Manajemen Keuangan dan Kepuasan Keuangan Istri pada Keluarga dengan Suami Istri Bekerja

MANAJEMEN KEUANGAN DAN KEPUASAN KEUANGAN
ISTRI PADA KELUARGA DENGAN SUAMI ISTRI BEKERJA

FITRI APRILIANA HAKIM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Manajemen Keuangan
dan Kepuasan Keuangan Istri pada Keluarga dengan Suami Istri Bekerja adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014
Fitri Apriliana Hakim
NIM I251130136

RINGKASAN
FITRI APRILIANA HAKIM. Manajemen Keuangan dan Kepuasan Keuangan
Istri pada Keluarga dengan Suami Istri Bekerja. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI
dan TIN HERAWATI.
Meningkatnya jumlah wanita yang bekerja menggambarkan semakin
meningkatnya kesempatan wanita untuk bekerja di sektor publik. Salah satu faktor
yang membuat wanita bekerja adalah untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi
keluarga. Namun, keterlibatan wanita dalam lapangan pekerjaan membuat wanita
memiliki peran ganda, yaitu peran di sektor publik sebagai pekerja dan peran di
sektor domestik sebagai istri dan ibu. Salah satu peran wanita sebagai istri adalah
mengelola sumberdaya keluarga untuk mencapai tujuan keluarga. Salah satu
sumberdaya yang harus dikelola adalah sumberdaya keuangan. Istri harus
melakukan manajemen keuangan keluarga dengan baik agar tercapai
kesejahteraan keluarga dan secara pribadi agar mencapai kepuasan keuangan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis manajemen keuangan dan
kepuasan keuangan istri pada keluarga dengan suami istri bekerja. Penelitian ini

merupakan bagian dari penelitian bersama dengan tema keseimbangan kerjakeluarga dan lingkungan pengasuhan pada keluarga dengan suami istri bekerja.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penentuan lokasi
dilakukan secara purposive di Kecamatan Bogor Barat dan Kecamatan Bogor
Tengah. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari – April 2014. Contoh
dalam penelitian ini adalah ibu bekerja yang memiliki anak terakhir usia 0 – 6
tahun dengan jenis pekerjaan formal atau informal pada keluarga dengan suami
istri bekerja. Teknik penarikan contoh dilakukan secara stratified nonproporsional random sampling sejumlah 120 orang.
Hasil penelitian menunjukkan istri yang bekerja di sektor formal melakukan
manajemen keuangan lebih baik sehingga tingkat kepuasan keuangan lebih tinggi
dibandingkan dengan istri yang bekerja di sektor informal. Hal tersebut karena
tingkat pendidikan dan pendapadan per kapita istri yang bekerja di sektor formal
lebih tinggi dibandingkan dengan istri yang bekerja di sektor informal. Tingkat
pendidikan istri dan pendapatan per kapita berhubungan positif dengan
manajemen keuangan. Semakin tinggi tingkat pendidikan istri dan pendapatan per
kapita, maka semakin baik manajemen keuangan yang dilakukan.
Besar keluarga, usia istri, dan lama pernikahan berhubungan negatif dengan
manajemen keuangan. Semakin besar jumlah anggota keluarga, semakin rendah
manajemen keuangan yang dilakukan. Semakin tua istri, semakin lama usia
pernikahannya, maka semakin rendah manajemen keuangan yang dilakukan. Hasil
uji pengaruh menunjukkan bahwa manajemen keuangan berpengaruh terhadap

kepuasan keuangan istri. Semakin baik manajemen keuangan yang dilakukan,
maka kepuasan keuangan istri semakin tinggi. Pengetahuan tentang manajemen
keuangan perlu diberikan oleh instansi terkait keluarga dan perguruan tinggi
kepada keluarga dengan pendapatan dan pendidikan rendah agar mencapai
kepuasan keuangan.
Kata kunci: keluarga dengan suami istri bekerja, kepuasan keuangan, manajemen
keuangan, pekerjaan formal, pekerjaan informal

SUMMARY
FITRI APRILIANA HAKIM. Financial Management and Wife’s Financial
Satisfaction of Dual Earner Families. Supervised by EUIS SUNARTI and TIN
HERAWATI.
The increasing of women working illustrated the increasing of opportunities
for women working in the public sector. One of factors that make women worked
to meet the needs of the family economy. The involvement of women in
employment made women have a dual role, in public sector as workers and in
domestic sector as wife and mother. One of the roles of women as wives managed
resources to achieve family goals. One of the resources that must managed
financial resources. Wife had to do with a family financial management in order
to achieve well-being of families and wife’s financial satisfaction.

The purpose of this study was to analyze financial management and wife's
financial satisfaction in dual earner families. The research is part of a joint
research with the theme of the work-family balance and parenting environment in
dual earner families. The research design was a cross sectional study. Location
determination is purposive in Bogor District of West and Central Bogor. Data
collected from February until April 2014. Samples in this study were working
mothers who have children past the age of 0-6 years with the job type is formal or
informal in dual earner familie in Bogor District of West and Central Bogor.
Samples of selected non-proportional stratified random sampling with a sample
number of 120 people.
The result of this study showed that the wife worked in the formal sector
make better financial management so that a higher level of financial satisfaction
than wives who work in the informal sector. This is because the level of education
and per capita income wives who work in the formal sector is higher than the wife
who works in the informal sector. The level of wife’s education and per capita
income positively correlated with financial management. The higher the level of
wife’s education and per capita income made the better financial management.
Large families, wife’s age, and length of marriage negatively correlated with
financial management. The greater the number of family members made the lower
the financial management. The older wife and the longer the age of marriage

made the lower the financial management. Financial management and wife’s
education had significant positively influenced on wife's financial satisfaction.
The better financial management and the higher wife’s education made the higher
the wife's financial satisfaction. Knowledge of financial management should be
give by the relevant institutions and universities to families with low income and
education in order to attain financial satisfaction.
Keywords: dual earner family, financial management, financial satisfaction,
formal job, informal job

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MANAJEMEN KEUANGAN DAN KEPUASAN KEUANGAN

ISTRI PADA KELUARGA DENGAN SUAMI ISTRI BEKERJA

FITRI APRILIANA HAKIM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Istiqlaliyah Muflikhati, MSi

Judul Tesis : Manajemen Keuangan dan Kepuasan Keuangan Istri pada Keluarga
dengan Suami Istri Bekerja
Nama

: Fitri Apriliana Hakim
NIM
: I251130136

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Euis Sunarti, MS
Ketua

Dr Tin Herawati, SP, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Keluarga dan
Perkembangan Anak

