LANDASAN TEORI TAUFIQ MUWARDI L NIM F3607068

commit to user 8

BAB II LANDASAN TEORI

Pengertian Sistem dan Prosedur

1. Pengertian Sistem dan Prosedur

Sistem adalah suatu jaringan yang di buat menurut pola yang terpadu untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahan. Mulyadi, 2004 a. Sistem Pengendalian Intern Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan oraganisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Mulyadi, 2001 Widjajanto 2001:18 mengartikan sistem pengendalian intern adalah suatu sistem pengendalian yang meliputi struktur organisasi beserta semua metode dan ukuran yang diterapkan perusahaan dengan tujuan sebagai berikut: 1 Mengamankan aktifasi perusahaan 2 Mengecek kecermatan dan ketelitian data akuntansi 3 Meningkatkan efisiensi, dan 4 Mendorong agar kebijakan manajemen dipatuhi oleh segenap jajaran organisasi b. Unsur sistem Pengendalian intern Unsur pokok sistem pengendalian intern adalah sebagai berikut ini: 1 Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. commit to user 9 2 Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya. 3 Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi. 4 Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya. Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan secara berulang-ulang Mulyadi, 2010. Sedangkan Cecil Gillisepie dalam Zaki Baridwan 190: 3 mengartikan prosedur sebagai “suatu urut-urutan pekerjaan kerani clerical, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi perusahaan yang sering terjadi.” Dari definisi diatas dapat dambil kesimpulan bahwa suatu system terdiri dari jaringan prosedur, sedangkan prosedur merupakan urutan kegiatan klerikal. Kegiatan klerikal terdiri dari kegiatan menulis, menggandakan, menghitung, member kode, mendaftar, memilih mensortasi, meminfah, dan membandingkan yang dilakukan untuk mencatat informasi dalam formulir, buku jurnal, dan buku besar. commit to user 10 Menurut Mulyono 1990: 310, jaringan prosedur pemberian kredit dapat dilihat pada bagan dibawah ini. Gambar 2.1 Prosedur Pemberian Kredit Baitul Maal Wattamwil

1. Sejarah Koperasi Syari’ah di Indonesia

Koperasi Syari’ah atau lebih banyak dikenal orang dengan sebutan BMT Baitul Maal Wattamwil pertama kali di pelopori oleh BMT Bina Insan Kamil tahun 1992 di Jakarta, ternyata mampu memberi solusi ekonomi bagi perekonomian mikro. Menurut pendapat Saifudin A Rasyid : “ BMT adalah kelompok swadaya masyarakat yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dengan sistem bagi hasil untuk meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha kecil bawah dalam upaya pengentasan kemiskinan.” Meskipun pada mulanya adalah KSM Syari’ah Kelompok Swadaya Masyarakat berlandaskan Syari’ah namun memiliki kinerja layaknya Prosedur permohonan kredit Prosedur analisis kredit Prosedur putusan kredit Prosedur pencairan kredit Prosedur pengawasan kredit commit to user 11 sebuah bank. Diklasifikannya BMT sebagai KSM pada saat itu adalah untuk menghindaari jeratan hukum sebagai bank gelap dan adanya program PHBK Bank Indonesia Pola Hubungan Kerjasama antara Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat hasil kerjasama Bank Indonesia dengan GTZ sebuah LSM dari Jerman. Dengan adanya undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa segala kegiatan dalam bentuk penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkan dalam bentuk kredit harus berbentuk Bank. Maka munculah beberapa LPSM Lembaga Pengembangan Swadya Masyarakat yang memayungi KSM BMT. Mereka turut membantu mengembangkan sistem perekonomian Indonesia melalui perannya dengan cara memfasilitasi bantuan dana pembiayaan oleh BMI Bank Muamalat Indoneisa yang merupakan satu-satunya Bank Umum Syari’ah pada saat itu. Menilik pasal 33 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, maka tidak heran muncul lembaga- lembaga yang turut membantu pemrintah dalam hal pengembangan perekonomian Indonesia. Pasal ini menjelaskan kemakmuran masyarakat sangat diutamakan, bukan kemakmuran orang perseorangan dan bentuk usaha seperti itu yang tepat adalah Koperasi. Koperasi didasarkan atas asas Gotong Royong. yang artinya bahwa peranan masyarakat maupun lembaga masyarakat harus tetap dilibatkan. Atas dasar pertimbangan itu commit to user 12 maka disahkan Undang-undang RI Nomor 25 tahun 1992 pada tanggal 12 oktober 1992 “ Tentang perkoperasian” oleh Presiden Soeharto. BMT yang memilik basis kegiatan ekonomi rakyat dengan falsafah yang sama “ Dari Anggota, Oleh Anggota, Untuk Anggota” maka berdasarkan Undang-undang RI tahun 1993 tersebut berhak menggunakan hukum koperasi, letak perbedaanya dengan koperasi konvensional nonsyari’ah salah satunya terletak pada teknis operasionalnya saja, Koperasi Syari’ah mengharamkan bunga dan mengusung etika moral dengan melihat kaidah halal dalam melakukan usahanya. Pada tahun 1994, berdiri forum komunikasi FORKOM BMT se- Jabotabek yang beranggotakan BMT-BMT di Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Sejak tahun 1995 dalam pertemuan bulanan, forum tersebut berwacana menggagas sebuah payung hukum bagi anggotanya, maka tercetuslah ide pemikiran BMT dengan badan hukum Koperasi, kendati badan hukum yang dikenakan masih terbatas menggunakan jenis Badan hukum Koperasi Karyawan Yayasan atau unit dari KUD. Pada tahun 1998, dari hasil beberapa pertemuan FORKOM BMT yang anggotanya sudah berbadan hukum koperasi terjadi sebuah kesepakatan untuk pendirian sebuah koperasi sekunder yakni Koperasi Syari’ah Indonesia KOSINDO pada tahun 1998, sebuah Koperasi Sekunder dengan keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil, dan Menengah Republik Indonesia Nomor 082BHM.IXI1989, yang diketuai DR. H. Ahmat Hatta, MA yang beranggotakan 30 BMT berbadan hukum Koperasi Primer yang tersebar di commit to user 13 Jakarta, Jawa Barat, dan Lampung. Dan yang terakhir adalah Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI No: 24PerM.KUKM2007, “Petunjuk Teknis Program Perkuatan Permodalan bagi Koperasi Fungsional.” Prinsip operasional koperasi secara umum tidak menyimpang dari sudut pandang syari’ah yaitu prinsip gotong royong ta’awun alal birri dan bersifat kolektif berjamaah dalam membangun kemandirian hidup. Dengan adanya hubungan semacam ini, maka perlu adanya proses internalisasi terhadap pola pemikiran, tata cara pengelolaan, produk- produk yang diberikan, dan hukum yang diberlakukan harus berlandaskan Syari’ah. Koperasi Syari’ah merupakan sebuah konversi dari koperasi konvensional melalui pendekatan yang sesuai dengan syari’at Islam dan peneladanan ekonomi yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Dasar dari konsep operasional Koperasi Syari’ah menggunakan akad Syirkah Mufawadhoh yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih, masing-masing memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama besar dan berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula. Masing-masing partner saling menanggung satu sama lain dalam hak dan kewajiban. Penekanan manajemen usaha dilakukan secara musyawarah Syuro sesama anggota dalam Rapat Anggota Tahunan RAT dengan melibatkan seluruhnya potensi anggota yang dimilikinya. commit to user 14 “ …….Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, Allah amat berat siksaannya” . QS. Al Maidah : 2

