Pengembangan dan Karakterisasi Sifat Listrik Film Kitosan Sebagai Sensor Aseton dengan Penambahan Carboxymethyl Cellulosa (CMC)

(1)

PENGEMBANGAN DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK

FILM KITOSAN SEBAGAI SENSOR ASETON DENGAN

PENAMBAHAN Carboxymethyl Cellulose (CMC)

TESIS

Oleh

MELLY FRIZHA

127026010/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

FILM KITOSAN SEBAGAI SENSOR ASETON DENGAN

PENAMBAHAN Carboxymethyl Cellulose (CMC)

TESIS

Oleh

MELLY FRIZHA

127026010/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

PENGEMBANGAN DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK

FILM KITOSAN SEBAGAI SENSOR ASETON DENGAN

PENAMBAHAN Carboxymethyl Cellulose (CMC)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika Pada Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

MELLY FRIZHA 127026010/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(4)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : PENGEMBANGAN DAN KARAKTERISASI

SIFAT LISTRIK FILM KITOSAN SEBAGAI SENSOR ASETON DENGAN PENAMBAHAN

Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Nama Mahasiswa : MELLY FRIZHA

Nomor Induk Mahasiswa : 127026010

Program Studi : Magister Ilmu Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Tulus Ikhsan Nasution, S.Si, M.Sc Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan FMIPA USU,

Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc Dr. Sutarman M.Sc


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGEMBANGAN DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK FILM KITOSAN SEBAGAI SENSOR ASETON DENGAN

PENAMBAHAN Carboxymethyl Cellulose (CMC)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya

telah dijelaskan sumber dengan benar

Medan, Juni 2014

Melly Frizha NIM. 127026010


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Melly Frizha

NIM : 127026010

Program Studi : Magister Ilmu Fisika

Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberi kepada

Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non - Eksklusif (Non - xlusive

Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:

PENGEMBANGAN DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK FILM KITOSAN SEBAGAI SENSOR ASETON DENGAN

PENAMBAHAN Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti

Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara Berhak Menyimpan, mengalih media,

memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasi tesis

saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantukan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juni 2014

Melly Frizha NIM. 127026010


(7)

Telah diuji pada

Tanggal : 02 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Tulus Ikhsan Nasution, S.Si, M.Sc

Anggota : 1. Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc 2. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc 3. Dr. Kerista Sebayang, M.S 4. Dr. Perdinan Sinuhaji, M.S


(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap Berikut Gelar : Melly Frizha, S.Si

Tempat Dan Tanggal Lahir : Kotanopan, 08 Juli 1990

Alamat Rumah : Jl. Perintis Kemerdekaan, Pasar Kotanopan

Mandailing Natal

Telepon/Fax/Hp : 085275452203

E-Mail : mellyfrizha@yahoo.com

frizhamelly.12@gmail.com

Instansi Tempat Bekerja : -

Alamat Kantor : -

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 142618 Kotanopan Tamat : 2002

SMP : SMP Negeri 1 Kotanopan Tamat : 2005

SMA : SMA Negeri Plus Mandailing Natal Tamat : 2008


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, wa syukrillah...

Sesungguhnya, segala sesuatu, ilmu yang bermanfaat, pengetahuan yang mencerahkan manusia adalah dari Allah SWT semata. Maka, tiada kata yang mampu dituliskan untuk mengungkapkan rasa syukur atas nikmat yang begitu besar. Semoga setiap ilmu pengetahuan yang bertambah seiring berjalannya waktu senantiasa menuntun kita untuk semakin mengakui kebesaran-Nya dan meraih ridho ilahi.

Atas berkat rahmat Allah SWT dengan takdir dan ketetapannya, penghargaan atas junjungan kita Baginda Rasullullah SAW yang meneladani umatnya dalam pengelolaan ego, potensi, hukum-hukum alam yang melingkupi kita serta upaya untuk menambah khasanh ilmu pengetahuan dan wawasan penulis khususnya tentang material elektronik, maka tesis dengan judul “Pengembangan dan Karakterisasi Sifat Listrik Film Kitosan Sebagai Sensor

Aseton dengan Penambahan Carboxymethyl Cellulosa (CMC) dapat diselesaikan.

Karya sederhana ini merupakan muara kecil dari sekian banyak pengembangan material elektronik yang dibangun melalui konsep-konsep dasar fisika pada umumnya.

Karya ini tentunya dimungkinkan oleh dukungan dan kesempatan serta berbagai fasilitas dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terimakasih yang tulus pada:

1. Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Matematika & Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Nasruddin MN, M. Eng. Sc, selaku Ketua Program Studi

Pascasarjana (S2/S3) Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai anggota Komisi Pembimbing atas segala bantuannya selama perkuliahan penulis dan atas saran-saran yang membangun moril penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar di lingkungan Program Studi Magister (S2) Ilmu

fisika USU atas semua ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

5. Ucapan maaf dan terima kasih kepada Bapak Dr. Tulus Ikhsan Nasution, S.Si,

M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing penulis yang telah membuka wawasan penulis tentang dunia fisika yang lebih baru dan luas. Atas kesempatan menjadi bagian dalam kelompok penelitian Beliau yang membuat penulis merasa bangga dengan sebutan peneliti muda serta dorongan bagi penulis untuk terus semangat dalam berkarya dengan bermanfaat bagi yang lain.

6. Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, Dr. Kerista Sebayang, M.S dan Dr.

Ferdinand Sinuhaji, M.S selaku komisi pembanding, atas saran dan kritik yang diberikan.

7. Bapak Prof. Ir. H. Zulkarnain Lubis, MS. PhD beserta keluarga besar SMA

Negeri Plus Mandailing Natal (yang sekarang berganti nama menjadi SMA Negeri 2 Plus Panyabungan). Terima kasih telah menyadarkan penulis untuk


(10)

tidak menjadi anak kampung dengan pemikiran kampungan. Kepada Ikatan Alumni SMAN Plus Madina, Everything By Heart and Mestakung.

8. Keluarga besar Laboratorium Fisika Dasar LIDA USU, terima kasih untuk

kesempatan mengembangkan diri sebagai asisten dan menimba ilmu fisika lebih dalam secara praktek.

9. Seluruh rekan-rekan seperjuangan stambuk 2012 Pascasarjana (S2) Ilmu Fisika

atas kerjasama dan kebersamaan dalam mengatasi berbagai masalah dalam perkuliahan bersama penulis.

Akhirnya, tidak terlupakan ucapan terima kasih kepada yang paling tersayang Ayahanda D. Nasution dan Ibunda K.S. Harahap yang tiada henti memberikan curahan perhatian, dukungan baik moril dan materil hingga penulis berada di tahap ini. Semoga tesis ini sebagai salah satu wujud takzim ananda atas doa-doa yang diberikan. Kepada Abang dan adik-adik tercinta jangan mau kalah

ya…!. Dan kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang

telah banyak memberikan bantuan bagi penulis, terima kasih atas semua yang diberikan.

Sebagai produk dari keterbatasan manusia, maka tentu hasil dari penelitian ini sangat menunggu dan terbuka untuk menerima masukan demi proses pemeliharaan transformasi ilmu pengetahuan dalam institusi pendidikan tinggi. Akhir kata semoga penelitian ini membawa manfaat.


(11)

PENGEMBANGAN DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK FILM KITOSAN SEBAGAI SENSOR ASETON DENGAN

PENAMBAHAN Carboxymethyl Cellulose (CMC)

ABSTRAK

Pengembangan film kitosan sebagai sensor aseton dilakukan untuk meningkatkan karakteristik film kitosan baik kondisi fisis ataupun sifat listriknya. Hal ini dilakukan karena karakteristik film kitosan murni yang rapuh dan lemah sehingga sifat listrik yang dihasilkan cenderung tidak stabil. Karena itu film kitosan dimodifikasi dengan penambahan CMC yang divariasikan mulai 0,01 g, 0,05 g, 0,1 g dan 0,5 g. Dalam penelitian ini, film kitosan dan kitosan - CMC difabrikasi dengan metode elektrodeposisi. Karakteristik film hasil fabrikasi meliputi pengukuran dengan PSA, pengamatan dengan Mikroskop Optik, uji DTA, uji FTIR dan UV-Vis untuk karakteristik fisik film. Sedangkan sifat listrik

film ditentukan melalui uji linieritas, selektivitas, respon, recovery,

reproducibility, repeatability serta life time dengan mengekspos sensor dengan gas aseton dengan konsentrasi 0,1 ppm, 0,5 ppm, 1 ppm, 5 ppm, 10 ppm dan udara normal. Hasil - hasil tersebut menunjukkan bahwa sensor aseton berbasis film kitosan dengan 0,05 g CMC memiliki karakteristik fisik yang baik, yakni: permukaan film yang merata, sifat termal tinggi serta energi gap sebesar 3,91 eV. Diperoleh performansi sifat listrik sensor yang lebih tinggi dan stabil tanpa merubah struktur dasar film kitosan, yang mengindikasikan bahwa penambahan CMC damapt meningkatkan kualitas film kitosan.


(12)

DEVELOPMENT AND CHARACTERIZATION OF THE ELECTRICAL PROPERTIES OF CHITOSAN FILMS AS ACETONE SENSOR

WITH THE ADDITION OF Carboxymethyl Cellulose (CMC)

ABSTRACT

Development of chitosan films as acetone sensor has been done to improve the chitosan film characteristics such as physical condition and its electrical properties. This was done because of the characteristics of pure chitosan films are fragile and weak so that the electrical properties tend to be unstable. Therefore, the chitosan films were modified by adding CMC in to chitosan solution with the variation of 0.01 g, 0.05, 0.1 g and 0.5 g. In this study, chitosan films and chitosan - CMC films were fabricated with electrodeposition method. Chitosan films were characterized using PSA, Optic Microscope, DTA, FTIR and UV-Vis spectroscopy. While the electrical properties included linierity, selectivity, response and recovery, repeatability, stability, reproducibility and life time. The testing was carried out by exposing the sensor to acetone gas for various concentrations. The results showed that acetone sensor based on chitosan - 0.05 w/v CMC has the best physical condition and electrical properties, such as homogenous surface, high thermal properties and the gap energy of 3,91 eV. High and stable electrical properties of the sensor have been obtained, indicating that the addition of CMC can improve the quality of chitosan film sensor.