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Herien Puspitawati, MSc, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 9 September 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga Agustus 2014 ini adalah
keseimbangan kerja-keluarga dan lingkungan pengasuhan pada keluarga dengan
suami istri bekerja dengan judul Manajemen Keuangan dan Kepuasan Keuangan
Istri pada Keluarga dengan Suami Istri Bekerja.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Euis Sunarti, MS dan Dr
Tin Herawati, SP, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan
perhatian, saran, arahan, dan motivasi kepada penulis, sehingga penulisan tesis ini
menjadi lebih baik.
Di samping itu, penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua dan

keluarga besar yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi bagi
keberhasilan penulisan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
suami tercinta, atas segala doa, kesabaran, perhatian, motivasi, dan kasih
sayangnya yang tidak pernah berhenti.
Selain itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada rekan penelitian yaitu
Risda Rizkillah dan Fitri Meliani yang senantiasa memberikan saran, masukan,
dan motivasi untuk bersama-sama mencapai target penelitian, serta teman-teman
IKA ’05 atas saran dan masukan yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014
Fitri Apriliana Hakim

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR


xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
4
5

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Keluarga

Teori Struktur Fungsional
Teori Sosial Konflik
Teori Gender
Karakteristik Pekerjaan Istri
Manajemen
Manajemen Keuangan
Kepuasan Keuangan
Penelitian Terdahulu

5
5
6
7
8
8
9
11
13
14

KERANGKA PIKIR

16

METODE
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Contoh dan Teknik Penarikan Contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data

17
17
17
18
20

DEFINISI OPERASIONAL

21

PERBEDAAN MANAJEMEN KEUANGAN DAN KEPUASAN KEUANGAN
ISTRI MENURUT JENIS PEKERJAAN PADA KELUARGA DENGAN
SUAMI ISTRI BEKERJA
23
Pendahuluan
24
Metode Penelitian
25
Hasil
27
Pembahasan
32
Simpulan
34
PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN MANAJEMEN
KEUANGAN TERHADAP KEPUASAN KEUANGAN ISTRI PADA
KELUARGA DENGAN SUAMI ISTRI BEKERJA
Pendahuluan
Metode Penelitian

35
36
37

Hasil
Pembahasan
Simpulan

40
50
52

PEMBAHASAN UMUM

52

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

56
56
57

DAFTAR PUSTAKA

57

LAMPIRAN

61

RIWAYAT HIDUP

64

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

24.

Penelitian terdahulu
Variabel, skala, dan kategori data
Hasil uji beda item karakterisitik keluarga berdasarkan jenis pekerjaan
Hasil uji beda item karakteristik pekerjaan istri berdasarkan jenis
pekerjaan
Sebaran contoh (%) berdasarkan jam kerja menurut jenis pekerjaan
Hasil uji beda item rataan capaian manajemen keuangan berdasarkan
jenis pekerjaan
Sebaran contoh (%) berdasarkan kategori capaian manajemen keuangan
menurut jenis pekerjaan
Sebaran contoh (%) berdasarkan kategori kepuasan keuangan istri
menurut jenis pekerjaan
Hasil uji beda rataan capaian item kepuasan keuangan berdasarkan jenis
pekerjaan
Persamaan regresi linear berganda
Sebaran rataan karakteristik keluarga
Sebaran rataan capaian manajemen keuangan berdasarkan item
pernyataan
Sebaran contoh berdasarkan kategori capaian manajemen keuangan
Sebaran rataan capaian kepuasan keuangan istri berdasarkan item
pernyataan
Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kepuasan keuangan istri
Koefisien korelasi antarvariabel penelitian
Koefisien regresi pengaruh karakteristik keluarga dan jenis pekerjaan
istri terhadap manajemen keuangan
Koefisien regresi pengaruh karakteristik keluarga terhadap manajemen
keuangan berdasarkan jenis pekerjaan
Koefisien regresi pengaruh karakteristik keluarga, jenis pekerjaan istri,
dan manajemen keuangan terhadap kepuasan keuangan istri
Koefisien regresi pengaruh karakteristik keluarga dan manajemen
keuangan terhadap kepuasan keuangan istri berdasarkan jenis pekerjaan
Koefisien regresi pengaruh subvariabel manajemen keuangan dan jenis
pekerjaan istri terhadap kepuasan keuangan istri
Koefisien regresi pengaruh subvariabel manajemen keuangan terhadap
kepuasan keuangan istri berdasarkan jenis pekerjaan
Koefisien regresi pengaruh karakteristik keluarga, subvariabel
manajemen keuangan, dan jenis pekerjaan istri terhadap kepuasan
keuangan istri
Koefisien regresi pengaruh karakteristik keluarga dan subvariabel
manajemen keuangan terhadap kepuasan keuangan istri berdasarkan
jenis pekerjaan

14
19
27
28
28
29
30
31
31
39
40
41
42
42
43
43
44
45
46
46
47
48

48

49

DAFTAR GAMBAR
1. Sistem keluarga dengan penekanan subsistem manajerial (Deacon dan

Firebaugh 1988)
2. Model manajemen keuangan (Goldsmith 2010)
3. Kerangka pikir penelitian
4. Teknik penarikan contoh istri bekerja di Kota Bogor

10
12
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1. Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia menurut jenis pekerjaan
2. Sebaran contoh berdasarkan kelompok pendidikan menurut jenis

62

pekerjaan
Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan menurut jenis pekerjaan
Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan menurut
jenis pekerjaan
Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga menurut jenis pekerjaan
Sebaran contoh berdasarkan lama pernikahan menurut jenis pekerjaan
Sebaran contoh berdasarkan nilai total aset menurut jenis pekerjaan

62
62

3.
4.
5.
6.
7.