2. Badan Hukum BMT

BMT dapat didirikan dalam bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat KSM atau berbentuk Koperasi.

a. Dalam bentuk KSM

Bila BMT didirikan dalam bentuk KSM, maka BMT akan mendapat sertifikasi operasi dari Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil PINBUK yang mendapat pengakuan dari Bank Indonesia BI sebagai lembaga pengembangan swadaya masyarakat yang mendukung program hubungan bank dengan KSM. KSM juga dapat berfungsi sebagai prakoperasi dengan tujuan mempersiapkan segala sesuatu supaya BMT bisa menjadi koperasi BMT. Bila para pengurus siap untuk mengelola BMT dengan baik dengan badan hukum koperasi, maka BMT dapat dikembangkan dengan badan hukum koperasi.

b. Dalam bentuk Koperasi

Bila pada awal pendirian telah ada kesiapan, maka BMT langsung didirikan dengan Badan Hukum Koperasi. Dalam hal ini ada beberapa alternatif pilihan yang bisa diambil : commit to user 15 1 Sebagai Koperasi Serba Usaha untuk perkotaan 2 Sebagai Koperasi Unit Desa KUD, dengan ketentuan yang diatur oleh Menteri Koperasi dan Pengusaha Kecil tanggal 20 Maret 1995, dimana : a Bila di suatu wilayah telah ada KUD dan berjalan dengan baik, maka BMT dapat menjadi Unit Usaha Otonom U2O atau Tempat Pelayanan Koperasi TPK. Bila KUD tersebut belum berfungsi dengan baik, maka KUD tersebut dapat difungsikan sebagai BMT. Dan pengurus dipilih dalam suatu rapat anggota. b Bila mana di daerah tersebut belum ada KUD, maka dapat Didirikan KUD BMT. Dalam pendirian KUD diperlukan minimal 20 orang anggota. commit to user 16

