Ekosistem Sungai Dan Bantaran Sungai

Ekosistem Sungai Dan Bantaran Sungai
Onrizal
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Pendahuluan Sungai diibaratkan sebagai urat nadi dalam tubuh manusia, sementara air yang mengalir dalam urat nadi tersebut adalah seumpama darah. Tanpa urat nadi, darah tidak mungkin mengirimkan berbagai zat makanan yang dibutuhkan oleh semua bagian tubuh manusia. Demikian juga tanpa sungai atau apabila sungai sudah tercemar maka manusia, selain akan kesulitan untuk mendapatkan air yang layak, namun juga akan mahal. Sebagaimana yang sudah banyak diketahui, DeSanto (1978) mengemukakan bahwa sekitar 70% tubuh manusia merupakan air dan setiap harinya manusia membutuhkan sekitar 1,5 liter air untuk tetap survive, dan ekosistem daratan secara langsung tergantung pada air sebagai faktor yang menentukan struktur dan fungsi seluruh bioma di bumi. Sementara itu, Odum (1988) mengemukakan bahwa oleh karena air amat penting dan merupakan bagian terbesar dari protoplasma, maka dapatlah dikatakan bahwa semua kehidupan adalah ‘akuatik’ Sungai, tempat air mengalir dan membawa berbagai kebutuhan hidup manusia dan berbagai makluk lain yang dilaluinya, merupakan bagian dari ekosistem air tawar. Meskipun luasan sungai dan jumlah air yang mengalir yang didalamnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan luas dan jumlah air yang di laut, namun sungai memiliki peranan penting secara langsung bagi kehidupan manusia dan makluk di sekitarnya. Bila harus mendatangkan air dari laut, tentunya selain mahal dan lama, juga dibutuhkan teknologi tinggi untuk mentawarkan air laut tersebut.
Klasifikasi Habitat Air Tawar Berdasarkan pertimbangan beberapa kondisi dasar ekologi, DeSanto (1978), Odum (1988), Ewusie (1990) mengklasifikasikan habitat air tawar menjadi dua tipe, yaitu: 1. Air tergenang, atau habitat lentik (berasar dari kata lenis = tenang), seperti danau, kolam, rawa atau pasir terapung. 2. Air mengalir, atau habitat lotik (berasal dari kata lotus = tercuci), seperti mata air, aliran air (brook-creek) atau sungai. Lebih lanjut Odum (1988) mengemukakan bahwa seseorang tidak perlu menjadi ahli, atau mengambil variasi kehidupan yang ada, untuk mengenali perbedaan antara air tergenang dan air mengalir. Ewusie (1990) menjelaskan satu perbedaan mendasar antara danau (air diam) dengan sungai (air mengalir) adalah bahwa danau terbentuk karena cekungannya sudah ada dan air mengisi cekungan itu, tetapi danau itu setiap saat dapat terisi oleh endapan sehingga menjadi tanah kering. Sebaliknya, sungai terjadi karena airnya sudah ada, sehingga air itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap adanya saluran selama masih terdapat air yang mengisinya.

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

1

Pada umumnya, perbedaan antara aliran air (sungai) dengan air tergenang (kolam) terkait dengan 3 (tiga) kondisi (Odum, 1988), yaitu (1) arus adalah faktor yang paling penting mengendalikan dan merupakan faktor pembatas di aliran air, (2) pertukaran tanah-air relatif lebih ekstensif pada aliran air yang menghasilkan ekosistem yang lebih ‘terbuka’ dan suatu metabolisme komunitas tipe ‘heterotropik’, dan (3) tekanan oksigen biasanya lebih meratya dalam aliran air, dan stratifikasi termal maupun kimiawi tidak ada atau dapat diabaikan.