62
63
63
63

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan tingkat modernisasi yang begitu cepat, maka semakin
meningkat kesempatan masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang lebih
tinggi termasuk kaum wanita. Dengan meningkatnya pendidikan wanita dan
semakin luasnya kesempatan kerja, maka semakin banyak wanita yang memasuki
lapangan pekerjaan. Sesuai data Sakernas, jumlah penduduk yang bekerja selama
tiga tahun (2008-2010) cenderung mengalami peningkatan yakni dari 102.01 juta
orang pada tahun 2008 menjadi 107.41 juta orang pada tahun 2010. Jika dilihat
menurut jenis kelamin, pada tahun 2010 komposisi penduduk yang bekerja
dengan jenis kelamin laki-laki lebih besar daripada perempuan yaitu 61.42 persen
dan 38.58 persen. Namun, dari tahun 2008-2010, persentase perempuan yang
bekerja mengalami peningkatan sebesar 0.68 persen, sedangkan persentase lakilaki yang bekerja mengalami penurunan sebesar 0.68 persen (Depnakertrans
2012). Angkatan kerja wanita di Kota Bogor pada tahun 2012 sejumlah 134 038
orang, sedangkan wanita yang bekerja sejumlah 121 581 orang (BPS Kota Bogor
2013). Hal tersebut mengindikasikan bahwa kesempatan bekerja untuk wanita
terus meningkat, sehingga diprediksi jumlah wanita bekerja akan mengalami
peningkatan pada masa mendatang. Hal ini diakibatkan adanya tuntutan ekonomi
yang membuat perempuan harus bekerja di luar rumah. Adanya motif ekonomi
yaitu untuk pemenuhan kebutuhan keluarga menjadi alasan utama wanita untuk
bekerja sehingga wanita harus membagi waktu antara peran domestik dan peran
publik (Sunarti et al. 2013). Selain pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga,
faktor kesempatan kerja juga melandasi wanita untuk bekerja di sektor publik
(Sudarwati 2003). Dengan demikian, bekerja dipandang sebagai wujud kontribusi
wanita terhadap perekonomian keluarga.
Pendapatan suami yang rendah mengakibatkan pemenuhan kebutuhan
ekonomi rumah tangga kurang terpenuhi sehingga mendorong istri untuk berusaha
memenuhi kekurangan tersebut dengan bekerja (Nugraheni 2012). Selain itu,
jumlah anggota keluarga yang semakin besar dan tingkat pendidikan yang tinggi
menjadikan peran wanita semakin besar dalam membantu ekonomi keluarga. Pada
tahun 2012, angka sumbangan pendapatan wanita mencapai 34.70 persen atau
meningkat sebesar 0.54 persen dari tahun 2011. Hal ini terjadi karena dua faktor
yang mempengaruhinya, yaitu faktor angkatan kerja dan upah yang diterima
(Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2013).
Keterlibatan wanita dalam lapangan pekerjaan membuat wanita memiliki
waktu yang lebih sedikit untuk mengurus rumah dan mengasuh anak. Sebuah data
menunjukkan bahwa pada tahun 2010 rata-rata jam kerja mingguan untuk wanita
ialah 37.9 jam per minggu dan wanita yang bekerja lebih dari 40 jam per minggu
sebesar 25.9 persen (ILO 2011). Wanita memutuskan bekerja lebih lama untuk
meningkatkan pendapatan meraka. Wanita yang bekerja dengan jam kerja lebih
pendek (kurang dari 35 jam per minggu) di Jawa Barat pada Agustus 2013 sebesar
10.6 persen (BPS Jawa Barat 2013). Wanita yang memutuskan untuk tetap bekerja
tetapi dengan jam kerja yang lebih pendek cenderung memilih pekerjaan di sektor
informal, dimana waktu cenderung fleksibel sehingga wanita yang bekerja di

2
sektor informal masih memiliki cukup waktu untuk mengurus rumah dan
mengasuh anak. Sebuah data menunjukkan persentase wanita yang bekerja di
sektor informal dari tahun 2001-2009 mengalami peningkatan sebesar 3.54 persen
(ILO 2010).
Pada tahun 2012, wanita yang bekerja baik di sektor formal maupun
informal rata-rata upah atau pendapatan bersih yang diterima setiap bulan sebesar
Rp1 249 juta, jumlah ini lebih kecil dibandingkan laki-laki yaitu sebesar Rp1 552
juta (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2013).
Namun, meski upah yang diterima wanita rendah, masih banyak wanita yang tetap
mumutuskan untuk bekerja. Hal ini diduga karena alokasi sumberdaya yang
dimiliki keluarga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan standar hidup
meraka. Adanya perbedaan jumlah pendapatan dengan kebutuhan hidup yang
harus dipenuhi maka memunculkan kesulitan ekonomi yang dialami keluarga.
Kesulitan ekonomi yang terjadi menjadi landasan utama munculnya tekanan
ekonomi. Pendapatan yang rendah dan berkurangnya pendapatan juga
memberikan efek yang sama pada tekanan ekonomi (Elder et al. 1992). Keluarga
dengan pendapatan yang rendah dapat mengurangi tekanan ekonomi dengan
mengurangi pengeluaran pangan maupun nonpangan atau menambah pendapatan
keluarga dengan pola nafkah ganda. Keluarga dengan pendapatan yang tetap dapat
meminimalisir tekanan ekonomi dengan melakukan manajemen keuangan
keluarga dengan baik.
Manajemen keuangan dapat diawali dengan perencanaan keuangan dalam
satu bulan. Namun, tidak semua keluarga membuat perencanaan keuangan, karena
perencanaan keuangan dianggap tidak perlu dilakukan dengan asumsi setiap bulan
pengeluaran sama atau pendapatan yang diterima tidak menentu. Minat yang
mendorong istri membuat perencanaan keuangan keluarga dipengaruhi oleh faktor
pendidikan, kepribadian, pendapatan, dan pola pikir (Yohnson 2004). Semakin
tinggi pendidikan yang dimiliki oleh seseorang, maka semakin tinggi minatnya
untuk membuat perencanaan keuangan keluarga. Tingginya pendidikan juga akan
membedakan pengetahuan seseorang tentang keuangan keluarga. Pengetahuan
tentang keuangan berhubugan dengan perilaku manajemen keuangan (Titus et al.
1989).
Manajemen keuangan yang baik dapat diprediksi dari perilaku dan
pengetahuan tentang keuangan (Parrotta dan Johnson 1998). Untuk dapat
melakukan manajemen keuangan keluarga yang baik dibutuhkan pengetahuan
manajemen keuangan. Setiap keluarga pasti menginginkan kehidupan dengan
kondisi keuangan yang mapan, sehingga dibutuhkan manajemen keuangan yang
baik. Pentingnya melakukan perencanaan keuangan agar ketika terjadi hal-hal di
luar perkiraan, maka keluarga tidak bingung dan dapat menanggulanginya dengan
baik. Perencanaan keuangan juga memiliki tujuan, yaitu tujuan jangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang.
Setiap orang pasti menginginkan kualitas hidup yang baik, sedangkan
kualitas hidup yang baik membutuhkan kondisi keuangan yang sehat. Untuk
mencapai kondisi yang sehat diperlukan manajemen yang baik. Setelah keluarga
melakukan manajemen keuangan keluarga dengan baik, maka keluarga akan
merasa puas dengan kondisi keuangan keluarga. Praktek manajemen keuangan
berhubungan dengan kepuasan keuangan dan kepuasan karir pekerja (Loilb dan
Hira 2005). Ketika seorang istri yang bekerja mampu melakukan manajemen

