Produksi Biohidrogel Berbasis Carboxymethyl Starch - Kitosan.

PRODUKSI BIOHIDROGEL BERBASIS
CARBOXYMETHYL STARCH - KITOSAN

MOHAMAD IRSAN FEBRIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Biohidrogel
Berbasis Carboxymethyl Starch - Kitosan adalah benar karya saya dengan arahan
dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Mohamad Irsan Febrian
NIM F34110097

ABSTRAK
MOHAMAD IRSAN FEBRIAN. Produksi Biohidrogel Berbasis Carboxymethyl
Starch - Kitosan. Dibimbing oleh TITI CANDRA SUNARTI.
Hidrogel merupakan struktur tiga dimensi dari polimer yang mampu menyerap
dan menahan air di dalam matriksnya. Hidrogel dapat berasal dari polimer-polimer
alami ataupun sintetik. Polimer alami bersifat biokompatibel dan biodegradable
sehingga tidak menghasilkan efek samping. Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis pengaruh konsentrasi asam metakrilat terhadap parameter grafting serta
karakteristik biohidrogel yang dihasilkan dari masing-masing jenis carboxymethyl
starch. Carboxymethyl starch yang digunakan berasal dari sagu dan tapioka. Proses
grafting asam metakrilat pada polimer backbone terjadi akibat adanya pembentukan
gugus fungsional radikal, baik pada polimer backbone maupun pada asam metakrilat
itu sendiri. Kesuksesan proses grafting telah terbukti terjadi berdasarkan analisis
spektrum Fourier Transform Inframerah. Rendemen dan efisiensi grafting serta
konversi monomer terbaik dicapai dengan penggunaan konsentrasi asam metakrilat
sebesar 0,550 g/g. Karakteristik swelling, kelarutan, dan daya serap air biohidrogel

dipengaruhi oleh konsentrasi asam metakrilat. Namun, karakteristik daya serap
minyak tidak terpengaruh oleh konsentrasi asam metakrilat.

Kata kunci: biohidrogel, carboxymethyl starch, grafting, kitosan

ABSTRACT
MOHAMAD IRSAN FEBRIAN. Production of Carboxymethyl Starch – Chitosan
Based Biohydrogel. Supervised by TITI CANDRA SUNARTI
Hydrogel is a three dimensional polymeric structure which has an ability to
absorb and retain water within its structure. Hydrogel can be derived from natural
and synthetic polymers. The natural polymers are usually biocampatible and
biodegradable thus they do not produce adverse effects. The objective of this
research is to analyze the effect of methacrylic acid concentration towards grafting
parameter and biohydrogel properties which derived from carboxymethyl starch.
Sago and tapioca were used as the raw material of carboxymethyl starch. The
grafting process of methacrylic acid onto backbone polymer occured as a
consequence of generating radical functional gruops, either in backbone polymer
or in methacrylic acid itself. The grafting process had successfully occured based
on Fourier Transform Infrared spectra analysis. The best grafting yield, grafting
efficiency, and monomer conversion achieved with using 0,550 g/g methacrylic

acid. Swelling, solubility, and water absorbtion property of biohydrogel are
affected by methacrylic acid concentration. Meanwhile, oil absorbtion property is
not affected by methacrylic acid concentration.
Keywords: biohydrogel, carboxymethyl starch, chitosan, grafting

PRODUKSI BIOHIDROGEL BERBASIS
CARBOXYMETHYL STARCH - KITOSAN

MOHAMAD IRSAN FEBRIAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian dan penyusunan karya ilmiah yang
berjudul “Produksi Biohidrogel Berbasis Carboxymethyl Starch-Kitosan” ini
berhasil diselesaikan tanpa menemui kendala yang berarti. Melalui kesempatan ini
pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi selaku dosen pembimbing yang sangat
sabar dan perhatian memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis
selama masa penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
2. Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti dan Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA selaku
dosen penguji yang memberikan masukan bermanfaat dalam karya
ilmiah ini.
3. Orang tua dan adik-adik yang selalu memberikan doa-doa terbaik dan
dukungannya.
4. Para laboran yang selalu membantu dalam teknis pelaksanaan penelitian.
5. Teman-teman TINformers yang selalu saling menguatkan dan
memberikan dukungan satu sama lain layaknya sebuah keluarga.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini merupakan sumbangan ilmu

pengetahuan yang harus selalu dikembangkan dan disempurnakan. Oleh karena
itu, penulis menyambut baik segala bentuk kritik dan masukan yang membangun
demi kesempurnaan pengetahuan ini di masa yang akan datang.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Mohamad Irsan Febrian

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Bahan

Alat
Prosedur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Pati Sagu dan Tapioka
Karakteristik Carboxymethyl Starch
Produksi Biohidrogel
Karakteristik Produk Biohidrogel
Aplikasi Produk Biohidrogel
PENUTUP
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

x
x
x
1
1

2
2
2
2
3
3
3
3
5
5
7
8
12
14
15
15
15
16
19
30


DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Kandungan pati sagu dan tapioka
Karakteristik pati alami dan pati termodifikasi CMS sagu dan tapioka
Parameter grafting asam metakrilat pada backbone CMS-kitosan
Karakteristik produk biohidrogel berbasis CMS-kitosan

6
7
11
12

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4

Diagram alir proses produksi biohidrogel
Struktur polimer carboxymethyl starch dan kitosan
Spektrum inframerah CMS sagu
Spektrum inframerah biohidrogel CMS sagu-kitosan dan biohidrogel
CMS tapioka-kitosan

4
8
10
10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur karakterisasi pati sagu dan tapioka serta pati termodifikasi
2 Prosedur karakterisasi parameter grafting dan biohidrogel
3 Hasil analisis data menggunakan perangkat lunak SPSS versi 19.0

18

23
24

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hidrogel merupakan polimer yang memiliki struktur tiga dimensi sehingga
memiliki kemampuan untuk menyerap dan menahan air di dalam matriksnya.
Selain itu, hidrogel juga memiliki tekstur lunak dan lembut. Terkait
kemampuannya, hidrogel memiliki aplikasi yang menjanjikan di berbagai bidang,
seperti matriks media nutrisi dalam pertanian (Ibrahim et al. 2007), aplikasi
antibakteri dalam biomedis (Murthy et al. 2008), teknik jaringan (Kim et al. 2008),
biosensor (Adhikari & Majumdar 2004), dan penghantaran obat (Saboktakin et al.
2010). Telah banyak penelitian mengenai hidrogel yang dihasilkan dari berbagai
polimer alami maupun sintetik (Hoare & Kohane 2008). Akan tetapi, selama dua
dekade terakhir, hidrogel alami secara bertahap digantikan oleh hidrogel sintetik
yang memiliki daya pakai lebih lama serta berkapasitas serap air yang lebih tinggi
(Ahmed et al. 2013). Meskipun demikian, penting untuk dipertimbangkan bahwa

