada beberapa sungai di Indonesia (Kartiwa
dan Parwitan, 2010)
Livelihood Vulnerability Index Dusun Pangasinan, Desa Karangligar
tahun 2014 – 2015
Livelihood Vulnerability Index lapisan atas Dusun Pangasinan, Desa
Karangligar tahun 2014 - 2015
Livelihood Vulnerability Index lapisan menengah Dusun Pangasinan,
Desa Karangligar tahun 2014 - 2015
Livelihood Vulnerability Index lapisan bawah Dusun Pangasinan, Desa
Karangligar tahun 2014 - 2015
Livelihood Vulnerability Index Dusun Kampek, Desa Karangligar tahun
2014 – 2015
Livelihood Vulnerability Index lapisan atas Dusun kampek, Desa
Karangligar tahun 2014 - 2015
Livelihood Vulnerability Index lapisan menengah Dusun kampek, Desa
Karangligar tahun 2014 - 2015
Livelihood Vulnerability Index lapisan Bawah Dusun kampek, Desa
Karangligar tahun 2014 - 2015
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerentanan nafkah
rumahtangga di Dusun Pangasinan, Desa Karangligar tahun 2014 2015
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerentanan nafkah
rumahtangga di Dusun Kampek, Desa Karangligar tahun 2014 -2015
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kerentanan dan
modal alam rumahtangga di Dusun Pangasinan, Desa Karangligar
tahun 2014 - 2015
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kerentanan dan
modal finansialrumahtangga di Dusun Pangasinan, Desa Karangligar
tahun 2014 - 2015
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kerentanan dan
modal manusia rumahtangga di Dusun Pangasinan, Desa Karangligar
tahun 2014 - 2015
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kerentanan dan
modal alam rumahtangga di Dusun Kampek, Desa Karangligar tahun
2014 - 2015
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kerentanan dan
modal manusia rumahtangga di Dusun Kampek, desa Karangligar
tahun 2014 - 2015
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kerentanan dan
modal fisik rumahtangga di Dusun Kampek, Desa Karangligar tahun
2014 – 2015

9
61
62
63
64
66
67
68
70
71
73

74
75

76
77

78
79

DAFTAR GAMBAR
1 Komponen – komponen ekosistem DAS.
2 Kerangka Pemikiran
3 Distribusi
lapisan rumahtangga di Dusun Pangasinan, Desa
Karangligar, tahun 2014-2015
4 Struktur nafkah pendapatan rumahtangga rata – rata per tahun menurut
lapisan di Dusun Pangasinan, Desa Karangligar tahun 2014, tahun 2014
– 2015
5 Lapisan rumahtangga di Dusun Kampek, Desa Karangligar tahun 2014
– 2015
6 Lapisan struktur nafkah rumahtangga di Dusun Kampek Desa
Karangligar tahun 2014 - 2015
7 Persentase lapisan stuktur nafkah rumahtangga di Dusun Kampek, Desa
Karangligartahun 2014 – 2015
8 Pendapatan per kapita di wilayah banjir dan non banjir di Desa
Karangligar tahun 2014 - 2015
9 Perbandingan pengeluaran konsumsi dan non konsumsi rata-rata
rumahtangga per tahun di Dusun Pangasinan, Desa Karangligar tahun
2014 – 2015
10 Perbandingan pengeluaran konsumsi dan non konsumsi rata-rata
rumahtangga per tahun di Dusun Kampek, Desa Karangligar tahun
2014 – 2015
11 Perbandingan struktur pendapatan rata-rata dan pengeluaran rata-rata
rumahtangga per tahun di Dusun Pangasinan, Desa Karangligar tahun
2014 – 2015
12 Perbandingan struktur pendapatan rata-rata dan pengeluaran rata-rata
rumahtangga per tahun di Dusun Kampek, Desa Karangligar tahun
2014 – 2015
13 Pemanfaatan modal nafkah berdasarkan lapisan atasrumahtangga di
wilayah banjir, Dusun Pengasinan, Desa Karangligar tahun 2014-2015
14 Pemanfaatan modal nafkah berdasarkan lapisan rumahtangga di
wilayah non banjir, Dusun Kampek, Desa Karangligar tahun 2014-2015
15 Basis modal nafkah rumahtangga di Desa Karangligar, tahun 2014 –
2015

8
15
30
31
34
35
36
38

39
42

44
48
51
54
57

DAFTAR BOXING
1

Pendapatan, , pengeluaran, dan saving capacity rumahtangga lapisan
bawah
2 Pendapatan, Pengeluaran, dan Saving Cpacityrumahtangga lapisan
menengah
3 Pendapatan, Pengeluaran, Saving capacity rumahtangga lapisan atas

45
46
47

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Analisis Regresi
Crosstab
Kuesioner
Foto Profil Desa
Dokumentasi Penelitian
Kerangka Sampling