3. Struktur Organisasi dan Job deskripsi

Adapun Struktur Organisasi BMT dapat dilihat Gambar berikut Gambar 2.2 Struktur Organisasi BMT Sedangkan job deskripsi masing-masing struktur dijelaskan sebagai berikut:

a. Rapat Anggota Tahunan RAT

.Rapat Anggota Tahunan mempunyai kewenangankekuasaan tertinggi di dalam BMT. RAT memiliki tugas sebagai berikut : 1 RAT bertugas menetapkan AD dan ART BMT termasuk bila ada perubahan. 2 Kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha BMT Manajer Unit Jasa Keuangan Syari’ah Manajer Unit Sektor Riil Pengurus RAT Ketua Dewan Syari’ah Dewan Pengawas Sekertaris Bendahara Manajer BMT Operasional Marketing Perdagangan Produksi Jasa commit to user 17 3 Mengangkat Pengurus dan dewan syari’ah BMT setiap periode. Juga dapat memberhentikan pengurus bila melanggar ketentuan- ketentuan BMT. 4 Menetapkan Rencana Kerja, anggaran pendapatan dan belanja BMT serta pengesahan laporan keuangan. 5 Melakukan pembagian Sisa Hasil Usaha 6 Penggabungan, peleburan dan pembubaran BMT.

b. Dewan Syari’ah

Dewan Pengawas Syari’ah berwenang melakukan pengawasan penerapan konsep syari’ah dalam operasional BMT dan memberikan nasehat dalam bidang syari’ah. Adapun tugas dari Dewan ini adalah : 1 Membuat pedoman syari’ah dari setiap produk pengerahan dana maupun produk pembiayaan BMT. 2 Mengawasi penerapan konsep syari’ah dalam seluruh kegiatan operasional BMT. 3 Melakukan pembinaankonsultasi dalam bidang syari’ah bagi pengurus, pengelola dan atau anggota BMT. 4 Bersama dengan dewan pengawas syari’ah BPRS dan ulama intelektual yang lain mengadakan pengkajian terhadap kemungkinan perkembangan produk-produk BMT. commit to user 18

c. Dewan Pengawas

Dewan Pengawas dalam Koperasi Syari’ah memilik dua badan Pengawasan yang terdiri atas : 1 Pengawasan pertama disebut Dewan Pengawas Syari’ah DPS. Dewan pengawas Syari’ah melakukan fungsinya dengan memberikan fatwa kehalalan suatu produk yang dikeluarkan Koperasi Syari’ah sekaligus mengawasi jalannya produk tersebut yang dilakukan oleh pengelola sesuai dengan fatwa-fatwa Dewan Syari’ah Nasional DSN. Bagi Unit Jasa Keuangan Syari’ah, DPS melakukan pengawasan tentang transaksi pembiayaan serta akad yang ddipakai oleh pengeloala UJKS kepada anggota masyarakat. Sedangkan bagi Unit Sektor Riil , DPS lebih menekankan pada kehalalan produk yang dihasilkan dan yang dijual baik jenis barangnya maupun timbangan takarannya. 2 Pengawasan kedua disebut dengan Dewan Pengawaan Operasional. Pengawas Operasional melakukan tugas pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Koperasi Syari’ah. Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya berdasarkan hasil penelitiannya atas catatan yang ada pada Koperasi Syari’ah dansegala keterangan yang didapat dari pihak pengelola. commit to user 19 Dewan Pengawas dipiih berdasarkan kemampuan yang dimilikinya dan diusulkan oleh pegurus dalam rapat anggota.

d. Pengurus

Pengurus memiliki wewenang sebagai berikut : 1 Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama BMT. 2 Mewakili BMT di hadapan dan di luar Pengadilan 3 Memutuskan menerima dan pengelolaan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar. 4 Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan BMT sesuai dengan tanggung jawabnya dan dan keputusan musyawarah anggota. Adapun tugas dari pengurus adalah : 1 Memimpin organisasi dan usaha BMT. 2 Membuat rencana kerja dan rencana anggaran pendapatan dan belanja BMT. 3 Menyelenggarakan rapat anggota pengurus 4 Mengajukan laporan keuangan dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas pada rapat umum anggota. 5 Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris serta administrasi anggota. commit to user 20

e. Manajer BMT

Manejer BMT memimpin jalannya BMT sehingga sesuai dengan perencanaan, tujuan lembaga dan sesuai kebijakan umum yang telah di gariskan oleh dewan pengawas syari’ah. Adapun tugasnya adalah : 1 Membuat rencana pemasaran, pembiayaan, operasional dan keuangan secara periodik 2 Membuat kebijakan khusus sesuai dengan kebijakan umum yang digariskan oleh dewan pengurus syaria’ah. 3 Memimpin dan mengarahkan kegiatan yang dilakukan oleh staffnya. 4 Membuat laporan pembiayaan baru, perkembangan pembiayaan dana, rugi laba secara periodik kepada dewan pengawas syari’ah. 5 Memimpin dan mengarahkan kegiatan yang dilakukan oleh staffnya. 6 Membuat laporan periodik kepada manejer berupa : a Laporan penyuluhan dan konsultasi b Laporan perkembangan penerimaan ZIS c Laporan Keuangan

f. Manajer Unit Jasa Keuangan

Manajer Unit Jasa Keuangan Mempunyai 2 staff dan masing masing staff memiliki tugas masing-masing. 1 Staff Operation, terdiri atas Petugas teller dan Petugas Akuntan. commit to user 21 2 Staff Marketing, terdiri atas Petugas penghimpunan dana dan petugas pembiayaan.

