Hubungan Industrialisasi Terhadap Strategi Gerakan Petani Kasus: Tiga Desa Di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang)

1

HUBUNGAN INDUSTRIALISASI TERHADAP STRATEGI
GERAKAN PETANI
(Kasus: Tiga Desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang)

NASYI’ATUL LAILA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

1

HUBUNGAN INDUSTRIALISASI TERHADAP STRATEGI
GERAKAN PETANI
(Kasus: Tiga Desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang)

NASYI’ATUL LAILA


DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

1

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA ∗

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Industrialisasi terhadap
Strategi Gerakan Petani (Kasus: Tiga Desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang)
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian
Bogor.


Bogor, Januari 2016

Nasyi’atul Laila
NIM I34120031



Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

1

ABSTRAK
NASYI’ATUL LAILA. Hubungan Industrialisasi terhadap Strategi Gerakan
Petani Kasus: Tiga Desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang). Di bawah
bimbingan Ir MURDIANTO, MSi
Kasus sengketa lahan sejak tahun 1970-an, antara petani, pemerintah, dan swasta
di wilayah Telukjambe Barat khususnya di Desa Wanakerta, Wanasari, dan
Margamulya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat telah meresahkan dan menguras

emosi rakyat tiga desa. Berdasarkan teori seharusnya industrialisasi tersebut
mampu menaikkan derajat atau aspek kehidupan suatu masyarakat justru
menimbulkan suatu gerakan yang memprotes. Maka tujuan penulisan adalah
menganalisis hubungan industrialisasi dengan startegi gerakan petani. Penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatif (analisis korelasi) yang didukung data
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian masyarakat terhadap
industrialisasi di tiga desa yaitu sedang dan tidak berhubungan langsung dengan
perubahan kepemilikan lahan yang mengakibatkan strategi gerakan petani.
Berdasarkan analisis kualitatif mereka mengakui melalui gerakan ini untuk
menuntut proses hukum yang merugikan. Sengketa lahan tiga desa memang sudah
berlangsung lama dan belum menemukan solusi antara dua pihak yaitu
masyarakat dan perusahaan. Sejauh ini masyarakat semakin kuat karena ada
dukungan beberapa pihak dalam gerakan ini.
Kata kunci: industrialisasi, strategi gerakan, petani

ABSTRACT
NASYI’ATUL LAILA. Industrialization Relationship with Farmer Movement
Strategy (Studies: Three Rurals in District Telukjambe Barat, Karawang)
Supervised by Ir MURDIANTO, MSi
Cases of land disputes since the 1970s, between farmers, government, and private

sectors in the region, especially in the Village West Telukjambe Wanakerta,
Wanasari, and Margamulya, Karawang, West Java. This has been unsettling and
emotionally draining people of three villages. Based on the theory that
industrialization should be able to raise degrees or aspects of the life of a society
which raises a protest movement. So the purpose of writing is to analyze the
relationship industrialization strategy peasant movement. This research is
quantitative (correlation analysis) supported qualitative data. The results showed
that the public's assessment of the industrialization in the three villages that were
and are not directly related to changes in land ownership resulted in farmers'
movement strategy. Based on qualitative analysis they admit through this
movement to demand an adverse legal proceedings. Land dispute three villages
had been longstanding and have yet to find a solution between the two parties,
namely the public and companies. So far stronger community because there are
several parties to support this movement.
Keywords: industrialization, movement strategies, farmer

1

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

1

HUBUNGAN INDUSTRIALISASI TERHADAP STRATEGI
GERAKAN PETANI
(Kasus: Tiga Desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang)

NASYI’ATUL LAILA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

1
Judul Skripsi : Hubungan Industrialisasi terhadap Strategi Gerakan Petani
(Kasus: Tiga Desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang)
Nama
: Nasyi’atul Laila
NIM
: I34120031

Disetujui oleh

Ir Murdianto, MSi
Dosen Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: _______________________

2

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat
dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
September ini adalah Hubungan Industrialisasi terhadap Strategi Gerakan Petani
(Kasus: Tiga Desa di Kecamatan Telukjambe, Karawang) ini dengan baik
Ucapan terima kasih penulis berikan kepada Bapak Ir Murdianto, MSi.
selaku dosen pembimbing atas bimbingan, saran, dan curahan waktunya kepada
penulis selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga tercinta, yaitu
Ibu, Bapak (alm), dan Kakak-Kakak atas segala doa, curahan kasih sayang, saran,
motivasi dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Selain itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada Sepetak beserta warga Desa Wanasari,
Wanakerta, dan Margamulya. Tak lupa juga teman-teman satu organisasi Forum
Syiar Islam Fakultas Ekologi Manusia (Forsia) 1436 H, kepanitiaan Open House
IPB, teman-teman KKNP Desa Gupit, omda Formala, donatur serta teman
beaswan Karya Salemba Empat, teman satu bimbingan, kakak-kakak kelas, serta
teman-teman satu departemen SKPM angkatan 49, atas kebersamaan dan
kesediaannya berbagi pengalaman dan memberikan saran-saran dalam penulisan
karya ilmiah ini.
Akhirnya, penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2016

Nasyi’atul Laila
NIM I34120031

ix


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu
Teknik Pengumpulan Data

Teknik Penentuan Responden dan Informan
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM
Kondisi Geografis Tiga Desa
Kondisi Sosial
Gambaran Kondisi Desa dengan Lahan Sengketa
Ikhtisar
INDUSTRIALISASI DAN PERUBAHAN KEPEMILIKAN LAHAN DI TIGA
DESA
Kronologi Lahan Tiga Desa
Tingkat Industrialisasi
Perubahan Kepemilikan Lahan
Ikhtisar
FAKTOR-FAKTOR DAN STRATEGI GERAKAN PETANI
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Strategi Gerakan Petani
Ikhtisar
HUBUNGAN STRATEGI GERAKAN PETANI DENGAN INDUSTRIALISASI
PENGALIHAN LAHAN DAN FAKTOR INTERNAL