3
keuangan dengan baik maka istri akan merasa puas dengan keuangannya, namun
akan berbeda pada istri yang tidak mampu melakukan manajemen keuangan
dengan baik akan tidak puas dengan keuangannya meski pendapatannya tinggi.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini ingin melihat pengaruh manajemen keuangan
terhadap kepuasan keuangan istri pada keluarga dengan suami istri bekerja.
Perumusan Masalah
Kebutuhan hidup yang semakin meningkat membuat keluarga harus
membuat pilihan yang sulit, yaitu apakah keluarga harus berhutang, mengurangi
pengeluaran, atau menambah pendapatan keluarga dengan pola nafkah ganda.
Alasan ekonomi menjadi alasan utama seorang istri memutuskan untuk berperan
ganda. Pendapatan suami yang rendah mengakibatkan pemenuhan kebutuhan
ekonomi rumah tangga belum terpenuhi sehingga mendorong istri berusaha
memenuhi kekurangan tersebut dengan bekerja (Nugraheni 2012). Selain itu,
jumlah anggota keluarga yang semakin besar dan tingkat pendidikan yang tinggi
menjadikan peran wanita semakin besar dalam membantu ekonomi keluarga.
Namun, dengan istri yang bekerja di area publik, memiliki konsekuensi sendiri,
dimana waktu untuk keluarga seperti mengurus rumah dan mengasuh anak
menjadi berkurang. Goldsmith (2001) mengatakan bahwa kerja dapat
mengganggu kehidupan keluarga dan begitu juga sebaliknya, keluarga dapat
mengganggu kerja. Banyak keluarga yang merasa tertekan terhadap waktu dan
stress untuk mengatasi konflik kerja dan tuntutan keluarga. Hasil penelitian
Vallone dan Donaldson (2001) menyebutkan bahwa orangtua yang memiliki anak
dengan usia dibawah enam tahun merasa memiliki banyak konflik antara
pekerjaan dengan tuntutan pekerjaan.
Konflik kerja-keluarga yang muncul karena istri bekerja tidak menjadi
alasan seorang istri untuk memilih tidak bekerja. Namun, karena tekanan ekonomi
yang dialami oleh keluarga, tidak membuat istri untuk mundur dari lapangan
pekerjaan. Tekanan ekonomi yang dialami keluarga muncul karena adanya
perbedaan antara pendapatan dengan kebutuhan keluarga yang tinggi, pekerjaan
yang tidak stabil, dan perubahan pendapatan yang merugikan. Secara umum
tekanan ekonomi yang terjadi di dalam keluarga dapat dikurangi dengan
melakukan pengurangan pengeluaran atau menambah pendapatan keluarga. Selain
melakukan pengurangan pengeluaran dan penghematan, untuk mengurangi
tekanan ekonomi yang terjadi, keluarga dapat melakukan praktek-praktek
manajemen keuangan yang baik. Namun, masih banyak orang memiliki
pandangan bahwa perencanaan keuangan hanya untuk orang kaya dan orang yang
akan pensiun. Minat seseorang dalam membuat perencanaan keuangan keluarga
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka
semakin tinggi orang untuk melakukan perencanaan keuangan (Yohnson 2004).
Kurangnya pengetahuan tentang prinsip-prinsip pengelolaan keuangan dan
masalah keuangan membuat beberapa keluarga tidak mengikuti praktek-praktek
keuangan yang telah dianjurkan (Hilgert dan Hogarth 2003).
Ketidakmampuan karyawan dalam pengelolaan keuangan keluarganya,
menunjukkan bahwa ketidakmampuan itu berdampak negatif terhadap
kelangsungan hidup karyawan, baik jangka pendek maupun jangka panjang
seperti ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup, pendidikan anak,

4
tidak adanya tabungan, dan tidak adanya persiapan dana di hari tua (Garman dan
Irine 1996 dalam Ika 2011). Sebagian besar keluarga tidak melakukan pencatatan
keuangan, sehingga mengindikasikan perencanaan keuangan yang tidak
komprehensif, namun berdasarkan kebutuhan sesaat atau insidentil. Selain itu,
mayoritas keluarga kurang memikirkan perencaan hari tua, karena perencanaan
keuangan hanya berorientasi kebutuhan jangka pendek, bahkan sebagian besar
keluarga berpendapat setelah pensiun menerima uang pesangon dari perusahaan
tanpa mempertimbangkan dampak inflansi tiap tahun (Joko 2012). Pada tahun
2007, 26 persen masyarakat Indonesia tidak merencanakan masa pensiun, enam
dari sepuluh tidak mengetahui apakah tabungan mereka cukup untuk kebutuhan
keuangan saat pensiun nanti dan hanya 29 persen membuat dan mematuhi
anggaran bulanan (Sundjaja et al. 2011). Dengan demikian, terlihat masih
rendahnya kesadaran akan pentingnya perencanaan keuangan keluarga sehingga
akan menimbulkan masalah keuangan dan akhirnya ketidakpuasan terhadap
keuangan keluarga. Kepuasan keuangan ditentukan oleh faktor demografi seperti
pendapatan, pendidikan, etnis, dan usia, serta stres keuangan, pengetahuan
keuangan, sikap dan perilaku keuangan. Tingginya tingkat pengetahuan dan
praktek manajemen keuangan berhubungan langsung dengan peningkatan tingkat
kepuasan keuangan (Joo dan Grable 2004; Loibl dan Hira 2005). Perilaku
keuangan memiliki lebih banyak efek yang signifikan dan langsung pada
kepuasan keuangan dari tingkat pendapatan rumah tangga atau faktor demografis
lainnya (Joo dan Grable 2004). Selain itu, stres keuangan, seperti penurunan
pendapatan, menjadi sakit, atau kehilangan pekerjaan, dapat meningkatkan total
tingkat stres seseorang (Nesteruk dan Garrison 2005), yang pada gilirannya dapat
menyebabkan penurunan kepuasan keuangan (Joo dan Grable 2004).
Berdasarkan uraian tersebut, dirumuskan beberapa pertanyaan yang ingin
dijawab dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan istri, manajemen
keuangan, dan kepuasan keuangan istri pada keluarga dengan suami istri
bekerja?
2. Adakah perbedaan karakteristik keluarga, manajemen keuangan, dan kepuasan
keuangan istri antara istri yang bekerja di sektor formal dengan informal?
3. Adakah hubungan antara karakteristik keluarga dan manajemen keuangan
dengan kepuasan keuangan istri?
4. Adakah pengaruh karakteristik keluarga dan manajemen keuangan terhadap
kepuasan keuangan istri?

