Karakteristik Tanah Gambut DataranTinggi Toba

(1)

Lampiran 1

Data Curah Hujan (mm) Bulanan Kabupaten Humbang Hasundutan Stasiun Klimatologi Sampali

2011-2015

Tahun 2011 2012 2013 2014 2015

Rata-rata

Bulan Curah Hujan (mm)

Januari 244 92 164 151 337

Februari 213 285 290 83 47

Maret 195 176 154 67 214

April 266 225 179 594 362

Mei 162 80 169 196 436

Juni 68 45 102 188 197

Juli 21 140 35 17 163

Agustus 94 101 83 195 112

September 207 56 122 214 195

Oktober 108 15 180 299 215

November 175 328 556 468 437

Desember 74 384 324 292 277

Jumlah Bulan

Basah 8 7 10 9 11 9

Jumlah Bulan


(2)

Lampiran 2.


(3)

(4)

(Sumber : Siregar, F. L. 2001. Karakteristik dan Genesis Gambut Pantai di Sekitar S.Kapuas/Barito dan S. Kahayan Kalimantan Tengah. Tesis. IPB, Bogor)


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F, dan I.G.M. Subiksa., 2008. Lahan Gambut : Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan.Balai Penelitian Tanah, Bogor.

ASTM, 1989. Annual Book of Standart: Soil And Rock; Building Stones; Peats. Vol. 4.08

Barchia, M. F., 2006. Gambut. Agroekosistem dan Transformasi Karbon. UGM Press, Yogyakarta.

Budianta, D., 2003. Strategi Pemanfaatan Hutan Gambut yang Berwawasan Lingkungan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengelolaan Lahan Gambut Secara Bijaksana dan berkelanjutan di Indonesia (Bogor, 13-14 Oktober 2003).

Buol, S. W., F. D. Hole, and R. J. McCracken. 1980. Soil Genesis and Classification. Lowa State Univ. Press, Ames.

Dariah, A., E. Maftuah dan Maswar. 2015. Karakteristik Lahan Gambut. Panduan Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Hardjowigeno, S. 1989. Sifat-Sifat dan Potensi Tanah Gambut Sumatera untuk

Pengembangan Pertanian. Dalam Prosiding Seminar Tanah Gambut untuk Perluasan Pertanian. Medan, 27 November 1989. Fakultas Pertanian. Universitas Islam Sumatera Utara. Hal 43-73.

Hardjowigeno, H. S. 1996. Pengembagnan Lahan Gambut untuk Pertanian Suatu Peluang dan Tantangan. Orasi Ilmiah. Guru Besar Tetap Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Hartatik, W., I. G. M. Subiksa, dan A. Dariah. 2011. Sifat Kimia dan Fisika Lahan Gambut. Di dalam: Nurida, N. L., A. Mulyani dan F. Agus., editor. Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanah, Bogor. Hal 45-56.

H.Darul SWP, Junus Dai, A . Hidayat , Yayat A.H., H.Y.Sumulyadi, Hendra S., P.Buurman dan T.Balsem, 1989. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah lembar Sidikalang (0618), Sumatera. Pusat Penelitian Tanah. Bogor.

Mukhlis, Sarifuddin, dan H. Hanum. 2011. Kimia Tanah. USU Press, Medan. Musa, L., M. D. Ritonga., Mahyudin dan B. E. Hasibuan. 1989. Peranan Tanah

Mineral, Pengapuran, dan Pemupukan dalam Memperbaiki Tanah Gambut. Dalam Prosiding Seminar Tanah Gambut untuk Perluasan


(6)

Pertanian. Medan, 27 November 1989. Fakultas Pertanian. Universitas Islam Sumatera Utara. Hal 200-207.

Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia.

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Potensi dan Kendala. Kanisisus, Yogyakarta.

Nurida, N. L., Mulyani, A., Agus, F. 2011. Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanah, Bogor.

Rabenhorst, M. C. and D. Swason. 2000. Histosol. in: Sumner, E. M., (ed).Handbook of Soil Science. University of Georgia, Washington, D.C. Hal 183-209.

Radjagukguk, B. 2001. Prespektif Permasalahan dan Konsepsi Pengelolaan Lahan Gambut Tropika untuk Pertanian Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Kimia Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada.

Radjagukguk, B. 2008. Peat Soil for Sustainable Agriculture In Indonesia. Presented at: Peat-ASEAN Workshop “Development of Effective Microbial Consotium Potent in Peat Modification”. BPPT Jakarta, 9-15 November 2008.

Siregar, F. L. 2001. Karakteristik dan Genesis Gambut Pantai di Sekitar S. Kapuas/Barito dan S. Kahayan Kalimantan Tengah. Tesis. IPB, Bogor. Soil Survey Staff, 2014. Key to Soil Taxonomi, Twelfth Edition. United States

Department of Agriculture. USA

Subardja, D., S. Ritung, M. Anda, Sukarman, E. Suryani, dan R.E. Subandiono. 2014. Petunjuk Teknis Klasifikasi Tanah Nasional. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. 22 hal.

Sukarman. 2015. Pembentukan, Sebaran dan Kesesuaian Lahan Gambut Indonesia. Panduan Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

Wahyunto dan A. Mulyani. 2011. Sebaran Lahan Gambut di Indonesia. di dalam: Nurida, N. L., A. Mulyani dan F. Agus., editor. Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanah, Bogor. Hal 15-26.


(7)

Wahyunto, S. Ritung dan H. Subagjo. 2005. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon Pulau Sumatera/ Peat Distributions and Carbon Contents of Sumatera Island (Buku 1). Wetlands International-Canadian International Development Agency (CIDA) – Wildlife Habitat Canada. Bogor.


(8)

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Lokasi penelitian berada di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, dengan ketinggian antara 1338 – 1414 m dpl. Secara geografis, kabupaten Humbang Hasundutan memiliki batas:

Sebelah Utara : Kabupaten Samosir Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Utara Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Tengah Sebelah Barat : Kabupaten Pakpak Bharat

Secara Astronomis, Kabupaten Humbang Hasundutan terletak pada garis 201’ - 2028’ Lintang Utara dan 98010’ - 98058’ Bujur Timur.

Menurut Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Sidikalang, Sumatera, unit lahan wilayah penelitian ini adalah Au 3.2 yaitu lembah tertutup/cekungan, endapan campuran, lereng 0-3% dengan ketinggian 1000-1400 m diatas permukaan laut. Bahan induk dengan pelapukan sedikit, lithology liat, pasir dan gambut serta formasi geologi Qh. Unit wilayah penelitian relatif datar dengan variasi lahan bergelombang rendah. Wilayah ini 70% didominasi oleh great grup tropohemist dan 30% termasuk great grup andaquepts. Great grup tropohemist di wilayah ini terbentuk akibat terjadinya depresi sedangkan great grup andaquepts terbentuk akibat transisi. Lahan gambut wilayah ini berdasarkan kedalamannya di klasifikasikan gambut sangat dalam (>3m).

Areal gambut 1 berlokasi di kecamatan Lintong Nihuta. Areal gambut di daerah ini sebagian masih asli (tergenang) dan sebagian sudah di manfaatkan masyarakat sekitar dengan mengambil kayu yang belum terdekomposisi


(9)

sempurna. Kayu tersebut biasa digunakan masyarakat sebagai bahan bakar untuk tungku masak.

Areal gambut 2 berlokasi di kecamatan Doloksanggul. Lahan gambut di daerah ini dipergunakan masyarakat untuk lahan pertanian yang memiliki tiga penggunaan lahan yang berbeda dalam satu areal. Ketiga penggunaan lahan yang dimaksud antara lain, lahan sawah, lahan tanaman tahunan (kopi), dan lahan tanaman semusim (hortikultura) seperti tanaman tomat, cabai, bawang, dan berbagai jenis sayuran.

Areal gambut 3 berlokasi di kecamatan Pollung. Lahan gambut di daerah ini seluruhnya sudah di olah dan dipergunakan masyarakat sebagai lahan pertanian. Lahan pertanian di daerah ini didominasi oleh lahan sawah dan hanya sebagian kecil ditanami kopi.

Data iklim yang digunakan adalah curah hujan selama lima tahun dari tahun 2011 – 2015 yang tertera pada lampiran. Data ini diperoleh dari Stasiun Klimatologi Kelas 1 Sampali, Medan.

Menurut Schmidt dan Ferguson dalam Guslim (2009), bulan basah terjadi jika curah hujan > 100 mm dan bulan kering terjadi jika curah hujan < 60 mm. Berdasarkan data iklim (lampiran) diketahui bahwa lokasi penelitian memiliki rata-rata bulan kering 1,5 dan bulan basah 9 sehingga dapat diperoleh nilai Q sebagai batas dari golongan iklim dengan rumus :

=

���� −���� ����� ������

���� −���� ����� ���� ℎ

100%

Dari rumus diatas maka diperoleh nilai Q sebesar 20% yang terletak pada range 14,3% < Q < 33,3%, sehingga iklim pada wilayah ini tergolong iklim B yaitu beriklim basah.


(10)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lahan gambut Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan Doloksanggul dan Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan dengan ketinggian tempat 1338-1414 m di atas permukaan laut. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, yang dilakukan pada bulan April 2015 sampai dengan Mei 2016.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah profil pewakil, formulir isian profil, sampel tanah dari profil yang diambil tiap lapisan, Key to Soil Taxonomy 2014,serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

Alat yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System), pisau pandu, cangkul, revised Standard Soil Colour Chart, meteran, ring sampel,


(11)

kantongan plastik, label, spidol permanen, kamera, shaker serta alat-alat yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode survei. Lokasi penelitian mengacu kepada Land Unit and Soil Map of the Sidikalang Sheet, Sumatera No. 0618 dengan kode land unit Au 3.2. Berdasarkan peta satuan lahan tersebut ditentukan lokasi pengamatan tanah gambut. Klasifikasi tanah mengacu kepada taksonomi tanah menurut Key to Soil Taxonomy 2014 dan Klasifikasi Tanah Nasional.

Pelaksanaan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan. Adapun tahapan kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.

