16
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Peran Guru dalam Sosialisasi Kesetaraan Gender
Berdasarkan hasil penelitian Puslitbang KS dan PKP pada tahun 2000 yang dikutip oleh Wahjuni, dalam masyarakat hal-hal yang berurusan dengan
pekerjaan berat lebih banyak dilakukan oleh laki-laki walaupun perempuan merasa mampu tetapi lebih praktis dilakukan oleh laki-laki, perempuan hanya
cocok mengerjakan pekerjaan di rumah atau pekerjaan yang biasa dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga. Mengenai pembagian tugas sehari-hari dalam keluarga,
mereka mengakui bahwa pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan perempuan, laki-laki tugasnya adalah bekerja di luar rumah untuk mencari uang. Walaupun
ada beberapa informan yang menyatakan bahwa pekerjaan dirumah dilakukan bersama-sama, tapi pada kenyataannya hanya pengakuan saja, dan pekerjaan
tersebut dikerjakan oleh perempuan. Pengertian lain dari peran adalah sebagaimana dikemukakan oleh J.R
dan Allen. V.L, dalam Thoha 1993:10 bahwa peran adalah suatu rangkaian yang teratur yang ditimbulkan karena suatu jabatan. Manusia sebagai makhluk sosial
memiliki kecenderungan untuk hidup berkelompok tadi akan terjadi interaksi antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota yang lainnya. Tumbuhnya
interaksi diantara anggota masyarakat ada saling ketergantungan. Dalam kehidupan bermasyarakat itu munculah apa yang dinamakan peran role, peran
merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan seseorang. Apabila seseorang
melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka orang yang bersangkutan menjalankan suatu peranan.
Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas ada baiknya kita pahami tentang pengertian peran. Menurut Yasin 1995 : 176, peran adalah
sesuatu yang diperbuat, sesuatu yang diperbuat, sesuatu tugas, dan sesuatu hal yang pengaruhnya pada suatu peristiwa. Sedangkan menurut Soekanto 1987 :
221 peran adalah segala sesuatu oleh seseorang atau kelompok orang dalam melakukan suatu kegiatan karena kedudukan yang dimilikinya. Berdasarkan
pengertian tersebut, maka dapat dilihat bahwa dalam peran terdapat unsur individu sebagai subyek yang melakukan peranan tertentu. Selain itu, dalam peran terdapat
pula adanya status atau kedudukan seseorang dalam suatu masyarakat, artinya jika seseorang memiliki kedudukan status, maka bersangkutan menjalankan peran
tertentu pula. Dengan demikian, antara peran dan kedudukan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Berdasarkan makalah dalam jurnal komunitas oleh Marhaeni, pendidikan sebagai salah satu agen perubahan dituntut untuk selalu menanamkan
pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang benar dan jelas kepada anak didiknya. Ketika sebuah lembaga pendidikan ikut melanggengkan kesenjangan
gender, maka lembaga pendidikan tersebut belum peka gender atau karena kultur mewajibkan lembaga pendidikan tersebut harus mempunyai sikap sepert itu.
Kendala pemahaman konsep gender dan kodrat dengan benar meliputi beberapa hal yakni budaya, adat, kebiasaan, dan tafsir ajaran agama yang masih bias.
Konsep gender berbeda dari konsep kodrat. Konsep gender adalah konstruksi
sosial budaya tentang peran laki-laki dan peran perempuan yang bisa berubah dari waktu, tempat dan budaya yang berbeda. Sedangkan konsep kodrat adalah sesuatu
yang datang dari Tuhan yang manusia tidak bisa mengubahnya karena bersifat tetap dan tidak dapat dipertukarkan. Konsep gender yang berlaku pada masyarakat
Indonesia perlu disesuaikan dengan budaya masyarakat yang berlaku, sehingga tidak sekedar mengadopsi konsep-konsep feminsme adalah aliran.
Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi,
sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki- laki dan kodrat perempuan. Sebaliknya, melalui dialektika, konstruksi sosial
gender yang tersosialisasikan secara evolusional dan perlahan-lahan mempengaruhi biologis masing-masing jenis kelamin. Misalnya, karena
konstruksi sosial gender, kaum laki-laki harus bersifat kuat dan agresif maka kaum laki-laki kemudian terlatih dan tersosialisasi serta termotivasi untuk menjadi
atau menuju ke sifat gender yang ditentukan oleh suatu masyarakat, yakni secara fisik lebih kuat dan lebih besar. Sebaliknya, karena kaum perempuan harus lemah
lembut, maka sejak bayi proses sosialisasi tersebut tidak saja berpengaruh kepada perkembangan emosi berlangsung secara mapan dan lama, akhirnya menjadi sulit
dibedakan apakah sifat-sifat gender itu, dikonstruksi atau dibentuk oleh masyarakat atau kodrat biologis yang ditetapkan oleh Tuhan. Namun, dengan
menggunakan pedoman bahwa setiap sifat biasanya melekat pada jenis kelamin tertentu dan sepanjang sifat-sifat tersebut dapat dipertukarkan, maka sifat tersebut
adalah hasil konstruksi masyarakat, dan sama sekali bukanlah kodrat.
Konstruksi gender yang ada sering menimbulkan ketimpangan gender, dan perempuanlah yang sering menjadi korbanya. Misalnya, dalam mengerjakan
tugas piket untuk membersihkan kelas pasti anak perempuan yang melakukannya padahal sudah dibuat jadwal piket setiap harinya. Dalam kehidupan sehari-hari
gender stereotip atau pelabelan masih tetap dominan. Hal ini karena sebagian besar dari kita menerima peran stereotip berdasarkan gender sebagai sesuatu yang
wajar sebagai sesuatu yang diterima. Stereotip ini bahkan dikukuhkan dalam setiap langkah dalam proses sosialisasi. Bahkan sejak seorang anak manusia
dilahirkan, peran stereotip gender itu diberikan, karena perempuan disosialisasikan untuk lemah lembut, maka bayi perempuan juga ditimang dan
digendong dengan lemah lembut, sementara tepukan-tepukan yang sedikit keras boleh diberikan untuk bayi laki-laki, karena bayi laki-laki harus menjadi seorang
laki-laki yang kuat dan tegar. Adanya anggapan bahwa perempuan secara alamiah memiliki pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggungjawab kaum
perempuan. Konsekuensinya, banyak perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapihan rumah tangganya, serta menjaga
kelangsungan sumber-sumber tenaga kerja produktif, mulai dari menyapu, mengepel, mencuci, memasak, memelihara anak dan lainnya. Banyak terjadi di
kalangan keluarga miskin beban yang sangat berat ini ditanggung perempuan sendiri, terlebih lagi jika perempuan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, maka perempuan memikul beban dua pekerjaan yaitu dalam sektor domestik dan publik atau sering disebut dengan beban ganda.
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, guru memegang peranan yang sangat penting. Oleh karena itu guru harus mampu mewujudkan
perilaku mengajar secara tepat agar terjadi perilaku belajar yang efektif dan kreatif pada diri siswa. Guru juga harus mampu meningkatkan kualitas belajar siswa
dalam bentuk kegiatan belajar yang dapat menghasilkan pribadi yang mandiri, pelajar yang efektif, dan pekerja yang produktif. Dengan kata lain guru tidak
hanya terbatas sebagai pengajar dalam arti penyampai pengetahuan, akan tetapi lebih dari itu sebagai perancang pembelajaran, manajer pembelajaran, penilai hasil
belajar motivator belajar, apabila itu semua dapat dilaksanakan oleh guru, maka sosialisasi kesetaraan gender akan berjalan dengan baik dan memperoleh hasil
yang maksimal yaitu siswa dapat memahami tentang apa itu gender. Dalam kaitannya sebagai motivator dari keseluruhan kegiatan belajar
siswa, guru harus mampu untuk menciptakan kondisi atau suatu proses kegiatan belajar yang mengarahkan siswa dapat melakukan kegiatan belajar efektif dan
kreatif. Peranan guru sangat penting untuk dapat menumbuhkan minat dan memberikan motivasi agar anak didiknya tertarik pada mata pelajaran dan materi
pembelajaran terutama tentang gender. Selain itu gender juga termasuk materi yang sangat menyenangkan untuk dipelajari tetapi itu semua tergantung pada cara
guru dalam menyampaikan materi tentang kesetaraan gender di SD. Hubungan antara peran guru dalam sosialisasi kesetaraan gender dengan
metode penyampaian sangat erat. Peran guru dalam sosialisasi kesetaraan gender akan terwujud apabila ada metode yang tepat digunakan oleh guru untuk
menyosialisasikan kepada siswanya, begitu juga metode sehingga tepatlah kalau
sosialisasi dilakukan oleh guru dengan menggunakan metode penyampaian yang tepat, yaitu metode penyampaian yang mudah dipahami dan tidak menimbulkan
kebosanan pada siswa. Proses belajar mengajar akan berjalan lancar kalau disertai dengan adanya minat pada diri siswa terhadap pelajaran yang sedang dipelajari.
