Kedudukan panitera pasca amandemen UU NO.7 Tahun 1989 tentang peradilan agama : studi kasus pengadilan agama jakarta Selatan

(1)

Disusun oleh:

Muzdalifah 106044201470

KOSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWALUL SYAKSYIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2009/1430H


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

D. Metodoligi Penelitian E. Review Studi Terdahulu F. Sistemtika Penulisan

BAB II PENGERTIAN, SYARAT DAN WEWENANG PANITERA A. Pengertian Panitera dan Sekretaris

B. Tugas-tugas panitera dan Sekretaris

C. Syarat-syarat sekretaris dan panitera menurut UU no 3 tahun 2006 D. Perbedaan tugas sekretaris dan panitera


(3)

B. Sejarah singkat berdirinya C. Struktur Organisasi

D. Tugas-tugas pejabat pengadilan

BAB IV ANALISI UU No 7 Tahun 1989 SETELAH DIAMANDEN

A. Proses Lahirnya UU No 3 Tahun 2006

B. Perubahan Penting Dalam UU No 3 Tahun 2006 C. Analisis Penulis

BAB V KESIMPULAN, PENUTUP DAN SARAN SARAN DAFTARA PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN Undang-undang No 7 tahun 1989

Undang-undang No 3 Tahun 20006 amanadmen UU no 7 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama

Hasil wawancara


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta , 03 April 2010

MUZDALIFAH

NIM:106044201470


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Maha Pencipta dan Maha Penguasa alam semesta yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis terutamanya dalam rangka penyelesaian skripsi ini. Sholawat serta salam kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW serta keluarga, para sahabat baginda yang telah banyak berkorban dan menyebarkan dakwah Islam selama ini, menyelamatkan umat dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang.

Skripsi ini ditulis dalam rangka melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar strata satu (S.1), dalam jurusan Ahwal Syakhshiyyah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul : “KEDUDUKAN PANITERA PASCA AMANDEMEN UNDANG-UNDANG NO 7 TAHUN 1989 (studi kasus Pengadilan Agama Jakarta Selatan ).

Untuk menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung dan tidak langsung yang terlibat dalam proses menyiapkan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan penghargaan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Amin Suma M.A, S.H, MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.


(6)

2. Drs. Basiq Djalil S.H, M.H, Drs. Kamarusdiana S.Ag, M.A, masing-masing selaku ketua jurusan dan sekretaris jurusan Ahwal Syakhshiyyah yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis.

3. Dr. J.M. Muslimin MA. Ph.d selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam rangka menyiapkan skripsi ini. Terima kasih juga atas segala kesabaran dalam memberi arahan dan masukan kepada penulis hingga skripsi ini bisa terselesaikan tepat pada waktunya.

4. Para Narasumber dan staff lembaga Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang telah memberikan penulis izin dan membantu meluangkan waktunya untuk melaksanakan observasi dan wawancara selama penulis mengadakan penelitian khususnya Bapak Drs. Moh Tufiki selaku Panmud Hukum, Bapak Drs. Yasardin ,S.H., M.H. Selaku wakil ketua pengadilan , dan Bapak Harisman , SHI selaku Staff Admiistrasi Umum

5. Kepada Pembimbing Akademik Bapak KH. A. Juani Syukri, Lc, MA., yang telah memjadi pembimbing dengan segenap perhatian dan waktunya.

6. Seluruh staff pengajar (dosen) jurusan Ahwal Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum yang telah banyak menyumbang ilmu dan memberikan motivasi sepanjang penulis berada di sini. Selain itu, para Pimpinan dan staff Perpustakaan baik Perpustakaan Utama maupun Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.


(7)

7. Ibunda Hj. Djubaedah dan ayahanda H. Mundari tercinta yang telah merawat dan mengasuh serta mendidik dengan penuh kasih sayang dan memberikan pengorbanan yang tak terhitung nilainya.

8. Buat Ari amigar yang telah menjadi teman terbaik disetiap waktu penulis , serta dukungan dan perhatiannya agar senantiasa tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Buat kakak , abang , adik penulis yang telah memberikan inspirasi kepada penulis agar bisa tetap bertahan dalam menyongsong cita –cita penulis.

10. Teman-teman senasib dan seperjuangan Administrasi Keperdataan Islam angkatan 2006. Emma, Tyka, Tya, Reduk, Noor Lutfi, Hilma, Risna, Hasunah, Toty, Yeni, Isma, Sariba, muca , ipan, oji , dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberi senyuaman dan tawa dalam hampir empat tahun ini , semoga persahabatn ini tidak habis oleh waktu.

Kepada semua pihak yang telah banyak memotivasi dan memberi inspirasi kepada penulis untuk mencapai kejayaan yang diimpikan dan yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, moril maupun materil sehingga terselesainya skripsi ini. Hanya ucapan terima kasih yang penulis haturkan semoga segala bantuan tersebut diterima sebagai amal baik disisi Allah SWT. Dan memperoleh pahala yang berlimpah ganda (amin).


(8)

iv

Maka akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, khususnya pembaca pada umumnya.

-Amin Ya Rabbal A’lamin-

Jakarta, 03 April 2010

MUZDALIFAH

NIM: 106044201470


(9)

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metodologi Penelitian ... 9

E. Review Studi Terdahulu... 12

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II PENGERTIAN , SYARAT, WEWENANG PANITERA DAN SEKRETARIS A. Pengertian Panitera dan Sekretaris... 19

B. Tugas Tugas Panitera dan Sekretaris ... 29

C. Syarat Syarat Sekretaris dan Panitera Menurut UU No 3 Tahun 2006 ... 36

D. Perbedaan Tugas Sekretaris dan Panitera ... 40

E. Wewenang Sekretaris dan Panitera... 42


(10)

SETELAH DIAMANDEMEN

A. Proses Lahirnya UU No 3 Tahun 2006 : ………… ... 47 1. Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan ... 47 2. Tahap- Tahap pembentukan UU No 3 Tahun 2006 ... 50 B. Perubahan Penting Dalam UU No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan

Agama ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 44

UU NO 3 TAHUN 2006 TENTANG PA DI PAJS

A. Pengadilan Agama Jakarta Selatan Menggunakan Struktur Organisasi Sebelum Diamandemen ... 67 B. Faktor Yang Melatar Belakangi Pengadilan Agama Jakarta Selatan Belum Mengaplikasikan Pasal 44 UU NO 3 Tahun 2006 ... 70 C. Analisis Penulis ... 72

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 81 B. Saran-Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ……….. 84

LAMPIRAN


(11)

vii

……… 88

Kedua : Pedoman wawancara ... 118

Ketiga : Hasil Wawancara ... 119

Keempat : Keterangan Telah Melakukan Wawancara di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ... 124

Kelima : Lembar Pengesahan Tim Penguji Proposal Skripsi ... 125

Keenam : Lembar Permohonan Pembimbing Skripsi ... 126


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Peradilan Agama adalah sebutan (literature) resmi bagi salah satu diantara empat lingkungan Peradilan Negara atau Kekuasaaan Kehakiman yang sah di Indonesia. Tiga lingkungan Peradilan Negara lainnya adalah Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan dalam Undang-Undang yang baru kini yakni Undang-Undang No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman ditambah dengan Mahkamah Konstitusi.1

Peradilan Agama adalah salah satu Peradilan Khusus di Indonesia. Dua Peradilan Khusus lainnya adalah Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Dikatakan Peradilan Khusus karena Peradilan Agama mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu. Dalam hal ini Peradilan Agama hanya berwenang dibidang perdata tertentu saja, tidak termasuk bidang pidana dan hanya untuk orang islam pula di Indonesia.2

1

A. Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 9 2


(13)

Peradilan Agama adalah Peradilan islam di Indonesia, sebab dari jenis-jenis perkara yang ia boleh mengadilinya, seluruhnya adalah perkara menurut agama islam. Dirangkaikannya kata-kata “Peradilan islam” dengan kata-kata “ di Indonesia” adalah karena jenis perkara yang ia boleh mengadilinya tersebut tidaklah mencakup segala macam perkara menurut Peradilan islam secara universal. Tegasnya , Peradilan Agama adalah Peradilan islam limitatif, yang telah disesuiakan

(dimutatis muntandiskan) dengan keadaan di Indonesia.3

Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa “ Kekuasaan Kehakiman” atau “ Badan Kehakiman” dengan “ Badan Peradilan”. Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang No 4 tahun 2004 berbunyi tentang Kekuasaan Kehakiaman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Agung.

Masing-masing lingkungan Peradilan terdiri dari tingkat pertama dan tingkat banding. Yang semuannya berpuncak kepada Mahkamah Agung, artinya dibidang memeriksa dan mengadili perkara , maka susunan badan-badan Peradilan di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Lingkungan Peradilan Umum adalah Pengadilan Negeri (PN) Pengadilan Tinggi (PT), dan Mahkamah Agung (MA)

3

Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, ( Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2006), h.6


(14)

2. Lingkungan Peradilan Agama adalah Pengadilan Agama (PA), Pengadilan Tinggi Agama (PTA), dan Mahkamah Agung (MA)

3. Llingkungan Peradilan Militer adalah Mahkamah Militer ( MAHMIL), Mahkamah Militer Tinggi (MAHMILTI), Mahkamah Militer Agung (MAHMILGUNG), dan Mahkamah Agung.

4. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), dan Mahkamah Agung (MA)

5. Adapun Mahkmah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, keputusannya bersifat final.4

Sistematika Undang-Undang Peradilan Agama No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama , terdiri menjadi 7 bab dan 108 pasal dalam sistematik berikut: bab I tentang ketentuan umum bab II sampai bab III mengenai susunan dan kekuasaannya, bab IV ketentuan peralihan, dan bab VII ketentuan penutup.5

Susunan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama diatur dalam UU No 7 Tahun 1989. Menurut ketentuan pasal 9 UU tersebut:

4

A. Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, h.132-133 5

Sulaikin Lubis, Hukum Acara Peradilan Agama di Peradilan Agama di Indonesia


(15)

(1) Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita.

(2) Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera dan Sekretaris.6

Unsur pimpinan terdiri atas ketua dan wakil ketua pengadilan. Unsur hakim anggota terdiri atas beberapa orang hakim. Jumlahnya pada masing-masing Peradilan Agama disesuikan dengan kelas pengadilan yang bersangkutan. Jumlah hakim pada Pengadilan Agama kelas 1-A lebih banyak dari pada jumlah hakim di Pengadilan Agama yang derajatnya lebih rendah. Unsur panitera dan sekretaris merupakan dua unsur dan fungsi yang berbeda, tapi tetap dijabat oleh pejabat yang sama. Selain unsur sekretaris dan panitera masih ada unsur lainnya yaitu wakil panitera, wakil sekretaris, panitera muda, panitera pengganti. Sedangkan juru sita merupakan unsur baru sepanjang sejarah Pengadilan Agama di Indonesia.7

Hakim, panitera pengganti, juru sita, dan juru sita pengganti merupakan pejabat fungsional di pengadilan tingkat pertama dari semua lingkungan peradilan. Ketua dan wakil ketua pengadilan, sekretaris dan panitera muda merupakan pejabat srtuktural. Dengan demikian di pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding

6

Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 190

7


(16)

terdapat dua jenis pejabat, yaitu pejabat fungsional dan struktural. Pejabat fungsional merupakan “ tenaga inti” dalam melaksanakan Kekusaan Kehakiman dalam lingkungan Peradilana Agama. Pejabat struktural menjadi “ tenaga penunjang”. Sedangkan wakil sekretaris dan staf sekretaris memberikan dukungan administratif

(teknis non yudisial dan administrasi umum) terhadap proses penegakan hukum dan keadilan.8

Pada tahun 2006 adanya perubahan hirarki di lingkungan Peradilan Agama dan terjadinya perkembangan mengenai bidang ekonomi syari’ah yang mana dikeluarkannya UU No.3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dalam pertimbangan hukum undang-undang ini disebutkan bahwa Peradilan Agama merupakan peradilan dibawah Mahkamah Agung. Bahwa ketentuan yang terdapat dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Maka, pada tanggal 30 maret 2006 dengan persetujuan DPR dan Presiden Republik Indonesia, ditetapkannya UU No 3 Tahun 2006. Dalam undang-undang yang baru ini terdapat 42 perubahan.9

8

Ibid, hal 190-191 9


(17)

Diantara perubahan pasal tersebut adalah pasal 1 Angka 32 mengenai perubahan pasal 44 UU No 3 Tahun 2006 menetapkan bahwa panitera Pengadilan Agama tidak merangkap sebagai sekretaris.

Isi dari UU No 7 Tahun 1989 pasal 44 itu berbunyi : panitera pengadilan merangkap sekretaris pengadilan.

Maka pada saat UU No 7 Tahun 1989 masih diberlakukan jabatan panitera dan sekretaris pengadilan diduduki oleh pejabat yang sama. Seharusnya karena UU tersebut sudah diamandemen maka jabatan panitera dan sekretaris pengadilan di jabat oleh orang yang berbeda.

Oleh karna itu, berangkat dari masalah yang sudah diuriakan diatas. Penulis ingin meneliti, pertama kenapa beberapa badan peradilan tingkat pertama masih banyak menggunakan struktur organisasi pengadilan berdasarkan Undang-undang No 7 Tahun 1989. Dimana seharusnya pengadilan tersebut menggunakan amandemen UU No 7 Tahun 1989 yaitu UU No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama? kedua, faktor yang melatar belakangi Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum mengaplikasikan UU No 3 Tahun 2006?, Ketiga, alasan Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum menggunakan struktur organisasi berdasarkan UU yang sudah diamandemen.

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas, penulis mengira bahwa perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam mengenai masalah tersebut


(18)

dengan mengangkat judul: “ KEDUDUKAN PANITERA PASCA AMANDEMEN UNDANG-UNDANG NO 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA (Studi kasus Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”.

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

I. Pembatasan masalah

Dalam pembatasan masalah ini, peneliti hanya akan membatasi penelitiannya dengan mencoba menjelaskan tentang perubahan Undang-undang No 7 Tahun 1989 menjadi Undang-undang No 3 Tahun 2006 serta pasal 44 yang terdapat dalam Undang-undang setelah amandemen. Dimana pasal tersebut membahas tentang perubahan jabatan panitera dan sekretaris yang sudah tidak lagi merangkap. Serta peneliti akan meneliti sekitar ruang lingkup pengadilan tingkat pertama saja yaitu pengadilan agama Jakarta Selatan.

II. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka peneliti akan merumuskan masalah. Rumusan tersebut penulis rinci pada pertanyaan sebagai berikut:

1. Kenapa panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan masih merangkap sebagai sekretaris pengadilan?


(19)

2. Faktor apa saja yang meyebabkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum mengaplikasikan undang undang No 3 Tahun 2006?

3. Apa alasan pertimbangan Ketua Pengadilan Jakarta Selatan masih menggunakan struktur organisasi berdasarkan UU No 7 Tahun 1989? C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

I. Tujuan Penelitian

Adapun hasil yang akan dicapai pada penulisan skripsi ini bertujuaan:

1. Mengetahui alasan Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengenai struktur organisasi yang masih berdasarkan undang-undang yang sudah tidak diberlakukan.

2. Mengetahui faktor penyebab beberapa badan peradilan agama di Indonesia khususnya pengadilan agama Jakarta Selatan belum mengaplikasikan amandemen UU No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama.

3. Memperbanyak karya tulis untuk mengaplikasikan ilmu yang bermanfaat untuk semua golongan.


(20)

II. Manfaat penelitian

Manfaat dari penulisan ini adalah:

1. Terciptanya badan peradilan yang terorganisir dengan baik

2. Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar S1 dalam bidang hukum islam.

3. Sumbang sih kepada masyarakat dalam memberikan pemahaman untuk bisa mencari keadilan pada lembaga yang mulia.

4. Meningkatkan kualitas penulis dalam membuat karya tulis.

D. METODE PENELITIAN

I. Pendekatan dan jenis penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan yang bersifat empiris ( yuridis sosiologis). Istilah lain yang digunakan pada penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dnegan penelitian lapangan. 10

Penelitian hukum sosioligis adalah untuk mengetahui bagaimana hukum itu dilaksanakan termasuk proses penegakan hukum ( law enforcement). Karena

10

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek , ( Jakarta , Sinar Garfika, 2002 ) h.17&18


(21)

penelitian jenis ini dapat mengungkap permasalahan-permasalahan yang ada dibalik pelaksanaan dan penegakan hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diaplikasikannya Undang-Undang No 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama di Pengadilan Agama Jakarta-Selatan.11

Dan dilihat dari sudut bentuk maka penelitian ini juga bisa dinamakan penelitian perskriptif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai dengan keadaan/fakta yang ada. Keadaan yang ada adalah bahwa telah diamandemenkanya UU No 7 Tahun 1989 tentang jabatan panitera yang tidak merangkap sebagai sekretaris. Akan tetapi fakta yang ada bahwa belum diaplikasikannya UU tersebut oleh Pengadilan Agama Jakarta-Selatan. 12

II. Sumber data

Pada penelitian empiris ini data-data yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah berupa data: 13

a. Data primer : atau juga disebut dengan data dasar. Yakni data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan. Dapat berupa hasil wawancara dengan para

11

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004 ) h. 134& 135

12

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Peraktek, h. 9 13


(22)

pihak di Pengadilan Agama Jakarta Selatan terutama Ketua Pengadilan, dan para pejabat pengadilan lainnya.

b. Data sekunder : yaitu bahan bahan yang dapat dijadikan rujukan dalam penelitian yakni berupa, buku-buku hukum yang berkaitan dengan masalah misalnya seperti buku Peradilan Agama di Indonesia, Kepaniteraan di Peradilan Agama , Hukum Acara Peradilan Agama dan lain sebagainya. Kumpulan Peraturan Perundangan-undangan khususnya peraturan-peraturan yang ada dalam Pengadilan Agama tersebut, undang-undang tentang Peradilan Agama. Artikel-artikel yang berkaitan dan lain-lain yang ada relevansinya dengan penelitian ini.

c. Data tertier ; mungkin peneliti akan memasukkan bibiografi atau berupa kamus dan lain-lainnya. Misalnya kamus hukum, bibliografi ataupun letak geografis pengadilan. Data tertier ini hanya sebagai bahan pelengkap saja.14

III. Jenis data

Jenis data yang akan digunakan oleh peneliti adalah data kualitatif yaitu pemikiaran , makna, cara, pandang manusia mengenai gejala-gejala yang menjadi

14

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauaan Singkat


(23)

fokus penelitian. Makna pemikiran dan sebagainya adalah satuan gagasan bukan sebuah gejala.15 Dalam hal ini data yang dikumpulkan berbentuk moografis sehingga tidak dapat disusun kedalam suatu struktur klasifikasi. Data ini berasal dari hasil wawancara para pejabat Pengadilan Agama Jakarta-Selatan khususnya adalah Ketua Pengadilan.

IV. Teknik pengumpulan data

Dalam hal teknik pengumpulan data peneliti akan menggunakan teknik studi kepustakaan/studi dokumen( documentary study)16 yakni menelusuri buku-buku dan literatur yang sudah dikemukakan sebagai sumber data primer di perpustakaan yang tersedia dan tersebar diwilayah-wilayah. Selain pengumpulan data dengan menggunakan study kepustakaan peneliti juga akan menggunakan teknik wawancara dengan para pejabat pengadilan yang terkait dengan permasalahan.17

V. Teknik pengelolahan data

Teknik pengelolahan data hasil pengumpulan data dilapangan akan di edit. Dirapihkan mana yang perlu dimasukkan dalam hasil laporan penelitian, lalu di olah

15

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta:Rineka Cipta, 1998)h. 57 16

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004)h.64

17


(24)

dengan menyusun dengan rapih dan benar serta diklasifikasi dengan berdasarkan permasalahan dan jawabannya.18

VI. Teknik analisis data

Teknik analisis data lazimnya dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan berpedoman pada tipe dan tujuan dari penelitian. Teknik analisis ini akan dilakukan dengan memaparkan semua hasil data-data yang diperoleh dan dikumpulkan lalu dianalisa oleh peneliti dengan bentuk deskriptif yang pastinya menggunakan bahas baku dan bahsa penulis sendiri.

VII. Teknik penulisan skripsi

Teknik penulisan skripsi ini peneliti berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Syariah dan hukum, cet ke-1 tahun 2007. Serta menggunkan deskriptif analisis dan selanjutnya dibuat kesimpulan atas permasalahan yang diteliti oleh peneliti.

E. REVIEW STUDI TERDAHULU

Sebelum menentukan judul propsal penulis melakukan review studi terdahulu, dalam hal ini peneliti meringkas skripsi-skripsi yang ada kaitannya dangan permasalahan judul skripsi penulis. Adapun skripsi-skripsi tersebut adalah:

18

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2003)h. 129&130


(25)

Kewenangan Peradilan Agama terhadap sengketa hak milik pasca diundang-udangkannya undang No 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (analisis yuridis terhadap Undang-undang No 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undnag No 7 Tahun 1989 tentangPeradilan Agama), oleh A. Baqi (105044101355)

Skripsi ini menerangkan tentang kewenangan Peradilan Agama dalam sengketa hak milik berdasarkan pasal 50 setelah diberlakukannya UU No 3 Tahun 2006 tentang perubahan UU No 7 Tahun 1989. Yang subyek sengketanya oleh sesama muslim wajib diselesaikan di Pengadilan Agama akan tetapi menurut skripsi ini tidak hanya orang islam saja yang bisa menyelesaikan sengketa hak milik di Pengadilan Agama akan tetapi orang atau badan hukum yang menundukan diri secara sukrela kepada hukum islam. Dan penambahan redaksi pada pasal 50 UU no 3 tahun 2006 .

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif untuk memahami fenomena yang dialami oleh subyek penelitian dan obyek penelitian dengan metode deskriptif dalam bentuk kata-kata. Sumber data penelitian ini adalah sumber data primer yaitu laporan hasil sidang. Sumber data sekundernya adalah buku-buku, tulisan yang terkait dengan permasalahan. Teknik pengumpulan datanya adalah dari bahan hukum, wawancara orang yang langsung terjun dalam pembahsan dan legalisasi UU terkait sertastudi dokumenter. Teknik


(26)

pengelolahan data yaitu dengan cara diolah, dianalisi dan diinterpretasikan untuk dapat menggali dan menjawab permasalah yang telah dirumuskan.

Perbedaan dari skripsi saya adalah bahwa skripsi tersebut ruang lingkupnya hanya pada kewenangan Peradilan Agama atas permasalahan sengketa hak milik.

Peranan hakim pengawas dan pengamat pada lembaga pemasyarakatan (cipinang)ditinjau dari hukum islam dan KUHAP. Oleh Achmad Fazrie

Skripsi ini menerangkan bahwa dengan ikut campurnya hakim dalam pengawasan dan pengamatan yang dimaksud, maka selain hakim dapat mengetahui sampai dimana putusan pengadilan itu tampak hasil baik dan buruknya pada diri masing-masing yang bersangkutan juga penting bagi bahan penelitian demi ketetapan dalam pemidanaan. Pelaksanaan tugas pengawasan dan pengamatan umum dilakukan oleh hakim. Hambatan pengawasan dan pengamatan tersebut antara lain:

a. Kesibukan hakim dalam menangani suatu perkara

b. Faktor kurangnya kesadaran akan tugas

c. Tidak disetiap wilayah itu ada lembaga pemasyarakatan

d. Faktor dana yang terbatas


(27)

f. Saran atau fasilitas pembinaan.

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yaitu dengan menggunakan penelitian lapangan (field research). Jenis datanya adalah kualitatif yakni analisanya diperoleh langsung dari hasil wawancara di lembaga pemasyarakatan cipinang. Sifat data termasuk pada sifat data deskriptif analisis yaitu untuk menggambarkan hakim sebagai pengawas dan pengamat pada lembaga pemasyarakatan ditinjau dari KUHAP dan Hukum islam. Penelitian kepustakaan

(library research) dengan mengupas dari KUHAP dan Undang-Undang Kehakiman No 4 Tahun 2004 . Sumber data : data primer dengan menggunakan data yang diperoleh langsung kepada pejabat dilingkungan pengadilan negeri dan lembaga pemasyarakatan di cipinang. Sumber data sekunder yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisa penulis dengan analisa kualitatif yang diperoleh dari bahan-bahan hukum primer yakni KUHAP, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan buku-buku umum, buku-buku-buku-buku islam serta beberapa buah ayat Al-Quran dan terjemahannya. Teknik analisa data dengan mengklasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis.

Skripsi tersebut sangat berbeda, titik perbedaan adalah pada kinerja pejabat peradilan yaitu hakim dan hakim pengawas saja.


(28)

Analisi Pasal 50 Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama mengenai sengketa perdata dan kaitannya mengenai kompetensi hukum islam terhadap hukum konvensional (BW). Oleh Rosita (0044119350)

Latar belakang pasal 50 UU No 7 Tahun 1989 dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu;

1. Konspirasi politik sebagai imbas kesinisan orang-orang nasionalis yang tidak menginginkan adanya nilai agama untuk masuk dalam tatanan negara

2. Pengaruh pendidikan sekuler yang secara tidak langsung menanamkan sebuah idiologi

3. Adanya pengaruh budaya sekuler yang menanamkan paradigma baru dalam wancana berfikir sebagian masyarakat. Implikasi akibat dari pasal 50 UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yakni merupakan pasal alternatif yang bersifat Qot’iu al-Wurud wa Dzoni Al-Dalalah. Dan pasal ini bersifat Absolut yang memiliki sifat yang Qot’iu Al-Wurud wa Dzoni Al-Dalalah. Dan ini merupakan penafian kompetensi dan kualifikasi hakim agama dan hakim di Pengadilan Umum.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan metode kepustakaan. Sumber utamanya adalah bahan hokum (kitab) seperti Al-Quran, hadist, kitab klasik, UU perdata barat, buku bacaan dan internet serta juga


(29)

menggunakan observasi lapangan atau menggunakan metode wawancara pada lembaga yang terkait dalam pembentukan dan pengaplikasian UU ini.

Perbedaan skripsi ini terletak pada bahwa skripsi ini adalah bentuk analisa dari UU No 7 Tahun 1989. Sedangkan skripsi saya mengkaji sistematika hukum yang terdapat dalam UU yang sudah diamandemen tersebut.

Peranan Pengadilan Agama dalam menentukan putus atau tidaknya perkawinan karna perceraiaan (studi kasus di Pengadilan Agama Jakarta-Selatan). Oleh Fakhrurrozi

Pada dasarnya Peradilan Agama tumbuh dan berkembang secara melembaga pada masyarakat di Indonesia. Selain itu Peradilan Agama adalah merupakan peradilan tingkat pertama untuk menyelesaikan dan memeriksa perkara antara orang-orang yang beragama islam, peradilan agama memiliki kewenangan yang absolut yaitu menerima , memeriksa dan menyelesaikan perkara dalam bidang-bidang tertentu sebagaimana yang termaktub dalam pasal 49 UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 bertujuan untuk melindungi kaum perempuan pada umumnya dan menjaga kelangsungan hubungan perkawinana yang harus selalu menjunjung tinggi. Perkara perceraian baik gugat cerai maupun cerai talak menimbulkan akibat hukum yang harus diselesaikan oleh Peradilan Agama. Perkawinan bukan hanya sebatas hubungan perdata saja akan tetapi merupakan


(30)

hubungan yang suci baik lahir maupun batin. Maka perceraiaan adalah hal yang sangat dibenci oleh islam.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian lapangan. Yaitu melalui data primer yang diperoleh melalui teknik wawancara. Data sekunder yang diperoleh dari beberapa buku atau tulisan artikel yang terkait dengan permasalahan. Penulisan penelitian in dengan cara deskriptif analisis yaitu, interview dan analisa.

Jelas sekali perbedaan yang terlihat pada skripsi tersebut. Skripsi tersebut membahas tentang peranan Pengadilan Agama atas kewenangan yang dimilikinya.

Dari review yang saya lakukan pada skripsi-skripsi ini jelas sekali bahwa penelitian yang akan peneliti lakukan berbeda. Didalam skripsi saya termasuk pada ruang lingkup pasal 44 Undang No 3 Tahun 2006 amandemen dari Undang-Undang No 7 Tahun 1989. Jadi sangat berbeda dengan berbeda dengan skripsi-skripsi diatas.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penyusunan penelitian ini ialah berformat kerangka teori out line dalam bentuk bab dan sub bab. Secara ringkas terurai dalam penjelasan berikut:


(31)

Bab kesatu berisi pendahuluan yang memuat latar belakang dari masalah yang diangkat oleh penulis. Juga terdapat pembatasan masalah agar terarah dan didampingi oleh perumusan masalah yang merupakan pokok permasalahan penelitian penulis. Tujuan dan manfaat penelitian akan diuraikan untuk lebih mengetahiu maksud dan tujuan dari penelitian ini. Metodologi penelitian adalah cara peneliti untuk menemukan kebenaran dalam penelitiannya dan sistematika penulisan penelitian .

Bab kedua memuat pembahasan mengenai pengertian panitera dan sekretaris. Lalu diuraikan secara luas atas tugas-tugas dari panitera dan sekretaris, perbedaan masing-masing tugas panitera dan sekretaris. Kemudian syarat-syarta yang kualifid untuk seorang panitera dan sekretaris menurut UU No 3 Tahun 2006 serta kewenangan kedua pejabat tersebut.

Baba ketiga adalah uraian penulis tentang profil pengadilan. Sejarah singkat berdirinya dan struktur organisasi serta tugas-tugas pejabat pengadilan.

Bab keempat yaitu analisis penulis atas UU No 7 tahun 1989 setelah diamandemen pada UU No 3 Tahun 2006. Yakni proses lahirnya UU No 3 Tahun 2006, perubahan penting dalam undang-undang serta analisis penulis Bab kelima merupakan bab terakhir berisi tentang kajian peneliti berupa kesimpulan dari penelitian serta saran-saran penulis dan penutup.


(32)

BAB II

PENGERTIAN , SYARAT, DAN WEWENANG PANITERA DAN SEKRETARIS

A. PENGERTIAN PANITERA DAN SEKRETARIS

Pengertian panitera adalah seorang pejabat yang memimpin kepanitraan. Dalam melaksanakan tugasnya panitera dibantu oleh seorang wakil panitera, beberapa panitera muda, beberapa panitera pengganti , dan beberapa juru sita. Panitera , wakil panitera, panitera muda , dan panitera pengganti pengadilan diangakat dan diberhentikan dari jabatannya oleh mahkamah agung.19

Kata panitera terdapat dalam bahasa Arab yaitu (ﺮﺸﻟا ﺎآ), sedangkan ( ا

ﻜﺤ ﻟاّﺮ

) artinya panitera pengadilan dan ( ّﺮ ﻟاﺔ ﺎ ﻻا ) artinya kepaniteraan.20 Apabila kita kroscek mengenai arti tersebut dalam kamus Arab , kata ( ﺎآ) berasal dari isim fail dari ( آ– -ﺎ آ-ﺎ ﺎ آ) yang berarti yang menyembunyikan rahasia, jadi kata (ﺮﺸﻟا ﺎآ) mempunyai arti sebagai sekretaris.21

19

Musthofa , Kepanitraan Peradilan Agama , ( Jakarta: Kencana, 2005), h. 22 20

Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab, h.636 21


(33)

Sedangkan menurut kamus hukum “panitera” mempunyai arti pejabat pengadilan yang bertugas membantu hakim dalam persidangan dan membuat berita acara sidang.22 Menurut etimologi ( bahasa) Belanda “panitera” adalah Griffer

sedangkan etimologi ( bahasa) Inggris clerk of the court.23

Pengertian panitera dan sekretaris juga terdapat dalam kamus besar bahasa Indonesia yakni panitera adalah pejabat kantor sekretariat pengadilan yang bertugas pada bagian administrasi, membuat berita acara persidangan dan tindakan administrasi lainnya. Sekretaris adalah orang ( pegawai, anggota , pengurus) yang diserahi pekerjaan tulis menulis, atau surat menyurat.24

Panitera pada pengadilan agama islam, seperti hal nya panitera peradilan umum, dapat memegang peranan yang sangat istimewa. Para panitera pengadilan agama seperti halnya pegawai administrasi lainnya, pada umumnya kurang mendapat pendidikan yang cukup dalam bidang hukum, tata organisasi maupun

22 C .S.T Ka nsil d a n C hristine S.T.Ka nsil, Ka m us Istila h Ane ka Hukum , (Ja ka rta :

Pusta ka Sina r Ha ra p a n ,2000),h.358

23 Ya n Pra m a d ya Pusp a , Ka m us Hukum Ed isi Le ng ka p b a ha sa Be la nd a ,

Ind o ne sia , Ing g ris., (Se m a ra ng :Ane ka Ilm u Se m a ra ng ,1977),h.405

24 De p a rte m e n Pe nd id ika n Na sio na l, Ka m us Be sa r Ba ha sa Ind o ne sia,


(34)

acara peradilan. Dalam peradilan agama islam di Indonesia, tidak jarang panitera ini memberikan petunjuk dan nasehat kepada pihak-pihak yang berperkara.25

Hakim harus menetapkan seorang panitera, karna dia membutuhkannya untuk mengingat tuntutan-tuntutan, bukti-bukti, dan pengakuan-pengakuan, sedangkan dia kesulitan untuk menulisnya sendiri, sehingga dia butuh dibantu oleh panitera. Panitera harus orang yang bersifat iffah, shaleh, memiliki kompetensi untuk memberikan kesaksian, dan mengetahui fiqih. Panitera harus duduk ditempat yang tulisan dan tindak tanduknya dapat diawasi oleh hakim untuk menjaga kehati-hatian. Panitera harus menyiapkan catatan khusus tentang tuntutan, berisi penjelasan tentang subyek tuntutan, penggugat, tergugat, saksi-saksi, dan pembelaan masing-masing orang yang berselisih26

Dalam sistem pembantu hakim di peradilan islam sesungguhnya diadakannya jabatan penulis dikarnakan beberapa penilaian bagusnya perangkat ini. Sebab hakim harus merenungkan, membandingkan, memecahkan, mempersiapkan dalil-dalil, dan hal-hal lain tentang pekerjaan akal dan perhatian. Sedangkan hakim akan memperhatikan dalam membukukan berbagai pendapat orang-orang yang berperkara

25 Da nie l S Le v, Pe ra d ila n Ag a m a Isla m Di Ind o ne sia Sua tu Stud i Te nta ng

La nd a sa n Po litik Le m b a g a -Le m b a g a Hukum, ( Ja ka rta : PT . Inte rm a sa ) h.147

26 Wa b a h Zuha ili, Al-fiq hul Isla m y Wa Ad illa tuhu jilid 6 ,(Da m a skus: Da rul Fikr,


(35)

(penggugat dan tergugat), saksi, hakim, dan lain-lain yang memungkinkan dipanggil ke pangadilan.27

Tidak diketahui kapan mulainya penambahan penulis bagi hakim dalam sistem peradilan islam ini. Seluruh dalil yang ditemukan dalam hal ini salah satunya, bahwa Abu Musa Al-Asy’ari sebagai hakim bagi Umar bin Al-Khatab ( yang pada waktu itu menjadi khalifah pada tahun 13H/534M dan meninggal tahun 23H/643M), dan ia memiliki penulis. Jadi pada waktu yang dini dalam sejarah peradilan islam telah dikenal penulis disamping hakim.28

Al Mawardi berkata, “ adapun bagi para hakim terhadap apa yang ditulis oleh penulis tersebut, maka dia diantara dua hal” adakalanya dia menyampaikan kepada penulis, sehingga ia menulis dari lafadznya, atau penulis menulis dengan kalimatnya sendiri dan hakim melihatnya atau membacanya setelah ditulisnya. Hakim mengajarkan kepadanya tentang khat dan bersaksi dengannya atas dirinya, agar dapat menjadi hujjah bagi kedua orang yang berperkara. Sedangkan penulis dalam hal ini menuliskan dua naskah, yang salah satunya dalam buku hakim, sedangkan yang lain diserahkan kepada yang menerima keputusan.

27 Sa m ir Aliya h , Nizha m Ad -Da ula h w a Al Q a d ha w a Al-‘ Urfi fi Al-Isla m,

Pe ne rje m a h Asm uni So liha n Za m a khsya ri (Be irut: AlMua ssa sa l AlJa m i’ iya h li Ad -Dira sa t, 1418H/ 1997M) h.405


(36)

Tentang penulis yang adil dalam masalah peradilan ini disebutkan dalam firman Allah:

☺ ☺

☺ ⌧ ⌧

☺ ⌧

⌧ ⌧


(37)

Artinya :Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia

menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan


(38)

bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Al- Baqoroh:282)

Catatan kecil yang terkandung dalam ayat tersebut bahwa apabila kalian tidak mendapatkan orang untuk menuliskan jaminan (borg), maka Allah memperbolehkan untuk meninggalkan jaminan. Disini bahwa dalam perkara muamalah penulis sangat dibutuhkan untuk terjaminnya muamalah yang baik. Dan ayat diatas pun menunjukkan bahwa perintah yang pertama merupakan petunjuk atas keberuntungan dan bukan kewajiban yang apabila ditinggalkan mendapatkan dosa orang tersebut.29

Asy-Syafi’iy berkata : “ perintah menulis di dalam ayat tresebut adalah jelas , yaitu dirumah dan diperjalanan. Dan Allah menyebutkan jaminan, apablia mereka dalam perjalan sedang mereka tidak menemukan penulis. Jaminan tersebut sebagai upaya pencegah bagi yang memiliki hak yaitu dengan dokumen. Sedangkan yang berhutang tidak lupa dan tetap ingat sehingga wajib atas mereka menulis (mencatat).30

Berdasarkan ayat ini kata penulis dapat diartikan sebagai panitera yang memang dari tugas panitera itu sendiri adalah mendampingi hakim dan mencatat

29

Imam Syafi’I Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Mukthasor kitab Al-Umm fi Al-Fiqh, (Beirut Lebanon: Darul Arqom bin Abil Arqom, ), h.78

30

Imam Syafi’I Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Hukum Al-Quran (Asy-Syafii dan Ijtihadnya) penerjamah Baihaqi Safi’uddin, (Surabaya : PT Bungkul Indah),h. 150


(39)

jalannya persidangan. Tidak saja ayat tersebut hanya dikaitan dengan proses muamalah antar manusia , akan tetapi bisa didampingi sebagai landasan hukum bagi peradilan islam.

Kepaniteraan pengadilan agama diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu kelas 1-A , kelas 1-B , kelas II-A , dan kelas II-B. Klasifikasi tersebut disesuikan dengan klasifikasi pengadilan agama. Sedangkan susunan organisasi kepaniteraan pengadilan agama terdiri 4 (empat) unsur , yaitu tiga unsur yang mencerminkan jabatan struktural dan satu unsur yang mencerminkan jabatan fungsional. Oleh karna itu , maka struktur organisasi kepaniteraan pengadilan agama kelas I-A terdiri atas: 1. Subkepaniteraan permohonan, 2. Subkepaniteraan gugatan, 3. Subkepaniteran hukum, 4. Kelompok tenaga fungsional kepaniteraan. Sedangkan susunan organisasi kepaniteraan pengadilan agama kelas I-B, kelas II-A, dan kelas II-B, terdiri atas: 1. Urusan kepaniteraan permohonan, 2. Urusan kepaniteraan gugatan, 3. Urusan kepaniteran hukum , 4. Kelompok tenaga fungsional kepaniteraan.31

Struktur kepaniteraan tersebut dapat dilihat dalam bagan dibawah ini:

31 C ik Ha sa n Bisri , Pe ra d ila n Ag a m a Di Ind o ne sia , (Ja ka rta : PT. Ra ja G ra find o


(40)

Susunan Organisasi Kepaniteraan Pengadilan Agama Kelas I A

Sub . Ke p a nite ra a n

Pe rm o ho na n

Sub . Ke p a nite ra a n

G ug a ta n

Sub . Ke p a nite ra a n

Hukum

Ke l. Fung sio na l Ke p a nite ra a n W. Pa nite ra

Pa nite ra

Pengertian sekretaris adalah seorang pejabat yang memimpin sekretariat. Wakil sekretaris pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh mahkamah agung.32 Dalam menjalankan tugasnya sekretaris dibantu oleh wakil sekretaris, dan beberapa kepala subbagian atau kepala urusan, yang berada dibawah dan tanggung jawab langsung kepada ketua pengadilan.33

Sebagaimana kepaniteraan, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 303 Tahun 1990, sekretaris pengadilan agama terdiri atas empat kelas yaitu:

32 Mustho fa , Ke p a nite ra a n Pe ng a d ila n Ag a m a , h. 22 33 C ik Ha sa n Bisri, Pe ra d ila n Ag a m a Di Ind o ne sia, h. 207


(41)

1. Sekretariat pengadilan agama kelas I-A 2. Sekretriat pengadilan agama kelas I-B 3. Sekretriat pengadilan agama kelas II-A 4. Sekretriat pengadilan agama kelas II-B.

Struktur organisasi sekretriat pengadilan agama kelas I-A sama halnya dengan struktur organisasi sekretariat pengadilan agama tinggi agama, terdiri atas subbagian umum, subbagian kepegawaiaan dan subbagian keuangan. Demikian halnya dengan pengadilan agama kelas I-B sama dengan struktur organisasi sekretariat pengadilan kelas II-A dan II B. Ia terdiri atas tiga urusan , yaitu urusan umum, urusan kepegawaian dan urusan keuangan.34

Struktur organisasi tersebut dapat dilihat dalam bagan dibawah ini:

Susunan Organisasi Sekretariat Pengadilan Agama Kelas I A

Sub b a g ia n Ke p e g a w a ia

Sub b a g ia n Ke ua ng a n W.Se kre ta ri Se kre ta ris

Sub b a g ia n Um um


(42)

Dalam kelembagaan politik era abasiyah, terdapat lembaga mazalim, dimana lembaga tersebut mengatur perkara perkara tertentu, menurut AL-Mawardi , peradilan mazalim harus menghadirkan lima elemen:35

1. Petugas keamanan dan pembantu (Al-humat dan a’wan)

2. Para qodi dan hakim untuk mengumumkan hal hal yangberkaitan dengan hak hak mereka dan pengetahuan tentang apa apa yang berjalan dalam majlis mereka.

3. Para ahli fiqih sebagai tempat bertanya mengenai masalah yang rumit 4. Penulis (sekretaris) yang mencatat perjalanan sidang dan hasilnya

5. Saksi saksi

Dapat terlihat dalam point 4 pada era tersebut sudah ditetapkan sekretaris sebagai penulis dalam jalannya persidangan. Dapat dimaknai elemen tersebut merupakan para petugas peradilan pada Era Abasiyah dalam lembaga mazalim.

Sekretaris diwan adalah orang yang bertanggung jawab atas diwan itu. Dan untuk menjabat tugas ini , seseorang harus memenuhih dua syarat , yaitu : memiliki

35 Ab u Ha sa n Ali b in Muha m m a d Ha b ib AL-Ba shria l Ba g hd a d i Al Ma w a rd i, AL


(43)

kredibilitas pribadi yang baik dan memiliki kompetensi untuk menjalankan tugas itu. Tugas yang harus ia lakukan ada 6 (enam hal ) yaitu:36

1. Mencatat aturan–aturan 2. Menagih pungutan Negara

3. Mencatat pembayaran yang telah ditunaikan 4. Memantau para pegawai Negara

5. Memecahkan permasalahn 6. Memeriksa kezaliman kezaliman

Jadi setelah diuraikan pengertian panitera dan sekretaris, dapat diketahui bahwa dari pengertian kedua tidak terdapat perbedaan yang kuat. Akan tetapi perbedaan tersebut terlihat dalam tugas tugas mereka serta wewenang masing-masing pejabat tersebut.

B. TUGAS TUGAS PANITERA DAN SEKRETARIS

Berdasarkan bagan struktur organisasi diatas tugas panitera dapat dipisahkan sebagai berikut:

36

Imam Mawardi , Al Ahkamus-Sulthaaniyyah Wal Wilaayaatud-diiniyyah, (Beirut: Al Maktab Al-Islami, 1996M/1416H), h.124


(44)

1. Tugas panitera bidang administrasi; Panitera dibantu wakil panitera dan beberapa panitera muda (Panmud Hukum, Panmud Permohonan, dan Panmud Gugatan). Admnistrasi dibagi menjadi 2:

a. Administrasi umum( panitera dibantu oleh sekretaris) b. Administrasi perkara (panitera dibantu oleh wakil panitera).

2. Tugas panitera untuk mengikuti dan mencatat jalannya persidangan ; Dalam bidang untuk mengikuti jalannya persidangan, panitera yang berhalangan yang mengikuti persidangan digantikan oleh panitera pengganti sebagai pejabat yang mengikuti dan mencatat jalannya persidangan.

3. Tugas panitera dalam pelaksanaan /eksekusi perkara perdata ; Sebagai pejabat yang melaksanakan putusan (eksekusi) perkara perdata, panitera hanya mempunyai hubungan dengan ketua pengadilan agama untuk melaksanakan perintah yang diwujudkan dalam bentuk penetapan ketua pengadilan agama, dan dalam hal berhalangan akan digantikan oleh jurusita dengan panitera bertanggung jawab kepada ketua pengadilan agama.37

37 Ad un Ab d ulla h Sya fi’ I, Pe ra n Pa nite ra Da la m Pe ra d ila n Ag a m a, ( Ba nd ung :


(45)

Nampak bahwa panitera dan sekretaris memiliki tugas-tugas yang diklasifikasikan berdasarkan jabatan masing-masing, tugas tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1. Panitera

Panitera Pengadilan Agama bertugas:38

a. Menyelenggarakan administrasi perkara dan mengatur tugas panitera , panitera muda, dan panitera pengganti.

b. Membantu hakim dengan menghadiri dan mencatat jalannya sidang pengadilan

c. Menyusun berita acara persidangan

d. Melaksanakan penetapan dan putusan pengadilan

e. Membuat semua daftar perkara yang diterima di kepaniteraan

f. Membuat salinan atau turunan penetapan atau putusan pengadilan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

g. Bertanggung jawab kepengurusan berkas perkara, putusan, dokumen, akta, buku daftar, biaya perkara, uang titipan pihak ketiga, surat-surat bukti dan surat-surat bukti lainnya yang disimpan di kepaniteraan

h. Memberitahukan putusan verstek dan putusan diluar hadir

38 Mukti Arto , Pra kte k Pe rka ra Pe rd a ta Pa d a Pe ng a d ila n Ag a m a,


(46)

i. Membuat akta ; permohonan banding, pemberitahuan adanya permohonan banding, penyampaian salinan memori/kontra memori banding, pemberitahuan membaca/memeriksa berkas perkara(inzage), pemberitahuan putusan banding, pencabutan permohonan banding, permohonan kasasi, pemberitahuan adanya permohonan kasasi, pemberitahuan memori kasasi, penyampaian salinan memori kasasi/ kontra memori kasasi, penerimaan kontra memori kasasi, tidak menerima memori kasasi, pencabutan memori kasasi, pemberitahuan putusan kasasi, permohonan peninjauan kembali, pemberitahuan adanya permohonan peninjauan kembali, penerimaan/ penyampaian jawaban permohonan peninjauan kembali, pencabutan permohonan peninjauan kembali, penyampaian salinan putusan peninjauan kembali kepada pemohon peninjauan kembali, pembuatan akta yang menurut undang-undang/peraturan diharuskan dibuat oleh panitera.

j. Melegalisir surat-surat yang akan dijadikan bukti dalam persidangan. k. Pemungutan biaya-biaya pengadilan dan menyetorkannya ke kas Negara l. Mengirimkan berkas perkara yang dimohonkan banding, kasasi dan

peninjauan kembali

m. Melaksanakan, melaporkan dan mempertanggung jawabkan eksekusi yang diperintahkan oleh ketua pengadilan agama

n. Melaksanakan dan mengawasai pelaksanaan pelelangan yang ditugaskan/ diperintahkan oleh ketua pengadilan agama


(47)

o. Menerima uang titipan pihak ketiga dan melaporkannya kepada ketua pengadilan agama

2. Wakil Panitera

Wakil panitera bertugas:39

a. Membantu hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang pengadilan

b. Membantu panitera untuk secara langsung membina , meneliti, dan membantu mengawasi pelaksanaan tugas administrasi perkara, antara lain ketertiban dalam mengisi buku register perkara, membuat laporan periodik dan lain-lain

c. Melaksanakan tugas panitera apabila panitera berhalangan d. Melaksanakan tugas yang didelegasikan kepadanya 3. Panitera Muda Gugatan

Panitera muda gugatan mempunyai tugas sebagai berikut:40

a. Membantu hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang pengadilan

39 Mukti Arto , Pra kte k Pe rka ra Pe rd a ta Pa d a Pe ng a d ila n Ag a m a, h.24

40 Ho tnid a Na sutio n, Pe ng a d ila n Ag a ma Di Ind o ne sia ,( Buku Da ra s Fa kulta s


(48)

b. Melaksanakan administrasi perkara, mempersiapkan persidangan perkara, menyimpan berkas perkara yang masih berjalan dan urusan lain yang berhubungan dengan masalah perkara gugatan

c. Memberi nomor registrasi pada setiap perkara yang diterima di kepaniteraan gugatan

d. Mencatat setiap perkara yang diterima kedalam buku daftar disertai dengan catatan singkat tentang isinya.

e. Menyerahkan salinan putusan kepada para pihak yang berperkara apabila dimintanya.

f. Menyiapkan berkara yang dimohonkan banding, kasasi atau peninjauan kembali.

g. Meyerahkan arsip berkas perkara kepada panitera muda hukum 4. Panitera Muda Hukum

Panitera muda hukum bertugas untuk:41

a. Membantu hakim yang mengikuti dan mencatat jalannya sidang pengadilan

b. Mengumpulkan, mengolah dan mengkaji data, menyajikan statistik perkara, menyusun laporan perkara, meyimpan arsip berkas perkara


(49)

c. Mengumpulkan, mengolah dan mengkaji serta menyajikan data hisab, rukyat, sumpah jabatan/PNS, penelitian dan lain sebagianya serta melaporkannya kepada pimpinan.

d. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan kepadanya. 5. Panitera Muda Permohonan

Panitera muda permohonan bertugas sebagai berikut:42

a. Melaksanakan tugas seperti panitera muda gugatan dalam bidang perkara permohonan

b. Termasuk dalam perkara permohonan pertolongan pembagian warisan diluar sengketa, permohonan legislasi akta ahli waris dibawah tangan, dan lain-lain

6. Panitera Pengganti

Panietra pengganti mempunyai tugas sebagai berikut:43

a. Membantu hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang pengadilan

b. Membantu hakim dalam hal ; membuat penetapan hari sidang, membuat penetapan sita jaminan, membuat berita acara persidangan yang harus

42 Mukti Arto , Pra kte k Pe rka ra Pe rd a ta Pa d a Pe ng a d ila n Ag a m a,h.25


(50)

selesai sebelum sidang berikutnya, membuat penetapan-penetapan lainnya, mengetik putusan/penetapan sidang.

c. Melaporkan kepada panitera muda gugatan/permohonan, d.h.i. pada petugas meja kedua untuk dicatat dalam register perkara tentang adanya: penundaan sidang serta alasan-alasannya, perkara yang sudah putus beserta amar putusannya, dan kepada kasir untuk diselesaikan tentang biaya-biaya dalam proses perkara tersebut

d. Menyerahkan berkas perkara kepada panitera muda gugatan/permohonan (d.h.i: petugas meja ketiga) apabila telah selesai dimutasi.

7. Sekretaris Pengadilan Agama Sekretaris pengadilan agama bertugas:

a. Melakukan urusan surat menyurat, perlengkapan rumah tangga, dan perpustakaan

b. Melakukakan urusan kepegawaian.

c. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di lingkungan pengadilan.44

44 Erfa nia h Zuhria h, Pe ra d ila n Ag a m a Di Ind o ne sia Da la m Re nta ng Se ja ra h


(51)

C. SYARAT SYARAT PANITERA DAN SEKRETARIS MENURUT UU NO 3 TAHUN 2006

Syarat-syarat panitera diatur dalam UU No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dalam pasal 27 yang berbunyi :

Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat berikut :

a. Warga Negara Indonesia; b. Beragama islam;

c. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

d. Setia pada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

e. Berijasah serendah-rendahnya sarjana syariah atau sarjana hukum yang menguasai hukum islam;

f. Berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera , 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan agama, atau menjabat wakil panitera tinggi agama; dan

g. Sehat jasmani dan rohani

Syarat-syarat untuk dapat menjadi wakil panitera pengadilan agama menurut pasal 29 adalah :


(52)

a. Syarat sebagimana dimaksud dalam pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf g, dan;

b. Berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai panitera muda atau 4 (empat) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama

Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan agama, seorang harus memenui syarat berdasarkan pasal 31 sebagai berikut:

a. Syarat sebagimana dimaksud dalam pasal 27 huruf a, huruf a, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g ; dan

b. Berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama

Syarat seseorang untuk dapat menjadi panitera pengganti pengadilan agama berdasarkan pasal 33 yakni:

a. Syarat sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g, dan;

b. Berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagi pegawai negeri pengadilan agama

Syarat untuk menjadi sekretaris pengadilan agama yang sudah diatur dalam pasl 45 berbunyi sebagi berikut:


(53)

Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris, wakil sekretaris pengadilan agama, dan pengadilan tinggi agama seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Berwarga Negara Indonesia; b. Beragama islam;

c. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

d. Setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945;

e. Berijasah paling rendah sarjana syariah atau sarjana hukum yang menguasai hukum islam;

f. Berpengalaman dibidang administrasi peradilan;dan g. Sehat jamani dan rohani

Al-Mawardi menambahkan , bahwa sifat penulis hakim sebagimana disebutkan Imam Syafi’I ada 4 , yaitu: 45

1. Adil ; karna penulis adalah orang yang diamati dalam menetapkan pengakuan dan bukti-bukti dalam peradilan, serta pelaksanaan hukum. Maka profesi ini membutuhkan sifat orang yang menjadikan kepastian kebenaran, seperti halnya saksi.

45 Dr. Sa m ir Aliya h , Nizha m Ad -Da ula h w a Al Q a d ha w a Al-‘ Urfi fi Al-Isla m, (


(54)

2. Berakal ; yang dimaksudkan disini bukan yang berkaitan dengan taklif, tapi harus bagus pendapatnya, benar kesimpulannya, dan bagus kecerdasannya, sehingga dia tidak terpedaya atau dikaburkan pendapatnya.

3. Ahli fikih ; agar diketahui kebenaran apa yang ditulis dari salahnya. Ia adalah orang yang memahami hukum-hukum syariah, memahami hukum-hukum yang ditulisnya dan hal-hal yang berkaitan syarat-syarat penulisan hukum, seperti rekaman, penggunaan kaimat yang diletakkan padanya dengan menghindari lafadz yang bercabang makna, bagus tulisannya, dan fasih bahasanya.

4. Bersih dan jauh dari tamak agar aman dari suap.

D. PERBEDAAN TUGAS PANITERA DAN SEKRETARIS

Perbedaan tugas dari kedua pejabat pengadilan tersebut terletak pada dua jenis tata cara pengelolahan administrasi pengadilan, yaitu bidang administrasi perkara dan bidang administrasi umum.46

Pemisahan antara administrasi perkara dan adminstrasi umum, merupakan perwujudan kebebasan dan kemandirian pengadilan, terutama hakimnya, sebagai


(55)

penyelenggara kekuasaan kehakiman. Dalam penyelenggaraan administrasi perkara ia bebas dari campur tangan kekuasaan Negara lainnya , terutama pemerintahan.47

Adminstrasi perkara dan administrasi lainnya yang bersifat teknis peradilan (yudisial) ditangani oleh panitera. Dalam pelaksanaan tugas dibantu oleh seorang wakil panitera dan beberapa panitera muda.

Administrasi perkara tidak bisa dipisahkan dengan tugas pokok pengadilan agama sebagai badan pelaksana kekuasaan kehakiman, yaitu menerima, memeriksa dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, termasuk perkara voluntair.

Rangkaian tugas pokok tersebut membutuhkan administrasi perkara yang menjadi tugas kepaniteraan, yaitu kegiatan penerimaan perkara, kegiatan penyelenggaraan persiapan persidangan, kegiatan mengadili perkara, dan kegiatan pelaksanaan putusan.48

Administrasi umum, seperti administrasi kepegawaian, keuangan, peralatan kantor, dan lain-lain ditangani oleh sekretaris. Dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh seorang wakil sekretaris dan kepala subbagian/urusan kepegawaian , kepala

47 Erfa nia h Zuhria h, Pe ra d ila n Ag a m a Di Ind o ne sia Da la m Re nta ng Se ja ra h

Da n Pa sa ng Surut, h.180


(56)

subbagian/urusan keuangan, dan kepala subbagian/urusan umum. Wakil sekretaris yang membawahi beberapa subbagian/urusan tersebut mempunyai tugas, antara lain:

a. Membantu sekretaris dalam membuat program jangka panjang dan pendek, pelaksanaan dan pengorganisasiannya.

b. Membantu sekretaris dalam membina dan mengawasi pelaksanaan tugas-tugas administrasi umum

c. Mengoordinasikan pelaksanaan dan pengurusan setiap kerja yang ada dibawahnya

d. Membuat dan menyusun laporan tentang kepegawaian ,keuangan, dan umum

Dengan adanya pemisahan penanganan administrasi perkara dan administrasi umum, maka staf kepaniteraan dapat memusatkan perhatian terhadap tugas dan fungsinya membantu hakim dalam bidang peradilan, sedangkan tugas administrasi yang lain dilaksanakan oleh staf sekretariat.

Kendati terdapat perbedaan dan pemisahan yang melahirkan dua unit kerja yaitu kepaniteraan dan sekretariat, namun pembedaan dan pemisahan itu bersifat integral dengan mengutamakan koordinasi dalam melaksanakan tugas pokok pengadilan. Pertimbangan demikian melahirkan ketentuan bahwa panitera


(57)

pengadilan merangkap sekretaris pengadilan, sebagaimana diatur dalam pasal 44 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama.49

E. WEWENANG PANITERA DAN SEKRETARIS

Susunan organisasi peradilan agama adalah sebagai berikut: Susunan Organisasi Pengadilan Agama

Kelas I A

Ke tua Wa kil Ke tua

Ha kim Pa nite ra / Se kre t

Wa kil Pa nite ra Wa kil

Ke lo m p o k Fung sio na l :

1. Pa nite ra

49 Ib id ,.

Sub Ke p a nite ra a Sub

Ke

Sub Ba g ia n Ke ua ng a

Sub Ba g ia n

Um um Sub

Ba g ia n Ke p e g a w Sub

Kep a nite ra a p a nite ra n


(58)

Garis Komando Garis Koordinasi Apabila dilihat dari bagan tersebut, pada bagan sebelah kanan, yaitu hakim,dan sebelah kiri adalah panitera , dan jurusita, merupakan suborganisasi fungsional peradilan yang berfungsi dan berwenang melaksanakan peradilan. Sedangkan sebelah kiri juga terdapat dalam kotak panitera muda adalah pejabat struktur yang ikut membantu kelancaran tugas pejabat dalam menjalankan fungsi peradilan. Bagan sebelah kanan yang distrukturkan kebawah wakil sekretaris adalah jabatan structural pendukung umum seluruh organisasi peradilan. Bagan ini merupakan suborganisasi yang tidak terkait dengan fungsi peradilan atau penegakan hukum. Namun tetap mempunyai peran besar dalam kelancaran organisasi.50

Dalam bagan, jabatan fungsional peradilan dihubungkan dengan garis-garis putus. Hubungan antara pejabat fungsional pada dasarnya tidak bersifat struktural, tetapi lebih ditekan pada hubungan yang bersifat fungsi peradilan. Ketua dan wakil ketua sebagai unsur pimpinan seperti ditegaskan pada pasal 10 ayat 1 , hanya mempunyai hubungan struktural dengan panitera, sekretaris, wakil panitera, wakil sekretaris serta eselon yang distrukturkan dibawah wakil panitera dan wakil sekretaris. Sedangkan terhadap hakim, ketua dan wakil ketua mempunyai hubungan

50 Sula ikin Lub is , Hukum Ac a ra Pe rd a ta Pe ra d ila n Ag a m a Di Ind o ne sia, (


(59)

fungsional, karna hakim sebagaimana ditegaskan dalam pasal 11 ayat1 adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman.51

Fungsi wakil panitera, memimpin dan membagi semua tugas fungsional peradilan, termasuk memimpin dan membawahi petugas fungsional murni yang terdiri dari para panitera pengganti dan jurusita serta juru sita pengganti. Serta petugas fungsional yang bersifat struktural yakni panitera muda52

Mengenai jumlah panitera muda, menurut pasal 26 ayat 2 tidak ditentukan. Pembidangan yang rasional dihubungkan dengan jumlah panitera muda harus melalui pendekaan realistik. Tidak semata-mata digantung atas pembidangan dan

bezetting formasi yang ditentukan. Tetapi lebih tepat disesuikan dengan volume pekerjaan. Pengembangannya bisa nanti disesuaikan menurut kebutuhan nyata. Misalnya didaerah pengadilan agama yang kecil dan volume pekerjaan tidak banyak, tidak perlu organisasi, panitera muda dikembangkan melampaui kebutuhan. Misalnya cukup dua orang dengan cara merangkap beberapa bidang.53

51 M Ya hya Ha ra ha p ,Ke d ud uka n Ke we na ng a n Da n Ac a ra Pe ra d ila n Ag a m a,

( PT Sa ra n Ba kti Se m e sta , 1997), h.109

52 Ib id .,

53 Erfa nia h Zuhria h, Pe ra d ila Ag a m a Di Ind o ne sia Da la m Re nta ng Se ja ra h Da n


(60)

Adapun gambaran komposisi tenaga kepaniteraan baik dilingkungan peradilan agama maupun pengadilan tinggi agama masih didominasi oleh Semarang dan Surabaya sama seperti halnya komposisi kepaniteraan PA , yakni 373 orang atau 10,8% dan 352 orang atau 10,2 %. Sedangkan jumlah terkecil pada peradilan agama dilingkungan PTA Bangka Belitung , yakni 20 orang atau 0,6%.54

Kedudukan panitera yang juga merangkap sebagai sekretaris sangat penting, sehingga panitera merupakan top leader dari semua pegawai (selain hakim) yang ada di pengadilan. Kedudukan kepaniteraan sebagai unsur pembantu pimpinan berarti segala tindakan dan aktifitas panitera sebagai pimpinan organisasi harus dipertanggung jawabkan kepada ketua pengadilan. Panitera adalah pegawai terpilih yang harus mampu mengelolah semua unsur yang ada dipengadilan, tidak hanya kemampuan meyelesaikan pekerjaan, tetapi harus dapat menggerakkan staf, memberi contoh keteladanan, pembentukan figur staf tangguh, berdedikasi, dan loyalitas dalam tugas.55

54 Ja e na l Arip in, Pe ra d ila n Ag a m a Da la m Bing ka i Re fo rm a si Hukum Di

Ind o ne sia, ( Ja ka rta : Ke nc a na , 2008),h.331


(61)

BAB III

PROFIL PENGADILAN

A. LETAK GEOGRAFIS

Pada saat penulis ingin melakukan penelitian nya, yang mana pada saat itu gedung pengadilan agama Jakarta Selatan sedang dinon aktifkan dari kegiatannya dikarnakan adanya perpindahan lokasi pengadilan agama Jakarta Selatan.

Perpindahan gedung pengadilan agama tersebut semula dari gedung / bagunan fisik yang terletak di jalan Rambutan VI/48 Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan pindah ke lokasi yang beralamat di jalan R.M Harsono RT.07/05 , Ragunan Jakarta Selatan sebelah selatan kantor Kementrian Pertanian.

Kemungkinan terjadi perpindahan gedung pengadilan agama Jakarta selatan kelas I A ini dikarnakan bahwa gedung lama selain luas nya yang cukup kecil sehingga tidak memungkinkan mencukupi para pengunjung pengadilan agama. Alasan lain bahwa daerah tersebut sering kali mengalami kebanjiran apabila terjadi musing hujan yang terus menerus , seingga mengkhawartikan kejadian yang tidak diinginkan. Selain itu gedung lama tersebut sepertinya tidak memenuhi syarat perkantoran pemerintahan setingkat walikota karena gedungnya berada ditengah-tengah penduduk dan jalan masuk dengan kelas jalan III C.


(62)

Penulis akan menggambarkan keadaan bagunan pada gedung lama. Jumlah bangunan fisik / gedung pengadilan agama Kelas I.A Jakarta Selatan yang terletak di jalan Rambutan VI/48 Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan sejak 1 juni 2005 terjadi penambahan yaitu 1 gedung lagi yang terdiri dari dua ruang yang khusus untuk ruangan tunggu sidang yang diperoleh dari biaya anggaran tahun 2005 sebanyak Rp.170.000.000,-(seratus tujuh puluh juta rupian). Serta mempunyai sebuah mushollah berlantai dua yang paling atas diperuntukkan untuk mushollah yang luas bangunanya 7 x 12 M2 (84 M2 ) dan lantai bawah digunakan untuk menyimpan arsip perkara dengan luas 7 x 12 M2 (84 M2) sehingga keseluruhan luasnya 168 M2. Sejak tanggal 5 desember 1996 bangunan induk pun diperlus lagi dengan ruangan arsip berkas perkara seluas 65 M 2. Perlusan dan rehabilitasi gedung pengadilan agama Jakarta Selatan kelas I A yang lama ini memang sering terjadi beberapa kali sehingga berdasarkan data luas bangunan lama tersebut seluruhnya adalah 1.108,2 M2. Serta luas taman dan halaman parkir 2686 M2. Sehingga keseluruhan luas tanah nya 3.421 M2. Status kepemilikan gedung penagdilan agama Jakarta Selatan kelas I A adalah milik Pemda DKI Jakarta.

Gedung baru pengadilan agama Jakarta Selatan kelas I A yang terletak di jalan R.M Harsono RT 07/05 Ragunan Jakarta Selatan dibangun sejak tanggal 21 April 2008 sampai dengan 3 Desember 2008 (tahap I ) dengan anggaran sejumlah Rp.6.501.077.000.,- (enam miliar lima ratus satu juta tujuh puluh tujuh ribu rupiah) serta pembangunan tahap II tanggal 26 Februari 2009 sampai tanggal 3 Desember


(63)

2009 dengan anggaran Rp. 6.489.230.980,-(enam miliar empat ratus delapan puluh Sembilan ratus juta dua ratus tiga puluh Sembilan ratus delapan puluh rupiah ). Yang mempunyai luas bangunan 2 lantai seluas 1.500 M2 dan luas tanah 6.144 M2. beberapa ruangan baru yang terdapat dalam gedung baru pengadilan agama:

a. Ruang kerja ketua b. Ruang kerja wakil ketua c. Ruang kerja panitera sekreatris d. Ruang kerja hakim

e. Ruang kerja wakil panitera f. Ruang kerja kepaniteraan g. Ruang kerja kesekretariatan h. Ruang kerja panitera pengganti i. Ruang kerja juru sita pengganti j. Ruang kasir

k. Ruang server

l. Ruang sidang pengadilan agama Jakarta selatan sebnyak 5 buah m. Ruang mediasi sebanyak 5 buah

n. Ruangruang arsip perkara sebanyak 2 buah o. Ruang tunggu


(64)

Status tanah dan bangunan nya adalah bahwa sebidang tanah seluas 6.149 M2 berasal dari di Pengadilan tinggi agama Jakarta tahun 2007 sedangkan untuk biaya pembangunanya seluas 1.500M2 terdiri dari dua lantai diperoleh dari DIPA Pengadilan Agama Jakarta Selatan secara dua tahap. Bangunan ini merupakan gedung pengadilan agama terbesar dan termegah di Indonesia.56

Penulis akan menguaraikan letak Geografis, Iklim dan Luas Wilayah Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Dilihat secara astronomis wilayah pemerintahan kotamadya Jakarta Selatan adalah seluas 145,73 Kilometer persegi (Km2) dan secara astronomis wilayah kotamadya Jakarta Selatan terletak dan berada pada posisi 06’15’40,8’ Lintang Selatan dan 106’45/0,00’Bujur Timur, serta berada pada kemiringan 26,2 meter diatas permukaan laut. Jakarta Selatan. Yang bercirikan daerah yang beriklim khas Tropis dengan temperatur udara sekitar 27,7’ celcius dengan kelembaban udara rata-rata 75 % yang apabila disapu angin dengan kecepatan sekitar 0,2 knot sepanjang tahun. Curah hujan mencapai ketinggian 2,596,7 mm setahun atau rata – rata sekitar 85,8 mm perhari yang terjadi selama 182 hari dalam setahun. Curah hujan tertinggi terjadi dalam bulan Januari (737,5 mm) dan Februari (425,3 mm).

Sedangkan didaerah Jakarta selatan itu sendiri terdapat Rawa / setu ( Setu Babakan) wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah resapan air, dengan iklimnya


(65)

yang sejuk sehingga ideal dikembangkan sebagai wilayah penduduk. Didaerah Jakarta Selatan juga banyak terdapat kegiatan usaha dan perkantoran yang besar besar. Adapun wilayah Kotamadya Jakarta Selatan dimana merupakan wilayah yuridiksi dari pengadilan agama Jakarta Selatan itu sendiri yaitu terdiri dari 65 Kelurahan terdiri dari:57

1. Kelurahan Jagakarsa meliputi: a. Kelurahan Jagakarsa

b. Kelurahan Lenteng Agung c. Kelurahan Srengseng d. Kelurahan Ciganjur e. Kelurahan Tanjung Barat f. Kelurahan Cipedak

2. Kecamatan Pasar Minggu meliputi: a. Kelurahan Pasar Minggu

b. Kelurahan Jati Padang c. Kelurahan Ragunan d. Kelurahan Pejaten Barat e. Kelurahan Pejaten Timur f. Kelurahan Kebagusan


(66)

g. Kelurahan Cilandak Timur 3. Kecamatan Cilandak meliputi:

a. Kelurahan Cilandak Barat b. Kelurahan Gandaria Selatan c. Kelurahan Cipete Selatan d. Kelurahan Lebak Bulus e. Kelurahan Pondok Labu

4. Kecamatan Pesanggarahan Meliputi: a. Kelurahan Pesanggarahan

b. Kelurahan Petukangan Utara c. Kelurahan Petukangan Selatan d. Kelurahan Ulujami

e. Kelurahan Bintaro 5. Kelurahan Tebet Meliputi:

a. Kelurahan Tebet Barat b. Kelurahan Tebet Timur c. Kelurahan Menteng Dalem d. Kelurahan Kebon Baru e. Kelurahan Bukit Duri f. Kelurahan Manggarai

g. Kelurahan Manggarai Selatan 6. Kelurahan Setiabudi Meliputi:


(67)

a. Kelurahan Setiabudi b. Kelurahan Guntur

c. Kelurahan Pasar Manggis d. Kelurahan Menteng Atas e. Kelurahan Karet

f. Kelurahan Karet Kuningan g. Kelurahan Karet Semanggi h. Kelurahan Kuningan Timur

Penduduk Kotamadya Jakarta Selatan berjumlah 1.686.208 orang yang terdiri dari:

1. Kecamatan Jagakarsa : 199.556

2. Kecamatan Pasar Minggu : 238.100 orang 3. Kecamatan Cilandak : 148.574 orang 4. Kecamatan Pesanggrahan : 150.938 orang 5. Kecamatan Kebayoran Lama : 224.119 orang 6. Kecamatan Kebayoran baru : 144.119 orang.87 7. Kecamatan Mampang Prapatan : 101.945 orang 8. Kecamatan Pancoran : 120.308 orang.

9. Kecamatan Tebet : 237.195 orang 10.Kecamatan Setiabudi : 108.451 orang


(68)

SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA

Pengadilan Agama yang telah ada sejak jaman kesultanan, secara yuridis baru diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 19 Januari 1882 dengan dikeluarkannya surat keputusan No 24.58

Terhadap Stb. 1882 No. 152 para ahli hukum bersepakat bahwa hal tersebut merupakan hasil dari teori Receptio In Complexu LWC Van den Berg. Keberadaan Peradilan Agama mulai digugat ketika lahirnya teori Hukum Adat oleh Van Vollen-Hoven dan Snouck Hurgronje dengan teori Receptie, akibat dari teori tersebut pemerintah Hindia Belanda meninjau kembali kedudukan Peradilan Agama. Karena Stb. 1882 No. 152 dianggap merupakan suatu kesalahan pemerintah Hindia Belanda yang mengakui terbentuknya Peradilan Agama. Stb. 1882 No. 152 yang intinya "memperlakukan Undang-Undang Agama", diganti dengan Stb. Tahun 1907 No. 204, Stb. Tahun 1919 No. 262 yang intinya "memperhatikan Undang-Undang Agama".59

58 Sta a tb la d 1882 No 152

59 Da d a ng Mutta q ie n, Und a ng -Und a ng No m o r 3 Ta hun 2006 Te nta ng

Pe ra d ila n Ag a m a Da la m Pe rsfe ktif So sio lo g i Hukum, a rtike l d ia kse s p a d a 19 Ap ril

2010 d a ri http :/ / m


(69)

Pasca proklamasi kemerdekaan, tanggal 17 Agustus 1945 berdasarkan pada Pasal II Aturan Peralihan kemudian dipertegas dengan Peraturan Presiden No. 2 pada tanggal 10 Oktober 1945 dalam Pasal 1, dijelaskan :

"Segala badan-badan negara yang ada sampai berdirinya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 selama belum diadakan yang baru menurut Undang Dasar, maka tetap berlaku asal saja tidak bertentangan dengan Undang-Undang tersebut"

Dengan demikian Peradilan Agama sebagai produk hukum kolonial Hindia Belanda masih dipergunakan di Indonesia.

Dizaman pemerintahan Hindia Belanda Pengadilan Agama berkembang, daerah demi daerah dalam keadaan yang tidak sama , baik namanya , wewenangnya maupun strukturnya.60 Legitimasi keberadaan Pengadilan Agama waktu itu didasarkan pada pasal 75 ayat (2) RegeringsReglement (RR) yang berbunyi :

“ Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Indonesia asli atau orang yang dipersamakan dengan mereka , maka mereka tunduk kepada putusan

59 Da d a ng Mutta q ie n d kk (e d ), Pe ra d ila n Ag a m a Da n Ko m p ila si


(70)

hakim agama atau kepada masyarakat mereka menurut undang-undang agama atau ketentuan-ketentuan agama mereka”.

Pada mulanya Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta hanya terdapat tiga kantor yang dinamakan Kantor Cabang yaitu :

a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarat Utara b. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah

c. Pengadilan Agama Istimewah Jakarta Raya sebagai induk

Ketiga kantor cabang tersebut termasuk dalam wilayah yuridiksi hukum cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta.

Kemudian pada tanggal 16 Desember 1976 telah keluar Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 71 Tahun 1976 yang menyatakan bahwa semua pengadilan agama di profinsi Jawa Barat termasuk pengadilan agama yang berada di Daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam wilayah Hukum Makhamah Islam Tinggi Cabang Bandung.

Istilah Mahkamah Islam Tinggi kemudian berkembang menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA).

Setelah itu perpindahan Pengadilan Tinggi Agama Surakarta ke Jakarta didasari oleh Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1985 , akan tetapi realisasi pelaksanaannya terjadi pada tanggal 30 Oktober 1987


(71)

lalu secara otomatis wilayah hukum pengadilan agama di wilayah DKI Jakarta menjadi wilayah hukum hukum pengadilan tinggi agama Jakarta.

Perkembangan yang terjadi dari masa ke masa bahwa terbentuknya kantor pengadilan agama Jakarta Selatan merupakan jawaban dari perkembangan masyarakat Jakarta.

Pada tahun 1967, ketika itu cabang dari pengadilan agama istimewa Jakarta Raya berkantor di jalan otista raya Jakarta timur. Sebutan pada waktu itu adalah cabang pengadilan agama Jakarta selatan.

Faktor terbentuk nya kantor cabang pengadilan agama Jakarta Selatan adalah sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman penduduk serta tuntutan masyarakat Jakarta Selatan yang wilayahnya cukup luas.

Kantor pengadilan agama selalu mengalami perpindahan tempat. Sebut saja pada tahun 1976 gedung kantor cabang pengadilan agama pindah ke Blok d Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menempati serambi mesjid Syarief Hidayatullah dimana pada waktu itu sebutan kantor cabang pun dihilangkan menjadi pengadilan agama Jakarta Selatan.

Penetapan tempat tersebut adalah inisiatif dari kepala Kandepag Jakarta Selatan. Penetapan kantor diserambi masjid tersebut hanya bertahan sampai pada tahun 1979.


(72)

Pada bulan September tahun 1979 kantor pengadilan agama pun kembali mengalami perpindahan tempat ke gedung baru di jalan Ciputat Raya Pondok Pinang dengan status tanah milik PGAN Pondok Pinang , selanjutnya pindah lagi ke jalan Rambutan VII No 48 Pejaten barat Pasar Minggu Jakarta selatan dimana gedung ini didapat dari hibah PEMDA DKI Jakarta.61

Gedung pengadilan agama Jakarta selatan ini mengalami pembenahan pembenahan fisik lambat laun baik fisik mapuan non fisik. Dan pada akhirnya berpindah kembali kantor nya ke jalan R.M Harsono RT 07/05 Ragunan Jakarta Selatan dimana gedung baru ini merupakan gedung termewah dan terbesar dibanding kantor kantor pengadilan agama lainnya di Indonesia.

Dasar hukum dan landasan kerja pembentukan pengadilan agama Jakarta Selatan sebagai salah satu instansi yang melaksanakan tugasnya adalah sebagai berikut:62

1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pasal 24 2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970

3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 5. Peratuiran Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

61w w w .p a -ja kse l.ne t


(73)

6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 7. Peraturan/ Intruksi/Edaran Mahkamh Agung RI 8. Instruksi Dirjen Bimas Islam /Bimbingan Islam

9. Keputusan Mentri Agama RI Nomor 69 Tahun 1963 tentang pembentukan peradilan agama Jakarta Selatan

10.Peraturan peraturan lain yang berkaitan dengan tata kerja dan wewenang pengadilan agama

B. STRUKTUR ORGANISASI

Organisasi pengadilan agama Jakarta Selatan terdiri dari unsur pimpinan pengadilan agama ( yang terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua) , hakim, panitera sekretaris , dibantu oleh wakil panitera yang membawahi tiga orang kepala sub kepaniteraan (panitera muda), dan wakil sekretaris yang membawahi tiga orang kepala sub bagian , panitera pengganti , jurusita , jurusita pengganti , calon hakim dan beebrapa orang staff/pelaksana serta dibantu orang sebagai tenaga honorer.


(74)

Dibawah ini adalah bagan struktur pengadilan agama Jakarta Selatan sesuai dengan Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1996:


(1)

Hasill wawancara

Nama: Drs. Yasardin S.H.,M.H.

Jabatan: wakil ketua pengadilan agama Jakarta selatan

Tempat : ruang wakil ketua pengadilan agama Jakarta Selatan Waktu : pukul 14.00-15.10 WIB , tanggal 14 April 2010

1. Bagaimanakh struktur organisasi peradilan agama Jakarta-Selatan?apakah sudah memenuhi peraturan perundangan-undangan?

memang struktur organisasi peradilan agama Jakarta Selatan ini belum memenuhi peraturan perundang-undangan, khususnya sesuai dengan UU No 3

Tahun 2006 tentang peradilan agama.

2. Bagaimanakan peran panitera itu sendiri dalam susunan organisasi peradilan agama?

Peran panitera sendiri seperti top leader , yang mana panitera memegang kekuasaan dalam bidang kepaniteraan itu sendiri serta dalam administrasi umumnya karna masih dirangkap

3. Dengan diamandemennya UU peradilan agama ke 2,bagaimanakah peran panitera/sekretaris peradilan agama?apakah peradilan agama masih menerapkan susunan yang menetapakan bahwa panitera peradilan agama merangkap sebagai sekretaris?

Ya memang pengadilan agama masih menggunakan struktur yang lama , dan peran panitera itu sendiri pun masih merangkap sebagai sekretaris pengadilan .


(2)

4. Mengapa peradilan agama khususnya peradilan agama wilayah Jakarta-Selatan belum mengaplikasikan UU peradilan agama ke 2 (UU No 3 Tahun 2006 tentang peradilan agama) yang dalam pasal 44 berbunyi bahwa panitera peradilan agama tidak merangkap sebagai sekretaris? Bagaimana pendapat bapak sendiri?

alasan mengapa masih merangkapnya jabatan tersebut, ada beberapa persoalan, yaitu: a. permasalah mengenai inslunisasi yang belum selesai dibicarakan oleh anggota

rapat kerja nasional yang mana semua badan peradilan merupakan anggotanya berserta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN),sehingga pengadilan agama Jakarta Selatan khususnya belum mengaplikasikannya dengan artinya masih menggunakan surat keputusan yang lama.

b. Apabila tiba-tiba saja dipisah jabatan tersebut, kita (pengadilan agama ) harus memperhatikan bagaimana tunjangan nya bagi sekretaris itu sendiri mana lagi sudah bekerja tetapi tidak mendapatkan tunjangan.

c. Permasalah inslunisasi tersebut semua badan peradilan pasti sangat membutuhkan karana faktor tadi agar adanya tunjangan bagi para sekretaris dan pengadilan yang ada di Indonesia beserta kelas kelasnya masing –masing.

d. Sedangkan pengadilan agama Jakarta Selatan khusunya sudah menyiapkan kader kader yang akan menepati jabatan sebagai sekretaris, sehingga apabila surat keputusannya sudah keluar pengadilan agama Jakarta Selatan telah siap untuk adanya jabatan sekretaris baru.

e. Pengadilan agama berkenaan dengan hubungannya dengan mahakamah agung yang berfungsi sebagai pengatur bagi peradilan di Indonesia ,sudah selesai agar


(3)

mendesak untuk mengeluarkan instruksi yang berupa peraturan mahkamah agung. Yang menjadi inti permasalahnya adalaha hanya hasil dari inslunisasinya saja. 5. Apakah dengan dirangkapnya panitera dan sekretaris menjadi satu jabatan atau

dengan kata lain dijabat oleh satu orang pejabat bisa mengoptimalkan tugas-tugas mereka?

Memang agak over loud tugas seorang panitera yang status nya masih merangkap sebagai sekretatis, karna ia tidak hanya mengurusi bidang administrasi perkara tapi harus mengurus dan memantau bidang administrasi umum , walaupun dalam pelaksanaannya ada pendelegasian kepada wakil panitera dan wakil sekretaris akan tetapi seorang panitera juga harus dengan tanggung jawabnya mengerjakan tugas tugas tertentu ,contohnya seperti tanda tangan akta (bidang perkara) , kuasa anggaran (bidang administrasi umum).

6. Apakah dalam hal pelaksanaan dilapangan seorang panitera sering menemukan kendala? Apa saja?dan bagaimana solusi mengatasi hal tersebut?

Kendala pasti ada , dengan banyaknya tugas yang over loud dan beban kerja yang sangat kuat akan tetapi pengetahuan yang dimiliki seorang panitera cukup.

7. Apakah ada tugas lain selain yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan bagi panitera dan sekretaris?

Ada berdasarkan surat keputusan ketua pengadulan agama, ada beberapa .

8. Sekarang amandemen UU No 3 Tahun 2006 sudah diamandemen lagi menjadi UU yang baru yaitu UU No 50 Tahun 2009 tentang peradilan agama, bahkan pasal 44 telah dihapus? Bagaimana pendapat bapak?


(4)

Panitera dan sekretaris tetap akan dipisah nanti nya apabila rakernas tersebut sudah selesai , dan dari mahkamah agung sendiri juga mengatakan seperti itu , walaupun dalam UU No 50 Tahun 2009 tentang peradilan agama yang baru itu dihapuskan kemungkinan akan efektif kemebali pasal tersebut.

9. Undang undang No 3 Tahun 2006 secara garis besar hanya menyinggung atau hanya mengangkat tentang kewenanagan absolut pengadilan agama itu sendiri tidak ke perubahan yang lain misalnya pasal 44 ? bagaimana menurut bapak? Menurut saya memang perubahan yang lebih menggema adalah tentang kewenanagn absolut nya saja tapi tidak hanya kewenanagan absolut dari ekonomi syariah saja ada mengenai hak opsi tentang waris , itsbat rukyat hilal, dan mahkamah syariah di NAD yang berada dalam pasal 49 samapai 50 itu. Perubahan selain itu misalnya pasal 44 kurang disosialisasikan.

10.Apakah bapak sudah mengira akan ada nya amandemena UU tentang peradilan agama yang baru? Bagaiamana menurut bapak mengapa amandemen UU yang baru ini sedangkan jarak untuk diamandeman ahanaya sekitar 4 tahun? Apa tidak terlalu singkat untuk diamandemen?

Saya kira memang suatu saat akan diamandemen lagi, sekarang saja sedang dibicarakan mengenai hukum acara materil peradilan agama di DPR , mungkin saja apabila tidak tertampung akan dimasukkan kedalam rancanagan tersebut. 11.Menurut bapak dari ketiga UU peradilan agama mana yang lebih berperan dalam


(5)

Saya rasa yang paling berperan adalah UU No 3 Tahun 2006 , dimana dalam UU tersebut telah mengembalikan kewenangan pengadilan agama yang dulu dipreteli oleh belanda selama 1 abad, kewenangaan seperti perceraian bagi subyek hukum orang islam di pengadilan agama dan waris yang subyek hukumnya orang islam 12.Kapan kira kira inslunisasi itu keluar?

Belum mengetahuinya sampai saat ini karna masih dalam pembahasan kalau sudah selesai pasti Mahkamah Agung akan mengeluarkan SK.


(6)

6

8

Dra. Hj. Noor Jannah Aziz, MH. Drs. Hj. Ai Zainab, SH. H. Muh. Kailani, SH., MH Dra. Muhayah, SH. Tamah, SH.

Dra. Hj. Tuti Ulwiyah, MH Drs. Agus Yunih, SH., M.Hi. Drs. Muslim, SH., M.Si. Drs. Harum Rendeng, SH.

Drs. Nurhafizal, SH., MH. Dra. Hj. Fachanah, M. M.Hum. Drs. Sohel, SH.

Dra. Hj. Ida Nursaadah, SH., M Drs. Saefuddin T, MH. Drs. Abdurrahim, MH. Drs. Chotman Jauhari, MH. Hj. Shafwah, SH., MH Drs. Kamaluddin, MH.

H.

C 1 WAKIL KETUA

Drs. Yasardin, SH., MH.

H A K I M

PA N M UD. PA N M UD. G UG A TA N PA N M UD. HUKUM KA SUBBA G . KA SUBBA G . KEUA N G A N KA SUBBA G . UM UM

H A K I M

WAKIL SEKRETARIS

PANITERA / SEKRETARIS

WAKIL SEKRETARIS

Dra. Aminah

Hj. Ghizar Fau’ah SH. Dwiarti Yuliani, Sh.

Teguh Magzan, SH. Drs. Ida Fitriyani

STAF

Moh. Hambali, SH.

Fa’ilatun M. Sahid

STAF

Drs. Mohammad Taufik

Irna Kurnia, SH. Aji Djuanda Rachmad Sujiati

STAF

Yuni Winarti, SHI.

Sumiyati

. Siti Nurhayati, SH.

STAF

Ahmad Irfan, SH.

Nuraini, SH. Nining Widiawati Kunthi S A Md

STAF

. Fahat, SH. Nurhasana Harisman SHI

STAF

PANITERA PENGGANTI

1. M. Ya sin, SH.

2. End ing Ba c htia r, SH.

3. Wardono

4. Ombang Hasyim Ashari, S.Ag. Dra. Murniati

Siti Saudah, SH. Nurhayati, SH. Rahmi, SH. Nurlela, SH. Abdullah, SH. MH. Umar Ismail, SH. Ikrimawatiningsih, S.Ag.

JURUSITA

JURUSITA PENGGANTI

Rr. Siti Kholifah, SH. Mahrum, SH Fathony, SH. Eva Zulhaefah, SH. Rita Syuriah, SH. Maryam S.Ag., MH. Nihayatul I, SHI., MH.

Ratu Ayu Rahmi, SHI. . Zamrud Najib, SE.

Ahmad Furqoni, gdalena Hutagaol Marhamah Mely Yonda Hafas Sudiono waluyo, SH. rio Rinanto isno Widjaya, SE. Ustiana Putri M Ad

Nurdiansyah, SE. Nur Cholia