HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN CYBERSEX

(1)

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

CYBERSEX

SKRIPSI

Oleh:

Rosdiana Arifani

201210230311351

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016


(2)

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

CYBERSEX

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi

Oleh:

Rosdiana Arifani

201210230311351

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016


(3)

i

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Skripsi : Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Cybersex 2. Nama Peneliti : Rosdiana Arifani

3. NIM : 201210230311351

4. Fakultas : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 6. Waktu Penelitian : 01 Januari 2016 – 19 Januari 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 2016 Dewan Penguji

Ketua Penguji : Dr.Diah karmiyati, M.Si ( )

Anggota Penguji : 1. Zainul anwar, M.Psi ( ) 2. Tri Dayakisni, M.Si ( ) 3. Tri Muji Ingarianti, M.Psi ( )

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Diah Karmiyati, M.Si Zainul Anwar, M.Psi

Malang, Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang


(4)

ii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Rosdiana Arifani

NIM : 201210230311351

Fakultas / Jurusan : Psikologi / Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Menyatakan bahwa skripsi / karya ilmiah yang berjudul: Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Cybersex

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah / skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Malang, April 2016 Mengetahui,

Ketua Program Studi Yang Menyatakan


(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sang Pencipta alam semesta, manusia, dan kehidupan beserta seperangkat aturan-Nya. Karena berkat limpahan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Cybersex” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi di Unversitas Muhammadiyah Malang. Tak lupa Shalawat serta salam terlimpahkan pada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun manusia dari jaman jahiliyah menuju Islam.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si., selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang dan selaku Dosen wali yang telah memberikan motivasi, arahan, dan dukungan sejak awal masuk perkuliahan hingga rampungnya skripsi ini sebagai syarat mendapat gelar sarjana.

3. Ibu Dr. Diah Karmiati, M.Si., selaku Dosen pembimbing I yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan ketelatenan, meluangkan waktu untuk mendengarkan dan memberikan saran berharga dari segala hambatan dalam penyusunan skripsi ini, serta selalu memberi semangat hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Bpk. Zainul Anwar, M.Psi., selaku Dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran berharga dengan penuh kesabaran dan ketelatenan, serta memberikan dukungan, semangat atas segala hambatan penulis, hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Kepada seluruh jajaran Dosen serta para Staff Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang banyak memberikan pengetahuan, ilmu, dan memberi pelajaran berharga serta dukungan sehingga penulis bisa termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepada Keluargaku, Ibuku Hidayati, Bapakku Buari, Kakakku Riska Nurul Cholidiyah dan Reza Fatoni, serta adikku Rafif Nur Habibi, yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan doa sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada teman-teman kos D-21 (Kanin, Butet, Opung, Lintang, Ruri, Kiki) yang telah membantu dalam proses penelitian dan selalu memberikan dukungan untuk terselesaikannya skripsi ini.

8. Kepada teman-teman Asisten Laboratorium Psikologi yang telah banyak membantu dalam proses peelitian dan menjadi tempat mendapatkan ilmu-ilmu baru, dan memberikan bantuan, dukungan selama penelitian.

9. Kepada teman-teman Sidodadi (Haris, Jule, Habib, Jun) yang senantiasa memberikan dukungan dan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini, dan menjadi tempat sharing dan berbagi ilmu baru.

10.Teman-teman seperjuangan Psikologi kelas F angkatan 2012 yang selalu memberikan dukungan, keceriaan, serta dalam kondisi suka maupun duka bersama selama kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang.


(6)

iv

11.Kepada subjek penelitian yang telah bersedia ikut serta dan membantu penelitian ini. 12.Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak

memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun sadar bawasannya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Tuhan Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan penyusununnya masih jauh dari kata sempurna.

Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan skripsi ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh mahasiswa-mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

Malang, April 2016 Penulis


(7)

v DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Surat Pernyataan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vi

Daftar Grafik ... vii

Daftar Lampiran ... viii

ABSTRAK ... 1

PENDAHULUAN ... 2

CYBERSEX ... 6

KECERDASAN EMOSIONAL ... 7

KECERDASAN EMOSIONAL DAN CYBERSEX ... 8

KERANGKA BERFIKIR & HIPOTESIS ... 10

METODE PENELITIAN ... 11

Rancangan Penelitian ... 11

Subjek Penelitian ... 11

Variabel dan Instrumen Penelitian ... 11

Validitas Instrumen ... 12

Reliabilitas Instrumen ... 12

Prosedur dan Analisa Data Penelitian ... 12

HASIL PENELITIAN ... 13

Perhitungan Skor Skala Kecerdasan Emosional ... 13

Perhitungan Skor Skala Cybersex ... 13

Perhitungan Rata-rata Kecerdasan Emosional berdasarkan Jenis Kelamin ... 14

Perhitungan Rata-rata Cybersex berdasarkan Jenis Kelamin ... 14

Perhitungan Rata-rata Kecerdasan Emosional berdasarkan Fakultas ... 15

Perhitungan Rata-rata Cybersex berdasarkan Fakultas ... 15

Korelasi Kecerdasan Emosional dengan Cybersex ... 16

DISKUSI ... 16

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 18


(8)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perhitungan Skor Skala Kecerdasan Emosional ... 13 Tabel 2. Perhitungan Skor Skala Cybersex ... 13 Tabel 3. Korelasi Kecerdasan Emosional dengan Cybersex ... 16


(9)

vii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Perhitungan Rata-rata Kecerdasan Emosional berdasarkan Jenis Kelamin .... 14 Grafik 2. Perhitungan Rata-rata Cybersex berdasarkan Jenis Kelamin ... 14 Grafik 3. Perhitungan Rata-rata Kecerdasan Emosional berdasarkan Fakultas ... 15 Grafik 4. Perhitungan Rata-rata Cybersex berdasarkan Fakultas ... 15


(10)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Try-out Kecerdasan Emosional dan Cybersex ... 23

Lampiran 2. Blueprint Skala Try-out Kecerdasan Emosional dan Cybersex ... 30

Lampiran 3. Rekapitulasi Hasil Try-out Skala Kecerdasan Emosional dan Cybersex .... 32

Lampiran 4. Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas ... 38

Lampiran 5. Skala Penelitian ... 56

Lampiran 6. Blueprint Skala Penelitian ... 62

Lampiran 7. Rekapitulasi Data Skala Kecerdasan Emosional ... 64

Lampiran 8. Rekapitulasi Data Skala Cybersex ... 77

Lampiran 9. Output SPSS Hasil Penelitian ... 91

a) Perhitungan Penentuan Sampel dan Deskripsi Sampel ... 92

b) Uji Asumsi ... 94

c) Kategorisasi Skor Skala Kecerdasan Emosional dan Cybersex ... 98

d) Rekapitulasi Data Hasil Kategorisasi ... 102

e) Perhitungan Rata-rata Skala Berdasarkan Jenis Kelamin ... 108

f) Perhitungan Rata-rata Skala Berdasarkan Fakultas ... 108


(11)

1

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

CYBERSEX

Rosdiana Arifani

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang rosdiana.fani@gmail.com

Abstrak

Semakin canggihnya teknologi saat ini selalu disertai dampak positif dan negatif. Salah satu teknologi yang disertai dua dampak tersebut adalah internet. Dampak negatif internet salah satunya adalah kemudahan akses bebas pada hal yang berbau seksual. Kebanyakan pengakses pornografi dan materi seksualitas di internet adalah remaja dan dewasa awal. Hal ini dikarenakan pada masa tersebut dorongan seksual meningkat dan menimbulkan dilema sehingga diperlukan adanya kontrol emosi yang efektif, agar perilaku yang muncul positif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan cybersex. Jenis Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif correlational dengan subjek mahasiswa program sarjana pada salah satu perguruan tinggi di kota Malang yang dipilih menggunakan teknik incidental sampling sebanyak 473 subjek. Subjek diberikan dua skala yaitu skala kecerdasan emosional Goleman dan cyber pornography use inventory. Analisis statistik yang digunakan adalah non-parametrik yakni korelasi spearman. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antar kedua variabel dengan arah hubungannya negatif dan kuat hubungan yakni -0,144.

Kata kunci : kecerdasan emosional, cybersex, correlational

Abstract

The more sophisticated the technology today is always accompanied by positive and negative impacts. One of technology that accompanied these two effects is the internet.Out of many negative impacts that internet has is the ease for the user to accessed the pornographies. Most of the accesessor are adolences and adults. It happens because at that phase, their sex drives rise and cause dilemma, that is necessary to control the emotions better, so the behavior that appears is positive. The aim of this study is to know how relationship between emotional intellegence and cybersex. This kind of study is quantitative correlational with 473 college from University of Muhammadiyah Malang which selected by cluster sampling technique. The subject were given two scale, the Goleman’s emotional intellegence and cyber pornography use inventory. The statistical analysis for the research is using non-parametric spearman rank of correlation. The result showed the relationship between the two variables has negative correlation and the correlation is -0,144.


(12)

2

Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, semakin banyak pula ditemukan teknologi-teknologi canggih dan mutakhir yang dapat membantu manusia mempermudah aktivitasnya. Manfaat teknologi tersebut sangat besar nilainya bagi peradaban umat manusia. Salah satu teknologi canggih yang memberikan banyak manfaat adalah ditemukannya Internet. Internet dapat membantu manusia mempermudah dalam proses informasi dan komunikasi jarak dekat maupun jarak jauh, bahkan menyediakan banyak hiburan. Pada era ini internet sudah dapat diakses dimana-mana, bahkan di smartphone, PC/Laptop, dan tablet, internet dapat diakses dan dibawa kemana saja oleh pengguna hanya dengan bermodalkan pulsa atau paket data dan wi-fi. Indonesia merupakan negara pengguna internet terbesar di Asia Tenggara, hal ini berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). APJII menyebutkan pengguna internet di Indonesia meningkat setiap tahunnya, yakni tahun 2009 pengguna internet mencapai 30 juta, dan data terakhir tahun 2015 mencapai 88.1 juta.. Mayoritas pengguna internet ini berusia 18-25 tahun (Ulinnuha, 2013; APJII, 2014; Nugroho & Kastaman, 2014).