g. Manajer unit sektor

riil Manajer unit sektor riil mempunyai 3 staff yaitu: 1 Sektor Pedagangan 2 Sektor Jasa 3 Sektor Industri Produksi

7. Penghimpunan dan Penyaluran Dana

a. Jasa Simpanan

Jasa Simpanan yang merupakan produk BMT memiliki keragaman sesuai dengan kebutuhan dan kemudahan yang di miliki simpanan tersebut yang juga di sebut tabungan. Ada beberapa jenis tabungan simpanan 1 Tabungan Wadi’ah Tabungan atau simpanan dengan prinsip wadi’ah adalah titipan dana yang setiap waktu dapat ditarik pemiliknya. 2 Tabungan Mudharabah Tabungan atau simpanan dengan prinsip mudharabah, yakni dana tersebut dipercayakan oleh pemilik kepada BMT untuk digunakan untuk tujuanusaha yang menguntungkan, namun secara implisit pemilik dana bersedia menanggung kerugian selama BMT tidak commit to user 22 dapat menutupi kerugian dengan cara lain. Pemilik mendapatkan bagian bagi hasil dari modal tersebut sesuai dengan kesepakatan. Produk simpanan ini bisa bermacam-macam antara lain : Simpanan Mudharabah biasa, Haji, nikah dst.

b. Pembiayaan

Kegiatan pembiayaan adalah upaya BMT dalam membiayai usaha- usaha yang dilakukan oleh anggota sesuai dengan kebutuhan usaha tersebut. Pembiayaan dapat berbentuk : 1 Mudharabah : bagi hasil 2 Musyarakah : bagi hasil besyarikat 3 Murabahah : pemilikan barang jatuh tempo 4 Bai’u Bithaman Ajil : pemilikan barang cicilan. 5 Al Qardhul hasan: pinjaman lunak. Guna memperkecil risiko pemberian pembiayaan terdapat prinsip yang harus dipatuhi dalam melaksanakan kegiatan pembiayaan secara sehat. Secara umum prinsip-prinsip pembiayaan adalah sebagai berikut: 1 Character 2 Capacity . 3 Capital 4 Collateral 5 Condition of Economy commit to user 23

c. Jasa-jasa

Disamping produk kerja sama dan jual beli, Koperasi Syari’ah juga dapat melakukan Kegiatan jasa layanan antara lain: 1 Jasa Al Ijaroh Sewa 2 Jasa Wadi’ah Titipan 3 Hawalah Anjak Piutang 4 Rahn Gadai 5 Wakalah Perwakilan 6 Kafalah Penjaminan 7 Qard Pinjaman Lunak Pembiayaan Syari’ah 1. Penyaluran Dana UJKS a. Definisi Penyaluran Dana Penyaluran dana dalam Usaha Jasa Keuangan Syari’ah UJKS adalah suatu transaksi dana kepada anggota calon anggota yang tidak termasuk bertentangan dengan syari’at Islam, juga tidak termasuk jenis penyaluran dana yang dilarang secara hukum positif. Penyaluran dana memiliki fungsi : 1 Meningkatkan daya guna, peredaran dan lalu lintas uang anggota calon anggota Koperasi Syari’ah. 2 Meningkatkan aktifitas investasi Koperasi Syari’ah. commit to user 24 3 Sebagai Sumber pendapatan terbesar Koperasi Syari’ah.

b. Kebijaksanaan penyaluran dana

UJKS dalam mengelola dana anggota Koperasi Syari’ah harus memiliki komitmen dan integritas terhadap prinsip muamalah, oleh karenanya, dalam proses penyaluran secara sehat dan benar serta prosedur komite persetujuan, dokumentasi dan administrasi serta pengawasan penyaluran dana. Gambar 2.2 Bagan alur penyaluran dana UJKS Koperasi Syari’ah

2. Pengertian Akad dalam Transaksi Syari’ah

Kontrak atau Akad dalam bahasa arab adalah ‘uqud jamak dari ‘ aqd, yang secara bahasa artinya, mengikat, bergabung, mengunci, menahan, atau dengan kata lain membuat suatu perjanjian. Di dalam Ketua DPS Direktur Manajer UJKS Petugas Pembiayaan Teller Kasir Accounting Anggota Calon Simpanan Berjangka Mudharabah Investasi terikat Investasi tidak terikat commit to user 25 Hukum Islam, aqd artinya: “gabungan atau penyatuan dari penawaran Ijab dan penerimaan qabul ” yang sah sesuai dengan hukum Islam. Ijab adalah penawaran dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari penawaran yang disebutkan oleh pihak pertama. Akad Mudharabah adalah perjanjian antara dua pihak yang berbisnisberinvestasi, dimana satu pihak sebagai pemilik modal shahibul maal dan pihak lainnya sebagai pengelola bisnis mudharib . Dalam akad Mudharabah secara baku sudah ditetapkan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Akad harus disepakati di muka sebelum kerjasama bisnisinvestasi dimulai. Ada tiga rukun akad yaitu dua pihak mengadakan transaksi, objek transaksi dan sighah pernyataan resmi adanya transaksi. Dua belah pihak yang mengadakan transaksi adalah dua pihak yang secara langsung menangani sebuah transaksi Adapun ketiga rukun akad itu adalah:

