KESETARAAN GENDER DALAM RANGKA MEWUJUDKA

KESETARAAN GENDER DALAM RANGKA MEWUJUDKAN
PERLINDUNGAN KEPADA TENAGA KERJA WANITA
PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERDAGANGAN
DI KOTA JAMBI
Oleh: Yetniwati, S.H., M.H., Hj.Netty. S.H., .M.H., Asmaniar, S.H., M.H.
Dosen Hukum Fakultas Hukum Universitas Jambi.
ABSTRAK
Di Kota Jambi banyak terdapat pusat perbelanjaan,baik perusahaan berbentuk badan
hukum, persekutuan perdata maupun perusahaan perseorangan yang banyak menyerap
tenaga kerja wanita dibanding tenaga kerja pria. Adanya isu kecendrungan pengusaha
merekrut tenaga kerja wanita karena upah yang diberikan kepada pekerja wanita relatif
lebih rendah dibanding pekerja pria.
Dari permasalahan yang ada perlu dikaji bagaimana pelaksanaan kesetaraan gender
yang meliputi persamaan upah antara pekerja wanita dan pekerja pria, persamaan hak
untuk mendapatkan jabatan dalam perusahaan dan apa yang menjadi kendala-kendala
mewujudkan kesetaraan gender dalam rang ka memberikan perlindungan kepada
pekerja wanita.
Kata Kunci: Kesetaraan Gender,Perlindungan Kepada Tenagakerja Wanita.
I . PENDAHULUAN
Tenaga kerja wanita merupakan satu pekerja berjenis kelamin wanita yang ikut
berperan serta dalam pembangunan baik tingkat nasional maupun ditingkat daerah, oleh

sebab itu pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana tercantum dalam pasal 4 UndangUndang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa tujuan
pembangunan ketenegakerjaan adalah: a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga
kerja secara optimal dan manusiawi; b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan
penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan
daerah; c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan; dan d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Dari ketentuan pasal 4 diatas dapat kita lihat bahwa pembangunan
ketenagakerjaan itu memperhatikan kepentingan pekerja, pengusaha. Disini kita lihat
bahwa pengusaha dapat mempekerjakan pekerja sehingga berdaya guna secara optimal,
tetapi perlu diperhatikan kepentingan pekerja agar diperlakukan secara manusiawi.
Perlakuan pengusaha kepada pekerja secara manusiawi artinya memperlakukan
pekerja dengan memperhatikan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Karena

pekerja itu mempunyai keterbatasan tenaga, dan mempunyai status sosial ekonomi yang
lebih rendah dari pada status sosial ekonomi pengusaha yang mempunyai modal bersifat
materi.
Pekerja memanfaatkan tenaga dan pikiran dengan tujuan mendapatkan upah atau
gaji, guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan pengusaha mempekerjakan
pekerja untuk menghasilkan barang atau jasa pada perusahaan dan diharapkan
memperoleh keuntungan bagi perusahaan. Untuk menghindari kesenjangan kepentingan

pengusaha

dengan

pekerja diperlukan

perlindungan

hukum kepada

pekerja.

Perlindungan hukum merupakan hak bagi pekerja untuk menghindari perlakuan yang
semena-mena dari pihak yang mempunyai status sosial ekonomi yang lebih kuat.
Menurut pasal 86 ayat 1 undang-undang no. 13 tahun 2003 menyatakan: “bahwa
setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a.
Keselamatan dan kesehatan kerja; b. Moral dan kesusilaan; c. Perlakuan yang sesuai
dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama”.
Perlindungan hukum sebagaimana termasuk diatas disesuaikan dengan
perundang-undangan yang berlaku. Adapun perundang-undangan yang mengatur

tentang perlindungan kerja ini sama banyak jumlahnya, baik yang bersifat normatif
maupun merupakan hak dasar dari pekerja.
Undang-undang No.13 tahun 2003 pada prinsipnya mengandung asas non
diskriminasi, ini terlihat pada pasal 5 dan pasal 6 undang-undang no.13 tahun 2003 yang
menyatakan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama untuk
memperoleh pekerjaan, dan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
Larangan non diskriminasi yang ada dalam UU No. 13 tahun 2003 berlandaskan
pada pasal 27 UUD 45, dimana setiap warga negara bersamaan kedudukannya didalam
hukum, dan berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Sebagai landasan operasional dari pasal 27 UUD 45, selain UU No.13 tahun
2003 juga diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1981 tentang
perlindungan upah, sebagaimana pada pasal 2 menyatakan:”bahwa pengusaha dalam
menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dari
buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Dalam peraturan ketenagakerjaan di Indonesia sudah mengatur tentang larangan
diskriminasi antara pekerja wanita dan pekerja pria, sekaligus merupakan realisasi