85
86
88
99
100
102

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah aliran sungai atau DAS merupakan air yang mengalir pada suatu
kawasan yang dibatasi oleh titik-titik tinggi dimana air tersebut berasal dari air
hujan yang jatuh dan terkumpul dalam sistem tersebut, menurut Pasaribu dan
Suradisastra (2010) DAS atau Daerah Aliran Sungai merupakan suatu kesatuan
ekosistem yang unsur – unsur utamanya terdiri dari atas sumber daya alam tanah,
air, dan vegetasi, serta manusia sebagai pelaku yang menggunakanya serta
memanfaatakan sumber daya tersebut. Sungai merupakan sumber daya air yang
dari hulu hingga kehilir.UU no 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bahwa
sumber daya air merupakan karunia untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang.
Menurut Pramono (2013) Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu
sistem alam yang menjadi faktor pendukung dalam penyediaan kebutuhan air.
Menurut Pramono (2013) DAS juga dipandang sebagai sistem alam yang menjadi
tempat berlangsungnya proses kehidupan berbagai macam hewan maupun
tumbuhan, serta kegiatan sosial-ekonomi masyarakat, jadi daerah aliran sungai
merupakan sumber daya air yang berguna sebagai alat ketergantungan dari
masyarakat untuk bertahan hidup. Menurut Pramono (2013) DAS juga dipandang
sebagai sistem alam yang menjadi tempat berlangsungnya proses kehidupan
berbagai macam hewan maupun tumbuhan, serta kegiatan sosial-ekonomi
masyarakat.
Banyaknya kegiatan sosial-ekonomi yang berada di DAS yang berasal dari
hulu menuju hilir melibatkan banyak kegiatan mata pencaharian, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Mustikasari (2011) menguatkan pernyataan diatas
bahwa masyarakat hulu memiliki penggunaan sumber air yang lebih sederhana
dan mata pencaharian sama yaitu bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan
masyarakat yang berada di hilir dan tengah lebih kompleks dalam
berketergantungannya terhadap air dan mata pencahariannya lebih bervariasi atau
beragam seperti pertanian, perikanan, industri, rumahtangga, dan penggunaan air
lainnya. Rumahtangga pertanian sangat bergantung kepada sumber daya air untuk
keperluan irigasi, menanam, serta rumahtangga, sesuai dengan salah satu darilima
modal livelihood asset yang diutarakan oleh Ellis (2000) yaitu modal alam bahwa
rumahtangga pertanian akan sangat bergantung kepada alamnya dalam kasus ini
adalah rumahtangga pertanian yang berada di hulu sungai akan bergantung kepada
sungai, sehingga bila bencana datang maka akan terlampau sulit untuk
menghadapinya.
Menurut data sensus BPS (2013) jumlah petani di Indonesia sejumlah
26.135.469 Jiwa. Jumlah petani tersebut menurun karena pertanian merupakan
sektor yang insecure dan penuh ketidakpastian, hali ini pun diperkuat oleh
penelitian yang dilakukan Azzahra (2015). Menurut Azzahra (2015),saat kondisi
normal (tanpa bencana) usaha tani adalah usaha yang rentan, sehingga dengan
ditambah adanya bencana dapat memperparah keadaan. Hal ini mengakibatkan
kehidupan petani jauh dari berkecukupan. Lanjut Azzahra (2015) Sektor pertanian
merupakan sektor yang cukup rentan terhadap berbagai gejala alam seperti

2

perubahan musim, cuaca, dan bencana alam. Menurut UU No. 24 tahun 2007
definisi bencana adalahperistiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam atau faktor non alammaupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Bencana alam yang sering terjadi di daerah sungai dapat
berupa bencana banjir pada musim hujan dan bencana kekeringan pada musim
kemarau.
Proses terjadinya bencana yang tidak dapat dipastikan ini salah satunya
merupakan hasil dari varibilitas iklim. Variabilitas iklim menurut Loo et.al (2014)
adalah kondisi perubahan iklim yang berubah – ubah yang mempengaruhi cuaca
setempat. Selain cuaca yang tidak dapat ditebak efek yang langsung dirasakan
petani akibat variabilitas iklim menurut Yegbemey et al (2014) petani jadi
memaju – mundurkan kalender musim menyesuaikan kedadaan serta
menggunakan teknik Double sowing. Kemudian akibat dari variabilitas dan
perubahan iklim yang terjadi akan mengakibatkan krisis ekologi di bagian DAS.
Menurut Dharmawan (2007) krisis ekologi adalah suatu keadaan dimana
sisem ekologi mengalami ketidakstabilan kesetimbangan pada fungsi – fungsi
disteribusi serta akumulasi energi-materi antara satu organisme lain dan alam
lingkungannya. Menurut penelitian Wulan (2014) krisis ekologi akan
mengganggu keseimbangan ekologi dan akhirnya akan mengancam eksistensi
manusia sebagai pelaku utama dalam ekologi. Krisis ekologi di Daerah Aliran
Sungai akan menyebabkan banjir bagi pertanian sekitarnya, krisis ekologi akibat
dari variabilitas dan perubahan iklim yang akan menyebabkan banjir.
Menurut BNPB1banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya
suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat. Bencana banjir yang
datang menyebabkan rumahtangga pertanian yang memang dasarnya rentan akan
kesulitan. Menurut Azzahra (2015) berbagai gagal panen yang dialami oleh petani
disebabkan oleh kondisi alam yang tidak dapat diprediksi oleh rumahtangga serta
hadirnya bencana alam, dalam hal ini banjir. Saat kondisi bencana alam tiba
petani tidak hanya menggunakan modal alamnya saja tetapi menggunakan kelima
aset yang mereka punya, yaitu modal alam, modal manusia, modal fisik, modal
finansial, dan modal sosial (Ellis, 2000). Saat kondisi kritis itu terjadi petani
memiliki suatu kelentingan – kelentingan tersendiri dalam menghadapinya.
Menurut Obrist et al (2010) dalam Speranza (2014) resiliensi sosial adalah
kemampuan dari suatu grup atau komunitas untuk mengatasi tekanan dan
gangguan dari luar sebagai hasil dari perubahan sosial, politik dan lingkungan.
Menurut Holing (1973) dalam Speranza (2014) mengatakan bahwa resiliensi
nafkah merupakan sebuah ukuran persisten sistem dan kemampuannya menyerap
perubahan dan gangguan, serta tetap mempertahankan hubungan antar populasi
dan peubah keadaan(state variable). Dalam rumahtangga resiliensi merupakan
kondisi kembalinya rumahtanga petani menuju kondisi semula setelah terjadi
bencana yang menimpa rumahtangga yang rentan dari bencana itu.
1

Data diakses melalui situs Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/definisi-dan-jenis-bencana. Hari Senin, tanggal 11
Januari 2015 pada Pukul 14.40 WIB