Persiapan

Sebelum pelaksanaan pekerjaan di lapangan, terlebih dahulu dilakukan konsultasi dengan komisi pembimbing, penyusunan usulan penelitian, pengadaan peralatan, pengadaan peta, studi literatur, dan penyusunan rencana kerja yang berguna untuk mempermudah pekerjaan secara sistematis sehingga didapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

2. Survei Pendahuluan

Pekerjaan dimulai dengan survei atau pengecekan lokasi penelitian. Penentuan titik koordinat dan lokasi pembuatan profil pewakil di masing-masing kecamatan mengacu kepada peta satuan lahan dan tanah Lembar Sidikalang (0618) Sumatera, yaitu: Au 3.2 = Lembah tertutup/cekungan, endapan campuran, lereng 0 – 3% (Gambar 3).


(12)

3. Survei Utama

Setelah melakukan survei pendahuluan, survei utama dilakukan dengan cara mengamati profil tanah di masing-masing lokasi dengan acuan buku Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah (Balitanah, 2004) untuk selanjutnya di deskripsikan dan di klasifikasikan menurut taksonomi tanah yang mengacu kepada buku Key to

Soil Taxonomy 2014 dan Klasifikasi Tanah Nasional. Sampel tanah dari tiap

lapisan/horizon pada masing-masing profil diambil untuk kemudian di analisa di laboratorium.

4. Analisa Laboratorium

Setiap lapisan dari masing-masing profil dilakukan analisis sebagai berikut:

- Bulkdensity (BD) dengan ring sampel

- pH CaCl2 (1:2 CaCl2) dan pH H2O metode elektrometri

- Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah, dengan ekstraksi NH4OAc pH 7

- C-Organik, dengan metode Walkley & Black - N-total dengan metode Kjeldahl

- Rasio C/N

- Daya Hantar Listrik (DHL) dengan metode EC meter. 5. Klasifikasi tanah

Setelah analisa laboratorium, dilakukan klasifikasi hinggai tingkat sub grup menggunakan buku Key to Soil Taxonomy 2014 dan Klasifikasi Tanah Nasional.


(13)

(14)

(15)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Penyebaran tanah gambut dataran tinggi Toba

Areal lahan gambut dataran tinggi Toba berlokasi di kabupaten Humbang Hasundutan tersebar pada 3 lokasi dengan ketinggian yang berbeda. Lokasi 1 berada pada ketinggian 1414 m dpl tepatnya di Kecamatan Lintong Nihuta. Areal gambut ini luasnya ±1679,742 ha dan berada pada puncak dataran tinggi.

Lokasi areal gambut 2 berada pada ketinggian 1409 m dpl tepatnya di kecamatan Doloksanggul dengan luas ±3549,560 ha. Areal lahan gambut 2 dikelilingi oleh bukit yang jaraknya dekat dengan lahan gambut tersebut dan merupakan areal persawahan, hortikultura dan pertanaman kopi.

Areal gambut 3 berada pada ketinggian 1338 m dpl tepatnya di kecamatan Pollung. dengan luas ±187,606 ha dan terdapat pada ketinggian yang lebih rendah dari areal gambut 1 dan 2. Areal lahan gambut di kecamatan Pollung merupakan areal persawahan yang langsung dikelilingi oleh perbukitan.

Morfologi tanah gambut dataran tinggi Toba

Berdasarkan penyebaran tanah gambut dataran tinggi Toba tersebut, maka dibuat 1 profil pewakil di masing-masing areal gambut. Areal gambut 1 yang berlokasi di kecamatan Lintong Nihuta diwakili oleh profil 1. Areal gambut 2 yang berlokasi di kecamatan Doloksanggul memiliki profil pewakil 2. Areal gambut 3 yang berlokasi di kecamatan Pollung memiliki profil pewakil 3. Pada ketiga profil pewakil, dilakukan pengamatan morfologi tanah menurut pedoman pengamatan tanah, dan pengambilan contoh untuk analisis di laboratorium.


(16)

(17)

Profil 1

Lokasi : Desa Nagasaribu, Kec. Lintong Nihuta, Kab. Humbang Hasundutan, Prov. Sumatera Utara

Kode : Profil 1

Koordinat : N 2˚15’093”

E 98˚53’442” Klasifikasi Soil Taxonomy : Hemic Haplofibrist

Fisiografi : Basin (Dataran Pelembahan) Karakteristik Lereng : 0-3% (datar-agak datar)

Elevasi : 1414 m dpl

Ketebalan Gambut : >3 m

Bahan Induk : Bahan Kayu

Epipedon : 0-70 cm Fibrik, 70-130 Hemik

Tanggal : 31 Oktober 2015

Oi1 0-30 cm Coklat gelap kemerahan (5 YR 2,5/2), tingkat

kematangan Fibrik, konsistensi lepas, tidak plastis, batas baur lurus.

Oi2 30-60 cm Merah kehitam-hitaman (2,5 YR 3/2), tingkat

kematangan Fibrik, konsistensi lepas, tidak plastis, batas baur lurus Oe3 70-130 cm Coklat sangat gelap

(10 YR 2/2), tingkat kematangan Hemik, konsistensi lekat, plastis, batas baur lurus.


(18)

Profil 2

Lokasi : Desa Hutabagasan, Kec. Dolloksanggul, Kab. Humbang Hasundutan, Prov. Sumatera Utara

Kode : Profil 2

Koordinat : N 2˚15’414”

E 98˚43’353” Klasifikasi Soil Taxonomy : Hydric Haplohemist

Fisiografi : Basin (Dataran Pelembahan) Karakteristik Lereng : 0-3% (datar-agak datar)

Elevasi : 1409 m dpl

Ketebalan Gambut : >3 m

Bahan Induk : Bahan Kayu

Epipedon : 0-130 cm Hemik

Tanggal : 31 Oktober 2015

Oe1 0-30 cm Coklat gelap kemerahan (5 YR 3/2), tingkat

kematangan hemik,

konsistensi agak lekat, plastis, batas baur lurus.

Oe2 30-60 cm Coklat sangat gelap keabu-abuan (10 YR 3/2), tingkat kematangan hemik,

konsistensi lekat, plastis, batas baur lurus

Oe3 60-130 cm Hitam (5 YR 2,5/1), tingkat kematangan hemik,

konsistensi lekat, plastis, batas baur lurus.


(19)

Profil 3

Lokasi : Desa Ria-Ria, Kec. Pollung, Kab. Humbang Hasundutan, Prov. Sumatera Utara

Kode : Profil 3

Koordinat : N 2˚22’972”

E 98˚43’146” Klasifikasi Soil Taxonomy : Typic Haplosaprist

Fisiografi : Basin (Dataran Pelembahan) Karakteristik Lereng : 0-3% (datar-agak datar)

Elevasi : 1338 m dpl

Ketebalan Gambut : >3 m

Bahan Induk : Bahan Kayu

Epipedon : 0-130 cm Saprik

Tanggal : 31 Oktober 2015

Oa1 0-30 cm Coklat gelap kemerahan (10 YR 3/2), tingkat

kematangan Saprik,

konsistensi tidak lekat, plastis, batas baur lurus.

Oa2 30-60 cm Hitam kecoklatan (5 YR 2,5/2) tingkat

kematangan Saprik,

konsistensi agak lekat, plastis, batas baur lurus

Oa3 60-130 cm Hitam (5 YR 2,5/1) tingkat kematangan Saprik,

konsistensi lekat, plastis, batas baur lurus.


(20)

Pengamatan morfologi tanah meliputi horizon tanah, kedalaman horizon, warna tanah, konsistensi, batas topografi dan batas horizon. Ketiga profil tanah yang diamati memperlihatkan sifat morfologi yang berbeda. Morfologi ketiga profil tersebut disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik morfologi tanah gambut dataran tinggi Toba Horizon Kedalaman Warna Tanah Konsistensi Batas

Topografi

Batas Lapisan

---cm---

Profil 1 (Kecamatan Lintong Nihuta)

Oi1

Oi2

Oe3

0 – 30

30 – 60

60 – 130

Hitam kecoklatan (5 YR 2/2) Coklat sangat gelap

kemerahan (2,5 YR 2/2) Hitam kecoklatan

(10 YR 2/3)

Lepas, Tidak Plastis Lepas, Tidak Plastis Lekat, Plastis Lurus/rata Lurus/rata Lurus/rata Baur Baur Baur

Profil 2 (Kecamatan Dolloksanggul)

Oe1

Oe2

Oe3

0 – 30

30 – 60

60 – 130

Hitam kecoklatan (5 YR 2/2) Hitam kecoklatan

(10 YR 2/3) Hitam kecoklatan

(5 YR 2/1)

Agak Lekat, Plastis Lekat, Plastis Lekat, Plastis Lurus/rata Lurus/rata Lurus/rata Baur Baur Baur

Profil 3 (Kecamatan Pollung)

Oa1

Oa2

Oa3

0 – 30

30 – 70

70 – 130

Coklat gelap (10 YR 3/3) Hitam kecoklatan

(5 YR 2/1) Hitam kecoklatan

(5 YR 2/1)

Tidak lekat, Plastis Agak lekat, Plastis Lekat, Plastis Lurus/rata Lurus/rata Lurus/rata Baur Baur Baur

Dari hasil pengamatan pada ketiga profil, terlihat ada perubahan warna tanah dari permukaan hingga ke lapisan bawah. Pada profil 1, warna tanah dari lapisan permukaan hingga ke lapisan sub-permukaan semakin merah dan cenderung kuning pada lapisan bawah. Terlihat perubahan nilai Hue dari lapisan permukaan yaitu 5 YR, menurun menjadi 2,5 YR pada lapisan sub-permukaan.


(21)

Dari lapisan sub-permukaan hingga ke lapisan bawah, terlihat adanya perubahan nilai Hue dan Chroma yaitu 2,5 YR dan 2, meningkat menjadi 10 YR dan 3. Pada profil 2, warna tanah dari lapisan permukaan hingga ke lapisan sub-permukaan semakin kuning dan semakin merah hingga ke lapisan bawah. Terlihat dari perubahan nilai Hue dan Chroma dari lapisan permukaan yaitu 5 YR dan 2, meningkat menjadi 10 YR dan 2 pada lapisan sub-permukaan dan menurun kembali menjadi 5 YR dan 1 pada lapisan bawah. Pada profil 3, warna tanah dari lapisan permukaan hingga ke lapisan sub-permukaan semakin merah dan tidak berubah hingga ke lapisan bawah. Terlihat perubahan nilai Hue, Value, dan Chroma dari lapisan permukaan yaitu 10 YR 3/3, menurun menjadi 5 YR 2/1 dan tidak berubah hingga ke lapisan bawah.