polimer alami memiliki keunggulan terkait biokompatibilitas dan tidak memiliki
efek racun dibandingkan dengan polimer hidrogel sintetik (Wu et al. 2008)
sehingga hidrogel alami lebih cocok sebagai biomaterial. Produksi ataupun
sintesis hidrogel dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik melalui ikat silang
kimia (Denizli et al. 2004; Kiritoshi & Ishihara 2004), ikatan ionik (Kang et al.
2007), maupun grafting (Said et al. 2004) pada struktur polimer.
Pati merupakan salah satu polimer alami yang sering dipilih sebagai basis
polimer hidrogel terkait sifatnya yang tidak beracun, murah, dan ketersediannya
berlimpah di alam. Produksi global pati pada tahun 2015 diperkirakan mencapai
85 juta ton dengan pertumbuhan sebesar 4% tiap tahunnya (ISI 2015). Pati
merupakan polisakarida yang terdapat dalam tanaman sebagai hasil dari proses
fotosintesis. Meskipun memiliki keunikan tersendiri untuk setiap jenisnya, pati
sebagai polimer alami masih memiliki kekurangan, namun hal ini dapat diatasi
dengan upaya modifikasi terhadapnya. Dengan demikian, pati diharapkan dapat
memenuhi sifat-sifat produk yang diinginkan dalam sejumlah area penggunaannya.
Salah satu pati hasil modifikasi yang secara luas digunakan adalah carboxymethyl
starch (CMS). Selain pati, kitosan juga telah banyak diteliti sebagai basis polimer
hidrogel terkait sifatnya yang mampu meningkatkan kualitas polimer alami
lainnya (Park et al. 2006; Yun et al. 2005; Zhou et al. 2008; Kumar et al. 2008).
Pencampuran CMS dengan kitosan merupakan suatu langkah yang dapat
ditempuh untuk meningkatkan kualitas polimer alami sebagai basis biohidrogel.
Pengembangan kualitas biohidrogel gencar dilakukan demi menghasilkan
biohidrogel yang responsif terhadap lingkungan sekitarnya, seperti pH, suhu,
bahkan keberadaan elektrolit. Asam metakrilat merupakan monomer fungsional
yang dapat membuat biohidrogel responsif terhadap perubahan pH (Nho et al.
2005). Kandungan asam metakrilat di dalam matriks hidrogel menyediakan lebih
banyak ikatan hidrogen pada pH rendah dan lebih banyak penolakan elektrostatik
pada pH tinggi (Ratner 1989). Meng-grafting asam metakrilat pada backbone
CMS-kitosan dapat dilakukan melalui teknik kopolimerisasi graft metode radikal
bebas, seperti yang telah dilakukan oleh Saboktakin et al. (2010). Grafting dengan
metode radikal bebas membutuhkan inisiator yang mampu menciptakan gugus

2
fungsional radikal sehingga monomer asam metakrilat dapat ter-grafting pada
polimer backbone. Pemilihan asam metakrilat sebagai monomer fungsional yang
akan di-grafting dan banyaknya asam metakrilat yang ter-grafting diduga akan
mempengaruhi karakteristik produk biohidrogel yang dihasilkan. Oleh karena itu,
karakteristik biohidrogel berbasis CMS-kitosan yang dikopolimerisasi oleh asam
metakrilat perlu disesuaikan melalui rancangan yang tepat untuk mencapai
karakter yang diinginkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Perumusan Masalah
Biohidrogel dapat diproduksi dengan teknik grafting. Produksi biohidrogel
dengan teknik grafting dipengaruhi oleh jenis polimer ataupun monomer yang
terlibat. Monomer asam metakrilat yang ter-grafting pada backbone polimer
CMS-kitosan mempengaruhi terbentuknya struktur biohidrogel sehingga
berkorelasi dengan parameter grafting biohidrogel yang dihasilkan dari proses
tersebut. Semakin banyak monomer asam metakrilat yang ditambahkan,
diharapkan dapat meningkatkan rendemen grafting biohidrogel. Namun, kondisi
asam yang terjadi akibat peningkatan konsentrasi asam metakrilat dapat
mempercepat degradasi inisiator yang menginisiasi grafting asam metakrilat pada
backbone polimer CMS-kitosan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah menganalisis pengaruh konsentrasi asam
metakrilat terhadap parameter grafting dan karakteristik biohidrogel yang
dihasilkan dari masing-masing jenis carboxymethyl starch.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian bermanfaat untuk mengetahui rendemen dan efisiensi
grafting biohidrogel serta monomer yang terkonversi selama proses grafting
berlangsung. Rendemen grafting dan konversi monomer dapat digunakan sebagai
acuan untuk memproduksi biohidrogel dalam skala yang lebih besar dengan lebih
efektif dan efisien. Selain itu, analisis terkait karakteristik biohidrogel dapat
dijadikan pertimbangan penggunaan biohidrogel yang tepat pada bidang tertentu.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian mencakup: 1) Bahan baku carboxymethyl starch
yang digunakan berasal dari pati sagu dan tapioka dan 2) Produksi biohidrogel
dipadukan dengan kitosan dan dikopolimerisasi oleh asam metakrilat.

3

METODE

Bahan
Bahan baku yang digunakan adalah pati sagu dan tapioka yang diperoleh
dari industri kecil di sekitar Bogor. Kitosan yang digunakan diperoleh dari
Departemen Teknologi Hasil Perairan IPB. Bahan kimia yang digunakan adalah
sodium monokloroasetat, asam metakrilat, dan cerric ammonium nitrate (CAN)
dengan grade pro analysis (p.a.) yang dibeli dari Sigma-Aldrich. Isopropanol (p.a.,
Merck) digunakan sebagai medium dalam proses pembuatan carboxymethyl
starch. Gas nitrogen digunakan untuk menghilangkan oksigen terlarut dalam
medium saat proses grafting. Bahan kimia lainnya yang tidak disebutkan namun
digunakan saat penelitian, semuanya juga merupakan bahan kimia dengan grade
p.a.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah labu leher tiga, erlenmeyer, hotplate
stirrer, batang magnet pengaduk, oven, neraca analitik, dan spektrofotometer
(HACH 2500). Fourier Transform Infra Red (ABB FTIR MB3000) digunakan
untuk menganalisis gugus fungsional biohidrogel hasil grafting.
Prosedur Penelitian
Penelitian yang dilakukan terdiri dari empat tahap, yaitu tahap karakterisasi
bahan baku, tahap modifikasi pati menjadi CMS, tahap produksi biohidrogel, serta
tahap karakterisasi parameter grafting dan produk biohidrogel.
Karakterisasi Bahan Baku
Karakterisasi bahan baku meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar abu,
kadar lemak, kadar serat kasar, kadar protein, serta karbohidrat total), kadar
amilosa, dan kadar pati. Prosedur analisis karakterisasi bahan baku dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Penyiapan Pati Termodifikasi Carboxymethyl Starch
Modifikasi pati sagu dan tapioka menjadi CMS dilakukan dengan mengikuti
metode Sangseethong et al. (2005). Pati disuspensikan dalam isopropanol dengan
perbandingan pati:isopropanol sebesar 1:10 (b:v) dan ditambahkan dengan NaOH
dengan rasio molar terhadap unit glukosa anhidrat (AGU) sebesar 1,8 yang
selanjutnya diaduk di atas hotplate stirrer dengan kecepatan 250 rpm selama 15
menit pada suhu 40oC. Setelah itu, ditambahkan sodium monokloroasetat dengan
rasio molar terhadap AGU sebesar 1,3. Pengadukan tetap dilanjutkan selama 3
jam setelah penambahan sodium monokloroasetat. Nilai pH medium diatur sekitar
5,5-6,5 dengan penambahan HCl 50%. Produk CMS yang terbentuk kemudian
dicuci dengan etanol 85% dan disaring hingga filtrat memberikan respon negatif
terhadap larutan perak nitrat. Setelah itu, produk CMS dikeringkan pada suhu
50oC.