Penelitian ini akan melihat sisi kelentingan nafkah dari kerentanannya, bila
kelentingan atau resilienc emerupakan sebuah konsep positif maka kerentanan
merupakan konsep negatif, dimana kerentanan itu sendiri merupakan sebuah
sebuah konsep utama dalam penelitian perubahan iklim sama seperti dengan
peneitian komunitas yang berhadapan dengan bencana alami, manajemen
bencana, ecology, kesehatan publik, kemiskinan dan perkembangan, keamanan
nafkah dan kelaparan, ilmu berkelanjutan, serta perubahan lahan (Fussel 2006).
Lanjut dari Adger(1999) mendefinisikan 'kerentanan' sebagai keterpaparan dari
kelompok atau individu yang terkena tekanan karena lingkungan sosial maupun
perubahan lingkungan yang mengganggu mata pencaharian. Lanjut Adger(1999)
jugamendefinisikan 'kerentanan sosial' sebagai paparan dari individu atau
kelompok stres dari risiko eksogen, terutama dari climate shock. Kemudian
kerentanan tersebut akan diukur melalui 3 indikator yaitu, sensitifitas,
keterpaparan, dan kapasitas adaptasi yang dibuat menjadi Livelihood Vulnerability
Index.
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Banjir merupakan salah satu bencana alam yang biasa terjadi di daerah tertentu di
Indonesia pada musim hujan. Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat,
Kabupaten Karawang merupakan sebuah lokasi dimana efek dari krisis ekologi
yaitu berupa banjir yang diakibatkan oleh variabilitas iklim sejak tahun 2007.
Rumahtangga di daerah ini mengalami kerentanan akibat adanya banjir yang
menyerang sawah mereka setiap tahunnya. Studi kerentanan merupakan studi
lanjut tentang penghidupan petani dibawah ketidak pastian cuaca akibat
variabilitas iklim yang mengakibatkan banjir. Kerentanan dapat dilihat dari
keterpaparannya, sensitifitasnya, dan kapasitas adaptasinya dari ketigabuah
indikator tersebut menarik untuk melihat kelentingan nafkah petani yang dilihat
dari kerentanannya oleh karena itu penulis merasa menarik untuk meneliti
bagaimana struktur dan kelentingan nafkah rumahtangga pada saat banjir
di kawasan daerah aliran sungai dengan pendekatan Livelihood Vulnerability
Index.

Rumusan Masalah
Variabilitas iklim merupakan kondisi perubahan iklim yang berubah –
ubah yang mempengaruhi cuaca setempat (Loo et al. 2014). Efek dari variabilitas
iklim adalah musim hujan yang lebih lama dari biasanya hingga musim kemarau
yang lebih lama dari biasanya. Krisis ekologi berupa variabilitas iklim ini
mengakibatkan banjir berbagai daerah dan menyebabkan kerusakan terutama
dibidang pertanian.
Krisis ekologi dibidang pertanian ini menyebabkan kesulitan bagi
rumahtangga pertanian, bila awalnya rumahtangga pertanian memiliki strategi –
strategi nafkah dalam kesehariannya namun akibat datangnya krisis ekologi ini
rumahtangga yang sudah dari awalnya rentan semakin menjadi rentan ini akibat
datangnya banjir, seperti halnya Desa Karangligar Kecamatan Telukjambe Barat

4

Kabupaten Karawang. Rumahtangga Desa Karangligar ini mengalami kebanjiran
yang mengakibatkan memiliki kesiapan dan kesigapan yang berbeda dalam
struktur nafkahnya dengan desa yang tidak mengalami banjir. Oleh karena itu
penulis ingin melihat bagaimana struktur nafkah dan modal
nafkahmasyarakat desa pada saat banjir.
Perbedaan dalam stuktur nafkah serta pemanfaatan dalam modal – modal
nafkah menyebabkan perbedaan dalam kerentanan yang dialami rumahtangga
.Kerentanan yang dialamirumahtangga kemudian dikembangkan hasilnya kembali
dengan menghitung atau mengetahui susunan dari kerentanan yang terjadi dan
membandingkan kerentanan dari Dusun pada Desa Karangligar yang terkena
banjir dengan Dusun lainnya yang tidak terkena banjir. Maka dari itu bagaimana
perbedaan Livelihood Vulnerabulity Indexmasyrakat desa yang terkena
banjir dan yang tidak.
Rumahtangga pertani dapat dipandang satu kesatuan ekonomi, mempunyai
tujuan untuk mencukupkan nafkah bagi keluarganya, ketergantungan keluarga
petani dengan DAS merupakan salah stau strategi nafkah petani dalam bidang
alam (Purnomo 2005). Rumahtangga merupakan sturktur kesatuan ekonomi yang
sangat rentan dengan perubahan ataupun yang melibatkan dengan nafkahnya.
Krisis ekologi yang berupa banjir mengakibatkan petani menjadi semakin rentan.
Sawah yang merupakan sumber pertanian terendam banjir selama beberapa saat
dan mempengaruhi baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Pengaruhnya terhadap rumahtangga pertanian menyebabkan petani merubah
strategi nafkahnya dengan memanfaatkan lima buah model yaitu modal alam,
modal fisik, modal manusia, modal finansial, dan modal fisik untuk kembali ke
kondisi semula dari titik paling bawahnya dan melalui kerentanannya.
Secara logika seharusnya rumahtangga tingkatan modal nafkah lebih
tinggi maka akan lebih bertahan dan yang tingkatan modal nafkah lebih rendah
sudah pasti mengalami mal adaptasi atau gagalnya beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi. Oleh karena itu untuk melihat strategi nafkah dan kerentanannya
maka bagaimana pengaruh pemanfaatan Livelihood asset dalam kerentanan
yang dialamimasyarakat desa saat banjir.

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari hasil penelitian ini adalah:
1. Menganalisis struktur nafkahrumahtangga dan modal nafkah rumahtangga
pada saat banjir.
2. Menganalisis Livelihood Vulnerability Indexmasyarakat desa yang
mengalami banjir dan yang tidak mengalami banjir.
3. Menganalisis pengaruh pemanfaatan livelihood assetmasyarakat desa
dalam tingkat kerentanan yang dialami petani saat banjir.