Hubungan Tingkat Industrialisasi dengan Perubahan Kepemilikan Lahan
Hubungan Perubahan Kepemilikan Lahan dengan Strategi Gerakan Petani
Hubungan Dorongan Faktor Internal dengan Strategi Gerakan Petani
Ikhtisar
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

xii
xiii
xiii
1
1
3
3
4
5
5
13
14
15
21
21
22
22
23
23
25
25
27
29
30
32
32
37
40
41
44
44
48
51
53
54
54
56
58
59
62
62
62
64

x
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

69
85

xi

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Jarak Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya
menuju lokasi
pemerintahan daerah, provinsi, dan pusat
Jumlah dan persentase penduduk Desa Wanasari, Wanakerta, dan
Margamulya berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2013
Jumlah dan persentase tingkat pendidikan penduduk Desa Wanakerta dan
Margamulya tahun 2011
Jumlah dan persentase indikator dari tingkat industrialisasi menurut
responden di Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat industrialisasi Desa Wanasari, Wanakerta,
dan Margamulya tahun 2015
Jumlah dan persentase penilaian kepemilikan lahan oleh responden di Desa
Wanasari, Wanakerta, Margamulya sebelum eksekusi lahan tahun 2015
Jumlah dan persentase penilaian kepemilikan lahan oleh responden Desa
Wanasari, Wanakerta, Margamulya sesudah eksekusi lahan tahun 2015
Jumlah dan persentase tingkat pendidikan responden di Desa Wanasari,
Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015
Jumlah dan persentase beban keluarga responden di Desa Wanasari,
Wanakerta, Margamulya tahun 2015
Jumlah dan persentase jumlah dan pengalaman berkelompok responden
lahan di Desa Wanasari, Wanakerta, Margamulya tahun 2015
Jumlah dan persentase jumlah penyebaran media informasi responden di
Desa Wanasari, Wanakerta, Margamulya tahun 2015
Jumlah dan persentase dorongan faktor internal responden di Desa
Wanasari, Wanakerta, Margamulya tahun 2015
Jumlah dan persentase strategi gerakan petani di Desa Wanasari, Desa
Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015
Hasil uji statistik hubungan tingkat industrialisasi dengan perubahan
kepemilikan lahan
Jumlah dan persentase tingkat industrialisasi dengan perubahan kepemilikan
lahan di Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015
Hasil uji statistik hubungan antara perubahan kepemilikan lahan dengan
strategi gerakan petani
Jumlah dan persentase oerubahan kepemilikan lahan dengan strategi gerakan
petani di Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015
Hasil uji statistik hubungan dorongan faktor internal dengan strategi gerakan
petani
Jumlah dan persentase faktor internal dan strategi gerakan petani di Desa
Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya tahun 2015

24
26
28
37
39
40
41
44
46
46
47
48
51
55
56
57
57
58
59

xii

DAFTAR GAMBAR
1
2

Kerangka pemikiran
Metode pengambilan sampel

14
23

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7

Jadwal kegiatan skripsi tahun 2015-2016
71
Peta Desa Wanasari, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang, 72
Provinsi Jawa Barat
Peta Desa Margamulya, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten 73
Karawang, Provinsi Jawa Barat
Peta Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa 74
Barat
Kerangka sampling
75
Dokumentasi
77
Catatan tematik
78

1

PENDAHULUAN
Latar belakang
Abad ke-19 dan awal abad ke-20 di Indonesia secara terus menerus
muncul pemberontakan yang cukup menggoncangkan masyarakat dan
pemerintah. Tidak dapat disangkal, bahwa dominasi ekonomi, politik, dan kultural
oleh pihak tertentu membuka peluang masyarakat (rakyat) melakukan
pemberontakan sosial. Kajian Fauzi (2005) tentang gerakan rakyat beberapa
negara dunia ketiga berhasil memotret bentuk-bentuk karakter perlawanan 1.
Perlawanan dimulai dengan konfrontasi terhadap dominasi pemerintah dan
swasta. Strategi yang dikembangkan adalah mobilisasi rakyat dilakukan dengan
cara mengkonstruksi kembali identitas etnis. Dominasi tersebut akan atau telah
mengakibatkan beberapa perubahan sosial di masyarakat yang tidak diinginkan
oleh masyarakat.
Gerakan Samin merupakan salah satu fakta pergolakan sosial di pedesaan.
Gerakan ini memiliki ciri-ciri gerakan pedesaan yang lain, seperti pelakunya
adalah para petani. Gerakan Samin dimulai kira-kira akhir abad 19 lalu berhasil
mencapai puncaknya yaitu dengan berhasil membuat kecemasan pada pemerintah
Hindia Belanda (Subarkah dan Anggit 2014) 2. Fakta lain, gerakan petani dalam
melawan tuan tanah yang terjadi di Ciomas pada tahun 1886 3. Peristiwa ini
merupakan suatu pertentangan antara petani, tuan tanah dan pemerintah, dan
dengan jelas menampilkan situasi ricuh. Peristiwa tersebut menggambarkan
lemahnya kaum petani dalam menghadapi hegemoni kaum penguasa. Para petani
mampu membangun perlawanan terhadap hegemoni negara atau penguasa.
Upaya menjelaskan timbulnya protes petani dapat dilihat dari tiga faktor,
yaitu a) meluasnya komersialisasi pertanian yang mengakibatkan kemerosotan
ekonomi petani; b) pembentukan organisasi politik yang berasal dari luar
masyarakat petani mengembangkan tuntutan ekonomi, perlindungan, keahlian
berorganisasi, dan sistem niali baru; c) respons dari pilihan antara reformasi dan
penindasan yang menimbulkan dampak penting dan intensitas mobilisasi petani.
Para petani bersedia mengambil resiko dengan mengadakan konfrontasi langsung
bila mereka menganggap ketidakadilan tidak lagi dapat ditoleransi 4.
Fakih (2000) juga mencoba menggambarkan perlawanan terhadap
pemerintah dengan melihat keterkaitan antara arus besar model pembangunan
dengan tumbuhnya gerakan sosial. Meski kajian keduanya menyandarkan pada
kasus LSM bukan organisasi petani sebagai sumbangan pemikiran tentunya patut
dipertimbangkan. Hanya, perlu merujuk pada kasus organisasi petani yang
berpola gerakan rakyat. Fakih menggambarkan bahwa arus besar paradigma
developmentalism turut membentuk karakter gerakan. Bentuk developmentalism
1

Fauzi N. 2005. Memahami Gerakan-Gerakan Rakyat Dunia Ketiga.
Subarkah. Anggit W. 2014. Perlawanan Masyarakat Samin (Sedulur Sikep) Atas Kebijakan
Pembangunan Semen Gresik di Sukolilo Pati (Studi Kebijakan Berbasis Lingkungan dan Kearifan
Lokal). 2014. Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.Vol.26 No.2
3
Perlawanan…. [Tidak ada tahun].Perlawanan Rakyat Ciomas terhadap Pemerintahan Hindia
Belanda.Dapat diunduh dari: http://www.bogorheritage.net/2013/11/perlawanan-rakyat-ciomasterhadap.html.
4
Ibid
2

