Respon Karakteristik Tanah Gambut Terhadap Kebakaran

RESPON KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT TERHADAP
KEBAKARAN

ABDUL HADI LUBIS

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA *
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Karakteristik
Tanah Gambut terhadap Kebakaran adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016
Abdul Hadi Lubis
E44100008

ABSTRAK
ABDUL HADI LUBIS. Respon Karakteristik Tanah Gambut terhadap
Kebakaran. Dibimbing oleh LAILAN SYAUFINA.
Lahan gambut merupakan lahan yang didominasi oleh lapisan bahan
organik yang jenuh air, yang terbentuk dari endapan yang berasal dari
penumpukan sisa-sisa tumbuhan yang sebagian belum melapuk sempurna
dengan ketebalan 50 cm atau lebih, dan kandungan karbon organik (C-organik
content) sekurang-kurangnya 12% berdasarkan berat kering. Lahan gambut yang
telah dibuka rentan terhadap kebakaran yang memberikan dampak lingkungan
yang besar. Tujuan penelitian ini adalah mengukur dan menganalisa dampak
kebakaran pada perubahan sifat fisik dan kimia tanah gambut. Pengolahan data
dianalisa menggunakan independent sample t-test. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kadar air, derajat keasaman pH dan C-organik lahan tidak
terbakar dan terbakar menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada
selang kepercayaan 95%. Sedangkan hasil analisis statistik pada bulk density
(bobot isi) antara lahan tidak terbakar dan terbakar menunjukkan tidak adanya

perbedaan yang signifikan pada selang kepercayaan 95%. Dengan demikian
dampak kebakaran hutan gambut berpengaruh nyata terhadap kadar air, pH, dan
C-organik tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bulk density.
Kata kunci: lahan gambut, kebakaran, kadar air, bulk density, C-organik, pH

ABSTRACT
ABDUL HADI LUBIS. Responses of peat soil characteristics on fire. Supervised
by LAILAN SYAUFINA.
Peatland is land that dominated by saturated soil water organic layer ,
which is formed from sediment derived from the accumulation of plant debris that
partially yet decaying perfectly with a thickness of 50 cm of more, and the content
of carbon of organic (organic C content) of at least 12% by dry weight. The
objective of this study is to measure and analyze the impacts of fire on changes in
physical and chemical properties of peat soil. The data was analyzed using
independent sample t-test. The study revealed that moisture content, degree of
acidity pH, and C-organic of unburned and burned area showed significant
differences at the 95% confidence interval. Whereas, statistical analysis on the
bulk density (bulk density) between unburned and burned area indicates no
significant difference at 95% confidence interval. Therefore, has siginificant
impacts on peat moisture content, pH, and C-organic but no significant impacts

on bulk density.
Key word: peatland, fire, moisture content, bulk density, C-organic, pH

RESPON KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT TERHADAP
KEBAKARAN

ABDUL HADI LUBIS

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Juni-Juli 2015 ini ialah Respon Karakteristik Tanah Gambut terhadap
Kebakaran.
Terima Kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Lailan Syaufina, MSc selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, motivasi,
solusi dan seluruh bantuannya dalam penyelesaian skripsi. Penulis juga
mengucapkan terima kepada ibu Atikah yang telah membantu dalam analisis
tanah sifat fisik dan kimia tanah gambut. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, keluarga, serta teman-teman seperjuangan atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat kepada pihak-pihak yang
memerlukannya.