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran
dalam memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan literatur mengenai topik yang terkait.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai kondisi desa, serta memaparkan berbagai livelihood assets dan
pemanfaatannya dalam kerentanan oleh rumahtangga dalam bertahan
hidup, sehingga menjadi referensi bagi rumahtangga lainnya untuk
mengetahui seberapa besar kontribusi masing-masing modal nafkah.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi suatu saran dalam
memberikan informasi dan data untuk pembuatan kebijakan yang terkait
dengan pertanian, bencana alam, Livelihood Vulnerability

6

PENDEKATAN TEORITIS
Daerah Aliran Sungai dan Variabilitas Iklim
Variabilitas dan Perubahan Iklim
Perubahan iklim menurut Loo et.al (2014) tidak bisa dihindari dan tak
akan terbendung di alam ini, namun pada abad 20 ini perubahan iklim terjadi
karena berhubungan dengan antropologi yaitu berhubungan dengan pembakaran
bahan bakar fosil, emisi gas rumah kaca yang berlebihan, serta urbanisasi. Ahmed
et.al (2013) dalam Ahmed dan Diana (2015) dalam penelitiannya mengenai
Coastal to inland: Expansion of prawn farming for adaptation to climate change
in Bangladeshmengatakan bahwa bagian pesisir Bangladesh rusak akibat
perubahan iklim, adanya peningkatan resiko kerusakan dari kombinasi variabilitas
iklim, termasuk: (1) banjir pantai, (2)badai, (3) kekeringan, (4) curah hujan, (5)
salinitas, (6) kenaikan permukaan laut, dan (7) suhu permukaan laut.

Pengertian DAS
Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik
dibatasi oleh punggung – punggung gunung yang menampung dan menyimpan air
hujan untuk kemudian menyalurkannya kelaut melalui sungai utama (Mediansyah
2009). Lanjut Mediansyah (2009) Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan
sebagai suatu hamparan wilayah/ kawasan yang dibatasi topografi (punggung
bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsure hara serta
mengalirkannya melalui anak – anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut
atau danau. Linsey (1980) dalam Mediansyah (2009) menyebut DAS sebagai
sebuah aliran sungai yang mencekung dan saling berhubungan sebagai sistem dari
hulu hingga hilir. Menurut Manan (1976) DAS diartikan sebagai bentang lahan
yang dibatasi oleh topografi pemisah aliran yaitu punggung bukit/gunung yang
menangkap curahan hujan, menyimpan dan kemudian mengalirkannya melalui
saluran – saluran pengaliran ke satu titik yang biasanya bermuara disungai tauoun
danau. Menurut Prasetyo (2005) DAS merupakan suatu kesatuanunit sistem
hidrologi, yaitu bahwa kuantitas dan kualitas air di outlet merupakan satu titik
kajian hasil air (water yield). Lanjut Prasetyo (2005) water yield merupakan
akumulasi aliran permukaan tanah (surface flow), aliran bawah tanah ( sub surface
flow) dan aliran bumi (ground water flow). DAS itu sendiri berarti sebuah aliran
hasil dari curahan hujan yang mengalir ke satu titik yang bisanya merupakan
danau ataupun sungai.

Ekosistem DAS
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri dari atas komponen –
komponen yang saling beritegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan
(Mediansyah 2009). Sistem tersebut mempunyai sifat tertentu, tergantung jenis

8

komponen yang menyusunnya. Menurut Tejowulan dan Suwardji (2002) dalam
Mediansyah (2009) DAS merupkan gabungan sejumlah sumber daya darat, yang
saling berkaitan dalam suatu hubungan. Lanjut dari Tejowulan dan Suwardji
(2002) yang dikutip oleh Medianyah (2009) Ekosistem terdiri atas komponen
biotis dan abiotis yang saling berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur,
komponen – komponen tersebut ialah iklim hayati, relief, geologi atau sumber
daya mineral serta sumber daya alam berupa mahluk hidup disekitar DAS, dengan
demikian dalam suatu ekositem DAS tidak ada suatu komponen pun yang berdiri
sendiri, melainkan suatu hubungan baik itu besar atau kecil, berhubungan
langsung ataupun tidak langsung. Ekosistem DAS itu sendiri berarti sebuah
hubungan antar sumber daya, baik itu biotic ataupun abiotic yang saling
berketerkaitan dantidak bisa berdiri secara sendiri namun dilihat secara holistik.
Matahari

HUTAN

DESA

Sawah dan ladang

Tumbuhan
Tanah

Manusia

Hewan
Air
Sungai

Debit/Lumpur/Unsur Hara
Sumber: Hidrologi dan Pengelolaan DAS (Asdak 2002)
Gambar 1. Komponen – komponen ekosistem DAS.
Gambar komponen – komponen ekosistem diatas menunjukan bahwa
adanya hubungan timbal balik antar komponennya. Maka apabila terjadi
perubahan pada salah satu komponen lingkungan maka akan mempengaruhi
komponen – komponen yang lain, perubahan – perubahan pada komponen –
komponen tersebut pada gilirannya dapat mempengaruhi keseluruhan sistem
ekologi daerah tersebut.
Degradasi DAS
Berbagai permasalahan ditemukan di wilayah DAS saat ini, antara lain
adalah: a) penurunan sumberdaya alamiah berupa lahan kritis di bantaran sungai
serta eksploitasi dan konversi hutan di hulu untuk tata guna lahan lainnya, b)
polusi dari sumber-sumber industri (sampah industri) domestik (sampah rumah