(13)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kitosan ... 8

2.1.1 Sumber Kitosan ... 8

2.1.2 Sifat - Sifat Kitosan ... 9

2.1.3 Aplikasi Kitosan ... 11

2.2 Carboxymethyl Cellulose (CMC) ... 12

2.2.1 Sumber CMC ... 13

2.2.2 Sifat - Sifat CMC ... 14

2.2.3 Aplikasi CMC ... 15

2.3 Film Kitosan Dengan Penambahan CMC ... 15

2.4 Teknik Deposisi Film ... 17

2.4.1 Klasifikasi Teknik Deposisi Film ... 18

2.4.2 Metode Elektrodeposisi ... 19

2.4.3 Dasar Metode Elektrodeposisi ... 20

2.4.4 Sistem Dalam Elektrodeposisi ... 20

2.5 Teknologi Sensor ... 22

2.5.1 Definisi Umum Sensor ... 22

2.5.2 Klasifikasi Sensor ... 23

2.5.3 Karakteristik Umum Sensor ... 24


(14)

2.6 Aseton ... 26

2.6.1 Sumber Aseton ... 26

2.6.2 Sifat Fisika Dan Kimia Aseton ... 27

2.6.2.1 Sifat Fisika Aseton ... 28

2.6.2.2 Sifat Kimia Aseton ... 28

2.6.3 Pemeriksaan Gas Aseton Nafas ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 31

3.2 Peralatan Dan Bahan Penelitian ... 32

2.2.1 Peralatan ... 32

2.2.2 Bahan ... 33

3.3 Diagram Alir penelitian ... 34

3.4 Prosedur Penelitian ... 35

3.4.1 Pembuatan Larutan homogen Kitosan dan Kitosan - CMC ... 35

3.4.2 Fabrikasi Film Kitosan dan Film Kitosan - CMC ... 36

3.4.3 Uji Aplikasi Film Kitosan Sebagai Sensor Aseton ... 37

3.5 Karakterisasi Film Kitosan Dan Film Kitosan - CMC ... 38

3.5.1 Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Larutan ... 39

3.5.2 Pengamatan Permukaan Film ... 41

3.5.3 Analisa Sifat Termal Film ... 42

3.5.4 Analisa Gugus Fungsional Film ... 45

3.5.5 Analisa Sifat Absorbansi Film ... 46

3.6 Analisa Statistik Data Listrik Film Sensor Aseton ... 48

3.6.1 Analisa Regresi Linier ... 48

3.6.2 Standar Deviasi ... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Pengaruh Penambahan CMC pada Larutan Kitosan ... 52

4.1.1 Tingkat Kekeruhan Larutan ... 52

4.1.2 Tingkat Keasaman Larutan ... 54

4.1.3 Distribusi Ukuran Partikel Larutan ... 55

4.2 Hasil Fabrikasi Film Kitosan dan Film Kitosan - CMC ... 57

4.2.1 Konsentrasi larutan Kitosan ... 58

4.2.2 Elektroda ... 58

4.3 Karakterisasi Film Kitosan dan Film Kitosan - CMC ... 59

4.3.1 Pengamatan Permukaan Film ... 59

4.3.2 Analisa Sifat Termal Film ... 63

4.3.3 Analisa Gugus Fungsional Film ... 66


(15)

4.4 Hasil Pengujian Sifat Listrik Sensor Aseton ... 71

4.4.1 Uji Linieritas Sensor ... 72

4.4.2 Uji Selektivitas Sensor ... 75

4.4.3 Uji Respon dan Recovery Sensor ... 78

4.4.4 Uji Repeatability Sensor ... 80

4.4.5 Uji Stability Sensor ... 84

4.4.6 Uji Reproducibility Sensor ... 85

4.4.7 Uji Life Time Sensor... 88

4.6 Mekanisme Kerja Sensor Aseton ... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

4.1 Kesimpulan... 99

4.2 Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101

LAMPIRAN A ... 105

LAMPIRAN B ... 107

LAMPIRAN C ... 109


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 2.2

Sumber - sumber kitin/kitosan di alam Spesifikasi kitosan

8 10

2.3 Aplikasi kitosan 11

2.4 Penggunaan CMC 15

2.5 Sifat Fisika dan Kimia Aseton 27

2.6 Daftar sensor gas aseton yang telah difabrikasi 30

3.1 Daftar penggunaan laboratorium dan peralatan penelitian 31

3.2 Peralatan untuk pembuatan sampel larutan kitosan dan

larutan kitosan - CMC

32

3.3 Peralatan fabrikasi film kitosan dan film kitosan - CMC 32

3.4 Peralatan uji sensor aseton 32

3.5 Peralatan karakterisasi larutan/film kitosan dan kitosan -

CMC

33 3.6

3.7 4.1 4.2 4.3 4.4

Bahan pembuat film kitosan dan film kitosan - CMC Gugus fungsional utama untuk kitosan

Tingkat kekeruhan larutan Tingkat keasaman larutan

Range pengukuran respon untuk tiap sensor

STDEV untuk tiap sensor dengan pengulangan sebanyak 5x

33 37 53 54 79 83


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 2.2

Serbuk kitosan komersil. Struktur unit berulang kitin.

6 7

2.3 Struktur unit berulang kitosan. 7

2.4 Struktur unit berulang selulosa. 7

2.5 Sumber - sumber utama kitosan. 8

2.6 Carboxymethyl Cellulose (CMC) Komersil. 12

2.7 Struktur kimia CMC. 13

2.8 Keteraturan dalam struktur selulosa. 14

2.9 Klasifikasi dasar teknik - teknik deposisi film. 18

2.10 Skema sederhana pelapisan material dengan teknik

elektrodeposisi.

20

2.11 Komponen - komponen pendukung sensor. 23

2.12 Klasifikasi umum sensor. 24

2.13 2.14

Grafik linieritas sensor.

Grafik respon dan recovery sensor.

24 25

2.15 Grafik repeatability sensor. 25

2.16 2.17 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 4.1 4.2 4.3 4.4

Grafik reproducibility sensor.

Struktur molekul aseton.

Diagram alir pelaksanaan penelitian. Bentuk sensor yang akan difabrikasi. Skema alat uji sifat listrik film kitosan. PSA dengan metode DLS.

Contoh presentasi distribusi ukuran partikel.

(a). Mikroskop optik metalurgi, (b). Skema kerja mikroskop optik .

Alat DTA.

(a). Skema alat DTA untuk tempat sampel, (b). Plot grafik hasil DTA.

Sampel film kitosan dan film kitosan - CMC. FTIR untuk analisa gugus fungsi suatu senyawa. Skema bagian dari alat spektroskopi UV-Vis. Contoh garis regresi dalam grafik.

Tampilan fisik larutan kitosan dan larutan kitosan - CMC.

Mekanisme transfer H+ pada larutan kitosan - CMC.

Distribusi ukuran partikel larutan kitosan murni.

Distribusi ukuran partikel larutan kitosan - CMC 0,01 g.

26 27 34 36 37 39 40 41 42 43 44 45 47 50 53 54 55 55


(18)

4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 4.19 4.20 4.21 4.22 4.23 4.24 4.25 4.26 4.27 4.28 4.29 4.30 4.31 4.32 4.33 4.34 4.35

Distribusi ukuran partikel larutan kitosan - CMC 0,05 g. Distribusi ukuran partikel larutan kitosan - CMC 0,1 g. Distribusi ukuran partikel larutan kitosan - CMC 0,5 g. (a). Pembentukan film kitosan murni,

(b). Pembentukan film kitosan - CMC.

Sensor aseton berbasis film kitosan dan film kitosan - CMC hasil fabrikasi.

Tampilan permukaan film kitosan murni.

Tampilan permukaan film kitosan dengan 0,01 g CMC. Tampilan permukaan film kitosan dengan 0,05 g CMC. Tampilan permukaan film kitosan dengan 0,1 g CMC. Tampilan permukaan film kitosan dengan 0,5 g CMC. Analisa DTA untuk film kitosan tanpa penambahan CMC. Analisa DTA untuk film kitosan dengan 0,01 g CMC. Analisa DTA untuk film kitosan dengan 0,05 g CMC. Analisa DTA untuk film kitosan dengan 0,1 g CMC. Analisa DTA untuk film kitosan dengan 0,5 g CMC. Analisa FTIR untuk film kitosan tanpa penambahan CMC. Analisa FTIR untuk film kitosan dengan 0,01 g CMC. Analisa FTIR untuk film kitosan dengan 0,05 g CMC. Analisa FTIR untuk film kitosan dengan 0,1 g CMC. Analisa FTIR untuk film kitosan dengan 0,5 g CMC.

Perbandingan spektrum absorbsi sampel film kitosan dan film kitosan - CMC.

Grafik linieritas keluaran sensor berbasis film kitosan tanpa penambahan CMC pada variasi konsentrasi aseton.

Grafik linieritas keluaran sensor berbasis film kitosan dengan 0,01 g CMC pada variasi konsentrasi aseton.

Grafik linieritas keluaran sensor berbasis film kitosan dengan 0,05 g CMC pada variasi konsentrasi aseton.

Grafik linieritas keluaran sensor berbasis film kitosan dengan 0,1 g CMC pada variasi konsentrasi aseton.

Grafik linieritas keluaran sensor berbasis film kitosan dengan 0,5 g CMC pada variasi konsentrasi aseton.

Selektivitas sensor terhadap perubahan konsentrasi aseton dengan komposisi, (a). Pure Chitosan, (b). CS - CMC 0,01

w/v, (c). CS - CMC 0,05 w/v, (d). CS - CMC 0,1 w/v dan (e). CS - CMC 0,5 w/v.

Respon dan Recovery Time sensor berbasis film kitosan -

CMC.

Repeatability sensor berbasis film kitosan murni diuji pada berbagai konsentrasi aseton.

Repeatability sensor berbasis film kitosan dengan 0,01 g CMC diuji pada berbagai konsentrasi aseton.

Repeatability sensor berbasis film kitosan dengan 0,05 g CMC diuji pada berbagai konsentrasi aseton.

55 56 56 58 59 60 60 61 61 62 63 64 64 65 65 66 67 67 68 68 70 73 73 74 74 74 77 78 80 81 81


(19)

4.36 4.37 4.38 4.39 4.40 4.41 4.42 4.43 4.44 4.45 4.46 4.47 4.48 4.49 4.50 4.51 4.52 4.53 4.54 4.55

Repeatability sensor berbasis film kitosan dengan 0,1 g CMC diuji pada berbagai konsentrasi aseton.

Repeatability sensor berbasis film kitosan dengan 0,5 g CMC diuji pada berbagai konsentrasi aseton.

STDEV repeatability tiap sensor pada berbagai konsentrasi.

Grafik temperatur kerja dan %relative humidity tiap sensor.

Reproducibility sensor berbasis pure chitosan pada variasi konsentrasi aseton.

Reproducibility sensor berbasis CS - CMC 0,01 w/v pada variasi konsentrasi aseton.

Reproducibility sensor berbasis CS - CMC 0,05 w/v pada variasi konsentrasi aseton.

Reproducibility sensor berbasis CS - CMC 0,1 w/v pada variasi konsentrasi aseton.

Reproducibility sensor berbasis CS - CMC 0,5 w/v pada variasi konsentrasi aseton.

STDEV Reproducibility tiap sensor.