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis manajamen
keuangan dan kepuasan keuangan istri pada keluarga dengan suami istri bekerja di
Kota Bogor.

5
Tujuan Khusus
1.

2.

3.
4.

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
Menganalisis karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan istri, manajemen
keuangan, dan kepuasan keuangan istri pada keluarga dengan suami istri
bekerja.
Menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan istri,
manajemen keuangan, dan kepuasan keuangan istri antara istri yang bekerja di
sektor formal dengan informal.
Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dan manajemen
keuangan dengan kepuasan keuangan istri.
Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan manajemen keuangan
terhadap kepuasan keuangan istri.
Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi yang
bermanfaat mengenai manajemen keuangan dan kepuasan keuangan terutama
pada keluarga dengan suami istri bekerja. Berdasarkan informasi tersebut, hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan penelitian-penelitian selanjutnya.
Bagi keluarga, diharapkan dapat lebih memahami manajemen keuangan yang
dapat dilakukan istri untuk mengurangi tekanan ekonomi yang dialami keluarga
dan kepuasan keuangan yang dirasakan oleh istri. Bagi pemerintah dan instansi
terkait dapat bermanfaat sebagai acuan dalam membuat kebijakan yang dapat
mendukung keseimbangan kerja-keluarga pada keluarga dengan suami istri
bekerja. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai kehidupan keluarga terutama pada keluarga dengan suami istri bekerja.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang membangun institusi
masyarakat. Menurut UU Nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga
merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami,
istri, dan anak-anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (BKKBN
1992). Hal yang sama dinyatakan oleh Burges dan Locke (Puspitawati 2013)
bahwa keluarga merupakan unit sosial terkecil yang terdiri atas individu-individu
yang terikat oleh perkawinan, darah atau adopsi. Pengertian tersebut menunjukkan
bahwa keluarga terdiri dari orangtua dan anak yang terikat oleh ikatan perkawinan.
Menurut Mattessich dan Hill (Zeitlin et al. 1995) keluarga adalah suatu
kelompok yang memiliki hubungan kekerabatan, tempat tinggal, atau hubungan
emosional yang sangat dekat yang memperlihatkan empat hal, yaitu interdepensi
intim, memelihara batas-batas yang terseleksi, mampu beradaptasi dengan
perubahan dan memelihara identitas sepanjang waktu, dan melakukan tugas-tugas

6
keluarga. Keluarga didefinisikan sebagai wahana utama dan pertama bagi
anggota-anggotanya untuk mengembangkan potensi, mengembangkan aspek
sosial dan ekonomi, serta penyemaian cinta-kasih-sayang antara angggota
keluarga (Puspitawati 2009).
Keluarga merupakan konsep yang bersifat multidimensi. Murdock
menjelaskan bahwa keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki
karakteristik tinggal bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses
reproduksi. Pandangan berbeda disampaikan oleh Reiss yang mengatakan bahwa
keluarga adalah suatu kelompok kecil yang terstruktur dalam pertalian keluarga
dan memiliki fungsi utama berupa sosialisasi pemeliharaan terhadap generasi baru
(Lestari 2012).
Teori Struktur Fungsional
Pendekatan struktural fungsional merupakan pendekatan teori sosiologi yang
diterapkan dalam institusi keluarga. Keluarga adalah sebuah institusi dalam
masyarakat yang memiliki prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan
sosial masyarakat. Pendekatan ini mempunyai warna yang jelas, yaitu mengakui
adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial. Di mana keragaman ini
merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan keragaman dalam
fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Puspitawati
2009).
Menurut Eshleman (1991), Gelles (1995), Newman dan Grauerholz (2002)
dalam Puspitawati (2012) menyatakan bahwa pendekatan toeri struktural
fungsional dapat digunakan dalam menganalisis peran keluarga agar dapat
berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat. Asumsi
dasar dari teori struktural fungsional yaitu: (1) keluarga terbentuk atas
substruktur-substruktur fungsi mereka masing-masing, saling bergantungan,
sehingga perubahan yang terjadi dalam fungsi satu substruktur akan
mempengaruhi pada substruktur lainnya, dan (2) setiap substruktur yang telah
mantap akan menopang aktivitas-aktivitas atau substruktur lainnya (Puspitawati
2009).
Levy mengatakan bahwa tanpa ada pembagian tugas yang jelas pada
masing-masing aktor dengan status sosialnya, maka fungsi keluarga akan
terganggu dan akan mempengaruhi sistem yang lebih besar lagi. Apabila hal ini
terjadi, maka keberadaan institusi keluarga tidak akan berkesinambungan. Levy
membuat daftar persyaratan struktural yang harus dipenuhi agar struktur keluarga
sebagai sistem dapat berfungsi (Megawangi 1999):
(a) Diferensiasi Peran. Dari serangkaian tugas dan aktivitas yang dilakukan di
dalam keluarga, maka harus ada alokasi peran untuk setiap aktor dalam
keluarga. Terminologi diferensiasi peran bisa mengacu pada umur, gender,
generasi, juga posisi status ekonomi dan politik masing-masing aktor.
(b) Alokasi Solidaritas. Distribusi relasi antaranggota keluarga menurut cinta,
kekuatan, dan intensitas hubungan.
(c) Alokasi Ekonomi. Distribusi barang-barang dan jasa untuk mendapatkan hasil
yang diinginkan. Diferensiasi tugas juga ada dalam hal ini terutama dalam hal
produksi, distribusi dan konsumsi dari barang dan jasa dalam keluarga.