Karakteristik Fisika Tanah Gambut

Karakteristik fisika yang diamati yaitu tingkat kematangan/dekomposisi bahan organik dan bulkdensiti. Dari hasil analisis, terdapat perbedaan karakter fisika dari ketiga profil seperti yang tersaji pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Karakteristik Fisika tanah gambut dataran tinggi Toba Horizon Kedalaman Tingkat Kematangan/Dekomposisi

Bahan Organik

Bulkdensiti

--cm-- g/cm3

Profil 1 (Kecamatan Lintong Nihuta) Oi1

Oi2 Oe3

0 – 30 30 – 70 70 – 130

Fibrik Fibrik Hemik 0,31 Serat Kayu 0,17 Profil 2 (Kecamatan Dolloksanggul)

Oe1 Oe2 Oe3

0 – 30 30 – 60 60 – 130

Hemik Hemik Hemik 0,24 0,10 0,12 Profil 3 (Kecamatan Pollung)

Oa1 Oa2 Oa3

0 – 30 30 – 60 60 – 130

Saprik Saprik Saprik 0,31 0,31 0,32


(22)

Dari Tabel diatas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan tingkat kematangan/dekomposisi bahan organik dari masing-masing profil. Lahan gambut di Lintong Nihuta pada areal tertinggi, memiliki kematangan fibrik (mentah) pada lapisan permukaan dan lapisan sub-permukaan sedangkan pada lapisan bawah memiliki kematangan hemik (setengah matang). Lahan gambut di Doloksanggul memiliki tingkat kematangan hemik sedangkan lahan gambut di Pollung pada ketinggian yang lebih rendah memiliki tingkat kematangan saprik (matang).

Bulk densiti pada ketiga profil berkisar 0,10-0,32 g.cm-3. Umumnya bulk densiti pada ketiga profil semakin rendah dengan bertambahnya kedalaman, kecuali pada profil 3 yang memiliki nilai bulk densiti yang cenderung senada. Karakteristik Kimia Gambut Dataran Tinggi Toba

Karakteristik kimia tanah gambut yang dianalisis di laboratorium meliputi pH H2O, pH CaCl2, C-organik, KTK tanah, Basa-basa Tukar, Kejenuhan Basa,

dan DHL yang dapat dilihat pada tabel 4.

Dari tabel 4, umumnya ketiga profil memiliki nilai pH H2O yang tergolong

masam hingga sangat masam. Pada profil 1 dan 2, pH H2O dari setiap lapisan

tergolong sangat masam dengan nilai yang mengalami penurunan seiring bertambahnya kedalaman lapisan, sedangkan pada profil 3, nilai pH terus meningkat seiring bertambahnya kedalaman lapisan. pH CaCl2 pada ketiga profil

umumnya juga tergolong masam. Pada profil 1, pH CaCl2 menurun seiring

bertambahnya kedalaman lapisan sedangkan pada profil 2 dan 3, pH CaCl2

meningkat seiring kedalaman lapisan.

Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah pada ketiga profil umumnya tergolong tinggi hingga sangat tinggi dengan kisaran 31-72 me/100g. Pada profil


(23)

1, terjadi peningkatan KTK tanah dari lapisan permukaan hingga ke lapisan sub permukaan tetapi menurun kembali pada lapisan dasar. Sementara pada profil 2, terjadi penurunan KTK tanah dari lapisan permukaan hingga ke lapisan sub permukaan dan meningkat kembali pada lapisan dasar. KTK tanah profil 3 mengalami peningkatan dari lapisan permukaan hingga ke lapisan dasar.

Pada ketiga profil tanah, kadar C-organik diseluruh lapisan tergolong sangat tinggi >5%. Kadar C-organik di lapisan permukaan dari ketiga profil lebih tinggi dan menurun hingga ke lapisan dasar. Rasio C/N pada ketiga lokasi profil tergolong sangat tinggi dengan nilai yang terus meningkat seiring bertambahnya kedalaman lapisan.

Daya Hantar Listrik (DHL) pada ketiga profil seluruhnya tergolong sangat rendah yaitu <2,5 mmhos.cm-1 dengan kisaran 1,3.10-1,8 mmhos/cm. Pada profil1 dan 2, nilai DHL umumnya meningkat dari lapisan permukaan hingga ke lapisan dasar, sementara pada profil 3 nilai DHL menurun seiring bertambahnya kedalaman.

Kadar abu pada ketiga profil tanah tergolong tinggi pada setiap lapisan >15% (ASTM, 1989). Kadar abu pada profil 1 mengalami peningkatan dari lapisan permukaan hingga lapisan bawah. Sementara kadar abu pada profil 2 dan 3 mengalami penurunan hingga lapisan bawah.


(24)

Tabel 4. pH tanah, C-organik, KTK tanah, KB, tanah gambut dataran tinggi Toba, Sumatera Utara. Horizon Kedalaman pH

H2O

pH CaCl2

KB KTK DHL

C-organik

N-Total C/N Kadar abu K Ca Na Mg

---cm--- ---cmol/Kg--- me/100g mmhos/cm ---%--- ---%---

Profil 1 (Kecamatan Lintong Nihuta)

Oi1 Oe2 Oi3

0 – 30 30 – 70 70 – 130

3,63 3,48 3,41 3,43 3,38 3,41 60 72 44 2,2.10-1 2,9.10-1 1,8 17,17 15,07 15,56 0,14 0,112 0,084 122,64 134,55 155,6 19,38 33,81 23,92

Profil 2 (Kecamatan Dolloksanggul)

Oe1 Oe2 Oe3

0 – 30 30 – 60 60 – 130

4,87 4,72 4,82 4,72 4,72 4,81 43 41 47 1,7.10-1 1,7.10-1 1,8.10-1 14,20 13,03 11,67 0,17 0,112 0,112 83,52 116,33 104.19 67,90 48,45 23,61

Profil 3 (Kecamatan Pollung)

Oa1 Oa2 Oa 3

0 – 30 30 – 60 60 – 130

4,82 4,97 5,30 4,87 4,93 5,12 31 33 44 3.10-1 3.10-1 1,3.10-1 9,24 8,75 9,14 0,14 0,14 0,14 66 62.5 65.28 86,95 56,48 59,48


(25)

Pembahasan

Morfologi dan Karakteristik Tanah

Tanah gambut dataran tinggi Toba terletak pada 3 areal dengan ketinggian tempat yang berbeda. Areal gambut 1 berada pada ketinggian 1414 m dpl yang merupakan puncak dataran tinggi. Hasil pengamatan profil pewakil, areal gambut 1 memiliki tingkat kematangan fibrik pada lapisan permukaan dan sub permukaan, serta hemik pada lapisan bawah. Areal gambut 2 berada pada ketinggian 1409 m dpl dan dikelilingi oleh perbukitan yang jaraknya dekat dengan areal gambut tersebut. Hasil pengamatan profil pewakil, areal gambut 2 memiliki tingkat kematangan hemik. Areal gambut 3 berada pada ketinggian 1338 m dpl yang langsung dikelilingi oleh perbukitan. Hasil pengamatan profil pewakil, areal gambut 3 memiliki tingkat kematangan saprik. Tingkat kematangan yang berbeda pada ketiga areal gambut dataran tinggi Toba, diduga akibat adanya penambahan bahan mineral dimana terjadi pengikisan lapisan atas tanah mineral yang berasal dari perbukitan. Areal gambut 1, tidak mengalami penambahan bahan mineral dikarenakan areal gambut ini berada di puncak dataran tinggi sehingga dekomposisi berjalan lambat. Berbeda dengan areal 2 dan 3 yang mengalami penambahan bahan mineral karena dikelilingi oleh perbukitan yang mengakibatkan tingkat dekomposisi juga semakin cepat dan tingkat kematangan juga semakin matang. Herunarko (1980) dalam musa (1989) mengemukaan bahwa penambahan tanah mineral pada tanah gambut menaikkan pH tanah, aktifitas nitrifikasi, bulkdensiti dan kerapatan gambut.

Penambahan bahan mineral ke areal gambut 2 dan 3 dibuktikan dengan hasil analisis kadar abu tanah gambut dari masing-masing profil pewakil. Kadar abu


(26)

tertinggi pada profil 3, kemudian profil 2 dan terendah pada profil 1. Abu yang tinggal pada cawan porselen setelah proses pengabuan selesai adalah bahan mineral yang tidak mengalami transformasi pada suhu tanur 550 – 600̊C. Sedangkan keseluruhan bahan organiknya mengalami transformasi menjadi CO2.

Hal ini membuktikan dugaan adanya penambahan/pengkayaan bahan mineral yang terakumulasi pada areal gambut 2 dan 3 sehingga tingkat kematangan pada kedua areal ini lebih matang dari areal gambut 1. Hal ini sesuai dengan Dariah dkk (2008) yang mengatakan bahwa kadar abu dalam tanah gambut menunjukkan besarnya kandungan bahan mineral dalam gambut. Semakin tinggi kadar abu dalam bahan gambut, maka kandungan (proporsi) karbon dalam tanah gambut semakin rendah. Noor (2001) juga mengatakan bahwa makin tinggi kadar abu, makin tinggi mineral yang terkandung pada gambut.

Kadar abu yang berbeda dari ketiga areal gambut, diikuti oleh perbedaan kadar C-organik tanah dari masing-masing profil. Dari ketiga profil pewakil, kadar C-organik tertinggi terdapat pada profil 1, kemudian profil 2 dan terendah pada profil 3. Profil 1 yang tidak mendapatkan penambahan mineral memiliki kadar C-organik yang lebih tinggi dibandingkan profil 2 dan 3 yang mengalami penambahan mineral sehingga laju dekomposisi berlangsung lebih cepat.

