Sosialisasi Peran Gender Tradisional Pada Anak (Studi Kasus Pada Orang Tua, Anak Dan Guru Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan)

(1)

SOSIALISASI PERAN GENDER TRADISIONAL PADA ANAK

(Studi Kasus Pada Orang tua, Anak dan Guru Taman Kanak-Kanak

Al-Qur’an Al-Ihsan)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Mega Yunita

1110111000008

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1435 H/2014 M


(2)

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul :

SOSIALISASI PERAN GENDER TRADISIONAL PADA ANAK (Studi Kasus Pada Orang Tua, Anak dan Guru Taman Kanak-Kanak Al-Qur'an

A1-Ihsan)

Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah sahr

persyaratan memperoleh gelm strata

I

di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

ini

telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

di

Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta

1.


(3)

Nama

NIM

Program Studi

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan batrwa mahasiswa :

: MegaYunita

:1110111000008

: Sosiologi

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul :

SOSLALISASI PERAN GENDER TRADISIONAL PADA ANAK (Studi Kasus Pada Orang

Tuq Anak dan Gunr di Tamm Kanak-Kanak Al-Qur'an Al-Ihsan)

dan telah mernenuhi persyaratan untuk diuji.

Tangerang Juni 2014

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Frof. Dr. Zulkifli, MA NrP. 19660813 199103

I 004

Menyetujui,

Pe,rnbimbing,

l j j x I


(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI SKRIPSI

SOSIALISASI PERAN GENDER TRADISIONAL PADA ANAK

(Studi Kasus: Ptae

or'g

gra,

AreK

3

6uru'

T'rn'n

kd\4<

-

lqarre,t< kL-

Qur'oa

A{- lhren

Oleh Mega Yunita

1110111000008

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Juni 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

pada Program Studi Sosiologi.

Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr.

Zulkifli,MA

NIP.19660813 199103

I

004

Penguji II,

Dra.Ida ah, MA

NIP. 1 16 199003 2 002

.:

ir.,i1\^-_

Cucu Nurhayati, M.Si NIP. 19760918 200312 2 003

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada

tanggal24[wi20l4

Ketua Program Studi Sosiologi

FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. Dr. Zulkifli, MA NIP. 19660813 199103 I 004

Iim Halim6tusa'di NIP. 1981011220


(5)

i

ABSTRAKSI

Skripsi ini mengkaji tentang sosialisasi peran gender tradisional pada anak di Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan. Penelitian ini dilakukan untuk memahami pandangan orang tua terhadap peran gender anak dan cara orang tua mensosialisasi peran gender pada anak. Serta ingin memahami cara anak mempelajari peran gender dari keluarga, sekolah dan teman sebaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Terdapat tiga kategori informan yaitu orang tua, anak dan guru. Kerangka teori yang digunakan adalah teori belajar sosial (social learning theory) dan teori perkembangan kognitif (cognitive development theory).

Hasil penelitian menemukan bahwa semua informan orang tua memiliki pandangan peran gender bahwa anak laki-laki memiliki sikap maskulin sedangkan anak perempuan memiliki sikap feminim. Cara informan orang tua dalam mensosialisasikan peran gender pada anak, diantaranya melalui penjelasan sikap anak, pemilihan pola pengasuhan yang tepat, permainan, teman sebaya, perlengkapan kebutuhan anak seperti model pakaian, tas dan lainnya yang disesuaikan dengan jenis kelamin anak dan konstruk budaya masyarakat. Cara anak mempelajari peran gender yang sesuai dengan jenis kelaminnya dari orang tua (keluarga) yaitu dalam bentuk penjelasan sikap yang tepat, pemilihan permainan, teman sebaya, cita-cita, warna yang berbeda antara anak laki-laki dan anak perempuan. Sementara dari lingkungan sekolah khususnya guru yaitu terdapat beberapa kegiatan yang memang disengaja untuk membedakan antara anak laki dan perempuan seperti pada kegiatan baris berbaris dan mencuci tangan. Hal ini untuk mengenalkan identitas sesuai dengan jenis kelamin masing-masing baik bagi anak laki-laki maupun anak perempuan. Sedangkan dengan teman sebaya, anak mempelajari sosialisasi peran gender melalui pemilihan teman serta pemilihan mainan yang sesuaikan dengan jenis kelaminnya.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb

Dengan mengucap syukur Alhamdulillahi rabbil alamin kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan Nabi Muhammad SAW berserta keluarga, para sahabat serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini membahas tentang sosialisasi peran gender pada anak di Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan. Penelitian ini dilakukan untuk memahami pandangan orang tua terhadap peran gender anak dan cara orang tua mensosialisasi peran gender pada anak. Serta ingin memahami cara anak mempelajari peran gender dari keluarga, sekolah dan teman sebaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Terdapat tiga kategori informan yaitu orang tua, anak dan guru. Kerangka teori yang digunakan adalah teori belajar sosial (social learning theory) dan teori perkembangan kognitif (cognitive development theory).

Selanjutnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan. Ucapan terima kasih ini ditujukan kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yaitu Bapak Prof. Dr. Bachtiar Effendy, MA.

2. Ketua dan Sekretaris Program Studi Sosiologi yaitu Bapak Prof. Dr. Zulkifli, MA dan Ibu Iim Halimatusa’diyah, MA.

3. Ibu Iim Halimatusa’diyah MA selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan memberikan motivasi untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Dra. Ida Rosyidah selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan pengarahan selama penulis kuliah.

5. Segenap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada mahasiswa.

6. Kepala Sekolah Ibu Dra Lili Sumarliah, guru-guru dan karyawan serta para informan di Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya.

7. Kedua orang tua tercinta, Bapak dan Mama yang senantiasa mendoakan dan mendukung baik moril maupun materil sejak penulis kecil, saat ini dan sampai seterusnya. Serta saudara-saudara tersayang (Aa, Kak Iyan, Sasa, Uti, Arfi) terima kasih banyak.


(7)

iii

8. Abang Ajas yang selalu memberikan bantuan dan motivasi bagi penulis, terima kasih banyak.

9. Geng Kosan Ceria Riza Afriani a.k.a Isee, Sakya Andriyani a.k.a Surti, Ratih Rukmana a.k.a Neneng, Sufi Alfida dan Tammy NKJ, terima kasih teman seperjuangan atas bantuan dan dukungannya serta info-info terbaru (gosip dan curhatan). Keep on fighting girls!!!

10.Sepupu serta sahabat di rumah yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.

11.Teman-teman sesama mahasiswa khususnya Sosiologi 2010, terima kasih untuk pertemanan dan pengalamannya.

12.Pihak-pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung berjasa bagi penulisan skripsi ini.

Semoga semua jasa dan kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis dapat menjadi amal shaleh yang diterima Allah SWT dan mereka selalu mendapatkan rahmat serta lindungan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan para pembaca dan memberikan kontribusi yang positif bagi ilmu Sosiologi gender terutama yang berkaitan dengan peran orang tua dan lingkungan sekolah dalam mensosialisasikan peran gender pada anak sejak usia dini. Amin Ya Robbal alamin.

Wassalamualaikum. Wr. Wb

Tangerang, Mei 2014


(8)

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR GAMBAR...vi

DAFTAR TABEL...vii

BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah...1

B. Pertanyaan Penelitian...9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...9

D. Tinjauan Pustaka...11

E. Kerangka Teori...16

F. Definisi Konsep...18

G. Metodologi Penelitian...19

H. Sistematika Penulisan...30

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an di Indonesia...32

B. Letak Geografis Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan...33

C. Sarana dan Prasarana...34

D. Data Tenaga Pendidik dan Anak Didik...35

E. Sumber Dana...41

F. Profil Subjek Penelitian...41

BAB III SOSIALISASI PERAN GENDER TRADISIONAL PADA ANAK A. Pandangan Orang Tua Terhadap Peran Gender Pada Anak...47

B. Cara Orang Tua Mensosialisasikan Peran Gender Pada Anak...50 C. Cara Anak Mempelajari Peran Gender yang Sesuai Dengan


(9)

v

Sekolah dan Teman Sebaya atau Teman

Bermain...67

1. Orang Tua (Keluarga)...68

2. Lingkungan Sekolah...78

3. Teman Sebaya atau Teman Bermain...84

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...90

B. Saran...92


(10)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel I.A.1 Perbedaan Pengertian Gender dan Jenis Kelamin...2

Tabel I.A.2 Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Dilihat dari Sifat, Fungsi, Ruang Lingkup dan Tanggung Jawab...3

Tabel I.G.1 Profil Informan Orang Tua...21

Tabel I.G.2 Profil Informan Anak...23

Tabel I.G.3 Profil Informan Guru ...24

Tabel I.G.4 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Orang Tua...27

Tabel I.G.5 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Anak...28

Tabel I.G.6 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Guru...28

Tabel I.G.7 Waktu dan Jenis Observasi...29

Tabel II.E.1 Data Tenaga Pendidik...35

Tabel II.E.2 Data Anak Didik Tahun Ajaran 2012/2013...38

Tabel II.E.3 Data Anak Didik Tahun Ajaran 2013/2014...38

Tabel II.G.1 Profil Informan Orang Tua... 42

Tabel II.G.2 Profil Informan Anak...45


(11)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.D.1 Keadaan Sekolah...35

Gambar III.C.1 Suasana Kelas...79

Gambar III.C.2 Jenis Permainan Anak Laki-laki...82

Gambar III.C.3 Jenis Permainan Anak Perempuan...82


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah

Skripsi ini mengkaji tentang sosialisasi peran gender tradisional pada anak. Penelitian ini dilakukan untuk memahami pandangan orang tua terhadap peran gender anak dan cara orang tua mensosialisasi peran gender pada anak. Selanjutnya, penelitian ini juga ingin memahami cara anak mempelajari peran gender dari keluarga (orang tua), lingkungan sekolah (guru) dan teman sebaya.

Fenomena ini menjadi menarik untuk dikaji karena disadari atau tidak, dalam mensosialisasikan pengetahuan baru pada anak, orang tua seringkali membedakan perilaku berdasarkan jenis kelamin sang anak bukan karena karakter anak yang memang berbeda dan begitu pula dengan lingkungan sekitar anak. Beberapa penelitian menyatakan bahwa semakin orang tua memandang bahwa anak laki-laki dan perempuan harus diajari perilaku berbeda berdasarkan gender, berarti sosialisasi yang diterapkan oleh orang tua semakin tradisional (Peters, 1994; Rafaeli dan Ontai, 2004 dalam Siregar dan Rochani, 2010:143).