9

tangga dan sampah keras), pertanian (aliran atas bahan-bahan pestisida dan
pupuk) dan sumber-sumber lain (penggalian/penambangan), c) konflik
penggunaan lahan dengan tidak adanya akses ke arah sungai sebagai akibat
padatnya pemukiman pada daerah tersebut, polusi yang sangat tinggi disepanjang
DAS serta konservasi dan preservasi terhadap hutan versus konversi sumberdaya
yang sama untuk dijadikan daerah pemukiman atau untuk tujuan-tujuan komersial
lainnya, dan d) rusaknya kehidupan dan kepemilikan karena bencana banjir di
kawasan hilir yang diakibatkan kerusakan di kawasan hulu (Clark 1996 dalam
Suganda et al 2009 ). Menurut Mawardi (2010) DAS aliran sungai di pulau Jawa
paling mengalami kerusakan paling sedikitnya ada 16 yang sudah dinyatakan
kritis kerusakannya, keruskan DAS tersebut semakin diperparah akibat adanya
perubahan iklim yang semakin tidak bisa di prediksi. Asdak (2002)
mengemukakan erosi dan sedimentasi di DAS terjadi akibat banyaknya petani –
petani yang membuka lahan pertanian tanpa memperhatikan kaidah – kaidah
ekologis untuk bertahan hidup, kemudian lahan – lahan yang dibuka tersebut
ketika hujan akan mengalir langsung menuju hilir dan akan meningkatkan muatan
sedimen didaerah hilirnya. Menurut Kartiwa dan Parwitan (2010) sedimentasi
merupakan lanjutan dari terjadinya erosi di daerah hulu sungai yang diakibatkan
oleh limpasan. Lanjut Kartiwa dan Parwitan(2010) tentang sedimentasi hilangnya
vegetasi hutan akibat pembukaan lahan pada suatu daerah aliran sungai selain
membuat limpasan sekaligus juga meningkatkan laju erosi, erosi yang
berlangsung secara terus menerus pada musim hujan dapat menyebabkan
hilangnya lapisan atas tanah (top-soil), yang kemudian terbawa dan menyebabkan
sedimentasi di sungai, selain itu erosi juga menyebabkan menurunnya tingkat
kesuburan tanah. Erosi dan sedimentasi berarti sebuah pengikisan yang terjadi di
sungai karena pembukaan lahan penyerapan air yang ada kemudian terjadinya
penumpukan di hilir sungai akibat penumpukan top-soil yang terkikis oleh air.
Nilai rasio debit sungai maksimum dan debit minimum menunjukan efektifitas
suatu daeah aliran sungai dalam menyimpan surplus air pada musim hujan dan
dialirkan pada musim kemarau (Kartiwa dan Parwitan 2010). Sedimentasi tanah
yang teradi di DAS akibat penggunaan terus menerus yang menyebabkan
penumpukan tanah di DAS (Astuti et al. 2008).
Tabel 1. Data Rasio Qmax/Qmin pada beberapa sungai di Indonesia
NO

Sungai

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

S. Citarum
S. Cibuni
S. Ciujung
S. Solo (jateng)
S. Serayu
S. Lusi
S. Progo
S. Solo (jatim)
S. Brantas
S. Asahan
S. Pasaman
S. Bt. Hari (sumbar)

Rasio
Qmax/
Qmin
57 – 1667
78
22 – 179
106
1667
345
400 -588
164
8 – 12
42
33
139

NO

Sungai

RasioQmax/Qmin

13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

S. Bt. Kuantan
S. Bt. Kampar
S. Bt. Rokan
S. A. Dikit
S. Bt. Hari (jambi)
S. Musi
S. Tulang Bawang
S. Sekampung
S. Paguyaman
S. Randangan
S. Cemranae
S. Mapili
S. L. Sampara

56
68 – 101
59
25
18 – 357
19 – 47
175 – 256
667
2500
72
60 – 2000
588
13

Sumber: (Kartiwa dan Parwitan, 2010)

10

Rumahtangga dan Nafkah
Rumahtangga
Ellis (2000) mengemukakan bahwa keluarga adalah unit sosial yang
mempunyai hubungan kekeluargaan anatar orang, sedangkan rumah tangga adalah
unit sosial yang berbagi tempat tinggal yang sama atau tungku yang sama.
Menurut Madiyaningsih (2003) jika melihat dari segi ekonomi rumahtangga
merupakan sebuah unit analisis dalam asumsi secara implisit bahwa yang
dimaksud adalah sumber nafkah rumahtangga dimasukan, dibagikan dan
keputusan dibuat oleh semua anggota yang sudah dewasa. Rumahtangga berarti
kumpulan individu yang berbagi tempat tinggal yang sama serta tungku yang
sama dimana dalam mengambil keputusan ekonominya dilakukan secara
berembuk oleh anggota yang sudah dewasa. Fungsi rumahtangga menurut
Mediansyah (2009) ) ada enam yaitu:
1. Alokasi sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan.
2. Menjamin tercapainya berbagai tujuan rumahtangga.
3. Memproduksi jasa dan barang.
4. Membuat keputusan dalam penggunaan pendapatan dan konsumsi.
5. Pengaturan masyarakat.
6. Fungsi reproduksi material dan sosial, dan keamanan setiap anggota.

Nafkah
Dharmawan (2007) menyatakan, strategi nafkah dalam kehidupan sehari- hari
dijelaskan sebagai partisipasi individu dalam usaha mendapatkan suatu jenis
pekerjaan untuk bertahan hidup dan meningkatkan taraf hidupnya dalam
merespon dinamika sosial-ekonomi, ekologi, dan politik. Dalam konsep lain,
Dharmawan (2007) mengatakan bahwa strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang
dibangun oleh individu ataupun kelompok untuk mempertahankan kehidupan
mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial
dan sistem nilai budaya yang berlaku. Selanjutnya, strategi nafkah menurut
Dharmawan (2001) adalah segala aktivitas maupun keputusan untuk bertahan
hidup yang dipilih atau diambil oleh anggota rumahtangga agar hidupnya lebih
baik. Tujuan dari bertahan hidup ini adalah membangun beberapa strategi untuk
keamanan dan keseimbangan mata pencaharian rumahtangga. Dalam rangka
mempertahankan hidupnya rumahtangga tidak hanya menerapkan satu strategi
nafkah melainkan menggabungkannya dari berbagai bentuk strategi nafkah.
Sedikitnya ada enam bentuk strategi nafkah yang biasa dilakukan oleh
rumahtangga (Masitoh 2005), antara lain:
1. Strategi waktu (pola musiman), strategi ini dilakukan dengan
memanfaatkan saat-saat tertentu/peristiwa tertentu yang terjadi.
2. Strategi alokasi sumberdaya manusia (tenaga kerja), strategi ini dilakukan
dengan memanfaatkan seluruh tenaga kerja yang dimilikinya untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
3. Strategi intensifikasi pertanian, strategi ini dilakukan dengan
memanfaatkan lahan pertanian secara maksimal.