Nilai KTK tanah pada 3 areal gambut dataran tinggi Toba sama halnya dengan kadar C-organik. Nilai KTK tanah tertinggi terdapat pada profil 1, kemudian profil 2 dan terendah pada profil 3. Tingginya nilai KTK tanah salah satunya ditentukan oleh kadar bahan organik di tanah karena bahan organik berperan sebagai koloid tanah yang mempengaruhi nilai KTK tanah. Hal ini sesuai dengan Mukhlis dkk (2011) yang mengatakan bahwa besarnya KTK suatu


(27)

tanah ditentukan oleh faktor-faktor seperti : tekstur tanah, kadar bahan organik, dan jenis mineral yang terkandung di tanah. KTK tanah gambut juga tergantung oleh pH. Terlihat di masing-masing profil, nilai KTK meningkat seiring meningkatnya pH. Ini dikarenakan gambut dataran tinggi Toba maupun gambut yang berada di daerah tropika berasal dari bahan kayu yang mengandung lignin yang tinggi. Dalam proses dekomposisinya, menghasilkan asam-asam organik seperti asam humat dan asam fulvat. Radjagukguk (2001) KTK gambut terutama ditentukan oleh fraksi lignin dan substansi humat yang relatif stabil, termasuk

asam-asam humat dan fulvat yang bersifat hidrofilik (mudah menyerap air) dan agresif,

yang biasanya membentuk kompleks stabil dengan ion-ion logam. Oleh karena itu

KTK gambut sangat tergantung pada pH (pH dependent).

Tingkat kematangan yang berbeda pada masing-masing areal juga terlihat dari rasio C/N tanah gambut tersebut. Dari ketiga profil pewakil, rasio C/N tertinggi pada profil 1, berikutnya profil 2 dan terendah pada profil 3. Rasio C/N tersebut sesuai dengan tingkat kematangan gambut karena semakin rendah rasio C/N maka gambut semakin matang. Rasio C/N pada masing-masing areal yang juga menunjukkan tingkat kesuburannya. Tanah gambut yang matang relatif lebih subur daripada tanah gambut yang mentah. Hal ini sesuai dengan Dariah dkk (2015) menyatakan bahwa kematangan gambut diartikan sebagai tingkat pelapukan bahan organik yang menjadi komponen utama dari tanah gambut. Kematangan gambut sangat menentukan tingkat produktivitas lahan gambut, karena sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah gambut, dan ketersediaan hara. Ketersediaan hara pada lahan gambut yang lebih matang relatif lebih tinggi dibandingkan lahan gambut mentah. Struktur gambut yang relatif


(28)

lebih matang juga lebih baik, sehingga lebih menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.

Karakteristik dari gambut dataran tinggi Toba ini memiliki beberapa perbedaan dibandigkan dengan gambut dataran rendah. Dalam hal ini gambut dataran tinggi Toba dibandingkan dengan hasil studi Siregar (2001) terhadap karakteristik dan genesis gambut pantai di sekitar sungai Kapuas dan sungai Kahayan, Kalimantan tengah. Pedon KPL4 dengan klasifikasi Typic Haplosaprist. Perbedaan karakteristik terlihat pada kadar C-organik dan KTK tanah gambut pantai yang ternyata lebih tinggi dibandingkan gambut dataran tinggi (lampiran 2). Proses genesis yang tentunya berbeda karena gambut dataran tinggi terbentuk akibat adanya depresi sedangkan gambut dataran rendah terbentuk di daerah cekungan. Karakteristik lain seperti pH tanah, Basa dapat ditukar, dan KB tanah cenderung sama.

Klasifikasi Tanah

Ketiga profil tanah tersebut diklasifikasikan berdasarkan Soil Taxonomy menurut Key to Soil Taxonomy edisi ke-12(2014) dan Klasifikasi Tanah Nasional edisi ke-1 (2014).

A. Soil Taxonomy 2014 Ordo

Tanah pada ketiga profil ini tidak memiliki sifat tanah andik di 60 persen atau lebih dari kedalaman diantara permukaan tanah dan baik pada kedalaman 60 cm atau kontak densik, litik atau paralitik atau duripan jika dangkal. Memiliki bahan tanah organik dengan total ketebalan >40 cm yang terdiri baik dari bahan saprik atau hemik, atau dari bahan fibrik dengan kurang dari tiga perempat (dari


(29)

volume) serat lumut dan bulkdensiti, lembab, dari 0,1 g/cm3 atau lebih. Hal ini menegaskan bahwa tanah dari ketiga profil memenuhi sifat tanah organik sehingga diklasifikasikan sebagai ordo Histosol.

Sub Ordo

Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa tanah histosol pada profil 1 memiliki ketebalan lebih dari bahan tanah fibrik daripada jenis lain dari bahan tanah organik baik dalam bagian organik dari lapisan sub-permukaan jika tidak terdapat lapisan bahan tanah mineral 40 cm atau lebih tebal yang memiliki batas atasnya dalam lapisan sub-permukaan. Tidak memiliki horizon sulfurik dalam 50 cm dari lapisan permukaan dan tidak memiliki bahan sulfidik dalam 100 cm dari permukaan tanah. Hal ini menegaskan bahwa tanah ordo histosol pada profil 1 memenuhi kriteria dalam sub ordo fibrik.

Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa tanah histosol pada profil 2 memiliki kedalaman lebih dari bahan tanah hemik yang tidak memenuhi kriteria dari sub ordo lainnya sehingga di kategorikan dalam sub ordo hemik.

Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa tanah histosol pada profil 1 memiliki kedalaman lebih dari bahan tanah saprik daripada jenis lain dari bahan tanah organik baik dalam bagian organik dari lapisan sub-permukaan jika tidak terdapat lapisan bahan tanah mineral 40 cm atau lebih tebal yang memiliki batas atasnya dalam lapisan sub-permukaan. Hal ini menegaskan bahwa tanah ordo histosol pada profil 1 memenuhi kriteria dalam sub ordo saprik.

Great Grup

Tanah pada ketiga profil tidak termasuk dalam regim suhu tanah cryik karena dilihat dari data temperatur tahunan di kabupaten Humbang Hasundutan,


(30)

suhu rataannya adalah 19,86oC. Cryik (Bahasa Yunani, kryos, kondisi yang sangat dingin; berarti tanah-tanh yang sangat dingin) yaitu tanah-tanah yang berada dalam rejim suhu tahunan rata-rata lebih rendah dari 8ºC, tetapi tidak mempunyai permafrost.

Profil 1 tidak terdiri dari serat sphagnum yang volumenya ¾ atau lebih salah satunya pada kedalaman 90 cm dari permukaan tanah atau pada kontak densik, litik atau paralitik, bahan fragmen, atau bahan tanah mineral lain bila kedalaman dibawah 90 cm. Sehingga tanah pada profil 1 termasuk great grup Haplofibrist. Profil 2, setelah dilakukan pengamatan, ternyata tidak memenuhi kategori sub ordo hemist lainnya sehingga termasuk great grup haplohemist. Profil 3 juga tidak memenuhi kategori sub ordo saprist lainnya sehingga termasuk great grup Haplosaprist.

Sub Grup

Pada saat pengamatan penampang kontrol profil 1, ternyata ditemukan lapisan hemik pada kedalaman > 70 cm dibawah lapisan permukaan setebal >25 cm. Sehingga tanah di profil 1 diklasifikasikan dalam sub grup Hemic Haplofibrist. Pada profil 2, terdapat lapisan air pada penampang kontrol dibawah lapisan permukaan, maka tanah pada profil 2 diklasifikasikan dalam sub grup Hydric Haplohemist. Pada Profil 3, tanah dari great grup haplosaprist ini tidak memenuhi syarat untuk sub grup lainnya sehingga diklasifikasikan sebagai Typic Haplosaprist.

Klasifikasi Tanah

Berdasarkan Key to Soil Taxonomy 2014, bahwa ketiga profil tanah gambut di pada


(31)

dan Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki klasifikasi tanah

yang seperti yang disajikan pada tabel berikut :

Tabel 5. Klasifikasi tanah ketiga profil menurut Soil Taxonomy 2014

Klasifikasi

Profil

1 2 3

Ordo Histosol Histosol Histosol

Sub Ordo Fibrist Hemist Saprist

Great Grup Haplofibrist Haplohemist Haplosaprist

Sub Grup Hemic

Haplofibrist

Hydric Haplohemist

Typic Haplosaprist

B. Klasifikasi Tanah Nasional Jenis Tanah

Tanah pada ketiga profil terdiri dari bahan organik dengan ketebalan >50 cm sehingga diklasifikasikan dalam jenis tanah Organosol.

Macam Tanah

Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa tanah organosol pada profil 1 memiliki bahan fibrik dengan serat kasar >75% sehingga termasuk dalam macam tanah Organosol Fibrik. Profil 2, setelah dilakukan pengamatan, ternyata memiliki bahan hemik dengan serat kasar 15-75% sehingga termasuk dalam macam tanah Organosol Hemik. Profil 3 memiliki bahan saprik dengan serat kasar <15% sehingga termasuk dalam macam tanah Organosol Saprik.


(32)

Klasifikasi Tanah

Berdasarkan Klasifikasi Tanah Nasional, bahwa ketiga profil tanah gambut di pada

ketiga areal yang berlokasi di Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan Doloksanggul

dan Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki klasifikasi tanah

yang seperti yang disajikan pada tabel berikut :

Tabel 6. Klasifikasi tanah ketiga profil menurut Klasifikasi Tanah Nasional

Klasifikasi

Profil

1 2 3

Jenis Tanah Organosol Organosol Organosol Macam Tanah Organosol Fibrik Organosol Hemik Organosol Saprik


(33)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil pengamatan di lapang dan analisis laboratorium terhadap karakteristik tanah gambut pada ketiga profil gambut dataran tinggi Toba di dengan ketinggian yang berbeda-beda yaitu :

1. Lahan gambut di kecamatan Lintong Nihuta di areal tertinggi memiliki tingkat kematangan fibrik dengan kadar C-organik, nilai KTK dan rasio C/N yang tertinggi tetapi kadar abu terendah, sedangkan areal gambut di kecamatan Doloksanggul di areal yang lebih rendah memiliki tingkat kematangan hemik dengan nilai C-organik, nilai KTK dan rasio C/N yang lebih rendah tetapi kadar abu lebih tinggi, dan areal gambut di kecamatan Pollung di areal yang terendah dengan tingkat kematangan saprik memiliki nilai C-organik, nilai KTK dan rasio C/N yang terendah tetapi kadar abu tertinggi.

2. Lahan gambut dataran tinggi memiliki perbedaan dengan lahan gambut dataran rendah dalam hal kadar C-organik, KTK dan proses pembentukannya.