Pengertian gender dan jenis kelamin berbeda, tetapi masih saja ada yang mengartikan gender sebagai jenis kelamin. Untuk lebih detailnya akan dijelaskan melalui tabel berikut :


(13)

2

Tabel I.A.1 Perbedaan Pengertian Gender dan Jenis Kelamin :

Gender Jenis kelamin atau Seks

Bersifat sosial budaya dan merupakan buatan manusia

Bersifat alamiah

Bersifat sosial budaya dan merujuk pada tanggung jawab, peran, pola perilaku, kualitas-kualitas dan lain-lain yang bersifat maskulin dan feminin

Bersifat biologi dan merujuk pada perbedaan yang nyata dari alat kelamin dan perbedaan terkait dalam fungi kelahiran

Bersifat tidak tetap, dapat diubah dari waktu ke waktu, dari satu kebudayaan yang lain, bahkan dari satu keluarga ke keluarga yang lain

Bersifat tetap, akan sama di mana saja

Bisa diubah Tidak bisa diubah

Sumber : Kamla diterjemahkan oleh Zaki Hussein,2000:4

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jenis kelamin berbeda dengan gender. Jenis kelamin merupakan perbedaan yang bersifat kodrat atau alamiah dan tidak dapat diubah, sedangkan gender merupakan perbedaan akibat dari konstruk sosial budaya dan merupakan buatan manusia. Gender tidak dibawa sejak lahir melainkan melalui proses sosialisasi yang dikonstruksikan oleh budaya masyarakat, sehingga gender dapat berubah.


(14)

3

Tabel I.A.2 Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Dilihat dari Sifat, Fungsi, Ruang Lingkup dan Tanggung Jawab

ASPEK LAKI-LAKI PEREMPUAN

Sifat Maskulin Feminim

Fungsi Produksi Reproduksi

Ruang Lingkup Publik Domestik

Tanggung Jawab (Peran) Nafkah Utama Nafkah Tambahan

Sumber :Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,2007:8

Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dalam beberapa aspek. Perbedaan ini merupakan hasil dari proses sosialisasi gender yang terjadi di lingkungan masyarakat. Sosialisasi gender dimulai saat kita lahir, dari pertanyaan sederhana “apakah itu bayi laki-laki atau perempuan?”. Sejak saat itu, pembedaan mulai muncul baik secara fisik maupun non fisik. Sosialisasi gender adalah bentuk sosialisasi yang fokus pada bagaimana anak-anak dari jenis kelamin yang berbeda disosialisasikan ke dalam peran gender mereka masing-masing dan mengajarkan mereka apa yang dimaksud dengan laki-laki atau perempuan (Crespi:2003:2).

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat merupakan institusi awal dimana proses sosialisasi peran gender dipelajari. Seperti pada pemilihan nama, pemilihan perlengkapan bayi, pemberian warna, pemberian aksesoris, pemberian mainan, penjelasan sikap yang tepat, penerapan pola pegasuhan serta pembagian kerja berdasarkan gender yang akan disesuaikan dengan jenis kelamin sang bayi


(15)

4

oleh orang tuanya. Umumnya orang tua menamai bayi menyesuaikan dengan jenis kelaminnya. Contohnya pada bayi laki-laki yang beragama Islam seringkali diberi nama Nabi seperti Adam, Muhammad, Yusuf dan lainnnya. Sedangkan untuk bayi perempuan terdapat orang tua yang memberi nama jenis-jenis bunga seperti mawar, melati, lili dan lainnya. Untuk bayi laki-laki biasanya diberikan perlengkapan bayi berwarna biru serta mainan mobil, pesawat atau bola dan tanpa diberi aksesoris, sedangkan untuk perlengkapan bayi perempuan berwarrna merah muda atau pink dan mainan berupa boneka atau masak-masakan serta pemberian aksesoris berupa anting di telinga untuk memberi tanda bahwa ia anak perempuan. Kemudian ketika anak mulai beranjak besar, orang tua mensosialisasikan peran gender berupa sikap yang tentunya disesuaikan dengan jenis kelamin anak. Jika ia anak perempuan, maka akan diajarkan sikap feminin seperti lemah lembut, penurut. Jika ia anak laki-laki, maka akan diajarkan sikap maskulin seperti kuat, mandiri, berani dan sebagainya.

Sosialisasi peran gender juga terlihat dari pembagian kerja berdasarkan gender atau gender division of labor (Mosse,1996:5). Saat anak perempuan menginjak usia remaja, maka ia akan disuruh membantu ibu, mengasuh adiknya, patuh kepada orang tuanya dan menunjukkan rasa tanggung jawab mengenai tugas rumah. Pada usia yang sama, anak laki-laki diajarkan untuk bisa berdiri sendiri (self-reliant) dan harus berprestasi yaitu mencari nafkah. Hal ini terutama berlaku dalam lingkungan budaya di mana lelaki harus berburu dan mencari nafkah dengan menggunakan kekuatan fisik, sedangkan perempuan tinggal di


(16)

5

rumah untuk melahirkan, mengasuh dan merawat anggota keluarganya (Sadli,2010:8).

Sosialisasi gender lainnya dapat dipelajari melalui pola relasi antara ayah dan ibu. Berdasarkan pengamatan di lingkungan sekitar, jika dalam suatu keluarga diterapkan pola relasi yang tradisional dimana sang ayah bersikap mendominasi dalam menentukan semua keputuan dalam keluarga sedangkan sang ibu tidak, maka terdapat relasi yang tidak seimbang dalam keluarga tersebut antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat menyebabkan anak berpikir bahwa laki-laki merupakan pemegang kuasa, sedangkan perempuan tidak dan perempuan harus menuruti segala keputusan yang dibuat oleh laki-laki. Tetapi, jika dalam suatu keluarga terjalin relasi yang egaliter atau sederajat antara laki-laki dan perempuan dalam menentukan kebijakan, maka pola pikir dan perilaku anak tidak akan bias gender. Ia akan menganggap bahwa tidak hanya kaum lelaki yang memiliki andil besar dalam mengambil keputusan dalam keluarga tetapi kaum perempuan juga.

Selain itu, pola relasi antara orang tua dan anak juga perlu diperhatikan. Siegal menyimpulkan bahwa sosialisasi yang dilakukan ayah kepada anak sedikit berbeda dengan yang dilakukan ibu. Ayah membedakan sosialisasi tentang kedisiplinan dan hukuman fisik antara anak laki-laki dan perempuan. Lebih spesifiknya, ayah lebih beraksi negatif daripada ibu ketika anak laki-lakinya mengajak bermain dengan mainan yang berbeda gender (Siegal,1987, dalam Wharton,2005:126). Anggapan yang beredar di masyarakat, pengasuhan dan pendidikan terhadap anak laki-laki dan perempuan berbeda. Anak laki-laki


(17)

6

mendapatkan pola pengasuhan yang lebih tegas dan keras, sedangkan anak perempuan mendapatkan pola pengasuhan yang bersifat lemah lembut.

Selain keluarga, agen sosialisasi gender lainnya adalah sekolah, teman sebaya, masyarakat dan media massa (Crespi,2003:2). Ketika anak memasuki usia sekolah, maka sosialisasi peran gender semakin terlihat. Hal sederhananya dimulai dari seragam sekolah, anak laki-laki memakai celana sebagai bawahannya, sedangkan untuk anak perempuan memakai rok. Kemudian juga dalam kurikulum pendidikan, tidak jarang kita menemukan kalimat dalam buku

pelajaran sekolah berupa “Ayah pergi ke kantor dan Ibu pergi ke pasar”. Hal ini

menunjukan bahwa kaum laki-laki bekerja di ranah publik, sedangkan perempuan berkerja di ranah domestik yaitu hanya mengerjakan urusan rumah seperti membersihkan rumah, memasak makanan untuk keluarga. Serta adanya tugas piket kelas yang sensitif gender, anak laki-laki mendapat tugas yang mengandalkan kekuatan seperti mengangkat bangku, sedangkan anak perempuan mendapat tugas yang lebih ringan seperti menyapu dan mengepel lantai. Anak juga diajarkan untuk menggunakan toilet yang disesuaikan dengan jenis kelaminnya masing-masing.

Guru sebagai orang tua di sekolah juga merupakan panutan anak dalam berpikir dan berperilaku. Guru diharapkan menjadi sosok yang dapat memperlakukan anak secara sama dan adil tanpa membeda-bedakan jenis kelamin dan guru seharusnya memberikan anak kebebasan baik dalam berinteraksi maupun bermain dengan teman-temannya.


(18)

7

Agen sosialisasi gender selanjutnya adalah teman sebaya yang merupakan salah satu orang terdekat anak. Melalui teman sebaya anak dapat banyak mempelajari sosialisasi peran gender seperti pada pemilihan teman serta pemilihan mainan. Sering dijumpai bahwa anak memilih teman sebaya berdasarkan kesamaan jenis kelaminnya. Anak perempuan bermain dengan anak perempuan dan begitu juga anak laki-laki, bermain dengan anak laki-laki lainnya. Tetapi ada juga yang bermain secara bersama-sama antara anak laki-laki dan perempuan.

Dalam pemilihan mainan, di lingkungan masyarakat terdapat semacam kebiasaan mengenai jenis permainan anak berdasarkan jenis kelamin, seperti anak laki-laki diharuskan bermain mobil-mobilan dan anak perempuan diharuskan bermain boneka. Ketika ditemui anak yang memainkan permainan yang dikatakan tidak sesuai dengan jenis kelaminnya atau diluar kebiasaan masyarakat, contohnya anak laki-laki bermain boneka atau anak perempuan bermain mobil-mobilan, maka anak tersebut seringkali akan mendapatkan sindiran atau olokan dari teman-temannya atau yang lebih parah lagi akan dikucilkan.

Di lingkungan masyarakat, anak mendapatkan pendidikan berupa pengalaman hidup. Setiap masyarakat meneruskan kebudayaannya kepada generasi penerus melalui interaksi sosial. Interaksi sosial yang berjalan dengan baik berarti proses sosialisasi terjadi dengan baik. Lingkungan sekitar tempat tinggal anak sangat mempengaruhi perkembangan pribadi anak. Di sinilah anak mengenal lingkungan sosial baru yang berbeda dengan di rumah. Jika di rumah anak akan merengek untuk mendapatkan sesuatu, namun di luar rumah ia akan


(19)

8

tahu bahwa cara-cara seperti itu akan mendapatkan ejekan. Dalam lingkungan masyarakat, anak akan mempelajari hal-hal yang baik dan anak juga dapat mempelajari hal-hal yang buruk (Idi,2011:108).