a. Dua Pihak yang melakukan Transaksi

Dua pihak yang mengadakan transaksi adalah dua pihak yang secara langsung menanganai sebuah transaksi. Agar sebuah akad atau transaksi itu sah maka pihak yang mengadakan transaksi haruslah orang yang dalam sudut panrang fiqh memiliki kapasitas untuk melakukan transaksi. Dalam sudut pandang fiqh, orang yang memiliki kapasitas untuk mengadakan transaksi adalah orang-orang yang memenuhi kriteria berikut: commit to user 26 Pertama, rusyd yaitu kemampuan untuk membelanjakan harta dengan baik. Kemampuan ini dimiliki oleh orang yang baligh, bukan anak kecil, dan berakal, bukan orang gila. Disamping itu orang tersebut juga tidak sedang di- hajr . Hajr dalam hal ini adalah hukuman yang ditetapkan oleh hakim terhadap seseorang berupa tidak boleh mengadakan transaksi. Hal ini disebabkan orang tersebut sedang terlilit hutang atau dinilai tidak bisa memegang uang dengan baik. Kedua, tidak dipaksa. Oleh karena itu transaksi yang diadakan oleh orang dalam kondisi dipaksa itu tidak sah kecuali jika pemaksaan yang dilakukan dalam hal ini memeang bias dibenarkan secara hukum syari’at. Contohnya adalah penghutang yang menunda-nunda untuk melunasi hutangnya tanpa alasan atau orang yang pailit dipaksa oleh pihak pengadilan untuk menjual hartanya dalam rangka melunasi hutang yang menjadi kewajibannya. Sebuah transaksi itu bersifat mengikat yaitu tidak bisalagi dibatalkan jika tidak mengandung khiyar . Khiyar adalah hak yang dimiliki oleh kedua belah pihak yang mengadakan transaksi untuk melanjutkan transaksi ataukah membatalkannya.

b. Objek Transaksi

Yang dimaksud objek transaksi adalah semisal barang yang hendak diperjual-belikan dalam transaksi jual beli dan barang yang hendak disewakan oleh dua belah pihak yang hendak mengadakan transaksi sewa. commit to user 27 Agar sebuah transaksi sah maka objek transaksi harus memenuhi kriteria sebagai berikut ini: 1 Barang tersebut adalah barang yang suci bukan najis atau terkena najis namun masih memungkinkan untuk dibersihkan. Oleh karena itu, transaksi dengan objek benda najis semisal bangkai tidaklah sah. Demikian pula, jika benda tersebut berlumuran najis dan tidak mungkin untuk dibersihkan. 2 Benda tersebut bisa dimanfaatkan dengan pemanfaatan yang diizinkan oleh syariat. Bisa dimanfaatkan dengan pemanfaatan yang diizinkan oleh syariat adalah asas untuk menilai suatu benda itu termasuk harta ataukah tidak memiliki nilai ataukah tidak. Oleh karena itu benda-benda yang tidak ada manfaatnya semisal benda-benda remeh yang tidak dilirik orang tidaklah sah jika dijadikan sebagai objek transaksi. Demikian pula, jika manfaat benda tersebut adalah manfaat yang haram semisal manfaat yang terkadung pada khamr dan semacamnya tidaklah sah dijadikan sebagai objek transaksi. Namun perlu diingat baik-baik bahwa status suatu benda bisa dimanfaatkan ataukah tidak itu bisa berubah-ubah sesuai dengan perubahan zaman dan tempat. Di masa silam barang rongsokan termasuk kategori benda tidak bernilai sehingga tidak sah jika dijadikan sebagai objek transaksi. commit to user 28 Sedangkan sekarang barang rongsokan termasuk benda yang memiliki nilai jual. 3 Bisa diserahkan. Oleh karenanya, benda yang tidak ada tidaklah dijadikan objek transaksi. Demikian pula benda yang ada namun tidak bisa diserahkan. Benda-benda ini termasuk tidak sah dijadikan sebagai objek transaksi karena mengandung unsur gharar ketidakjelasan. Sedangkan setiap transaksi yang mengandung gharar itu dilarang menurut syari’ah. 4 Telah dimiliki dengan sempurna oleh orang yang mengadakan transaksi. Karenanya, benda yang tidak bisa dimiliki tidaklah sah dijadikan sebagai objek transaksi. 5 Benda tersebut diketahui dengan jelas oleh orang yang mengadakan transaksi dalam transaksi langsung. Jadi dalam jual beli langsung, benda yang menjadi objek transaksi disyaratkan bendanya telah diketahui secara jelas semisal jual beli mobil tertentu atau rumah tertentu. Jika persyaratan diatas telah terpenuhi maka transaksi pada objek tersebut bersifat mengikat tidak bisa dibatalkan jika tidak ada pada benda objek tansaksi hal-hal yang menyebabkan munculnya hak khiyar semisal cacat barang. commit to user 29