3. Klasifikasi tanah Profil 1, 2 dan 3 menurut Soil Taxonomy berturut-turut adalah Hemic Haplofibrist, Hydric Haplohemist dan Typic Haplosaprist. Klasifikasi tanah profil 1, 2 dan 3 menurut Klasifikasi Tanah Nasional berturut-turut adalah Organosol Fibrik, Organosol Hemik dan Organosol Saprik.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan kriteria subsiden (penurunan permukaan), daya menahan beban (bearing capacity), dan emisi CO2


(34)

TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Tanah Gambut

Radjagukguk (2001) menyatakan bahwatanah gambut adalah tanah-tanah yang terdapat pada deposit gambut. Ia mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi dan kedalaman gambut yang minimum. Istilah gambut mengacu pada tumpukan bahan yang terbentuk dari seresah organik tanaman yang terurai pada kondisi jenuh air, dimana laju penambahan material organik lebih cepat daripada laju peruraiannya.

Najiyati dkk (2005) mendefinisikan tanah organosol atau tanah histosol yang saat ini lebih populer disebuttanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari akumulasi bahan organikseperti sisa-sisa jaringan tumbuhan yang berlangsung dalam jangka waktuyang cukup lama. Tanah Gambut umumnya selalu jenuh air atau terendamsepanjang tahun kecuali didrainase.

Taksonomi Tanah mendefenisikan tanah histosol (gambut) dengan ketentuan apabila 1) tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada ≥ 60% ketebalan di antara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm, atau diantara permukaan tanah dan kontak densik, litik, atau paralitik, atau duripan, apabila lebih dangkal; dan 2) memiliki bahan tanah organik yang memenuhi satu atau lebih sifat berikut; a) terletak di atas bahan-bahan sinderi, fragmental, atau batu apung dan/atau mengisi celah-celah di antara batu-batuan tersebut, dan langsung di bawah bahan-bahan tersebut terdapat kontak densik, litik, atau paralitik; atau b) apabila ditambahkan dengan bahan-bahan sinderi, fragmental, atau batu apung yang berada di bawahnya, maka total ketebalannya sebesar ≥ 4 0 cm, di an tara permukaan tanah dan kedalaman 50 cm; atau c) menyusun ≥ 2/3 dari ketebalan


(35)

total tanah sampai ke kontak densik, litik, atau paralitik dan tidak mempunyai horizon mineral atau memiliki horizon mineral dengan ketebalan total ≤ 10 cm atau; d) jenuh air selama ≥ 30 hari setiap tahun dalam tahun -tahun normal (atau telah di drainase), mempunyai batas atas di dalam 40 cm dari permukaan tanah, dan memiliki ketebalan total sebagai berikut: (1) 60 cm atau lebih jika ¾ bagian atau lebih volumenya terdiri dari serat-serat lumut, atau apabila berat jenisnya, lembab, sebesar < 0,1 g/cm3; atau (2) 40 cm atau lebih apabila terdiri dari bahan saprik atau hemik, atau bahan fibrik yang < ¾ (berdasarkan volume) terdiri dari

serat-serat lumut dan berat jenisnya, lembab, sebesar ≥ 0,1 g/cm 3 (Soil Survey Staff, 2014).

Genesis dan Pembentukan Gambut

Bahan induk dari tanah histosol terbentuk dari bahan organik di alam. Bahan induk tanah histosol ini berbeda dengan berbagai macam bahan mineral yang berfungsi sebagai bahan induk untuk tanah lainnya. Kondisi yang menyebabkan akumulasi bahan induk organik sangat terkait erat dengan proses-proses yang membentuk berbagai horizon tanah organik. Sifat unik dari histosol disebabkan oleh bahan induk organik. Beberapa faktor yang mempengaruhi sifat bahan induk organik termasuk hydroperiod, kimia air dan jenis vegetasi. Akumulasi bahan induk organik sering terjadi selama jangka waktu yang lama dan di bawah kondisi yang berubah. Dengan demikian, stratigrafi dari rawa

mungkin mencerminkan ribuan tahun dari akumulasi bahan organik (Rabenhorst dan Swanson, 2000).Vegetasi benar-benar menciptakan sebagian

besar bahan tanah histosol. vegetasi ini yang membentuk tanah memegang kendali yang kuat atas sifat fisik dan kimianya. Gambut umumnya dibagi menjadi tiga


(36)

kelompok atas dasar komposisi botani: lumut, herba, dan gambut kayu (Rabenhorst dan Swanson, 2000).Lahan gambut dataran rendah Indonesia terbentuk sebagian besar dari vegetasi hutan, di bawah kondisi jenuh air, sehingga memiliki kandungan kayu yang tinggi (Radjagukguk, 2008). Gambut di Indonesia dibentuk oleh akumulasi residu vegetasi tropis yang kaya kandungan lignin dan selulosa. Oleh karena lambatnya proses dekomposisi, di ekosistem rawa gambut masih dapat dijumpai batang, cabang, dan akar tumbuhan yang besar (Najiyati dkk, 2005).

Gambut terbentuk karena pengaruh iklim terutama curah hujan yang merata sepanjang tahun dan topografi yang tidak merata sehingga terbentuk daerah-daerah cekungan. Menurut Köppen, gambut banyak terdapat di daerah dengan tipe iklim Af dan Cf dengan curah hujan lebih daripada 2500 mm/tahun tanpa ada bulan kering. Dengan demikian vegetasi hutan berdaun lebar dapat tumbuh dengan baik, sehingga menghalangi masuknya sinar matahari yang akhirnya menyebabkan kelembaban tanah sangat tinggi. Ketinggian daerah tersebut biasanya kurang daripada 50 meter di atas permukaan air laut (berupa dataran rendah), tetapi dapat juga terdapat di dataran tinggi dengan ketinggian lebih daripada 2000 meter di atas permukaan air laut dengan bentuk wilayah datar sampai bergelombang dengan suhu rendah. Pada daerah 5 cekungan dengan genangan air terdapat longgokan bahan organik. Hal ini disebabkan suasana yang langka oksigen menghambat oksidasi bahan organik oleh jasad renik, sehingga proses hancurnya jaringan tanaman berlangsung lebih lambat daripada proses tertimbunnya. Dengan demikian terbentuklah gambut. Oleh karena adanya kelebihan lengas atau penggenangan air di daerah cekungan dengan pengatusan


(37)

buruk maka bahan organik yang terlonggok akan lambat terurai sehingga terbentuklah gambut tebal. Pelapukan yang berlangsung sebagian besar dilaksanakan oleh agensia anaerob, ganggang dan jasad renik lainnya (Budianta, 2003).

Topografi memperngaruhi pembentukan tanah histosol, seperti halnya tanah lainnya. Pembentukan tanah histosol unik diantara tanah lain karena juga memodifikasi topografi. Akumulasi bahan organik tanah dapat mengisi depresi dan menciptakan topografi yang tinggi secara perlahan yang dapat mencegah air yang kaya basa pindah ke lahan gambut dan dengan demikian mengakibatkan terbentuknya sebuah rawa yang sangat masam (Rabenhorst dan Swanson, 2000).

Pembentukan gambut diduga terjadi antara 10.000-5.000 tahun yang lalu(pada periode Holosin) dan gambut di Indonesia terjadi antara 6.800-4.200 tahun yang lalu (Andriesse, 1994). Gambut di Serawak yang berada di dasar kubah terbentuk 4.300 tahun yang lalu (Tie and Esterle, 1991), sedangkan gambut di MuaraKaman Kalimantan Timur umurnya antara 3.850 sampai 4.400 tahun (Diemont andPons, 1991). Siefermann et al. (1988) menunjukkan bahwa berdasarkan carbondating (penelusuran umur gambut menggunakan teknik radio isotop) umur gambut di Kalimantan Tengah lebih tua lagi yaitu 6.230 tahun pada kedalaman 100 cm sampai 8.260 tahun pada kedalaman 5 m. Dari salah satu lokasi di Kalimantan Tengah, Page et al. (2002) menampilkan sebaran umur gambut sekitar 140 tahun pada kedalaman 0-100 cm, 500-5.400 tahun pada kedalaman 100-200 cm, 5.400-7.900 tahun pada kedalaman 200-300 cm, 7.900-9.400 tahun pada kedalaman 300-400 cm, 7.900-9.400-13.000 tahun pada kedalaman 400-800 cm dan 13.000-26.000 tahun pada kedalaman 800-1.000 cm.


(38)

Proses awal dimana histosol terbentuk disebut paludisasi. Sejak genesis dari histosol bergantung pada endapan bahan organik, proses ini sering dianggap geogenik daripada pedogenik. Dalam arti ini, seseorang dapat mempertimbangkan awal endapan dari bahan organik adalah bahan induk dimana histosol bisa terbentuk oleh perubahan dari bentuk organik yang dapat dikenali dari daun, batang, dll., menjadi bahan organik yang tidak dapat dikenali; dan dari sebuah lapisan atau tumpukan tidak berstruktur menjadi butiran, gumpal, atau horizon berstruktur prisma (Buol dkk, 1980).

Gambar 1. Proses pembentukan gambut di daerah cekungan lahan basah: a. Pengisian danau

dangkal oleh vegetasi lahan basah, b. Pembentukan gambut topogen,

dan c. pembentukan gambut ombrogen di atas gambut topogen


(39)

Klasifikasi Lahan Gambut

Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu gambut eutrofik, gambut oligotrofik, dan gambut mesotrofik. 1. Gambut eutrofik adalah gambut yang banyak mengandung mineral,

terutamakalsium karbonat: sebagian besar berada di daerah payau dan berasal dari vegetasi serat/rumput-rumputan, serta bersifat netral atau alkalin.

2. Gambut oligotrofik adalah gambut yang mengandung sedikit mineral, khususnya kalsium dan magnisium, serta bersifat asam atau sangat asam (pH < 4).

3. Gambut mesotrofik adalah gambut yang berada antara dua golongan di atas. (Noor, 2001).

Berdasarkan tingkat kematangan, gambut dikelompokkan dalam 3 kelas, yaitu:

(a) fibrik, gambut mentah, memiliki kandungan serat tinggi (>66 persen), kematangan gambut kasar, dan warna air jernih,

(b) hemik, setengah matang, kandungan serat sedang (33-66 persen), warna air bersih sampai gelap, dan

(c) saprik, matang, berkadar serat halus (<33 persen), air berwarna gelap.

Kematangan gambut juga dapat dengan metode Von Post, yaitu dipilah berdasarkan warna larutan gambut, kehalusan serat (Barchia, 2006).