Banyaknya manfaat dan pengguna internet ini, bukan berarti internet tidak memiliki dampak negatif. Salah satu dampak negatif internet adalah akses bebas pada hal-hal yang berbau seksual. Terdapat 4,2 juta situs porno dan 420 juta halaman website porno di internet (Ulinnuha, 2013). Banyaknya konten-konten seksual di internet menunjukkan bahwa internet merupakan salah satu sebab pornografi dan seksualitas semakin menjamur di masyarakat. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Ketua komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait pada kompas bahwa Indonesia adalah negara terbesar ketiga di dunia sebagai pembuat dan pengguna situs porno setelah China dan Turki (nel/NDY, 2012). Terdapat lima kota di Indonesia yang disebutkan pada koran harian kompas yang menjadi pengakses pornografi terbanyak diantaranya adalah Yogjakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Malang, yang notabene merupakan kota pelajar dengan banyak mahasiswanya (Dialektika, 2015). Di kota Malang sendiri terdapat sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa 31% laki-laki dan 4% perempuan mengaku mengakses pornografi di internet, dan pornografi menjadi salah satu website yang paling disukai oleh mahasiswa di kota Malang (Harkness, 2001)

Beredarnya pornografi di internet tersebut tidak bisa lepas dari faktor rendahnya pengetahuan akan bahaya pornografi terhadap diri sendiri. Padahal pornografi dan seksualitas merupakan hal yang sangat berbahaya bagi siapapun, terlebih jika dikonsumsi secara kontinyu. Beberapa penelitian menunjukkan fakta bahaya pornografi dan seksualitas pada kerja otak manusia. Zat kimia dopamine yang berada pada syaraf otak menciptakan sensasi gairah dan dapat menciptakan kesenangan, ketergantungan yang kuat dan akan menambah intensitasnya terus menerus, bahkan ketergantungan pornografi dan seksualitas lebih kuat daripada kecanduan kokain. Zat kimia otak neuroepinefrin, zat kimia ini akan terlepas dan menyebabkan otak mengingat detail terkecil dari setiap pornografi dan seksual yang dilihat. Oksitosin di otak juga akan terlepas jika terdapat kelekatan yang sangat dalam, dan oksitosin juga terlepas ketika individu melihat tayangan pornografi dan berbau seksualitas. Zat terakhir yang terlepas ketika berhubungan dengan pornografi dan seksualitas adalah serotonin, zat ini menimbulkan sensasi kepuasan dan ketenangan yang dikhawatirkan bahwa pornografi akan dijadikan coping atau pelarian ketika individu mengalami masalah dan membutuhkan ketenangan (Hyde & Christensen, 2010). Penelitian lain yang mendukung bahaya pornografi dan seksualitas ini adalah penelitian Dr. Mark yang menyatakan bahwa pornografi merusak lima bagian otak terutama pada pre-frontal, kerusakan otak bagian ini akan menurunkan prestasi akademik dikarenakan individu tidak mampu membuat perencanaan, tidak mampu mengontrol hawa nafsu dan emosi, serta tidak mampu mengambil keputusan karena otak ini berperan sebagai pengendali impuls (dalam Wahyuningsih, 2012). Selain masalah biologis


(13)

3

otak, pornografi juga menyerang sisi psikologis hingga perilaku individu. Hasil penelitian mengenai pornografi dan seksualitas di internet juga dilakukan oleh Cooper dkk pada tahun 2000 menyatakan bahwa individu yang melihat tayangan pornografi di internet secara terus menerus termasuk kedalam kriteria permasalahan seksual kompulsif (Head, 2004; Young, 2008; dalam Thowig & Crosby, 2010; Hyde & Christensen, 2010). Seperti yang dipaparkan dari hasil penelitian-penelitian diatas bahwa menonton atau melakukan kegiatan yang berbau pornografi dan seksual karena kemudahan akses di internet, maka muncullah perilaku baru yang menyimpang yakni cybersex. Selain berbahaya cybersex juga bertentangan dengan agama, hal ini seperti yang tercantum secara eksplisit pada Al-Quran Surat Al Israa’ ayat 32 dan surat Al An’aam ayat 151 bahwa laki-laki dan perempuan yang melakukan aktivitas orang dewasa adalah perbuatan dosa dan memalukan baik secara terbuka maupun bersembunyi (IdowuAnd & Hassan, 2013)

Cybersex menurut Cooper (2002) merupakan aktivitas melihat gambar erotis, terlibat dalam chatting tentang seks, saling tukar menukar gambar, atau pesan email tentang seks, ahli berikutnya yang meneliti tentang cybersex yakni Carners, Delmonico dan Griffin (2001) mengkategorikan beberapa bentuk cybersex diantaranya mengakses pornografi di internet (gambar, video, cerita erotis, film dan game yang berbau seksual (dalam Sari, 2012). Lebih lanjut Goldberg mendefinisikan cybersex sebagai aktivitas mengunjungi internet untuk tujuan seksual dan mencari pengalaman seksual. Pengalaman seksual yang dimaksud oleh Goldberg terdiri dari pasif (menonton, membaca gambar, video, maupun teks yang berbau pornografi) dan aktif (melakukan hubungan seksual /berfantasi seksual dengan pasangan di internet). sehingga cybersex menurut Goldberg merupakan kegiatan melakukan online sexual activity untuk tujuan seksual (menonton pornografi, pencarian materi mengenai seksualitas digunakan untuk pengetahuan maupun hiburan/ masturbasi, jual beli terkait seksual, komunikasi seksual dengan mencari pasangan seksual untuk hubungan tertentu) (Goldberg, 2004).

Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai cybersex menyatakan bahwa cybersex terjadi karena beberapa faktor penyebab. Diantaranya hasil penelitian yang dilakukan oleh Jay Phelan, seorang professor biologi di UCLA menyatakan bahwa masalah pornografi dan seksualitasyang terkait dengan internet merupakan salah satu permasalahan pengendalian diri (Burnham & Phelan, 2000). Al Cooper (1998) menyampaikan teorinya untuk menjawab mengapa banyak orang menggunakan cyber space sebagai tempat untuk pemuasan seksualnya, hal ini dikarenakan adanya kemudahan akses pada internet, dan akses ini sangat mudah dijangkau bahkan dapat dibawa kemana-mana dengan media smartphone, serta tidak tercantumnya nama yang mengakses pornografi di internet (dalam Weiss & Schneider, 2006). Penelitian Goodson (2000) dan Weiser (2000) menunjukkan bahwa seseorang melakukan cybersex dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan afiliasi (khususnya yang berhubungan dengan pasangan fantasi seksual di internet). Penelitian lain yang sejalan dengan penelitian Goodson dan Weiser adalah penelitian Boies dkk (2004) menyatakan bahwa anak muda menggunakan internet untuk memenuhi kebutuhan afiliasi yang kurang terpenuhi saat offline atau di kehidupan nyata. Selanjutnya Cooper, Scherer dkk (1999) mengindetifikasi bahwa terdapat hubungan antara waktu yang digunakan untuk mencari materi sexual dengan masalah emosi dan masalah perkembangan (Boies, Knudson & Young, 2004). Penelitian lain adalah penelitian Woodrum (1992) dan Carroll dkk (2008) yang menyatakan bahwa religiusitas seseorang berhubungan negative dengan pornografi (Grubbs dkk, 2010). Daneback dkk (2005) juga menyatakan bahwa cybersex banyak digunakan orang karena dipercayai sebagai metode paling aman untuk eksperimen seksual terutama untuk orang pemalu, memiliki harga diri rendah (body image, memiliki disfungsi seksual yang tidak di treatment) dan orang yang


(14)

4

menghindari judgement orang lain kepada dirinya (Head, 2004; Brand & Kramer, 2012; Idowu And & Hassan, 2013)

Cybersex banyak dilakukan oleh remaja dan mahasiswa hal ini diungkapkan pada beberapa penelitian-penelitian sebelumnya yakni Goodson dkk menyebutkan remaja dan dewasa (12-24 tahun) menggunakan internet untuk seksual edukasi, hiburan, serta tayangan pornografi saling ditularkan oleh kegiatan orang dewasa di internet (dalam Boies & Young, 2004). Hal ini selaras dengan pernyataan psikolog perkembangan bahwa masa remaja merupakan masa awal dimana rasa ingin tahu dan dorongan seksual meningkat dan membutuhkan kepuasan seksual serta untuk mengejar afiliasi (Santrock, 2012). National Health and Social Life Survei menambahkanbahwa, pada masa dewasa awal kegiatan melihat tontonan seksualitas semakin meningkat dan gaya hidup seksual menjadi semakin luas (Berk, 2012). Selanjutnya yang memperkuat banyaknya remaja dan anak muda mengakses seksualitas di internet adalah penelitian dari Erikson (1980) yang menyatakan bahwa remaja dan anak muda sedang dalam perkembangan membangun hubungan intim dan menyebabkan mereka memenuhi kebutuhan tersebut dengan mencari materi atau pasangan seksual di internet (Boies, Knudson & Young, 2004). Penjelasan akan perkembangan remaja dan dewasa awal tersebut menjelaskan bahwa remaja dan dewasa awal sangat rawan untuk mengeksplorasi pemuasan seksualnya dengan menggunakan internet karena bentuk kelekatan masa ini berubah menjadi lebih dari cinta tetapi juga didasarkan pada pemuasan nafsu. Di Indonesia sendiri pengakses internet terbanyak termasuk kedalam masa ini sesuai dengan hasil survey dari PUSAKOM UI bahwa pengguna internet terbanyak adalah antara usia 18-25 tahun. Hasil penelitian diatas menjadi patokan bahwa pelaku cybersex mayoritas adalah usia remaja dan memasuki dewasa awal/ anak muda. Hal ini lah yang menjadi patokan peneliti untuk melakukan penelitian ini pada mahasiswa, karena usia mahasiswa merupakan usia yang berada pada rentang masa remaja hingga dewasa awal. Pada Masa ini individu akan merasakan dilema untuk memenuhi kebutuhan atau melakukan hal yang bertentangan dengan agama dan berdampak bahaya bagi dirinya, sehingga mengikutsertakan peran emosi.

Emosi merupakan hal yang sangat penting yang dimiliki setiap orang, karena emosi adalah bagian penting dari siapa diri kita dan bagaimana kita bisa bertahan hidup. Emosi bermakna hasil dari proses interaksi atau reaksi terhadap kejadian tertentu, yang berhubungan dengan perasaan atau afeksi (Scherer, 2000). Emosi berpengaruh terhadap fungsi psikis lainnya yakni pengamatan, pemikiran serta kehendak dan perilaku. Hal ini dikarenakan emosilah yang mengelola respon individu menghadapi lingkungannya dan regulasi emosi itu sendiri mempengaruhi perilaku secara langsung. Oleh karena itu ketika seseorang memiliki emosi positif dalam menanggapi sesuatu kejadian, maka akan memunculkan perilaku yang positif pula (Mauss, dkk., 2005; Jensen, dkk., 2007; Herawati. 2014).