2
dapat berupa upaya modernisasi. Seperti telah disebutkan termasuk komersialisasi
pada para petani di pedesaan. Secara sederhana modernisasi adalah proses
perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, di mana
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi,
pendapat Korten yang dikutip Purwandari (2012) menggarisbawahi masalah
pembangunan seringkali dalam perspektif dialektis menunjukkan saling
keterkaitan antara persoalan eksploitasi, dominasi dan penindasan politik. Dengan
demikian, gerakan sosial para petani di pedesaan berupaya melakukan
transformasi hingga mencapai alternatif pembangunan berorientasi rakyat (people
centered developmet).
Adapun kasus sengketa lahan sejak tahun 1970-an, antara petani,
pemerintah, dan swasta di wilayah Telukjambe Barat khususnya di Desa
Wanakerta, Wanasari, dan Margamulya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat telah
meresahkan dan menguras emosi rakyat tiga desa. Selain dijebak dalam drama
prosesi hukum formal yang melelahkan dan sesat, sehari-hari para petani juga
dihantui oleh teror dan intimidasi. Para petani terpaksa kehilangan lahan pertanian
karena dirampas oleh perusahaan besar di bidang properti di Indonesia, Agung
Podomoro Land. Mereka berusaha bersatu dan berjuang untuk merebut kembali
lahan mereka yang telah dirampas. Konflik lahan ini berawal sejak PT Sumber
Air Mas Pratama (SAMP) mengklaim menguasai lahan 350 hektar. Dalam
persidangan gugatan rekovensi di Pengadilan Negeri Karawang, pihak PT SAMP
yang kini sahamnya diakuisisi oleh Agung Podomoro Land itu berhasil menang.
Eksekusi lahan secara brutal yang dipimpin oleh Juru Sita Pengadilan Negeri
Karawang itu merupakan pelaksanaan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah
Agung Nomor 160.PK/PDT/2011 (tertanggal 25 Mei 2011, selanjutnya disebut
PK 160). PK 160 telah memenangkan PT SAMP untuk mengusai lahan seluas 350
hektar dari rakyat. Meskipun sempat ditunda lantaran berada pada sengketa yang
rumit, PK 160 akhirnya dilaksanakan berdasarkan surat Ketua Muda Perdata MA
No.04/PAN.2/XII/357SPK/PDT/2012 tanggal 15 Januari 2013, surat Pengadilan
Tinggi Bandung tanggal 28 November 2012, surat Plt Ketua PT Bandung tanggal
12 Februari 2013, surat Ketua PT Bandung tanggal 11 April 2013, serta hasil
pemeriksaan Badan Pengawas MA, yang semuanya berisi petunjuk dan perintah
pelaksaan eksekusi.
Indikasi-indikasi adanya gerakan petani tersebut yang akan menjadi kajian
dalam penelitian ini. Berdasarkan teori seharusnya nilai-nilai modernitas salah
satunya industrialisasi tersebut mampu menaikkan derajat atau aspek kehidupan
suatu masyarakat justru menimbulkan suatu gerakan yang memprotes. Tetapi
kasus-kasus upaya dalam memodernkan suatu kehidupan yang dibawa dari luar ke
dalam suatu masyarakat telah banyak memunculkan suatu gerakan sosial. Bahkan
menurut para ahli seperti suatu gejala bahwa gerakan sosial seingkali muncul
dalam modernitas. Oleh karena itu, perlu dikaji secara mendalam mengapa
pelaksanaan industrialisasi semakin menimbulkan strategi-strategi para petani
untuk melawan nilai-nilai modernitas, khususnya industrialisasi. Para petani
bergerak bersama dalam tujuan yang mereka inginkan agar terjadi perubahan
aspek kehidupan yang lebik baik untuk petani.

3
Rumusan Masalah
Secara historis gerakan sosial adalah fenomena universal. Masyarakat
yang melakukan aksi ini tentu mempunyai alasan untuk bergabung dan berjuang
mencapai tujuan kolektif mereka dan menentang orang yang menghalagi mereka
mencapai tujuan itu. Sejarawan telah melukiskan pemberontakan dan ledakan
ketidakpuasan di zaman kuno, pemberontakan petani yang hebat di tahun 1381
dan 1525, reformasi dan gerakan kultural, etnis dan nasional sejak zaman
Renaisan. Strategi gerakan kini telah berkembang, para pengamat setuju bahwa
gerakan sosial muncul paling banyak dalam masyarakat modern. Tentunya ada
berbagai sebab yang memunculkan adanya suatu gerakan sosial. Kondisi
munculnya bentuk modernisasi yaitu industrialisasi seharusnya dapat membantu
aspek kehidupan masyarakat lebih baik, namun hal ini direspon berbeda oleh
masyarakat khususnya para petani setempat yang mana wilayahnya digunakan
untuk usaha industri. Oleh karena itu penelitian ini ingin mengetahui bagaimana
kronologi lahan tiga desa yang akan dijadikan usaha industri oleh
perusahaan?
Lahan pertanian merupakan alat produksi para petani tetapi mereka harus
dijauhkan dengan lahannya untuk dijadikan industri. Industrialisasi pada
masyarakat pertanian (agraris) di pedesaan merupakan salah satu penyebab
perubahan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakatnya.
Para petani yang kehilangan lahannya berani bersama melawan dan menggugat
berdirinya industri. Sehingga muncul pertanyaan kedua, faktor-faktor apa saja
yang mendorong para petani di wilayah Telukjambe Barat melakukan
strategi gerakan dalam melawan perusahaan?
Selanjutnya para petani yang melakukan upaya melawan industrialisasi di
wilayah Telukjambe Barat akan dapat dianalisis strategi yang digunakan untuk
mencapai keberhasilan tujuan gerakan petani. Maka perlu dianalisis bagaimana
strategi gerakan para petani Telukjambe Barat dalam melawan perusahaan?
Seperti halnya yang dilakukan perlawanan Serikat Paguyuban Petani Qaryah
Thayyibah (SPPQT) dan organisasi yang ada di bawahnya adalah bentuk
perlawanan tersembunyi melalui strategi kemandirian produksi atau pun Petani
Desa Cisarua tidak melakukan upaya untuk mendapatkan akses dan penguasaan
atas lahan dengan tindak kekerasan, demo, ataupun reclaiming (ambil paksa)
karena petani tahu bahwa lahan yang mereka inginkan merupakan lahan yang
legal secara hukum merupakan HGU milik perkebunan dan masih berlaku.

Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengkaji permasalahan yang
telah dipaparkan yaitu melihat hubungan industrialisasi dengan strategi gerakan
petani, tujuan khususnya ialah menjawab pertanyaan permasalahan, yakni:
1. Mengetahui kronologi lahan tiga desa yang akan dijadikan usaha industri oleh
perusahaan.
2. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan para petani di wilayah
Telukjambe Barat melakukan strategi gerakan dalam melawan perusahaan.

4
3. Menganalisis strategi para petani Telukjambe dalam gerakannya untuk
melawan perusahaan.