Berdasarkan lingkungan pembentukannya, gambut dibedakan atas:

1. gambut ombrogen yaitu gambut yang terbentuk pada lingkungan yang hanya dipengaruhi oleh air hujan,


(40)

2. gambut topogen yaitu gambut yang terbentuk di lingkungan yang mendapat pengayaan air pasang. Dengan demikian gambut topogen akan lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan dengan gambut ombrogen.

(Agus dan Subsika, 2008).

Berdasarkan kedalamannya gambut dibedakan menjadi: 1. gambut dangkal (50 – 100 cm),

2. gambut sedang (100 – 200 cm), 3. gambut dalam (200 – 300 cm), dan 4. gambut sangat dalam (> 300 cm) (Agus dan Subsika, 2008).

Karakteristik Fisik dan Kimia Lahan Gambut

Lahan gambut memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan tipe lahan lainnya. Lahan gambut tropika di tandai dengan kubah berbentuk, keanekargaman yang unik, kapasitas yang besar sekali untuk mempertahankan dan menyimpan lengas, dan karakteristik kimia dan fisik yang unik. Lahan gambut tropika juga merupakan ekosistem yang sangat rapuh sangat rentan terhadap gangguan, dan sumber yang praktis tidak dapat diperbaharui dengan tingkat deposisi yang rendah. Dalam hal sifat fisik, tanah gambut tropika ditandai dengan bulkdensiti rendah, kapasitas menahan beban rendah, porositas tinggi, kapasitas mempertahankan kelembaban sangat tinggi, dan cenderung tidak kembali seperti semula setelah di drainase. Dalam hal sifat kimia, tanah gambut tropika ditandai dengan pH rendah, rendahnya ketersediaan dari banyak nutrisi esensial, rasio C/N tinggi, KTK tinggi, kadar abu rendah, dan kadar asam organik tinggi, karakteristik yang membatasi pertumbuhan tanaman (Radjagukguk, 2008).


(41)

Kadar air tanah gambut berkisar antara 100 – 1.300% dari berat keringnya. Artinyagambut mampu menyerap air sampai 13 kali bobotnya. Dengan demikian, sampai batas tertentu, kubah gambut mampu mengalirkan air ke areal sekelilingnya. Kadar air yang tinggi menyebabkan BD menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah. BD tanah gambut lapisan atas bervariasi antara 0,1-0,2 g cm-3tergantung pada tingkat dekomposisinya. Gambut fibrik yang umumnya berada di lapisan bawah memiliki BD lebih rendah dari 0,1 g/cm3, tapi gambut pantai dan gambut di jalur aliran sungai bisa memiliki BD > 0,2 g cm-3 karena adanya pengaruh tanah mineral.

Sifat fisik lain yang penting pada tanah gambut adalah sifat kering tak balik (irreversible drying) bila terjadi pengeringan yang berlebihan. Sifat ini menunjukkan bahwa bila gambut menjadi terlalu kering, maka tidak akan dapat lagi menjadi basah, karena gambut tidak mampu meyerap air kembali (Hardjowigeno, 1996).

Subsiden (subsidence) atau penurunan permukaan lahan merupakan kondisi fisik yang sering dialami lahan gambut yang telah didrainase. Proses drainase menyebabkan air yang berada di antara massa gambut mengalir keluar (utamanya bagian air yang bisa mengalir dengan kekuatan gravitasi), akibat proses ini gambut mengempis atau mengalami penyusutan. Subsiden juga bisa terjadi akibat massa gambut mengalami pengerutan akibat berkurangnya air yang terkandung dalam bahan gambut. Proses lainnyayang menyebabkan penurunan permukaan gambut adalah proses pelapukan (dekomposisi) (Dariah dkk, 2015).

Kematangan gambut diartikan sebagai tingkat pelapukan bahan organik yang menjadi komponen utama dari tanah gambut. Kematangan gambut sangat


(42)

menentukan tingkat produktivitas lahan gambut, karena sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah gambut, dan ketersediaan hara. Ketersediaan hara pada lahan gambut yang lebih matang relatif lebih tinggi dibandingkan lahan gambut mentah. Struktur gambut yang relatif lebih matang juga lebih baik, sehingga lebih menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, tingkat kematangan gambut merupakan karakteristik fisik tanah gambut yang menjadi faktor penentu kesesuaian gambut untuk pengembangan pertanian. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi saprik (matang), hemik (setengah matang), dan fibrik (mentah) (Dariah dkk, 2015).

Karakteristik kimia tanah gambut di Indonesia sangat beragam danditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis tanaman penyusun gambut, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Polak (1975) mengemukakan bahwa gambut yang ada di Sumatera dan Kalimantan umumnya didominasi oleh bahan kayu-kayuan. Oleh karena itu komposisi bahan organiknya sebagian besar adalah lignin yang umumnya melebihi 60% dari bahan kering, sedangkan kandungan komponen lainnya seperti

selulosa, hemiselulosa, dan protein umumnya tidak melebihi 11% (Hartatik dkk, 2011)

Secara umum gambut beraksi masam. Hal ini disebabkan oleh keluarnya asam-asam organik (humat dan fulvat). Hasil penelitian Suhardjo dan Adhi (1976), Pangudiatno (1974) gambut Riau mempunyai pH berkisar antara 3,5-4,7 dan Kalimantan mempunyai pH 3,3. Sedangkan kandungan N, Ctotal masing -masing berkisar antara 1,13-1,98% dan 49,8-54,11% (Riau), 1,44-1,80% dan


(43)

74,83-83,84% (Kalimantan). Selanjutnya kandungan P, K, Ca dan Mg sangat rendah (Budianta, 2003).

Tingkat kemasaman tanah gambut mempunyai kisaran sangat lebar. Umumnya, tanah gambut tropik, terutama gambut ombrogen (oligotrofik), mempunyai kisaran pH 3,0 – 4,5, kecuali yang mendapatkan pengaruh penyusupan air laut atau air payau. Kemasaman tanah gambut cenderung makin tinggi jika gambut tersebut makin tebal (Noor, 2001).

Muatan negatif (yang menentukan KTK) pada tanah gambut seluruhnya adalah muatan tergantung pH (pH dependent charge), dimana KTK akan naik bila pH gambut ditingkatkan. Muatan negatif yang terbentuk adalah hasil dissosiasi hidroksil pada gugus karboksilat atau fenol. Oleh karenanya penetapan KTK menggunakan pengekstrak amonium acetat pH 7 akan menghasilkan nilai KTK yang tinggi, sedangkan penetapan KTK dengan pengekstrak amonium klorida (pada pH aktual) akan menghasilkan nilai yang lebih rendah. KTK tinggi menunjukkan kapasitas jerapan (sorption capacity) gambut tinggi, namun kekuatan jerapan (sorption power) lemah, sehingga kation-kation K, Ca, Mg dan

Na yang tidak membentuk ikatan koordinasi akan mudah tercuci (Agus dan Subsika, 2008)

Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah gambut berkisar dari <50 sampai lebih dari 100 cmol(+) kg-1 bila dinyatakan atas dasar berat, tetapi relatif rendah bila dinyatakan atas dasar volume (Radjagukguk, 2000), tetapi menurut Kussow (1971) dalam Barchia (2006) KTK gambut dapat berkisar antara 100 hingga 300 me 100 g-1. KTK gambut ombrogen di Indonesia (Tabel 1) sebagian besar ditentukan oleh fraksi lignin dan senyawa humat.


(44)

Tabel 1. Komposisi senyawa Gambut Ombrogen di Indonesia dan Kapasitas Tukar Kationnya (Driessen, 1978 dalam Barchia, 2006).

Senyawa Bobot

(%)

KTK (me 100 g-1)

Lignin 64 – 74 150 – 180

Senyawa Humik 10 – 20 40 – 80

Selulosa 0,2 – 10 7

Hemiselulosa 1 – 2 1 – 2

Lainnya < 5 -

Bahan Organik Gambut 100 190 – 270

Kadar abu dapat dijadikan gambaran kesuburan tanah lahan gambut. Kadar abu tanah gambut beragam antara 5% - 65%. Makin tinggi kadar abu, makin tinggi mineral yang terkandung pada gambut. Kadar abu gambut jenis oligotrofik sekitar 2%, mesotrofik sekitar 2,0% - 7,5% dan eutrofik > 14% (Widjaja Adhi 1986 dalam Noor 2001). Makin dalam ketebalan gambut, makin rendah kadar abunya. Kadar abu gambut sangat dalam (tebal > 3 m) sekitar 5%, gambut dalam dan tengahan (tebal 1–3 m) berkisar 11% - 12%, dan gambut dangkal sekitar 15% (Noor, 2001).

Penyebaran Lahan Gambut

Negara yang paling luas mempunyai lahan gambut adalah Kanada, disusul oleh bekas negara Uni Soviet dan Amerika Serikat, Indonesia termasuk sebagai negara keempat yang mempunyai lahan gambut terluas di dunia. Menurut Notohadiprawiro (1996), luas lahan gambut di Indonesia sekitar 17 juta hektar atau sekitar 10% luas daratan Indonesia. Luas lahan gambut di Indonesia menmpati separuh luas gambut tropik. Di kawasan Asia, negara yang mempunyai


(45)

gambut terluas setelah Indonesia (70%) adalah Malaysia dengan luas 2,36 juta hektar, disusul Brunei Darussalam dengan luas 1,65 juta hektar. Lahan gambut di Indonesia terutama menyebar di tiga pulau besar, yaitu Kalimantan, Sumatra, dan Papua (Noor, 2001).

Luas dan penyebaran lahan gambut di Pulau Sumatera pada tahun2002, berdasarkan ketebalan dan jenis gambut, diurutkan mulai dari penyebaran pada provinsi yang terluas. Dapat diketahui bahwa luas total lahan gambut di Pulau Sumatera pada tahun 2002, adalah sekitar 7,204 juta ha, atau 14,90% dari luas seluruh daratan Pulau Sumatera (luasnya 48,24 juta ha). Luas lahan gambutpada masing-masing provinsi diurutkan dari yang terluas, adalah sebagai berikut: (i) Riau4,043 juta ha (56,12% dari luas total lahan gambut); (ii) Sumatera Selatan1,484 juta ha (20,60%); (iii) Jambi 0,717 juta ha(9,95%); (iv) Sumut0,325 juta ha(4,51%); (v) Nanggroe Aceh D.0,274juta ha(3,80%); (vi) Sumatera Barat0,210 juta ha(2,92%); (vii) Lampung 0,088 juta ha(1,22%); dan (viii) Bengkulu0,063 juta ha (0,87%). Berdasarkan ketebalan lapisan gambut, lahan gambut Sumatera dapat dikelompokkan seperti berikut ini: (i) gambut-dangkal 1,925 juta ha (26,72%) dari luas total lahan gambut); (ii) gambut-sedang 2,327 juta ha (32,30%); (iii) gambutdalam 1,246 juta ha (17,30%); dan (iv) gambut-sangat dalam 1,706 juta ha (23,68%) (Wahyunto dan Mulyani, 2011).