Bogor, Januari 2016
Abdul Hadi Lubis
NIM E44100008


DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE PENELITIAN

1

Waktu dan Tempat Penelitian

1

Bahan dan alat

2


Pengambilan Sampel

2

Analisis Sifat Fisik Tanah

2

Analisis Sifat Kimia Tanah

2

Pengolahan Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3


Klasifikasi Penilaian terhadap Keparahan Kebakaran

3

Dampak Kebakaran pada Sifat Fisik Tanah Gambut

5

Dampak kebakaran pada Sifat Kimia Tanah Gambut

9

SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13


Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4

Rata-rata kadar air (%) tidak terbakar dan terbakar
Rata-rata bulk density (g/cm³) tidak terbakar dan terbakar
Rata-rata pH tidak terbakar dan terbakar
Rata-rata C-organik (%) tidak terbakar dan terbakar

6
7
10
12

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Uji t-test independent samples test kadar air

Uji t-test independent sample test bulk density
Uji t-test independent samples test pH
Uji t-test independent samples test c-organik

7
8
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Data Analisis Sifat Fisik Tanah Gambut
Data Analisis Kimia Gambut pH Tanah
Data Analisis Kimia Gambut C-organik
Pengolahan data SPSS kadar air
Pengolahan data SPSS bulk density
Pengolahan data SPSS pH
Pengolahan data SPSS C-organik

16
17
18
18
24
30
36

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lahan gambut merupakan lahan yang memiliki tanah jenuh air, yang
terbentuk dari endapan yang berasal dari penumpukan sisa-sisa tumbuhan yang
sebagian belum melapuk sempurna dengan ketebalan 50 cm atau lebih, dan
kandungan carbon organik (C-organik content) sekurang-kurangnya 12%
berdasarkan berat kering (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2012).
Luas lahan gambut di Indonesia saat ini sekitar 14.9 juta ha. Sebagian
lahan gambut tersebut sudah digunakan untuk pertanian dan sebagian terlantar
atau terdegradasi yang ditumbuhi semak belukar (Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian 2014). Lahan gambut memiliki
fungsi lingkungan yang sangat penting, antara lain: penyerap dan penyimpan
karbon, pengatur tata air/hidrologi, penghasil kayu dan hasil hutan lainnya (getah
jelutung dll), konservasi keanekaragaman hayati, dan pengembangan potensi
ekowisata.
Saat ini lahan gambut di Indonesia tidak terlepas dari adanya gangguan,
salah satunya adalah kebakaran hutan dan lahan. Saharjo (2000) menyebutkan
bahwa penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut berasal dari beberapa sumber
antara lain perladangan berpindah, konsesi hutan, hutan tanaman, perkebunan, dan
penebangan yang berkaitan dengan penggunaan lahan dan perubahannya. Adanya
kebakaran mengakibatkan kerusakan pada karakteristik fisik, kimia, dan biologi
tanah gambut. Sejalan dengan luasnya lahan gambut yang terbakar, maka
degradasi lahan gambut akan semakin meningkat. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian tentang dampak kebakaran terhadap sifat tanah gambut untuk
mengkaji sejauh mana kerusakan yang terjadi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dampak kebakaran pada
perubahan sifat fisik dan kimia tanah gambut.
Manfaat Penelitian
Informasi terkait dampak kebakaran pada sifat fisik dan kimia tanah
gambut yang diperoleh dari penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk informasi
rehabilitasi lahan yang terbakar.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengaruh Hutan Fakultas Kehutanan
IPB pada bulan Juni-Juli 2015.

2

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah gambut
tidak terbakar dan terbakar yang berasal dari Desa Sepahat, Kecamatan Bukit
Batu, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Sedangkan alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ring sampel 28 buah, oven biasa, oven tanur, tabung film,
cawan petri 28 buah, penggaris, pH elektroda, timbngan elektrik, cawan ctimbel
dan bak plastik.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara acak pada dua lokasi areal tidak
terbakar dan dua lokasi areal terbakar dengan jumlah sampel tanah masing-masing
7 (Tujuh) sampel sehingga terdapat 28 (Dua puluh Delapan) sampel. Sampel
tanah tersebut diambil pada kedalaman 0-5 cm.
Analisis Sifat Fisik Tanah
Sebelum dioven berat ring dan berat tanah ditimbang. Setelah itu sampel
tanah tersebut dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam dengan suhu 105°C.
Kemudian berat tanah ditimbang kembali. Kadar air dan bulk density dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
KA (Kadar Air) =

× 100%

BD (Bulk Density) =
Keterangan : BB (Berat Basah) = Berat ring dengan tanah - Berat ring
sebelum di oven
BK (Berat Kering) = Berat tanah yang di oven- Berat ring
(Volume ring sampel)
Analisis Sifat Kimia Tanah
Cawan ctimbel ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik.
Kemudian tanah sebanyak 5gr dimasukkan kedalam cawan dan di oven selama 24
jam dengan suhu 105°C lalu di timbang . Setelah itu cawan tersebut dimasukkan
kembali ke dalam oven tanur selama 2 jam dengan suhu 500°C lalu ditimbang. pH
diukur dengan menggunakan pH elektroda sedangkan C-organik dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:

C-organik =

× 100%

Keterangan : BK 105°C (berat kering pada suhu 105°C)
BK 500°C (berat kering pada suhu 500°C)

3

Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil analisis diuji dengan menggunakan SPSS
dengan metode statistik independent sample t-test.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Lahan gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk oleh
adanya penimbunan/akumulasi bahan organik di lantai hutan yang berasal dari
reruntuhan vegetasi di atasnya dalam kurun waktu lama. Akumulasi ini terjadi
karena lambatnya laju dekomposisi dibandingkan dengan laju penimbunan bahan
organik di lantai hutan yang basah/tergenang tersebut (Najiyati et al. 2005).
Indonesia memiliki ekosistem gambut sebesar 14 905 575 Ha yang tersebar di
Sumatera 43.18%, Kalimantan 32.06 %, Papua 24.76 %. Luas gambut Provinsi
Riau mencapai 60.08% dari luas daratan Sumatera, sedangkan gambut
Kalimantan Barat 35.16% dari luas daratan Kalimantan (Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian 2011). Pada umumnya,
kebakaran terjadi disebabkan oleh kegiatan manusia. Dalam hal ini, faktor iklim
hanya sedikit berpengaruh pada kebakaran. Kejadian kebakaran ini berkaitan
langsung dengan kegiatan penyiapan lahan untuk berbagai kepentingan, seperti
halnya untuk pertanian (Syaufina 2009). Kebakaran hutan di Indonesia tidak
hanya terjadi di lahan kering tetapi juga di lahan basah seperti lahan/hutan
gambut, terutama pada musim kemarau, dimana lahan basah tersebut mengalami
kekeringan. Pembukaan lahan gambut berskala besar dengan membuat
saluran/parit telah menambah resiko terjadinya kebakran di saat musim kemarau.
Pembuatan saluran/parit telah menyebabkan hilangnya air tanah dalam gambut
sehingga gambut mengalami kekeringan yang berlebihan di musim kemarau dan
mudah terbakar (Adinugroho et al. 2005).
Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran permukaan
dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan misalnya serasah,
semak, dan lain-lain, kemudian api menyebar tidak menentu secara perlahan di
bawah permukaan (ground fire), membakar bahan organik melalui pori-pori
gambut dan melalui akar semak belukar yang bagian atasnya terbakar. Ada dua
tipe kebakaran gambut, yaitu tipe lapisan permukaan dan tipe bawah permukaan.
Tipe pertama dapat menghanguskan lapisan gambut hingga 10-15 cm, yang
biasanya terjadi pada gambut dangkal atau ketinggian muka air tanah < 30 cm dari
permukaan. Tipe kedua adalah terbakarnya gambut di kedalaman 30-50 cm di
bawah permukaan. Kebakaran tipe ini paling berbahaya karena menimbulkan
kabut asap gelap dan pekat. Di samping itu, kebakarannya sangat sulit untuk
dipadamkan, bahkan oleh hujan lebat sekalipun (Kementerian Kehutanan dan
JICA 2014).
Klasifikasi Penilaian terhadap Keparahan Kebakaran (fire severity)
Istilah tingkat keparahan kebakaran didefinisikan sebagai suatu istilah
yang menggambarkan respon ekosistem terhadap api dan dapat digunakan untuk
menerangkan dampak kebakaran terhadap tanah dan sistem air, ekosistem flora
dan fauna, atmosfer, serta masyrakat (Simard 1991 dan DeBano et al. 1998)
dalam Syaufina (2008).