7
(d) Alokasi Politik. Distribusi kekuasaan dalam keluarga dari siapa yang
bertanggung jawab atas setiap tindakan anggota keluarga.
(e) Alokasi Integrasi dan Ekspresi. Distribusi teknik atau cara untuk sosialisasi,
internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang memenuhi tuntutan
norma yang berlaku untuk setiap anggota keluarga.
Teori Sosial Konflik
Teori konflik lebih menitikberatkan analisisnya pada asal usul terjadinya
suatu aturan atau tata tertib sosial. Teori ini tidak bertujuan untuk menganalisis
asal usul terjadinya pelanggaran peraturan atau latar belakang seseorang
berperilaku menyimpang. Perspektif konflik lebih menekankan sifat pluralistik
dari masyarakat dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang terjadi di
antara berbagai kelompoknya. Dapat disimpulkan bahwa konflik adalah fenomena
sosial biasa dan merupakan kenyataan bagi masyarakat yang terlibat di dalamnya.
Dimana konflik dipandang sebagai suatu proses sosial, proses perubahan dari
tatanan sosial lama ke tatanan sosial baru yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi masyarakat (Puspitawati 2012).
Asumsi dasar yang menjadi landasan teori sosial konflik menurut Klein dan
White (1996) adalah: (1) manusia tidak mau tunduk pada konsensus; (2) manusia
adalah individu otonom yang mempunyai kemauan sendiri tanpa harus tunduk
kepada norma dan nilai, manusia secara garis besar dimotivasi oleh keinginannya
sendiri; (3) konflik adalah endemik dalam grup sosial; (4) tingkatan masyarakat
yang normal lebih cenderung mempunyai konflik daripada harmoni; dan (5)
konflik merupakan suatu proses konfrontasi suatu pegangan hidup yang sangat
berarti. Oleh karena itu, konsensus dan negosiasi adalah teknik yang masih ampuh
untuk digunakan sebagai alat mengelola konflik (Puspitawati 2012).
Menurut perspektif sosial-konflik, hubungan yang penuh konflik terjadi juga
di dalam keluarga. Sesuai dengan asumsinya, setiap individu cenderung
memenuhi kepentingan pribadi (self-interest) dan konflik selalui mewarnai
kehidupan keluarga. Menurut C. Wright Mills (1959) dikutip dari Megawangi
(1999) mengatakan bahwa keluarga struktural-fungsional justru telah
menimbulkan konflik peran karena kedudukan para wanita dianggap sebagai
“budak kecil tercinta”. Menurut teorinya, situasi konflik dalam kehidupan sosial
tidak dianggap sebagai sesuatu yang abnormal atau disfungsional, tetapi bahkan
dianggap sesuatu yang alami dalam setiap proses sosial. Adanya konflik
bersumber dari struktur dan fungsi keluarga itu sendiri.
Menurut Megawangi (1999), model konflik menempatkan kepentingan
individu untuk mengaktualisasikan dirinya di atas kepentingan keluarga. Peran
domestik yang dilakukan oleh para wanita dianggap telah menjadikan wanita
tidak dapat mengaktulisasikan dirinya, karena pekerjaan domestik untuk
kesejahteraan seluruh anggota keluarga, bukan untuk kepentingan individunya
saja. Hanya individu yang dapat menjadi agen perubahan dalam masyarakat. Oleh
karena itu, menurut perspektif sosial konflik, para individu (wanita) harus
dibebaskan dari belenggu keluarga dan harus bertanggung jawab atas dirinya,
sehingga para wanita dapat menjadi individu otonom dan mandiri serta bebas
untuk dapat mengaktulisasikan dirinya.

8
Teori Gender
Istilah “gender” diperkenalkan oleh berbagai ilmuwan sosial dengan tujuan
untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang memiliki sifat
bawaan (sebagai ciptaan Tuhan) dan bentukan (konstruksi) sosial budaya yang
dipelajari dan disosialisasikan sejak kecil. Orang seringkali mencampuradukkan
antara ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati (tidak dapat berubah, tidak dapat
dipertukarkan, dan berlaku sepanjang masa) dengan yang bersifat bukan kodrati
(gender) yang dapat berubah dan dapat dipertukarkan. Gender berkaitan dengan
aturan sosial yang berhubungan dengan jenis kelamin manusia. Perbedaan peran
gender sangat membantu untuk membagi peran yang selama ini dianggap telah
melakat pada laki-laki dan perempuan (Puspitawati 2012).
Dwyer (1992) dalam Ihromi (1999) menyarankan agar dalam melakukan
kajian keluarga atau rumah tangga sebaiknya dipilah menurut gender. Melihat
posisi masing-masing anggota keluarga atau rumah tangga menurut gender, maka
dapat ditemukan pihak istri memiliki jaringan sosialnya sendiri. Istri sebagai
pribadi yang utuh melalui jaringan sosialnya mampu memiliki peluang dalam
meniti suatu posisi tertentu, bahkan berhasil meraih kekuasaan tertinggi dalam
struktur jaringan sosial yang dimilikinya. Moser (1993) dalam Ihromi (1999) juga
menambahkan pentingnya memisahkan unsur-unsur dalam rumah tangga ataupun
keluarga berdasarkan gender, karena laki-laki dan perempuan memiliki peranan
yang berbeda, sehingga mempunyai kebutuhan yang berbeda pula, yang akhirnya
masing-masing kebutuhan yang berbeda harus diidentifikasi.
James McKean Cattel berpendapat bahwa memberikan pendidikan yang
tinggi kepada wanita adalah tidak tepat, karena kehidupan sekolah akan
memberikan pengaruh negatif kepada wanita daripada pria. Menurut Cattel,
wanita terlalu memandang serius kehidupan sekolah yang dalam waktu tertentu
dapat membahayakan wanita. Cattel mengaitkan antara pendidikan wanita dengan
faktor reproduksi, dimana apabila wanita diberikan pendidikan yang tinggi, maka
ia akan mempunyai anak lebih sedikit. Hal tersebut dianggap sebagai social cost
yang harus dibayar oleh masyarakat (Megawangi 1999).
Alice Rossi juga berpendapat bahwa perbedaan peran gender bukan karena
faktor sosialisasi, melainkan bersumber dari keragaman antarseks yang
mempunyai tujuan fundamental untuk kelangsungan hidup spesies manusia. Rossi
juga berpendapat bahwa tidak ada satu masyarakat yang dapat menggantikan figur
ibu sebagai figur pengasuh, kecuali dalam kasus-kasus yang jarang terjadi dimana
wanita tertentu yang terdeviasi dari kecenderungan sifat normalnya. Selain itu,
Rossi juga menyatakan apabila sebuah masyarakat mau menciptakan pembagian
peran reproduksi antara pria dan wanita, maka masyarakat harus siap menerima
adanya kemungkinan besar bahwa hubungan ibu dan anak akan terus mempunyai
ikatan emosional yang lebih besar daripada hubungan ayah dan anak (Megawangi
1999).
Karakteristik Pekerjaan Istri
Badan Pusat Statistik (BPS) membagi pekerjaan kedalam dua jenis yaitu
pekerjaan formal dan pekerjaan informal. Pekerjaan sektor formal atau disebut
juga pekerja manajerial (white collar) yang mencakup kategori berusaha dengan