Zona Utama Sungai Ada dua zona utama pada aliran air (sungai) (Odum, 1988), yaitu: 1. Zona air deras: daerah yang dangkal dimana kecepatan arus cukup tinggi untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang lepas, sehingga dasarnya padat. Zona ini dihuni oleh bentos yang beradaptasi khusus atau organisme ferifitik yang dapat melekat atau berpegang dengan kuat pada dasar yang padat, dan oleh ikan yang kuat berenang. Zona ini umumnya terdapat pada hulu sungai di daerah pergunungan. 2. Zona air tenang: bagian sungai yang dalam dimana kecepatan arus sudah berkurang, maka lumpur dan materi lepas cenderung mengendap di dasar, sehingga dasarnya lunak, tidak sesuai untuk bentos permukaan tetapi cocok untuk penggali nekton dan pada beberapa kasus, plankton. Zona ini banyak dijumpai pada daerah yang landai, misalnya di pantai timur Sumatera, dan Kalimantan. Selain itu, jika pada kolam dan danau zonasi yang menonjol adalah horisontal, tetapi pada sungai (air mengalir) zonasinya secara longitudinal. Jadi, di dalam danu, zona yang berturut-turut dari tengah ke tepian berturut-turut mewakili tingkat geologis yang lebih tua pada proses pengisian danau. Sedangkan pada sungai dapat dijumpai tingkat yang lebih tua dari hulu ke hilir. Peruahan lebih terlihat pada bagian atas dari aliran air, dan komposisi kimia berubah dengan cepat. Perubahan komposisi komunitas sewajarnya lebih jelas pada kilometer pertama dibandingkan 50 kilometer terakhir (Odum, 1988)

Sifat dan Adaptasi Komunitas Sungai Arus merupakan faktor pembatas utama pada aliran deras, tetapi dasar yang keras, terutama bila terdiri dari batu, dapat menyediakan permukaan yang cocok untuk organisme (flora dan fauna) untuk menempel dan melekat. Dasar di air tenang yang lunak dan terus-menerus berubah umumnya membatasi organisme bentik yang lebih kecil sampai bentuk penggali, tetapi bila kedalaman lebih besar lagi, dimana gerakan air lebih lambat, lebih sesuai untuk plankton, neuston dan plankton. Komposisi jenis dari komunitas air deras sewajarnya 100% berbeda dari zona poerairan yang tenang seperti kolam dan danau (Odum, 1988). Beberapa bentuk adaptasi dari organisme komunitas air deras untuk mempertahankan posisi pada air yang mengalir (DeSanto, 1978, Odum, 1988) adalah: 1. Melekat permanen pada substrat yang kokoh, seperti batu, batang kayu, atau massa daun. Dalam kategori ini termasuk tanaman produsen utama dari aliran air, berupa (a) ganggang hijau yang melekat, seperti Cladophora, yang mempunyai serabut yang panjang; (b) diatomae yang bertutup keras yang menutupi berbagai permukaan; dan