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna untuk berbagai pihak khususnya mengenai
hubungan industrialisasi terhadap strategi gerakan para petani di wilayah
Telukjambe Barat, Karawang. Secara umum karya ilmiah ini tentu ada
keterbatasan dengan melihat kondisi lapang yang mungkin bisa berbeda dengan
teori. Selain itu homogenitas jawaban pertanyaan dari petani karena yang mereka
rasakan adalah sama.
1. Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan
khususnya bagi para petani dalam persoalan sengketa lahan dengan pihakpihak swasta ataupun pemerintah. Tentunya juga dapat mempelajari kasus
konflik perebutan tanah sebelumnya yang terjadi sehingga dapat melakukan
strategi yang tepat untuk mencapai tujuan.
2. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi
pemerintah dalam membuat keputusan yang tegas dan adil mengenai kasus
industrialisasi dan gerakan petani. Antara swasta ataupun masyarakat
diharapkan dapat memperoleh keputusan yang sesuai konstitusi atau kebijakan
yang ada.
3. Peneliti dan Akademisi
Bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan pengalaman langsung terkait
fenomena industrialisasi dan strategi gerakan petani. Sedangkan untuk
akademisi hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi
mengenai starategi gerakan petani dalam memperjuangkan tanahnya di tengah
industrialisasi. Selain itu, diharapkan sebagai akumulasi kajian ilmu gerakan
perubahan sosial yaitu gerakan petani.

5

PENDEKATAN TEORITIS
Konsep Modernisasi
Pada dasarnya semua bangsa dan masyarakat di dunia ini senatiasa terlibat
dalam proses modernisasi, meskipun kecepatan dan arah perubahannya berbedabeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain (Suwarsono dan Y
So 1994). Proses modernisasi itu sangat luas, hampir-hampir tidak bisa dibatasi
ruang lingkup dan masalahnya, mulai dari aspek sosial, ekonomi, budaya, politik,
dan seterusnya. Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu arah
perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek dalam
kehidupan masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa modernisasi
adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih
maju, di mana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Modernisasi merupakan salah satu teori pembangunan. Terdapat beberapa
konsep kunci sosiologi yang berhubungan dengan proses-proses modernisasi
seperti industrialisasi, pertumbuhan ekonomi, kapitalisasi, perubahan struktur
masyarakat baik melalui kemajuan politik maupun mobilitas penduduk,
perkembangan serta teknologi.
Menelusuri sejarah panjang cikal bakal teori modernisasi lahir sebagai
produk sejarah tiga peristiwa penting dunia setelah masa Perang Dunia II.
Pertama, munculnya Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan dunia. Sekalipun
negara-negara Barat lainnya, seperti Inggris, Perancis, dan Jerman semakin
melemah setelah Perang Dunia II. Pada tahun 1950-an secara praktis Amerika
Serikat mengambil peran sebagai pengendali percaturan dunia.
Kedua, pada saat yang hampir bersamaaan, terjadi perluasan gerakan
komunis sedunia. Uni Soviet mampu memperluas pengaruh politiknya tidak saja
sampai Eropa Timur tetapi juga sampai di Asia, antara lain Cina dan Korea. Ini
secara tidak langsung mendorong Amerika Serikat untuk berusaha memperluas
pengaruh politiknya pada belahan dunia lain, selain Eropa Barat.
Ketiga, lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika, dan Amerika
Latin, yang sebelumnya merupakan daerah jajahan negara-negara Eropa. Negaranegara baru ini secara serempak mencari model-model pembangunan yang hendak
digunakan sebagai contoh untuk membangun ekonominya dan dalam usaha untuk
mempercepat pencapaian kemerdekaan politiknya. Situasi dunia seperti ini wajar
jika elit politik Amerika Serikat memberikan dorongan dan fasilitas bagi ilmuwan
sosialnya untuk mempelajari permasalahan Dunia Ketiga.
Jika pada masa sebelum Perang Dunia II, persoalan pembangunan negara
Dunia Ketiga hanya sedikit sekali mendapat perhatian para ilmuwan Amerika
Serikat, namun keadaan yang sebaliknya terjadi setelah Perang Dunia II. Dengan
bantuan melimpah dari pemerintah Amerika Serikat dan organisasi swasta, satu
generasi baru ilmuwan politik, ekonomi, dan para ahli sosiologi, psikologi,
antropologi, serta kependudukan menghasilkan karya-karya disertasi dan
monograf tentang Dunia Ketiga.
Sejarah panjang tersebut tidak terlepas dari upaya pembangunan Indonesia
sejak kemerdekaannya 70 tahun silam. Tentunya Indonesia akan mencontoh
model pembangunan seperti apa untuk membangun dan mempercepat ekonomi

6
dan politik negara Indonesia. Hingga pada akhirnya saat ini Indonesia menganut
sistem demokratisasi dengan dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Di
sisi lain Indonesia juga memperkuat investasi dalam negeri berupa industrialisasi
dan pasar untuk mempercepat pertumbuhan ekonominya. Kondisi ini menurut
Boeke 5 sebenarnya terdapat perbedaan mendasar antara tujuan-tujuan kegiatan
ekonomi Barat dan Timur. Ada dorongan di satu pihak dan pengutamaan
keperluan sosial di pihak lain. Percuma berusaha memasukkan teknologi dan
kelembagaan modern dari Barat ke pedesaan Indonesia. Lebih tepat
mempertahankan pola lama perekonomian desa. Pemikiran ini disebut “dualism
statis” yaitu apa yang baik untuk sektor modern belum tentu baik pula untuk
sektor tradisional, maka waspadalah dalam membina hubungan antara keduanya.
Bentuk-bentuk modernisasi inilah yang biasa terjadi dalam masyarakat berupa
industrialiasasi, urbanisasi, kapitalisasi, pertumbuhan ekonomi. Unsur-unsur
kegiatan memodernkan suatu masyarakat mengadopsi apa yang dilakukan oleh
Barat kemudian diterapkan di Indonesia. Tetapi tidak semua industrialisasi adalah
bentuk dari modernisasi. Negara yang tidak menganut perspektif modernisasi di
sisi lain juga menerapkan industrialisasi negara.
Industrialisasi
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984, industri adalah
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, produk setengah
jadi, dan atau produk jadi menjadi produk dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Industrialisasi sebagai bentuk strategi modernisasi hadir dalam bentuk kegiatan
ekonomi Barat untuk mempengaruhi ekonomi Timur yang ada di pedesaan.
Melalui industrialisasi ini perubahan-perubahan yang luas dalam kehidupan
masyarakat diharapkan terjadi sesuai pernyataan Purwanto (2005) yang dikutip
oleh Vanadiani (2011).
Berkembangnya masyarakat dan maraknya program pembangunan
membawa konsekuesi semakin pesat dan perubahan pada masyarakat pedesaan.
Hal yang paling sering dijumpai dalam kehidupan pedesaan di Jawa adalah
adanya industrialisasi seiring dengan tujuan negara untuk memperkuat
pertumbuhan ekonomi. Industrialisasi pedesaan didasarkan pada model
transformasi teknologi dan pengetahuan dengan sebesar-besarnya memanfaatkan
sumberdaya lokal. Industri pedesaan adalah transisi dari industri yang bersifat
warisan dengan industri modern. Melalui industri ini dapat berfungsi sebagai alat
pertumbuhan ekonomi. Dengan industrialisasi, kualitas dan produktivitas terjaga
sehingga desa mampu bersaing di dalam sistem ekonomi yang modern.
Berkembangnya industri di pedesaan tidak terlepas dari alasan yang
menganggap industri lebih penting untuk dikembangkan, terutama dibandingkan
dengan bidang pertanian. Industrialisasi pedesaan juga berfungsi meningkatkan
kesejahteraan sosial ekonomi, dan hal ini dapat diukur antara lain dari segi
pendapatan dan lapangan kerja baru. Secara sempit industrialisasi pedesaan
bertujuan menganekaragamkan peningkatan pendapatan dan peningkatan
5