Life time sensor pada kondisi normal air pada pengujian, (a). Per hari, (b). Per minggu.

Life time sensor pada kondisi 0,1 ppm Aseton pada pengujian, (a). Per hari, (b). Per minggu.

Life time sensor pada kondisi 0,5 ppm Aseton pada pengujian, (a). Per hari, (b). Per minggu.

Life time sensor pada kondisi 1 ppm Aseton pada pengujian, (a). Per hari, (b). Per minggu.

Life time sensor pada kondisi 5 ppm Aseton pada pengujian, (a). Per hari, (b). Per minggu.

Life time sensor pada kondisi 10 ppm Aseton pada pengujian, (a). Per hari, (b). Per minggu.

Ilustrasi permukaan sensor aseton berbasis film kitosan (a). Sebelum diekspos, (b). Sesudah diekspos.

Ilustrasi permukaan sensor aseton berbasis film kitosan - CMC (a). Sebelum diekspos, (b). Sesudah diekspos.

Sensor aseton berbasis film kitosan dengan 0,5 CMC. Mekanisme kerja sensor aseton.

82 82 83 85 86 86 87 87 88 89 90 90 91 92 92 94 96 97 98


(20)

PENGEMBANGAN DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK FILM KITOSAN SEBAGAI SENSOR ASETON DENGAN

PENAMBAHAN Carboxymethyl Cellulose (CMC)

ABSTRAK

Pengembangan film kitosan sebagai sensor aseton dilakukan untuk meningkatkan karakteristik film kitosan baik kondisi fisis ataupun sifat listriknya. Hal ini dilakukan karena karakteristik film kitosan murni yang rapuh dan lemah sehingga sifat listrik yang dihasilkan cenderung tidak stabil. Karena itu film kitosan dimodifikasi dengan penambahan CMC yang divariasikan mulai 0,01 g, 0,05 g, 0,1 g dan 0,5 g. Dalam penelitian ini, film kitosan dan kitosan - CMC difabrikasi dengan metode elektrodeposisi. Karakteristik film hasil fabrikasi meliputi pengukuran dengan PSA, pengamatan dengan Mikroskop Optik, uji DTA, uji FTIR dan UV-Vis untuk karakteristik fisik film. Sedangkan sifat listrik

film ditentukan melalui uji linieritas, selektivitas, respon, recovery,

reproducibility, repeatability serta life time dengan mengekspos sensor dengan gas aseton dengan konsentrasi 0,1 ppm, 0,5 ppm, 1 ppm, 5 ppm, 10 ppm dan udara normal. Hasil - hasil tersebut menunjukkan bahwa sensor aseton berbasis film kitosan dengan 0,05 g CMC memiliki karakteristik fisik yang baik, yakni: permukaan film yang merata, sifat termal tinggi serta energi gap sebesar 3,91 eV. Diperoleh performansi sifat listrik sensor yang lebih tinggi dan stabil tanpa merubah struktur dasar film kitosan, yang mengindikasikan bahwa penambahan CMC damapt meningkatkan kualitas film kitosan.


(21)

DEVELOPMENT AND CHARACTERIZATION OF THE ELECTRICAL PROPERTIES OF CHITOSAN FILMS AS ACETONE SENSOR

WITH THE ADDITION OF Carboxymethyl Cellulose (CMC)

ABSTRACT

Development of chitosan films as acetone sensor has been done to improve the chitosan film characteristics such as physical condition and its electrical properties. This was done because of the characteristics of pure chitosan films are fragile and weak so that the electrical properties tend to be unstable. Therefore, the chitosan films were modified by adding CMC in to chitosan solution with the variation of 0.01 g, 0.05, 0.1 g and 0.5 g. In this study, chitosan films and chitosan - CMC films were fabricated with electrodeposition method. Chitosan films were characterized using PSA, Optic Microscope, DTA, FTIR and UV-Vis spectroscopy. While the electrical properties included linierity, selectivity, response and recovery, repeatability, stability, reproducibility and life time. The testing was carried out by exposing the sensor to acetone gas for various concentrations. The results showed that acetone sensor based on chitosan - 0.05 w/v CMC has the best physical condition and electrical properties, such as homogenous surface, high thermal properties and the gap energy of 3,91 eV. High and stable electrical properties of the sensor have been obtained, indicating that the addition of CMC can improve the quality of chitosan film sensor.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia, berdasar data World Health Organization (WHO) tercatat

sebagai salah satu penyumbang penderita Diabetes mellitus (DM) terbesar dengan

menempati posisi ke-4 dunia dan secara nasional menjadi penyebab kematian

dengan kasus terbanyak ke-3 setelah jantung dan stroke (Dirjen P3L, 2010). Lebih

dari itu, DM bukan suatu penyakit yang dapat dihilangkan melainkan hanya dapat

di kontrol agar kondisinya tidak semakin memburuk (Pietro et al., 2005). Fakta ini

cukup untuk menyimpulkan bahwa pencegahan dan deteksi dini DM merupakan satu langkah mutlak yang harus dilakukan untuk menekan tingginya prevalensi DM khususnya yang ada di Indonesia.

Hingga saat ini, kadar glukosa dalam darah yang tinggi masih menjadi primadona sebagai indikator utama dalam deteksi DM namun metode ini

dianggap invasive dan mahal dengan waktu operasi yang cukup lama. Pada

perkembangan selanjutnya, metode pernapasan hadir menjadi alternatif untuk menggantikan metode tes darah untuk pasien DM dengan menawarkan metode

diagnosa yang non-invasive dengan waktu analisa yang relatif singkat dan murah.

Metode pernapasan adalah metode baru yang belum banyak dilakukan untuk menganalisa penyakit melalui analisa gas hembus yang dikeluarkan melalui

mulut pasien (Petry et al., 2012). Hal ini mengacu pada laporan kesehatan yang

menyatakan bahwa aseton merupakan salah satu gas keluaran penderita DM (Sri, 2012). Konsentrasi aseton yang lebih tinggi pada 1,7 ppm s/d 3,7 ppm ditemukan dalam nafas diabetisi (penderita diabetes) sedangkan dalam nafas manusia sehat

diperoleh aseton kurang dari 0,8 ppm (Kun-Wei et al., 2012). Untuk itu, metode

ini memerlukan detektor aseton yang memiliki kepekaan tinggi yang dapat


(23)

2

Sensor aseton, pada dasarnya telah banyak dikembangkan dalam berbagai

bentuk dan bahan (Lilik dkk., 2012, Kun-Wei et al., 2012, Yeobyol et al., 2014)

dan hasilnya menunjukkan performansi respon sensor yang cukup baik. Namun, sensor yang dibuat memiliki suhu operasi yang relatif tinggi dengan teknik fabrikasi yang kompleks sehingga dibutuhkan biaya fabrikasi yang cukup besar. Bertolak pada kondisi tersebut, penelitian ini dilakukan dengan mengembangan

film kitosan sebagai sensor aseton (Tulus et al., 2010, 2013) yang dimodifikasi

dengan penambahan CMC dan difabrikasi dengan metode elektrodeposisi. Metode elektrodeposisi dipilih karena prosesnya yang relatif mudah dan murah untuk diterapkan (Robert, 2010) namun mampu menghasilkan film kitosan - CMC dengan kualitas baik.

Kitosan banyak diaplikasikan secara luas dalam berbagai bidang seperti

coater (Maria dkk., 2011), adsorben (Budi dkk., 2011), sel baterai (Sudaryanto dkk., 2012) dan masih banyak lagi. Dan pemanfaatan kitosan sebagai material sensitif sensor belum banyak dilakukan sedang kitosan memiliki gugus amina

(-NH2) dan hidroksil (-OH) dalam struktur molekularnya (Pradip et al., 2004).

Kelarutan kitosan yang tinggi dalam media asam juga membuat kitosan mudah

didepositkan dalam bentuk film ke atas suatu substrat (Sun et al., 2011).

Li dan Bai (2009) serta Yudi (2007) melaporkan bahwa penambahan selulosa pada kitosan meningkat stabilitas kimiawi larutan kitosan yang mampu memperbaiki kondisi fisik larutan untuk film kitosan dibandingkan dengan film kitosan murni. Strukturnya yang relatif sama dengan kitosan juga memungkinkan

terjadinya proses modifikasi. Karenanya dalam penelitian ini, Carboxymethyl

Cellulosa (CMC) yang merupakan turunan selulosa digunakan sebagai bahan tambahan untuk memodifikasi film kitosan. Penambahan CMC ini menghasilkan karakteristik film kitosan yang berbeda yang lebih baik jika dibandingkan dengan film kitosan tanpa penambahan CMC.

Untuk mengetahui kualitas film kitosan - CMC hasil fabrikasi sebagai sensor, maka dilakukan karakterisasi fisik dan listrik terhadap film. Karakterisasi

fisik dilakukan meliputi Particle Size Analizer (PSA), mikroskop optik,

Differential Thermal Analizer (DTA), Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan


(24)

mengukur perubahan tegangan sensor terhadap variasi konsentrasi gas aseton yang diberikan pada pengujian yang meliputi linieritas, selektifitas, respon,

recovery time, repeatability, reproducibility, stability dan life time nya sensor. Hasil - hasil pengukuran inilah yang digunakan untuk menentukan komposisi yang paling tepat untuk menghasilkan sensor dengan performansi paling optimum.

1.2 Perumusan Masalah

Beberapa penelitian terdahulu terkait dengan film kitosan yang telah

sukses dibuat, menunjukkan bagaimana karakteristik film yang dibuat (Rebecca et

al., 2006), metode pembuatan (Sun, 2011), serta berbagai penerapan film kitosan

tersebut (Bhuvaneshwari et al., 2007, Sudaryanto, 2012, Yeobyol et al., 2014).

Untuk itu dalam penelitian “Pengembangan dan Karakterisasi Film Kitosan

sebagai Sensor Aseton dengan penambahan CMC” dikaji beberapa hal berikut:

Bagaimana pembuatan larutan sebagai bahan dasar untuk film kitosan murni dan film kitosan dengan penambahan variasi massa CMC.

1. Bagaimana proses fabrikasi film kitosan murni dan film kitosan dengan

penambahan CMC dengan metode elektrodeposisi.

2. Bagaimana pengaruh penambahan variasi massa CMC terhadap

karakteristik fisik film kitosan hasil fabrikasi dibandingkan dengan film kitosan tanpa penambahan CMC.

3. Bagaimana pengaruh penambahan variasi massa CMC terhadap

karakteristik listrik (tegangan keluaran) film kitosan hasil fabrikasi dibandingkan dengan film kitosan tanpa penambahan CMC.

4. Bagaimana mekanisme kerja film kitosan - CMC sebagai material sensitif


(25)

4

1.3 Batasan Masalah

Penelitian “Pengembangan dan Karakterisasi Film Kitosan Sebagai Sensor

Aseton dengan Penambahan CMC” difokuskan pada beberapa hal berikut ini:

Modifikasi pembuatan film kitosan dilakukan dengan penambahan variasi massa CMC.