Media massa merupakan agen sosialisasi peran gender yang terakhir. Media massa yang banyak mensosialisasikan peran gender salah satunya adalah televisi baik dalam bentuk berita, iklan maupun film atau sinetron. Tampilan yang disuguhkan dalam model iklan seringkali mengandung unsur stereotipe gender yang menjadikan perempuan sebagai korban pertama atas stereotipe gender berbasis iklan. Iklan berfungsi sebagai media untuk memasarkan produk seperti alat-alat keperluan rumah tangga yang cenderung menampilkan perempuan sebagai orang pertama yang memerankan alat-alat tersebut. Melalui peran media ini posisi dan stereotipe gender perempuan semakin merugikan kaum perempuan. Bahkan tak jarang ditengah menguatnya arus konsumerisme, tubuh perempuan tak luput menjadi sorotan media dalam ajang perebutan komoditas produk untuk memapankan kepentingan modal (Rosyidah dan Hermawati, 2013:35).

Fenomena-fenomena ini umumnya terjadi di lingkungan sekitar kita baik itu pernah dialami oleh diri sendiri sewaktu kecil maupun oleh orang lain. Sosialisasi peran gender yang tradisional akan menyebabkan munculnya perbedaan peran gender berupa stereotipe atau pelabelan yang dialamatkan pada masing-masing jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan. Apabila individu berperilaku tidak sesuai dengan peran gender yang telah distereotipekan maka tak jarang akan mendapatkan sindiran atau pengucilan dari masyarakat karena dianggap berperilaku menyimpang dari kebiasaan atau budaya setempat. Selain itu, juga


(20)

9

menyebabkan munculnya dikriminasi berupa subordinasi dan beban ganda terhadap individu tertentu. Dikriminasi ini umumnya terjadi pada kaum perempuan. Namun, terkadang kaum perempuan tidak menyadari bahwa mereka termasuk korban dari dikriminasi gender.

Penelitian ini akan memfokuskan pada tiga agen sosialisasi peran gender yaitu orang tua, guru sekolah dan teman sebaya. Alasannya karena ketiga agen sosialisasi peran gender ini merupakan agen yang terdekat dengan anak, sehingga mempunyai pengaruh yang lebih besar pada anak. Oleh karena itu, peneliti mengangkat tema ini dalam sebuah penelitian berbentuk skripsi yang diberi judul:

“Sosialisasi Peran Gender Tradisional Pada Anak : Studi Kasus pada Orang Tua, Anak dan Guru Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan”.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pernyataan masalah di atas, maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pandangan orang tua terhadap peran gender pada anak? 2. Bagaimana cara orang tua mensosialisasikan peran gender pada anak? 3. Bagaimana cara anak mempelajari peran gender yang sesuai dengan jenis

kelaminnya baik dari keluarga (orang tua), lingkungan sekolah (guru) dan teman sebaya atau teman bermain?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berikut tujuan dan manfaat penelitian ini : 1. Tujuan dari penelitian ini adalah:


(21)

10

a. Untuk mendeskripsikan pandangan orang tua terhadap peran gender pada anak.

b. Untuk memberikan gambaran mengenai cara orang tua mensosialisasikan peran gender pada anak.

c. Untuk memahami cara anak mempelajari peran gendernya yang sesuai dengan jenis kelaminnya baik dari keluarga (orang tua), lingkungan sekolah (guru) dan teman sebaya atau teman bermain.

2. Manfaatnya penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki nilai guna, baik kegunaan akademis maupun kegunaan praktis.

a. Akademis :

1) Sebagai media bagi penulis untuk mengidentifikasi, mempelajari dan menganalisis suatu gejala sosial pada masyarakat, mengaplikasikan dan menganalisa teori belajar sosial dan teori kognitif secara mendalam pada fenomena sosial yang terjadi di Indonesia serta sebagai kontribusi bagi perkembangan ilmu sosiologi gender terutama yang berkaitan dengan peran orang tua atau keluarga dalam mensosialisasikan peran gender tradisional pada anak sejak usia dini. b. Praktis :

1) Diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif mengenai sosialisasi peran gender tradisional dari orang tua, guru dan teman sebaya kepada anak serta menjadi bahan informasi bagi peneliti lain


(22)

11

yang akan meneliti masalah yang sama atau yang berkaitan dengan penelitian ini.

2) Bermanfaat bagi orang tua atau keluarga terkait bagaimana mensosialisasikan peran gender tradisional ke anak serta para penggiat gender untuk melakukan advokasi di ranah keluarga karena penanaman peran gender sudah dimulai sejak dini di keluarga.

3) Memberi kontribusi bagi Pemerintah untuk membuat kebijakan tentang peran gender yang lebih progresif, egaliter dan adil gender

D. Tinjauan Pustaka

Untuk menjadikan penelitian ini relevan, dibutuhkan perbandingan dengan penelitian sebelumnya yang terlebih dahulu mengangkat tema tentang sosialisasi peran gender pada anak. Penelitian pertama adalah penelitian Khaerul Umam Noer (2009) yang berjudul Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan penelitian ini dilakukan di Desa Ketindan, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan teori kepribadian dari Herbert Mead. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga cara pola pengasuhan anak oleh buruh teh yaitu dilakukan ketika mereka di rumah sepulang bekerja, dilakukan oleh kerabat terdekat ketika mereka sedang bekerja dan di sekolah sekitar bagi anak usia sekolah. Dalam sosialisasi peran gender sudah terdapat perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan baik dari segi bahasa, permainan serta pembagian kerja yang dikontruksikan dengan jenis kelamin. Dari segi bahasa, perempuan diharuskan menggunakan bahasa yang


(23)

12

lebih baik, ramah, sopan sedangkan laki-laki tidak harus. Permainan laki-laki identik dengan membutuhkan tenaga dan kecerdikan seperti sepak bola, layang-layang sedangkan perempuan identik dengan sikap keibuan dan lemah lembut seperti boneka, rumah-rumahan. Pembagian kerja pada perempuan selalu disosialisasikan akan kewajiban membantu ibu di rumah atau kegiatan reproduksi sosial sedangkan anak laki-laki tidak.

Penelitian kedua dilakukan oleh Dewi Ashuro Itouli Siregar dan Sri Rochani (2010) yang berjudul Sosialisasi Gender oleh Orang Tua dan Prasangka Gender pada Anak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara sosialisasi gender oleh orang tua dengan prasangka gender pada remaja. Penelitian ini menggunakan teori belajar sosial dari Albert Bandura. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan melibatkan 200 responden dari SMUN 27 Jakarta Pusat, SMUN 39 Jakarta Timur, SMUN 90 Jakarta Selatan, SMUN 65 Jakarta Barat dan SMUN 13 Jakarta Utara. Sebanyak 94 orang berjenis kelamin pria (47%) dan 106 orang berjenis kelamin perempuan (53%). Hasil menunjukkan bahwa orang tua yang paling dominan mensosialisasikan peran gender adalah ibu (73,5%) berdasarkan responden pria sebanyak 56,4% dan responden perempuan sebanyak 84,9%. Konsep prasangka gender erat hubungannya dengan identitas jenis kelamin karena konsep prasangka gender merupakan bentuk penerimaan atau penolakan gender seseorang. Para orang tua cenderung membedakan perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan. Namun, anak dari orang tua tersebut tidak selalu berpandangan bahwa kedudukan perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Anak perempuan juga tidak kemudian menganggap dirinya


(24)

13

hanya pantas untuk menjadi istri atau ibu rumah tangga dan begitu pula sebaliknya dengan anak laki-laki. Sehingga berdasarkan analisis korelasi Pearson, tidak terbukti bahwa sosialisasi gender oleh orangtua berhubungan dengan prasangka gender secara umum, baik penerimaan maupun dengan penolakan gender pada remaja pria dan perempuan.

Penelitian ketiga yaitu penelitian yang dilakukan oleh Jatininggsih dan Kartikasari (2010) dengan judul Upaya Menyemaikan Nilai-Nilai Kesetaraan Melalui Pendidikan Gender di Taman Kanak-Kanak. Penelitian ini dilaksanakan di PG-TK di Surabaya yaitu TK Dharma Wanita UNESA, TK Tadika Puri Wiyung, TK Al Madani, TK Kartini Jagir. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan angket. Subjek penelitiannya adalah guru-guru TK yang dipilih secara purposif. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 11 guru TK. Fokus penelitian ini adalah konstruksi gender guru dan sosialisasi gender yang terjadi di sekolah. Terdapat tiga teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori identifikasi, teori belajar sosial dan teori perkembangan sosial atau kognitif. Hasil penelitian menunjukkan, mengenai konstruksi gender, para guru TK masih tradisional namun mulai bergeser ke arah yang egalitarian. Subjek lebih menuntut anak perempuan untuk dapat mengadopsi stereotipe maskulin yang positif seperti berani memimpin, tegas, dan tanggung jawab, sementara tidak demikian halnya kepada anak laki-laki. Tuntutan terhadap anak laki-laki untuk mengadopsi stereotipe feminin tidak sekuat tuntutan terhadap perempuan. Sosialisasi peran gender di sekolah terlihat dari perbedaan model seragam antara anak laki-laki dan anak perempuan, muatan


(25)

14

materi yang bias gender serta kegiatan baris berbaris yang dibedakan berdasarkan jensi kelamin anak. Serta masih terdapatnya perilaku guru yang bias gender ketika mereka berinteraksi dengan anak didiknya.

Penelitian keempat yaitu penelitian Fardus A. Angkah (2011) yang berjudul

Peranan Gender Dalam Keluarga Studi Kasus Etnis Mandar di Pesisir Pantai Tonyaman. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitiannya, Fardus menjelaskan bahwa salah satu aspek penting dalam memahami konsep gender adalah kehidupan dalam keluarga agar tidak terjadi ketimpangan gender. Peranan gender dalam keluarga Mandar di pesisir Pantai Tonyaman dalam tugas-tugas keluarga, pemeliharaan anak, dan perkawinan pada umumnya tidak bias gender. Namun masih ada peran-peran tertentu yang masih didominasi peran perempuan, seperti merawat anak pada saat sakit. Pengambilan keputusan dalam hal masalah-masalah dalam rumah tangga keluarga Mandar di pesisir Pantai Tonyaman sudah tercipta kesetaraan dan kemitraan terpadu antara suami dan isteri. Adapun nilai sosial budaya dan status sosial ekonomi tidak menjadi penghalang untuk terjadinya kesetaraan dan kemitraan terpadu antara suami dan isteri. Konsep gender yang menonjol dalam keluarga Mandar adalah konsep Sibali Parri. Sibali Parri bermakna susah senangnya dalam berumahtangga ditanggung bersama oleh suami dan istri. Dengan konsep Sibali Parri, ruang domestik dan ruang publik sudah menjadi hal yang tidak dipertentangkan.