4

Klasifikasi tingkat keparahan kebakaran juga ditentukan oleh beberapa
faktor, antara lain kondisi tanah, kondisi vegetasi, dan luas areal terbakar.
Klasifikasi umum dari tingkat kekerasan kebakaran didasarkan pada kondisi tanah
dan sifat-sifatnya pada areal terbakar. Hungerford (1996) dalam DeBano (1998)
mengklafikasikan tingkat kekerasan kebakaran sebagai berikut (dalam Syaufina
2008):
 Low fire severity (terbakar ringan): pemanasan tanah rendah,
pengarangan bagian bawah yang ringan, serasah terbakar habis
atau mengarang tetapi lapisan duff tidak rusak, walaupun
permukaannya hangus. Sebagian akumulasi sisa/sampah berkayu
terbakar atau hangus. Tanah mineral tidak berubah. Permukaan
tanah hitam, abu terjadi untuk waktu yang singkat. Suhu
permukaan pada 1 cm < 50° C. Suhu lethal untuk organisme tanah
terjadi hingga kedalaman 1 cm.
 Moderate fire severity (terbakar sedang): pemanasan tanah sedang,
pengarangan bawah sedang, serasah habis terbakar dan lapisan duff
mengarang atau terbakar habis, lapisan mineral di bawahnya tidak
terlihat berubah. Abu berwarna terang. Sampah berkayu terbakar,
kecuali log yang mengarang. Abu yang berwarna putih dan kelabu
serta arang terjadi pada 1 cm lapisan atas dari tanah mineral tetapi
soil tidak berubah. Suhu permukaan pada kedalaman 1 cm dapat
mencapai 100-200° C. Suhu lethal untuk organisme tanah terjadi
hingga kedalaman 3-5 cm.
 High fire severity (terbakar berat): pemanasan tanah tinggi,
pengarangan bagian bawah dalam, lapisan duff terbakar habis,
bagian atas tanah mineral terlihat kemerahan atau orange. Warna
tanah di bawah 1 cm lebih gelap atau mengarang dari bahan
organik. Lapisan arang dapat meluas hingga kedalaman 10 cm atau
lebih. Log terbakar atau mengarang secara dalam juga terjadi pada
tumpukan potongan limbah kayu. Tesktur tanah di lapisan
permukaan berubah. Semua batang semak terbakar dan hanya
batang yang besar yang mengarang saja yang terlihat. Suhu tanah
pada 1 cm lebih besar dari 250° C. Suhu lethal untuk organisme
tanah terjadi pada kedalaman 9-16 cm.
Sistem tersebut dapat diperluas untuk menilai kerusakan di seluruh areal
terbakar dengan memperhitungkan luas areal. Berdasarkan persentase total areal
yang terbakar, Wells et al. (1997) dalam DeBano et al. (1998) mengelompokkan
tingkat keparahan kebakaran ke dalam tiga kelas yaitu:
 Low-severity burn (terbakar ringan): 80% terbakar berat atay sedang, dan
sisanya terbakar ringan.

5

Sementara itu, Ffolliot dan Bennet (1996) dalam DeBano et al (1998)
mengklasifikasikan tingkat keparahan kebakaran hutan berdasarkan kerusakan
pada pohon yang teramati yaitu:
 Low fire severity (terbakar ringan): minimal 50% pohon-pohon
menunjukkan kerusakan yang tak terlihat dengan sisa kebakaran
berupa terbakarnya tajuk, matinya tunas (bagian atas mati tetapi
berkecambah), atau matinya akar, sedangkan >80% pohon-pohon
yang rusak/terbakar dapat bertahan.
 Moderate fire severity (terbakar sedang): 20-50% pohon-pohon
menunjukkan kerusakan yang tak terlihat dengan sisa kebakaran;
40-80% pohon-pohon yang rusak/terbakar dapat bertahan.
 High fire severity (terbakar berat):