2

antara dari hasil Konvensi ILO No. 100 tahun 1958 yang diratifikasi dengan UU No.80

tahun 1957 tentang persamaan upah pekerja wanita dengan pekerja pria . Kemudian
Konvensi ILO No.111 tahun 1958 tentang kesempatan yang sama untuk mendapatkan
jabatan yang diratifikasi dengan UU No. 21 tahun 1999.
Pada tanggal 24 Juli tahun 1984 telah diundangkan pula Undang-undang No.7
tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap wanita (Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women ). Konvensi tersebut memuat hak dan kewajiban
berdasarkan persamaan hak wanita dengan pria sehingga terciptanya kesetaraan gender.
Kesetaraan gender menurut Instruksi Presiden No.9 tahun 2000 meliputi
persamaan hak untuk berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati
hasil pembangunan.
Dalam melakukan kegiatan ekonomi pekerja wanita dan pria mempunyai
kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, tidak adanya
diskriminasi untuk memperoleh jabatan, serta tidak adanya diskriminasi upah untuk
jenis pekerjaan yang sama.
Di Kota Jambi tenaga kerja wanita telah banyak dipekerjakan pada perusahaanperusahaan yang bergerak disektor perdagangan, perhotelan, kesehatan, perbankan, dan
sebagainya.Tenagakerja wanita yang sudah dilaporkan oleh pengusahanya kepada Dinas
Tenaga Kerja, Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jambi pada akhir tahun 2007
tercatat 1471 tenagakarja wanita pada 24 perusahaan.

Menurut Candra sebagai pegawai pengawas di Disnakerdukpil Jambi
menyatakan: “masih kurangnya tenagakerja wanita yang terdaftar disebabkan oleh
rendahnya

tingkat kesadaran pengusaha untuk melaporkan tenaga kerja ke

Disnakerdukpil Jambi. Namun sektor perdagangan memang sektor yang paling banyak
merekrut tenaga kerja wanita” (wawancara tanggal 24 Oktober 2007).
Sektor perdagangan merupakan perusahaan yang paling penting menyalurkan
atau memasarkan hasil produksi dari produsen kepada konsumen, baik berbentuk
perusahaan perseorangan atau toko, maupun berbentuk perusahaan persekutuan seperti
swalayan, super market, dealer kenderaan. Perusahaan yang telah melaporkan tenaga

3

kerjanya ke Disnakerdukpil Jambi, baru sebatas perusahaan berbentuk persekutuan,
karena pada perusahaan tersebut telah merekrut tenaga kerja diatas 25 orang.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Candra (pegawai pengawas
Disnakerdukpil Kota Jambi) tanggal 24 Oktober 2007 “masih banyak terdapat
diskriminasi tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin pada perusahaan sektor

perdagangan di kota Jambi, seperti diskriminasi upah pria dan wanita, diskriminasi
penempatan tenaga kerja, diskriminasi penerimaan tenaga kerja dimana wanita yang
sudah berkeluarga tidak diterima pada perusahaannya”.
Dari wawancara tersebut sebagai survey awal penulis, maka penulis merasa
sangat tertarik untuk melakukan penelitian pada perusahaan sektor perdagangan, karena
menurut penulis tidak adanya kesetaraan gender pada perusahaan sektor perdagangan di
kota Jambi, diskriminasi terhadap hak perempuan tersebut akan menghambat langkah
tenagakerja wanita untuk maju atau ikut serta berpartisipasi dalam pembangunan
ekonomi baik untuk perekonomian dirinya, perekonomian keluarga, dan perekonomian
nasional.
Sesuai apa yang dikatakan oleh Jeremy Bentham bahwa manusia bertindak atau
berbuat untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan (Soekanto,
1999 :35). Pekerja wanita berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi adalah untuk
mendapatkan

penghasilan

dalam

rangka


pemenuhan

kebutuhan

hidup

dan

kebahagiaannya. Adanya perlakuan yang bersifat diskriminasi terhadap tenaga kerja
wanita merupakan perbuatan pengusaha yang dapat mengakibatkan penderitaan bagi
pekerja wanita. Oleh sebab itu perlu diujudkan keseteraan gender diantara pekerja
wanita dengan pekerja pria di perusahaan.
Beranjak dari permasalahan yang ada di kota Jambi, maka disini penulis tertarik
untuk meneliti lebih lanjut,
1. Bagaimanakah pelaksanaan kesetaraan gender dalam hal upah dan penempatan
pekerja untuk mewujudkan perlindungan bagi pekerja wanita pada sektor
perdagangan di kota Jambi?
2. Faktor apakah yang menjadi kendala dalam penerapan kesetaraan gender pada
perusahaan sektor perdagangan di kota Jambi?