Penelitian yang terakhir yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ariane Utomo, Iwu Dwisetyani Utomo, Anna Reinmondos dan Peter McDonald (2012) dengan


(26)

15

judul Attitudes to Gender Roles among School Students. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, respondennya adalah anak yang berusia 6 dan 12 tahun yang berasal dari 4 provinsi yaitu Jawa Barat, Jakarta, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Fokus penelitian ini yaitu mengenai isu sosialisasi dan mengetahui sosialisasi di lingkungan rumah siswa, mengeksplorasi persepsi dan sikap siswa terhadap peran gender dan sejauh mana peran gender sosialisasi di rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut para responden, terdapat perbedaan sosialisasi peran gender orang tua yang berlaku di rumah. Ayah merupakan orang yang paling kuat bertanggung jawab dalam mencari nafkah, sedangkan ibu bertanggung jawab dalam mengurus rumah. Kemudian terdapat pembagian kerja berdasarkan gender di rumah yaitu ayah dianggap lebih pantas untuk memperbaiki lantai yang rusak, membayar tagihan, membersihkan taman dan menghadiri pertemuan masyarakat, sedangkan ibu belanja, memasak, membersihkan rumah dan merawat anggota keluarga yang sakit.

Berdasarkan lima penelitian terdahulu di atas maka terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan yang pertama yaitu pada fokus penelitian yang sama-sama mengangkat sosialisasi peran gender yaitu pada penelitian pertama sampai penelitian kelima. Persamaan kedua terletak pada teori yang digunakan yaitu teori belajar sosial dan teori perkembangan kognitif atau sosial pada penelitian kedua dan penelitian ketiga. Namun, penelitian ini juga memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada informan. Pada penelitian sebelumnya hanya terdapat satu kategori informan diantaranya


(27)

16

informan orang tua atau informan anak atau informan guru, sedangkan pada penelitian ini terdapat tiga kategori informan yaitu orang tua, anak dan guru. Sehingga, dapat memperoleh informasi yang lebih banyak dan beragam. Berdasarkan pemaparan lima penelitian terdahulu, skripsi peneliti cenderung lebih mirip pada penelitian pertama baik dari tema yang diangkat yaitu sosialisasi peran gender dan metode penelitian yang dipakai.

E. Kerangka Teori

Penelitian ini menggunakan teori belajar sosial atau social learning theory

dari Albert Bandura (1977) yaitu anak memperoleh identitas, peran dan tingkah laku gender melalui pembelajaran dan pengamatan langsung yang disesuaikan dengan jenis kelamin mereka. Pembelajaran dan pengamatan langsung ini mengacu kepada orang tua dan agen sosialisasi gender lainnya yang akan merespon secara kuat tingkah laku yang tepat bagi anak dan akan mencegah atau menghukum apabila anak melakukan tingkah laku yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya (Micanovic,1997:589). Teori ini menjelaskan bahwa tipe gender seperti perilaku sosial dan kognitif lainnya yang dipelajari melalui penguatan, hukuman, observasi dan imitasi (Crawford,2004:173). Analisa temuan di lapangan memperkuat teori yang dikatakan oleh Crawford bahwa anak mempelajari peran gendernya melalui penguatan berupa pembelajaran yang didapatnya dari agen sosialisasi gender seperti keluarga, sekolah dan teman sebaya mengenai pewarisan nilai-nilai gender. Anak laki-laki didorong untuk menjadi pribadi yang maskulin sedangkan perempuan menjadi pribadi yang feminim. Mengenai hukuman, anak akan mendapatkan hukuman berupa teguran


(28)

17

apabila bertingkah laku tidak sesuai dengan jenis kelaminnya karena hal tersebut dianggap bentuk penyimpangan karena tidak sesuai dengan norma atau kebiasaan masyarakat, contohnya anak laki-laki berperilaku manja akan ditegur dan diharuskan berperilaku mandiri. Observasi, anak melakukan observasi atau pengamatan yang mengacu pada agen sosialisasi peran gender dan kemudian anak melakukan imitasi atau proses peniruan yang merupakan hasil dari observasi yang dilakukan sebelumnya. Anak laki-laki akan meniru perilaku dan penampilan dari laki-laki dewasa dan anak perempuan akan meniru perilaku dan penampilan dari perempuan dewasa, contohnya anak perempuan yang melihat sang ibu sedang berdandan kemudian akan ikut menirunya.

Teori selanjutnya yaitu teori perkembangan kognitif atau cognitive development theory. Teori Perkembangan Kognitif berpandangan bahwa anak menjadi partisipan dalam proses perkembangannya sendiri, artinya secara aktif anak berusaha untuk memperoleh pengetahuan atau informasi tentang peran gendernya, kemudian memonitor perilakunya sendiri sesuai dengan norma peran gender yang berlaku(Jatiningsih,2010:465).

Masa kritis anak tentang gender dimulai saat anak berusia sekitar dua tahun, disaat anak mulai menyadari jenis kelaminnya dan perbedaannya dengan orang lain (Andriana,2006:21). Oleh karenanya, anak mulai dapat mengidentifikasikan dirinya sendiri untuk berperilaku sesuai dengan jenis kelaminnya masing-masing. Anak laki-laki dituntut untuk menjadi pribadi yang kuat. Ketika ia jatuh maka ia berusaha untuk tidak menangis karena orang tuanya menekankan bahwa anak laki-laki dianggap tidak boleh menangis. Berbeda dengan anak perempuan yang


(29)

18

distereotipekan lemah. Jadi, apabila anak perempuan jatuh kemudian menangis akan dianggap hal yang wajar dan akan dibujuk atau ditenangkan untuk tidak menangis melalui pemberian hadiah. Menangis bukanlah sesuatu yang buruk asal tidak berlebihan karena menangis merupakan ekspresi luapan emosi seseorang agar menjadi lebih tenang, tidak hanya anak kecil, orang dewasapun juga menangis.

F. Definisi Konsep

Pengertian sosialisasi berdasarkan kamus sosiologi yaitu suatu proses sosial yang mana seseorang belajar menghayati dan melaksanakan sistem nilai dan sistem norma yang berlaku di tengah-tengah masyararakat tempat dia berada (Priyatna,2013:155). S. Nasution menuturkan bahwa sosialisasi merupakan proses bimbingan individu ke dalam dunia sosial. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu tentang kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya, agar ia menjadi anggota yang baik dalam masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus, sosialisasi dapat dianggap sama dengan pendidikan (S. Nasution,2009, dalam Idi,2011:100). Merujuk pada kedua pengertian itu, maka peneliti mengartikan dan mengarahkan sosialisasi disini yaitu sebagai bentuk interaksi berisi suatu pengetahuan yang melibatkan lebih dari satu orang yang dipengaruhi oleh aspek tertentu dan memiliki tujuan. Dalam penelitian ini, sosialisasi yang dimaksud adalah sosialisasi antara orang tua dengan anak serta anak dengan agen sosialisasi gender lainnya seperti guru sekolah dan teman sebayanya.

Pengertian peran menurut kamus sosiologi yaitu pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang sesuai dengan kedudukannya (Priyatna,2013:130).


(30)

19

Selanjutnya, pengertian gender menurut kamus sosiologi yaitu perbedaan antara pria dan wanita berdasarkan faktor psikologis, sosial dan kebudayaan (Priyatna,2013:58). Disini peneliti mengartikan peran gender sebagai sekumpulan tingkah laku seseorang yang distereotipekan oleh budaya masyarakat pada masing-masing jenis kelamin.

Terdapat dua pandangan mengenai peran gender yaitu tradisional dan egaliter atau sederajat. Beberapa penelitian menyatakan bahwa semakin orang tua memandang bahwa anak laki-laki dan perempuan harus diajari perilaku berbeda berdasarkan gender, berarti sosialisasi yang diterapkan oleh orang tua semakin tradisional (Peters, 1994; Rafaeli dan Ontai, 2004 dalam Siregar dan Rochani, 2010:143). Anak yang berasal dari keluarga yang tradisional peran gendernya akan cenderung memiliki konstruksi dan perilaku yang tradisional, sementara anak yang berasal dari keluarga yang lebih egalitarian dan demokratis juga akan cenderung menjadi anak yang egalitarian dan demokratis (Hurlock,1986:464 dalam Jatininggsih dan Kartika,2010:464).

Peneliti akan mencari tahu dan memahami bagaimana pandangan orang tua terhadap peran gender anak apakah dikategorikan sebagai pandangan peran gender tradisional atau egaliter. Selain itu, ingin memberikan gambarana terkait cara orang tua mensosialisasikan peran gender pada anak dan bagaimana cara sang anak dalam mengidentifikasi, mempelajari dan mengaplikasikan peran gender sesuai dengan jenis kelaminnya masing-masing dari orang tua, lingkungan sekolah maupun teman sebaya.


(31)

20

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dan ditulis dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah serta dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Tohirin,2012:3).

Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif adalah peneliti ingin mendapatkan informasi atau data secara akurat dan mendalam dari para informan mengenai sosialisasi peran gender karena pendekatan kualitatif sendiri memiliki beberapa teknik pengumpulan data seperti kegiatan wawancara dan observasi atau pengamatan. Melalui kegiatan wawancara, peneliti akan berusaha menggali informasi yang mendalam dari para informan. Selain informasi yang didapat dari informan, peneliti juga mendapatkan informasi melalui observasi yang dilakukan di lingkungan TKA Al-Ihsan. Peneliti akan mencatat aktivitas apa saja yang dilakukan oleh para informan di lingkungan TKA Al-Ihsan.

Dari segi informan, informan dalam penelitian dipilih berdasarkan kriteria tertentu sehingga informasi yang didapat bukan dari sembarang informan. Selain itu, dalam penelitian ini terdapat informan anak yang masih berusia dini sehingga tidak memungkin untuk menggunakan kuisioner.

2. Subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua, anak-anak dan guru di sekolah di Taman Kanak-Kanak A-Qur’an Al-Ihsan pada tahun ajaran 2013-2014.