Emosi manusia mengalami perkembangan mulai dari masa bayi hingga masa tua. Emosi yang paling penting dari remaja dan dewasa awal adalah untuk memenuhi kapasitas perasaan dan kebutuhan afeksinya. Kebutuhan memberi dan menerima afeksi pada masa ini menjadi lebih dalam, sehingga muncullah istilah emotional maturity. Salah satu wilayah emotional maturity ini adalah pada wilayah seksual dimana emosi berubah menjadi dorongan atau gairah seksual yang harus dipenuhi, namun juga memunculkan perasaan ragu dan malu (Jersild, 1958) Hal ini menurut Dillon (1934); Issac (1933); Conn (1940); Levy (1928); Koch (1935); & National Health and Social Life Survei yang menyebabkan individu yang memasuki masa remaja dan dewasa awal banyak yang melakukan perilaku seksual, termasuk didalamnya rasa penasaran akan sex dan reproduksi. Gairah dan hasrat seksual merupakan merupakan satu kesatuan yang berkaitan dengan kebutuhan biologis, namun kriteria tersebut sering digunakan untuk


(15)

5

mendefinisikan emosi (dalam Gonzaga, dkk, 2006; Plutchik, 2001). Dari penjelasan emosi diatas dapat disimpulkan bahwa hasrat seksual merupakan emosi dan emosi mempengaruhi berbagai macam perilaku yang dimunculkan oleh individu. Peranan emosi pada kondisi ini sangat penting, sehingga kemampuan kontrol emosi sangat berperan serta. Kemampuan atau kapasitas individu dalam kontrol emosi ini biasa disebut dengan kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosionaladalah kapasitas untuk mengenali dan memahami perasaan diri sendiri dan orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola emosi dengan baik (Goleman, 2007). Rode et all pada tahun 2007 mengemukakan bahwa individu dengan tingkat kecerdasan emosional tinggi adalah orang yang mampu mengarahkan emosi positif pada saaat kinerja dalam periode waktu yang lama, dan untuk mengarahkan emosi negatif ke perilaku produktif (dalam Cartwright & Solloway, 2007). Brackett & Mayer, 2003; Formica, 1998; Trinidad & Johnson, 2001 menyatakan bahwa rendahnya kecerdasan emosional menyebabkan semakin tingginya perilaku-perilaku menyimpang, dan hal ini lebih beresiko terjadi pada laki-laki (dalam Brackett, Mayer, & Warner, 2004). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional sangat mempengaruhi bagaimana individu berperilaku.

Pada masa remaja perkembagan emosinya, mereka sangat berani mengambil resiko dan impulsif, selain itu pada masa ini remaja berada pada tahap mencari identitas diri termasuk di dalamnya pekerjaan apa yang akan dilakukan, seksual dan nilai-nilai yang harus dipegang. Masa remaja ini disebutkan oleh Erickson sebagai identitas versus kebingungan identitas. Pada masa remaja ini cara berfikir mereka lebih banyak melibatkan emosi, logika dan intuisi Sehingga dapat dikatakan bahwa pada masa remaja kecerdasan emosionalnya masih dalam keadaan naik dan turun. Sedangkan pada masa dewasa awal mereka sudah melewati masa remaja dan perkembangan moral masa dewasa ini sangat tergantung dari pengalaman di masa-masa sebelumnya khusunya masa remaja. Sehingga pada masa dewasa ini kecerdasan emosional yang dipengaruhi masa sebelumnya sangat berperan dalam kesuksesan hidupnya. Dari penjelasan mengenai kedua variabel diatas inilah yang memunculkan pertanyaan bagi peneliti yakni apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dan cybersex, dan bagaimanakah kuat hubungan keduanya? dan peneliti memiliki asumsi dari pertanyaan tersebut ketika seseorang remaja dan dewasa awal memiliki hasrat seksual yang tinggi, maka ketika individu memiliki kecerdasan emosional yang rendah, maka individu tersebut memiliki regulasi emosi yang rendah pula, dan internet yang menawarkan berbagai macam pornografi, maka perilaku yang muncul juga bersifat negatif yakni perilaku cybersex. Oleh karena itu peneliti berpendapat bahwa ada hubungan diantara keduanya dan hubungan tersebut bersifat negatif, yakni ketika kecerdasan emosional tinggi maka perilaku cybersex akan rendah, dan sebaliknya.

Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai cybersex ini selalu menitikberatkan pada akibat, treatment atau hal yang terjadi akibat cybersex dan sebab secara biologis terjadinya cybersex, kali ini penelitian ini dirancang untuk meneliti sebab seseorang dapat terjerumus pada cybersex lebih pada sisi psikologisnya.

Urgensi atau manfaat dari penelitian ini secara teoritis adalah hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi, sehingga dapat menambah kajian dalam bidang psikologi klinis, khususnya sebagai penambah penelitian lain tentang cybersex yang dapat tumbuh menjadi gangguan, selain itu tema penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lanjutan sebagai pengetahuan penelitian dengan tema yang sama namun dilakukan pada subjek maupun tempat yang berbeda untuk benar-benar mengetahui apakah hubungan antara


(16)

6

variabel-variabel tersebut juga bersifat universal. Selain manfaat secara teoritis, manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi atau tindak preventif mengenai dampak negatif dari perilaku cybersex, sehingga perilaku tersebut tidak berkelanjutan yaitu dengan belajar meningkatkan kecerdasan emosional atau melakukan pelatihan Emotional Intelligence.

Cybersex

Cybersex merupakan kegiatan melakukan online sexual activity untuk tujuan seksual (menonton pornografi, pencarian materi mengenai seksualitas digunakan untuk pengetahuan maupun hiburan/ masturbasi, jual beli terkait seksual, komunikasi seksual dengan mencari pasangan seksual untuk hubungan tertentu) (Goldberg, 2004) yang dapat berkembang menjadi seksual kompulsif (Grubbs, dkk., 2010). Sehingga dapat disimpulkan bahwa cybersex adalah segala kegiatan yang berbau pornografi baik melihat, melakukan kegiatan sexual, mengunduh untuk dilihat secara offline, menjual atau menyebarkan kepada individu lain, bahkan mencari pasangan untuk melakukan chat sexual ataupun video sexual yang dilakukan individu ketika terhubung dengan internet. Terdapat beberapa aspek penting yang ada pada cybersex diantaranya adalah 1) Tingkat Kecanduan yaitu semakin seringnya individu melihat tontonan seksual atau pornografi di internet akan menambah tingkat kecanduannya pula. Semakin tinggi tingkat kecanduan menyebabkan semakin berkurangnya kemampuan untuk mengontrol diri menghindari pornografi .2) Perasaan bersalah yaitu munculnya perasaan bersalah ketika bersentuhan dengan pornografi dan seksualitas. Semakin tinggi perasaan bersalah yang dimiliki seorang individu mengindikasikan semakin tinggi pula tingkat kecanduan yang dimiliki. 3) Perilaku online seksual-sosial, perilaku kecanduan pornografi atau cybersex ini akan mempengaruhi kehidupan sosial individu, mereka akan lebih berfokus dan menghabiskan waktu untuk melihat tayangan pornografi yang dapat menimbulkan kesenangan bagi mereka, dan melupakan kegiatan-kegiatan yang seharusnya yang bersifat konstruktif atau positif. (Grubbs,dkk., 2010). Cybersex yang dilakukan secara terus menerus akan menimbulkan pada permasalahan yang lebih buruk yakni internet sex addiction.

Karakteristik Individu yang Mengalami Cybersex

Perilaku-perilaku yang menunjukkan cybersex ini sering dijumpai pada kehidupan sehari-hari banyak orang. Terdapat beberapa karakteristik perilaku cybersex diantaranya 1) Merasa bersalah setelah melakukan cybersex. 2) Mengabaikan hubungan dengan orang lain (di dunia nyata). 3) Mengabaikan tanggung jawab-tanggung jawab yang dipegangnya (pada pekerjaan, keluarga, atau akademik). 4) Khawatir diketahui oleh orang lain ketika melakukan cybersex. 5) Melanggar peraturan karena cybersex merupakan hal yang ilegal. 6) Kehilangan kontrol untuk berhenti atau mengurangi cybersex. 7) lebih sering melakukan cybersex daripada kegiatan lainnya (Dorton & Gast, 2007 ).

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Cybersex

Munculnya cybersex bahkan hingga mencapai tingkat kecanduan ini tentunya memiliki sebab. beberapa penyebabnya diantaranya 1) Teori yaitu Triple –A Engine yang dicetuskan oleh Al Cooper pada tahun 1998 menjelaskan bahwa penyebab populernya perilaku cybersex adalah karena a) Accessibility yakni kemudahan akses internet. Internet dapat diakses dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. b) Affordability yakni keterjangkauan. Internet mudah dijangkau bahkan sudah banyak akses gratis yang dapat dijangkau oleh siapapun. c) Anonymity yakni pensamaran nama. Akses pornografi pada internet tidak dapat diketahui


(17)

7

dikarenakan pada saat mengakses, akses bebas dan tanpa diketahui siapa yang mengakses sehingga menimbulkan perasaan aman dari rasa malu (dalam Weiss & Schneider, 2006). 2) Jay Phelan menyatakan bahwa salah satu sebab seseorang melakukan cybersex adalah dikarenakan kurangnya pengendalian diri (dalam Burnham & Phelan, 200). 3) Goodson (2000) Weiser (2000) dan Boies (2004) menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa salah satu faktor penyebab cybersex adalah memenuhi kebutuhan afiliasi (dalam Boies, Knudson & Young, 2004). 4) Woodrum (1992), carroll dkk (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab cybersex adalah rendahnya religiusitas seseorang (dalam Grubbs, dkk, 2010). 5) cybersex juga digunakan oleh sebagian orang yang pemalu dan yang memiliki self esteem yang rendah (body image, memiliki disfungsi seksual) (Head, 2004; Brand & Kramer, 2012; Idowu And & Hassan, 2013). Faktor-faktor inilah yang semakin mendorong remaja dan dewasa untuk memilih mengeksplorasikan dorongan seksualnya dengan internet atau cybersex.

Dampak Cybersex

Banyak sekali dampak negatif dari perilaku cybersex ini dan tentunya sangat merugikan diri sendiri dan orang yang ada di sekitar kita diantaranya adalah 1) Timbulnya kepuasan dan ketenangan yang akhirnya menjadi kecanduan dikarenakan pelepasan zat kimia di syaraf otak yaitu dopamine, neuroepinefrin, oksitosin, dan serotonin. (Hyde & Christeensen, 2010). 2) Dapat merusak fungsi otak pre-frontal korteks yang berfungsi sebagai eksekusi otak dan pengendali impuls-impuls. Karena rusaknya otak ini juga menyebabkan menurunnya intelegensi atau akademik seseorang, individu akan sulit mengendalikan hawa nafsu, emosi dan mengambil keputusan (Dalam Wahyuningsih, 2012). 3) Dapat menyebabkan permasalahan lain seperti permasalahan dengan pekerjaan, hubungan sosial dikarenakan terlalu seringnya menghabiskan waktu untuk cybersex. (Head, 2004). 4) Dapat menyebabkan gangguan kecanduan seksual dan dapat mengurangi hubungan di kehidupan nyata/bukan dunia maya (Dorton & Gast, 2007).

Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional berakar pada teori howard Gardner yaitu kecerdasan intrapersonal. Kecerdasan Emosional atau Emotional Intelligence adalah kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, memotivasi diri sendiri, merasakan, mengelola emosi dengan baik dalam suatu kondisi sehingga dapat membantu pikiran untuk mengatur emosi dan intelektual (Cartwright & Solloway, 2007; Tapia, dkk., 2006).

Aspek Emotional Intelligence

Goleman memberikan lima aspek dari kecerdasan emosional diantaranya yaitu Self awareness / kesadaran diri: yaitu kemampuan diri untuk mengenali emosi atau apa yang dirasakan pada saat itu, perasaan yakin mengenai kemampuan diri sendiri, sehingga dapat menuntunnya untuk mengambil keputusan yang benar untuk dirinya dan orang lain. Kesadaran diri untuk mengenali emosi yang baik dapat menuntun individu untuk memantau perasaannya dari waktu ke waktu, dan ketidakmampuan untuk mengenali emosi adalah hal yang sesungguhnya membuat individu dikuasai perasaanya saja tanpa berfikir rasional.

Lima aspek EI diantaranya adalah 1) Self management: yaitu kemampuan untuk mengatur stress, tetap sabar, mengambil tanggung jawab dari kinerja dan perilaku, mengambil alih perubahan dan terbuka pada pandangan baru. Pada aspek ini juga terdapat kemampuan untuk mengelola emosi yakni kemampuan diri sendiri untuk menghibur dan melepaskan kecemasan


(18)

8

dari hal yang menimpa diri. 2) Motivasi: kemampuan untuk konstan dan mencoba meningkatkan diri sendiri, mendekatkan diri pada tujuan, siap siaga untuk beraksi pada kesempatan, mengejar tujuan secara kontinyu, serta mampu menahan diri dari kepuasan serta mampu mengendalikan dorongan. 3) Social awareness: adalah kemampuan untuk menyadari bagaimana perasaan orang lain, mengantisipasi kebutuhan orang lain, bekerja dengan berbagai macam tipe orang, memahami mengapa orang lain memiliki jalan lain atau cara pandang lain. 4) Kemampuan sosial: yaitu kemampuan untuk mengkomunikasikan dengan baik, kepemimpinan bervisi, persuasif, mengembangkan orang lain, komunikasi, manajemen konflik, membangun ikatan dan kerja tim. 5) Empati: memahami dan mengerti keadaan dan perilaku orang lain (Cartwright & Solloway, 2007).

Manfaat Emotional Intelligence

Manfaat kecerdasan emosional yang baik adalah diantaranya 1) menurut Samuel O Salami (2011) menyatakan bahwa faktor kepribadian dan kecerdasan emosional sangat penting berkontribusi untuk kesehatan psikologi yang baik untuk orang dewasa. 2) Jill Aguilar dkk (2009) menyatakan bahwa kecerdasan emosional yang baik akan memberikan fleksibilitas pada perencanaan masa depan dan pemecahan masalah. 3) Goleman (1995) Dengan Kecerdasan emosional dapat menjadikan seseorang pemimpin yang baik, memiliki pemikiran analitis dan banyak ide cerdas. 4) Schwenk (1995), Harrison & Pelletier (1998) menyatakan bahwa dengan kecerdasan emosional berhubungan dengan pembuatan strategi pengambilan keputusan yang tepat (dalam Wallace & Rijamampianina, 2005).

Kecerdasan Emosionaldan Cybersex

Cybersex merupakan kegiatan melakukan online sexual activity untuk tujuan seksual (menonton pornografi, pencarian materi mengenai seksualitas digunakan untuk pengetahuan maupun hiburan/ masturbasi, jual beli terkait seksual, komunikasi seksual dengan mencari pasangan seksual untuk hubungan tertentu) (Goldberg, 2004). Cybersex ini merupakan perilaku yang dapat dilakukan oleh siapa saja, karena pornografi di internet bisa diakses oleh siapapun dan tidak adanya proteksi yang ketat akan konten-konten yang mengandung pornografi dan seksualitas tersebut. Mayoritas pengakses pornografi di internet ini adalah remaja dan dewasa awal yang berusia 12-24 tahun, karena masa ini merupakan masa dimana keinginan atau dorongan seksual meningkat dan mereka membutuhkan eksplorasi untuk kepuasan seksual (Boies & Young, 2004).

Hasrat seksual pada masa remaja dan dewasa berubah menjadi emosi, karena dorongan seksual harus dipenuhi namun dilain sisi ketika akan membuat keputusan individu akan merasa dilema dan ragu (Jersild, 1958). Selain itu hasil dari Psychology Today dan De Lamater (1991) mengklasifikasikan bahwa dorongan seksual merupakan emosi karena dorongan seksual adalah bagian dari cinta yang romantis, adanya gairah fisiologis, adanya interpretasi gairah dan adanya aktivasi sistem kognitif yang mengandung kecenderungan respon belajar (Zeev, 2008). Sehingga hasrat seksual dapat dikategorikan menjadi emosi. Melakukan cybersex diawali karena adanya dorongan seksual yang terjadi pada remaja dan seperti hasil penelitian bahwa dorongan seksual adalah bagian dari emosi, dan emosi merupakan salah satu penentu perilaku (dalam Jersild, 1958; Mauss, dkk., 2005; dalam Gonzaga, 2006; Plutchik, 2001; Jensen, dkk., 2007; Herawati. 2014).

Dalam hal ini ketika dorongan seksual meningkat, sedangkan di lain sisi internet menawarkan banyak situs sebagai media eksplorasi dorongan seksual, maka ketika individu


(19)

9

tidak mampu untuk mengontrol dorongan seksual/ emosi tersebut yang terjadi adalah munculnya perilaku cybersex. Munculnya perilaku cybersex ini dikarenakan individu kurang dapat mengenali emosi atau perasaan (self awareness) sebenarnya untuk melakukan cybersex dan apa resiko yang akan didapatkan ketika melakukan cybersex. Ketika individu tidak dapat mengenali dengan baik perasaannya atau dalam keadaan ragu, maka individu juga akan kesulitan untuk mengelola (self management) dan melawan resiko dari apa yang akan dilakukannya. Selanjutnya ketika individu tidak mampu mengelola dengan baik maka yang terjadi adalah ia tidak mampu memotivasi diri untuk melakukan hal-hal atau tujuan baik, dan hanya sekedar melampiaskan emosi saja, dalam hal ini melampiaskan dorongan seksualnya saja, dan munculah perilaku cybersex tersebut. Sehingga cara untuk tidak terlena pada cybersex adalah dengan kemampuan mengenali, kontrol emosi, dan memotivasi diri agar tidak terjerumus pada hal yang negative dengan kata lain perlu adanya kecerdasan emosional. Semakin sering individu melakukan cybersex maka individu akan menunjukkan perasaan bersalah, perasaan bersalah tersebut merupakan penyesalan akan pengambilan keputusannya melakukan tindakan dan hal ini menunjukkan kurangnya keterampilan dalam memecahkan masalah (Umi, 2014) yang juga menunjukkan kurangnya kecerdasan emosional.

Emotional Intelligence adalah kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mengenali perasaan diri sendiri atau orang lain, memotivasi diri sendiri, merasakan, mengelola emosi dengan baik dalam suatu hubungan untuk membantu pikiran mengatur emosi dan intelektual (Tapia, dkk, 2006; Cartwright & Solloway, 2007). Kemampuan mengatur, mengelola emosi dan mengambil keputusan yang baik inilah yang dibutuhkan agar individu mampu membentengi dirinya tidak terlena dengan cybersex, menahan diri untuk tidak selalu mengikuti dorongan seksual karena terdapat bahaya yang menyertainya.

Ketika individu memiliki kecerdasan emosional yang baik maka, ia akan mampu mengenali emosinya (pemenuhan dorongan seksual dengan cybersex), ia akan mampu mengelola emosi dan perasaannya serta dapat berfikir rasional untuk tidak melakukan cybersex karena cybersex memiliki dampak yang negatif bagi dirinya, selain itu cybersex juga bertentangan dengan agama dan moral. Ketika ia mampu mengelola emosinya tersebut, maka ia akan mampu mengambil keputusan yang tepat dan perilaku yang bijak dengan tidak melakukan cybersex dan perilaku yang muncul adalah mengalihkan dorongan seksual tersebut ke hal-hal yang positif.


(20)

10 Kerangka Berfikir

Hipotesis

Dari kerangka berfikir tersebut maka peneliti memiliki hipotesis bahwa ada hubungan negatif dan kekuatan hubungan kuat antara emotional intelligence (x) dengan perilaku cybersex (y).

Kecerdasan Emosional (Rendah) Eksplorasi seksual dengan internet

Muncul Perasaan ragu, takut, bertentangan dengan agama, namun dorongan seksual sangat meningkat (melibatkan emosi)

Kecerdasan Emosional (Tinggi)

Kontrol emosi

efektif Kontrol emosi tidak efektif

- Self awareness : mampu mengenali perasaannya yang berkaitan dengan dorongan seksual dari waktu ke waktu. - Self management : menangani

perasaan / dorongan seksualnya agar terungkap dengan cara yang tepat atau positif

- Motivation : mampu memotivasi dan menguasai diri sendiri agar tidak terjerumus pada dorongan seksual saja.

Cybersex (Tinggi)

Semakin tinggi EI maka semakin rendah Cybersex, dan semakin rendah EI, maka semakin tinggi Cybersex Cybersex

(rendah)

- Self awareness : kurang mampu mengenali perasaannya yang berkaitan dengan dorongan seksual dari waktu ke waktu. - Self management : kurang bisa

menangani perasaan / dorongan seksualnya agar terungkap dengan cara yang tepat atau positif - Motivation : kurang mampu

memotivasi dan menguasai diri sendiri agar tidak terjerumus pada dorongan seksual saja.