II. METODE PENELITIAN

4

Penelitian ini dilakukan di kota Jambi, dengan pertimbangan bahwa di Kota
Jambi merupakan ibu kota Propinsi Jambi yang mengalami pertumbuhan ekonomi di
sektor perdagangan lebih cepat. Penelitian ini bersifat deskriptif,dilakukan secara
empiris dengan metode pendekatan socio legal research yaitu mengaplikasikan
ketentuan-ketentuan yang sudah ada dengan praktek di lapangan.
Populasi dalam penelitian ini adalah

semua pekerja wanita dan pria yang

bekerja pada perusahaan sektor perdagangan, baik yang berbentuk persekutuan maupun
perusahaan perseorangan., oleh sebab itu disini penulis menarik sampel dilakukan
secara purpossive sampling yaitu dengan kriteria pekerja yang bekerja pada perusahaan
yang berbentuk badan hukum sebanyak 2 perusahaan,perusahaan persekutuan perdata
bukan badan hukum sebanyak 2 perusahaan, perusahaan perseorangan sebanyak 2
perusahaan ,mengenai responden ini dapat diteliti pada masing-masing perusahaan 6
orang pekerja wanita dan 6 orang pekerja pria,maka seluruh responden berjumlah 72

orang.
Selain 72 orang pekerja yang diteliti,juga masing-masing pengusaha atau yang
mewakilinya pada tiap-tiap perusahaan yang diteliti berjumlah 6 orang wakil
pengusaha.Selain data primer juga diperlukan data sekunder yang diperoleh dari
informan:1.Pegawai pengawas Dinas Tenaga Kerja, Kependudukan dan Catatan Sipil
Kota Jambi;2.Kepala sub bagian Pemberdayaan Perempuan Pemerintahan Kota Jambi.
Data primer diperoleh dari lapangan

dengan menngedarkan kuisioner dan

wawancara kepada responden dan informan.disamping itu juga diperolehi data melalui
studi perpustakaan.Dari data yang terkumpul kemudian dianalisa secara deskriptif dan
ditabulasi yang dituangkan dalam tabel frekuensi, dan diambil kesimpulan secara
kualitatif yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk melihat pelaksanaan kesetaraan gender bagi pekerja sektor perdagangan
di kota Jambi dapat dilihat dari persamaan upah bagi pekeerja wanita dengan pekerja
pria serta kesempatan yang sama untuk mendapatkan jabatan di tempat kerja. Serta
membahas kendala -– kendala untuk mewujudkan kesetaaraan gender dalam rangka
memberikan perlindungan kepada pekerja wanita.


5

Perusahaan yang bergerak disektor perdagangan di kota Jambi

ada yang

berbentuk badan hukum 3 perusahaan yaitu: PT Matahari Angso Duo, PT. Ramayana
Lestari Sentosa Tbk, PT. Abadi Swalayan. Sedangkan perusahaan lainnya berbentuk
persekkutuan perdata dan paling banyak berbentuk perusahaan perseorang.
A Pelaksanaan Kestaraan Gender
Sesuai dengan perumusan masalah yang ada maka pada pembahasan akan
dipaparkan selanjutnnya.
1. Pelaksanaan Persamaan Upah .
Salah satu prinsip dari upah adalah persamaan upah antara pekerja wanita
dengan pekerja pria untuk jenis pekerjaan yang sama. Dari hasil penelitian dari 6
peruasahaan yang diteliti pihak pengusaha menyatakan tidak ada perbedaan upah antara
pekerja wanita dengan pekerja pria untuk jenis pekerjaan yang sama, perbedaan upah
hanya berdasarkan jenis pekerjaan yang berhirarchi, semakin tinggi hirarchi jabatan
semakin tinggi besar upah yang diberikan, begitu juga halnya terhadap jenis pekerjaan

yang resiko kerjanya lebih berat,maka besar upah lebih tinggi.
Dari 6 perusahaan yang diteliti ,menunjukan ada beberapa jenis pekerjaan yang
bisa di menempatkan pekerja wanita dan pekerja pria sebagai : pramuniaga,security,tata
usaha ,order barang, bahwa upah pekerja wanita sama dengan upah pekerja pria .
Dari hasil penellitian ditemukan adanya perbedaan upah antara pekerja
keturunan Tionghoa lebih besar dari pekerja keturunan pribumi.Hal ini disebabkan oleh
karena pemilik perusahaan adalah keturunan Tionghoa .Pada perusahaan perseorangan
masih ditemukan pemberian upah dibawah UMP Jambi sebagaiman tabel berikut :
Tabel 1. Rentang
Rentang Upah (Rp)