Permasalahan Lahan Gambut

Dalam keadaan hutan alami, lahan gambut berfungsi sebagai penambat(sequester) karbon sehingga berkontribusi dalam mengurangi gas rumah kaca diatmosfir, walaupun proses penambatan berjalan sangat pelan setinggi 0-3 mmgambut per tahun (Parish dkk, 2007) atau setara dengan penambatan 0-5,4 t


(46)

CO2/ha/tahun (Agus, 2009). Apabila hutan gambut ditebang dan didrainase,

makakarbon tersimpan pada gambut mudah teroksidasi menjadi gas CO2 (salah

satu gasrumah kaca terpenting). Selain itu lahan gambut juga mudah mengalami penurunanpermukaan (subsiden) apabila hutan gambut dibuka. Oleh karena itu diperlukankehati-hatian dan perencanaan yang matang apabila akan mengkonversi hutangambut. Perencanaan harus mengacu pada hasil studi yang mendalam mengenaikarakteristik gambut setempat dan dampaknya bila hutan gambut dikonversi (Agus dan Subiksa, 2008).

Penghambat lain yang mungkin ditemukan pada tanah gambut Sumatera adalah adanya lapisan (berpotensi) sulfat masam yang umumnya berupa lapisan dengan kadar pirit yang tinggi. Bila lapisan ini teroksidasi maka akan terbentuklah asam sulfat yang dapat menyebabkan pH tanah menjadi sangat masam (pH < 3.5) yang sangat berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Walaupun demikian data-data menunjukkan bahwa kandungan pirit pada tanah gambut sumatera umumnya rendah atau terdapat jauh dari permukaan tanah, sehingga pengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman di daerah ini tidak terlalu besar. Menurut Diemont dan Wijngaarde (1974) rendahnya kandungan pirit di daerah ini adalah karena besarnya pengikisan (accretion) dan sedimentasi (Hardjowigeno, 1989).

Rendahnya BD gambut menyebabkan daya menahan atau menyanggabeban (bearing capacity) menjadi sangat rendah. Hal ini menyulitkan beroperasinya peralatan mekanisasi karena tanahnya yang empuk. Gambut juga tidak bisa menahan pokok tanaman tahunan untuk berdiri tegak. Tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit atau kelapa seringkali doyong atau bahkan


(47)

roboh. Pertumbuhan seperti ini dianggap menguntungkan karena memudahkan bagi petani untuk memanen sawit (Agus dan Subiksa, 2008).

Tanaman sering mengalami kahat hara mikro pada tanah gambut terutama hara mikro Cu. Kekahatan terjadi karena rendahnya kadar Cu dalam mineral tanah serta kuatnya ikatan kompleks Cu-organik sehingga tidak tersedai bagi tanaman. Kekurangan unsur hara mikro yang lain pun sering terjadi seperti Fe, B, Zn. Tanah gambut dalam umumnya memiliki kadar abu yang sangat rendah, yang menunjukkan bahwa gambut tersebut sangat miskin (Hardjowigeno, 1996).

Profil tanah gambut

Kedalaman profil yang diamati untuk profil tanah gambut mencapai 130 cm dari permukaan tanah. Hal ini dikarenakan tanah gambut tropika tidak berasal dari sphagnum, hypnum, atau lumut-lumut yang lain, dan tidak memiliki berat volume kurang dari 0.1 g/cm3. Menurut Soil Survey Staff (2014) untuk tujuan praktis, berdasarkan pertimbangan objektif suatu penampang kontrol telah ditetapkan untuk klasifikasi Histosol. Tergantung dari jenis bahan tanah di dalam lapisan permukaan, penampang kontrol mempunyai ketebalan 130 cm atau 160 cm dari permukaan tanah, apabila tidak terdapat kontak densik, litik atau paralitik, lapisan air yang tebal, atau permafrost di dalam masing-masing batas tersebut. Penampang kontrol yang lebih tebal (160 cm) digunakan, apabila lapisan permukaan sampai sedalam 60 cm, memenuhi salah satu berikut: tiga perempat bagian atau lebih dari volume serat-seratnya berasal dari sphagnum, hypnum, atau lumut-lumut yang lain, atau mempunyai berat vulume kurang dari 0.1 g/cm3.

Penampang kontrol untuk ketiga profil dibagi menjadi tiga tier, sesuai dengan Soil Survey Staff (2014) yaitu:


(48)

- Surface Tier (Lapisan Permukaan) dengan kedalaman 0–30 cm

- Subsurface Tier (Lapisan Sub-permukaan) dengan kedalaman 30–60 cm - Bottom Tier (Lapisan Dasar) dengan kedalaman 60–130 cm.


(49)

Tanah gambut memiliki karakteristik dan sifat yang khas. Tanah gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Karakteristik tanah ini meliputi kadar bahan organik dan kadar air yang tinggi, berat isi (bulkdensiti) yang kecil dan daya menahan beban (bearing capacity) rendah. Tanah gambut memiliki sifat mengering tak balik (irreversible drying) sehingga tidak bisa menyerap air kembali, bila digenangi. Tanah gambut juga dapat mengalami subsiden (penurunan permukaan) akibat penyusutan volume gambut yang disebabkan oleh drainase dan adanya proses dekomposisi. Sifat khas lainnya yang dimiliki antara lain kemasaman tanah dan kapasitas jerapan tinggi, tetapi basa-basa tukar rendah, dan unsur-unsur mikro yang sangat rendah karena bukan berasal dari bahan mineral dan jika ada maka akan diikat kuat oleh bahan organik sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Agus dan Subiksa, 2008).

Lahan gambut umumnya dapat ditemukan di dataran rendah. Lahan gambut di dataran rendah ini terbentuk pada topografi yang cekung dan di genangi air yang tidak mudah hilang (Sukarman, 2015). Topografi demikian terdapat pada wilayah datar dan biasanya berada pada dataran rendah. Kondisi ini menyebabkan proses dekomposisi bahan organik lebih lambat dari proses penimbunannya sehingga terjadi akumulasi bahan organik yang semakin lama semakin tebal. Lahan gambut biasa ditemukan di daerah rawa pasang surut maupun di daerah rawa lebak (Hardjowigeno, 1996).


(50)

Di provinsi Sumatera Utara, selain di dataran rendah ditemukan juga gambut di dataran tinggi. Lahan gambut dataran tinggi ini terdapat di dataran tinggi Toba yang berlokasi di tiga kecamatan yaitu kecamatan Lintong Nihuta, kecamatan Doloksanggul dan kecamatan Pollung, ketiganya berada di kabupaten Humbang Hasundutan. Lahan gambut dataran tinggi ini cukup unik karena berada di dataran tinggi yang tidak terpengaruh oleh pantai atau sungai. Walaupun penyebaran lahan gambut dataran tinggi ini tidak seluas lahan gambut dataran rendah, tetapi perlu dilakukan studi terhadap lahan gambut dataran tinggi Toba.

Dari uraian diatas, penulis ingin melakukan survei karakteristik tanah gambut dataran tinggi Toba, tepatnya di Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan Pollung dan Kecamatan Dolloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakteristikkan tanah gambut dataran tinggi Toba dan mengklasifikasikannya menurut Soil Taxonomy mengacu kepada

Keys to Soil Taxonomy 2014 dan Klasifikasi Tanah Nasional.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. - Sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu pengetahuan.


(51)

ABSTRAK

Penelitian survey yang mengarakteristikkan tanah gambut dataran tinggi Toba, dilakukan di tiga areal lahan gambut dengan ketinggian berbeda yaitu kecamatan Lintong Nihuta pada areal tertinggi, kecamatan Doloksanggul dan kecamatan Pollung pada ketinggian yang lebih rendah. Analisa tanah di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Pada masing-masing areal dibuat profil pewakil dan diamati morfologi dan karakteristik serta klasifikasi tanah menurut klasifikasi taksonomi tanah Sampel tanah diambil dari masing-masing lapisan di profil tanah untuk analisis tanah di laboratorium. Analisis tanah meliputi Bulkdensiti, pH H2O, pH CaCl2, KTK, KB,

C-organik, N-total, C/N dan DHL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan gambut di kecamatan Lintong Nihuta di areal tertinggi memiliki tingkat kematangan fibrik dengan kadar C-organik, nilai KTK dan rasio C/N yang tertinggi tetapi kadar abu terendah, sedangkan areal gambut di kecamatan Doloksanggul di areal yang lebih rendah memiliki tingkat kematangan hemik dengan nilaiC-organik, nilai KTK dan rasio C/N yang lebih rendah tetapi kadar abu lebih tinggi, dan areal gambut di kecamatan Pollung diareal yang terendah dengan tingkat kematangan saprik memiliki nilai C-organik, nilai KTK dan rasio C/N yang terendah tetapi kadar abu tertinggi.Lahan gambut dataran tinggi Toba

memiliki perbedaan dengan lahan gambut dataran rendah dalam hal kadar C-organik, KTK, dan proses pembentukannya.


(52)

ABSTRACT

Survey research to characterize peat soil of Toba plateau, that conducted in three areas of peat located in three districts with different heights that is district of Lintong Nihuta the highest areal, district of Doloksanggul, and district of Pollung at a lower altitude. Soil analyse properties was held in Riset and Technology Laboratory, Agriculture Faculty of North Sumatera University. Observation in the field of profile on three areas in three locations. Every profiles is observed about morphology and soil characteristic. Soil sample is taken from each layer in soil profile for soil analyse in laboratory. Soil analysis included of bulkdensity, pH H2O, pH CaCl2, Cation Exchange Capacity (CEC), based

saturation, C-Organic content, N-total, C/N ratio and Electrical Conductivity. From research result indicate that peatland in the sub Lintong Nihuta at highest area is peatland with fibrist maturity level, and has the highest C-organic content, CEC, and C/N ratio but lowest Ash content, while peatland in the district of Doloksanggul at lower area is peatland with hemist maturity level, and has the lower C-organic content, CEC, and C/N ratio but higher Ash content, then peatland in the district of Pollung at lowest area is peatland with saprist maturity level, and has the lowest C-organic content, CEC, and C/N ratio but highest Ash content. Peatland plateau have a differences with lowland peat in Organic content, CEC, and formation process.