1. Metode elektrodeposisi merupakan metode yang digunakan untuk

memfabrikasi fabrikasi film kitosan murni dan film kitosan dengan penambahan variasi massa CMC.

2. Karakterisasi fisik film kitosan murni dan film kitosan dengan

penambahan variasi massa CMC meliputi karakterisasi dengan PSA,

mikroskop optik, DTA, FTIR dan UV-VIS Spectroscopy.

3. Karakterisasi sifat listrik (tegangan keluaran) film kitosan murni dan film

kitosan dengan penambahan variasi massa CMC meliputi linieritas,

selektifitas, respon, recovery time, repeatability, reproducibility, stability

dan life time nya.

4. Film kitosan hasil fabrikasi diaplikasikan sebagai material sensitif sensor

yang mampu mendeteksi keberadaan aseton pada berbagai konsentrasi.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah pembuatan film kitosan dan film kitosan dengan penambahan CMC yang berkinerja tinggi sebagai sensor aseton dengan,

1. Memfabrikasi film kitosan murni dan film kitosan dengan penambahan

variasi massa CMC menggunakan metode elektrodeposisi.

2. Mengkaji pengaruh penambahan variasi massa CMC terhadap

karakteristik fisik film kitosan.

3. Mengkaji pengaruh penambahan variasi massa CMC terhadap sifat listrik

(tegangan keluaran) film kitosan.

4. Membandingkan karakteristik film kitosan dengan penambahan variasi

massa CMC terhadap film kitosan murni untuk menentukan material sensor dengan performasi paling baik dan optimum.


(26)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi akademik maupun masyarakat.

1. Akademik

a. Memberikan informasi terbaru tentang penambahan CMC terhadap

peningkatan sifat listrik film dan kondisi fisik film kitosan sebagai sensor aseton.

2. Masyarakat

a. Tersedianya sensor aseton berbasis film kitosan dengan penambahan

CMC sebagai alternatif diagnostic kit baru untuk pendeteksian DM

melalui nafas.

b. Memacu perkembangan teknologi sensor khususnya biosensor serta

teknik-teknik perancangan dan fabrikasi yang lebih handal.

c. Mendorong perkembangan industri kitosan dan CMC yang


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitosan (Chitosan)

Kitosan merupakan senyawa penting ke-6 dan volume produksinya di alam bebas menempati peringkat ke-2 setelah serat/selulosa, yang banyak terdapat

pada crustacea, kerang, rajungan dan organisme lainnya (Vipin et al., 2011).

Lebih dari 109 - 1010 ton kitosan diperkirakan diproduksi di alam tiap tahunnya (Irwan dkk., 2004). Hal ini di dukung karena Indonesia yang merupakan negara maritim. Namun demikian, kitosan tersebut kebanyakan masih menjadi limbah yang harus dibuang dan bahkan menjadi masalah lingkungan.

Gambar 2.1. Kitosan komersil (Trijayanto, 2009)

Tahun 1859 merupakan awal penemuan kitosan oleh C. Rouget dengan

cara mereaksikan kitin dengan kalium hidroksida (KOH) pekat (Pradip et al.,

2004). Dalam tahun 1934 selanjutnya, Rigby mendapatkan dua paten, yaitu penemuan mengenai pembuatan kitosan dari kitin dan pembuatan film dari serat kitosan (Devi, 2009). Penggunaan kitin dan kitosan berikutnya meningkat pada tahun 1940-an dan semakin berkembang pada tahun 1970-an seiring dengan meningkatnya kebutuhan bahan alami dalam berbagai bidang industri


(28)

semakin berkembang pesat dari tahun ke tahun. Perkembangan ini bukan karena ketersediaan kitosan yang melimpah di alam, melainkan karena sifatnya yang

non-toxic, biodegradable, dan renewable.

CH2OH

NHCoCH3 H H H OH O H O

CH2OH

NHCoCH3 H H H OH O H n

Gambar 2.2. Struktur unit berulang Kitin

CH2OH

H H H OH O H O

CH2OH

NH2 H H H OH O H n NH2

Gambar 2.3. Struktur unit berulang Kitosan

CH2OH

H H H OH O H O

CH2OH

OH H H H OH O H n OH

Gambar 2.4. Struktur unit berulang Selulosa

Tang et al. (2007) menjelaskan bahwa kitosan merupakan polimer linier

yang tersusun oleh 2000 - 3000 monomer N-asetil-D-glukosamin dalam ikatan

(1,4)-2-Amino-2-Deoksi-β-D-Glukosa dengan rumus molekul (C6H11NO4)n.

Struktur molekul kitosan ini menyerupai struktur molekul pada selulosa (serat pada sayuran atau buah-buahan). Bedanya terletak pada gugus rantai C-2 yang


(29)

8

2.1.1 Sumber Kitosan

Kitin sebagai sumber awal kitosan merupakan biopolimer yang cukup

melimpah di alam. Secara umum kitin ditemukan pada hewan golongan crustacea

mollusca dan insecta yang tidak hanya pada bagian kulit dan kerangkanya tetapi juga terdapat pada ingsang, dinding usus dan bagian dalam kulit cumi-cumi. Lebih jelasnya, uraian di atas di jelaskan pada Tabel di bawah ini.

Tabel 2.1. Sumber - sumber kitin/kitosan di alam Sumber - sumber

kitin/kitosan Komposisi (%)

Rajungan 70 %

Kepiting 69 %

Ulat Sutera 44 %

Udang 40%

Laba - laba 38 %

Kumbang Air 37 %

Kecoa 35 %

Gurita 30 %

Jamur 5 - 20 %

Cacing 3 - 20 %

Sumber: Sugita dkk., 2009 (Diolah)

Kulit crustacea (kepiting, udang, lobster) sebagai limbah industri pangan

merupakan sumber utama yang dapat digunakan untuk memproduksi kitosan dari kitin dalam skala besar. Secara umum proses pembuatan kitosanmeliputi tiga tahap, yaitu: (i) deproteinasi, (ii) demineralisasi, dan (iii) deasetilasi.

a b c


(30)

Secara garis besar Irwan dkk., (2010) menjelaskan pembuatan kitosan meliputi: cangkang udang basah → dicuci dan dikeringkan → digrinding dan

diayak sampai lolos ayakan dengan diameter 0,356 mm → penghilangan protein

(deproteinasi) → dicuci dengan air → penghilangan mineral (demineralisasi) → dicuci dengan air → penghilangan warna → dicuci dengan air dan dikeringkan (terbentuk kitin) → penghilangan gugus asetil (deasetilasi) → dicuci dengan air dan dikeringkan terbentuk biopolimer kitosan.

Kitin sebagaimana dijelaskan sebelumnya merupakan prekursor untuk pembuatan kitosan. Perbedaan antara kitin dan kitosan terletak pada ukuran derajat deasetilasinya (DD). Kitosan diketahui memiliki DD sebesar 80 - 90 %. Sedangkan kitin umumnya memiliki DD kurang dari 10 %. Besarnya nilai DD ini menentukan kualitas dan nilai ekonomi kitosan yang dihasilkan . Semakin tinggi harga DD-nya maka semakin tinggi kualitas kitosan tersebut (Restu dkk., 2012).

2.1.2 Sifat - Sifat Kitosan

Sugita dkk. (2009) menyatakan bahwa kitosan adalah salah satu polimer

yang bersifat non-toxic, biocompatible, biodegradable dan bersifat polikationik

dalam suasana asam. Sifat dan penampilan produk kitosan ini dipengaruhi oleh perbedaan kondisi, seperti jenis pelarut, konsentrasi, waktu dan suhu proses ekstraksi. Kitosan dapat diperoleh dengan berbagai macam bentuk morfologi diantaranya struktur yang tidak teratur. Selain itu dapat juga berbentuk padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal tetap dari kitin murni.

Sri (2012) mengelompokkan kitosan kedalam tiga bagian berdasarkan berat molekulnya (BM) dan kelarutannya, yakni:

a. Kitosan larut asam dengan BM 800.000 - 1.000.000 Dalton

b. Kitosan mikrokristalin larut air dengan BM sekitar 150.000 Dalton c. Kitosan nanopartikel dengan BM 23.000 - 70.000 Dalton

Selain itu, kitosan dapat dikarakterisasi berdasarkan kualitas sifat fisik intrinsik yaitu kejernihan atau kemurnian, berat molekul, viskositas dan DD. Sifat dan karakteristik kitosan disajikan pada Tabel 2.2 di bawah ini.


(31)

10

Tabel 2.2. Spesifikasi kitosan

Parameter Ciri

Ukuran Partikel Serpihan/Bubuk

Kadar Air (%) ≤ 10,0

Titik Transisi (Film) 200

Titik Dekomposisi (Film) 250

Kelarutan pH ≤ 6

Warna Larutan Tidak Berwarna

N-Deasetilasi (%) ≥ 70,0

Kelas Viskositas (cps) :

a. Rendah < 200

b. Medium 200 - 799

c. Tinggi 800 - 2000

d. Sangat Tinggi > 2000

Sumber : Sugita dkk., 2009.

Kitosan merupakan senyawa kimia yang mudah menyesuaikan diri, hidrofobik, memiliki reaktifitas yang tinggi yang disebabkan oleh kandungan

gugus hidroksil (OH) dan gugus amino (NH2) yang bebas dan ligan yang

bervariasi. Kumpulan gugus hidroksil (hidroksil pertama pada C-6 dan hidroksil kedua pada C-3) serta gugus amino yang sangat reaktif (C-2) atau N-asetil yang seluruhnya terdapat pada kitin. Kitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus amino dalam rantai karbonnya (Riesca dkk., 2013).

Kitosan memiliki sifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan asam dengan pH kurang dari 6 dan asam organik misalnya asam asetat, asam format dan asam laktat. Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan adalam asam asetat/asam cuka dengan konsentrasi 1 - 2 % dengan pH sekitar 4. Adanya gugus karboksil dalam asam asetat akan memudahkan pelarutan kitosan karena terjadinya interaksi hidrogen antara gugus karboksil dengan gugus amino dari

kitosan (Pradip et al., 2004).

Kitosan juga memiliki gugus polar dan non polar. Karenanya kitosan dapat digunakan sebagai bahan pengental atau pembentuk gel yang sangat baik, sebagai pengikat, penstabil dan pembentuk tekstur. Kemampuan kitosan tersebut sama dengan CMC yang dapat memperbaiki penampakan suatu produk karena daya ikat


(32)

2.1.3 Aplikasi Kitosan

Kitosan telah digunakan secara luas. Kitosan diketahui mempunyai kemampuan untuk membentuk film, gel dan fiber karena berat molekulnya yang

tinggi dan solubilitasnya dalam larutan asam encer (Vipin et al., 2011). Sifatnya

yang biodegradable dan memiliki aktifitas antibakteri membuat kitosan banyak

diaplikasikan dalam bidang industri lainnya seperti, pengembangan biomaterial, industri kertas dan tekstil, bidang obat - obatan serta bidang kecantikan.