Upah Responden Pekerja

300.000 – 400.000

2

Pekerja Frekuensi Pekerja Jumlah
pria
-

401.000 – 500.000

2

-

501.000 – 600.000

6

1

601.000 – 700.000

21

5

701.000 – 800.000

5

10

36

20
36

801.000 - keatas
Jumlah

Frekuensi
wanita

6

Pada tabel 1 diatas tergambar masih ada upah pekerja dibawah Standard upah
minimum propinsi Jambi pada tahun 2007 adalah Rp.658 000,-Terjadinya upah dibawah
UMP tersebut disebabkan oleh karena perusahaan milik perseorangan yang baru
beerdiri ,pekerja dalam masa Percobaan,sehimgga pengusaha belum mampu
membayarkan upah sesuai ketentuan yang berlaku.Sedangkan perbedaan upah antara
pekerja wanita dengan pekerja pria untuk jenis pekerjaan yang sama tidak ditemukan
dalam penelitian ini. Persamana upah ini terlihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Persamaan Upah Untuk Pekerjaan Yang Sama
No.

Jenis Jabatan

1.
2.

Ketua Kelompok
8 orang
Pramuniaga
dan 3 orang
penitipan
Satpam
5 orang
Sumber data : hasil penelitian tahun 2007

3.

Frekuensi Pria

Frekuensi
Wanita
2 orang
28 orang

Persamaan
Upah
Ada
Ada

2 orang

Ada

Dari 72 kuisioner yang diedarkan ditemukan 3 jenis jabatan pekerjaan yang
sama menemptankan pekerja pria dan wanita pada pada perusahaan yangasama,dimana
pemberian upahnya juga sama.
2.

Penempatan Tenaga kerja
Dalam merekrut tenaga kerja semua perusahaan yang diteliti ( 6 perusahaan )

sama-sama mensyaratkan pelamar adalah orang yang masih l llajang baik laki-laki
maupun perempuan, adapun alasan pengusaha menerima pekerja lajang adalah pekerja
lajang usianya relatif masih muda diharapkan masa kerja lebih lama, enerjik, tidak
banyak beban pikiran rumah tangga, penampilan lebih menarik, khusus wanita tidak
banyak mengalami masa cuti hamil dan melahirkan. Dalam merekrut pekerja pihak
pengusaha menempatkan pekerja pada level bawah,menengah, dan atas.Pada tabel
berikut ini terpapar tingkatan jabatan responden.

7

Tabel 3.
No

Jabatan Pekerjaan Responden

Nama Jabatan

Frekuensi
Pekerja Pria
-

Frekuensi Pekerja Level Tingkatan
Wanita
Pekerjaan
2
Level menengah

1

Kepala TU

2

Ketua Kelompok

8

2

Level menengah

3

Kepala Kasir

-

2

Level menengah

4

Kepala Counter

8

-

Level menengah

5

Supervisor

2

-

Level menengah

6

Ass.Manager/Kepala
personalia

2

-

Level menengah

7

Pramuniaga,penitipan
barang

3

28

Level bawah

8

Satpam

5

2

Level bawah

9

Teknisi

2

-

Level bawah

Ekspedisi
6
Barang/Pergudangan
Jumlah
36
Sumber data: Hasil Penelitian tahun 2007.

-

Level bawah

10

36

72

Peristilah Ketua-Ketua Kelompok dengan Kepala Counter adalah sama, hanya
perbedaan pemakaian itu terjadi. Pada perusahaan bukan badan hukum memakai istilah
ketua kelompok, sedangkan pada perusahaan berbentuk badan hukum seperti: PT.
Ramayana dan Matahari memakai istilah KC. Atau Kepala Counter. Dalam prakteknya
Kepala Counter dan Ketua Kelompok juga bertugas melayani konsumen disamping
bertanggung jawab tentang kondisi barang pada masing-masing kelompok atau
counternya.
Dari tabel diatas terlihat bahwa posisi jabatan pekerja wanita dominan berada
pada level bawah, yaitu 30 orang responden ( 80,3 %) dari pekerja wanita, dan pekerja
pria 20 orang ( 55,5 %) dari jumlah responden pekerja pria. Oleh karena pekerja wanita
dominan ditempatkan pada level bawah, maka akan berpengaruh terhadap upah dimana
upah pekerja wanita berada pada posisi lebih rendah.
a. Penempatan pekerja pada perusahaan berbadan hukum