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

2

(c) lumut air dari marga Fontinalis dan beberapa marga yang lain yang menutupi batu bahkan aliran air yang paling deras sekalipun. 2. Kaitan dengan penghisap. Sejumlah besar binatang yang hidup di aliran air deras mempunyai kaitan atau penghisap yang memungkinkan mereka untuk berpegang pada permukaan yang tampak halus. Sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar Gambar 11-12 hal 396 dari Odum, 1988. Berdasarkan Gambar tersebut terlihat bahwa kedua larva Diptera, Simulium dan Blepharocera dan Hydropsyche amat jelas dan seringkali merupakan binatang pada aliran deras dan air terjun. Simulium tidak hanya mempunyai penghisap pada bagian belakang tubuhnya tetapi juga melekatkan dirinya dengan suatu benang seperti sutera. Bila diusir/diganggu, larva yang tak berkaki tersebut tidak terbawa arus sampai jauh karena adanya ‘tali pengaman’ dan akan kembali ke tempat melekat yang disukainya dengan pertolongan tali tersebut. Hydropsyche yang memintal jala, melekatkan suatu jala disekeliling tubuhnya yang dapat berfungsi sebagai pelindung maupun perangkap makanan yang berupa servihan binatang atau tanaman yang tersuspensi dalam air. 3. Permukaan bawah yang lengket. Banyak binatang dapat menempelkan diri pada permukaan dengan bagian bawahnya yang lengket. Sebagai contoh adalah siput dan cacing pipih. 4. Badan yang stream line. Hampir semua bianatang aliran air, dari larva serangga sampai ikan, menunjukkan bentuk ‘stream line’, dimana bentuk badannya hampir serupa dengan telur, melengkung lebar di depan dan meruncing ke arah belakang, menyebabkan tekanan minimum dari air yang mengalir melewatinya. 5. Badan yang pipih. Sebagai tambahan dari ‘stream line’, banyak binatang daerah aliran air deras menunjukkan badan yang pipih yang memungkinkan mereka menemukan tempat perlindungan di bawah batu dan di celah-celah batu. Jadi badan dari nimfa lalat batu (‘stonefly’) dan ‘mayfly’ yang hidup di aliran air jauh lebih pipih dibandingkan dengan badan nimfa dari jenis yang dekat hubungannya tetapi hidup di kolam. 6. Rheotaxis positif (rheo = arus, taxis = pengaturan). Binatang aliran air hampir tidak bervariasi berorientasi ke arah hulu dan, bila dapat berenang, terus-menerus bergerak melawan arus. Karakter tersebut merupakan polah tingkah laku yang diturunkan. Kebalikannya, banyak binatang yang hidup di danau, bila ditempatkan di air mengalir, hanyut bersama dengan arus dan tidak berusaha untuk berorientasi atau bergerak melawan arus. Pola tingkah laku yang diturunkan untuk rheotaxis positif sama pentingnya dengan adaptasi morfologi yang disebutkan sebelumnya. 7. Thigmotaxis positif (thigmo = sentuhan, hubungan). Banyak binatang aliran air mempunyai pola tingkah laku yang diturunkan untuk melekat dekat permukaan atau menjaga badannya agar dekat dengan permukaan. Jadi bila sekelompok nimfa ‘stonefly’ ditempatkan di suatu cekungan, mereka berusaha untuk berhubungan dengan bagian bawah dari cabang kayu, reruntuhan, atau apa saja yang ada, bahkan saling melekat bila tidak ada permukaan yang dapat dilekati.

Peranan Ekosistem Bantaran Sungai Bantaran sungai adalah areal sempadan kiri-kanan sungai yang terkena/terbanjiri luapan air sungai, baik dalam periode waktu yang pendek maupun periode waktu yang cukup panjang, yang merupakan daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem akuatik

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

3

dengan ekosistem daratan. Sebagai ekoton, daerah bantaran sungai memiliki peranan penting antara lain adalah:
Menyediakan habitat yang unik bagi biota • keanekaragaman hayati yang tinggi : hutan aluvial satwaliar (burung, mamalia, reptilia, ikan, dll • produktivitas biologi tinggi hutan lahan basah perikanan burung • sumber penyebaran spesies ke tempat lain
Mengatur “interpath dynamics” • suplai bahan organik ke ekosistem akuatik (sungai) • penyimpan hara untuk aliran permukaan lahan pertanian • mempengaruhi pergerakan serta migrasi burung dan mamalia
Indikator dari perubahan hydroklimat • sensitif terhadap external control
Mempunyai visual quality yang kuat • menciptakan warna, variasi dan citra yang berbeda • menyediakan wilderness experience • menciptakan prospek dan refuge images
Daftar Pustaka
DeSanto, R.S. 1978. Concepts of applied ecology. Springer-Verlag. New York.
Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar ekologi tropika. (Terjemahan). Penerbit ITB. Bandung.
Odum, E.P. 1988. Dasar-dasar ekologi. (Terjemahan) Edisi 3. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta.

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

4