11

4. Strategi spasial, strategi ini dilakukan dengan berbasiskan rekayasa
sumberdaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan pendapatan
keluarga guna mempertahankan kelangsungan hidup rumahtangga.
5. Strategi pola nafkah ganda, strategi ini dilakukan dengan cara
menganekaragamkan nafkah; dan
6. Strategi berbasiskan modal sosial, strategi ini dilakukan dengan
memanfaatkan kelembagaan kesejahteraan asli dan pola hubungan
produksi.
Ada tiga jenis sumber nafkah yang biasa digunakan oleh rumahtangga di
pedesaan (Ellis 2000) yaitu:
1. Sektor on farm income: strategi ini menunjuk pada nafkah yang berasal
dari pertanian dalam arti luas. Pendapatan dari sektor ini didapat dari lahan
pertanian milik sendiri, baik yang diusahakan oleh pemilik tanah maupun
diakses melalui sewa menyewa ataupun bagi hasil.
2. Sektor off farm income: pendapatan dari sektor ini didapat dari hasil di
luar sektor pertanian tetapi masih dalam lingkup pertanian. Penghasilan
yang didapat bisa berasal dari upah tenaga kerja, sistem bagi hasil,
maupun kontrak upah tenaga kerja non-upah.
3. Sektor non farm income: sektor ini mengacu pada pendapatan yang bukan
berasal dari pertanian, seperti pendapatan atau gaji pensiun, pendapatan
dari usaha pribadi, dan sebagainya.
Lebih lanjut Ellis (2000) mengemukakan ada lima modal dasar dalam
livelihood asset, yaitu:
1. Modal Alam (Natural Capital) Modal ini bisa juga disebut sebagai
lingkungan yang merupakan gabungan dari berbagai faktor biotic dan
abiotic di sekeliling manusia. Modal ini dapat berupa sumberdaya yang
bisa diperbaharui maupun tidak bisa diperbaharui. Contoh dari modal
sumberdaya alam adalah air, pepohonan, tanah, stok kayu dari kebun atau
hutan, stok ikan di perairan, maupun sumberdaya mineral seprti minyak,
emas, batu bara, dan lain sebagainya.
2. Modal Fisik (Physical Capital) Modal fisik merupakan modal yang
berbentuk infrastruktur dasar seperti saluran irigasi, jalan, gedung, dan lain
sebagainya.
3. Modal Manusia (Human Capital) Modal ini merupakan modal utama
apalagi pada masyarakat yang dikategorikan “miskin”. Modal ini berupa
tenaga kerja yang tersedia dalam rumahtangga yang dipengaruhi oleh
pendidikan, keterampilan, dan kesehatan untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya.
4. Modal Finansial (Finansial Capital and Subtitutes) Modal ini berupa uang,
yang digunakan oleh suatu rumahtangga. Modal ini dapat berupa uang
tunai, tabungan, ataupun akses dan pinjaman.
5. Modal Sosial (Sosial Capital) Modal ini merupakan gabungan komunitas
yang dapat memberikan keuntungan bagi individu atau rumahtangga yang
tergabung di dalamnya. Contoh modal sosial adalah jaringan kerja
(networking) yang merupakan hubungan vertikal maupun hubungan
horizontal untuk bekerja sama dan memberikan bantuan untuk
memperluas akses terhadap kegiatan ekonomijumlah keluarga
mempengaruhi pilihan strategi adpatasi jejaring/hubungansosial karena

12

semakinbesar suatu keluarga maka semakin besar biaya hidup untuk
mencukupi kebutuhan sehari – hari. (Kuwandari dan Satria 2012) Strategi
nafkah berarti merupakan suatu usaha dari rumahtangga yang dibagi
menjadi on-farm, off-farm, dan non farm untuk bertahan hidup dengan
menggantungkan dirinya kepada modal alam, modal fisik, modal manusia
dan modal financial.

Resiliensi dan Kerentanan
Konsep Resiliensi
Kelentingan atau resiliensi menurut Speranza et al. (2014) adalah
bagaimana rumahtangga mempertahankannafkah walaupun ketika mengalami
terjadi perubahan dengan cara memperbaiki kapasitas adaptasinya. Holing (1973)
dalam Speranza (2014) mengatakan bahwa resiliensi nafkah merupakan sebuah
ukuran persisten sistem dan kemampuannya menyerap perubahan dan gangguan,
serta tetap mempertahankan hubungan antar populasi dan peubah keadaan(state
variable). Speranza (2014) mengatakan bahwa resiliensi sosial-ekologi adalah
resiliensi yang spesifik terhadap gangguan atau kejadian yang melibatkan
identifikasi efek ambang batas tertentu pada sebuah sistem yang tidak akan
kembali ke awal.
Menurut Obrist et al (2010) dalam Speranza (2014) resiliensi sosial
adalah kemampuan dari suatu grup atau komunitas untuk mengatasi tekanan dan
gangguan dari luar sebagai hasil dari perubahan sosial, politik dan lingkungan.
Menurut Speranza (2014) resiliensi dapat diukur melaui karakteristik buffer
capacity, self-organisation, dan capacity learning dimana semua saling
berpengaruh.
Menurut Adger (2000) kelentingan sosial atau sosial resilience adalah
kemampuan masyarakat menahan guncangan dari luar infrastruktur sosialnya. Ini
sangat berlawanan untuk masyarakat yang bergantung terhdap sumber daya
dimana mereka tunduk pada tekanan eksternal dan guncangan, baik dalam bentuk
variabilitas lingkungan (seperti hama pertanian atau dampak ekstrem iklim), serta
dalam bentuk sosial, ekonomi dan politik. Lanjut Adger (2000) sosial resilience
secara institusional akan menentukan, yaitu menentukan sistem sosial dan dasar
dari sistem ekonomi yaitu dalam hal struktur dan distribusi aset.