(32)

21

Informan dipilih berdasarkan tujuan tertentu (purposive) dengan memperhatikan beberapa kriteria pada masing-masing kategori informan yang diharapkan dari penelitian ini. Jumlah keseluruhan informan yang akan diteliti sebanyak 26 orang. Terdiri dari 12 orang tua, 12 anak atau santri dan 2 orang guru. Berikut merupakan data mengenai informan orang tua :

Tabel I.G.1 Profil Informan Orang tua

No Nama Jenis

kelamin

Usia Asal daerah

Pendidikan terakhir

Pekerjaan Nama anak

1. Cut Perempuan 33 Aceh SD Wiraswasta Teuku M. Azhaky

2. Evvy Nursanti Perempuan 33 Jakarta D3 Wiraswasta Rehana Dzulfiandini

3. Irma Perempuan 36 Jakarta D1 Ibu rumah

Tangga

Hunnafa Alillah

4. Kristianti Perempuan 35 Solo SMU Wiraswasta Selfa Adesti Rahmawati 5. Leni Puspasari Perempuan 30 Lampung SMU Wiraswasta M. Alfa Fahrizy

Leandi

6. M. Arif Laki-laki 33 Malang S1 Karyawan

swasta

Zakky Arya Tamam

7. Maryati Perempuan 42 Depok SMU Ibu rumah

Tangga

Farril Choir

8. Milla Kartika Perempuan 33 Depok SMK Karyawan swasta

Nayla Putri Kamila

9. Nuraini Perempuan 26 Depok SMK Ibu rumah

Tangga

Davian Putra Pratama 10. Nurkomariah Perempuan 44 Depok SMK Ibu rumah

Tangga

Siti Hilyatul Faizah 11. Ristianti Perempuan 41 Jakarta SMK Ibu rumah

Tangga

Raisa Maulidina Sofa Jintang

12. Roinah Perempuan 45 Depok SD Ibu rumah

Tangga

M. Bil Davin


(33)

22

Mayoritas informan orang tua pada penelitian ini adalah perempuan yaitu sebanyak 11 orang, sedangkan hanya ada satu orang informan laki-laki. Hal ini dikarenakan peneliti mengalami kesulitan untuk mencari informan laki-laki yang bersedia untuk diwawancarai. Kriteria pemilihan informan orang tua yaitu merupakan orang tua yang menyekolahkan anaknya di Taman Kanak-Kanak

Al-Qur’an Al – Ihsan, berusia di atas 25 tahun, dipilih enam orang tua yang berkerja di ranah publik dan enam orang tua yang bekerja di ranah domestik untuk membandingkan pola asuh anak di rumah serta merupakan orang tua dari anak yang menjadi subjek penelitian ini. Hal ini, dikarenakan untuk membuktikan kesamaan data atau informasi dari pertanyaan yang dilontarkan kepada subjek penelitian baik orang tua maupun anak melalui proses wawancara.

Untuk informan anak dalam penelitian ini terdiri dari enam orang laki-laki dan enam orang perempuan. Informan anak TK dipilih karena menurut penelitian dibidang neurologi yang dilakukan oleh Dr Keith Osborn, Dr Burton L. White dan Prof. Dr. Benyamin S. Bloom, pada masa-masa usia 0 hingga 6 tahun, otak anak berkembang sangat pesat hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak menerima dan menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan buruk. Itulah masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak akan mulai terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut masa tersebut sebagai masa-masa emas anak (golden age) (Soewito,2014). Selain itu, anak TK merupakan pribadi yang sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya. Karena itulah peneliti memilih anak TK sebagai informan penelitian. Kriteria pemilihannya yaitu merupakan santri dari TKA Al-Ihsan dan anak dari orang tua yang menjadi


(34)

23

informan dan berusia empat sampai enam tahun. Perbedaan umur informan anak dimaksudkan agar peneliti dapat mengetahui pola pikir anak berdasarkan umurnya. Berikut tabel mengenai data informan santri atau anak :

Tabel I.G.2 Profil Informan Anak

No Nama Jenis Kelamin Usia Kelompok

1. M. Alfa Fahrizy

Leandi Laki-laki

4 A 1

2. M. Bil Davin Laki-laki 4 A 1

3. Rehana Dzulfiandini Perempuan 4 A 1

4. Teuku M. Azhaky Laki-laki 4 A 1

5. Davi Pratama Putra Laki-laki 6 B 1

6. Hunnafa Alillah Perempuan 6 B 1

7. Selfa Adesti Rahmawati

Perempuan 6 B 1

8. Siti Hilyatul Faizah Perempuan 5 B 1

9. Zakyy Arya Tamam Laki-laki 6 B 1

10. Farril Choir Laki-laki 5 B 2

11.. Nayla Putri Kamila Perempuan 5 B 2

12. Raisa Maulidina Sofa Jintang

Perempuan 5 B 2

Sumber : Wawancara dengan Informan

Kategori informan yang terakhir adalah guru. Peneliti memilih guru TK sebagai subjek penelitian karena menurut pengamatan dan pengalaman peneliti, hubungan antara guru dan murid TK terjalin sangat erat dibandingkan tingkat sekolah lain seperti SD, SMP atau SMU. Guru TK diharuskan untuk selalu mengawasi dan mengarahkan murid-murid setiap saat, tak hanya di kelas tetapi juga di luar kelas seperti waktu istirahat. Hal ini pun turut dilakukan oleh


(35)

guru-24

guru di TKA Al-Ihsan. Dipilih dua orang guru dengan kriteria telah mengajar di TKA Al-Ihsan selama lebih dari lima tahun sehingga mereka telah mengetahui seluk beluk TKA Al-Ihsan. Berikut data mengenai informan guru :

Tabel I.G.3 Profil Informan Guru

No Nama Pendidikan Terakhir Jabatan

1. Mayani, S.Pd.I S 1 PAUD Wakil Kepala Sekolah / Guru kelompok B 1

2. Nurlaela, S.Pd.I S 1 PAUD Guru kelompok B 2 Sumber : Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan

a. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan di Kelurahan Kemiri Muka Kota Depok. Dipilihnya Taman Kanak-Kanak

Al-Qur’an Al-Ihsan ini dilatarbelakangi beberapa alasan yaitu TKA Al-Ihsan merupakan salah satu dari TK Islam yang berdiri di Kota Depok. TK Islam sendiri sangat kental dengan pembedaan antara laki-laki dan perempuan seperti pada pakaian seragam. Anak laki-laki mengenakan pakaian muslim koko dengan topi atau peci, sedangkan anak perempuan mengenakan pakaian muslim gamis dengan jilbab atau kerudung. TKA Al-Ihsan merupakan salah satu TK tertua di Kota Depok karena telah berdiri selama 18 tahun dan masih sangat berjaya sampai saat ini, hal itu karena TKA Al-Ihsan mendapatkan citra positif dari masyarakat sekitar sehingga para orang tua percaya untuk memasukkan anaknya ke dalam TKA ini.


(36)

25

b. Waktu penelitian

Waktu penelitian yang peneliti butuhkan dalam mengumpulkan data-data, mengolah dan menganalisa data yang berkaitan dengan penelitian ini adalah empat bulan, terhitung mulai dari bulan Januari 2014 sampai April 2014.

3. Jenis data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diambil dari sumber data primer atau sumber pertama di lapangan (Bungin,2013:128). Data primer yang dimaksud adalah data yang dikumpulkan melalui metode wawancara dan observasi atau pengamatan langsung. Saat melangsungkan wawancara peneliti menggunakan alat bantu perekam atau tape recorder untuk merekam semua informasi dari para informan. Data yang berbentuk rekaman tersebut kemudian peneliti ubah menjadi bentuk tulisan atau transkip data. Data primer dalam penelitian ini adalah orang tua, anak dan guru.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi. Data ini dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain yang biasanya sudah dalam bentuk publikasi (Santoso,2004:56). Data sekunder berguna sebagai penunjang informasi dalam penelitian selain data primer. Peneliti banyak memperoleh data sekunder untuk penelitian ini melalui buku, skripsi, jurnal, internet dan sekretariat Yayasan TKA A-Ihsan.


(37)

26

4. Metode pengumpulan data a. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan satu orang yang ingin memperoleh informasi dari satu orang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur yang sering kali disebut dengan wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif dan wawancara terbuka (openended interview). Wawancara tidak terstruktur mirip dengan percakapan informal, bersifat luwes, susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara, termasuk karakteristik sosial-budaya (agama, suku, gender, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan sebagainya) responden yang dihadapi (Mulyana,2003:182-183).

Dalam mengarahkan wawancara sesuai dengan tujuan, peneliti menggunakan pedoman wawancara yaitu susunan pertanyaan yang akan diajukan kepada responden. Kemudian peneliti juga menggunakan alat bantu perekam suara atau tape recorder agar peneliti fokus pada informasi yang berasal dari informan tanpa perlu repot mencatat data wawancara. Pada penelitian ini, terdapat tiga kategori informan yaitu orang tua, santri atau anak dan guru. Proses wawancara dalam penelitian ini hanya dilakukan satu kali pada setiap informan. Proses wawancara tersulit berasal dari kategori santri atau anak karena mengingat usia mereka yang masih dini sehingga jawabannya yang diberikan seringkali tidak


(38)

27

memiliki keterkaitan dengan pertanyaan yang dilontarkan. Oleh karenanya, peneliti menggunakan kata-kata yang lebih mudah dipahami oleh informan anak. Berikut tabel mengenai waktu dan tempat wawancara dengan para informan :

Tabel I.G.4 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Orang tua

NO NAMA JENIS KELAMIN HARI/TANGGAL TEMPAT

1. Nurkomariah Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan 2. Irma Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan 3. Leni

Puspasari

Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan

4. Ristianti Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan 5. Nuraini Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan 6. Evvy

Nursanti

Perempuan Kamis/23 Januari 2014 TKA AL-Ihsan

7. M. Arif Laki-laki Jumat/24 Januari 2014 TKA AL-Ihsan 8. Milla Kartika Perempuan Jumat/24 Januari 2014 TKA AL-Ihsan 9. Kristianti Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA AL-Ihsan 10 Cut Perempuan Senin 27 Januari 2014 TKA AL-Ihsan 11. Roinah Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA AL-Ihsan 12. Maryati Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA AL-Ihsan


(39)

28

Tabel I.G.5 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Anak

NO NAMA JENIS KELAMIN HARI/TANGGAL TEMPAT

1. Zaki Arya Tamam

Laki-laki Selasa/22 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

2. Davian Pratama Putra

Laki-laki Selasa/22 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

3. M. Alfa Fahrizy Leandi

Laki-laki Selasa/22 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

4. Nayla Putri Kamila

Perempuan Selasa/22 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

5. Selfa Adesti Rahmawati

Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

6. Rehana Dzulfiandini

Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

7. Teuku M. Azhaky

Laki-laki Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

8. Farril Choir Laki-laki Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan 9. Siti Hilyatul

Faizah

Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

10. M. Bil Davin Laki-laki Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan 11. Hunnafa Alillah Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan 12. Raisa Maulidina

Sofa Jintang

Perempuan Senin/27 Januari 2014 TKA Al-Ihsan

Tabel I.G.6 Waktu dan Tempat Wawancara Informan Guru

NO NAMA JENIS KELAMIN HARI/TANGGAL TEMPAT

1. Mayani, S.Pd.I Perempuan Selasa/4 Maret 2014 TKA Al-Ihsan 2. Nurlaela, S.Pd.I Perempuan Selasa/4 Maret 2014 TKA Al-Ihsan


(40)

29

b. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya (Bungin,2013:142). Peneliti melakukan observasi di TKA Al-Ihsan sebanyak enam kali dengan kegiatan observasi yang berbeda-beda. Berikut tabel mengenai waktu dan jenis observasi atau pengamatan yang dilakukan:

Tabel I.G.7 Waktu dan Jenis Observasi

NO HARI/TANGGAL JENIS OBSERVASI/PENGAMATAN

1. Rabu/4 Desember 2013 Permohonan izin wawancara ke pihak sekolah TKA Al-Ihsan dan melakukan observasi ke dalam kelas untuk mengamati proses interaksi antara guru dan anak, anak dengan teman sebaya ketika kegiatan belajar dan mengajar berlangsung.