Tabel 2.3. Penggunaan kitosan

Penggunaan Fungsi

Penjernihan

a. Limbah industri pangan Koagulasi/Flokulan

b. Penjernihan air minum Koagulasi

c. Penjernihan kolam renang Flokulan mikroba

d. Penjernihan zat warna Pembentuk kompleks

e. Industri sari buah Flokulan protein

Bimedis Menurunkan kadar

kolesterol

Bioteknologi Mempercepat

penyembuhan luka

Industri Tekstil Meningkatkan ketahan

warna

Kosmetik Substantive rambut dan

kulit

Fotografi Melindungi film dari

kerusakan Biomaterial

Gugus amina (-NH2) dan hidroksil (-OH) pada rantai kitosan,

menyebabkan kitosan bersifat polielektrolit kationik (pKa = 6,5), hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat - sifat ini kemudian menjadikan kitosan:

a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.

b. Membentuk kompleks yang tidak larut dalam air dengan polianion yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul dan membran.


(33)

12

Kitosan dan beberapa tipe modifikasinya dilaporkan penggunaannya untuk aplikasi biomedis, seperti pelembab kulit, penyembuh luka, anti koagulan, jahitan pada luka (suuture), obat-obatan, bahan vaksin, dan dietary fiber. Baru-baru ini, penggunaan kitosan dan derivatnya mulai dilirik untuk dikembangkan sebagai sensor, bahan bakar sel (membran), model studi interaksi membran biologis, pelapisan untuk anti bakteri, penyusun DNA, pelapisan membran.

2.2 Carboxymethyl Cellulose (CMC)

CMC adalah polisakarida anionik linier yang larut dalam air dan merupakan gom alami yang dimodifikasi secara kimia. Bubuk CMC yang telah dimurnikan berwarna putih sampai krem, tidak berasa dan tidak berbau. Fungsi dasar CMC adalah mengikat air, menstabilkan komponen lain dan mencegah pengerutan. Stuktur CMC mempunyai kerangka D-glukopiranosa yang berikatan

β-(1,4) dari polimer selulosa (Gambar 2.7). CMC diproduksi dengan cara

mencampurkan selulosa dari pulp kayu atau kapas dengan larutan NaOH. Berbeda dengan turunan selulosa lainnya, CMC mengandung garam karboksil yang membuatnya lebih mudah larut dalam air bersifat pseudplastik, tetapi larutan CMC dengan derajat polimerisasi tinggi. Pada pH rendah, CMC kehilangan

viskositasnya dan cenderung mengendap (Sugita dkk., 2009).


(34)

2.2.1 Sumber Carboxymethil Cellulose (CMC)

CMC pada dasarnya merupakan turunan dari selulosa yang diproduksi untuk meningkatkan dan mengembangkan penggunaan selulosa yang lebih luas. Selulosa mendominasi karbohidrat dari tumbuh-tumbuhan hampir 50% karena selulosa merupakan bagian terpenting dari dinding sel tumbuh-tumbuhan. Selulosa ini banyak ditemukan dalam tanaman yang dikenal sebagai miofibril

dengan diameter 2 - 20 nm dan panjang 100 - 40000 nm (Pedram et al., 2009).

Selulosa adalah unsur struktural dan komponen utama dinding sel dari pohon dan tanaman tinggi lainnya. Senyawa ini juga dijumpai dalam tumbuhan rendah seperti paku, lumut, ganggang, dan jamur. Serat alami yang paling murni ialah serat kapas, yang terdiri dari sekitar 98% selulosa (Sugita dkk., 2009).

Selulosa merupakan β-1,4 poli glukosa, dengan berat molekul sangat

besar. Unit ulangan dari polimer selulosa terikat melalui ikatan glikosida yang mengakibatkan struktur selulosa linier. Keteraturan struktur tersebut juga menimbulkan ikatan hidrogen secara intra dan intermolekul. Beberapa molekul selulosa akan membentuk mikrofibril yang sebagian berupa daerah teratur (kristalin) dan diselingi daerah amorf yang kurang teratur (Agung dkk., 2009).

CH2OH

OH

O O

O

CH2OH OH

O O

O

CH2

COO

-O CH2 COO

-n

Gambar 2.7. Struktur kimia CMC

Beberapa mikrofibril membentuk fibril yang akhirnya menjadi serat selulosa. Selulosa memiliki kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut. Hal ini berkaitan dengan struktur serat dan kuatnya ikatan hidrogen.


(35)

14

Penggunaan terbesar selulosa di dalam industri adalah berupa serat kayu. Untuk aplikasi lebih luas, selulosa diturunkan menjadi beberapa produk, antara

lain Microcrystalline Cellulose, Carboxymethyl cellulose, Methyl cellulose dan

hydroxypropyl methyl cellulose. Produk-produk tersebut dimanfaatkan antara lain sebagai bahan antigumpal, emulsifier, stabilizer, dispersing agent, pengental, dan

sebagai gelling agent (Arum dkk., 2005).

Gambar 2.8. Keteraturan dalam struktur selulosa

2.2.2 Sifat - Sifat Carboxymethil Cellulose (CMC)

Sebagai turunan dari selulosa, CMC memiliki fungsi utama sebagai stabilisator, pengemulsi serta pembentu gel (Feby dkk., 2009). Molekul CMC sebagian besar meluas dan memanjang pada konsentrasi rendah tetapi pada konsentrasi tinggi molekulnya bertindih dan menggulung, kemudian pada konsentrasi yang lebih tinggi lagi membentuk benang kusut menjadi gel termoreversibel (Agung dan Lina, 2009).

CMC merupakan eter polimer selulosa linier dan berupa senyawa anion

yang bersifat biodegradable, tidak berbau, tidak berwarna, tidak beracun, butiran

atau bubuk yang larut dalam air, memiliki rentang pH sebesar 6,5 sampai 8,0 dan stabil pada rentang pH 2 - 10, transparan serta tidak bereaksi dengan senyawa


(36)

2.2.3 Aplikasi Carboxymethil Cellulose (CMC)

Saat ini CMC telah banyak digunakan dan bahkan memiliki peranan penting dalam berbagai aplikasi. CMC secara luas digunakan dalam bidang pangan, kimia, perminyakan, pembuatan kertas dan tekstil serta bangunan. Penggunaan CMC dibidang tersebut melibatkan kemampuan CMC sebagai

stabilizer, thickner, adhesive dan emulsifier. Pemanfaatannya yang sangat luas, mudah untuk diaplikasikan serta harganya yang relatif tidak mahal menjadikannya menjadi salah satu zat yang diminati dalam industri sebagaimana pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. Penggunaan CMC

Industri Penggunaan Fungsi

Pangan Makanan/Minuman

Pengental, Pemberi rasa makanan/minuman, Pengikat air, Pengekstrusi

Farmasi Tablet

Obat Salep

Pengikat, Pembentuk butiran, pengikat air, Pengental dan Pembentuk film

Kosmetik Pasta gigi

Gigi palsu

Pengental, Pensuspensi, Perekat, Pembentuk Gel, Pembentuk Film

Produk Kertas Aditif

Pelapis

Pengikat, Peningkatan kekuatan, Pengikat air, pengental

Perekat Perekat pelapis

dinding Pengikat air, Pembentuk film

Keramik Pelapis Pengikat, Pelumas, Pengental

Detergen Sabun cuci Antiredeposisi

Tekstil Pelengkung Perekat, Pembentuk tekstur

permukaan

2.3 Film Kitosan dengan Penambahan Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Film kitosan dengan prekursor kitosan yang merupakan polimer yang terbuat dari polisakarida terbesar kedua di alam setelah selulosa. Dan kitosan ini banyak digunakan untuk berbagai fungsi, termasuk pada pembuatan biomaterial baru. Disamping itu, kitosan banyak diteliti untuk dikembangkan oleh karena

karakter fisiologis dan teksturnya yang menarik, dengan sifat non-toxic dan


(37)

16

Kelarutan yang cukup tinggi memungkinkan kitosan banyak diaplikasikan untuk pembuatan biomaterial baru dalam bentuk film. Sifat pembentukan ini manjadi alasan kitosan dijadikan biomaterial baru berupa film yang diaplikasikan sebagai pengemas pada industri makanan/minuman, sebagai edible film pada pelapisan buah hingga material elektronik semacam sensor.

Namun demikian, kebanyakan film kitosan yang dibentuk atau hasil

fabrikasi umumnya bersifat kaku dan rapuh (Kun-Wei et al., 2012). Sifat mekanik

yang dihasilkan film kitosan adalah sebanding dengan polimer komersial berkekuatan sedang (Yudi, 2007). Karenanya, selain penggunaan bahan utama berupa polimer pada pembuatan film, sejumlah kecil bahan kimia lainnya seringkali ditambahkan untuk memperbaiki sifat - sifat fungsionalnya tersebut.

Penambahan zat kimia baik berupa plasticizer, emulsifier ataupun

stabilizer banyak dipilih untuk memodifikasi sifat film kitosan yang dibuat.

Dalam pembuatan film, adanya plasticizer, emulsifier ataupun stabilizer dipakai

untuk memperbaiki profil film, menjaga keutuhan dan menghindari lubang dan keretakan. Keberadaan zat tersebut juga menghasilkan film yang lebih fleksibel, lebih kuat dan tidak mudah pecah namun juga mempengaruhi sifat barriernya. Didalam matriks film, zat tersebut akan mengurangi ikatan intermolekul antar rantai polimer sehingga memperlemah gaya intermolekul tersebut (Yudi, 2007).

CMC, xanthan, guar dan arabic gum adalah beberapa jenis polisakarida

yang memiliki sifat sebagai plasticizer, emulsifier ataupun stabilizer. Akan tetapi,

CMC lebih banyak digunakan karena viskositasnya yang tinggi dan non - toxic.

Sejumlah gugus hidroksil (OH) dan karboksil (-COOH) pada CMC meningkatkan kemampuan mengikat air dan penyerapannya. CMC juga memiliki kandungan air

tinggi, biodegradability yang baik dan aplikasi yang luas. Karena struktur polimer

serta berat molekul yang tinggi yang dimilikinya, CMC dapat digunakan sebagai filler pada pembuatan film. Keberadaan CMC mampu meningkatkan sifat

mekanik dan sifat barrier film hasil fabrikasi (Tongdeesoontorn et al., 2011).