Konsep Kerentanan Nafkah dan Livelihood Vulnerability Index
Menurut Fussel (2006) kerentanan adalah sebuah konsep utama dalam
penelitian perubahan iklim sama seperti dengan penelitian komunitas yang
berhadapan dengan bencana alami, manajemen bencana, ecology, kesehatan
publik, kemiskinan dan perkembangan, keamanan nafkah dan kelaparan, ilmu
berkelanjutan, serta perubahan lahan. Menurut Smit dan Wandel (2006) konsep
dari adaptasi, kapasitas adaptasi, resiliensi, keterpaparan dan sensitifitas
berhubungan. Lanjut menurut Smit dan Wandel (2006) adaptasi merupakan
sebuah konsep yang berasosiasi dengan kapasitas adaptasi dan kerentanan. Lebih
lanjut lagi (Smit dan Wandel 2006) kapasitas adaptasi merupakan kemampuan

13

untuk adaptasi yang dipengaruhi oleh kememampuan managerial, akses finansial,
teknologi dan informasi, infrastruktur, serta lingkungan institusional. Secara garis
besar konsep kerentanan dibagi menjadi tiga, yaitu keterpaparan, sensitivitas dan
kapasitas adaptasi.
Sensitifitas merupakan sebuah tingkatan dimana manusia ataupun sistem
alam dapat menyerap dari dampak tanpa menderita lama ataupun mengalami
perubahan yang signifikan (Galopin 2006). Menurut Smit dan Wendel (2006)
sensitifitas tidakbisa dipisahkan dengan keterpaparan. Sensitivitas digambarkan
sebagai tingkatan atau derajat dimana suatu sistem dipengaruhi atau responsive
terhadap rangsangan perubahan iklim baik yang bersifat merugikan maupun yang
menguntungkan. Dalam konteks kerentanan wilayah pesisir, semakin tinggi
sensitivitas suatu system maka semakin tinggi kerentanan sistem Olmos (2001)
dalam Fauziah (2014).Lanjut Fauziah (2014) sebaliknya, semakin rendah
sensitivitas suatu system, maka sistem mampu bertahan menghadapi dampak
perubahan iklim bahkan tanpa usaha atau bentuk adaptasi apapun.
Lanjut Gallopin (2006) keterpaparan adalah sebuah konsep dimana
derajat, lama waktu atau tingkatan yang berhubungan langsung dengan sistem
atau subjek ataupun gangguannya. Menurut Roaf (2005) dalam (Fauziah 2014),
eksposure didefinisikan sebagai tingkatan sejauh mana populasi terkena urgensi
perubahan iklim terkait dengan lokasi geografis dan perubahan iklim. Maksud
dari pernyataan tersebut adalah bahwa terdapat daerah-daerah tertentu di dunia
yang mengalami cuaca lebih ekstrim dibanding daerah lainnya. Dalam pengertian
yang lebih mudah, GIZ (2012) dalam Fauziah(2014) mendefinisikan eksposure
sebagai segala sesuatu yang menggambarkan dampak biofisik perubahan iklim
dalam suatu sistem.Kapasitas adaptasi menurut (Smit dan Wandel 2006) kapasitas
adaptasi merupakan kemampuan untuk adaptaso yang dipengaruhi oleh
kememampuan managerial, akses finansial, teknologi dan informasi, infrastruktur,
serta lingkungan institusional kapasitas adaptif umumnya didefinisikan sebagai
kemampuan suatu sistem, wilayah, atau masyarakat untuk beradaptasi dengan
dampak perubahan iklim (Smit, 2003: 894) dalam Fauziah (2014). Penguatan
kapasitas adaptif memiliki peran penting dalam mengatasi dan meminimalisir
kerentanan terhadap dampak perubahan iklim.
Livelihood Vulnerability Index merupakan Indeks Kerentanan Nafkah,
sebuah indikator untuk mengukur seberapa rentan atau tidaknya suatu wilayah.
Menurut Shah et al.(2013) ada empat tahap dalam menghitung Livelihood
Vulnerability Index (LVI), tahap pertama adalah mengubah data mentah menjadi
persentase atau rasio, tahap ke dua adalah standarisasi dari setiap sub-component
karena tiap subcomponent memiliki ukuran berbeda, tahap ke tiga adalah setelah
menghitung rata-rata dari setiap komponennya kemudian diberikan hasil akhir,
tahap ke empat adalah tahap terakhir yaitu kombinasikan semua tingkatan dari
komponen mayor LVI untuk dihitung. Menurut Shah et al.(2013) rumus
penghitungan Vulnerability Index ada dua model model pertama adalah: LVI =
(ec-ac)*sr, dimana ec merupakan exposure (keterpaparan), ac merupakan adaptive
capacity (kapasitas adaptasi), dan sr merupakan sensitiveness (sensitivitas) dan
model ke 2 ��

�=1 � �

�=1 � �



dimana CFd merupakan faktor IPCC-didefinisikan

(exposure, sensitivitas, atau kapasitas adaptif) bagi masyarakat d, Mdi adalah
utama komponen untuk d masyarakat diindeks oleh i, WMI adalah berat masing-

14

masing komponen utama, dan n adalah jumlah komponen utama di setiap faktor.
Alasan kenapa menggunakan rumus ini adalah karena dalam penggunaannya
selain lebih simpel, rumus IPCC ini sudah dibuktikan dengan penggunaannya
dibanyak daerah sehingga penggunaan rumus IPCC ini kemungkinan dapat
digunakan di Indonesia.

Kerangka Pemikiran
Variabilitas iklim yang terjadi dimana masa musim hujan jadi lebih lama
dan musim kemarau menjadi lebih lama menyebabkan bencana, ketika musim
hujan tiba banjir akan datang dan ketika musim kemarau tiba kekeringan akan
melanda. Musim hujan yang berlangsung lama dan menyebabkan banjir di
kawasan daerah aliran sungai menyebabkan rumahtangga mengalami colapse.
Rumah tangga petani memiliki Livelihood Asset atau modal nafkah berupa modal
finansial, modal alam, modal fisik, modal sosial, dan modal manusia (Ellis 2000).
Tingkat pemanfaatan dari modal nafkah yang dimiliki oleh rumahtanggaakan
mempengaruhi tingkat kerentanan nafkah rumahtangga yang diukur menjadi
keterpaparan, sensitifitas dan kapasitas adaptasi.