J. H. Boeke dalam Sajogyo.Lapisan Masyarakat yang Paling Lemah di Pedesaan Jawa. 1978.
Prisma. 7(3): 3-14.

7
produktivitas ekonomi masyarakat pedesaan 6. Pada perkembangannya keberadaan
industri di pedesaan seringkali untuk mendapatkan tenaga murah, menghindari
protes dan sekaligus karena diletakkan di pedesaan oleh peraturan pemerintah.
Selain itu juga diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 daerah diberi
kewenangan dan menjalankan kekuasanan ekonominya. Sehingga mendorong
upaya pemerintah daerah setempat untuk membangun industri-industri di
pedesaan dan kota-kota kecil.
Menurut Purwanto (2005) seperti yang dikutip oleh Vanadiani (2011)
bahwa industrialisasi menyebabkan penyempitan lahan pertanian, peningkatan
arus migrasi, terbukanya kegiatan ekonomi dan munculnya peluang kerja di
bidang non pertanian. Di kawasan industri lahan pertanian dialihfungsikan untuk
pembangunan industri. Selain itu, tenaga kerja merupakan input utama dalam
proses produksi industri yang dapat ditemukan di pedesaan. Dalam kaitannya
dengan input produksi lahan, pengembangan industri mengharuskan terjadinya
konversi atau alihfungsi lahan dari kegiatan pertanian ke non pertanian. Konversi
lahan menjadi aktivitas utama yang menandai berdirinya industri di kawasan
pedesaan. Akibat lebih lanjut adalah terkonsentrasinya penguasaan lahan di
tangan petani lapisan atas serta pemilik modal. Lahan tidak hanya diubah menjadi
kawasan industri, namun setelahnya diikuti pula oleh berubahnya lahan menjadi
unit usaha lain di pedesaan. Selain konversi lahan, timbul pula gejala
komersialisasi lahan yang meluas cepat di daerah pedesaan. Lahan yang semula
menjadi faktor penghasil komoditas pertanian berubah menjadi komoditas itu
sendiri. Semakin sempit lahan garapan untuk bertani dan semakin terpusatnya
penguasaan lahan di kalangan petani lapisan atas dan pemilik modal, dapat
mempengaruhi aktivitas pertanian di pedesaan. Lahan yang semula menjadi faktor
penghasil komoditas pertanian berubah menjadi komoditas itu sendiri. Menurut
Schneider (1993) yang dikutip oleh Hasan et al. (2014) salah satu akibat yang
terpenting dari timbulnya industrialisasi adalah terbentuknya komunitaskomunitas baru, atau perubahan serta pertumbuhan yang cepat dari komunitas
yang sudah ada. Masuknya para pekerja pendatang dalam jumlah yang banyak
dan menetap di desa, pada akhirnya menyebabkan peningkatan jumlah tenaga
kerja dan pertumbuhan komunitas di sekitar industri. Kehadiran para pendatang
ini kemudian akan mempengaruhi proses sosial, terutama pada relasi sosial yang
terjadi di kalangan masyarakat desa.
Konsep Hak Atas Tanah
Hukum tanah nasional Indonesia diatur di dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang dikenal
dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria atau UUPA. Dalam konteks
reforma agraria, tanah memiliki posisi penting. Artian tanah tidak semata-mata
tanah tetapi juga air, udara, dan ruang angkasa serta segala sesuatu yang
terkandung di dalamnya.
Tanah menempati kedudukan strategis dalam kehidupan petani, karena
tanah merupakan modal utama, di sanalah tempat atau pangkal dari budaya petani
itu sendiri. Ketika kemudian tanah dapat dimiliki dan diwariskan oleh para petani,
6

Konsep ini merupakan pemikiran yang dikemukakan oleh Profesor Sarbini Sumawinata, Guru
Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

8
tanah memiliki nilai yang begitu besar. Tanah adalah permukiman bumi demikian
dinyatakan dalam Pasal 4 UUPA.
Menurut Harsono (2007) hak atas tanah dengan demikian mengandung
kewenangan, sekaligus kewajiban bagi pemegang haknya untuk memakai dalam
arti menguasai, menggunakan dan mengambil manfaat dari satu bidang tanah
tertentu yang dihaki. Adapun pemakaiannya tidak mungkin terbatas pada
permukaan bumi tanahnya saja. Untuk keperluan apapun selalu diperlukan
penggunaan sebagian tubuh bumi di bawahnya dan atau sebagian ruang di
atasnya. Maka hak atas tanah bukan saja memberi wewenang untuk memakai
bidang tanah yang dihaki. Tetapi kewenangan pemakaian itu meliputi juga
sebagian tubuh bumi di bawahnya sebagian ruang yang ada di atasnya sekedar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan pemakaian
tanah yang dihaki. Sedalam dan setinggi dalam batas kewajaran, sesuai tujuan
penggunaan dan kemampuan fisik tanahnya serta ketentuan hukum yang berlaku,
biarpun bumi, air, dan ruang tersebut tidak termasuk obyek haknya. Tanah
mempunyai fungsi sosial yaitu mengandung unsur kebersamaan dan
keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Penerapannya
menghormati hak dan martabat pemegang hak yang bersangkutan. Jika tanah yang
dihaki karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya
sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup bidang tanah lain dari lalu
lintas umum atau jalur air. Pemegang hak atas tanah yang bersangkutan wajib
membrikan jalan keluar atau kemudahan lain dari bidang tanah yang terkurung.
Hak-hak atas tanah yang ketentuan hukumnya diatur dalam UUPA adalah
hak milik, hak guna, hak usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. Tetapi untuk
ukuran pada taraf individu hanya akan dibahas mengenai hak milik. Ketiga hak
lainnya memiliki kriteria peruntukkan untuk usaha dan kegiatan pemerintahan.
Hak milik bersifat khusus yang bukan sekedar berisikan kewenangan untuk
memakai suatu bidang tanah tertentu yang dihaki tetapi juga mengandung
hubungan psikologis-emosional antara pemehang hak. Dalam hukum tanah
nasional, hak milik diperuntukkan khusus bagi warga negara Indonesia saja yang
yang berkewarganegaraan tunggal, baik untuk keperluan membangun sesuatu di
atasnya, tidak terbatas jangka waktu berlakunya. Dapat beralih warisan atau
pindah tangan kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Dapat dijadikan jaminan
utang dengan dibebani hal tanggungan. Hanya tanah hak milik yang dapat
diwakafkan, setelah diwakafkan tanah yang bersangkutan tidak lahi berstatus hak
milik. Hak milik ini apabila dimiliki oleh individu akan mampu memberikan
akses bagi individu untuk memanfaatannya seperti yang telah diatur dalam
UUPA.
Konsep Gerakan Sosial
Gerakan sosial hampir selalu mendapat perhatian media massa terkait
dengan tujuan yang mereka hendaki seperti hak asasi manusia, kesetaraan gender,
kebebasan beragama, hingga kepemilikan tanah. Gerakan sosial (social
movement) merupakan peristiwa penting sebagai faktor utama penyebab
perubahan sosial. Seiring dengan pernyataan Sztompka (2005) bahwa asal
perubahan berasal dari bawah sebagai gerakan manifes dari bawah, gerakan sosial