8

Pada perusahaan yang berbentuk badan hukum telah mempunyai struktur organisasi
yang sistimatis, yang oleh penulis dibagi atas 3 kelompok yakni level bawah,level
menengah,level atas hal ini dapat dilihat pada skema berikut.
Skema Struktur Organisasi Pekerja
L
E
V
E
L
A
T
A
S

DIREKTUR

REGIONAL
MANAGER

MANAGER/STORE
MANAGER
.....................................................................................................................
ASS.MAN
FASHION
LE
VEL
ME
NE
NG
AH

ASS.MAN
BAZAR

SPV
Ka.Pem.
Umum

SPV

Ka. TU

KC

WKC
...................................................................................
LE
VEL
BA
WA
H

Pem.Umum

PRAMUNIAG
A

Keterangan : ASS MAN = Asisten Manager
SPV = Supervisor

P.Administra
si

KC =Kepala Counter

WKC = Wakil Kepala Counter

Untuk pekerja level bawah yaitu pramuniaga, ekspedisi barang, pembantu
umum, pegawai administrasi pendidikan minimal adalah tingkat SLTA, sedangkan
untuk level menengah yaitu pendidikan kepala counter, kepala pembantu umum, kepala
adminintrasi pendidikan minimal adalah Diploma ( Sarjana Muda ) , dan supervisor
keatas pendidikannya adalah S1

( Sarjana ).

9

Tabel 4. Jabatan Responden Pada Perusahaan Berbentuk Badan Hukum
NO.
1

Jabatan Pekerjaan
Kepala TU

Frekuensi Pria
-

Frekuensi Wanita
2 Orang

2.

Ketua Counter

4 orang

-

3.

Supervisor

2 orang

-

4.

Ass.Menejer

1 orang

-

5.

Pramuniaga,penitipan

3 orang

8 orang

6.

Satpam
2 orang
Jumlah
12 orang
Sumber data : hasil penelitian tahun 2007

2 orang
12 orang

Pada tabel diatas terpapar bahwa pekerja wanita dominan ditempatkan pada
pekerjaan level bawah yaitu pramuniaga,penjaga penitipan barang,satpam.
Menurut Manajer perusahaan berbentuk badan hukum yang diteliti bahwa dalam
penempatan tenaga kerja perlu kesesuaian kebutuhan perusahaan dengan orang yang
akan ditempatkan. Untuk jenis pekerjaan pramuniaga dan kasir, lebih cocok
ditempatkan tenaga kerja wanita, karena jenis pekerjaan ini memerlukan pelayanan
langsung dengan konsumen atau pembeli, wanita mempunyai ciri khas seperti:
keramahan, kesabaran, teliti, dan penampilan lebih menarik dipandang mata.Untuk jenis
pekerjaan pergudangan dan ekspedisi barang lebih cocok ditempatkan pekerja pria
karena, pria mempunyai ciri khas: fisiknya kuat untuk mengangkat yang berat.
Sedangkan untuk satpam ada pekerja pria dan ada pekerja wanita. Jenis
pekerjaan satpam memerlukan orang yang tegas dan suara yang keras dan juga
diperlukan keramahan. Pada satu perusahaan tidak ada satpam wanita,padahal Satpam
wanita sangat diperlukan untuk melakukan penggeledahan body wanita, untuk
pemeriksaan pekerja wanita akan pulang, juga untuk pemeriksaan konsumen wanita
yang dicurigai melakukan pencurian barang perdagangan.
Untuk tenaga teknisi diperlukan tenaga kerja pria, dengan alasan pekerja pria
lebih kuat, dan lebih ahli di bidang teknologi, lebih pantas untuk melakukan pekerjaan
memanjat. Alasan pengusaha tidak mau mempekerjakan wanita dibagian teknisi,
sewaktu penerimaan pegawai baru memang pernah ada pelamar wanita dibidang teknisi
tamatan SMK (STM) jurusan elektro tetapi pengusaha lebih senang memakai tenaga
kerja pria, karena merasa tidak pantas menyuruh wanita memanjat-manjat tempat yang
tinggi jika ada kerusakan listrik, AC disamping perbaikan alat elektronik lainnya.