2. Selasa/22 Januari 2014 Melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah dan informan anak serta mengamati kegiatan bermain anak di dalam dan luar kelas. 3. Kamis/23 Januari 2014 Melakukan wawancara dengan informan orang tua serta

mengamati interaksi antara orang tua dan anak, anak dengan teman sebaya.

4. Jumat/24 Januari 2014 Melakukan wawancara dengan informan orang tua serta mengamati interaksi antara orang tua dan anak, anak dengan teman sebaya.

5. Senin/27 Januari 2014 Melakukan wawancara dengan informan orang tua dan informan anak serta mengamati interaksi antara orang tua dan anak, anak dengan teman sebaya.

6. Selasa/4 Maret 2014 Melakukan wawancara dengan informan guru dan mengamati interaksi antara guru dan anak ketika jam istirahat.


(41)

30

Peneliti mengamati dan mencatat apa saja aktivitas yang dilakukan santri TKA Al-Ihsan di sekolah. Melihat aktivitas apa yang mereka lakukan, dengan siapa dan menanyakan alasan dari aktivitas yang mereka lakukan. Aktivitas yang peneliti maksudkan disini adalah interaksi yang dilakukan oleh anak kepada teman, para guru maupun orang tua dalam lingkungan sekolah. Selain itu juga mengamati jenis permainan yang dipilih oleh anak, baik di dalam kelas maupun di luar kelas ketika jam istirahat tiba serta pemilihan teman sebaya.

5. Metode pengolahan data dan analisis data

a. Reduksi data yaitu merangkum data, memilih hal-hal yang pokok atau penting. Hal ini dilakukan karena data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti dalam mengkategorisasikan data.

b. Display data atau penyajian data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Dengan mendisplay data akan mempermudah peneliti untuk memahami apa yang terjadi.

c. Penarikan kesimpulan yang diarahkan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang akan menjadi hasil akhir dari penelitian ini (Sugiyono,2013:246).

H. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat bab antara lain :


(42)

31

penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, definisi konsep, metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : GAMBARAN UMUM yaitu menjelaskan tentang profil yang diangkat Pada penelitian ini yaitu pertumbuhan dan perkembangan Taman Kanak Kanak (TK) di Indonesia dan di Kota Depok, gambaran umum TKA Al-Ihsan yang meliputi letak geografis, sarana dan prasarana, data tenaga pendidik dan anak didik, sumber dana serta profil subjek penelitian yaitu profil orang tua, santri dan guru TKA Al-Ihsan.

BAB III : ANALISA PEMBAHASAN yaitu merupakan bentuk pembahasan dari Pandangan orang tua terhadap peran gender pada anak, cara orang tua mensosialisasikan peran gender pada anak dan cara anak mempelajari peran gender yang sesuai dengan jenis kelaminnya baik dari orang tua (keluarga), teman bermain/sebaya dan lingkungan sekolah


(43)

32

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Berdirinya Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan

Taman kanak-kanak Al-Qur’an Al-Ihsan merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam yang bertujuan untuk memberikan bekal wawasan kepada anak sebelum memasuki sekolah dasar serta memberantas buta huruf Al-Qur’an sejak dini. Berdiri pada tanggal 16 November 1996 dengan murid atau santri berjumlah 7 orang dan hanya memiliki 1 kelas, jumlah tenaga pendidiknya pun masih sedikit serta belum memiliki tempat bermain baik di dalam maupun di luar ruangan. Metode belajar yang dipakai pada saat itu merupakan metode Iqro 6 jilid dan beberapa metode penunjang lainnya seperti membaca, menulis, menghitung sederhana.

Seiring berjalannya waktu Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan telah banyak mengalami berbagai perubahan baik dari segi fisik maupun non fisik. Pada tanggal 30 November 2001, terbentuklah kepengurusan atau organisasi yayasan dengan akte notaris No 10 yang disahkan oleh Firmansyah S.H dan semenjak saat itu TKA Al-Ihsan resmi bergabung dengan Diknas Beji, Depok. Susunan kepengurusan yayasan yaitu : Dewan Pendiri Alm H. Diding Bahrudin dan Pengawas Hj. Sumiati Saeran, Ketua Pengurus Harian Hj. Emi Suhaemi, Sekretaris Pengurus Harian Dra. Lili Sumarliah, Wakil Sekretaris Pengurus Harian Babay Subardini, A. Md, Bendahara Pengurus Harian Dra. Sunariah Saeran.


(44)

33

Tujuan dari berdirinya TKA Al-Ihsan pun diperluas tidak hanya sebatas memberi bekal wawasan dan memberantas buta huruf Al-Qur’an tetapi juga untuk menyeimbangkan potensi-potensi awal pada anak melalui beberapa aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang menyeluruh sesuai dengan Al-Qur’an, Sunnah dan ajaran Rasulullah SAW.

B. Letak Geografis Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan

Pada awal berdiri TKA Al-Ihsan berlokasi di Jalan Margonda Raya Gg. Pipa Gas Pertamina Kelurahan Kemiri Muka Kecamatan Beji Depok Jawa Barat. Tetapi, pada tahun 2007 tanah yang ditempati TKA Al-Ihsan berserta puluhan rumah warga lainnya dinyatakan Dinas Pemerintahan Kota Depok masuk ke dalam proyek pembangunan jalan TOL Cinere-Jagorawi (Cijago) yang membelah Kota Depok dari arah timur ke barat yang dimulai dari Tol Jagorawi dan berakhir di Cinere Depok, sehingga mengharuskan TKA Al-Ihsan dan warga harus berpindah tempat. Saat ini TKA Al-Ihsan berlokasi di Jalan Margonda Raya, Gg. Hj Fatimah Rt 01/11 Kelurahan Kemiri Muka Kecamatan Beji Depok Jawa Barat. Tidak terlalu jauh dari lokasi yang lama hanya berjarak kurang lebih 200 m. TKA Al-Ihsan berdiri di atas sebidang tanah seluas 500 m², dengan luas bangunan 319 m² dan luas taman bermain 100 m². Letaknya sangat strategis dan dapat dijangkau dari berbagai penjuru. TKA Al-Ihsan jauh dari keramaian, gardu listrik bertegangan tinggi, pabrik, jalur kereta api serta tempat pembuangan sampah yang dapat menganggu kegiatan belajar.

Daerah tempat berdirinya TKA Al-Ihsan sangat aman dan nyaman. TKA ini berdiri di sekitar lingkungan rumah warga sekitar, dekat dengan masjid serta


(45)

34

kantor Kelurahan Kemiri Muka. Lingkungan sekolah TKA Al-Ihsan pun sangat asri dan hijau karena terdapat berbagai macam pohon dan pot bunga yang memanjakan mata ketika melihatnya. Ditambah dengan halaman sekolah yang cukup luas sehingga membuat anak leluasa bermain.

C. Sarana dan Prasarana

Peneliti mengartikan sarana dan prasarana disini sebagai segala fasilitas yang miliki oleh TKA Al-Ihsan untuk menunjang kegiatan belajar baik secara langsung maupun tidak langsung. Sarana dan prasarana sangatlah penting demi menunjang kelancaran proses belajar mengajar agar tujuan yang diinginkan tercapai.

Gedung TKA Al-Ihsan terdiri dari dua lantai dengan cat dinding berwarna krem dan beberapa dinding dilukis dengan gambar mural yang sangat menarik. Sarana dan prasarana yang dimiliki TKA Al-Ihsan diantaranya terdapat satu ruang kantor kepala sekolah, satu ruang guru, empat ruang kelas, satu ruang dapur, satu kamar mandi guru, kamar mandi santri, aula, pendopo, kantin, lahan parkir serta ruangan tunggu bagi orang tua santri.

Untuk taman bermain anak cukup memadai seperti halaman yang cukup luas untuk upacara bendera, kegiatan olahraga dan bermain anak. Sarana bermain pun cukup lengkap yang terdiri dari dua buah ayunan, satu buah jungkat jungkit, satu buah papan seluncur biasa, satu buah papan seluncur spiral, satu buah jembatan titian, satu buah komidi putar dan satu buah bak pasir. Selain itu, TKA Al-Ihsan menyediakan media-media dan alat bermain dedukatif untuk anak,


(46)

35

seperti balok-balok, puzzle, gambar seri, alat jahit anak, seni mengayam, menjahit untuk anak, panggung boneka, plastisin, tanah liat, pohon angka, pohon hijaiyah, rambu-rambu lalu lintas dan alat permainan lainnya.

Gambar II.D.1 Keadaan Sekolah

Sumber : Dokumentasi Pribadi

D. Data Tenaga Pendidik dan Anak Didik

a. Data Tenaga Pendidik

Berikut data pendidik tetap TKA Al-Ihsan :

Tabel II.E.1 Data Tenaga Pendidik

No Nama Jabatan Pendidikan

1. Dra. Lili Sumarliah Kepala Sekolah S1 2. Mayani, S.Pd.I Wakil Kepala Sekolah/

Guru kelompok B 1

S 1 PAUD

3. Babay Subardini A.Md

Tata Usaha/Administrasi Sekolah

D3

4. Salmiati Guru kelompok A2 D1 PGTK

5. Deka Muriansa Guru kelompok A1 S1 6. Nurlaila Indriyani,

S.Pd.I


(47)

36

7. Nurlaela, S.Pd.I Guru kelompok B2 S1 PAUD

8. Khodijah Guru kelompok B2 S1

9. Adik Zuita, S.Pd Guru kelompok B1 S1 Bimbingan Konseling

10. Aprilia Hidayah Karyawan SMP

Sumber : Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan

Tenaga pendidik tetap di TKA Al-Ihsan sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Hal tersebut bukan dikarenakan hanya menerima tenaga kerja perempuan saja tetapi lebih kepada sedikitnya jumlah laki-laki yang tertarik untuk menjadi guru TK. Untuk menjadi seorang guru TK dibutuhkan kesabaran, ketelatenan dan kasih sayang yang ekstra dalam mendidik anak yang memang sedang aktif-aktifnya. Di lingkungan masyarakat, ketiga sikap tersebut diidentikkan merupakan sifat yang dimiliki oleh kaum perempuan sehingga kaum perempuanlah yang dianggap paling tepat dalam mendidik anak usia dini karena bagaimanapun juga guru merupakan orang tua bagi murid di Sekolah.

Biarpun begitu TKA Al-Ihsan juga memiliki satu guru laki-laki yaitu Pak Dwi. Tetapi, Pak Dwi tidak termasuk ke dalam daftar guru tetap di TKA Al-Ihsan karena beliau mengajar kegiatan ekstrakulikuler drumband yang diadakan setiap hari rabu jam 11 siang.