9
dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan. Bekerja di sektor formal
biasanya membutuhkan tingkat pendidikan yang memadai dan dikenai pajak.
Pekerjaan di sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada jenis
pekerjaan tanpa ada perlindungan negara dan tidak dikenai pajak. Pekerja
informal (blue collar) terdiri dari penduduk bekerja dengan status berusaha sendiri,
berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas di pertanian, pekerja bebas di
nonpertanian, dan pekerja keluarga/tidak dibayar (BPS 2013).
Berdasarkan data BPS (2013) pada Agustus 2013, sebanyak 44.8 juta orang
(40.42%) bekerja pada kegiatan formal dan 66.0 juta orang (59.58%) bekerja pada
kegiatan informal. Setahun terakhir (Agustus 2012 – Agustus 2013), persentase
pekerja formal naik dari 39.86 persen pada Agustus 2012 menjadi 40.42 persen
pada Agustus 2013. Sedangkan persentase pekerja informal berkurang dari 60.14
persen pada Agustus 2012 menjadi 59.58 persen pada Agustus 2013. Kenaikan
persentase pekerjaan formal berasal dari bertambahnya jumlah penduduk bekerja
berstatus buruh/karyawan sekitar 620 ribu orang, sedangkan penurunan persentase
jumlah pekerja informal berasal dari penurunan pada hampir seluruh komponen
pekerja informal, kecuali penduduk bekerja berstatus berusaha sendiri.
Jam kerja menjadi bagian penting dari pekerjaan yang layak. Indikator jam
kerja yang layak terkait dengan jam kerja yang berlebihan atau jam kerja yang
kurang. Jam kerja yang berlebihan sering menjadi tanda adanya upah per jam
yang tidak memadai dan merupakan ancaman fisik dan mental dalam jangka
panjang. Jam kerja berlebihan dalam konteks Indonesia berdasarkan ambang batas
48 jam per minggu sesuai dengan Konvensi ILO No.1 dan No.30. Kenyataan
bahwa Undang-undang Ketenagakerjaan di Indonesia No.13 tahun 2003
menyatakan 40 jam sebagai jam kerja maksimum per minggu. Pada UU
Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 mengenai jam kerja disebutkan dalam Pasal
77 sampai Pasal 85. Pada Pasal 77 ayat 1 disebutkan bahwa setiap pengusaha
wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Waktu kerja yang dimaksud
dijelaskan dalam Pasal 77 ayat 2 yaitu 40 jam per minggu (7 jam sehari/6 hari
seminggu atau 8 jam sehari/5 hari seminggu). Prakteknya, pada tahun 2010, 73.8
persen dari pekerja regular bekerja lebih dari 40 jam per minggu di pekerjaan
utama meraka, dengan proporsi lebih tinggi untuk laki-laki (77.6 %) dari
perempuan (66.8%). Untuk pekerjaan bebas, tingkatnya adalah 50.8 persen dari
keseluruhan, dan 59.1 persen dari seluruh pekerja bebas laki-laki dan 26.8 persen
dari pekerja bebas perempuan (ILO 2011).
Menurut BPS (2013), penduduk yang dianggap sebagai pekerja penuh
waktu (full time worker) yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok 35 jam ke
atas per minggu. Pada Agustus 2013 jumlah pekerja penuh waktu mencapai 74.0
juta orang (66.78%), sementara dalam setahun terakhir pekerja tidak penuh
(jumlah jam kerja kurang dari 35 jam per minggu) meningkat sebanyak 2.5 juta
orang (7.32%). Di samping itu, penduduk yang bekerja kurang dari 15 jam per
minggu pada Agustus 2013 mencapai 8.6 juta orang (7.77%).

Manajemen
Istilah manajemen berasal dari kata kerja to manage berarti control.
Manajemen dalam bahasa Indonesia dapat diartikan: mengendalikan, menangani,

10
atau mengelola. Selanjutnya, kata benda “manajemen” atau management
memiliki beberapa arti. Pertama sebagai pengelolaan, pengendalian, atau
penanganan (“managing”). Kedua, perlakukan secara terampil untuk menangani
sesuatu berupa skillful treatment. Ketiga, sesuatu yang berhubungan dengan
pengelolaan suatu perusahaan, rumah tangga, atau suatu bentuk kerja sama dalam
mencapai suatu tujuan tertentu. George R. Terry menyatakan bahwa manajemen
adalah suatu proses yang berbeda terdiri dari planning, organizing, actuating, dan
controlling yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan
manusia dan sumber daya lainnya (Herujito 2001).

Family System

Planning
Standard setting
Action sequencing

INPUT

Demands
Resources

Managerial Subsystem

Personal
Subsystem

Facilitating
conditions

Implementing
Actuating
Controlling

Demands Responses
Resources Changes

OUTPUT

Gambar 1 Sistem keluarga dengan penekanan subsistem manajerial (Deacon dan
Firebaugh 1988)
Griffin (2004) mendifinisikan manajemen sebagai serangkaian aktivitas
(termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasaan,
kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya
organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan maksud mencapai
tujuan organisasi secara efisien dan efektif. Manajer adalah seseorang yang
tanggung jawab utamanya adalah melaksanakan proses manajemen dalam suatu
organisasi. Aktivitas dasar dari proses manajemen adalah perencanaan dan
pengambilan keputusan (menentukan arah tindakan), pengorganisasian
(mengkoordinasikan aktivitas dan sumber daya), kepemimpinan (memotivasi dan
mengelola orang), dan pengendalian (memonitor dan mengevaluasi aktivitas).
Menurut Deacon dan Firebaugh (1988), manajemen merupakan alat dasar
untuk hidup kreatif, untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan menggunakan
sumber daya untuk memperoleh keuntungan. Manajemen dapat membantu orang
dalam mengendalikan kejadian-kejadian kehidupan dan mampu mempengaruhi
hasil dari situasi. Secara umum, perencanaan manajemen digunakan untuk
menerapkan dan penggunaan sumber daya untuk memenuhi permintaan. Ada tiga
bagian dalam manajemen, yaitu input, throughput, dan output.
Input adalah materi, energi, dan/atau informasi yang masuk ke dalam sistem
dalam berbagai bentuk untuk mempengaruhi proses throughput (transformasi)