(21)

11

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yang menggunakan metode corelational, menurut Arikunto (2005) adalah metode yang digunakan untuk mengukur hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang akan diteliti (dalam Universitas Sumatera utara)

Subjek Penelitian

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Malang dengan populasi berjumlah 29.438 orang. Adapun karakteristik subjek penelitian adalah mahasiswa yang sedang mengambil program sarjana di Univeritas tersebut, masing-masing terdapat sampel dari setiap fakultas yang ada. Jumlah subjek proporsi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan tabel Morgan dengan populasi 29.438 adalah 379 subjek. Sampel dipilih menggunakan teknik incidental yakni teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, siapa saja yang bertemu dengan peneliti digunakan sebagai sampel ( Sugiyono, 2014)

Variabel dan Instrumen Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah emotional intelligence dan variabel terikatnya yaitu cybersex. Emotional Intelligence atau kecerdasan emosional merupakan kapasitas dan kemampuan seseorang dalam mengenali perasaan diri sendiri, mengakses emosi, dan mengelola emosi dengan baik untuk dirinya sendiri maupun lingkungan sekitar atau orang lain sebelum membuat keputusan yang dapat diungkap dengan menggunakan skala kecerdasan emosional Goleman. Seseorang dapat dikategorikan memiliki kecerdasan emosional yang baik apabila masuk pada kategori sedang hingga tinggi pada setiap area yang telah ditentukan (SA,ME, MO, E, SS) dalam skoring Emotional Intelligence Questionarie Goleman yang berjumlah 40 item (telah diadaptasi). Skala Emotional intelligence terdiri dari 5 aspek yang dikemukakan oleh Daniel Goleman yaitu self awareness (SA), managing emotions (ME), motivating oneself (MO), emphaty (E), dan social skill (SS). Dari kelima aspek, masing-masing aspek akan memiliki skor tinggi, sedang dan rendah sesuai dengan respon yang diberikan oleh subjek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan, validitas skala ini berkisar antara 0,3156 – 0,9345. Sedangkan reliabilitas menggunakan alpha cronbach adalah α = 0,9724. (Widiatmoko, 2007). Sehingga dapat disimpulkan bahwa skala ini reliable karena melebihi syarat alpha cronbach yaitu 0,6 menurut priyatno (dalam Muhaz, 2013).

Cybersex adalah kegiatan individu yang mengunjungi internet untuk kegiatan seksual (Chat sex, sex video) melihat, mengunduh/ download (untuk dilihat pada saat offline), upload, membeli maupun menjual pornografi yang dapat diungkap dengan skala. Seseorang dapat dikategorikan ke dalam cybersex apabila skor yang didapatkan pada skala termasuk kategori tinggi pada skala CPUI (Cyber Pornography Use Inventory) yang terdiri dari 32 item. Pengumpulan data untuk mengukur cybersex adalah menggunakan skala cyber pornography use inventory yang berjumlah 32 item. Skala ini memiliki tiga sub-skala yaitu tingkatan kecanduan (α = 0,88), perasaan bersalah ketika sexual online (α=82), dan perilaku online seksual-sosial (α=0,69), sedangkan reliabilitas skala ini secara keseluruhan adalah 0,83 (Eleuteri dkk, 2014; Grubbs, 2015). Sehingga dapat disimpulkan bahwa skala ini reliable karena melebihi syarat alpha cronbach yaitu 0,6 menurut priyatno (dalam Muhaz, 2013).


(22)

12

Setelah dilakukannya tryout, dapat diketahui bahwa pada variabel kecerdasan emosional yang menggunakan skala kecerdasan emosional Goleman dari 40 item yang ada, tersisa 22 item yang valid dengan koefisien validitas berkisar antara 0,305 hingga 0,679 dengan reliabilitas dengan menggunakan cronbach alpha sebesar 0,867. Hal ini dapat disimpulkan bahwa instrument kecerdasan emosional yang dipakai dalam penelitian ini reliable karena lebih besar daripada syarat cronbach alpha yaitu 0,6 menurut priyatno (dalam Muhaz, 2013).

Sedangkan untuk alat ukur cybersex yang menggunakan skala CPUI (Cyber Pornography Use Inventory) yang awalnya terdiri dari 32 item, terdapat 26 item yang valid. koefisien validitas dari pengujian alat ukur cybersex ini berkisar antara 0,340 hingga 0,821, dan reliabilitas dengan menggunakan cronbach alpha yaitu 0,935. Hal ini dapat disimpulkan bahwa instrument cybersex yang dipakai dalam penelitian ini reliable karena lebih besar daripada syarat cronbach alpha yaitu 0,6 menurut priyatno (dalam Muhaz, 2013).

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada mahasiswa di salah satu Universitas di kota Malang, sebanyak 379 subjek. Terdapat beberapa proses yang dilakukan peneliti sebelum melakukan pengambilan data penelitian. Pertama peneliti melakukan uji atau try-out kedua instrument kepada 50 orang untuk menguji validitas dan reliabilitas instrument pada tanggal 20 Desember 2015. Setelah dilakukannya try-out dilakukan uji validitas item dan reliabilitas, dan diketahui dari kedua instrument telah memenuhi kriteria (seperti yang dijelaskan pada hasil try-out diatas) instrument dapat dikatakan valid dan reliabel. Proses selanjutnya adalah proses pengambilan data penelitian, data disebarkan pada mahasiswa 10 fakultas di Universitas tersebut secara acak dengan terdapat jumlah minimal subjek pada setiap fakultasnya (Lampiran 9a) dilakukan pada tanggal 1 Januari hingga 19 Januari 2016. Penyebaran instrument kepada sampel dilakukan dengan cara instrument dibagi kepada mahasiswa yang sedang berada di wilayah kampus dan peneliti menitipkan pada mahasiswa fakultas lain yang dikenalnya untuk disebarkan ke teman-temannya. Setelah data diperoleh terkumpul sebanyak 473 subjek. Kemudian data yang diperoleh di uji normalitasnya untuk mengetahui apakah data-data tersebut normal dan untuk menentukan metode analisis data. Pada penelitian ini data yang diperoleh tidak menunjukkan distribusi data normal (lampiran 9b), sehingga metode analisisnya menggunakan metode non-parametrik.

Data pada penelitian ini terdistribusi tidak normal sehingga analisis menggunakan analisis non-parametrik yakni dengan menggunakan uji koefisien korelasi Spearman (rs) pada IBM Statistic SPSS 21. Uji nonparametrik digunakan untuk data yang tidak normal atau tidak memerlukan uji asumsi sebelum dilakukannya uji hipotesis(Santoso, 2003)


(23)

13

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian pada mahasiswa dari 10 fakultas di Universitas Muhammadiyah Malang, diperoleh data sebanyak 473 subjek, subjek yang didapatkan lebih banyak daripada yang diperhitungkan peneliti pada bab metodologi penelitian yakni 379 subjek, peneliti tetap menggunakan 473 subjek yang didapatkan karena peneliti menggunakan acuan prinsip menurut Polit Hungler (1993) tidak ada ketentuan secara umum jumlah sampel namun semakin besar sampel yang digunakan maka semakin baik dan representatif hasil penelitian atau semakin mengurangi tingkat kesalahan (dalam Nursalam, 2008). Data penelitian yang diperoleh dibagi menjadi tiga kategori yakni tinggi, sedang, dan rendah dengan menggunakan kategorisasi pada SPSS.

Tabel 1. Perhitungan Skor Skala Kecerdasan Emosional

Kategori Interval Frekuensi Prosentase

Tinggi Sedang Rendah

71 < X 64 ≤ X ≤ 71 X< 64

136 170 167

28,7% 36 % 35,3%

Total 473 100%

Terdapat 136 subjek atau dengan persentase 28,7% yang berada pada kategori kecerdasan emosional tinggi, 170 subjek atau 36% berada pada kategori kecerdasan emosional sedang dan sisanya dengan persentase 35,3% yakni sebanyak 167 subjek berada pada kategori kecerdasan emosional rendah.

Tabel 2. Perhitungan Skor Skala Cybersex

Kategori Interval Frekuensi Prosentase

Tinggi Sedang Rendah

46 < X 33 ≤ X ≤ 46 X< 33

157 155 161

33,2% 32,8% 34%

Total 473 100%

Selain diperoleh data kecerdasan emosional, diperoleh pula data cybersex. Terdapat sebanyak 33,2% atau sejumlah 157 subjek berada pada kategori tinggi. 32,8% subjek berada pada kategori sedang atau dengan jumlah 155 subjek, dan sisanya yakni 34% dengan jumlah 161 subjek berada pada kategori rendah.


(24)

14

Grafik 1. Perhitungan Rata-rata Kecerdasan Emosional Berdasarkan Jenis Kelamin

Selain dilihat secara keseluruhan, data juga dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin. Tabel diatas menjelaskan perbedaan antara rata-rata hasil skor skala kecerdasan emosional antara laki-laki sebanyak 235 subjke dan perempuan 238 subjek. Rata-rata hasil skor skala kecerdasan emosional laki-laki 66,65 sedangkan hasil rata-rata pada perempuan 67,09. Sehingga dapat dikatakan bahwa rata-rata hasil skor skala kecerdasan emosional perempuan lebih tinggi daripada laki-laki meskipun perbedaan hasil keduanya kecil yakni 0,44.

Grafik 2. Perhitungan Rata-rata Cybersex Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan data cybersex dilihat dari jenis kelamin, diperoleh hasil bahwa rata-rata hasil skor skala cybersex pada laki-laki yakni 48,4 sedangkan pada perempuan rata-ratanya 35,74. Dari perbedaan rata-rata tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata hasil skor laki-laki lebih tinggi daripaa perempuan dengan perbedaan rata-rata nya cukup besar yakni 12,66.

66.65

67.09

66.4 66.5 66.6 66.7 66.8 66.9 67 67.1 67.2

Laki-Laki Perempuan

48.4

35.74

0 10 20 30 40 50 60


(25)

15

Grafik 3. Perhitungan Rata-rata Kecerdasan Emosional Berdasarkan Fakultas

Berdasarkan grafik batang yang menunjukkan rata-rata hasil skor kecerdasan emosional dilihat per fakultas, diketahui bahwa dari semua fakultas rata-ratanya berada diantara 60 hingga 70. Rata-rata tertinggi diperoleh oleh fakultas hukum dengan angka rata-ratanya 68,04 dan rata-rata terendah dari sepuluh fakultas adalah fakultas teknik dengan angka 63,44. Perbedaan rata-rata tertinggi dan terendah adalah 4,6. Rata-rata hasil skor kecerdasan emosional jika diurutkan dari rata-rata tertinggi hingga terendah adalah 1)Hukum, 2)Psikologi, 3)FAI, 4)FEB, 5)FIKES, 6)FPP, 7)Kedokteran, 8)FISIP, 9)FKIP, dan 10)Teknik.