10

Pradigma pengusaha ini akan menghambat alumni siswi STM dalam mendapatkan
lowongan kerja dibidang teknisi atau dibidang keahliannya.
Untuk pekerja penitipan barang ada pekerja wanita, ada juga pekerja pria, tetapi
jumlah pekerja wanita lebih banyak dari pekerja pria untuk tempat penitipan barang.
Menurut pihak pengusaha pekerjaan bagian penitipan barang biasanya pekerja baru atau
pekerja masih masa percobaan dan pekerja yang agak lambat bekerja tetapi orangnya
disiplin bekerja. Untuk pekerja level menengah seperti Kepala Counter (KC) dan
Supervisor, cenderung didominasi oleh pekerja pria.
Pada level menengah khusus untuk jabatan Kepala Kasir ditetapkan pekerja
wanita hanya pada bagian ini saja posisi pekerja wanita lebih baik .Untuk jabatan
penentu kebijakan perusahaan tidak ada ditempati oleh pekerja wanita.Menurut
keterangan pengusaha yang diwakili oleh manager, bahwa sulitnya menempatkan
pekerja wanita pada jabatan tersebut adalah karena kurangnya skill wanita,dan
terkendala dalam hal adanya rapat pada malam hari,rapat secara insidental, sehingga
pegusaha

tidak

mau

menempatkan

pekerja

wanita

pada

jabatan

tersebut.

Dibagian adminstrasi ada pekerja wanita, tetapi jumlahnya sedikit yaitu 4 rresponden.
Disisni dapat kita lihat penempatan pekerja pria dengan pekerja wanita itu ada yang
sama dan ada pula yang berbeda. Menurut pihak manajer sebagai kuasa dari pengusaha
menyatakan ciri pekerjaan yang cocok untuk wanita adalah pekerja yang memerlukan
kesabaran, ketelitian, keramahan, keindahan, sedangkan pekerjaan yang cocok untuk
pria adalah pekerjaan yang memerlukan kekuatan fisik, keberanian, ketegasan, untuk
pekerjaan rentang resiko kecelakaan kerja.
Pertimbangan penilaian keahlian pekerja tidak penting untuk pekerja level
bawah, tetapi untuk level menengah diperlukan keahlian disamping karakter
berdasarkan jenis kelamin. Dominannya pekerja pria untuk level menengah keatas, hal
ini disebabkan skill dari pelamar wanita lebih rendah dibandingkan pelamar pria.
Disini terlihatlah bahwa adanya ketidak setaraan gender dalam menempatkan
tenaga kerja pada level menengah , sebab penempatan tenaga kerja harus disesuaikan
dengan skill (kemampuan pekerja) dan kharacter berdasarkan jenis kelamin.
Dilihat dari pendidikan pelamar, untuk pekerja level bawah diperlukan
pendidikan tamatan SLTA sederajat, dan untuk level menengah minimal D3 Sarjana

11

Muda, dan level atas minimal pendidikan pelamar S1 (Sarjana). Rendah tingkat
pendidikan wanita juga merupakan kendala dalam mewujudkan kesetaraan gender.
2. Penempatan tenaga kerja pada perusahaan tidak badan hukum . Perusahaan tidah
badan hukum ini ada yang mempunyai modal persekutuan perdata ataupun modal
perseorangan yang diteliti ada 4 perusahaan.
Tabel 5. Jabatan Responden Pada Perusaan Tidak Badan Hukum.
No.
1.

Jabatan Pekerjaan
Ketua kelompok

Frekuensi Pria
2 orang

Frekuensi Wanita
2 orang

2.

KepalaKasir

-

2 orang

3.

Kepala personalia

1 orang

-

4.

Pramuniaga,penitipan barang

4 orang

20 orang

5.

Satpam

3 orang

-

6.

Teknisi

4 orang

-

7.

Ekspedisi dan pergudangan
10 orang
Jumlah
24 orang
Sumber data : hasil penelitian tahun 2007

24 orang

Pada tabel diatas terpapar bahwa pekerja wanita dominanya bekerja pada level
bawah dan sedikit sekali yang bisa mendapatkan jabatan yang lebih tinggi atau level
menengah.Menurut keterangan pekerja bagian pramuniaga yang diteliti bahwa sulitnya
mendapat kesempatan untuk mencapai jabatan lebih tinggi disebabkan oleh rendahnya
tingkat pendidikan mereka.
Pada perusahaan tidak badan hukum ini struktur organisasinya sangat sederhana.
Pada perusahaan swalayan struktur organisasi terdiri dari pengusaha, personalia, ketua
kelompok, pekerja anggota kelompok.
Sistim pengelompokan tersebut adalah berdasarkan kelompok jenis barang
perdagangan dan ada pula berdasarkan sifat pekerjaan seperti: kelompok pakaian bayi,
kelompok barang pecah belah, kelompok security, kelompok kasir, dan sebagainya.
Ketua kelompok terletak pada level menengah, karena ia berwenang mengatur
anggotanya, sedangkan level bawah terdiri dari karyawan pramuniaga, kasir,
pergudangan,

security,

yang

masing-masing

diketuai

oleh

seorang

ketua

kelompok.Sistim pengelompokan tersebut adalah berdasarkan kelompok jenis barang
dagangan dan ada pula berdasarkan jenis pekerjaan, seperti kelompok pakaian
bayi,kelompok barang pecah belah, kelompok kasir,pembantu umum dan sebagainya.