Chen et al. (2005) telah membuat membran kitosan-CMC dengan penaut

silang glutaraldehida dan partikel silika untuk diaplikasikan sebagai pengadsorpsi lisozim. Hasilnya membran kitosan-CMC tidak larut dalam air bila konsentrasi CMC dalam membran kurang dari 30% (b/b). Membran menunjukkan sifat


(38)

adsorbsi paling baik untuk lisozim ketika konsentrasi CMC 20% (b/b). Membran juga memiliki sifat sangat stabil karena keberadaan kitosan yang menjadi tidak mengembang dalam kondisi basa tersebut.

Li dan Bai (2005) mereaksikan kitosan dengan selulosa yang ditautsilangkan dengan etilena glikol diglisidil eter yang diaplikasikan untuk penyerapan tembaga (Cu). Penambahan selulosa ini menunjukkan kapasitas adsorbsi sangat tinggi untuk kitosan yang tertaut silang ataupun tidak. Namun, kapasitas adsorbsi padaa kitosan-selulosa tertaut silang sedikit lebih rendah.

Modifikasi kimia kitosan pada dasarnya dilakukan karena dapat meningkatkan kapasitas serapannya. Ini dikarenakan bentuk butiran hasil modifikasi mempunyai volume pori yang lebih besar. Akan tetapi hal ini bergantung pada kestabilan sifat kitosan termodifikasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH, suhu, polielektrolit, dan keberadaan hidrokoloid. Dan adanya penambahan CMC untuk perbaikan film kitosan menunjukkan perubahan pada sifat film yang jauh lebih elastis (Sugita dkk., 2009). Perbaikan kemampuan kitosan sebagai film dengan CMC, oleh Sugita dkk. (2010) dinyatakan meningkatkan sifat mekanik dan proses pembentukan film berlangsung lebih cepat.

2.4 Teknik Deposisi Film

Teknik deposisi film sangat dikenal hingga saat ini sebagai kunci utama dalam menciptakan teknologi semacam komputer, karena seluruh komponen mikroelektroniknya terbuat dari berbagai material yang diolah melalui proses deposisi. Lebih dari itu, contoh nyata terkait pentingnya teknologi ini dapat dilihat pada pabrik komponen - komponen semikonduktor, suatu industri yang secara

total bergantung pada pembentukan solid film dari berbagai material yang

dideposisi dari bentuk gas, cair ataupun padat (Veer, 2010).

Material padatan dikatakan berbentuk film ketika material tersebut ditumbuhkan di atas permukaan suatu substrat secara terkontrol pada susunan atomik, molekular dan ion - ionnya baik melalui proses fisika ataupun kimia. Pemrosesan material menjadi film mengizinkan integrasi yang mudah pada berbagai tipe peralatan elektronika. Sifat - sifat suatu material secara signifikan


(39)

18

terlihat berbeda ketika dianalisa dalam bentuk film. Banyak fungsi ataupun manfaat material yang lebih banyak dapat diterapkan jika dalam bentuk film karena sifat - sifat khususnya seperti sifat listrik, magnet dan optiknya.

2.4.1 Klasifikasi Teknik Deposisi Film

Pada dasarnya, teknik deposisi film adalah murni berbasis fisika seperti

metode evaporasi atau murni berdarkan prinsip - prinsip kimia seperti liquid -

phase chemical process. Namun, pada beberapa keadaan terjadi overlapping

proses yang dikategorikan sebagai metode fisika - kimia seperti proses yang

melibatkan pergerakan elektron dalam reaksi sputtering.

Sifat - sifat dari film sangat sensitif pada metode prepasrasi sampel film tersebut, dan beberapa teknik telah dikembangkan untuk proses deposisi film dari material logam, keramik, polimer dan superkonduktor di atas berbagai material substrat. Beberapa metode tersebut diuraikan dalam tabel berikut ini:

Teknik Deposisi Film

Fisika Kimia

Glow Discharge DC Sputtering

Triode Sputtering Getter Sputtering

Radio Frequency Sputtering

Magnetron Sputtering Ion Beam Sputtering

AC Sputtering

Vacuum Evaporation Resistive Heating Flash Evaporation

Electron Beam Evaporation

Laser Evaporation Arc Evaporation Radio Frequency Heating

Sputtering Evaporation

Chemical Vapour Deposition

Laser Chemical Vapour Deposition

Photo-chemical Vapour Deposition

Plasma Enhanced Vapour Deposition Metal-Organo Chemical Vapour

Deposition (MO-VCD)

Spray-Phyrolysis Technique (SPT)

Ultrasonic Electrodeposition Chemical Bath depostion

Electroless Deposition Anodisation Liquid Phase Epitaxy

Sol-gel Spin Coating

Gas Phase Liquid Phase

Polymer Assisted Deposition


(40)

Dari sekian banyak teknik - teknik dalam pemrosesan suatu material ke dalam bentuk film, tidak ada satu teknik pun yang mampu menghasilkan suatu film dengan karakteristik yang lengkap baik listrik, magnet, optik dsb (Jon S, 2005). Karenanya, pemilihan proses ataupun metode deposisi yang bersesuaian mengambil peranan penting dalam membentuk kualitas film yang baik sesuai yang diharapkan. Untuk itu ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, diantaranya:

a. Efektivitas biaya

b. Mampu mendeposisi material dasar

c. Mikrostruktur film dan laju deposisi dapat dikontrol

d. Stokiometri material diatur diawal pemrosesan material

e. Beroperasi pada suhu rendah

f. Adhesive pada suhu rendah

g. Ketersedian bahan deposit melimpah

h. Bahan deposit bersesuain dengan substrat yang dipilih

Diantara variasi teknik yang didiskusikan di atas, metode elektrodeposisi akan diuraikan lebih lanjut dalam penelitian ini.

2.4.2 Metode Elektrodeposisi

Luigi V. Brugnatelly, seorang ahli kimia berkebangsaan Itali merupakan orang pertama yang memperkenalkan metode elektrodeposisi. Elektrodeposisi adalah proses pelapisan suatu material dengan menggunakan bantuan arus lsitrik searah dan senyawa tertentu guna memindahkan partikel dari material pelapis ke permukaan material lain yang dilapisi. Bila listri dialirkan antara dua elektroda (anoda & katoda) di dalam suatu larutan konduktor/elektrolit, maka akan terjadi reaksi kimia pada permukaan elektroda tersebut. Pada sistem demikian, bila diberi tegangan atau beda potensial, ion - ion bergerak menuju elektroda. kation bergerak menuju katoda dan anion bergerak menuju anoda (Ade, 2008).


(41)

20

2.4.3 Dasar Metode Elektrodeposisi

Pada prinsipnya proses pelapisan material dengan metode elektrodeposisi dilakukan dalam suatu rangkaian yang terdiri atas beberapa peralatan berupa

wadah elektrodeposisi, larutan elektrolit, elektroda dan power supplay yang

disusun sedemikian rupa sehingga membentuk suatu sistem lapis listrik yang secara sederhana digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.10. Sistem pelapisan di atas permukaan substrat (elektroda)

Sebelum proses dilakukan maka perlu terlebih dahulu untuk menentukan parameter - parameter dalam operasi, seperti: lamanya proses elektrodeposisi dan besar arus yang harus dialirkan (Basmal, 2011).

2.4.4 Sistem Dalam Metode Elektrodeposisi

Adapun metode elektrodeposisi dalam prosesnya melibatkan wadah

elektrodeposisi, larutan elektrolit, elektroda dan power supplay.

a. Wadah Elektrodeposisi

Wadah ini diperlukan sebagai tempat berlangsungnya proses pelapisan material pada permukaan substrat dengan metode elektrodeposisi. Wadah elektrodeposisi merupakan tempat larutan elektrolit, anoda dan katoda berada. Dan wadah yang digunakan harus tahan terhadap bahan - bahan kimia yang bersifat asam. Disamping itu, perlu untuk mempertimbangkan bentuk atau


(42)

desain konstruksi wadah agar bersesuaian dengan proses yang akan dilakukan seperti volume larutan elektrolit, jarak ideal antara katoda dana anoda serta peralatan pendukung lainnya jika diperlukan. Sebaik - baiknya jarak antara elektroda dalam bak cukup dekat pada kisaran 0,5 cm (Ade, 2008).

b. Larutan Elektrolit

Larutan elektrolit dalam hal ini merupakan media peghantar listrik antara anoda dan katoda yang didalamnya terkandung ion - ion ataupun komponen - komponen material yang akan dilapiskan. Seperti halnya pada larutan elektrolit untuk elektrodeposisi kitosan - CMC harus mengandung ion - ion penyusun kitosan sebagai bahan utama pembuatan film dalam deposisi. Larutan elektrolit yang digunakan sebaiknya encer atau dengan kepekatan yang merata (Basmal, 2008).

c. Elektroda (Anoda/Katoda)

Anoda, merupakan elektroda yang dihubungkan pada kutub positif pada

power supplay DC. Reaksi kimia yang terjadi pada anoda adalah reaksi reduksi.

Katoda, adalah elektroda yang akan dihubungkan dengan kutub negatif pada

power supplay DC. Yang menempati posisi katoda adalah benda atau susbtrat target deposit untuk dilapisi sehingga proses elektrodeposisi disebut juga dengan pelapisan katodik dimana terjadi reaksi reduksi dengan reaksi secara umum diberikan:

Mn+ + ne → Mo (mengendap di katoda)

d. Power Supplay

Alat ini merupakan alat yang dibutuhkan untuk menghasilkan arus dan tegangan DC yang besarnya dapat diukur baik dengan amperemeter dan volmeter atau sistem yang telah diset untuk melakukan pembacaan keluaran listrik dari suatu komponen. Besarnya tegangan DC yang dialirkan pada sistem elektrodeposisi harus disesuaikan dengan kondisi operasi yang dibutuhkan agar proses pelapisan dapat berlangsung dengan baik (Ade, 2008).


(43)

22

2.5 Teknologi Sensor

Para peneliti di lembaga riset maupun perguruan tinggi berlomba - lomba untuk mengembangkan sensor dan sistem sensor baru dengan prinsip dan metoda yang berbeda - beda untuk memenuhi kebutuhan akan otomatisasi, keamanan dan kenyamanan. Saat ini teknologi sensor telah memasuki bidang aplikasi baru dan

pasar yang semakin meluas seperti otomotif dan rumah cerdas (smart home).

Pada waktu yang bersamaan sensor atau sistem sensor juga dituntut untuk dapat mengatasi fenomena alam, seperti; peringatan dini gempa bumi, tsunami, pemanasan global dan gunung berapi. Kemudian berlanjut untuk tuntutan

peralatan kesehatan yang serba otomatis dan portable.

Besaran - besaran yang selama ini sulit diukur menjadi tantangan utama bagai para peneliti dalam mengembangkan sensor dan sistem sensor. Tantangan lain adalah meningkatkan nilai informasi sensor dengan menggunakan metoda -metoda pengukuran yang sudah dikenal. Oleh karena itu, dalam pengembangan sensor dan sistem sensor perlu dipilih prinsip-prinsip pengukuran yang cocok, pengukuran pengukuran khusus perlu dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan sensor.