c. Shigah

Shighah adalah ungkapan yang digunakan oleh pihak yang mengadakan transaksi untuk mengekspresikan keinginannya. Ungkapanya ini berbentuk kalimat-kalimat yang menunjukan terjadinya transaksi. Shigah itu terdiri dari ijab dan qobul. Menurut mayoritas ulama yang dimaksudkan dengan ijab adalah kalimat yang menunujukkan pemindahan kepemilikan. Sedangkan qobul adalah kalimat yang menunjukkan sikap menerima pemindahan kepemilikan tersebut. Sehingga yang menjadi tolak ukur ijab adalah jika yang mengeluarkan pernyataan tersebut adalah orang yang bisa memindahkan kepemilikan objek akad. Semisal penjual, dan orang yang menyewakan. Suatu kalimat bernilai qobul jika dikeluarkan orang pemilik baru objek akad semisal, pembeli dan penyewa. Jadi yang menjadi parameter bukanlah siapa yang pertama kali mengeluarkan pernyataan dan siapa yang nomer dua, namun siapa pihak yang memindahkan kepemilikan dan siapa pihak yang menerima kepemilikan.

3. Al Mudharabah

Pembiayaan Mudharabah yaitu suatu perjanjian antara BMT shohibul maal dengan pengelola dana mudharib. Dimana hasil keuntungan maupun kerugian pengelola dana mudharib akan dibagi sesuai dengan bagi hasil nisbah antara BMT shohibul maal dengan commit to user 30 pengelola dana mudharib yang telah disepakati pada awal dibuatnya perjanjian. Definisi secara fikih Mudharabah disebut juga Muqaradhah yang berarti bepergian untuk urusan dagang. Secara muamalah berarti pemilik modal shohibul maal menyerahkan modalnya kepada pekerja pedagang pelaku usaha mudharib untuk diputar sebagai usaha, sedangkan keuntungan usaha itu dibagi menurut kesepakatan bersama. “ Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri sholat kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan demikian pula segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka dia member keringanan kepadamu, Karena itu bacalah apa yang mudah bagimu dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang akan berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apayang mudah bagimu dari Al Quran dan Dirikanlah Sholat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh balasan nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS Al-Baqarah: 198 commit to user 31 Muhamad 2002: 102 Mudaharabah adalah kerjasama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha keahlian atau ketrampilan atau tenaga dalam pelaksanaan unit-unit atau proyek usaha. Adiwarman Karim 2004: 93 Al-Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal shahibul al-maal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola mudharib dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan dalam panduan kontribusi 100 modal kas dari shahib al- maal dan keahlian mudharib. Berdasarkan pendapat pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Mudharabah adalah perjanjian kerjasama antara dua dimana pihak pertama shahib al-maal menyediakan 100 modal, sedangkan pihak lainnya mudharib sebagai pemilik keahlian atau ketrampilan menjadi pengelola. Dasar hukum Pembiayaan Mudharabah adalah Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 07DSN-MUIIV2000, tentang Pembiayaan Mudharabah Qiradh. Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada hari Selasa, tanggal 29 Dzulhijjah 1420 H.4 April 2000. MEMUTUSKAN Menetapkan : FATWA TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH QIRADH Pertama : Ketentuan Pembiayaan: commit to user 32 1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. 2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal pemilik dana membiayaai 100 kebutuhan suatu proyek usaha, sedangkan pengusaha nasabah bertindak sebagai mudhaharib atau pengeloa usaha. 3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak LKS dengan Pengusaha. 4. Mudharib boleh melakukan melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakai bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembianaan dan pengawasan. 5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang. 6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib nasabah melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. 7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib jaminan dari mudharib commit to user 33 atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. 8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN. 9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib. 10. Dalam hal penyandang dana LKS tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan. Rukun dan Syarat Pembiayaan : 1. Penyedia dana shahibul maal dan pengelola mudharab harus cakap hukum. 2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak akad, dengan memperhatikan hal-hal berikut: a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak akad. b. Peneriman dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. commit to user 34 c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 3. Modal ialah sejumlah uang danatau asset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut: a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk asset, maka asset tesebut harus dinilai pada waktu akad. c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad. 4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi: a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi nisbah dari keuntungan commit to user 35 sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. 5. Kegiatan usaha oleh pengelola mudharib, sebagai perimbangan muqabil modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut: a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan. c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu. commit to user 36 Ketiga : Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan: 1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu. 2. Kontrak tidak boleh dikaitkan mu’allaq dengan dengan sebuah kejadian dimasa depan yang belum terjadi. 3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah yad al-amanah, kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. 4. Jika satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Administrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