Grafik 4. Perhitungan Rata-rata Cybersex Berdasarkan Fakultas

68

67.5 67.83

66.78

67.54

66.79 67.15

63.44

67.38

68.04

61 62 63 64 65 66 67 68 69

39.32

34.74 35.57 35.57

45.07 47.47

42

46.71

39.97 39.97

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50


(26)

16

Berdasarkan grafik batang diatas yang menunjukkan rata-rata hasil skor skala cybersex sepuluh fakultas, diketahui bahwa rata-rata tertinggi diperoleh oleh FISIP dengan rata-rata 47,47, dan rata-rata terendah diperoleh FIKES dengan angka rata-rata 34,74. Terdapat beberapa fakultas yang memiliki rata-rata sama yakni FAI dan FKIP dengan rata-rata 35,57, serta FPP dan Hukum dengan rata-rata 39,97. Perbedaan rata-rata tertinggi dan terendah pada hasil skor skala cybersex ini adalah sebesar 12,73. Rata-rata hasil skor cybersex jika diurutkan dari rata-rata tertinggi hingga terendah adalah 1) Fisip, 2) Teknik, 3) FEB, 4) Kedokteran, 5) FPP, 6) Hukum, 7) Psikologi, 8) FAI, 9) FKIP, 10) FIKES.

Tabel 7. Korelasi Kecerdasan Emosional dengan Cybersex

Koefisien Korelasi (rs)

r2 Sig/p Keterangan

-0,144** 0,207 0,002 P<0,01

Berdasarkan nilai sig/p yakni 0,002 dimana nilai P< 0,01, maka dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan cybersex. Berdasarkan skor koefisien korelasi yang dihasilkan dari perhitungan korelasi spearman pada SPSS, angka koefisien menunjukkan terdapat tanda negatif (-0,144**) yang berarti hubungan antar dua variabel tersebut adalah berbanding terbalik dengan kata lain apabila kecerdasan emosional tinggi maka cybersex rendah, dan sebaliknya apabila kecerdasan emosional rendah maka cybersex tinggi. Nilai r2 0,207 menunjukkan hubungan antara kecerdasan emosional dengan cybersex

sebesar 20,7%

DISKUSI

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh angka signifikansi (p) 0,002 ≤ 0,01, hal ini menunjukkan adanya hubungan antara kedua veriabel, dan tanda (-) pada angka koefisien korelasi menjelaskan bahwa arah hubungan antar dua variabel tersebut adalah negatif yang bermakna berbanding terbalik, sehingga ketika kecerdasan emosional tinggi maka cybersex rendah dan sebaliknya ketika kecerdasan emosional rendah, maka cybersex tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis peneliti yang menyebutkan bahwa ada hubungan negatif antara kecerdasan emosional dengan cybersex dapat diterima dengan besar hubungan 20,7% yang dapat dilihat dari nilai r2 . Dengan terbuktinya hipotesa penelitian ini, dapat dimaknai bahwa

kecerdasan emosional yang rendah akan mempermudah seseorang melakukan cybersex, dengan kata lain kecerdasan emosional menjadi salah satu faktor yang dapat menggiring individu kepada perilaku cybersex.

Kecerdasan emosional merupakan faktor penentu atau merupakan kapasitas kontrol respon individu pada suatu kondisi. Ketika kecerdasan emosional individu tinggi, maka kapasitas kontrol untuk merespon suatu situasi juga tinggi, dalam artian individu mampu mempertimbangkan secara rasional pengambilan keputusan yang akan diambil. Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi cenderung lebih memiliki kesadaran diri/ self awareness akan bagaimana keadaan perasaan dirinya dan perasaan orang lain, dengan pemahaman tersebut, ia akan mudah untuk mengelola emosinya dan lebih rasional dalam pengambilan keputusan, individu tidak mudah gegabah pada pengambilan keputusan yang hanya berdasar atau mengutamakan emosi saja tanpa mempertimbangkan


(27)

pemikiran-17

pemikiran rasional lainnya (Tapia, dkk, 2006; Cartwright & Solloway, 2007). Terlebih pada masa remaja dan dewasa, individu akan dihadapkan pada berbagai permasalahan. Salah satunya adalah permasalahan meningkatnya kebutuhan seksual, pada masa ini kebutuhan seksual tidak hanya meningkat tetapi juga membutuhkan pemuasan seksual. Sedangkan seperti yang telah kita ketahui bahwa internet dapat menjadi salah satu sumber untuk pemuasan seksual karena banyak pornografi dan seksualitas di internet. Tayangan video porno banyak sekali dimuat di internet bahkan tanpa adanya proteksi. Selain itu terdapat media chatting online yang biasanya digunakan untuk chat sexual, bahkan dengan fasilitas web camera dapat mengirimkan video yang bermotif sexual dan internetpun menjadi sumber pemuasan seksual. Ketika dorongan seksual membutuhkan pemuasan, internet yang menyediakan banyak sekali hal berbau pornografi dan seksualitas tanpa proteksi menjadi suatu keadaan atau kondisi yang mempengaruhi emosi seseorang. Pemuasan seksual ini mengikutsertakan emosi, karena mereka merasa ragu, dan malu tetapi memerlukan untuk pemenuhan kebutuhan seksual. Disinilah peran kecerdasan emosional untuk melakukan cybersex atau tidak. Jika individu tidak mampu mengontrol emosinya dengan baik, maka ia akan cenderung melakukan cybersex, dan sebaliknya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Brackett & Mayer, 2003; Formica, 1998; Trinidad & Johnson, 2001 yang menyatakan bahwa kecerdasan emosi yang rendah ikut terlibat pada perilaku merusak diri, perilaku menyimpang, dan merokok (dalam Brackett, Mayer, & Warner, 2004). Penelitian lain yang sejalan dengan penelitian Brackett adalah penelitian Motahari & Rahgozan yang menyatakan bahwa kecerdasan emosi yang rendah merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan banyaknya masalah dan gangguan psikiatri (Motahari & Rahgozan, 2011). Pada hal ini cybersex juga merupakan perilaku yang menyimpang karena apabila perilaku ini dilakukan secara terus menerus dapat menyebabkan gangguan bahkan merusak aspek-aspek kehidupan. Kecerdasan emosional menjadi faktor penting penyumbang perilaku menyimpang karena kecerdasan emosi dimiliki semua orang dan menjadi dasar manusia memberikan umpan balik atau reaksi positif maupun negatif terhadap suatu kondisi yang dapat mempengaruhi dalam membuat keputusan atau memancing tindakan (Goleman, 2007).

Besar hubungan kedua variabel tidak terlalu besar yakni 20, 7%, hal ini disebabkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi seseorang dapat melakukan cybersex selain dari kecerdasan emosionalnya. Hal ini terjawab dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya yakni penelitian Jay Phelan yang menyatakan bahwa faktor seseorang dapat melakukan cybersex adalah masalah pengendalian diri (Burnham & Phelan, 2000). Al Cooper menyatakan bahwa kemudahan akses, keterjangjauan dan tidak tercantumnya nama pengakses pornografii dan sesksualitas juga menjadi penyebab banyak orang melakukan cybersex (dalam Weiss & Schneider, 2006). Penelitian Goodson (2000), Weiser (2000) & Boeis dkk (2004) menunjukkan bahwa seseorang melakukan cybersex dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan afiliasi (khususnya yang berhubungan dengan pasangan fantasi seksual di internet). Selanjutnya Cooper, Scherer dkk (1999) mengindetifikasi bahwa terdapat hubungan antara waktu yang digunakan untuk mencari materi sexual dengan masalah emosi dan masalah perkembangan (Boies, Knudson & Young, 2004). Religiusitas juga berpengaruh terhadap perilaku cybersex, yakni hasil penelitian Woodrum (1992) dan Carroll dkk (2008) menunjukkan bahwa religiusitas yang rendah dapat memperbesar perilaku cybersex seseorang. Selain itu Daneback dkk (2005) juga menambah hasil penelitian mengenai faktor penyebab cybersex yakni orang pemalu, memiliki harga diri rendah (body image, memiliki


(28)

18

disfungsi seksual yang tidak teratasi) dan orang yang menghindari judgement orang lain kepada dirinya (Head, 2004; Brand & Kramer, 2012; Idowu And & Hassan, 2013).

Selain itu hasil perhitungan rata-rata kecerdasan emosional dan cybersex antara laki-laki dan perempuan berbanding terbalik, rata-rata kecerdasan emosional laki-laki lebih rendah dibandingkan rata-rata kecerdasan emosional perempuan. Sebaliknya rata-rata cybersex laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan cybersex pada laki-laki dan perempuan berbanding terbalik. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa rata-rata hasil skor cybersex laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yang berarti bahwa ketertarikan laki-laki atau bahkan kegiatan cybersex laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini selaras dengan yang dikutip oleh Susan Krauss Whitbourne (2014) pada artikel harian Psychology Today dari sebuah jurnal penelitian Christian, Laier, dkk (2014) yakni bahwa perempuan lebih sedikit yang melakukan cybersex daripada laki-laki. Hal ini terjadi karena ketertarikan laki-laki pada seks lebih besar daripada perempuan. Penelitian lain yang mendukung yakni hasil penelitian yang dilakuakan Baumeister dan Catanese (2001) yang menyatakan bahwa ketertarikan laki-laki pada hal yang berbau seksual lebih tinggi daripada perempuan, laki-laki lebih sering memikirkan seks, laki-laki menilai kekuatan kendali seksnya sendiri, laki-laki lebih tertarik pada stimulus seksual visual sehingga mereka akan rela menghabiskan uangnya untuk menonton video porno atau pergi ketempat prostitusi. Satu penelitian lain yang memperkuat yakni penelitian Oliver & Hyde (1993) yang menyatakan bahwa kemampuan laki-laki untuk masturbasi semakin hari semakin sering hal ini yang membuktikan bahwa ketertarikan laki-laki pada seks lebih besar (dalam Peplau, 2003)

Subjek penelitian ini menggunakan mahasiswa karena berdasarkan hasil survey PUSAKOM UI, pengguna internet paling banyak berusia 18-25 tahun yakni usia remaja hingga dewasa awal, dan biasanya pada usia ini kebanyakan dari mereka berada pada taraf pendidikan perguruan tinggi.

Selain berdasarkan survey, pengambilan sampel mahasiswa juga berdasar pada teori perkembangan yang menyatakan bahwa mahasiwa memasuki usia perkembangan dimana mereka menghadapi dorongan seksual yang sedang meningkat dan dorongan seksual tersebut membutuhkan pemuasan (Young, 2008; Berk, 2012). Remaja akan cenderung melakukan cara untuk mengatasi dorongan seksualnya tersebut, baik dengan cara positif maupun negatif. Kebanyakan dorongan seksual ini disalurkan dengan cara bersentuhan dengan lawan jenis ketika berpacaran, melihat majalah atau video porno dan berfantasi seksual (Falah, 2009).

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan cybersex (-0,144). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini semakin tinggi kecerdasan emosional seseorang maka akan rendah cybersex, dan sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosional, maka akan tinggi cybersexnya. Selain itu dihasilkan bahwa rata-rata cybersex laki-laki lebih tinggi dariada perepmpuan.