12

Untuk penempatan pada level menengah adalah pekerja yang berasal dari level
bawah dimana masa kerjanya sudah cukup lama dan kinerja dinilai bagus, dan
mempunyai sifat kejujuran yang tangguh.
Sketsa Struktur Organisasi Pada Perusahaan Persekutuan Bukan Badan Hukum.
DIREKTUR/PENGUSAH
A
PERSONALIA
KETUA KELOMPOK

PEKERJA
Tingkat pendidikan pekerja didominasi oleh tamatan SLTA. Menurut pendapat 3
pengusaha yang diteliti, untuk perusahaan tidak badan hukum yang bergerak disektor
perdagangan tidak penting pendidikan tinggi, cukup mampu melakukan pekerjaan
melayani konsumen dan charakter yang diinginkan konsumen, seperti: ramah, luwes,
sabar, teliti, indah dilihat mata. Sedangkan untuk pekerja pria diutamakan kekuatan
fisik, ketegaran, keramahan, dan kedisiplinan serta kejujuran untuk semua pekerja.
Bagi pekerja dipertokoan

dimana barang yang diperdagangkan bersifat

sejenis ,tidak ada sistim pengelompokan kerja,masing-masing pekerja dibawah
pengawasan lansung pengusaha maka pekerja bertanggung jawab lansung kepada
pengusaha.
Bagi pekerja di pertokoan dimana barang yang diperdagangkan sejenis saja,
tidak ada sistim pengelompokan, masing-masing pekerja bertanggung jawab langsung
kepada pengusaha, persyaratan pekerja yang diterima, tidak perlu pendidikan tinggi,
yang penting adalah : disiplin, jujur, ramah, penampilan menarik.
Selain kesetaraan upah, kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan, baik
jabatan diperusahaan maupun jabatan dalam pengurus serikat pekerja dapat diteliti
bahwa dari 6 perusahaan yang diteliti hanya 4 perusahaan yang mempunyai serikat
pekerja, 1 perusahaan tidak punya serikat pekerja karena perusahaannya baru berdiri,
dan 1 perusahaan pertokoan belum punya serikat pekerja karena beranggapan
perusahaan kecil belum mebutuhkan serikat pekerja .Pada perusahaan yang telah
mempunyai serikat pekerja yaitu 4 perusahaan,dimana semua pengurusnya adalah

13

pekerja pria, menurut keterangan pekerja bahwa pengurus serikat pekerja bukan dilpilih
pekerja melainkan ditunjuk pihak pengusaha.
B. Kendala – Kendala Untuk Mewujudkan Kesetaraan Gender
Untuk mewujudkan kesetaraan gender memang tidak semudah dalam teori.Dari
hasih penelitian dapat dipaparkan beberapa kendala dalam mewujudkan kesetaraan
gender sebagai berikut:
1. Pandangan Stereotip
Pandangan stereotip yaitu pandangan baku ,dimana wanita mempunyai ciiri-ciri
sifat ramah,teliti,sabar,lebih mengutamakan perasaan,indah dalam penampilan ,lebih
cocok ditempatkan bekerja pada bagian prumuniaga,kasir.Dan pandangan baku kepada
pria mempunyai fisik lebih kuat ,tegas,lebih mengutamakan logika dalam mengambil
keputusan,lebih cocok ditempatkan pada bagian pergudangan, ekspedisi,ketua
kelompok,supervisor atau pimpinan. Dari 6 pengusaha yang diteliti ,semua responden
berpegang teguh pada pandangan ini.
2.Marjinalisasi Wanita
Marjinalisasi wanita yaitu pembatasan terhadap pekerjaan wanita, dimana wanita
lebih dominan bekerja dalam rumah tangga.Pekerjaan dalam dalam rumah tangga
merupakan tugas kodrat wanita. Dari hasil penelitian pada 6 perusahaan, telah
melakukan pemutusan hubungan kerja ,dimana pekerja wanita mengundurkan diri
dengan alasan: menikah 9 orang , melahirkan 2 0rang,persoalan rumah tangga 1
orang.Disi terlihat bahwa pekerjaan wanita dalam rumah tangga sebagai penghalang
baginya untuk pekerja mencari nafkah.
Disini peneliti

tidak mewawancarai pekerja yang mengundurkan diri,

melainkan data diperoleh dari dokumen dan wawancara dengan pengusaha atau yang
mewakili. Menurut penjelasan pihak pengusaha pekerja wanita mengundurkan diri
karena alasan menikah adalah karena dilarang oleh suaminya, atau pindah kota
mengikuti suami.
Mengundurkan diri karena hamil dan melahirkan, karena pekerja tidak siap
berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan wanita karier. Sedangkan persoalan
rumah tangga yang sering menyelimuti pikiran pekerja wanita dimana suaminya diduga
berselingkuh dengan wanita lain, sehingga mengganggu pekerjaannya di perusahaan,