Siswa akan terdorong melakukan sesuatu bila merasa ada suatu kebutuhan. Kebutuhan ini muncul apabila yang dikerjakan terdapat manfaat bagi
diri siswa. Oleh karena itu, seorang guru harus dapat menjelaskan manfaat yang akan diperoleh dari materi yang dipelajari. Selain itu, hasil kerja siswa tersebut
harus dihargai oleh gurunya. Apabila hasil pekerjaan atau usaha belajar itu tidak dihiraukan oleh gurunya, siswa akan merasa enggan untuk belajar. Kebutuhan
untuk mendapat penghargaan dari guru inilah yang membuat anak terdorong untuk melakukan kegiatan belajar.
Belajar memerlukan modal pengalaman yang diperoleh dari belajar di waktu sebelumnya. Modal pengalaman itu dapat berupa penguasaan bahasa,
pengetahuan, dan prinsip-prinsip. Modal pengalaman ini menentukan keberartian dari bahan yang dipelajari di waktu sekarang. Bahan yang berarti adalah bahan
yang dapat dikenali dan memungkinkan individu dapat dengan mudah untuk mempelajarinya.
Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang memiliki tujuan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan adanya alternatif metode
mengajar yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut dalam prosesnya guru perlu menggunakan metode mengajar secara bervariasi untuk
mengurangi tingkat kejenuhan siswanya. Sehingga tujuan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dapat tercapai secara optimal.
Di dalam buku-buku pelajaran selain tujuan kurikuler juga terkandung tujuan kurikuler tersembunyi hidden curriculum yang berupa nilai-nilai yang
diharapkan tertanam pada diri siswa. Bagi anak, pesan-pesan yang dikemukakan dalam bentuk pelukisan, seperti komik dan gambar dalam buku cerita atau buku-
buku sekolah lebih berarti daripada pesan verbal, dengan kata lain materi pembelajaran akan lebih mudah dipahami apabila disampaikan melalui media
pembelajaran yang menarik dibandingkan dengan penyampaian materi yang dilakukan hanya dengan ceramah saja. Dalam rangka sosialisasi Peran gender,
guru merupakan sumber belajar dan metode bagi anak dalam berimitasi dan identifikasi diri, karena siswa dapat mengetahui tentang gender disekolah dari
materi yang disampaikan oleh guru. Pemahaman guru tentang gender sangat penting dalam mempengaruhi anak. Apalagi pada anak SD sangat antusias dalam
memikirkan semua topik dan cenderung berlebihan dalam menggeneralsasi fakta- fakta baru yang ditemukannya. Misalnya, apabila seorang anak tingkat SD
mengetahui bahwa anak laki-laki tidak boleh menangis maka akan mencari tahu apa alasan anak laki-laki tidak boleh menangis, setelah mengerti alasan tesebut
maka anak tersebut beranggapan bahwa semua anak laki-laki tidak boleh menangis.
B. Landasan Teori