11
dalam pencapaian hasil atau output. Input untuk sistem keluarga dan subsistemnya,
memberikan motivasi yang disebut sebagai tuntutan atau demand. Demand yang
berupa sumber daya, mungkin berasal dari dalam atau dari luar sistem keluarga.
Sumber daya (resource) adalah sarana yang mampu mempertemukan berbagai
demand, yaitu memberikan sifat atau karakteristik melalui tujuan dan peristiwa
mana yang ingin dicapai.
Throughput adalah transformasi dari materi, energi, dan/atau informasi oleh
sistem dari input ke output. Sistem manajerial, throughput adalah kegiatan yang
mengejar jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana, berapa banyak, seberapa
baik, kapan, dan di mana. Pengelolaan rumah dan urusan pribadi, throughput
terdiri dari perencanaan dan pelaksanaan. Perencanaan adalah serangkaian
keputusan tentang standar masa depan dan/atau urutan tindakan. Pelaksana adalah
penggerak rencana dan prosedur (standar dan urutan) dan pengendali tindakan.
Setelah standar dan urutan berkembang menjadi sebuah rencana yang sesuai
dengan sumber daya dan tuntutan, maka pelaksanaan tindakan adalah tugas lain
dari manajemen. Jika tindakan selesai melalui implementasi tanpa komplikasi,
efektivitas rencana tersebut dapat dievaluasi. Implementing atau pelaksanaan
rencana, tindakan harus diambil oleh seseorang. Actuating adalah melaksanakan
rencana yang telah disusun. Itu adalah tanggung jawab dari manajer untuk
berhubungan tindakan tersebut dengan rencana yang lebih besar. Jika rencana
tidak berjalan dengan baik, maka sebagai antisipasi selama pelaksanaan yaitu
membuat koreksi sebagai bagian dari pengendalian. Pengendalian (controlling)
adalah memeriksa tindakan dan hasil untuk menyesuaikan dengan rencana dan
standar atau urutan yang telah direncanakan.
Output merupakan materi, energi, dan/atau informasi yang dihasilkan oleh
sistem dalam menanggapi input dan throughput. Output dari sistem manajerial
adalah respon permintaan dan perubahan sumberdaya. Umpan balik (feedback)
adalah bagian dari output yang kembali memasuki sistem sebagai input untuk
mempengaruhi output. Umpan balik dari output manajemen merupakan respon
positif atau negatif terhadap tindakan yang menyampaikan perubahan pada
subsistem manajerial dan pribadi yang membuat perbedaan dalam pengambilan
keputusan lainnya. Respon permintaan (demand response) adalah output dari
tindakan manajerial yang berkaitan dengan nilai-nilai dan kepuasan. Sedangkan
perubahan sumber daya (resource change) adalah output dari tindakan manajerial
yang berhubungan dengan komposisi saham dari manusia dan/atau materi
(Gambar 1). Sumberdaya manusia umumnya bertambah melalui kegiatan
manajerial, seperti melalui keterampilan atau pengetahuan yang lebih.
Sumberdaya material dapat berupa peningkatan atau penurunan.
Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan merupakan serangkaian tugas dalam memaksimalkan
perolehan bunga dan meminimalisir biaya, serta memastikan ketersediaan dana
untuk kebutuhan sehari-hari, pengeluaran rumah tangga, kondisi darurat, tabungan
maupun kesempatan untuk investasi. Manajemen keuangan yang baik ialah yang
memungkinkan untuk mendapatkan bunga dari uang yang dimiliki namun disaat
yang sama juga memberikan likuiditas dan keamanan. Likuiditas mengarah

12
kepada kecepatan dan kemudahan pengalihan aset menjadi uang disaat dibutuhkan.
Sedangkan keamanan mengarah kepada kebebasan dari berbagai risiko keuangan
(Garman dan Forgue 2000).
Menurut Goldsmith (2010), manajemen keuangan adalah ilmu atau praktek
dalam mengelola uang atau aset lainnya. Manajemen keuangan memerlukan
pemikiran yang sistematis dan disiplin, misalnya menyimpan uang daripada
membelanjakannya. Hal ini memerlukan disiplin dan kontrol diri, keahlian untuk
menetapkan tujuan, dan kemauan untuk menempatkan kebutuhan masa depan
sebelum kebutuhan saat ini.
Setiap keluarga tentunya memiliki tujuan keuangan yang ingin dicapai.
Menurut Senduk (2000), tujuan keuangan (financial goal) adalah segala tujuan
yang ingin dicapai pada waktu yang akan datang, yang membutuhkan sebuah
persiapan keuangan. Untuk mencapai tujuan keuangan tersebut, diperlukan sebuah
rencana keuangan. Rencana keuangan harus dibuat sesuai dengan situasi dan
kondisi keuangan dari orang yang bersangkutan. Menurut Garman dan Forgue
(2000), perencanaan keuangan adalah proses mengembangkan dan
mengimplementasikan rencana jangka panjang untuk mencapai tujuan keuangan.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Senduk (2000) bahwa perencanaan
keuangan adalah proses merencanakan keuangan untuk mencapai tujuan-tujuan
keuangan jangka pendek maupun jangka panjang. Pencapaian tujuan tersebut ada
yang dalam bentuk menabung, melakukan investasi, melakukan budgeting, atau
mengatur komposisi harta yang dimiliki saat ini. Beberapa alasan perlunya
melakukan perencanaan keuangan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai,
antara lain:
1) Tingginya biaya hidup saat ini
2) Naiknya biaya hidup dari tahun ke tahun (inflasi)
3) Keadaan perekonomian yang tidak akan selalu baik
4) Fisik manusia yang tidak selalu sehat
5) Banyaknya alternative produk keuangan
Manajemen keuangan dalam terminologi sistem adalah suatu proses
transformasi yang melibatkan identifikasi tujuan keuangan, pengumpulan
informasi, analisis sumberdaya; keputusan tentang apakah untuk belanja, investasi,
atau tabungan; dan evaluasi keputusan. Manajemen mengambil perspektif bahwa
uang, seperti sumber daya lainnya, dapat dikontrol dan digunakan untuk mencapai
tujuan (Goldsmith 2010). Gambar 2 menunjukkan proses pengelolaan keuangan
dapat dibagi menjadi tiga tahap: perencanaan, tindakan, dan pascaperencanaan.
Identify
financial
goals

Collect
information

Planning

Analyze
resources

Decide

Spend,
invest,
save

Evaluate

Action

Post-planning

Gambar 2 Model manajemen keuangan (Goldsmith 2010)
Hasil penelitian Alabi et al. (2006) menunjukkan bahwa mayoritas
perempuan di perdesaan telah menikah, berpendidikan rendah dan di usia aktif,
mereka terlibat dalam berbagai pekerjaan dan memiliki beberapa sumber

13
keuangan. Hal ini juga menunjukkan bahwa lima faktor penting dalam
meningkatkan manajemen keuangan yang efektif dari perempuan tersebut ialah,
membutuhkan kepuasan, pengaruh masyarakat, keamanan finansial, kemandirian
ekonomi, dan pengaruh pekerjaan. Salah satu cara yang sering dilakukan oleh
keluarga untuk meningkatkan manajemen keuangannya adalah dengan jalan
menabung, sehingga merasa aman ketika ada kebutuhan yang tak terduga