(53)

KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DATARAN TINGGI TOBA

SKRIPSI

OLEH :

DODY KING T. PURBA 110301085

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(54)

KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DATARAN TINGGI TOBA

SKRIPSI

OLEH :

DODY KING T. PUERBA 110301085

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk MemperolehGelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(55)

Judul : Karakteristik Tanah GambutDataranTinggi Toba Nama : Dody King T. Purba

Nim : 110301085

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Mukhlis, MSi

Ketua Anggota

Ir. Supriadi, MS

Mengetahui,

Ketua Program Studi Agroekoteknologi


(56)

ABSTRAK

Penelitian survey yang mengarakteristikkan tanah gambut dataran tinggi Toba, dilakukan di tiga areal lahan gambut dengan ketinggian berbeda yaitu kecamatan Lintong Nihuta pada areal tertinggi, kecamatan Doloksanggul dan kecamatan Pollung pada ketinggian yang lebih rendah. Analisa tanah di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Pada masing-masing areal dibuat profil pewakil dan diamati morfologi dan karakteristik serta klasifikasi tanah menurut klasifikasi taksonomi tanah Sampel tanah diambil dari masing-masing lapisan di profil tanah untuk analisis tanah di laboratorium. Analisis tanah meliputi Bulkdensiti, pH H2O, pH CaCl2, KTK, KB,

C-organik, N-total, C/N dan DHL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan gambut di kecamatan Lintong Nihuta di areal tertinggi memiliki tingkat kematangan fibrik dengan kadar C-organik, nilai KTK dan rasio C/N yang tertinggi tetapi kadar abu terendah, sedangkan areal gambut di kecamatan Doloksanggul di areal yang lebih rendah memiliki tingkat kematangan hemik dengan nilaiC-organik, nilai KTK dan rasio C/N yang lebih rendah tetapi kadar abu lebih tinggi, dan areal gambut di kecamatan Pollung diareal yang terendah dengan tingkat kematangan saprik memiliki nilai C-organik, nilai KTK dan rasio C/N yang terendah tetapi kadar abu tertinggi.Lahan gambut dataran tinggi Toba memiliki perbedaan dengan lahan gambut dataran rendah dalam hal kadar C-organik, KTK, dan proses pembentukannya.


(57)

ABSTRACT

Survey research to characterize peat soil of Toba plateau, that conducted in three areas of peat located in three districts with different heights that is district of Lintong Nihuta the highest areal, district of Doloksanggul, and district of Pollung at a lower altitude. Soil analyse properties was held in Riset and Technology Laboratory, Agriculture Faculty of North Sumatera University. Observation in the field of profile on three areas in three locations. Every profiles is observed about morphology and soil characteristic. Soil sample is taken from each layer in soil profile for soil analyse in laboratory. Soil analysis included of bulkdensity, pH H2O, pH CaCl2, Cation Exchange Capacity (CEC), based

saturation, C-Organic content, N-total, C/N ratio and Electrical Conductivity. From research result indicate that peatland in the sub Lintong Nihuta at highest area is peatland with fibrist maturity level, and has the highest C-organic content, CEC, and C/N ratio but lowest Ash content, while peatland in the district of Doloksanggul at lower area is peatland with hemist maturity level, and has the lower C-organic content, CEC, and C/N ratio but higher Ash content, then peatland in the district of Pollung at lowest area is peatland with saprist maturity level, and has the lowest C-organic content, CEC, and C/N ratio but highest Ash content. Peatland plateau have a differences with lowland peat in Organic content, CEC, and formation process.


(58)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 12April 1994 dari ayah Alimin Purba dan ibu Nancy Cusu Rohani Panggabean. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pada tahun 2005 penulis tamat dari SD STAnthonius Medan, tahun 2008 tamat dari SMP Putri Cahaya Medan, pada tahun 2011 lulus dari SMA Sutomo 1 Medan, dan ditahun yang sama diterima di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Tertulis. Penulis memilih minat studi Ilmu Tanah.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten Praktikum Mata Kuliah Anatomi Tumbuhan dan Fisiologi Tumbuhan di Fakultas Pertanian USU sertaDasar Ilmu Tanah di Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia. Selain itu penulis juga merupakan Koordinator Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA), anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK), anggota Forum Komunikasi Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (FOKUSHIMITI),dan anggota Kelompok Mahasiswa Kristen (KMK) Fakultas Pertanian USU.Penulis juga mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Ilmu Tanah Nasional di Universitas Andalas, Padang pada tahun 2015.

Pada tahun 2014 penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Inti Palm Sumatera di Tanjung Balai.


(59)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsiyang berjudul “Karakteristik Tanah Gambut Dataran Tinggi Toba”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Drs. Alimin Purba, M.Pd. dan Ibunda Nancy Cusu Rohani Panggabean yang telah memberikan doa dan dukungan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Mukhlis, M.Si dan Ir. Supriadi, MS., selakuketua dan anggota komisi pembimbing yang banyak memberi arahan dan membantu penulis hingga skripsi ini selesai, serta kepada Prof. Dr. Ir. Sumono, MS dan Bang Rudi yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian dengan menggunakan fasilitasLaboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian USU.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, kepada kak Linda, Bang Ade, dan para sahabat Martin, Rose, Kiki, Ningsih, Fitria, Candra, Eko, Hendry, Chrisman, Nita dan Agroekoteknologi 2 2011 serta Ilmu Tanah 2011 yang telah membantu dan memberikan dukungan dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsiini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, September 2016


(60)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA Defenisi ... 3

Genesis ... 4

Klasifikasi ... 7

Penyebaran ... 9

Permasalahan... 13

Karakteristik Fisik dan Kimia ... 14

Profil tanah gambut ... 15

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 17

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

Bahan dan Alat ... 18

Metode Penelitian ... 19

Pelaksanaan Penelitian ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 22

Penyebaran tanah gambut dataran tinggi Toba ... 22

Morfologi tanah gambut dataran tinggi Toba ... 22

Karakteristik fisika tanah gambut ... 28

Karakteristik kimia tanah gambut ... 29


(61)

Morfologi dan karakteristik tanah gambut ... 32

Klasifikasi Tanah... 35

Soil Taxonomy 2014 ... 35

Ordo ... 35

Sub Ordo ... 35

Great Grup ... 36

Sub Grup ... 37

Klasifikasi Tanah ... 37

Klasifikasi Tanah Nasional ... 38

Jenis Tanah ... 38

Macam Tanah ... 38

Klasifikasi Tanah ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA


(62)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Hal.

1. Komposisi senyawa Gambut Ombrogen di Indonesia dan KTK ... 13

2. Karakteristik morfologi tanah gambut dataran tinggi Toba ... 27

3. Karakteristik fisika tanah gambut dataran tinggi Toba ... 28

4. Karakteristik kimia tanah gambut dataran tinggi Toba ... 31

5. Klasifikasi tanah ketiga profil menurut Soil Taxonomy 2014 ... 38


(63)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Hal.

1 Proses pembentukan gambut ... 7

2 Peta lokasi penelitian ... 16

3 Peta lokasi pengamatan profil pewakil ... 20

4 Peta topografi tanah gambut dataran tinggi Toba ... 21


(64)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Hal.

1. Data curah hujan (mm) bulanan kabupaten Humbang Hasundutan ... 44 2. Karakteristik tanah gambut dataran rendah (pantai) ... 45


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsiyang berjudul

“Karakteristik Tanah Gambut Dataran Tinggi Toba”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Drs. Alimin Purba, M.Pd. dan Ibunda Nancy Cusu Rohani Panggabean yang telah memberikan doa dan dukungan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Mukhlis, M.Si dan Ir. Supriadi, MS., selakuketua dan anggota komisi pembimbing yang banyak memberi arahan dan membantu penulis hingga skripsi ini selesai, serta kepada Prof. Dr. Ir. Sumono, MS dan Bang Rudi yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian dengan menggunakan fasilitasLaboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian USU.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, kepada kak Linda, Bang Ade, dan para sahabat Martin, Rose, Kiki, Ningsih, Fitria, Candra, Eko, Hendry, Chrisman, Nita dan Agroekoteknologi 2 2011 serta Ilmu Tanah 2011 yang telah membantu dan memberikan dukungan dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsiini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, September 2016


(2)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA Defenisi ... 3

Genesis ... 4

Klasifikasi ... 7

Penyebaran ... 9

Permasalahan... 13

Karakteristik Fisik dan Kimia ... 14

Profil tanah gambut ... 15

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 17

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

Bahan dan Alat ... 18

Metode Penelitian ... 19

Pelaksanaan Penelitian ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 22

Penyebaran tanah gambut dataran tinggi Toba ... 22

Morfologi tanah gambut dataran tinggi Toba ... 22

Karakteristik fisika tanah gambut ... 28

Karakteristik kimia tanah gambut ... 29


(3)

Morfologi dan karakteristik tanah gambut ... 32

Klasifikasi Tanah... 35

Soil Taxonomy 2014 ... 35

Ordo ... 35

Sub Ordo ... 35

Great Grup ... 36

Sub Grup ... 37

Klasifikasi Tanah ... 37

Klasifikasi Tanah Nasional ... 38

Jenis Tanah ... 38

Macam Tanah ... 38

Klasifikasi Tanah ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Hal.

1. Komposisi senyawa Gambut Ombrogen di Indonesia dan KTK ... 13

2. Karakteristik morfologi tanah gambut dataran tinggi Toba ... 27

3. Karakteristik fisika tanah gambut dataran tinggi Toba ... 28

4. Karakteristik kimia tanah gambut dataran tinggi Toba ... 31

5. Klasifikasi tanah ketiga profil menurut Soil Taxonomy 2014 ... 38


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Hal.

1 Proses pembentukan gambut ... 7

2 Peta lokasi penelitian ... 16

3 Peta lokasi pengamatan profil pewakil ... 20

4 Peta topografi tanah gambut dataran tinggi Toba ... 21


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Hal.

1. Data curah hujan (mm) bulanan kabupaten Humbang Hasundutan ... 44 2. Karakteristik tanah gambut dataran rendah (pantai) ... 45