Implikasi penelitian ini meliputi: bagi remaja dan dewasa awal yang mana perkembangan seksualnya mencapai pada tahap eksplorasi seksual untuk pemuasan seksual, dianjurkan untuk belajar meningkatkan kecerdasan emosional dengan cara pelatihan. Dan bagi remaja dan anak muda terdapat cara mudah untuk meningkatkan kecerdasan emosional yang dapat dilakukan sendiri yakni dengan membuat catatan harian atau jurnal mengenai harapan dan perasaan


(29)

19

disertai barang-barang yang menyentuh perasaan seperti foto orang-orang tersayang yang ditempel pada jurnal tersebut. Dengan menulis jurnal harian seseorang akan cenderung berfikir terlebih dahulu mengenai perasaannya maupun pengalamannya ketika menuangkannya dalam tulisan tidak langsung melampiaskan emosi begitu saja. Kecerdasan emosional masih dapat berkembang seiring bertambah dewasanya individu dan kecerdasan emosional ini dapat menjadi tameng agar tidak terjerumus pada perilaku menyimpang tidak hanya perilaku cybersex. Pelatihan Kecerdasan emosional akan semakin lebih baik jika menjadi agenda rutin sekolah, terutama SMP dan SMA yang akan menjadi cikal bakal remaja. Bagi peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini dengan mengganti variabel kecerdasan emosional dengan variabel lain yakni kecerdasan spiritual atau religiusitas dengan perilaku cybersex.

REFERENSI

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). (2015). profil pengguna internet indonesia 2014. Jakarta : Pusakom UI.

Berk, E. L. (2012). development through the lifespan dari dewasa awal sampai menjelang ajal. (Terj. Daryatno). Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Boies, C S, dkk. (2004). The Internet, Sex, and Youths : Implications for Sexual Development. Sexual Addiction & Compulsivity Brunner- Routledge, 11, 343-363. Brackett, A.M, Mayer, D. J, & Warner, M. R. (2004). Emotional Intelligence and Its Relation

to Everyday Behaviour. Personality and Individual Differences, 36, 1387-1402.

Burnham, T & Phelan, J. (2000). Mean Genes from Sex to Money to Food – Taming Our Primal Instincts. USA: Perseus Publishing.

Cartwright, A & Solloway, A. (2007). Emotional Intelligence Activities for Developing You and Your Business (pp. 1-9): Gower.

Dialektika, L. (2015). Indonesia dan 5 Kotanya dengan Peringkat Pengakses Situs Porno

Terbesar. Retrieved March 3, 2016, from

http://www.kompasiana.com/luxmandialektika/indonesia-dan-5-kotanya-dengan-peringkat-pengakses-situs-porno-terbesar_553afde26ea834d037da42ec .

Dorton, D & Gast, J. (2007). Cybersex Use and Abuse: Implications for Health Education. American Journal of Health Education, 38(1), 34-40.

Falah, N, P. (2009). Hubungan antara Perilaku Asertif dengan Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Putri. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Goldberg P D. (2004). An Exploratory Study About The Impacts That Cybersex (The Use of The Internet For Sexual Purposes) is Having on Families and The Practices of Marriage and Family Therapist. Polytechnic Institute and State University Of Virginia. Goleman, D. (2007). emotional intelligence kecerdasan emosional mengapa EI lebih penting

daripada IQ (terj: Hermaya, T). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gonzaga, C, G, dkk. (2006). Romantic Love and Sexual Desire in Close Relathionship. American Pshychological Association, 6,2, 163-179.


(30)

20

Grubbs, J, dkk. (2010). The Cyber – Pornography Use Inventory : The Development of a New Assessment Instrument. Sexual Addiction & Compulsivity: The Journal of Treatment & Prevention. Routledge, 17, 106 – 126.

Grubbs, J, dkk. (2015). Internet Pornography Use: Perceived Addiction; Psychological Distress, and The Validation of A Brief Measure. Journal of Sex & Martial therapy. Routledge

Harkness, J. (2001). Manfaat Internet Bagi Mahasiswa Malang. Studi Lapangan, Program ACICIS. Universitas Muhammadiyah malang, University Technology Sidney.

Head, J. (2004). Sex Addiction On the Internet. Nottingham Trent University. New York : Trivium Publications.

Herawati, A.A. (2014). Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Agresif Siswa Kelas X TM (Teknik Mesin) SMKN 2 Kota Bengkulu. Skripsi. Universitas Bengkulu.

Hyde, F, R & Christensen, B. (2010, January). The Brain Science Behind Internet Pornography Addiction. Retrieved May 5, 2015, from http://candeobehaviorchange.com

IdowuAnd, G, T & Hassan S, A. (2013). Cybersex: Advantages and Disadvantages. IOSR Journal of Humanities and Social Science (IOSR-JHSS), 14, 3: pp 60-65.

Jensen, S., dkk. (2007). Emotional Intelligence A Literature Review. University of The Pacific Department of Psychology (pp 1-131)

Jersild, A T. (1958). the psychology of adolescense. USA: The Macmilan Company

Mauss, B.I., dkk. (2005). The Tie That Binds ? Coherence Among Emotion Experience, Behavior, and Physiology. Emotion. American Pshycological Association, 5,2, 175-190. Motahari, A, A & Rahgozan, S. (2011). Inhibitory role of emotional intelligence in

committing suicide. Indian Journal of Science and Technology, 4(11), 1601-1606. Muhaz, M. (2013). Kematangan Emosi dengan Aggressive Driving pada Mahasiswa.

Ejournal-umm, 1(2). Accessed on October 2, 2015 from

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jop/article/view/1642/1738.

Nel/NDY. Situs Porno Kian Mengkhawatirkan (2012, 16 March). Kompas. .

http://tekno.kompas.com/read/2012/03/16/02354152/situs.porno.kian.mengkhawatirkan. Diakses pada tanggal 21 April 2015, pukul 9.33.

Nugroho, H & Kastaman. (2014). Pengaruh Media Sosial Facebook dalam Peningkatan Penjualan Bisnis Online. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST).

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.


(31)

21

Papalia, D, E. Old S, W & Feldman, R, D. (2008). human development psikologi perkembangan ed.9, Anwar, A, K (ed). Jakarta: Kencana

Peplau, A L. (2003). Human Sexuality: How Do Men and Women Differ ?. American Psychology Society. 12,2, 37-40.

Plutchik, R. (2001). The Nature of Emotions. American Scientist. 39. 344-390 Santoso, S. (2003). buku latihan SPSS statistik non parametrik. Jakarta: Elex Media

Komputindo.

Sugiyono. (2014). metodologi penelitian kuantitatif, kualitatif R&D. Bandung: Alfabeta. Scherer, K.R. (2000). Emotion. In Hewstone, M & Stroebe, W (Eds). Introduction to Social

Psychology: A European Perspectives (3rd ed, 151-191) Oxford: Blackwell.

Taphia, M, Dkk. (2006). A Validation of The Emotional Intelligence Inventory. Psicothema, 18, 55-58.

Thowig, P M & Crosby, M J. (2010). Acceptance and Commitment Therapy as a Treatment for Problematic Internet Pornography Viewing. ELSEIVER, 10. 1016

Ulinnuha, M. (2013). Melindungi Anak dari Konten Negatif Internet: Studi terhadap Peramban Web Khusus Anak. SAWW, 8 (2).

Umi, M. (2014). Problem-Problem, Strategi Coping dan Resiliensi Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negri Yogyakarta. Skripsi : UNY

Universitas Muhammadiyah Malang. Retrieved October 15, 2015, from

http://www.umm.ac.id/id/page/010401/kampus.html

Wahyuningsih, M. (2012). Kecanduan Pornografi Lebih Merusak Otak Daripada Narkoba. Wallace, E & Rajamampianina, R. (2005). Strategic Decision making With Corporate

Emotional Intelligence. Problems and Perspectives in Management, 3, 83-91.

Weiss, R & Schneider, J. (2006). Untangling The Web. United States of America: Alyson Published.

Widiatmoko, T, M. (2007). Perilaku Agresif pada Komunitas Scooter ditinjau dari Kecerdasan Emosional. Skripsi UNIKA: Semarang.

Whitbourne, K, S. (2014). How Women Get Addicted to Cybersex. Retrieved March 1, 2016, from https://www.psychologytoday.com/blog/fulfillment-any-age/201408/how-women-get-addicted-cybersex

Young, K. (2008). Internet Sex Addiction : Risk Factors, Stages of Development, and Treatment. American Behavioral Scientist, 52, 21-37.

Zeev, B A. (2008, November 28th ). Is Sexual Desire An Emotion?. Retrieved October 15, 2015, from https://www.psychologytoday.com/blog/in-the-name-love/200811/is-sexual-desire-emotion


(32)

22

LAMPIRAN 1

( SKALA

TRY-OUT

KECERDASAN EMOSIONAL DAN


(33)

23 FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG Jl. Raya Tlogomas 264 Malang 65144

Telp. 0341-464318

Asslamu’alaikum, wr.wb

Saya Rosdiana Arifani (201210230311351) mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, yang sedang melaksanakan penelitian untuk penyusunan skripsi. Sehubungan dengan itu saya mengharapkan kesediaan saudara/saudari untuk memberikan data untuk penelitian saya dengan mengisi skala ini. Perlu diketahui:

1. Pengisian skala ini hanya akan digunakan untuk kepentingan ilmiah dan tidak digunakan untuk keperluan lain, sehingga

semua data yang diberikan akan dijaga kerahasiannya. 2. Pilihlah jawaban sesuai dengan keadaan diri Anda yang

sebenar-benarnya, karena semua jawaban yang Anda pilih

tidak terdapat jawaban benar atau salah, semua jawaban yang Anda pilih adalah baik.

3. Jika saudara/saudari membutuhkan penjelasan dapat menghubungi email rosdiana.fani@gmail.com. Atas kesediaan dan kerjasama saudara/saudari saya ucapkan terimakasih.

Wassalamu’alaikum wr. Wb

Identitas Diri :

Nama (inisial) :

Usia :

Jenis Kelamin :

Jurusan :

Keterangan :

SS : Sangat Sesuai S : Sesuai

TS : Tidak Sesuai

STS : Sangat Tidak Sesuai

Isilah kolom yang tersedia pada tabel dengan memberikan tanda

checklist () pada kolom jawaban yang Anda pilih.

No Pernyataan STS TS S SS

1. Saya mengetahui diri saya ketika dalam kondisi kesal dan marah. 2. Saya tidak tahu dengan pasti

alasan saya marah.

3. Jika saya sedang marah, saya akan diam dan menenangkan diri.


(1)

102

101 Rozz Imp 3 2

102 Hujansor 3 2

103 Boy 1 2

104 FN 3 1

105 EDR 1 3

106 C 2 1

107 AHN 2 2

108 F2 1 1

109 M.Sugara 1 2

110 I 2 3

111 MNHM 2 3

112 Dj Zan 2 1

113 Inggit 1 3

114 Dyana 2 2

115 Windy 2 1

116 Romi 1 2

117 Irawan S 1 3

118 N4 3 1

119 S 1 1

120 Putri2 1 2

121 R3 2 3

122 RS 3 1

123 Sygkm 2 2

124 YN 3 1

125 Maghfuro 1 3

126 Feby 2 1

127 WN 3 1

128 Selvi 2 2

129 PR 3 3

130 Mawar 3 1

131 Ridia 1 2

132 John 3 1

133 Samuel 3 2

134 Junai 1 3

135 A4 3 1

136 KEE 2 1

137 VDS 3 1

138 EMU 1 1

139 C2 3 1

140 N5 3 2

141 YN 3 1

142 Dika SP 3 3

143 J 1 3

144 DW 1 2

145 Ratna 1 1

146 IY 2 2

147 FY 3 1

148 AMY 2 1

149 Mega 1 3

150 LS 2 1

151 Dodik H 2 3

152 AM 1 1

153 P 2 1

154 Wukufiat 1 2

155 Nisa 2 1

156 Innayatu 2 1

157 C 3 1

158 Bunga 1 3

159 W 3 1

160 FS 3 3

161 kika 1 1

162 Tri Anja 3 2

163 Mita 3 1

164 Heri S 1 2

165 Rose 2 2

166 DA 2 1

167 IA 1 1

168 AH 2 1

169 Syalindr 3 2

170 Ichabell 2 1

171 LN 2 1

172 Dwiki 2 2

173 Pratomo 1 3

174 GA 1 3

175 B4 1 2

176 A2 2 3

177 Devi Rah 3 1

178 ASP 3 3

179 B5 3 3

180 Suci 1 2

181 FBR 1 3

182 Syekh Pu 2 3

183 RL 2 3

184 Anifah 2 2

185 Iqbal 2 2

186 W 3 3

187 Konyo 2 3

188 Nasrul 3 3

189 Ulil 3 3

190 Ndut 2 1

191 B6 2 3

192 Aji 3 3

193 MV 2 2

194 NZ 2 2

195 R4 1 2

196 D5 2 2

197 Abdur Ra 1 3

198 MR 1 2

199 Moch. Re 2 3


(2)

103

201 A.L 1 3

202 SS 1 1

203 LI 1 1

204 Ilfantri 2 2

205 Amel 2 1

206 Zulvani 2 3

207 Wawan 3 3

208 D 3 2

209 CNR 2 2

210 R 3 3

211 Dana 3 3

212 DEH 2 1

213 Umi 2 3

214 X 2 1

215 Yuli 2 1

216 Joy 1 3

217 Ovdyer 1 1

218 PEP 2 3

219 G 1 2

220 I 2 2

221 Rendy TB 1 3

222 NH 2 3

223 A 3 1

224 Iqbal 2 2

225 Titah NN 1 2

226 Indah 2 2

227 Erik Ary 3 2

228 N 1 2

229 Ahmad Lu 1 3

230 Bunga2 3 1

231 Nufa J 2 1

232 KEF 1 3

233 Andi 1 3

234 Ema 2 1

235 AD 3 1

236 Yudha 1 2

237 Sonya 2 1

238 Randy 2 1

239 RRA 1 2

240 RA 3 1

241 Ravi Eka 1 2

242 Robert 3 2

243 D4 2 3

244 DA 2 3

245 AS 1 3

246 MRA 1 3

247 Lee Haru 2 2

248 NS 1 2

249 MFA 3 3

250 A 1 2

251 Zaldi 3 3

252 Kambang 3 1

253 Indrud 1 3

254 GH 1 3

255 Teteb 2 3

256 BMBG 3 3

257 FPW 3 2

258 DFA 3 2

259 Putri 3 2

260 RT 2 3

261 M2 1 2

262 El Rey 3 3

263 TOM 1 2

264 Sutedjo 2 3

265 NDR 2 2

266 M Fajar 1 2

267 Susi 1 2

268 H 2 3

269 Rhian 1 2

270 RB 1 3

271 Adus 2 2

272 Hana 3 2

273 GS 3 1

274 GP 2 3

275 ARH 1 3

276 AMF 2 3

277 NU 1 3

278 IPM 2 1

279 Dadamn 3 2

280 TPP 2 2

281 AT 1 3

282 TYR 1 2

283 Global 2 2

284 ADZ 1 3

285 AM 2 2

286 Mita W 2 2

287 EKA 3 3

288 Tria 1 3

289 Riskiyan 3 3

290 YGE 1 3

291 Tria 1 3

292 Fena 3 1

293 AFN 2 1

294 AN 2 3

295 CA 3 1

296 Aji 2 3

297 S 1 2

298 KAH 3 1

299 AD 2 2


(3)

104

301 DEH 2 3

302 KM 2 3

303 MI 2 3

304 N3 2 1

305 B5 1 3

306 RA 1 3

307 A2 3 2

308 HA 3 1

309 Dhila 2 2

310 YR 1 3

311 MS 2 2

312 AH 3 1

313 PYA 3 2

314 RK 3 1

315 SKZ 2 1

316 P 3 1

317 A6 1 1

318 AH 2 3

319 SA 1 1

320 ARL 2 2

321 IA 3 1

322 L 3 1

323 R 1 1

324 A 1 1

325 EKM 2 1

326 Aldo Soe 2 3

327 Son of a 2 3

328 RF 1 3

329 Rizal RH 2 2

330 Tono 1 3

331 Ami 1 1

332 Mawar Hi 1 2

333 MUSTACHE 1 3

334 Adri 3 3

335 JS 3 3

336 Yusuf 3 2

337 DM 1 1

338 DA 2 1

339 Lastoro 2 2

340 IU 1 1

341 HN 1 1

342 Robi 3 3

343 SNPM 1 2

344 Sofyan 2 2

345 yusuf2 2 2

346 Prof 3 1

347 Santi 3 1

348 RN 1 1

349 Melati 1 1

350 Zeus 1 3

351 RAR 2 3

352 MAR 1 3

353 Hamba Al 1 2

354 RAS 1 3

355 Q 2 3

356 AA 1 3

357 RIF 1 3

358 BRM 1 3

359 R4 3 2

360 Doyok 1 3

361 RJT 1 3

362 R 1 3

363 H 2 3

364 IK 1 2

365 DSI 1 1

366 Islami 1 1

367 Z 1 2

368 Seno 1 2

369 AF 1 3

370 Amha 2 1

371 Anonym 2 3

372 Whincest 2 3

373 R 1 2

374 SDZ 1 3

375 I 1 2

376 Sandy 1 2

377 Yoyot 3 3

378 D 3 3

379 K 3 3

380 Joseph 1 1

381 SMR 1 2

382 Ary Panj 2 3

383 Desy 1 3

384 Hari 3 2

385 RB 1 2

386 AA 1 3

387 Risky Ez 1 2

388 M2 2 3

389 A2 3 1

390 TU 1 1

391 N 2 2

392 Baekhyun 1 2

393 Rere 1 3

394 MRA 1 2

395 a 1 2

396 H 3 2

397 LAH 2 1

398 DTA 3 2

399 Yonif H 2 3


(4)

105

401

Bunga2

2

1

402

AMR

1

2

403

Yolanda

3

1

404

MM

1

3

405

a2

1

1

406

wahid

3

1

407

Fahmi H

1

1

408

A Hafid

1

2

409

Bahtiar

3

3

410

F

2

2

411

AM

2

2

412

N

3

2

413

Alif

3

2

414

MA

1

2

415

Rakyat J

1

3

416

IK

3

2

417

NF

3

1

418

Mas Anca

3

3

419

A

3

2

420

kosong

3

3

421

KO

1

3

422

Zakky

1

2

423

M

2

3

424

Rini

2

2

425

FS

1

2

426

Jarwo

2

2

427

Rian

2

3

428

KF

3

1

429

Hendrik

2

2

430

ECL

1

1

431

Bunga ma

1

3

432

Maya Avi

1

3

433

Udin

1

2

434

DRP

2

1

435

PR

2

3

436

Nabilah

3

2

437

Nur

2

2

438

Vella

2

2

439

Ilham

3

2

440

Lusiawan

3

2

441

Mita

3

2

442

D5

2

2

443

T2

2

1

444

Adul

1

3

445

M sidik

3

3

446

Phea

1

3

447

DM

3

1

448

Dirassa

1

2

449

Deddy

3

3

450

la aldy

2

3

451

RA

2

1

452

Aulia

3

1

453

R

2

2

454

Andy Azw

1

3

455

AND

2

3

456

Deigha

2

2

457

H

2

3

458

Feby

1

2

459

Rosa

2

1

460

Muklis

2

3

461

Oc

2

1

462

adib

1

2

463

octavian

1

2

464

Ilmalhaf

2

2

465

ANM

1

1

466

Fanizal

3

3

467

Paijo

3

2

468

kosong

3

2

469

Agus

2

3

470

Iqbal

3

1

471

SF

3

1

472

RB

1

3


(5)

106

E.

PEHITUNGAN RATA-RATA SKALA BERDASARKAN JENIS KELAMIN

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KE 238 30 84 67.09 7.487

CS 238 26 100 35.74 12.304

LakiKE 235 44 88 66.65 8.332

LakiCS 235 26 100 48.40 13.651

Valid N (listwise) 235

F.

PERHITUNGAN RATA-RATA SKALA BERDASARKAN FAKULTAS

a.

Skala Kecerdasan Emosional

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

Kecerdasan_Emosional * Fakultas 473 100.0% 0 0.0% 473 100.0%

Report

Kecerdasan_Emosional

Fakultas Mean N Std. Deviation

Psi 68.00 44 6.506

FIKES 67.50 38 6.993

FAI 67.83 23 6.665

FKIP 66.78 63 9.925

FEB 67.54 67 6.507

FISIP 66.79 57 7.262

Kedokteran 67.15 33 7.726

Tekhnik 63.44 62 7.997

FPP 67.38 39 9.255

Hukum 68.04 47 8.199


(6)

107

b.

Skala

Cybersex

Statistics

CSPsikologi CSfikes CSfai CSfkip CSfeb CSfisip CSkedokteran CSteknik CSfpp CShukum N

Valid 44 38 23 23 67 57 33 62 39 39

Missing 196 202 217 217 173 183 207 178 201 201

Mean 39.32 34.74 35.57 35.57 45.07 47.47 42.00 46.71 39.97 39.97

G. OUTPUT KORELASI

Correlations

Kecerdasan_E mosional

Cybersex

Spearman's rho

Kecerdasan_Emosional

Correlation Coefficient 1.000 -.144**

Sig. (2-tailed) . .002

N 473 473

Cybersex

Correlation Coefficient -.144** 1.000

Sig. (2-tailed) .002 .

N 473 473