2.5.1 Definisi Umum Sensor

Secara istilah ilmu pengetahuan, sensor diartikan sebagai alat yang mampu menangkap fenomena fisika (magnetik, mekanik, radiasi dll) atau kimia yang kemudian mengubahnya menjadi sinyal elektrik baik arus listrik maupun tegangan. Fenomena fisik yang mampu menstimulus sensor untuk menghasilkan sinyal elektrik meliputi temperatur, tekanan, gaya, medan magnet cahaya, pergerakan dan sebagainya. Sementara fenomena kimia dapat berupa konsentrasi dari bahan kimia baik cairan maupun gas.

Dengan definisi seperti ini maka sensor merupakan alat elektronik yang begitu banyak dipakai dalam kehidupan manusia saat ini. Bagaimana tekanan jari

kita pada keyboard komputer, remote televisi, menghasilkan perubahan pada layar

computer atau televisi, serta gerakan pada lift adalah contoh mudah sensor secara luas.


(44)

Demikian pula sensor pengukur cairan oksigen ataupun gas lainnya yang

sering digunakan di rumah sakit. Hampir seluruh kehidupan sehari – hari saat ini

tidak ada yang tidak melibatkan sensor. Tidak mengherankan jika sensor banyak disebut juga sebagai panca indera-nya alat elektronik modern.

Kualitas suatu sensor atau sistem sensor dipengaruhi tiga komponen utama pembentuknya, yaitu; struktur sensor, teknologi manufaktur dan algoritma pengolah sinyalnya. Besaran fisika atau kimia yang diukur menjadi sinyal analog elektronik. Sinyal analog ini oleh unit pra pengolah sinyal diubah menjadi sinyal digital, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Komponen penyusun dan pendukung sensor

2.5.2 Klasifikasi Umum Sensor

Sensor sebagaimana diuraikan sebelumnya merupakan alat yang bekerja dengan mendeteksi dalam berbagai kondisi dan pada berbagai target deteksi. Seiring dengan berkembangan kehidupan, semakin banyak kondisi dan target yang dideteksi. Untuk itu, berbagai jenis sensor dibuat dan dikembangkan. Berikut ini adalah beberapa jenis sensor yang ada dalam kehidupan yang diklasifikasikan secara umum.


(45)

24

Klasifikasi Sensor

Berdasarkan variabel yang diindera

Berdasarkan kebutuhan akan Power Supplay

Berdasarkan sinyal

output

Berdasarkan Mode Operasi

Berdasrkan hubungan

input – output dll

Sensor Fisika Sensor Kimia Sensor Aktif Sensor Pasif Sensor Analog Sensor Digital Deflection Deflection Nul

Sensor Cahaya, Suhu, Percepatan, dsb

Sensor Gas, pH, Ledakan, dsb

Termokopel Termistor Potensiometer Position Encoder Deflection Accelometer Servo Accelometer

Gambar 2.12. Klasifikasi umum sensor

2.5.3 Karakteristik Umum Sensor

Karakteristik sensor dikaji berdasrkan sejauh mana sensor mampu beroperasi sebagaimana fungis kerjanya atau sejauh mana sensor mampu mengenali zat yang dideteksi. Kemampuan - kemampuan tersebut meliputi:

a. Linieritas, menyatakan karakteristik konversi dari sensor dimana keluarannya

proporsional dengan masukannya. Karakteristik ini sangat berpengaruh terhadap sensitivitas yang dimiliki sensor. Apabila tanggapannya diperoleh linier, maka sensitivitasnya juga akan sama untuk jangkauan pengukuran keseluruhan. 100 1 0 Konsentrasi (Masukan) Te gan gan ( K el u ar an )


(46)

b. Selektivitas, merupakan sejauh mana sensor memiliki kemampuan menyeleksi gas yang ingin dideteksi, karena gas yang dideteksi tentunya tercampur dengan zat lain disekelilingnya. Plot hasil selektivitas sensor berkaitan dengan linieritas sensor. Artinya hasil selektivitas semakin baik jika plot grafik keluaran terhadap konsentrasi gas mendekati linier.

c. Response & Recovery Time, merupakan waktu yang dibutuhkan oleh sensor untuk mengenali zat yang dideteksi dan meresponnya dalam bentuk tegangan keluaran untuk selanjutnya memulihkan kondisinya sesegera mungkin kekondisi awal sensor setelah pengaruh gas yang dideteksi dihilangkan.

Waktu (detik)

Te

gan

gan

(

V

)

(Recovery)

(Response)

Gambar 2.14. Grafik response and recovery sensor

d. Repeatability, menyatakan kebolehulangan sensor untuk menghasilkan keluaran dengan hasil relatif sama saat sensor diuji terhadap gas dengan konsentrasi yang sama dalam kondisi dan sistem yang sama secara berulang.


(47)

26

e. Reproducibility, merupakan karakteristik sensor dimana sensor diproduksi dengan komposisi yang sama dengan jumlah tertentu kemudian diuji pada suatu sistem yang sama dan keseluruhan sensor memberikan hasil yang relatif sama.

Waktu (detik)

Te

gan

gan

(

V

)

Sensor 1 Sensor 2 Sensor 3

Gambar 2.16. Grafik reproducibility sensor

f. Life Time, ini menunjukkan karakteristik kestabilan jangka panjang sensor ataupun jangka waktu pemakaian sensor.

g. Stability, menyatakan konsistensi sensor dalam memberikan hasil keluaran yang sama selama proses pengujian tanpa terpengaruh oleh kondisi atau lingkungan sekitar. Hal ini didasarkan pada prinsip pendeteksian sensor gas dimana terjadi proses desorpsi dan adsoprsi pada permukaan sehingga terjadi

perubahan pada temperatur dan % Relative Humidity nya.

2.6 Aseton

2.6.1 Sumber Aseton

Keton adalah senyawa sederhana yang mengandung sebuah gugus karbonil dan sebuah ikatan rangkap C=O. Keton termasuk senyawa sederhana jika ditinjau berdasarkan ada tidaknya gugus - gugus reaktif yang lain seperti -OH yang terikat langsung pada atom karbon di gugus karbonil seperti yang ditemukan pada asam karboksilat yang mengandung gugus -COOH.


(48)

Senyawa keton banyak terdapat dalam makhluk hidup seperti gula ribosa yaitu gula dengan atom C sebanyak lima buah dan mengandung gugus karbonil. Salah satu contoh yang termasuk senyawa keton adalah aseton yang dikenal

dengan propanon, dimetil keton, 2-propanon, dimetilformaldehida dan β

-ketopropena. Bentuk struktur aseton ini digambarkan berupa trigonal planar seperti di bawah ini:

H

3

C

C

CH

3

O

Gambar 2.17. Struktur molekul aseton

Aseton dapat bercampur dalam air dan dalam semua perbandingan adalah suatu zat pelarut yang baik bagi banyak zat-zat organik, aseton dipakai dalam pembuatan senyawa penting. Air kencing biasanya mengandung sedikit aseton, tetapi lebih banyak dalam keadaan sakit tertentu seperti diabetes melitus.

2.6.2 Sifat Fisika dan Kimia Aseton

Aseton merupakan suatu keton yang dapat dibuat dari bahan dasar isopropil alkohol dengan cara oksidasi. Aseton adalah zat tidak berwarna dan mempunyai bau yang sengit yang menjadi tandanya. Adapun sifat - sifat aseton lebih lengkapnya diuraikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.5. Sifat fisika dan kimia aseton

Sifat Keterangan

Rumus Molekul CH3COCH3

Massa Molar 58,08 g/mol

Wujud Cairan tidak berwarna

Densitas 0,79 g/cm3

Titik Beku -94,9oC

Titik Didih 56,55oC


(49)

28

2.6.2.1 Sifat Fisika Aseton Titik Didih

Keton sederhana seperti aseton memiliki wujud cair dengan titik didih

56,55oC. Senyawa keton mengandung 3 - 12 atom C berupa cairan berbau sedang

dan pada suhu tinggi akan berupa jadi padatan dengan titik didih yang lebih tinggi. Besarnya titik didih ini dikarenakan adanya gaya dispersi dan gaya dipol dipol Van Der Walls antara molekul - molekul yang berdekatan.

Kelarutan Dalam Air

Keton kecil dapat larut secara bebas dalam air tapi kelarutannya berkurang dengan bertambahnya rantai molekulnya. Hal ini menyatakan bahwa, keton tidak

dapat berikatan dengan atom H dari sesama tapi bisa berikatan dengan H2O. Salah

satu atom H yang bermuatan positif dalam molekul air dapat tertarik ke salah satu

pasangan elektron bebas dari atom O2 dari keton membentuk ikatan H. Dan

kondisi ini juga dipengaruhi oleh adanya gaya dispersi dan gaya dipol - dipol yang membantu meningkatkan kelarutan aseton.

Kepolaran

Aseton bersifat semipolar, hal ini dilihat dari struktur kimianya. Dimana terdapat ikatan C=O dengan selisih keelektronegatifan sebesar satu yang menyatakan bahwa senyawa tersebut bersifat polar. Tetapi adanya gugus C-H dengan selisih keelektronegatifan sebesar 0,4 yang menyatakan bahwa senyawa aseton ini juga bersifat non polar. Oleh karena itu, senyawa aseton dapat digunakan sebagai pelarut polar dan pelarut non polar.

2.6.2.2 Sifat Kimia Aseton Reaktivitas

Atom O pada gugus karbonil jauh lebih elektronegatif dibandingkan dengan karbon sehingga memiliki kecenderungan kuat untuk menarik elektron yang terdapat dalam ikatan C=O kearahnya sendiri dan bahkan lebih mudah

ditarik kearah O2. Sehingga menyebabkan ikatan C=O polar. Karenanya karbon


(50)

Nukleofil ini merupakan sebuah ion bermuatan negatif atau bagian yang bermuatan negatif dari sebuah molekul (seperti pasangan elektron pada molekul NH3).

Reaksi Oksidasi Reduksi Aseton

Reaksi oksidasi pada senyawa aseton menghasilkan asam karboksilat. Pada dasarnya, oksidasi pada senyawa ini tidak mudah atau sukar terjadi dikarenakan dalam prosesnya melibatkan ikatan karbon sehingga diperlukan energi yang cukup besar untuk terjadinya reaksi oksidasi tersebut.

2.6.3 Pemeriksaan Gas Aseton Nafas

Dibandingkan dengan metode - metode pemeriksaan DM sebelumnya, metode ini relatif baru. Karena sampel yang digunakan berupa nafas yang berbentuk gas maka diperlukan suatu alat deteksi yang memiliki tingkat kepekaan yang lebih tinggi dibanding alat pemeriksaan lainnya. Dan hingga saat ini, alat pemeriksaan untuk metode ini masih tersedia dalam jumlah kecil dan hanya tersedia di rumah sakit sehingga untuk sekali pemeriksaan dibutuhkan biaya tinggi.

Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GS-MS) dan Proton Transfer Reaction - Mass Spectrometry (PTR-MS) adalah beberapa alat deteksi gas dengan ketepatan tinggi yang ada saat ini. Namun, alat - alat tersebut tidak memenuhi persyaratan klinis dan tidak dapat diterapkan di rumah karena sifatnya yang

kurang portabel dengan biaya relatif mahal dan analisa yang kurang real - time.

Alternatif lain yang kemudian ditawarkan adalah pengembangan berbagai jenis sensor gas aseton dari berbagai material. Dan sensor berbasis semikoduktor adalah yang paling banyak dilakukan, seperti:

Penelitian oleh Lilik dkk., (2012) yang membuat sensor aseton dari

keramik kombinasi Fe2O3-NiO melalui proses pembakaran hingga 1000oC selama

90 menit. Kun-Wei et al., (2012) mengembangkan sensor aseton dari ultrathin

Indium Nitrat (InN) epilayer yang mampu mendeteksi hingga 0,4 ppm konsentrasi

gas dan beroperasi pada suhu 200oC. Hasil penelitian lainnya oleh Yeobyol et al.,


(51)

30

beberapa sensor aseton dari berbagai material semikonduktor. Tetapi, kebanyakan

belum bisa memberikan keluaran yang bersifat high sensitivity dan high liniearity

padahal proses fabrikasi melibatkan proses kompleks dengan biaya yang relatif mahal.

Tabel 2.6. Daftar sensor gas aseton yang telah difabrikasi

Material Prinsip Operasi Sensor

Konsentrasi terendah yang dideteksi (ppm)

Waktu Respon

Temperatur Operasi In2O3

Resistansi/ Tegangan

25 10 s 400oC

WO3 0.2 3,5 m 400

o C

ZnO 100 30 s 200oC

LaFeO3 500 33 s 275

o C

TiO2 1 10 s 500oC

GaN 500 10 s 350oC

InN 0.4 150 s 200oC

Pada perkembangan selanjutnya, polimer komposit dan polimer konduktif hadir sebagai material baru untuk bahan pembuat sensor gas. Jikas sensor gas dari metal oksida digunakan untuk memonitor gas hasil pembakaran kendaraan dan industri maka sensor gas dari polimer komposit dan polimer konduktif dibutuhkan untuk mendeteksi polutan berupa gas seperti sulfur oksida dan uap senyawa organik beracun yang dihasilkan oleh industri (Robert dkk., 2010).

Kelebihan polimer konduktif antara lain tersedianya material dengan struktur molekul yang bervariasi, memiliki harga material yang relatif murah, memilki sensitivitas yang tinggi untuk bermacam-macam uap senyawa organik, sensor gas dari polimer konduktif organik dapat digunakan pada suhu ruang. Umumnya, sensor gas dari polimer konduktif organik menunjukkan sensitivitas yang baik, khususnya untuk senyawa polar (Slamet dkk., 2010).


(1)

D.5 DATA

REPRODUCIBILITY

SENSOR ASETON

D.5.1 Tabel Data

Reproducibility

Sensor Aseton Berbasis Film Kitosan

Murni (

Pure Chitosan

)

Konsentrasi Gas (ppm)

Tegangan Keluaran (mV)

S1-a S1-b S1-c S1-d S1-e

0 201 191 195 199 200

0.1 219 207 222 202 215

0.5 235 223 251 251 256

1 253 254 255 259 265

5 300 302 300 310 308

10 330 349 365 350 348

D.5.2 Tabel Data

Reproducibility

Sensor Aseton Berbasis Film Kitosan

Dengan 0,01 g CMC

Konsentrasi Gas (ppm)

Tegangan Keluaran (mV)

S2-a S2-b S2-c S2-d S2-e

0 212 205 200 205 203

0.1 243 230 232 239 229

0.5 266 254 251 264 258

1 275 275 267 284 269

5 312 303 326 332 318

10 375 388 371 399 387

D.5.3 Tabel Data

Reproducibility

Sensor Aseton Berbasis Film Kitosan

Dengan 0,05 g CMC

Konsentrasi Gas (ppm)

Tegangan Keluaran (mV)

S3-a S3-b S3-c S3-d S3-e

0 249 241 240 246 242

0.1 266 263 272 257 263

0.5 294 287 287 283 286

1 308 316 312 305 308

5 352 356 352 359 351


(2)

D.5.4 Tabel Data Reproducibility Sensor Aseton Berbasis Film Kitosan

Dengan 0,1 g CMC

Konsentrasi Gas (ppm)

Tegangan Keluaran (mV)

S4-a S4-b S4-c S4-d S4-e

0 270 255 262 251 261

0.1 275 290 291 255 265

0.5 312 312 327 308 295

1 321 322 331 319 332

5 387 394 390 363 375

10 432 442 449 438 432

D.5.5 Tabel Data

Reproducibility

Sensor Aseton Berbasis Film Kitosan

Dengan 0,5 g CMC

Konsentrasi Gas (ppm)

Tegangan Keluaran (mV)

S5-a S5-b S5-c S5-d S5-e

0 269 256 280 259 280

0.1 287 267 287 275 299

0.5 321 312 311 308 321

1 334 335 345 312 350

5 403 399 403 402 403


(3)

D.6 DATA

LIFE TIME

SENSOR ASETON

D.6.1 Tabel Data

Life Time

Sensor Pada Variasi Konsentrasi Aseton (10 hari)

Untuk Normal Air

Hari Ke- Tegangan Keluaran (mV)

S1 S2 S3 S4 S5

1 190 203 246 260 261

2 197 205 239 258 262

3 201 200 242 255 262

4 210 199 249 247 260

5 209 205 249 255 258

6 201 199 250 260 255

7 200 206 248 271 265

8 199 198 237 259 268

9 199 206 236 258 258

10 197 198 242 261 254

Untuk 0,1 ppm Aseton

1 209 230 269 279 291

2 210 241 270 282 300

3 209 246 262 275 286

4 198 250 265 271 298

5 215 231 271 285 295

6 221 230 266 290 292

7 207 245 267 271 294

8 205 236 272 283 290

9 200 220 269 279 290

10 203 219 268 280 291

Untuk 0,5 ppm Aseton

1 254 266 296 328 345

2 252 268 300 320 350

3 249 273 295 320 337

4 262 271 292 324 346

5 273 277 289 319 348

6 264 275 294 332 350

7 258 269 299 330 349

8 263 270 295 329 351

9 271 267 293 335 339

10 259 273 294 341 342

Untuk 1 ppm Aseton

1 299 300 345 354 347

2 300 299 339 334 338

3 274 284 342 343 329

4 283 277 346 351 335

5 289 283 347 329 342

6 290 293 350 339 347

7 284 288 349 342 350

8 299 300 347 345 351

9 300 287 348 333 349

10 287 283 350 348 346

Untuk 5 ppm Aseton

Hari Tegangan Keluaran (mV)

S1 S2 S3 S4 S5

1 309 315 372 378 402

2 325 309 380 373 389

3 329 307 377 379 395

4 299 320 371 371 384

5 285 324 378 375 394

6 298 321 369 377 400


(4)

8 296 300 381 370 406

9 289 310 379 385 385

10 279 305 375 388 389

Untuk 10 ppm Aseton

1 340 362 410 411 426

2 339 364 423 409 443

3 346 357 418 421 449

4 329 349 425 432 448

5 330 350 433 425 435

6 334 337 439 425 422

7 342 345 428 432 437

8 343 367 419 428 433

9 340 370 427 422 429

10 338 359 419 421 440

D.6.2 Tabel Data

Life Time

Sensor Pada Variasi Konsentrasi Aseton

(8 minggu/2 bulan)

Untuk

Normal Air

Minggu Ke- Tegangan Keluaran (mV)

S1 S2 S3 S4 S5

1 193 205 239 258 265

2 200 200 240 257 271

3 199 206 241 262 289

4 187 196 245 261 288

5 183 199 254 259 283

6 192 198 249 271 277

7 189 195 243 258 289

8 185 188 246 266 291

Untuk 0,1 ppm Aseton

1 210 237 272 280 300

2 206 242 279 283 288

3 199 245 269 269 302

4 219 239 275 277 297

5 221 226 269 293 293

6 208 239 273 292 290

7 199 226 270 284 289

8 217 239 272 277 292

Untuk 0,5 ppm Aseton

Hari Tegangan Keluaran (mV)

S1 S2 S3 S4 S5

1 262 272 300 322 352

2 263 267 283 319 356

3 267 269 293 328 349

4 273 273 294 330 339

5 288 268 289 334 342

6 256 270 299 321 346

7 259 270 300 318 348

8 255 265 300 322 349

Untuk 1 ppm Aseton

1 300 285 339 350 335

2 289 279 328 332 345


(5)

4 283 292 342 349 350

5 287 290 350 345 351

6 293 288 349 337 346

7 294 291 346 342 339

8 300 295 349 349 343

Untuk 5 ppm Aseton

1 300 320 369 376 400

2 321 318 384 386 400

3 310 309 379 390 403

4 311 315 380 392 413

5 319 312 382 392 408

6 302 319 381 399 415

7 299 308 380 389 421

8 295 305 385 388 412

Untuk 10 ppm Aseton

1 338 364 422 408 440

2 337 365 425 410 439

3 325 349 419 429 436

4 333 350 420 425 445

5 328 352 434 433 427

6 331 348 420 427 432

7 318 367 419 439 435

8 321 350 425 428 441


(6)

D.7 DATA

STABILITY

SENSOR

D.7.1 Tabel Data

Stability

Sensor Berdasarkan

Repeatability

-nya

Sensor

Stability

T (

o

C)

%RH

Pure Chitosan 24 - 25,5 58 - 60

CS - CMC 0,01 w/v 24,5 - 25,5 60 - 62

CS - CMC 0,01 w/v 28,7 - 28,9 63 - 64

CS - CMC 0,01 w/v 29 - 29,1 65 - 66

CS - CMC 0,01 w/v 31,4 - 32,4 65 - 66

D.7.2 Tabel Data

Stability

Sensor Berdasarkan

Reproducibility

-nya

Sensor

Nomor

Stability

T (

o

C)

%RH

Pure Chitosan

a

25 - 25,5 58 - 60 b

c d e

CS - CMC 0,01 w/v

a

25,1 - 26,0 59 - 62 b

c d e

CS - CMC 0,05 w/v

a

28,0 - 28,9 63 - 65 b

c d e

CS - CMC 0,1 w/v

a

28,9 - 29,4 65 - 66 b

c d e

CS - CMC 0,5 w/v

a

30,5 - 32,8 65 - 66 b

c d e