Mayoritas tingkat pendidikan guru di TKA Al-Ihsan adalah Strata satu (S1) yaitu sebanyak 7 orang. Fokus Strata satunya pun bervariasi mulai dari S1 PAUD, Tarbiyah dan Bimbingan Konseling. Selain S1, juga terdapat 1 orang guru berpendidikan D3 dan 1 orang guru berpendidikan D1 PGTK. TKA Al-Ihsan juga


(48)

37

memiliki 1 orang karyawan perempuan yang bertanggung jawab dalam bidang non akademik.

Terdapat dua orang guru yang bertanggung jawab dalam berjalannya kegiatan belajar dan mengajar di kelas A1, B1 dan B2, sedangkan untuk kelas A2 hanya terdapat satu orang guru. Hal ini dikarenakan jumlah santri di kelas A2 jauh lebih sedikit dibandingkan tiga kelas lainnya, sehingga satu orang guru dianggap dapat menangani berjalannya kegiatan belajar dan mengajar di kelas. Bunda Deka Muriansa dan Bunda Nurlaila Indriyani bertanggung jawab di kelas A1. Bunda Salmiati di kelas A2, Bunda Mayani dan Bunda Adik Zuita di kelas B1, sedangkan Bunda Nurlaela dan Bunda Khodijah bertangung jawab di kelas B2. Panggilan bunda merupakan sapaan yang diwajibkan bagi santri ketika memanggil para guru. Dengan panggilan tersebut para santri diharapkan menjadi mudah akrab dan dekat kepada guru karena bagimanapun juga guru merupakan orang tua para santri ketika sedang berada di sekolah.

b. Anak Didik

Di TKA Al-Ihsan terdapat dua kelompok kelas yang dibedakan berdasarkan usia santri yaitu kelompok A berusia di bawah 5 tahun antara 3 sampai 4 tahun, sedangkan B berusia di atas 5 sampai 6 tahun. Dalam tiap kelompok kelas, dibagi menjadi dua yaitu A1, A2, B1 dan B2. Jumlah santri Al-ihsan selalu meningkat setiap tahunnya bahkan tak jarang ketika kegiatan belajar mengajar tahun ajaran baru telah berjalan terdapat santri baru yang masuk. Di bawah ini adalah tabel


(49)

38

perbandingan jumlah anak didik yang bersekolah di TKA Al-Ihsan tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014:

Tabel II.E.2Data Anak Didik Tahun Ajaran 2012/2013

KELOMPOK JENIS KELAMIN JUMLAH

LAKI-LAKI PEREMPUAN

A1 7 9 16

A2 3 2 5

B1 12 5 17

B2 9 8 17

JUMLAH KESELURUHAN 55

Sumber : Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan

Tabel II.E.3 Data Anak Didik Tahun Ajaran 2013/2014

KELOMPOK JENIS KELAMIN JUMLAH

LAKI-LAKI PEREMPUAN

A1 8 9 17

A2 5 6 11

B1 12 8 20

B2 10 8 18

JUMLAH KESELURUHAN 66

Sumber : Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan

Dari dua tabel di atas dapat dilihat peningkatan jumlah santri TKA Al-Ihsan dari tahun ke tahun. Pada tahun ajaran 2011/2012 jumlah seluruh santri sebanyak 55 anak dan mayoritas santri berjenis kelamin laki-laki yaitu 31 anak, sementara


(50)

39

santri perempuan berjumlah 24 anak. Pada tahun ajaran 2013/2014 jumlah santri mengalami peningkatan dibanding tahun lalu yaitu menjadi 66 anak, bertambah sebanyak 11 anak, tetapi masih sama seperti tahun ajaran sebelumnya santri terbanyak juga berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 35 orang, sedangkan santri perempuan berjumlah 31 anak.

c. Suasana Belajar Santri

Santri TKA Al-Ihsan bersekolah lima kali dalam seminggu. Untuk jam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar disesuaikan kepada kelas masing-masing. Untuk kelas A1 pada hari Senin sampai Kamis dari jam 07.30 sampai 10.30 dan hari Jumat dari jam 07.30 sampai 10.15. Untuk kelas A2 pada hari Senin sampai Kamis dari jam 07.30 sampai 10.15 dan hari Jumat dari jam 07.30 sampai 09.45. Sedangkan untuk kelas B1 dan B2 pada hari Senin sampai Kamis dari jam 07.30 sampai 11.00 dan hari Jumat dari jam 07.30 sampai 10.30.

Metode pengajaran yang diterapkan di TKA Al-Ihsan berupa pengajaran klasikal dan privat. Berikut penjabarannya :

1) Pembukaan dan Klasikal Awal

Pada tahap ini para santri secara klasikal atau bersama-sama membaca doa belajar, ikrar santri, surat-surat pendek, hadist serta doa-doa harian yang dipandu oleh guru agar para santri dapat menghapal dan melafalkannya dengan benar dan fasih. Dalam melakukan kegiatan belajar dan mengajar para guru di TKA Al-Ihsan menggunakan alat musik berupa tamborin yang gunannya sebagai pengiring ketika santri


(51)

40

membaca ikrar, surat-surat pendek dan lainnya secara bersama-sama. Serta sebagai tanda masuk kelas atau pengganti lonceng sekolah.

2) Privat

Pada tahap ini, para santri membaca buku Iqro secara bergiliran yang akan dibimbing oleh guru. Guru akan memperhatikan apakah bacaan santri sudah tepat atau belum, jika ternyata bacaan santri kurang tepat maka guru akan meluruskannya. Di saat ada santri yang sedang membaca Iqro, santri lainnya akan diberi tugas oleh guru untuk menulis agar tidak mengganggu santri lainnya.

3) Klasikal Kedua dan Penutup

Tahap ini merupakan tahap dimana guru memberikan materi inti yaitu membaca, menulis dan berhitung sederhana. Selain itu juga terdapat materi tambahan seperti aqidah akhlak, fiqih, pembacaan kisah para Nabi serta kegiatan ektrakulikuler. Kegiatan belajar ditutup dengan pembacaan doa dan pembubaran santri dengan tertib.

Ruangan belajar santri TKA Al-Ihsan sangat kondusif untuk kegiatan belajar mengajar karena orang tua santri tidak diperkenankan untuk memasuki area sekolah ketika proses kegiatan belajar dan mengajar dimulai, melainkan harus menunggu di ruang tunggu yang sudah disediakan pihak TKA Al-Ihsan agar santri dapat berkonsentrasi penuh ketika belajar tanpa harus terganggu oleh kehadiran orang tua mereka. Oleh karenanya, ruang belajar santri bebas dari orang tua atau orang luar, hanya orang yang memiliki kepentingan saja yang dapat


(52)

41

memasuki area sekolah. Untuk orang tua atau orang luar yang ingin memasuki area sekolah harus mengantongi izin dari kepala sekolah terlebih dahulu.

E. Sumber Dana

Dana merupakan salah satu faktor penting demi kelancaran kegiatan belajar mengajar. Dana harus dikelola dengan baik agar semua kebutuhan akan kegiatan belajar dan mengajar dapat terpenuhi. Adapun dana yang digunakan guna menunjang kelancaran kegiatan belajar dan mengajar di TKA Al-Ihsan yaitu bersumber dari SPP bulanan sebesar Rp 142.000 setiap bulannya, dengan rincian iuran SPP pokok Rp 100.000, iuran ektrakulikuler Rp 25.000 dan iuran POS (Persatuan Orang Tua Santri) Rp 17.000.

Dana yang dikelola nantinya digunakan untuk melengkapi sarana dan prasarana kegiatan belajar mengajar, honor tenaga pendidik (Guru) dan kebutuhan sekolah lainnya (Sekretariat Yayasan TKA Al-Ihsan dan wawancara pribadi dengan Kepala Sekolah, 22 Januari 2014).

F. Profil Subjek Penelitian

a. Orang Tua

Kriteria informan orang tua yaitu berusia di atas 25 tahun, dipilih 6 orang tua yang berkerja di ranah publik dan 6 orang tua yang bekerja di ranah domestik untuk membandingkan pola asuh anak di rumah serta merupakan orang tua dari anak yang telah menjadi subjek penelitian sebelumnya. Hal ini dikarenakan untuk membuktikan kesamaan data atau informasi dari pertanyaan yang dilontarkan


(53)

42

kepada subjek penelitian baik orang tua maupun anak melalui proses wawancara. Berikut adalah data mengenai informan orang tua :

Tabel II.G.1 Profil Informan Orang tua

No Nama Jenis kelamin Usia Asal daerah

Pendidikan terakhir

Pekerjaan Nama anak

1. Cut Perempuan 33 Aceh SD Wiraswasta Teuku

M. Azhaky

2. Evvy Nursanti Perempuan 33 Jakarta D3 Wiraswasta Rehana Dzulfiandini

3. Irma Perempuan 36 Jakarta D1 Ibu rumah

Tangga

Hunnafa Alillah

4. Kristianti Perempuan 35 Solo SMU Wiraswasta Selfa Adesti Rahmawati 5. Leni Puspasari Perempuan 30 Lampung SMU Wiraswasta M. Alfa Fahrizy

Leandi

6. M. Arif Laki-laki 33 Malang S1 Karyawan

swasta

Zakky Arya Tamam

7. Maryati Perempuan 42 Depok SMU Ibu rumah

Tangga

Farril Choir

8. Milla Kartika Perempuan 33 Depok SMK Karyawan swasta

Nayla Putri Kamila

9. Nuraini Perempuan 26 Depok SMK Ibu rumah

Tangga

Davian Putra Pratama 10. Nurkomariah Perempuan 44 Depok SMK Ibu rumah

Tangga

Siti Hilyatul Faizah 11. Ristianti Perempuan 41 Jakarta SMK Ibu rumah

Tangga

Raisa Maulidina Sofa Jintang

12. Roinah Perempuan 45 Depok SD Ibu rumah

Tangga

M. Bil Davin

Sumber : Wawancara dengan Informan

Dari tabel di atas dapat dilihat tingkatan umur informan orang tua dari yang termuda yaitu 26 tahun dan yang tertua yaitu 45 tahun. Selain itu, informan orang


(54)

43

tua terdiri dari berbagai macam daerah asal diantaranya Depok, Jakarta, Lampung, Solo, Malang dan Aceh. Jika dilihat dari etnis, mayoritas informan orang tua dalam penelitian ini berasal dari etnis Betawi yaitu sebanyak 9 orang. Hal ini, dikarenakan mayoritas penduduk asli Kota Depok sendiri adalah etnis Betawi, sedangkan untuk etnis lain seperti etnis Jawa berjumlah 2 orang dan untuk etnis Aceh dan Lampung masing-masing berjumlah 1 orang.