9
ini dicirikan oleh bersatunya orang-orang untuk mengorganisir diri dalam
tujuannya membuat perubahan dalam masyarakat.
Menurut Sztompka terdapat empat komponen penting dari gerakan sosial
yaitu: 1) kolektivitas orang yang bertindak bersama; 2) tujuan bersama adalah
perubahan tertentu; 3) kolektivitas relatif tersebar namun lebih rendah derajatnya;
dan 4) tindakannya mempunyai derajat spontanitas yang tinggi tetapi tak
terlembaga. Pernyataan ini didukung juga oleh Mc Adam dan Snow seperti yang
dikutip Sztompka (2005) bahwa gerakan sosial adalah aksi kolektif,
kesinambungan (temporal), hilang-muncul lagi, dan berada di luar jalur
kelembagaan.
Dalam perubahan sosial, gerakan sosial bisa menjadi penyebab, efek
maupun mediator yang mempengaruhi jalannya perubahan sosial. Selama ini
penelitian banyak membahas mengenai gerakan sosial adalah menuntut suatu
perubahan, jarang sekali sebagai dampak dari perubahan sosial. Apabila dilihat
memang seperti siklikal tetapi tergantung melihatnya dari segi mana.
Sedangkan menurut Mc Adam et al. seperti yang dikutip Ariendi (2011)
gerakan sosial terjadi pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan,
transisional menuju perubahan sosial karena terbukanya kesempatan aktor untuk
merespon, memobilisasi struktur-struktur sosial dan budaya. Sehingga
memungkinkan dilakukannya komunikasi, koordinasi, dan komitmen di antara
para aktor sehingga menghasilkan kesamaan pengertian dan memunculkan
kesadaran bersama tentang apa yang sedang terjadi. Ada sebuah tesis yang dikutip
oleh Sztompka (2005) dari Nedihhart dan Rucht yang mengatakan semakin
modern suatu kehidupan semakin tinggi adanya gerakan sosial. Masyarakat yang
sangat modern cenderung menjadi masyarakat gerakan.
Keduanya memiliki hubungan karena modernitas adalah bagian dari
adanya perubahan sosial. Kembali kepada konsep industrialisasi pedesaan yang
berfungsi meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi, dan hal ini dapat diukur
antara lain dari segi pendapatan dan lapangan kerja baru. Secara sempit
industrialisasi pedesaan bertujuan menganekaragamkan peningkatan pendapatan
dan peningkatan produktivitas ekonomi masyarakat pedesaan. Sehingga muncul
berbagai pendapat munculnya gerakan sosial di zaman modern, yaitu:
a. Tema Emile Durkheim: kepadatan penduduk di Jawa;
b. tema Ferdinand Tonnies: masyarakat guyub (gemenshaft)  tidak guyub
(gessellschaft);
c. tema Marxian: adanya ketimpangan antara lapisan atas dan bawah;
d. tema Weberian: transformasi sistem politik menjadi lebih demokratis;
e. Auguste Comte dan Saint Simon: penaklukan, kontrol, dominasi;
f. peningkatan pendidikan dan kultur umum akan kesadaran;
g. kemunculan dan penyebaran media massa.
Salah satu nilai modernitas dalam bentuk industrialisasi yaitu contoh
penelitian Subarkah et al. (2014), di Kecamatan Sukolilo, rencananya akan di
bangun pabrik semen oleh PT Semen Gresik dengan luas lahan mencapai ± 2000
hektar (bahkan lebih luas). Bahan baku pabrik semen tersebut adalah batu
gamping/ batu kapur yang berasal dari kawasan perbukitan kars di Kecamatan
Sukolilo, Kabupaten Pati. Masyarakat yang menolak rencana penambangan
umumnya memiliki kekhawatiran akan keselamatan lingkungan mereka, terutama
pada lahan pertanian dan suplai air. Penolakan warga ini dilatarbelakangi oleh

10
sebuah pandangan hidup mengenai kearifan lokal, khususnya masyarakat Sedulur
Sikep. Hubungan keduanya memunculkan suatu gerakan sosial yaitu gerakan
Sedulur Sikep.
Faktor-Faktor Keterlibatan Gerakan Petani
Faktor Internal
Pembahasan sebelumnya menyatakan bagaimana keterlibatan masyarakat
khususnya para petani dalam suatu gerakan sosial. Dalam konteks penelitian ini
adalah gerakan petani. Terdapat berbagai alasan selain contoh yang diungkapkan
dalam kasus masyarakat Sedulur Sikep sesuai yang dikatakan Pangestu (1995)
yang dikutip oleh Febriana (1995) dari Keterlibatan seseorang dalam suatu
program atau kegiatan tergantung pada faktor-faktor internal. Hal-hal yang
mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut
untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu tersebut
mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah dan
pengalaman berkelompok, dan jumlah penyebaran media informasi.
Sesuai pernyataan Ajiswarman (1996) yang dikutip oleh Wicaksono
(2010) bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap
sesuatu hal yang baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin
mudah baginya untuk menerima hal-hal baru yang ada di sekitarnya.
Jumlah beban tanggungan juga dinyatakan sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi partisipasi. Seperti yang diungkapkan Ajiswarman (1996) dikutip
oleh Febriana (2008) bahwa semakin besar jumlah beban keluarga menyebabkan
waktu untuk berpatisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena sebagian besar
waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga.
Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal berdasarkan sejarah perlawanan petani di Indonesia
yang dapat mempengaruhi keterlibatan petani dalam gerakan adalah kesempatan
politik menjadi salah satu pokok terjadinya gerakan sosial dan terjadinya protes
berhubungan dengan lingkungan dari kesempatan politik yang ada disuatu kota.
Saat awal abad 19 mereka bergantung pada organisasi kepartaian seperti SI, IP,
dan ISDP. Sementara pada awal kemerdekaan bergantung pada partai politik, dan
masa orde baru bergantung kepada mahasiswa dan LSM atau organisasi
pendukung para petani. Seperti Petani Pasundan (SPP) memiliki keterkaitan
dengan gerakan mahasiswa di Kota Ciamis, gerakan petani Desa Keprasan
Kabupaten Blitar memiliki keterkaitan dengan LBH Surabaya.
Sikap dan strategi petani terlihat masih bergantung pada kelompok-kelompok
gerakan di perkotaan. Saat awal abad 19 mereka bergantung pada organisasi
kepartaian sepert SI, IP, dan ISDP. Sementara pada awal kemerdekaan bergantung
pada partai politik, dan masa orde baru bergantung kepada mahasiswa dan LSM.
Kemudian pasca jatuhnya pemerintahan Soeharto begitu banyak terjadi gerakan
petani di berbagai daerah. Tetapi terlihat kemampuan mengorganisir mereka
masih belum bisa dan memiliki keterkaitan dengan pihak-pihak lain, seperti
mahasiswa maupun LSM. Serikat Petani Pasundan (SPP) memiliki keterkaitan

11
dengan gerakan mahasiswa di Kota Ciamis, gerakan petani Desa Keprasan
Kabupaten Blitar memiliki keterkaitan dengan LBH Surabaya. Hal itulah yang
menjadi dasar bahwa strategi gerakan petani dalam melawan kekuasaan yang ada
berbeda-beda tergantung dari dukungan yang mereka dapatkan dalam melawan
arus ketidakadilan.
Gerakan Petani di Indonesia
Tanpa adanya pemberontakan petani, radikalisme di negara-negara agraris
dan semi agraris tak akan mampu menuntaskan sebuah transformasi sosial sesuai
pernyataan Bahri (1999) yang dikutip Fajrin (2011). Begitu juga aksi-aksi
pemberontakan petani banyak bermunculan juga di Indonesia. Seperti gerakan
Samin di Jawa Tengah (akhir abad 19), gerakan petani melawan tuan tanah di
Ciomas (1886), Kartosuro (1886), dan pemberontakan petani Banten (1888) .
Gerakan-gerakan petani ini merupakan salah satu bentuk dari gerakan sosial
(Handayani 2004). Gerakan tersebut bersifat sangat lokal, sporadis, dan tidak
memiliki hubungan antara gerakan yang satu dengan yang lain. Mereka memiliki
tujuan dalam satuan kelompok gerakan.
Pada tahun 1912 terjadi pengorganisasian petani secara masif di Sumatera,
Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera. Serikat Islam (SI) merupakan organisasi
yang sangat berpengaruh saat itu berhasil mempertemukan gerakan petani di
pedesaan dengan gagasan revolusioner kemerdekaan. Membentuk tatanan
masyarakat untuk terbebas dari kolonial. Organisasi ini berhasil memperkenalkan
aksi perlwanan yang berbeda, sepeti boikot dan pemogokan. Aksi perlawanan ini
diadopsi untuk menentang pemilik modal dan pemerintah yang saat itu marak
terjadi di Eropa. Tak heran organisasi SI, Indische Partij (IP), dan Indische SocialDemocratische Partij (ISDP) melakukan hal itu bersama para petani karena
banyak di antara mereka bersekolah di Eropa.
Pasca kemerdekaan, khususnya pada periode waktu 1950–1965, hampir
seluruh organisasi petani yang ada merupakan perpanjangan tangan dari berbagai
partai politik di tingkat nasional. Kehadiran organisasi tani seperti Serikat Tani
Islam Indonesia (STII) yang bernaung di bawah Masyumi, Persatuan Tani
Nahdatul Ulama (PETANU) yang bernaung di bawah NU, Persatuan Tani
Indonesia (PETANI) yang bernaung di bawah PNI, serta Barisan Tani Indonesia
(BTI) yang memiliki hubungan yang erat dengan PKI, menjadi peta gerakan
petani pasca kemerdekaan hingga tahun 1965. PKI mengklaim dirinya sebagai
perwakilan dari para petani tak bertanah. Tetapi justru mentah dengan sendirinya.
BTI malah melindungi tuan tanah yang menjadi simpatisan dari PKI.
Pemerintahan Presiden Soeharto melarang seluruh kegiatan organisasi
petani yang ada di masa pemerintahan Presiden Soekarno. Para petani mulai
kehilangan kekuatan politik karena banyak para pemimpin gerakan yang dibunuh
dan mendapatkan tekanan hidup dari rezim orde baru. Kembali pada kehidupan
semula petani adalah jalan keluar saat itu, mereka berusaha memperthankan hidup
dengan berbagai intervensi Rezim Orde Baru.
Pada pertengahan tahun 1980-an, gerakan petani mulai aktif semenjak
intervensi modal yang intensif dilakukan di wilayah pedesaan. Sedangkan saat itu
di perkotaan sedang aktif tumbuhnya gerakan mahasiswa dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang masuk ke pedesaan dengan berbagai kegiatan, yaitu

12
sosial politik, pendidikan, kesehatan, dan advokasi. Mahasiswa yang dibungkam
saat Pemerintahan Soeharto mulai turun ke jalan, begitu juga LSM yang sudah
berpengalaman dalam menangani permasalahan lebih petani lebih banyak
mengambil jalan pembelaan di peradilan atau mengirim surat protes ke
pemerintah. Para petani mulai mengenal aksi massa dan demonstrasi setelah
menjalin hubungan dengan mahasiswa, kelompok gerakan perkotaan. Pada awal
1990-an terjadi aliansi gerakan petani dengan mahasiswa dalam bentuk
demonstrasi ke DPRD dan kantor-kantor gubernur.
Strategi Gerakan Petani
Scott (1993) menjelaskan perbedaan antara perlawanan “sungguhsungguh” dengan perlawanan yang bersifat “insidental”. Perlawanan “insidental”
ditandai oleh: (a) tidak terorganisasi, tidak sistematis, dan individual, (b) bersifat
untung-untungan dan pamrih, (c) tidak mempunyai akibat-akibat revolusioner,
dan (d) dalam maksud dan logika mengandung arti penyesuaian dengan sistem
dominan yang ada. Sebaliknya perlawanan “sungguh-sunguh” ditandai dengan:
(a) lebih teroganisasi, sistematis, dan kooperatif, (b) berprinsip atau tanpa pamrih,
(c) mempunyai akibat-akibat revolusioner, dan (d) mengandung gagasan atau
tujuan yang meniadakan dasar dari dominasi. Scott juga mengatakan bahwa
apapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh petani dapat dilihat sebagai
perlawanan seperti aksi mencuri hasil panen jika hal tersebut sesuai dengan tujuan
definisi perlawanan. Perlawanan petani juga tidak harus dalam bentuk aksi
bersama.
Untuk mencapai tujuan, petani perlu menyusun strategi gerakan yang
tepat. Terdapat dua bentuk strategi umum yang dapat dilakukan oleh petani, yaitu:
(1) melalui jalur hukum dan (2) aksi massa secara langsung oleh petani. Aksi
massa menurut Aji (2005), dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: (1) reklaiming;
(2) ekspansi anggota baru; (3) dukungan terhadap organisasi tani lokal; dan (4)
aksi demonstrasi.
Menurut Sitorus (2006), berdasarkan moda gerakan reklaim tanah, tipologi
reforma agraria dibagi menjadi tiga yaitu: (1) aneksasi, (2) integrasi, dan (3)
kultivasi. Pembagian tipologi reforma agraria dari bawah ini merujuk pada cara
mendapatkan akses terhadap tanah. Tipe aneksasi dimana masyarakat secara
langsung menempati kawasan hutan negara secara paksa dan illegal untuk
kegiatan pertanian. Tipe kedua ialah tipe integrasi di mana gerakan yang
dilakukan masyarakat mengkolaborasikan negara dan komunitas lokal dalam
manajemen sumberdaya hutan. Tipe yang ketiga ialah tipe kultivasi,
menggabungkan kedua tipe aneksasi dan integrasi. Pada satu sisi, tanah direklaim
dan secara faktual ditanami atau diusahakan oleh penduduk tapi di sisi lain tanah
juga masih diklaim dan juga secara faktual dikelola sebagai bagian dari taman
nasional seperti di Sintuwu di mana penduduk merambah kawasan hutan negara
dan melakukan aksi unjuk rasa untuk memperjuangkan hak mereka.
Konsep Petani
Kajian tentang petani mensyaratkan dilakukannya penelusuran terhadap
kebijakan pemerintah Indonesia. Pada umumnya, orang yang berusaha dalam

13
bidang pertanian disebut dengan petani. Tetapi terdapat perbedaan dalam definisi
petani itu sendiri dari berbagai sudut pandang. Sjaf (2010) menyatakan bahwa
petani tergolong menjadi dua yaitu peasant dan farmer. Sifat usaha pertanian
peasant berupa pengolahan lahan dengan bantuan keluarga sendiri untuk
menghasilkan bahan makanan bagi keperluan hidup sehari-hari keluarga petani
tersebut atau disebut cara hidup subsisten. Sedangkan, farmer melakukan
pengolahan lahan pertanian dengan bantuan tenaga buruh tani, dan menjalankan
produksi dalam rangka untuk mencari keuntungan dengan cara hasil produksi
pertanian mereka dijual ke pasar.
Scott menyatakan tentang relasi sosial yang dibangun petani dengan aktor
lain melahirkan prinsip “savety first” untuk menyelamatkan diri dari kekuatan
lain. Kritik Popkin terhadap Scott yang dikutip Purwandari et al. (2012)
menyatakan bahwa petani memiliki aspek-aspek rasionalitas untuk menunjang
kelangsungan kehidupan mereka. Selama masih ada tingkat-tingkat ekonomi
ganda, keinginan untuk maju dari satu tingkat ke tingkat selanjutnya, dan
keinginan untuk menghindari kejatuhan, para petani akan selalu terlibat baik
dalam asuransi maupun dalam perjudian yakni investasi yang aman atau penuh
resiko. Meskipun secara teoritis paparan Popkin merupakan kritik atas tesis Scott,
namun prakteknya, masih terdapat prinsip “mencari aman” yang muncul dalam
investasi yang dijalankan di mana petani cenderung akan memilih investasi
pribadi untuk kesejahteraan masa depan melalui anak dan tabungan daripada
berinvestasi, dan mengandalkan resiprositas dan asuransi masa depan yang berasal
dari desa.

Kerangka Pemikiran
Masuknya bentuk modernisasi berupa industrialisasi di pedesaan dengan
dominasi kehidupan para petani akan memberikan perubahan kepada kehidupan
sosial, budaya, dan ekonomi bagi para petani di desa. Biasanya upaya modern
yang ditanam di daerah pedesaan dalah sebuah industri ataupun perluasan areal
perkebunan baik dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Pada penelitian ini
akan dibahas suatu pengembangan industri yang masuk ke wilayah Telukjambe
Barat ditandai dengan adanya konversi dan komersialisasi lahan, serta
ketenagakerjaan. Industrialisasi tersebut memiliki hubungan dengan proses
pengalihan kepemilikan lahan. Lahan pertanian yang dimiliki para petani berubah
secara hak dan penguasaanya. Kemudian munculah reaksi yang berhubungan
dengan berdirinya industri di pedesaan. Para petani melawan dan
mempertahankan kehidupan lama mereka. Dalam penelitian yang akan diungkap
adalah strategi petani ketika melawan arus modernisasi yang masuk ke desa
mereka. Upaya yang mereka lakukan adalah aksi kolektif dari bawah yang tidak
terlembaga dan bersifat spontanitas untuk mencapai tujuan perubahan sosial yang
dikehendaki. Sehingga nilai-nilai tradisi mereka tetap bertahan atau kehidupan
sejahtera mereka tidak terganggu.
Secara ringkas, alur kerangka pemikiran dalam pen

Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Pendapatan Petani Kubis Di Kecamatan Simpang Empat(Studi Kasus: Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

15 160 96

Sikap Petani Terhadap Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)” (Studi Kasus: Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara).

8 93 81

Persepsi Petani Hortikultura Terhadap Kemitraan Agribisnis Dengan PT. Alamanda Sejati Utama (Kasus: Gapoktan Maju Bersama Desa Tiga Panah Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo)

7 56 68

Pengaruh Karakteristik Petani dan Pendidikan Anggota Koperasi Terhadap Pendapatan Petani Kakao ( Studi Kasus: Petani Anggota Koperasi Unit Desa Rejeki di Desa Lubuk Palas Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan)

1 27 92

Analisis Usahatani Jeruk Manis (Citrus)(Studi Kasus: Desa Suka, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo)

59 303 67

Analisis Faktor Penyebab Penurunan Intensitas Pengelolaan Hutan Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Kemenyan Di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa)

2 54 74

Dampak Industrialisasi Pedesaan Terhadap Pengembangan Wilayah Di Kecamatan Tanjung Morawa...

0 32 3

Analisis Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Pendapatan Petani Kubis Di Kecamatan Simpang Empat(Studi Kasus: Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 1 35

Analisis Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Pendapatan Petani Kubis Di Kecamatan Simpang Empat(Studi Kasus: Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 1 13

Sikap Petani Terhadap Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)” (Studi Kasus: Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara).

0 0 11