15
Livelihood Asset
Tingkat Kerentanan(Yn)
Modal Finansia(X1):
 Tingkat Pendapatan
 Besar Nilai Tabungan

Tingkat keterpaparan:
 Jarak sawah dengan sungai
 Persentase sawah yang rusak
 Persentase penurunan produksi sawah

Modal Alam(X2):
 Luas Kepemilikan Lahan Sawah
 Luas Penguasaan Lahan Sawah

Modal Fisik(X3):

 Kepemilikan Sarana dan Prasarana yang
mendukung pertanian
 Kepemilikan Sarana dan Prasaran yang
mendukung Non-pertanian


Modal Sosial(x4):
 Banyaknya organisiasi yang diikuti
anggota rumahtangga
 Banyaknya jaringan yang dimiliki
Rumahtangga
 Tingkat kepercayaan Rumahtangga

Tingkat sensitivitas:
 Tingkat ketidakpastian terhadap bantuan
 Tingkat ketidakpastian terhadap
jaminan
 Banyaknya anggota keluarga non
produktif

Tingkat adaptasi kapasitas:
 Tingkat keberfungsian lembaga
 Tingkat Pemanfaatan Teknologi
 pemanfaatan harta benda dibandingkan
dengan sawah beresiko banjir

Modal Manusia(X5):
 Tingkat Pendidikan
 Tingkat Keterampilan
 Banyaknya anggota keluarga produktif

Struktur Nafkah:

 Tingkat Pendapatan On farm , Off farm ,
Non farm
 Tingkat Pengeluaran
 Tingkat Saving Capacity

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

:Berpengaruh
:Berkaitan dengan

16

Hipotesis
Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan livelihood asset
sebagai strategi nafkah yang terdiri dari modal finansial, modal alam, modal fisik,
modal sosial dan modal manusia yang dilakukan oleh rumahtangga terahdap
tingkat kerentanan rumahtangga Yn = f (Xn) dengan rincian sebagai berikut:
1) Diduga tingkatmodal finansial rumahtangga akan mempengaruhi tingkat
kerentanan
2) Diduga tingkatmodal alam rumahtangga akan mempengaruhi tingkat
kerentanan
3) Diduga tingkatmodal fisik rumahtangga akan mempengaruhi tingkat
kerentanan
4) Diduga tingkat modal sosial rumahtangga akan mempengaruhi tingkat
kerentanan
5) Diduga tingkat modal manusia rumahtangga akan mempengaruhi tingkat
kerentanan

17

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe
Barat, Kabupaten Karawang, provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian
dengan pertimbangan daerah pertanian yang mengalami banjir yang terletak di
sekitar kawasan daerah aliran sungai (DAS). Peneliti kemudian menuju kantor
desa dan mendapatkan konfirmasi bahwa dusun pangasinan yang terletak di Desa
Karangligar selalu terkena banjir dari tahun 2007 – 2014 sedangkan derah
sekitarnya tidak terlalu sering, kemudian petani akan membandingkan antara
dusun yang terkena banjir ataupun yang tidak agar mengetahui mana yang lebih
rentan dari keduanya sehingga menghasilkan variasi data yang diperoleh
Sebelum menentukan lokasi penelitian, peneliti melakukan observasi
melalui penjajakan ke lokasi penelitian (kantor Kecamatan Telukjambe Barat, dan
kantor Desa Karangligar) dan penelusuran literatur yang terkait dengan lokasi
penelitian. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal, pengambilan data
lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan laporan penelitian. Lama
pelaksanaan penelitian sekitar 6 bulan.
Tabel 1. Waktu pelaksanaan penelitian 2016 – 2017
Kegiatan
Februari
Maret
April
Mei
Penyusunan
proposal
penelitian
Pengambilan
data lapangan
Pengolahan
data
dan
analisis data
Penulisan
Drafr Skripsi
Sidang
Skripsi
Perbaikan
Laporan
Penelitian

Juni

Juli

Teknik Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan untuk menggali fakta, data, dan
informasi dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif yang didukung
dengan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui survei yaitu
mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
penggumpul data (Singarimbun dan Efendi 1989). Pengumpulan data kualitatif
dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam terhadap

18

informan. Metode lain yang digunakan adalah melalui observasi lapang di lokasi
penelitian guna melihat fenomena aktual yang terjadi dan juga mengkaji dokumen
yang ada seperti data monografi desa. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah
seluruh masyarakat desa,Desa Karangligar Kecamatan Telukjambe Barat,
Kabupaten Karawang. Responden dalam pendekatan kuantitatif dipilih untuk
menjadi target survey. Unit analisis dalam penelitian ini adalah masyarakat desa
yang pernah atau sedang bekerja sebagai petani . Pemilihan responden dilakukan
dengan teknik cluster random sampling dengan membagi responden di wilayah
banjir dan tidak banjir.
Penentuan sampel dari masing - masing populasi rumahtangga di kedua
wilayah tersebut ditentu

Dokumen yang terkait

Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)

3 83 104

Studi Keanekaragaman Makrozoobenthos Di Aliran Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Dan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

0 58 80

Pola Strategi Nafkah Rumahtangga di Kawasan Rentan Banjir Pedesaan (Kasus Desa Sungai Buntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat)

0 17 122

Kelentingan Nafkah Rumahtangga Petani Di Wilayah Rentan Banjir: Studi Kasus Dua Desa Di Kabupaten Kudus

0 7 133

Hubungan Industrialisasi Terhadap Strategi Gerakan Petani Kasus: Tiga Desa Di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang)

2 16 103

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGANTISIPASI BENCANA BANJIR DI KAWASAN RAWAN BANJIR DESA Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Mengantisipasi Bencana Banjir Di Kawasan Rawan Banjir Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 1 14

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGANTISIPASI BENCANA BANJIR DI KAWASAN RAWAN BANJIR DESA PALUR Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Mengantisipasi Bencana Banjir Di Kawasan Rawan Banjir Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 2 13

RESPON MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR DI KAWASAN RAWAN BANJIR DESA GADINGAN KECAMATAN Respon Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Di Kawasan Rawan Banjir Desa Gadingan Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 1 15

RESPON MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR DI KAWASAN RAWAN BANJIR DESA GADINGAN KECAMATAN Respon Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Di Kawasan Rawan Banjir Desa Gadingan Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

1 11 13

7Desa Kecamatan Sungai Raya di landa Banjir

0 0 2