14

maka pengusaha menyarankan agar ia mengundurkan diri saja. Disini terlihat bahwa
alasan pekerja wanita mengundurkan diri karena menikah, hamil, melahirkan adalah
sangat merugikan kaum wanita dalam pembangunan.
3. Sub ordinasi antara pria dengan wanita
Sub ordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa satu jenis kelamin
dianggap lebih tinggi tingkatannya, dimana pria mempunyai sifat tegas, dianggap
mempunyai bakat pemimpin dalam rumah tangganya, juga akan menimbulkan bias
ditempat kerja.
Dari hasil penelitian pada 6 perusahaan berbentuk persekutuan perdata dan
badan hukum, dimana kaum pria lebih dominan ditempatkan pada jabatan level
menengah keatas, seperti: ketua kelompok, kepala counter, supervisor, manajer.
4.Belum Adanya Ketentuan Sanksi Kesenjangan Gender
Meskipun Badan Pengawas Dinas Tenaga Kerja Pependudukan dan Catatan Sipil
Kota Jambi

telah mengetahui adanya ketidaksetaraan gender

dalam penempatan

pekerja pada perusahaan sektor perdagangan di kota Jambi tidak dapat berbuat banyak
dalam memberikan sanksi kepada pengusaha. Badan Pengawas hanya bisa memberikan
pembinaan saja, sebab belum ada ketentuan hukum yang mengatur tentang sanksi
hukum ketidak setaraan gender.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian dan disinkronkan dengan perumusan masalah maka dapat
disimpulkan :
1. Bahwa kesetaraan gender dalam sistim pengupahan telah terwujud sebagaimana
ketentuan PP No.8 tahun 1981, hanya saja dari hasil penelitian ditemukan
rendahnya upah pekerja wanita disebabkan oleh penempatan pekerja wanita
yang lebih dominan pada level bawah, dan sedikit sekali pada level menengah.

2. Kendala-kendala
jabatan

pada

dalam mewujudkan kesetaraan gender untuk mendapatkan
level

menengah

keatas

adalah:

a.pandangan

stereotip;

b.marjinalisasi wanita ;c.sub ordinasi pandangan pekerja pria lebih tinggi dari
pekerja

wanita

;

d.belum

adanya

ketentuan

hukum

tentang

sanksi

ketidaksetaraan gender.

15

Saran
1. Perlu diadakan pembinaan oleh instansi terkait melalui Pangarusutamaan gender
2. Perlu dilakukan pembinaan dan penyuluhan dari Dinas tenaga Kerja tentang
pentingnya kesetaraan gender
3. Perlu ditetapkan pengaturan sanksi hukum jika terjadi ketidak setaraan dalam
lapangan hukum ketenagakerjaan
DAFTAR PUSTAKA
Fadhil D.C. 2002. Apa Itu Gender. Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI
Fadhil D.C. 2002. Bagaimana Mengatasi Kesenjangan Gender. Kementerian
Pemberdayaan Perempuan RI
“Hak Azasi Perempuan Instrumen Hukum Untuk Mewujudkan Keadilan Gender”. Pusat
Kajian Wanita dan Gender, Universitas Indonesia. Yayasan Obor Indonesia,
Anggota IKAPI DKI, Jakarta Tahun 2005.
Khairani, 2000. “Pengaturan dan Perlindungan Pekerja Wanita Pada Perusahaan
Tekstil Menurut Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia”. Tesis. Universitas
Padjadjaran, Bandung.
Khakim,Abdul. 2007. “Hukum Ketenagkerjaan Indonesia Berdasarkan UndangUndang No. 13 Tahun 2003”. Edisi Revisi. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Saadawi, Nawal El. 2001. “Perempuan Dalam Budaya Patriarki”. (terjemahan).
Pustaka Pelajar, Kairo.
Soekanto, S. 1983. “Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum”. PT.
Grafindo, Jakarta.
__________. 1999. “Pokok-pokok Sosiologi Hukum”. PT. Raja Grafindo, Jakarta.

16