4
Produksi biohidrogel
Produksi biohidrogel mengacu pada metode yang dilakukan oleh
Saboktakin et al. (2010). CMS dan kitosan dengan perbandingan 12:1 (b:b)
dilarutkan dalam asam format 1% dengan perbandingan 1:20 (b:v) pada suhu
40oC dan diaduk konstan 250 rpm menggunakan hotplate stirrer dalam kondisi
atmosfer nitrogen. Setelah CMS dan kitosan larut dan homogen, dilakukan
penambahan dengan inisiator cerric ammonium nitrate 0,005M (dalam asam nitrat
1M) sebanyak 25 mL kemudian diikuti dengan penambahan sejumlah asam
metakrilat. Reaksi dilanjutkan selama 1 jam. Produk akhir dinetralkan dengan
larutan NaOH 1,25 N kemudian dipresipitasi oleh metanol, disaring, lalu
dikeringkan pada oven bersuhu 70oC hingga terbentuk crude product. Setelah itu,
produk dicuci dengan etanol untuk menghilangkan kelebihan asam metakrilat
kemudian disaring dan kembali dikeringkan pada suhu 70oC hingga didapatkan
pure product.
A

A
Gambar 1. Diagram alir proses produksi biohidrogel
Karakterisasi Parameter Grafting dan Biohidrogel
Karakterisasi parameter grafting meliputi persentase rendemen (%GY),
persentase efisiensi (%GE), dan persentase konversi monomer (%MC). Selain itu,
juga dilakukan analisis FTIR untuk melihat keberhasilan proses grafting.
Karakterisasi biohidrogel meliputi sifat-sifat penting polimer hidrogel seperti
kelarutan, swelling, daya absorbsi air, dan daya absorbsi minyak. Prosedur
karakterisasi parameter grafting dan biohidrogel dapat dilihat pada Lampiran 2.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah rancangan
acak lengkap untuk masing-masing jenis CMS (CMS sagu dan CMS tapioka)
dengan faktor konsentrasi asam metakrilat. Faktor perlakuan terdiri dari 3 taraf,

5
yaitu 0,275 g/g, 0,550 g/g, dan 0,825 g/g CMS-kitosan yang digunakan. Setiap
unit percobaan diulangi sebanyak 3 kali. Pada rancangan percobaan ini akan
dilihat pengaruh faktor tersebut terhadap parameter grafting serta karakter
biohidrogel yang dihasilkan. Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : Konsentrasi asam metakrilat tidak berpengaruh nyata
H1 : Konsentrasi asam metakrilat berpengaruh nyata
Model matematika untuk rancangan percobaan ini adalah:
� =�+� +�
Keterangan:
Yij = variabel yang akan dianalisis
µ = nilai rata-rata umum
Pi = perlakuan terhadap satuan percobaan ke-i
� = galat
i = taraf perlakuan, i = 1,2,3
j = ulangan, j = 1,2,3
Prosedur Analisis Data
`Analisis ragam (ANOVA) terhadap data yang diperoleh dari hasil
penelitian, dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS versi 19.0 untuk
mengetahui pengaruh faktor konsentrasi asam metakrilat terhadap parameter
grafting dan karakteristik biohidrogel yang dihasilkan dari masing-masing jenis
CMS. Uji lanjut Duncan dilakukan jika hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil analisis data dapat dilihat pada
Lampiran 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Pati Sagu dan Tapioka
Pati adalah polimer yang tersusun atas unit-unit glukosa yang terhubung
melalui ikatan α-glikosidik menjadi amilosa dan amilopektin. Pati juga memiliki
sedikit kandungan lainnya, seperti lemak, serat, dan protein. Amilosa dan
amilopektin yang terdapat di dalam struktur granula pati memiliki rasio yang
berbeda. Amilosa memiliki rasio yang lebih rendah dibandingkan dengan
amilopektin. Rasio amilosa dan amilopektin pada pati sangat penting karena dapat
mempengaruhi karakteristik kimia dan fungsional pada pati. Bahan baku sagu dan
tapioka yang digunakan sebagai bahan baku penelitian ini memiliki kadar amilosa
berturut-turut sebesar 23,05% dan 22,28%. Oleh karena itu, dapat diketahui pula
bahwa kandungan amilopektin dari pati sagu dan tapioka berturut-turut adalah
76,95% dan 77,72%. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Pomeranz (1991) yang menyatakan bahwa perbandingan amilosa dan amilopektin
adalah sekitar 1:3. Sebelum dilakukan proses karakterisasi, pati sagu dan tapioka
yang digunakan terlebih dahulu diayak menggunakan ayakan 80 mesh untuk
mendapatkan keseragaman ukuran. Hasil dari karakterisasi, pati sagu dan tapioka

6
sebagai bahan baku penelitian memiliki kandungan seperti yang dapat dilihat pada
Tabel 1.
Kadar air merupakan kandungan air di dalam pati. Berdasarkan hasil
karakterisasi, kadar air pada sagu lebih tinggi daripada tapioka. Hal ini
menyebabkan sagu diduga memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap
pertumbuhan mikroba dibandingkan dengan tapioka ketika dalam masa
penyimpanan. Kadar air yang dimiliki oleh pati sagu masih di bawah standar SNI
3729:2008 tentang karakterisasi sagu, yang memiliki nilai kadar air maksimum
sebesar 13%. Nilai kadar air tapioka sudah memenuhi standar SNI 3451:2011
tentang karakterisasi tapioka, yang juga memiliki nilai maksimum sebesar 13%.
Meskipun demikian, dilakukan penurunan kadar air pada sagu dan tapioka hingga
pada kisaran 10% melalui pengeringan lanjutan sebelum keduanya siap digunakan
sebagai bahan baku penelitian. Kadar air juga berkaitan dengan sifat hidrofilik
pati akibat adanya tiga gugus hidroksil pada tiap unit glukosa anhidrat
penyusunnya. Karena sifat hidrofilik inilah pati memiliki kecenderungan
menyerap air, meskipun dari udara.
Tabel 1. Kandungan pati sagu dan tapioka
Bahan Baku
Komposisi (%bb)
Sagu
Tapioka
Kadar Air

16,42%

11,43%

Kadar Abu

0,11%

0,08%

Kadar Lemak

1,56%

1,83%

Kadar Serat Kasar

0,72%

0,45%

Kadar Protein

1,13%

0,53%

Karbohidrat Total

80,05%

85,69%

Kadar Pati

97,81%

96,76%

Kadar abu merupakan penghitungan terhadap bahan-bahan anorganik yang
tersisa dari proses pengabuan. Kadar abu dapat dijadikan sebagai indikasi
perlakuan baik atau tidaknya terhadap bahan selama proses pengolahan atau
adanya pengotor dalam bahan. Kadar abu juga dapat berpengaruh terhadap warna
dan tekstur bahan. Berdasarkan hasil karakterisasi, kadar abu pati sagu lebih
tinggi daripada kadar abu tapioka. Hal ini diduga dapat terjadi karena pati sagu
yang digunakan belum melalui proses pemutihan sehingga dari segi warna, pati
sagu memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan tapioka. Kadar serat kasar,
kadar lemak, dan kadar protein merupakan kandungan minor lainnya yang
terdapat pada pati. Berdasarkan hasil karakterisasi, kandungan-kandungan ini
sangat kecil jumlahnya jika dibandingkan dengan kadar karbohidrat, baik pada
pati sagu maupun tapioka. Kadar pati merupakan kandungan amilosa dan
amilopektin yang terdapat dalam suatu bahan. Kadar pati dalam bahan penelitian
ini sangat penting karena kadar pati menunjukkan banyaknya polimer pati sebagai
polimer backbone biohidrogel. Baik pati sagu maupun tapioka memiliki kadar pati

7
yang tinggi. Kadar pati sagu dan tapioka berturut-turut adalah 97,81% dan 96,76%,
yang nilainya juga telah sesuai dengan SNI.
Karakteristik Carboxymethyl Starch
Carboxymethyl starch (CMS) merupakan pati termodifikasi yang telah
diproduksi dalam skala industri. CMS adalah pati modifikasi eter kelompok
anionik yang dapat dipertimbangkan sebagai biopolimer yang sangat penting
digunakan dalam bidang farmasi, obat-obatan, dan industri pangan. Pembentukan
CMS dihasilkan melalui proses karboksimetilasi terhadap pati, yaitu dengan
menyubstitusi gugus hidroksil (-OH) dalam molekul pati dengan gugus
karboksimetil (CH2COOH). Secara umum, CMS akan menurunkan suhu
pengentalan suatu larutan, meningkatkan kelarutan, dan meningkatkan ketahanan
produk untuk waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pati alaminya (Spychaj
et al. 2013).
Berdasarkan hasil karakterisasi terhadap CMS (Tabel 2), terlihat bahwa
terjadi peningkatan kelarutan pada CMS, baik CMS sagu maupun CMS tapioka,
jika dibandingkan terhadap pati alaminya. Peningkatan nilai kelarutan ini diduga
akibat adanya peningkatan sifat hidrofilik gugus hidroksil sehingga mampu
menyerap air lebih banyak. Menurut Wurzburg (1986), sifat hidrofilik gugus
hidroksil pada molekul pati yang lebih tinggi akan menghasilkan kelarutan
maksimum dalam air. Peningkatan sifat hidrofilik gugus hidroksil ini diakibatkan
oleh adanya proses alkalinisasi yang mengubah bentuk granula pati dan
mengurangi kristalinitasnya (Cardoso et al. 2007). Akibatnya, granula pati yang
termodifikasi menjadi lebih lemah dan lebih larut dalam air dingin (Chen & Jane
1994). Berubahnya bentuk granula dan berkurangnya kristalinitas pati akibat
proses alkalinisasi menyediakan akses yang lebih tinggi bagi agen eterifikasi
untuk menyubstitusi gugus hidroksil pada molekul pati selama proses
karboksimetilasi (Lawal et al. 2008).
Peningkatan swelling power juga terjadi pada CMS sagu dan CMS tapioka
jika dibandingkan dengan pati alaminya, seperti yang dapat dilihat pada hasil
karakterisasi CMS di Tabel 2. Hal ini juga diduga diakibatkan oleh adanya proses
alkalinisasi. Kondisi basa yang kuat mengubah gugus hidroksil pada molekul pati
menjadi gugus alkoksida (Lefnaoui & Moulai-Mostefa 2015). Akibatnya, terdapat
gaya tolak di antara gugus negatif yang mengakibatkan swelling dan menciptakan
desakan tegangan kristalit-kristalit pada molekul pati yang berdekatan.
Peningkatan swelling power juga berakibat terhadap kemampuan daya serap air
dan minyak pada CMS terhadap pati alaminya.
Tabel 2. Karakteristik pati alami dan pati termodifikasi CMS sagu dan tapioka
Sagu
Tapioka
Parameter
a
Alami
CMS
Alamib
CMS
o
Swelling power pada 70 C (%)
47,48 137,49
109,50 143,81
Kelarutan (%)
31,83
64,83
26,00
61,18
Daya Serap Air (%)
90,30 798,38
173,00 1022,76
Daya Serap Minyak (%)
66,40 148,09
170,00 152,68
a
b
Sauyana 2014; Rizkiana 2015

8
Produksi Biohidrogel
Hidrogel merupakan susunan tiga dimensi rantai polimer yang mampu
menyerap dan menahan air di dalam matriksnya. Hidrogel dapat berbasis polimer
alami yang biasanya merupakan golongan polisakarida. Monomer penyusun
polisakarida ini berpengaruh terhadap sifat hidrofilik dari hidrogel terkait adanya
gugus hidroksil (-OH). CMS dan kitosan diketahui memiliki gugus hidroksil pada
polimernya, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.

(a)

(b)
Gambar 2. Struktur polimer carboxymethyl starch (a) dan kitosan (b)
Hidrogel berbasis polimer alami secara umum memiliki sifat tidak beracun,
biokompatibel, dan biodegradable sehingga dapat disebut sebagai biohidrogel.
Biohidrogel mengandung ikatan yang labil, oleh karena itu merupakan suatu
keuntungan dalam penggunaannya di bidang pertanian, biomedis, dan
penghantaran obat. Ikatan ini dapat berada di dalam polimer backbone ataupun
pada pengikat silang yang digunakan untuk membentuk struktur biohidrogel.
Ikatan labil dapat dirusak melalui kondisi-kondisi tertentu, baik secara enzimatis
maupun kimia (Hennink & Nostrum 2002). Namun dalam banyak kasus, ikatan
labil ini dapat dirusak melalui proses hidrolisis (Hoffman 2002).
Biohidrogel dapat diproduksi melalui berbagai cara, baik secara fisik
maupun secara kimia. Dalam penelitian ini, biohidrogel diproduksi melalui cara
ikat silang kimia. Cara ini meliputi grafting monomer ke polimer backbone
ataupun menggunakan agen pengikat silang untuk menghubungkan dua rantai
polimer. Proses ikat silang pada polimer alami dapat dicapai melalui reaksi
terhadap gugus-gugus fungsionalnya, seperti gugus hidroksil (-OH), karboksilat (COOH), dan amina (-NH). Proses grafting monomer asam metakrilat pada

9
backbone CMS-kitosan ditempuh melalui pembentukan radikal bebas pada gugus
fungsional CMS-kitosan menggunakan perlakuan kimia. Pembentukan gugus
radikal ini akan memicu terbentuknya kopolimer dan ikatan silang antara polimer
backbone. Pembentukan radikal bebas secara kimia pada gugus fungsional
polimer backbone dapat menggunakan garam cerium (Mino & Ksizerman 1958),
sistem ion hidrogen peroksida-besi (Li et al. 2010), persulfat (Lanthong et al.
2006), potasium permanganat (Mostafa et al. 2011), dan mangan pirofosfat (Gao
et al. 1994). Keberhasilan proses grafting dapat diidentifikasi salah satunya
menggunakan spektroskopi inframerah.
Substitusi gugus karboksimetil pada molekul pati sagu dan tapioka dapat
diidentifikasi dengan adanya kemunculan puncak serapan gugus karbonil dalam
spektrum inframerah pada rentang bilangan gelombang 1300-860 cm-1. Puncak
serapan pada rentang ini merupakan karakteristik serapan akibat adanya vibrasi
ulur C-O pada C-O-C dan C-O-H dalam molekul glikosidik CMS (Zhou et al.
2007). Spektrum inframerah CMS juga harus menunjukkan kemunculan puncak
baru sebagai bukti yang mengindikasikan adanya substitusi gugus karboksilat
setelah proses eterifikasi. Serapan ini diidentifikasi sebagai vibrasi ulur gugus
karboksilat simetris (COO- simetris) pada bilangan gelombang 1400 cm-1 dan
vibrasi gugus karboksilat asimetris (COO- asimetris) pada bilangan gelombang
1600 cm-1 (Kittipongpatana et al. 2006). Spektrum inframerah CMS dapat dilihat
pada Gambar 3.
Puncak serapan inframerah biohidrogel CMS-kitosan ditunjukkan oleh
Gambar 4. Puncak serapan yang lebar pada kisaran 3600 cm-1 menunjukkan
adanya vibrasi ulur -OH, -NH, dan C-H pada polimer CMS-kitosan. Puncak
serapan inframerah pada area sidik jari di rentang 1300-1000 cm-1
memperlihatkan adanya kemunculan gugus karbonil yang merupakan ikatan
glikosidik (C-O-C) antar gugus amilosa dan amilopektin, serta ikatan C-OH pada
rantai piranosil CMS dan kitosan. Adanya puncak serapan pada kisaran rentang
1500-1750 cm-1 dan 1400 cm-1 berturut-turut merupakan indikasi adanya vibrasi
ulur asimetris COO- dan vibrasi ulur simetris COO- yang diduga berasal dari
COOH pada CMS dan asam metakrilat. Hasil pembacaan spektrum inframerah
biohidrogel CMS-kitosan hampir sama seperti spektrum inframerah pada CMS
(Gambar 3). Akan tetapi, bukti kuat terjadinya proses grafting asam metakrilat
pada backbone CMS-kitosan dapat dilihat pada puncak serapan infamerah baru
yang muncul pada kisaran 2700 cm-1 yang menandakan adanya vibrasi ulur ikatan
rangkap dua atom karbon (C=C) yang dimiliki oleh asam metakrilat terminus.
Tidak adanya puncak serapan inframerah yang diharapkan terdapat pada bilangan
gelombang 3250 cm-1 menimbulkan dugaan bahwa asam metakrilat tidak tergrafting pada gugus -NH kitosan karena rentang tersebut merupakan indikasi
adanya gugus amina primer.
Teknik identifikasi struktur kimia melalui spektrum FTIR didasarkan pada
prinsip bahwa komponen dasar dari sebuah substansi, seperti ikatan kimia, dapat
mengeksitasi dan menyerap cahaya inframerah pada frekuensi yang sama seperti
frekuensi khas ikatan kimia tersebut. Spektrum hasil penyerapan inframerah
menggambarkan sidik jari dari sampel yang dibaca. Teknik ini digunakan secara
luas untuk mengetahui susunan struktur hidrogel dengan membandingkannya
pada material awalnya (Mansur et al. 2004).

10

Gambar 3. Spektrum inframerah CMS (Purwanto et al. 2013)

Gambar 4. Spektrum inframerah biohidrogel CMS sagu-kitosan (a) dan
biohidrogel CMS tapioka-kitosan (b)
Proses grafting asam metakrilat pada backbone CMS-kitosan menghasilkan
kopolimer CMS/kitosan-g-poli(asam metakrilat). Kesuksesan proses grafting ini
dapat dievaluasi dengan parameter grafting seperti rendemen, efisiensi, dan
konversi monomer (Tabel 3). Persentase rendemen grafting (%GY) merupakan
perbandingan jumlah asam metakrilat yang ter-grafting terhadap jumlah bahan
awal yang tidak mengandung asam metakrilat. Persentase efisiensi grafting
(%GE) merupakan perbandingan jumlah asam metakrilat yang ter-grafting pada
polimer backbone terhadap jumlah asam metakrilat yang ter-grafting secara
keseluruhan (baik yang ter-grafting pada polimer backbone maupun yang
membentuk homopolimer). Persentase konversi monomer (%MC) merupakan

11
perbandingan asam metakrilat yang ter-grafting terhadap banyaknya asam
metakrilat yang digunakan.
Tabel 3. Parameter grafting asam metakrilat pada backbone CMS-Kitosan
Konsentrasi Asam Metakrilat (g/g)
Parameter
0,275
0,550
0,825
Biohidrogel CMS Sagu-kitosan
Rendemen (%)
14,85 ± 0,22a
46,12 ± 0,91c 36,76 ± 0,90b
Efisiensi (%)
83,81 ± 1,34a 85,62 ± 2,63ab 88,37 ± 1,76b
Konversi Monomer (%) 64,46 ± 0,62b
98,04 ± 1,15c 50,45 ± 0,27a
Biohidrogel CMS Tapioka-kitosan
Rendemen (%)
16,31 ± 0,27a
47,09 ± 0,64c 37,19 ± 0,30b
Efisiensi (%)
84,37 ± 2,35a 86,75 ± 1,08ab 89,21 ± 0,65b
Konversi Monomer (%) 70,35 ± 1,16b
98,80 ± 0,17c 50,57 ± 0,07a
Angka-angka pada baris yang sama, diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda secara
signifikan pada tingkat kepercayaan 95%

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3) pada tingkat kepercayaan
95%, terlihat bahwa terjadi perbedaan %GY yang signifikan pada setiap taraf
konsentrasi asam metakrilat, dengan %GY tertinggi sebesar 46,12±0,91% untuk
biohidrogel CMS sagu dan 47,09±0,64% untuk biohidrogel CMS tapioka.
Nilai %GE juga terlihat mengalami perbedaan yang signifikan dengan nilai %GE
tertinggi sebesar 88,37±1,76% untuk biohidrogel CMS sagu dan 89,21±0,65%
untuk biohidrogel CMS tapioka. Perbedaan yang signifikan juga terlihat
pada %MC dengan nilai tertinggi sebesar 98,04±1,15% dan 98,80±0,17%
berturut-turut untuk biohidrogel CMS sagu dan tapioka.
Perlu diperhatikan bahwa baik pada biohidrogel CMS sagu-kitosan maupun
biohidrogel CMS tapioka-kitosan terjadi penurunan %GY dan %MC yang
signifikan ketika digunakan asam metakrilat melampaui konsentrasi 0,550 g/g.
Fenomena ini dapat terjadi diduga karena peningkatan konsentrasi monomer
memicu akumulasi monomer di dekat backbone polimer CMS-kitosan sehingga
menghalangi pembentukan gugus radikal pada polimer backbone. Ketika
akumulasi monomer menghalangi polimer backbone maka reagen inisiator diduga
tidak akan membuat gugus fungsional polimer backbone menjadi radikal,
melainkan membuat radikal gugus fungsional pada asam metakrilat sehingga
cenderung membentuk homopolimer asam metakrilat. Selain itu, peningkatan
penambahan asam metakrilat akan menurunkan pH medium yang membuat
reagen inisiator lebih cepat terdegradasi (Tahlawy et al. 2006) sehingga diduga
berdampak pada penurunan nilai %MC.
Penurunan nilai %MC merupakan sebuah pertanda bahwa monomer asam
metakrilat tidak lagi melakukan polimerisasi yang diduga akibat tidak terdapatnya
gugus radikal, baik pada gugus polimer backbone maupun pada asam metakrilat
itu sendiri. Ketiadaan reagen inisiator akan menghentikan proses radikalisasi
gugus fungsional sehingga tidak terjadi proses polimerisasi. Hal yang berbeda
dapat terlihat pada %GE yang nilainya selalu meningkat signifikan seiring dengan
penambahan asam metakrilat. Hal ini merupakan tanda bahwa dari sekian banyak
asam metakrilat yang ter-grafting, sebagian besar telah ter-grafting pada polimer
backbone. Dengan kata lain, monomer asam metakrilat yang membentuk

12
homopolimer asam metakrilat selama proses kopolimerisasi berlangsung, diduga
jumlahnya sedikit. Tingginya nilai %GE dipengaruhi oleh penggunaan inisiator
yang baik, yang dalam penelitian ini menggunakan inisiator cerric ammonium
nitrate (CAN). Menurut Liu et al. (1993) dan Kutsevol et al. (2006), CAN
merupakan inisiator yang digunakan secara luas dalam proses grafting polimer
pada pati karena memiliki energi aktivasi yang rendah, waktu pembentukan
radikal yang tidak lama, dan memiliki efisiensi grafting yang tinggi dibandingkan
dengan inisiator lainnya, namun demikian memiliki harga yang mahal.
Masing-masing parameter grafting memiliki peranan yang penting dalam
proses produksi biohidrogel. Namun, parameter terpenting yang perlu
diperhatikan adalah %MC karena parameter ini memperlihatkan efektivitas reaksi
polimerisasi. Peningkatan konsentrasi monomer melampaui batas maksimum
efektivitas reaksi polimerisasi akan menurunkan efektivitas reaksi polimerisasi itu
sendiri karena monomer yang akan di-grafting tidak terpolimerisasi dan pada
akhirnya akan terbuang secara percuma selama proses pemurnian produk. Dalam
kegiatan produksi, hal ini dapat dipertimbangkan sebagai salah satu bentuk
kerugian biaya produksi. Parameter lainnya seperti %GY dan %GE dapat
digunakan sebagai parameter pemantau proses polimerisasi karena melalui %GY
dan %GE, dapat dilihat banyaknya monomer yang ter-grafting pada polimer
backbone dan banyaknya homopolimer yang terbentuk.
Karakteristik Produk Biohidrogel
Karakteristik penting yang perlu dimiliki oleh biohidrogel antara lain adalah
kemampuan menggembung (swelling), kelarutan, serta daya serap. Hasil
pengamatan terhadap karakteristik produk biohidrogel berbasis CMS-kitosan
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik produk biohidrogel berbasis CMS-kitosan
Konsentrasi Asam Metakrilat (g/g)
Parameter
0,275
0,550
0,825
Biohidrogel CMS Sagu-Kitosan
Swelling (%)
169,52 ± 5,13a
278,15 ± 13,95c 197,21 ± 11,55b
Kelarutan (%)
59,03 ± 1,81c
36,03 ± 1,77a
50,85 ± 2,86b
Daya Serap Air (%)
781,82 ± 13,45b 1046,28 ± 64,15c 669,94 ± 40,15a
Daya Serap Minyak (%) 255,15 ± 10,72a
250,12 ± 6,30a 251,27 ± 11,64a
Biohidrogel CMS Tapioka-Kitosan
Swelling (%)
198,88 ± 4,23b
230,92 ± 5,64c
180,82 ± 3,53a
Kelarutan (%)
52,41 ± 1,17b
43,33 ± 1,05a
55,32 ± 1,10c
Daya Serap Air (%)
955,91 ± 49,42b 1113,26 ± 39,11c 893,13 ± 10,38a
Daya Serap Minyak (%) 256,84 ± 18,91a
250,29 ± 7,59a
253,38 ± 7,83a
Angka-angka pada baris yang sama, diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda secara signifikan pada
tingkat kepercayaan 95%

Swelling dan Kelarutan
Swelling merupakan kemampuan biohidrogel untuk menggembung terkait
adanya proses penyerapan air ke dalam matriks biohidrogel. Produk biohidrogel

13
berbasis CMS-kitosan yang dihasilkan memiliki sifat responsif terhadap pH
karena dikopolimerisasi dengan asam metakrilat. Hal ini menyebabkan adanya
penggembungan yang tinggi ketika biohidrogel didispersikan ke dalam air karena
gugus -COOH terionisasi. Penggembungan ini terjadi sebagai hasil adanya
relaksasi secara ekstensif akibat gaya tolak muatan yang sama (Shaikh et al 2014).
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3) pada tingkat kepercayaan 95%,
terlihat bahwa terdapat perbedaan swelling dan kelarutan biohidrogel yang
signifikan pada setiap taraf konsentrasi asam metakrilat untuk kedua jenis
biohidrogel. Terjadi penurunan swelling yang signifikan pada kedua jenis
biohidrogel tersebut ketika digunakan konsentrasi asam metakrilat pada taraf
0,825 g/g. Hal ini terkait dengan %GY yang juga mengalami penurunan
signifikan pada taraf tersebut sehingga mengurangi jumlah gugus -COOH yang
berasal dari asam metakrilat. Berkurangnya gugus -COOH akan mengurangi
penggembungan biohidrogel akibat adanya ionisasi pada gugus tersebut.
Kelarutan memiliki korelasi negatif terhadap swelling karena pengukuran
kelarutan pada hidrogel didasarkan pada pengukuran bobot kering bagian tak larut
setelah hidrogel di rendam dalam air (Katayama et al. 2006).
Berdasarkan data karakteristik swelling dan kelarutan produk biohidrogel
yang terdapat pada Tabel 4, terlihat bahwa telah terjadi peningkatan nilai swelling
dan penurunan nilai kelarutan jika dibandingkan dengan nilai swelling dan
kelarutan dari produk CMS nya (Tabel 2). Hal ini terjadi karena adanya ikatan
silang yang terbentuk pada produk biohidrogel CMS-kitosan diduga membuat
struktur polimer lebih mampu menggembung dan mengurangi kelarutannya akibat
membentuk struktur polimer tiga dimensi. Polimer amilosa yang berperan dalam
kelarutan diduga telah terikat silang sehingga menyebabkan nilai kelarutan produk
biohidrogel menurun. Banyaknya ikatan silang yang terbentuk juga merupakan
faktor yang menurunkan nilai swelling karena ikatan silang membuat sulitnya
penetrasi air ke dalam struktur polimer biohidrogel.
Daya Serap Air dan Minyak
Daya serap air adalah sifat fisik yang dimiliki oleh biohidrogel untuk
mencegah terlepasnya air dari struktur tiga dimensi polimernya. Daya serap air
pada biohidrogel dipengaruhi oleh struktur biohidrogel itu sendiri. Daya serap air
berkorelasi positif terhadap kemampuan swelling yang dimiliki oleh biohidrogel.
Semakin tinggi kemampuan swelling biohidrogel maka daya serap air biohidrogel
tersebut juga akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3)
pada tingkat kepercayaan 95%, terlihat bahwa terdapat perbedaan daya serap air
yang signifikan pada masing-masing taraf penambahan asam metakrilat untuk
kedua jenis biohidrogel. Daya serap air tertinggi biohidrogel CMS sagu adalah
sebesar 1046,28±64,15% sedangkan daya serap air tertinggi biohidrogel CMS
tapioka adalah sebesar 1113,26±39,11%. Terjadi penurunan daya serap air yang
signifikan pada kedua jenis biohidrogel tersebut ketika digunakan konsentrasi
asam metakrilat pada taraf 0,825 g/g. Hal ini berkorelasi positif terhadap
karakteristik swelling yang juga mengalami penurunan signifikan pada perlakuan
tersebut. Penurunan daya serap air ini diakibatkan oleh berkurangnya gaya tolak
gugus -COOH yang terionisasi sehingga tidak mengizinkan air dalam jumlah yang
banyak untuk masuk ke ruang-ruang di antara struktur tiga dimensi biohidrogel.
Terdapat peningkatan nilai daya serap air pada produk biohidrogel dibandingkan

14
dengan produk CMS nya (Tabel 2). Hal ini dikarenakan terciptanya struktur tiga
dimensi pada biohidrogel akibat adanya ikatan silang oleh asam metakrilat
membuat polimer biohidrogel memiliki gaya tolak ketika terionisasi. Proses ini
diduga membuat air lebih banyak terjerab di dalam matriks biohidrogel. Jika
dibandingkan dengan rendemen grafting (Tabel 3), nilai daya serap air produk
biohidrogel berbanding lurus dengan %GY. Semakin tinggi %GY maka akan
meningkatkan daya serap air pada produk biohidrogel yang dihasilkan terkait
adanya dugaan bahwa adanya proses ionisasi yang terjadi pada gugus –COOH
asam metakrilat.
Kemampuan biohidrogel untuk menyerap minyak menandakan bahwa pada
struktur biohidrogel tersebut tidak hanya mengandung gugus yang bersifat
hidrofilik, namun juga gugus lipofilik. Hal ini dikarenakan pada produk
biohidrogel berbasis CMS-kitosan yang dihasilkan terdapat gugus amina (-NH)
yang berasal dari penambahan kitosan sehingga memberikan tempat terikatnya
minyak pada pati. Selain itu, adanya kandungan amilosa pada struktur polimer
pati dapat mempengaruhi daya serap minyak karena amilosa memiliki
kemampuan untuk membentuk kompleks dengan minyak menghasilkan amilosalipid. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) pada tingkat
kepercayaan 95%, terlihat bahwa pengaruh penambahan asam metakrilat tidak
menyebabkan perbedaan daya serap minyak yang signifikan. Hal ini diduga
karena tidak ada asam metakrilat yang ter-grafting pada gugus amina kitosan
(dibuktikan dengan tidak adanya puncak serapan inframerah yang menunjukkan
keberadaan amina primer) sehingga banyaknya gugus amina tempat melekatnya
minyak tidak berbeda jumlahnya secara signifikan. Nilai tertinggi daya serap
minyak untuk biohidrogel CMS sagu adalah sebesar 255,15±10,72% sedangkan
untuk biohidrogel CMS tapioka adalah sebesar 256,84±18,91%.
Aplikasi Produk Biohidrogel
Kemampuan biohidrogel untuk menyerap dan mempertahankan air di dalam
matriksnya, menjadikannya banyak digunakan di berbagai bidang, seperti
pertanian (Ibrahim et al. 2007), biomedis (Murthy et al. 2008), teknik jaringan
(Kim et al. 2008), biosensor (Adhikari & Majumdar 2004), dan penghantaran obat
(Saboktakin et al. 2010). Hal ini menuntut produk biohidrogel harus memiliki
sifat-sifat ideal polimer hidrogel, beberapa diantaranya adalah memiliki kapasitas
serap yang tinggi, kelarutan rendah, mengandung sedikit residu monomer, dan
biodegradable (Ahmed 2013). Aplikasi biohidrogel untuk produk-produk higienis
seperti dalam bidang biomedis dan penghantaran obat menyaratkan produk
biohidrogel memiliki kapasitas serap yang tinggi dan mengandung sedikit residu
monomer. Selain itu, dibutuhkan pula sifat-sifat tambahan seperti sifat responsif
terhadap pH atau suhu. Namun secara umum, sifat utama yang dikehendaki dari
sebuah produk hidrogel adalah memiliki daya serap air yang tinggi
(superabsorbent polymer). Produk biohidrogel CMS sagu-kitosan dan biohidrogel
CMS tapioka-kitosan yang dihasilkan melalui teknik grafting dalam penelitian ini
memiliki kemampuan daya serap air berkisar ±1000% atau setara dengan 10 kali
lipat (Tabel 4). Hal ini telah mencapai kategori produk biohidrogel dapat
dikatakan sebagai superabsorbent polymer. Menurut Turakhiya et al. (2013),
superabsorbent polymer merupakan struktur tiga dimensi dari polimer hidrofilik

15
yang memiliki kemampuan untuk menyerap air ataupun cairan lainnya sebanyak
10-1000 kali bobot awalnya. Meskipun termasuk dalam kategori superabsorbent
polymer, produk biohidrogel yang dihasilkan melalui penelitian ini dirasa masih
belum optimum untuk digunakan dalam bidang-bidang yang menghendaki sifat
daya serap yang tinggi, seperti dalam bidang pertanian, pemurnian limbah dan
produk-produk popok.
Sifat swelling produk biohidrogel juga dapat dijadikan sebagai
pertimbangan penggunaan produk biohidrogel tersebut. Produk biohidrogel yang
dihasilkan melalui penelitian ini memiliki nilai swelling tertinggi pada kisaran
±250% (Tabel 4). Nilai ini sesuai bagi produk biohidrogel untuk digunakan
sebagai matriks pembawa obat, seperti yang telah dilaporkan oleh Saboktakin et
al. (2010) dan Shaikh et al. (2014). Tingkatan swelling ini perlu dicapai agar
matriks hidrogel dapat melepaskan substansi obat yang dikandungnya.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Produksi biohidrogel berbasis CMS-kitosan dapat dilakukan melalui teknik
grafting menggunakan inisiasi pembentukan radikal bebas pada gugus fungsional
CMS-kitosan. Konsentrasi asam metakrilat mempengaruhi persentase rendemen
dan efisiensi grafting serta persentase konversi monomer asam metakrilat itu
sendiri secara signifikan. Persentase rendemen grafting tertinggi terdapat pada
taraf konsentrasi asam metakrilat sebesar 0,550 g/g CMS-kitosan yang digunakan.
Terjadi penurunan persentase konversi monomer secara signifikan ketika asam
metakrilat melampaui konsentrasi 0,550 g/g CMS-kitosan. Akan tetapi, persentase
efisiensi grafting meningkat secara signifikan seiring dengan peningkatan
konsentrasi asam metakrilat. Hal-hal tersebut mempengaruhi karakteristik produk
biohidrogel yang dihasilkan. Konsentrasi asam metakrilat berpengaruh secara
signifikan terhadap swelling, kelarutan, dan daya serap air biohidrogel CMSkitosan. Akan tetapi daya serap minyak tidak terpengaruh secara signifikan oleh
konsentrasi asam metakrilat.
Saran
Penggunaan asam metakrilat sebagai monomer fungsional diketahui mampu
membuat biohidrogel menjadi responsif terhadap perubahan pH. Oleh karena itu,
diperlukan adanya studi lebih lanjut mengenai karakter biohidrogel terkait
perubahan pH. Penggunaan biohidrogel dalam bidang farmasi sebagai matriks
pembawa obat memerlukan adanya kajian terhadap perilaku biohidrogel terhadap
perubahan pH karena pada sistem pencernaan terdapat kondisi pH yang berbeda.

16

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis.
Washington DC (US): Association of Analytical Chemist.
[AOAC] Association of Analytical Chemist. 1998. Official Methods of Analysis.
Washington DC (US): Association of Analytical Chemist.
[AOAC] Association of Analytical Chemist. 2000. Official Methods of Analysis.
Washington DC (US): Association of Analytical Chemist.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891: Cara Uji Makanan
Minuman. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 3729: Tepung Sagu. Jakarta
(ID): Badan Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 3451: Tepung Tapioka. Jakarta
(ID): Badan Standardisasi Nasional.
[ISI] International Starch Institute. 2015. Global production of starch. [internet].
[diakses 6 Juni 2015]. Tersedia pada: http://starch.dk/isi/stat/rawmaterial.asp
Adhikari B, Majumdar S. 2004. Polymers in sensor applications. Prog Polym Sci.
29: 699-766.
Ahmed EM. 2013. Hydrogel: preparation, characterization, and application. J Adv
Res. [internet]. [diunduh 28 September 2014]. Tersedia pada:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jare.2013.07.006
Ahmed EM, Aggor FS, Awad AM, El-Aref AT. 2013. An innovative method for
preparation of nanometal hydroxide superabsorbent hydrogel. Carbohydr
Polym. 91: 693-698.
Bello-Perez LA, Acevedo EA, Zamudio-Flores PB, Mendez-Montealvo G,
Rodriguez AS. 2010. Effect of high acetylation degree in morphological,
physicochemical, and structural characteristics of barley starch. LWT-Food
Sci Technol. 43:1434-1440.
Cardoso MB. Putaux JL, Samios D, da Silveira NP. 2007. Influence of alkali
concentration on the deproteinization and/or gelatinization of rice starch.
Carbohydr Polym. 70: 160-165.
Chen J, Jane J. 1994. Preparation of granular cold-water-soluble starches by
alcoholic-alkaline treatment. Cereal Chem. 71: 618-622.
Denizli BK, Can HK, Rzaev ZMO, Guner A. 2004. Preparation conditions and
swelling equilibria of dextran hydrogels prepared by some crosslinking
agents. Polymer. 45: 6431-6435.
El-Mohdy HL, Hegazy EA, El-Nesr EM, El-Wahab MA. 2012. Synthesis,
characterization, and properties of radiation-induced starch/(EG-co-MAA)
hydrogels. Arab J Chem. [internet]. [diunduh 28 September 2014]. Tersedia
pada: http://dx.doi.org/10.1016/j.arabjc.2012.04.022
Gao J, Tian R, Yu J, Duan M. 1994. Graft copolymer of MAA onto canna starch
using manganic pyrophosphate as an initiator. J App Polym Sci. 53: 10911102.
Guo Q, Wang Y, Fan Y, Liu X, Ren S, Wen Y, Shen B. 2015. Synthesis and
characterization of multi-active site grafting starch copolymer initiated by
KMnO4 and HIO4/H2SO4 systems. Carbohydr Polym. 117: 247-254.

17
Hennink WE, Nostrum CF. 2002. Novel crosslinking methods to design hydrogels.
Adv Drug Deliv Rev. 54: 13-36.
Hoare TR, Kohane DS. 2008. Hydrogels in drug delivery: progress and challenges.
Polymer. 49:1993-2007.
Hoffman AS. 2002. Hydrogels for biomedical application. Adv Drug Deliv Rev.
43: 3-12.
Ibrahim SM, El Salmawi KM, Zahran AH. 2007. Synthesis of crosslinked
superabsorbent carboxymethylcellulose/acrylamide hydrogels through
electron-beam irradiation. J Appl Polym Sci. 104: 2003-2008.
Kang HS, Park SH, Lee YG, Son TI. 2007. Polyelectrolyte complex hydrogel
composed of chitosan and poly(γ-glutamic acid) for biological application:
Preparation, physical properties, and cytocompatibility. J App Polym Sci.
103: 386-394.
Katayama T, Nakauma M, Todoriki S, Philips GO, Tada M. 2006. Radiationinduced polymerization of gum arabic (Acacia sengal) in aqueous solution.
Food Hydrocoll. 20: 983-989.
Kim J, Lee K, Hefferan T, Currier B, Yaszemski M, Lu L. 2008. Synthesis and
evaluation of novel biodegradable hydrogels based on poly(ethylene glycol)
and sebaic acid as tissue engineering scaffolds. Biomacromolecules. 9: 149157.
Kiritoshi Y, Ishihara K. 2004. Synthesis of hydrophilic cross-linker having
phosphorylcholine-like linkage for improvement of hydrogel properties.
Polymer. 45: 7499-7504.
Kittipongpatana O, Burapadaja A, Kittipongpatana N. 2008. Development of
pharmaceutical gel base containing sodium carboxymethyl mungbean starch.
Chiang Mai J Sci. 7: 23-32.
Kutsevol N, Guenet J, Melnik N, Sarazin D, Rochas C. 2006. Solution properties
of dextran-polyacrylamide graft copolymer. Polymer. 47: 2061-2068.
Lanthong P, Nuisin R, Kiatkamjornwong S. 2006. Graft copolymerization,
characterization, and degradation of cassava starch-g-acrylamide/itaconic
acid superabsorbents. Carbohydr Polym. 66: 229-245.
Lawal OS, Lechner MD, Kulicke WM. 2008. Single and multistep
carboxymethylation of water yam (Dioscorea alata) starch: synthesis and
characterization. Int J Biol Macromol. 42: 429-435.
Lefnaoui S, Moulai-Mostefa N. 2015. Synthesis and evaluation of th structural
and physicochemical pregelatinized starch as a pharmaceutical excipient.
Saud Pharm J. [internet]. [diunduh 4 Juli 2015]. Tersedia pada:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jsps.2015.01.021
Li M, Zhu Z, Jin E. 2010. Graft copolymerization of granular allyl starch with
carboxyl-containing vinyl monomers for enhancing g