Dari segi pendidikan, sebagian besar infoman orang tua merupakan tamatan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) yaitu sebanyak 4 orang, tamatan SMU (Sekolah Menengah Umum) sebanyak 3 orang. Sementara untuk tamatan SMP (Sekolah Menengah Pertama), SD, D1, D3 dan S1 masing-masing berjumlah 1 orang. Tamatan S1 merupakan tingkat pendidikan tertinggi informan orang tua dalam penelitin ini. Dalam penelitian ini, jika dilakukan perbandingan jumlah antara informan orang tua yang hanya tamatan sekolah, baik itu SD, SMP, SMK dan SMU, dengan informan orang tua yang tamatan perguruan tinggi, baik itu Diploma atau Strata 1, maka lebih banyak informan orang tua yang merupakan tamatan sekolah, yaitu dengan jumah sebanyak 9 orang, sedangkan informan orang tua yang merupakan tamatan perguruan tinggi berjumlah 3 orang. Sehingga dapat dikatakan mayoritas informan orang tua tidak memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi.

Berbicara mengenai jenis kelamin, dalam penelitian ini, informan orang tua yang merupakan tamatan Strata 1 merupakan laki-laki. Hal ini bukan berarti karena dia seorang laki-laki maka dipastikan memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hanya saja, mayoritas informan orang


(55)

44

tua pada penelitian ini adalah perempuan yaitu sebanyak 11 orang, sedangkan hanya ada satu orang informan laki-laki. Hal ini dikarenakan peneliti mengalami kesulitan untuk mencari informan laki-laki yang bersedia untuk diwawancarai.

Latar belakang pekerjaan informan orang tua sangat beragam mulai dari ibu rumah tangga, wiraswasta hingga karyawan swasta. Ibu rumah tangga merupakan pekerjaan terbanyak informan orang tua yaitu 6 orang, diantaranya informan yang merupakan ibu rumah tangga adalah informan Irma, Maryati, Nurkomariah, Nuraini, Ristianti dan Roinah.

Profesi wiraswasta sebanyak 4 orang yaitu informan Leni Puspita memiliki usaha salon, informan Evvy Nursanti memiliki usaha penjualan catering, informan Kristianti mempunyai usaha kedai bakso yang dijalankan bersama dengan suaminya dan informan Cut mempunyai usaha penjualan makanan ringan. Kemudian 2 orang berprofesi sebagai karyawan swasta yaitu informan Milla Kartika bekerja di perusahaan PT Gelael Supermarket dan informan M. Arif bekerja di perusahaan Indosat. Peneliti sengaja memilih enam informan yang berkerja di ranah publik dan enam orang yang berkerja di ranah domestik untuk mengetahui perbedaan pola asuh anak ketika di rumah.

b. Profil Santri

Subjek dalam penelitian ini adalah santri kelompok A dan B. Alasan pemilihan santri dari kelompok tersebut karena santri tersebut berusia antara empat sampai lima tahun. Selain itu, santri tersebut dipilih karena merupakan santri yang aktif dalam berbicara sehingga memudahkan peneliti dalam menggali


(1)

92 B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran dari peneliti sebagai berikut :

1. Akademis

Penelitian akademis selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih mendalam mengenai tema sosialisasi peran gender tradisonal pada anak. Terutama menganalisa agen sosialisasi peran gender lainnya seperti masyarakat dan media massa.

2. Praktis

a. Orang tua

Dalam memberikan sosialisasi peran gender pada anak, orang tua (keluarga) diharapkan tidak memberikan penjelasan yang bias gender agar tidak mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku anak kelak serta menyebabkan terjadinya diskriminasi. Seperti pada kegiatan pembagian kerja berdasarkan gender yang diterapkan di rumah. Kegiatan ini harusnya dilakukan secara bersama-sama antara laki-laki dan perempuan. Orang tua juga didorong untuk membaca buku-buku umtuk tidak membedakan perilaku antara laki-laki dan perempuan. Kemudian mengenai stereotipe sikap yang berkembang di masyarakat pada masing-masing jenis kelamin, selain menerapkannya, orang tua seharusnya juga membiarkan anaknya untuk mengadopsi sikap-sikap positif dari lawan jenisnya. Seperti sikap


(2)

93

berani dan kuat dari anak laki-laki serta sikap penurut dari anak perempuan.

b. Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah terutama para guru seharusnya memberikan penjelasan kepada anak apabila terdapat materi yang sensitif akan gender.

c. Para penggiat gender

Bagi para penggiat gender seharusnya mengadakan kegiatan pelatihan serta penyuluhan yang membahas tentang gender kepada masyarakat baik di kota maupun di desa agar masyarakat dapat mengetahui pengertian gender dengan benar dan menyadari bahwa gender bukanlah sesuatu yang alami melainkan dikonstruk oleh budaya yang telah mengakar selama ini. Dengan masyarakat yang sadar akan gender diharapkan tidak akan lagi ada diskriminasi dan sindiran negatif yang dilabelkan pada seseorang.

d. Pemerintah

Pemerintah hendaknya membuat kebijakan pada kurikulum pendidikan mengenai materi atau bahan bacaan yang sensitif gender di berbagai tingkatan sekolah. Serta mengadakan kegiatan pelatihan serta seminar kepada para calon guru maupun guru tentang pendidikan gender agar bias gender tidak terjadi di sekolah.


(3)

viii

DAFTAR PUSTAKA

Alillah, Hunnafa. Depok, 27 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Anak.

Andriana, Elga. 2006. Tanya-Jawab Problema Anak Usia Dini Berbasis Gender. Yogyakarta : Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI).

Angkah, Fardus A. 2011. Peranan Gender Dalam Keluarga, Studi Kasus Pada

Etnis Mandar di Pesisir Pantai Tonyaman.

Arif, Muhammad. Depok, 24 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Orang Tua.

Azhaky, Teuku M. Azhaky. Depok, 27 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Anak.

Bhasis, kamla. Memahami Gender. Trans Moh. Zaki Hussein. Jakarta : Teplok Press 2003. Trans of understanding gender 2000.

Bungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Bungin, Burhan. 2013. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Choir, Farril. Depok, 27 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Anak.

Crawford, Mary. 2004. Women and Gender. New York : The McGrawHill

Companies.

Crespi, Isabella. 2003.Socialization and Gender Roles Within The Family : A Study On Adolescents and Parent in Great Britain. Italy : Department of Sociology, Catholic University of Milan.

Cut. Depok, 27 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Orang Tua.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2007. Konsep dan Teori

Gender. Jakarta : Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan, BKKBN.

Davin, M. Bil. Depok, 27 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Anak.


(4)

ix

Dzulfiandini, Rehana. Depok, 27 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Anak.

Faizah, Siti Hilyatul. Depok, 27 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Anak.

Harapan, Sadar. 2008. Bacaanku Belajar Membaca. Depok : Bina Mitra Press. Hurlock, Elizabeth B. Diterjemahkan oleh Med Meitari Tjandra. 1978.

Perkembangan Anak. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Idi, Abdullah. 2011. Sosiologi Pendidikan, Individu, Masyarakat dan Pendidikan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Irma. Depok, 23 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Orang Tua. Jatininggsih & Kartikasari. 2010. Upaya Menyemaikan Nilai-Nilai Kesetaraan

Melalui Pendidikan Gender Di Taman Kanak-Kanak. Bandung : Laporan Konferensi Internasional ke 4 Edukasi Guru, Konferensi Gabungan UPI & UPSI.

Jintang, Raisa Maulidina Sofa. Depok, 27 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Anak.

Jumhur, A. Alim Anak-Anak Muslim. Edisi 04. Depok : CV Widya Lika Utama.

Jumhur, A. Alim Anak-Anak Muslim. Edisi 05. Depok : CV Widya Lika Utama.

Micanovic, Lynette Sikic. 1997. Socialization Gender : The Significance of Sociocultural Contexts. Zagreb : Institute of Social Sciences Ivo Pilar. Kamila, Nayla Putri. Depok, 22 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan

Informan Anak.

Kartika, Milla. Depok, 24 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Orang Tua.

Kristianti. Depok, 27 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Orang Tua.

Leandi, M. Alfa Fahrizy. Depok, 22 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Anak.

Maryati. Depok, 27 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Orang Tua.


(5)

x

Mayani. Depok, 4 Maret 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Guru. Mosse, Julia Cleves. 1996. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar Offset.

Mulyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi ketiga). Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Noer, Umam Khairul. 2006. Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran

Gender Di Keluarga Buruh Pemetik Teh. Surabaya : Skripsi Program Studi Antropologi Gender, Universitas Airlangga.

Nuraini. Depok, 23 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Orang Tua.

Nurkomariah. Depok, 23 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Orang Tua.

Nurlaela. Depok, 4 Maret 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Guru. Nursanti, Evvy. Depok, 23 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan

Orang Tua.

Priyatna, Haris. 2013. Kamus Sosiologi. Bandung : Nuansa Cendekia.

Puspasari, Leni. Depok, 23 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Orang Tua.

Putra, Davian Pratama. Depok, 22 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Anak.

Rahmawati, Selfa Adesti. Depok, 27 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Anak.

Ristianti. Depok, 23 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Orang Tua.

Roinah. Depok, 27 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Orang Tua.

Rosyidah, Ida dan Hermawati. 2013. Relasi Gender Dalam Agama-Agama.

Banten : UIN Jakarta Press.

Sadli, Saparinah. 2010. Berbeda Tetapi Setara, Pemikiran Tentang Kajian Perempuan. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara.


(6)

xi

Santoso, Singgih & Tjiptono, Fandy. 2004. Riset Pemasaran : Konsep dan Aplikasi Dengan Spss. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Sekretariat Yayasan Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Al-Ihsan.

Siregar, Dewi Ashuro Itouli, Rochani, Sri. 2010. Sosialisasi Gender Oleh Orang Tua dan Prasangka Gender Pada Remaja. Depok : Jurnal Psikologi Volume 3 Universitas Indonesia.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Soewito, Andre. 2014. Pendidikan Karakter Pada Anak Usia Dini. Tersedia di http://edukasi.kompasiana.com/2014/01/05/pendidikan-karakter-pada-anak-usia-dini-622244.html; Internet; diunduh pada 16 Mei 2014. Sumarliah, Lili. Depok, 22 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Kepala

Sekolah.

Sunanto, Sukamto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Tamam, Zaki Arya. Depok, 22 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Anak.

Tohirin. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

Utomo, Ariane, Utomo, Iwu Dwisetyani, Reimondos, Anna, McDonald, Peter. 2012. Atittudes to Gender Roles Among School Students. Canberra : Australian Demographic and Social Research Institute - The Australian National University.

Wharton, Amy S. 2005. The Sociology of Gender. Australia : Blackwell Publishing Ltd.