a. Rukun Al Mudharabah

Menurut Adiwarman Karim 2004: 193 adapun faktor-faktor yang harus ada rukun dalam akad mudharabah adalah: 1 Pelaku pemilik modal maupun pelaksana usaha. 2 Objek mudharabah modal dan kerja merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. 3 Persetujuan kedua belah pihak ijab-qobul 4 Nisbah Keuntungan commit to user 37 Rukun dalam akad mudharabah sama dengan rukun dalam akad jual-beli ditambah satu factor tambahan, yakni nisbah keuntungan. Faktor pertama pelaku kiranya cukup jelas. Dalam akad mudharabah , harus ada minimal dua pelaku pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah , sedangkan pelaksanan usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin minkum sama-sama rela. Disini kedua belah pihak harus harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah, bila kedua belah pihak telah menyetujui perjanjian- perjanjian yang harus dilaksanakan maka membicarakan nisbah keuntungan. Nisbah keutungan merupakan rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual-beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah . Adapun rukun dan syarat perjanjian mudharabah secara umum adalah sebagai berikut: Rukun Mudharabah : 1 Ada Shahibul Maal bank Kewajiban shahibul maal adalah menyediakan dana yang akan digunakan untuk berinvestasi. Seluruh dana yang dibutuhakan berasal dari shahibul maal . Apabila investasi mengalami kerugian secara wajar maka kerugian ini ditanggung commit to user 38 sepenuhnya oleh shahibul maal, dan mudharib hanya bertanggung jawab sebatas keahlian yang dimilkinya. Hak shahibul maal adalah hak untuk mengetahui pencatatan pembukuan kegiatan investasi. Apabila disepakati bersama maka shahibul maal boleh meminta jaminan atas kemungkinan kegagalan usaha kepada mudharib , yaitu berupa sesuatu barang berharga yang tidak punya kaitan langsung dengan investasi yang dijalankan. Shahibul maal juga boleh menetapkan persyaratan- persyaratan tertentu terkait pelaksanaan investasi. 2 Adanya mudharib nasabah Kewajiban mudharib adalah menjalankan usaha yang diamanahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan keuntungan usaha sebagaimana rencana investasi yang telah dibuat. Mudharib harus mempunyai keahlian dalam bisnisinvestasi yang dijalankan. Mudharib juga harus mematuhi syarat yang ditetapkan shahibul maal, serta menyediakan barang jaminan jika sudah disepakati bersama. Hak mudharib adalah kebebasan menjalankan usaha sesuai dengan keahliannya tanpa ada gangguan dari pihak manapun, termasuk shahibul maal. Mudharib juga berhak memperoleh upah gaji dari investasi yang dijalankan. commit to user 39 3 Adanya amal usahapekerjaan Menyangkut mengenai usaha apa yang akan dijalankan, seberapa besar proyeksi keuntungan yang diperoleh. Pada pembiayaan mudharabah , harus jelas usaha apa yang akan dibiayai. Tentunya usaha yang boleh dibiayai harus sesuai dengan syari’at islam dan tidak diperkenankan memberikan pembiayaan kepada usaha yang diragukan terlebih haram menurut syari’at Islam. Shohibul Maal berhak menolak permohonan pembiayaan apabila usaha yang dijalankan oleh mudharib dirasa berseberangan dengan syariat Islam. 4 Adanya hasil bagi hasilkeuntungan Bagi hasil adalah penentuan besarnya bagian yang diperoleh masing-masing pihak selama periode operasi investasi. Dalam akad dicantumkan porsinisbah masing-masing pihak selama periode operasi investasi. Porsinisbah menunjukkan nilai perbandingan hak terhadap keuntungan investasi, seperti 50 untuk shahibul maal dan 50 untuk mudharib. Atau porsinisbah lainnya dengan variasi yang disepakati bersama dan diperjanjikan didalam akad mudharabah. Keuntungan yang di bagihasilkan harus dibagi secara proporsional antara shahibul maal dengan mudharib. commit to user 40 5 Adanya aqad ijab-qabul Akad yaitu perjanjian serah terima antara shahibul maal dengan mudharib setelah kesepakan mengenai nisbah bagi hasil telah disetujui oleh kedua belah pihak. Aqad ini berisi tentang ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban yang tertulis, baik itu pihak shahibul maal maupun mudharib. Aqad merupakan hal yang penting karena jika suatu hari nanti timbul resiko-resiko terkait dengan pembiayaan mudharabah.

b. Landasan Syari’ah

Dari sudut pandang Syari’ah Al-Mudharabah lebih mencerminkan pada tujuan melakukan usaha. Hal tersebut merujuk pada ayat-ayat dan Al-Hadist berikut : 1 Al Qur’an Dalam menjalankan pembiayaan mudharabah perlu adanya aturan yang melandasi dari kegiatan tersebut, yaitu juga termasuk dalam ayat Al Qur’an sebagai berikut : a “Dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT” Al Muzzamil: 20. Yang menjadi argument dari surat Al Muzzamill: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha. commit to user 41 b “Apabila telah ditunaikan sholat maka bertebarlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT”. Al Jumuah: 10. Ayat tersebut menerangkan bahwa Allah SWT menghalalkan umat manusia untuk mencari rizki yang sudah di berikan kepada manusia di bumi. c “Tidaklah ada dosa halangan bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu” Al Baqarah:198. Surah Al Jumuah: 10 dan Al Baqarah 198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha. 2 Al Hadist Selain dalam Al Qur’an juga ditegaskan dalam hadist berikut ini : “ Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Abdul Mutholib jika memberikan dana ke mitra usaha secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak di bawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tesebut. Disampaikan syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun memperbolehkannya” . HR Thabarani. Dari hadist tersebut menerangkan bahwa dalam pemberian dana mudharabah seharusnya tidak digunakan diluar commit to user 42 darikontrak atau perjanjian yang sudah dibuat sebelumnya antara kedua belah pihak, yaitu antara si pemberi dana shahibul maal dengan penerima dana mudharib.

c. Jenis-jenis Al Mudharabah

Mengacu pada daripada pendapat Adiwarman Karim 2004: 200 secara umum Al-Mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu : 1 Mudharabah Muthlaqah Mudharabah Muthlaqoh adalah bentuk kerjasama antara shahibul Maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. 2 Mudharabah Muqayyadah Mudharabah Muqayyadah disebut juga dengan istilah restricted mudharabah atau specified mudharabah adalah kerjasama usaha dimana si mudharib dibatasi dengan jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis usaha.

d. Ketentuan Penyaluran Mudharabah

Menurut Nur S. Buchori 2009: 146 ketentuan penyaluran mudharabah adalah: commit to user 43 1 Penyaluran dana mudharabah adalah penyaluran dana yang disalurkan oleh Koperasi Syari’ah kepada anggotanya untuk suatu usaha yang produktif. 2 Dalam penyaluran dananya UJKS Koperasi Syari’ah bertindak sebagai Shohibul Maal membiayai 100 kebutuhan dana suatu proyek usaha. Anggota sebagai mudharib pengeloloa usaha tersebut. 3 Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. 4 Koperasi Syari’ah sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian kecuali jika anggota sebagai pengelola melakukan yang disengaja, atau menyalah perjanjian.

e. Teknis Pelaksanaan Mudharabah

Sebagaimana dikutip dari Nur S. Buchori 2009: 147 Teknis penerapan pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut: 1 Pembiayaan Mudharabah diberikan dalam bentuk tunai yang dinyatakan jumlahnya atau dalam bentuk barang yang dinyatakan harga perolehannya. Pembiayaan hanya diberikan untuk tujuan yang sudah jelas dan disepakati bersama. Apabila modal diserahkan secara bertahap harus jelas tahapannya dan disepakati bersama. 2 Pembagian keuntungan dengan metode profit and loss sharing yakni untung dan rugi dibagi bersama atau bagi pendapatan commit to user 44 revenue sharing. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dan dinyatakan dalam nisbah yang disepakati. Koperasi syari’ah tidak diperkenankan mengakui pendapatan berdasarkan proyeksi yang dibuat. 3 UJKS Koperasi Syari’ah berhak melakukan pengawasan terhadap usaha anggota. Namun tidak berhak membatasi tindakan pengelola usaha dalam menjalankan usahannya, kecuali sebatas perjanjian usaha yang teah ditetapkan atau yang menyimpang dari aturan syari’at. 4 Untuk pembiayaan jangka waktu sampai dengan satu tahun, pengembalian modal dapat dilakukan pada akhir periode akad atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk dari usaha nasabah. Sementara untuk jangka waktu lebih dari satu tahun penngembalian dilakukan dengan cara angsuran berdasakan aliran kas masuk. 5 Untuk mengantisipasi risiko akibat kelalaian atau kecurangan, Koperasi Syari’ah dapat meminta jaminan dari mudharib. 6 Dokumentasi a Formulir pengajuan pembiayaan b Kelengkapan dokumen pendukung c Surat persetujuan prinsip d Surat permohonan realisasi permohonan dana commit to user 45 e Tanda terima uang barang oleh anggota f Akad perjanjian mudharabah g Perjanjian pengikatan jaminan h Proyeksi pendapatan usaha nasabah Gambar 2.3 Skema Pembiayaan Mudharabah

f. Manfaat dan Resiko

Al Mudharabah 1 Mengacu pada pendapat Muhamad 2002: 105 manfaat Al Mudharabah adalah : a Bank akan mengalami peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. PERJANJIAN BAGI HASIL Nisbah x Nisbah x Anggota mudharib PROYEK USAHA PEMBAGIAN KEUNTUNGA N MODAL KOPERASI SYARI’AH commit to user 46 b Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendapatan atau bagi hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread. c Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah. d Bank akan lebih selektif dan hati-hati prudent mencari usaha yang benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. e Prinsip bagi hasil Al Mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan nasabah satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungannya yang dihasilkan oleh nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi. 2 Resiko Al Mudharabah Resiko yang terdapat dalam Al- Mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relatif tinggi diantaranya Muhamad,2002: 105 : a Side Streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti disebut dalam kontrak. commit to user 47 b Lalai dan kesalahan yang disengaja. c Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur . commit to user 48

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN