KUALITAS HIDUP PASIEN INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE) RAWAT JALAN DI ASRI MEDICAL CENTER (AMC) YOGYAKARTA

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh DWI WAHYUNI

20120350040

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh DWI WAHYUNI

20120350040

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii Disusun oleh: Dwi Wahyuni

20120350040

Telah disetujui dan diseminarkan pada 02 Juni 2016

Dosen Pembimbing,

Dra. Salmah Orbayinah, M.Kes.,Apt. NIK :19680229199409173008

Dosen Penguji 1

Bangunawati Rahajeng,M.Si.,Apt. NIK:197001105201104173154

Dosen Penguji 2

Pinasti Utami, M.Sc., Apt. NIK:19850318201004173123

Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt. NIK : 19730223201310173127


(4)

iii

Nama : Dwi Wahyuni

NIM : 20120350040

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 02 Juni 2016 Yang membuat pernyataan,

Dwi Wahyuni NIM : 20120350040


(5)

iv

FELL THE BITTERNESS OF STUPIDITY, LATER”.

“ALLAH AKAN MENINGGIKAN ORANG-ORANG YANG BERIMAN DI

ANTARAMU DAN ORANG-ORANG YANG DIBERI ILMU PENGETAHUAN.”


(6)

v

Terimakasih atas doa, dukungan serta motivasi Ayah dan Mama yang sejak dulu hingga detik ini selalu menyertai perjalanan hidupku.

Untuk semua Kakak-kakaku tersayang, yang selalu kujadikan contoh kesuksesan dalam hidupku. Terimakasih kalian selalu memotivasiku agar kelak kubisa lebih sukses dari kalian dan

terimakasih juga atas doa-doa kalian yang selalu mendoakan kesuksesanku.

Untuk Almamaterku tercinta Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(7)

vi

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Kualitas Hidup Pasien Interprofessional Education (IPE) Rawat Jalan Di Asri Medical Center (AMC) Yogyakarta”.

Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan oleh berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Allah SWT atas limpahan berkat, rahmat dan hidayah-Nya.

2. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberi izin dalam pelaksanaan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Dra. Salmah Orbayinah M,Kes., Apt selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Bangunawati Rahajeng,M.Si.,Apt selaku Dosen Penguji 1 dan Pinasti Utami, M.Sc., Apt selaku Dosen Penguji 2 yang telah memberikan kritik dan saran dalam perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar program studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

7. Teman-teman satu bimbingan, yaitu M.Fachriannor, Uswatun Niswah, Rima Fathu Nimah, Rifa Atria Muda, Chakra Haadi, dan Seftina Wulandari.

8. Sahabat di Yogyakarta, Irna Nurrohmah, Farida Elyyani, Neng Rini AY, Uswatun Niswah, Imas Nurhayati dan anak-anak “Wisma Patria”.

9. Sahabat-sahabat di Lampung, Endah Giantrisna S dan Nurul Annisa Ridwan. 10.Keluarga besar ASPARTIC (Farmasi 2012)

Penulis menyadari dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan guna mendapatkan hasil karya tulis ilmiah yang lebih baik. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Yogyakarta, 02 Juni 2016


(8)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang penelitian ... 1

B. Perumusan masalah ... 3

C. Tujuan penelitian ... 4

D. Keaslian penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Interprofessional Education (IPE) ... 6

1. Definisi Interprofessional Education (IPE)... 6

2. Tujuan Interprofessional Education (IPE) ... 7

3. IPE di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)... 8

B. Asri Medical Center (AMC) ... 10

C. Rawat Jalan ... 12

D. Kualitas Hidup ... 14

1. Definisi Kualitas Hidup ... 14

2. Dimensi – Dimensi Kualitas Hidup ... 15

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup ... 17

E. Kerangka Konsep ... 18

BAB III METODE PENELITIAN... 19

A. Desain Penelitian ... 19

B. Tempat dan Waktu ... 19

C. Populasi dan Sampel ... 19

D. Kriteria inklusi dan eksklusi ... 20

E. Definisi Operasional... 20

F. Instrumen Penelitian... 21

G. Cara Kerja ... 22


(9)

viii

C. Keterbatasan Penelitian ... 34

BAB V ... 35

Kesimpulan dan Saran... 35

A. Kesimpulan ... 35

B. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(10)

ix

Gambar 3. Langkah Kerja ... 22

Gambar 4. Distribusi berdasarkan jenis kelamin ... 25

Gambar 5. Distribusi responden berdasarkan usia ... 26

Gambar 6. Distribusi responden berdasarkan pekerjaan ... 27


(11)

x


(12)

(13)

xii

meningkatkan kolaborasi interprofessional sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Proses pembelajaran IPE di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dilaksanakan di Asri Medical Center (AMC).Proses pembelajaran ini akan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal terhadap pasien terutama pasien rawat jalan dengan beberapa jenis penyakit.Pelayanan kesehatan yang optimal akan memberikan kualitas hidup yang tinggi untuk pasien. Kualitas Hidup adalah kondisi sesorang yang dilihat dari keadaan psikologis,kesejahteraan emosional, kesehatan fisik dan mental, memiliki kemampuan fisik untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan sehari-hari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup pasien IPE rawat jalan Di Asri Medical Center (AMC) Yogyakarta.Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Sebanyak 10 pasien rawat jalan IPE diberikan

kuesioner THE WORLD HEALTH ORGANIZATION QUALITY OF LIFE

(WHOQOL) –BREF dengan 26 pertanyaan meliputi 4 dimensi kualitas hidup. Pengukuran skor awal kualitas hidup dari instrumen penelitian WHOQOL –BREF akan ditransform menjadi skala 0-100 dan dikategorikan menjadi skala kategori kualitas hidup sebagai berikut: 0: kematian; 1-55: rendah; 56-79: sedang; 80-99: tinggi dan 100: sempurna.

Hasil penelitian didapatkan kualitas hidup pasien terhadap proses pembelajaran Interprofessional Education (IPE) di AMC adalah tinggi, yaitu dengan rerata 84,97±1,53. Kualitas hidup pasien berdasarkan 4 dimensi, diurutkan dari yang terbesar yaitu hubungan sosial, kesehatan psikologi, lingkungan dan kesehatan fisik. Dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup pasien IPE rawat jalan di AMC tinggi. Kata kunci : Interprofessional Education, Kualitas Hidup


(14)

xiii

result of improving quality of patients life. Learning process IPE at University Muhammadiyah Yogyakarta held in Asri Medical Center (AMC). Learning process will be provided patients to especially for outpatients with some disease. The optimality of health care will be provided with a high quality of patients life. A Quality life is the someone condition who have seen from a psychological condition, welfare emotional, physical and mental health, have a physical ability to do the things to do every day.

The research aims to determine the quality of outpatients life IPE Asri Medical Center Yogyakarta. The research is descriptive analysis research with cross sectional approach. The sampling technique using totally sampling technique. There are 10 outpatients IPE be given the questionnaires THE

WORLD HEALTH ORGANIZATION QUALITY OF LIFE (WHOQOL) –

BREF with 26 questions comprising 4 dimensions quality of life. The first score measurement from research instrument WHOQOL –BREF will be transform to scale 0-100 and categorized to scale categories quality of life based on 0: mortality; 1-55: low; 56-79: medium; 80-99: high and 100: perfect.

The result of this research available to quality of patients life toward learning process of IPE in AMC is high with an average 84.97 ± 1.53. The quality of patients life by four dimensions, sorted from biggest there are social relationships, psychological health, environmental and physical health.The conclusion of this result is the quality of outpatients life IPE AMC is high.


(15)

(16)

atau lebih mahasiswa profesi kesehatan yang berbeda dengan tujuan untuk meningkatkan kolaborasi interprofessional sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Proses pembelajaran IPE di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dilaksanakan di Asri Medical Center (AMC).Proses pembelajaran ini akan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal terhadap pasien terutama pasien rawat jalan dengan beberapa jenis penyakit.Pelayanan kesehatan yang optimal akan memberikan kualitas hidup yang tinggi untuk pasien. Kualitas Hidup adalah kondisi sesorang yang dilihat dari keadaan psikologis,kesejahteraan emosional, kesehatan fisik dan mental, memiliki kemampuan fisik untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan sehari-hari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup pasien IPE rawat jalan Di Asri Medical Center (AMC) Yogyakarta.Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Sebanyak 10 pasien rawat jalan IPE diberikan

kuesioner THE WORLD HEALTH ORGANIZATION QUALITY OF LIFE

(WHOQOL) –BREF dengan 26 pertanyaan meliputi 4 dimensi kualitas hidup. Pengukuran skor awal kualitas hidup dari instrumen penelitian WHOQOL –BREF akan ditransform menjadi skala 0-100 dan dikategorikan menjadi skala kategori kualitas hidup sebagai berikut: 0: kematian; 1-55: rendah; 56-79: sedang; 80-99: tinggi dan 100: sempurna.

Hasil penelitian didapatkan kualitas hidup pasien terhadap proses pembelajaran Interprofessional Education (IPE) di AMC adalah tinggi, yaitu dengan rerata 84,97±1,53. Kualitas hidup pasien berdasarkan 4 dimensi, diurutkan dari yang terbesar yaitu hubungan sosial, kesehatan psikologi, lingkungan dan kesehatan fisik. Dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup pasien IPE rawat jalan di AMC tinggi. Kata kunci : Interprofessional Education, Kualitas Hidup


(17)

result of improving quality of patients life. Learning process IPE at University Muhammadiyah Yogyakarta held in Asri Medical Center (AMC). Learning process will be provided patients to especially for outpatients with some disease. The optimality of health care will be provided with a high quality of patients life. A Quality life is the someone condition who have seen from a psychological condition, welfare emotional, physical and mental health, have a physical ability to do the things to do every day.

The research aims to determine the quality of outpatients life IPE Asri Medical Center Yogyakarta. The research is descriptive analysis research with cross sectional approach. The sampling technique using totally sampling technique. There are 10 outpatients IPE be given the questionnaires THE

WORLD HEALTH ORGANIZATION QUALITY OF LIFE (WHOQOL) –

BREF with 26 questions comprising 4 dimensions quality of life. The first score measurement from research instrument WHOQOL –BREF will be transform to scale 0-100 and categorized to scale categories quality of life based on 0: mortality; 1-55: low; 56-79: medium; 80-99: high and 100: perfect.

The result of this research available to quality of patients life toward learning process of IPE in AMC is high with an average 84.97 ± 1.53. The quality of patients life by four dimensions, sorted from biggest there are social relationships, psychological health, environmental and physical health.The conclusion of this result is the quality of outpatients life IPE AMC is high.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang penelitian

Tujuan melakukan terapi pada seorang pasien adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Menurut Donald (2003) kualitas hidup adalah sesuatu yang dideskripsikan untuk mengukur emosional, sosial dan kondisi fisik seseorang serta kemampuan mereka untuk melakukan tugas dan fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan memiliki kualitas hidup yang baik apabila dapat menikmati potensi-potensi penting dalam hidupnya (Renwick dan Brown, 1995).

Kualitas hidup dipakai sebagai alat untuk menilai keberhasilan dari sebuah perawatan atau menyeimbangkan faktor-faktor resiko dan manfaat dari sebuah pengobatan. Keberhasilan terapi seorang pasien dapat dilihat dari peningkatan kualitas hidup dia setelah diberikannya suatu terapi. Diagnosa yang tepat dari dokter, pemberian obat yang benar dari tenaga kesehatan, serta kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat mampu untuk menjamin keberhasilan suatu terapi. Keberhasilan terapi bisa dilihat dari kondisi kesehatan pasien yang semakin membaik setelah dilakukannya suatu terapi, baik terapi secara farmakologi atau non farmakologi. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW :

ًءافش هل لزْنأ اّإ ًءاد ه لزْنأ ام “Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.” (HR Bukhari).

Menurut American College of Clinical Pharmacy (ACCP, 2009), Kemajuan dalam pelayanan kesehatan telah membuat seorang tenaga kesehatan


(19)

tidak mungkin bekerja sendirian untuk memberikan pelayanan yang optimal, sehingga perlu diadakannya kolaborasi yang baik antar tenaga kesehatan untuk mewujudkan terapi yang optimal untuk pasien. Oleh karena itu pada tahun 2007, World Health Organization (WHO) mencetuskan salah satu konsep pendidikan yaitu IPE sebagai pendidikan yang terintegrasi untuk peningkatan kemampuan kolaborasi.

IPE merupakan pendekatan proses pendidikan dua atau lebih disiplin ilmu yang berbeda berkolaborasi dalam proses belajar-mengajar dengan tujuan untuk membina interdisipliner/interaksi interprofessional yang meningkatkan praktek disiplin masing-masing (ACCP, 2009). Menurut Cochrane Collaboration, IPE terjadi ketika dua atau lebih mahasiswa profesi kesehatan yang berbeda melaksanakan pembelajaran interaktif bersama dengan tujuan untuk meningkatkan kolaborasi interprofessional dan meningkatkan kesehatan atau kesejahteraan pasien.

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) telah menerapkan proses pembelajaran IPE sejak tahun 2013, dengan diikuti oleh mahasiswa tahap profesi dari Kedokteran Umum, Kedokteran Gigi, Keperawatan dan mahasiswa strata satu yaitu Farmasi. Salah satu proses pembelajaran di IPE adalah Bed Site Teaching (BST) dengan pasien riil dan pasien simulasi sesuai dengan modul yang berjalan yaitu: Diabetes Milletus (DM), Human Immunodeficiency Virus (HIV) , Drug Abuse, Malaria, Tuberculosis (TBC),Osteo Arthritis (OA), Abortus, Trauma, Gondok dan Stroke. Kegiatan IPE dilaksanakan di Asri Medical Center (AMC). Pembelajaran ini


(20)

merupakan hal yang baru di UMY dan bahkan di Indonesia. Adanya kegiatan IPE ini diharapkan agar mahasiswa dari berbagai profesi kesehatan dapat terlibat dan berkontribusi aktif dalam kerjasama “collaborative practice” sehingga dapat meningkatan kinerja dan kualitas pelayanan kesehatan.

Menurut Berridge (2010), komunikasi interprofesi merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan keselamatan pasien, karena melalui komunikasi interprofesi yang berjalan efektif, akan menghindarkan tim tenaga kesehatan dari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan medical error, sehingga perlu adanya kurikulum pembelajaran IPE yang mampu melatih kemampuan mahasiswa dalam sebuah kolaborasi interprofesi. Terjalinnya komunikasi yang baik antar mahasiswa kesehatan yang sedang melakukan proses pembelajaran IPE diharapkan dapat memberi perubahan yang baik terhadap kualitas hidup seorang pasien. Melihat fakta dan penjelasan dari berbagai sumber di atas membuat peneliti merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana kualitas hidup pasien IPE rawat jalan di AMC Yogyakarta.

Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini, yaitu :


(21)

Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penulisan proposal ini adalah :

“Untuk mengetahui Kualitas Hidup Pasien IPE Rawat Jalan Di AMC

Yogyakarta”.

Keaslian penelitian

Sepengetahuan peneliti belum pernah ada penelitian serupa tentang kualitas hidup pasien terhadap proses pembelajaran IPE, namun ada penelitian lain mengenai IPE yaitu “Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan terhadap Praktek IPE di AMC”, penelitian ini dilakukan oleh Wahidah Aulianissa pada tahun 2015. Perbedaan terletak pada tujuannya, yang mana penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup pasien sedangkan penelitian sebelumnya adalah tingkat kepuasan IPE. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif non-eksperimental dengan pendekatan cross sectional. Hasil dari penelitian ini yaitu diketahui bahwa dari 14 responden yang terpapar praktik IPE di AMC, mayoritas responden menyatakan sangat puas dengan persentase 78,6% dan sisanya puas dengan persentase sebesar 21,4%.

Penelitian lainnya yaitu mengenai kualitas hidup dengan judul “Potensi Peran Farmasis Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Lanjut Usia: Perspektif Rawat Rumah” yang dilakukan oleh D.A. Perwitasari pada tahun 2009 dan dilaksanakan di RSUP Sardjito. Metode pada penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan instrument kualitas hidup World Health Organization


(22)

Quality of Life (WHOQOL) yang sudah tersedia dalam bahasa Indonesia. Hasil penelitian diketahui bahwa dari 7 responden yang diteliti mendapatkan rata-rata kualitas hidup rendah (46,1±4,4). Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu pada waktu,objek dan tempat penelitian.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Bagi peneliti

Untuk meningkatkan pengetahuan dibidang pendidikan kesehatan terutama tentang kualitas hidup pasien terhadap proses pembelajaran IPE.

2. Bagi institusi pendidikan

Sebagai bahan pertimbangan untuk tetap menerapkan proses pembelajaran IPE di kegiatan perkuliahan agar dapat menghasilkan lulusan tenaga medis yang berkualitas dan mampu berkolaborasi dengan baik,antar tenaga medis lain agar mampu memberikan pelayanan kesehatan yang optimal pada pasien.

3. Bagi Asri Medical Center

Memberikan masukan kepada manajemen AMC tentang kualitas hidup pasien terhadap praktik IPE yang berpengaruh terhadap kesehatan pasien rawat jalan dalam rangka meningkatkan optimalisasi pelayanan kesehatan kepada pasien.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Interprofessional Education (IPE) Definisi Interprofessional Education (IPE)

Menurut The Center for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 1997), IPE adalah dua atau lebih profesi belajar dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas pelayanan. Sebuah rekomendasi dari WHO (2010) yang bertema “Framework For Action On Interprofessional Education & Collaborative Practice” menjelaskan bahwa IPE merupakan strategi pembelajaran inovatif yang menekankan pada kerjasama dan kolaborasi interprofesi dalam melakukan proses perawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pasien. Lebih jauh WHO (2010) menjelaskan bahwa kerjasama interprofesi merupakan kemampuan yang harus selalu dipelajari dan dilatih melalui IPE. Kemampuan kerjasama interprofesi yang baik dapat dilihat dari kemampuan mahasiswa untuk menjadi team leader dan mampu mengatasi hambatan dalam kerjasama interprofesi.

Topik dan konten yang dapat dipelajari dalam IPE meliputi epidemiologi, promosi kesehatan, keterampilan klinis, pengambilan keputusan klinik, rencana perawatan, analisis kritis, etik, komunikasi, patient safety dan lain-lain. Dengan pengalaman pembelajaran IPE ini mahasiswa akan dapat saling bertukar pengalaman tentang pengetahuan, keterampilan terkait peran dan tugas masing-masing profesi dalam menangani pasien sehingga akan muncul sikap saling


(24)

menghargai antar profesi yang nantinya akan meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.

Tujuan Interprofessional Education (IPE)

Tujuan IPE adalah untuk melatih mahasiswa untuk lebih mengenal peran profesi kesehatan yang lain, sehingga diharapkan mahasiswa akan mampu untuk berkolaborasi dengan baik saat proses perawatan pasien. Proses perawatan pasien secara interprofessional akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan meningkatkan kepuasan pasien. Menurut The Canadian InterprofessionalHealth Collaborative (2009), praktek kolaborasi terjadi ketika penyelenggara pelayanan kesehatan bekerja dengan orang yang berasal dari profesinya sendiri, luar profesinya sendiri, dan dengan pasien atau klien serta keluarganya.

WHO (2010) juga menekankan pentingnya penerapan kurikulum IPE dalam meningkatkan hasil perawatan pasien. IPE merupakan langkah yang sangat penting untuk dapat menciptakan kolaborasi yang efektif antar tenaga kesehatan profesional sehingga dapat meningkatkan hasil perawatan pasien.

Menurut Cooper (2001) dalam Fauziah (2010), tujuan pelaksanaan IPE antara lain meningkatkan pemahaman interdisipliner dan meningkatkan kerjasama, membina kerjasama yang kompeten, membuat penggunaan sumberdaya yang efektif dan efisien, meningkatkan kualitas perawatan pasien yang komprehensif. ACCP (2009) menyebutkan bahwa hasil yang diharapkan dari sebuah pembelajaran IPE antara lain, reaksi, modifikasi sikap dan persepsi, tambahan pengetahuan dan keterampilan, perubahan sikap, perubahan dalam sebuah praktek berorganisasi, serta manfaat untuk pasien.


(25)

IPE di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)

Sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengidentifikasi bahwa IPE merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan primer pada tahun 1978, berbagai universitas di seluruh dunia mulai mengembangkan IPE dalam kurikulum pendidikan mereka. Salah satu universitas yang telah menerapkan pembelajaran IPE adalah Griffith University dan Queensland University di Australia, kemudian pada tahun 2013 salah satu universitas di Indonesia juga mulai menerapkan pembelajaran ini secara formal yaitu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dandilaksanakan di AMC Yogyakarta. IPE di FKIK UMY diikuti oleh mahasiswa dari empat program studi, yaitu mahasiswa pendidkan dokter, pendidikan dokter gigi dan ilmu keperawatan tahap profesi yang sedang menjalani stase kedokteran keluarga/kedokteran komunitas dan sudah melewati 4 stase besar, beserta mahasiswa program studi farmasi yang sedang menempuh S-1 Farmasi. Mahasiswa farmasi yang diikutsertakan dalam proses pembelajaran IPE masih dalam tahap S-1 karena di FKIK UMY saat ini belum ada program studi profesi untuk farmasi, sehingga untuk melengkapi semua mahasiswa kesehatan tetap ada dalam proses pembelajaran IPE ini mahasiswa S-1 farmasi tetap diikutsertakan. Kegiatan IPE dilakukan secara berkelompok yang dimana 1 kelompok terdiri dari 10-12 orang.

Sesuai dengan yang tercantum pada modul IPE di AMC, alur pelaksanaan IPE di AMC yang diikuti oleh mahasiswa yaitu sebagai berikut :


(26)

1) BST, tujuan dari BST adalah :

a) Mengajarkan keterampilan klinis (keterampilan klinik dasar maupun prosedural)

b) Mengamati pencapaian keterampilan klinis dengan memberikan feedback

Hal- hal yang dapat diajarkan dari kegiatan BST adalah : a) Kemampuan wawancara medis

b) Kemampuan pemeriksaan fisik dan keterampilan prosedural c) Keputusan klinik

d) Kemampuan konseling dan kualitas humanistik/profesionalisme e) Keterampilan klinik prosedural

f) Kompetensi klinis keseluruhan 2) Tutorial Klinik

Kegiatan ini berupa pembelajaran berbasis kasus nyata yang ditemui di klinik. Tutorial klinik difasilitasi oleh 1 orang dosen pembimbing klinik IPE.

3) Presentasi Kasus

Tujuan dari kegiatan ini adalah mahasiswa IPE mampu melaporkan kasus klinik secara lengkap berikut langkah – langkahnya secara bertahap dan lengkap. Presentasi kasus difasilitasi oleh perwakilan dosen pembimbing masing – masing program studi. Langkah – langkah yang dilakukan dalam presentasi kasus adalah :


(27)

b) Pengisian rekam medis lengkap

c) Pembahasan, yang dilengkapi dengan teori dan data Evidence Based Medicine (EBM)

d) Presentasi dengan menggunakan power point. 4) Refleksi Kasus

Refleksi kasus meliputi proses pengungkapan kembali atas observasi, analisis dan evaluasi dari pengalaman klinik yang didapat peserta. Refleksi kasus dilakukan 1 kali setiap mahasiswa dan dipresentasikan kepada 1 dosen pembimbing klinik IPE.

5) Tes Sumatif

Tes sumatif merupakan tes tulis yang diberikan kepada mahasiswa IPE untuk mengevaluasi proses pembelajaran mengenai IPE. Tes tulis ini berisikan sekitar 30 soal yang harus dikerjakan oleh setiap mahasiswa IPE.

B. Asri Medical Center (AMC)

Asri Medical Center dididirikan berdasarkan SK BPH UMY. Ijin Pendirian Asri Medical Center atas nama UMY sebagai induk organisasi. Dengan demikian status AMC secara hukum mengikuti Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebagai sebuah Badan Hukum Pendidikan. AMC berada di tengah kota Yogyakarta yaitu di Jl. HOS Cokroaminoto No.17 Yogyakarta.

AMC menghadirkan pelayanan pemeliharaan kesehatan, kebugaran, dan kecantikan secara total melalui pelayanan dari center-center yang terpadu dan


(28)

holistik. Center-center yang dimiliki oleh AMC meliputi : Diabetic Center, Rheumatic and Pain Center, Eye Center, Anti Aging and Skin Center dan Dental Aesthetics Center. Support medik lainnya : Poliklinik DSM (Dana Sehat Muhammadiyah), Pusat pelayanan dokter spesialis, Apotek, Pusat Pelayanan Laboratorium dan Diagnostik Pramita Utama, dan Laboratorium Pathologi Anatomi.

AMC juga menyediakan layanan dan fasilitas untuk proses pembelajaran IPE bagi mahasiswa FKIK UMY sebagai salah satu kurikulum perkuliahannya. AMC menyediakan ruangan IPE, ruang Bed Site Teaching (BST), dan ruang tutorial untuk pelaksanaan kegiatan IPE. Pasien yang disediakan adalah pasien riil dan pasien simulasi sesuai dengan modul yang berjalan yaitu modul terhadap Diabetes Mellitus, HIV/AIDS, Stroke, Osteo Arthritis, Tuberkulosis, Drug abuse, Trauma, Malaria, Abortus dan Gondok. Pasien yang riil untuk saat ini adalah pasien penderita Diabetes Mellitus, HIV/AIDS, Drug abuse, Stroke, Osteo Arthritis, dan Tuberkulosis, Selain dari penyakit tersebut hanya pasien simulasi. Jadi, di penelitian ini penulis hanya akan meneliti kualitas hidup dari pasien-pasien riil yang disediakan pada proses pembelajaran IPE ini.

C. Rawat Jalan

Pelayanan rawat jalan (ambulatory services) adalah salah satu bentuk dari pelayanan kesehatan. Secara sederhana menurut Feste (1989) dalam Azwar (1996), yang dimaksud dengan pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap, tidak


(29)

hanya yang diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau klinik tetapi juga yang diselenggarakan di rumah pasien serta di rumah perawatan (nursing homes).

Prosedur penerimaan pasien pasien rawat jalan dapat disesuaikan dengan sistem yang dianut oleh masing-masing rumah sakit. Prosedur penerimaan pasien rawat jalan adalah sebagai berikut:

1. Pasien baru

Setiap pasien baru diterima di Tempat Penerimaan Pasien (TPP) akan diwawancarai oleh petugas guna mendapatkan informasi mengenai data identitas sosial pasien yang harus diisikan pada formulir Ringkasan Riwayat Klinik. Setiap pasien baru akan memperoleh nomor pasien yang akan digunakan sebagai kartu pengenal (kartu berobat), yang harus dibawa pada setiap kunjungan berikutnya ke rumah sakit yang sama, baik pasien berobat jalan maupun sebagai pasien rawat inap. Pada rumah sakit yang telah menggunakan sistem komputerisasi identitas sosial pasien dengan nomor rekam medis pasien baru harus disimpan untuk dijadikan database pasien, sehingga sewaktu – waktu pasien berobat kembali ke rumah sakit maka data pasien tersebut mudah ditemukan dengan cepat. Ringkasan riwayat klinik juga dipakai sebagai dasar pembuatan Kartu Indeks Utama Pasien (KIUP) dan data diatas pula disimpan sebagai database bagi rumah sakit yang menggunakan sistem komputerisasi. Proses pendaftaran, pasien baru dipersilahkan menunggu dipoliklinik yang dituju dan petugas rekam medis mempersiapkan berkas rekam medisnya lalu dikirim ke poliklinik tujuan pasien. Semua berkas rekam medis poliklinik yang telah selesai berobat harus kembali ke instalasi


(30)

Rekam Medis, kecuali pasien yang harus dirawat, rekam medisnya akan dikirim ke ruang perawatan.

2. Pasien Lama

Untuk pasien lama atau pasien yang pernah datang berobat sebelumnya ke rumah sakit, maka pasien mendatangi tempat pendaftaran pasien lama atau ke tempat penerimaan pasien yang telah yang telah ditentukan. Pasien lama ini dapat dibedakan:

a. Pasien yang datang dengan perjanjian.

b. Pasien yang datang tidak dengan perjanjian (atas kemauan sendiri)

Baik pasien dengan perjanjian maupun pasien yang datang atas kemauan sendiri, setelah membeli karcis, baru akan mendapat pelayanan di TPP (tempat pendaftaran pasien). Pasien perjanjian langsung menuju poliklinik yang dituju karena rekam medisnya telah disiapkan oleh petugas. Untuk pasien yang datang atas kemauan sendiri/bukan pasien perjanjian, harus menunggu sementara rekam medisnya dimintakan oleh petugas TPP ke Instalasi Rekam Medis. Setelah berkas rekam medisnya ditemukan maka berkas Rekam Medis tersebut dikirim ke poliklinik oleh petugas, selanjutnya pasien akan mendapat pelayanan kesehatan di poliklinik (DepKes, 2006).Adapun prosedur penerimaan pasien rawat jalan di AMC adalah sebagai berikut :


(31)

Gambar 1. Prosedur penerimaan pasien rawat jalan AMC D. Kualitas Hidup

1. Definisi Kualitas Hidup

Menurut Schipper yang dikutip oleh Ware (1992), mengemukakan kualitas hidup sebagai kemampuan fungsional akibat penyakit dan pengobatan yang diberikan menurut pandangan atau perasaan pasien. Menurut Donald yang dikutip oleh Haan (1993), kualitas hidup berbeda dengan status fungsional, dalam hal kualitas hidup mencakup evaluasi subyektif tentang dampak dari penyakit dan pengobatannya dalam hubungannya dengan tujuan, nilai dan pengharapan seseorang, sedangkan status fungsional memberikan suatu penilaian obyektif dari kemampuan fisik dan emosional pasien. WHO (1997) mendefinisikan secara umum Quality of Life as individual’s perception of their position in life in the context of the culture and value systems in which they live and in relation to their goals, expectations, standards and concerns. Artinya, kualitas hidup sebagai persepsi individu dari posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan

Front office Komunikasi

Pendaftaran

Pengisian formulir

Antrian


(32)

sistem nilai dimana mereka hidup, yang berkaitan dengan tujuan, harapan, standar dan perhatian.

Penelitian yang dilakukan oleh Bowling (2005), mendeskripsikan kualitas hidup yang positif ditentukan bahwa mereka memiliki pandangan psikologis yang positif, memiliki kesejahteraan emosional, memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik, memiliki kemampuan fisik untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan, memiliki hubungan yang baik dengan teman dan keluarga, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan rekreasi, tinggal dalam lingkungan yang aman dengan fasilitas yang baik, memiliki cukup uang dan mandiri.

2. Dimensi – Dimensi Kualitas Hidup

Menurut WHOQOL group Lopez dan Sayder (2004) dalam Sekarwiri (2008), kualitas hidup terdiri dari enam dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan dan keadaan spiritual. Kemudian WHOQOL dibuat lagi menjadi instrument WHOQOL – BREF dimana dimensi tersebut diubah menjadi empat dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan lingkungan yang digunakan sebagai alat pengukuran kualitas hidup yang berisi 26 item pertanyaan. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing dimensi, yaitu :

a. Kesehatan fisik

Menurut Nofitri (2009), dalam hal ini dimensi kesehatan fisik yaitu aktivitas sehari-hari, ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis, energi dan


(33)

kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, serta kapasitas kerja.

b. Kesejahteraan psikologis

Menurut Sekarwiri (2008), dimensi kesejahteraan psikologis yaitu bodily dan appearance, perasaan negatif, perasaan positif, self – esteem, berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi. Kemudian aspek lingkungan yang meliputi sumber finansial, freedom, physical safety dan security , perawatan kesehatan dan social care lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dan keterampilan, partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan serta lingkungan fisik dan transportasi.

c. Hubungan sosial

Dimensi hubungan sosial mencakup relasi personal, dukungan sosial dan aktivitas sosial. Relasi personal merupakan hubungan individu dengan orang lain. Dukungan sosial yaitu menggambarkan adanya bantuan yang didapatkan oleh individu yang berasal dari lingkungan sekitarnya (Nofitri,2009).

d. Hubungan dengan lingkungan

Aspek lingkungan meliputi sumber finansial, freedom, physical safety dan security , perawatan kesehatan dan social care lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dan keterampilan, partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan serta lingkungan fisik dan transportasi (Sekarwiri, 2008).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup


(34)

a. Jenis kelamin

Setiap jenis kelamin memiliki peran sosial yang berbeda. Hal ini memungkinkan untuk mempengaruhi aspek kehidupannya yang selanjutnya juga mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

b. Pendidikan

Perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang keadaan yang sedang di alami, pengetahuan terhadap penyakit penyakit yang sedang di derita dan pemahaman terhadap cara pengobatan penyakit. Pengobatan atau treatment ini mempengaruhi kualitas hidup pasien (Sarafino, 1990).

c. Perbedaan budaya Budaya

Merupakan salah satu indikator dari aspek persepsi individu yang mempengaruhi kualitas hidup (Preedy and Watson, 2010).

d. Usia penyakit

Usia penyakit adalah lamanya seseorang mengalami penderitaan akibat suatu penyakit. Status pengukuran kesehatan menyediakan metode standar penilaian pengaruh penyakit pada kehidupan sehari-hari, aktivitas dan kesejahteraan pada penderita kanker. Seseorang yang telah lama menderita suatu penyakit pasti akan berpengaruh pada kondisi fisik, psikologis dan sosialnya dalam kehidupannya sehari-hari.


(35)

E. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

Terapi rawat jalan Pasien di AMC

4 Prodi di FKIK UMY : 1. Pendidikan Dokter 2. Dokter Gigi 3. Farmasi 4. Keperawatan

IPE

Kolaborasi antar

profesi kesehatan

Kualitas hidup

1. kesehatan fisik 2. kesehatan

psikologik 3. hubungan

sosial 4. lingkungan


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu pengukuran variabel hanya dilakukan satu kali pada satu saat.

B.Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di AMC Yogyakarta, pada bulan Juni-Desember 2015. Peneliti memilih AMC sebagai tempat penelitian dengan alasan AMC merupakan klinik yang menerapkan praktik IPE untuk mahasiswa FKIK UMY.

C. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah pasien rawat jalan yang sudah terpapar IPE di AMC yaitu pasien-pasien yang menderita penyakit DM, HIV/AIDS, Drug abuse, TBC, OA, dan Stroke. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik total sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel. Dengan demikian, maka peneliti mengambil sampel dari seluruh pasien rawat jalan yang terpapar praktik IPE di AMC.

D. Kriteria inklusi dan eksklusi 1. Kriteria inklusi


(37)

Kriteria inklusi sampel penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pasien riil yang sudah terpapar IPE di AMC (DM, HIV/AIDS, Drug abuse, TBC, dan Stroke)

b. Pasien bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi sampel pada penelitian ini adalah pasien yang terpapar IPE dalam waktu kurang dari 4 minggu.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut : a. IPE

IPE adalah proses pembelajaran kolaborasi mahasiswa dari pendidikan dokter, pendidikan dokter gigi, ilmu keperawatan dan farmasi dalam menangani pasien. Masing-masing profesi memberikan pelayanan terhadap pasien yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Kegiatan yang dilakukan saat pembelajaran IPE yaitu BST, tutorial klinik, persentasi kasus, refleksi kasus dan tes sumatif.

b. Kualitas hidup

Kualtas hidup adalah keadaan kesehatan fisik, psikologik, hubungan sosial dan lingkungan seseorang.

F. Instrumen Penelitian


(38)

Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner THE WORLD HEALTH ORGANIZATION QUALITY OF LIFE (WHOQOL) –BREF. Alat ukur ini telah diadaptasi ke berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia oleh Dr. Riza Sarasvita dan Dr. Satya Joewana untuk penelitian pada drug user namun belum ada uji psikometrinya (Wardhani, 2006). Selain itu, alat ukur adaptasi ini juga digunakan oleh Wardhani (2006) untuk mengukur kualitas hidup pada dewasa muda lajang. Wardhani juga melakukan uji psikometri terhadap alat ukur ini dan hasilnya adalah bahwa alat ukur ini valid dan reliable dalam mengukur kualitas hidup. Uji validitas yang dilakukan oleh Wardhani adalah uji validitas item dengan cara menghitung korelasi skor masing-masing dimensi kuesioner ini. Hasil yang didapat adalah ada hubungan yang signifikan antara skor item dengan skor dimensi (r= 0,409-0,850) sehingga alat ukur ini dinyatakan valid dan uji reliable menggunakan coefficient Alpha Cronbach dan menghasilkan nilai r= 0,8756 sehingga dapat dikatakan bahwa alat ukur ini berbentuk kuesioner yang berisi 26 butir pertanyaan dari empat dimensi kualita hidup. Empat dimensi kualitas hidup yaitu fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Keterangan dimensi pada setiap nomor di kuesioner yaitu :

- Dimensi kesehatan fisik : 3, 4, 10, 15, 16, 17, 18. - Dimensi kesehatan psikologis : 5, 6, 7, 11, 19, 26. - Dimensi hubungan sosial : 20, 21, 22.


(39)

G. Cara Kerja

Langkah kerja dalam penelitian ini melalui beberapa tahap, yaitu :

1. Tahap persiapan, tahap ini peneliti melakukan tinjauan pustaka berupa jurnal dan refrensi. Menetapkan tema, judul, dan instrument penelitian.

2. Tahap pelaksanaan, peneliti melakukan pengambilan data terhadap pasien rawat jalan di AMC yang terpapar IPE, terdiri dari pasien penderita DM, HIV/AIDS, Drug abuse, TBC, dan Stroke.

3. Tahapan analisis data, peneliti melakukan analisis dan pengolahan terhadap data yang terkumpul, membuat kesimpulan dan disusun menjadi sebuah laporan penelitian.

H. Skema Langkah Kerja

Gambar 1. Langkah Kerja I. Analisis Data

Kuesioner yang telah dibagikan kepada responden dikumpulkan kembali oleh peneliti, kemudian langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan dan analisis data. Langkah – langkah yang ditempuh di antaranya :

1. Teknik Pengolahan Data

Persiapan

Pelaksanaan/ pengambilan

data

Analisis data

1. Mencari jurnal, referensi , teori 2. Menyusun kuesioner 3. Mengurus perizinan 4. Pembuatan proposal 5. Presentasi proposal

Presentasi proposal Revisi Publikasi


(40)

a. Editing adalah kegiatan koreksi data untuk melihat kebenaran pengisian dan kelengkapan jawaban kuesioner dan responden. Hal ini dilakukan ditempat pengumpulan data sehingga bila ada kekurangan segera akan dapat dilengkapi. b. Coding merupakan kegiatan pemberian kode angka terhadap data yang terdiri dari beberapa dimensi.

c. Entry data adalah kegiatan memasukkan data ke dalam database komputer. 2. Analisis Data

Pengukuran Skor awal kualitas hidup dari instrumen penelitian WHOQOL –BREF akan ditransform menjadi skala 0-100 dan dikategorikan menjadi skala kategori kualitas hidup sebagai berikut: 0: kematian; 1-55: rendah; 56-79: sedang; 80-99: tinggi dan 100: sempurna.


(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini yaitu pasien rawat jalan yang terpapar proses pembelajaran IPE di AMC Yogyakarta. Kuesioner ini diberikan kepada 10 orang responden berdasarkan pengambilan sampel yang dilakukan secara total sampling selama kegiatan IPE berjalan dari bulan Juni 2015 – Desember 2015.

Tabel 1. Karakteristik responden penelitian

No. Karakteristik Responden Jumlah

F %

1. Jenis Kelamin

Laki – laki Perempuan

5 5

50 50

2. Usia (tahun)

18 – 25 26 – 35 36 – 45 46 – 55 >55 1 5 2 1 1 10 50 20 10 10

3. Pekerjaan

Wiraswasta Karyawan Mahasiswa/pelajar Lainnya 5 3 1 1 50 30 10 10

4. Pengobatan

DM Drug abuse HIV TB Stroke 2 1 5 1 1 20 10 50 10 10

Total 10 100


(42)

a. Distribusi respondensi responden berdasarkan jenis kelamin

Gambar 1. Distribusi berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan gambar 4 diketahui bahwa jumlah responden perempuan dan responden laki-laki sama. Moons, dkk (2004) dalam Noftri (2009)mengatakan bahwa jenis kelamin adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Bain, dkk (2003) dalamNofitri (2009) menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan, yang mana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik daripada kualitas hidup perempuan. Pada penelitian ini kualitas hidup berdasarkan jenis kelamin dari 10 responden paling tinggi adalah laki-laki yaitu dengan rata-rata 85,30±1,83 sedangkan untuk perempuan adalah 84,65±1,30.

b. Distribusi responden berdasarkan usia

Berdasarkan gambar 5, mayoritas usia responden pada penelitian yaitu antara 26 sampai 35 tahun dengan persentase sebesar 50% (5 orang). Moons, dkk (2004) dan Dalkey (2002) dalam Nofitri (2009, mengatakan bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan


(43)

oleh Wagner, Abbot, & Lett (2004) dalam Nofitri (2009), menemukan adanya perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang penting bagi individu. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kualitas hidup paling tinggi berdasarkan usia yaitu pada responden yang berusia >55 tahun dengan rata-rata kualitas hidupnya 87,50±10,96.

Gambar 2. Distribusi responden berdasarkan usia c. Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan

Berdasarkan gambar 6 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki pekerjaan yang beragam dan mayoritas pekerjaan responden adalah sebagai wiraswasta yaitu dengan persentase 50% (5 orang). Budiarto dan Anggraeni (2002) mengatakan berbagai jenis pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi penyakit, hal ini disebabkan sebagaian hidupnya dihabiskan di tempat pekerjaan dengan berbagai suasana lingkungan yang berbeda. Pada penelitian ini responden yang memiliki kualitas hidup paling tinggi

18-25 tahun , 10%

26-35 tahun, 50%

36-45, 20%

46-55 tahun,


(44)

adalah responden yang memiliki pekerjaan sebagai pensiunan (lain-lain) yaitu dengan rata-rata kualitas hidup 87,50±10,96.

Gambar 3. Distribusi responden berdasarkan pekerjaan d. Distribusi responden berdasarkan pengobatan

Gambar 4. Distribusi Responden berdasarkan pengobatan DM, 20%

Drug Abuse, 10%

HIV, 50%

TB, 10% Stroke, 10% Wiraswasta,

50.00%

Karyawan, 30.00%

Mahasiswa, 10.00%

lain-lain , 10.00%


(45)

Berdasarkan gambar 7, karakteristik responden berdasarkan pengobatannya diketahui bahwa sebagian responden dalam penelitian ini adalah responden dengan pengobatan HIV yaitu dengan persentase sebesar 50% (5 orang). Pada penelitian ini hasil rata-rata kualitas hidup responden berdasarkan pengobatannya yang paling tinggi adalah responden dengan pengobatan DM yaitu dengan rata-rata 86,62±1,23.

2. Analisis Data

Distribusi jawaban responden terhadap peningkatan kualitas hidup pasien pada proses pembelajaran Interprofessional Education (IPE) di AMC dapat diketahui melalui tabel di bawah ini :

Tabel 2.Rata-rata dan simpang baku kualitas hidup pasien IPE rawat jalan di AMC periode Juni-Desember 2015.

No. Kategori Mean SD

1 Status kualitas hidup 84,97 1,53

2 Dimensi kualitas hidup

- Kesehatan fisik 81,70 2,21

- Kesehatan psikologi - Hubungan sosial - Lingkungan

84,40 90,00 83,80

4,71 8,08 3,61

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa rata-rata kualitas hidup pasien IPE rawat jalan di AMC adalah 84,97±1,53 sehingga masuk pada kategori kualitas hidup tinggi. Kualitas hidup tersebut dihitung dengan menggunakan instrumen

kuesioner THE WORLD HEALTH ORGANIZATION QUALITY OF LIFE

(WHOQOL) –BREF.Instrumen mengandung empat dimensi yaitu kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Dilihat dari hasil rerata


(46)

untuk setiap dimensi, semua dimensi masuk kedalam kategori kualitas hidup tinggi dan tidak ada perbedaan yang signifikan tiap dimensi.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 10 responden pasien IPE di AMC rata-rata kualitas hidupnya tinggi yaitu 84,97±1,53 dengan demikian, proses IPE di AMC memberi kualitas hidup yang tinggi untuk pasien rawat jalan. Hasil tersebut didapatkan dari perhitungan kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner dari WHOQOL–BREF yang terdiri dari 26 butir pertanyaan.

Menurut WHOQOL group (2004), kualitas hidup terdiri dari 4 dimensi yaitu kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Berikut ini adalah pembahasan hasil kuesioner mengenai keempat dimesi tersebut: 1. Dimensi kesehatan fisik

Kesehatan fisik merupakan kesehatan yang berhubungan dengan keadaan tubuh manusia, dalam hal ini adalah keadaan kesehatan tubuh pasien setelah menjadi pasien rawat jalan pada proses pembelajaran IPE di AMC. Menurut Agustianti(2006), kesejahteraan atau kesehatan fisik adalah kemampuan organ tubuh untuk berfungsi secara optimal sehingga dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kesehatan fisik yang baik pada penelitian ini dilihat dari berkurang atau hilangnya rasa sakit yang diderita pasien karena penyakitnya, sehingga pasien tidak mengalami gangguan terhadap aktivitas sehari-hari,tidak mengalami


(47)

gangguan tidur, dan ketergantungan pasien terhadap terapi medis berkurang atau bahkan tidak lagi menggunakan terapi medis. Pada penelitian ini kesehatan fisik terdapat pada 7 dari 26 pertanyaan yang ada dikuesioner yaitu nomor 3, 4, 10, 15, 16, 17, dan 18. Hasil kesehatan fisik dari 10 pasien berbeda yaitu 9 orang pasien adalah 81 dan satu orang pasien sisanya adalah 88 sehingga didapat rata-rata dari 10 pasien adalah 81,70±2,21 hal ini menunjukan kesehatan fisik dari responden tersebut adalah tinggi.

2. Kesehatan psikologi

Kesehatan psikologi merupakan kesehatan seseorang yang berhubungan dengan psikis atau jiwanya, misalnya kecemasan, depresi, ketakutan atau keadaan tidak menyenangkan seseorang terhadap dirinya sendiri yang disebabkan oleh penyakitnya.Menurut Pieper dan Uden (2006), kesehatan psikologi adalah suatu keadaan yang mana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang relistis terhadap dirinya sendiri dan dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.

Notosoedirjo dan Latipun (2005)mengatakan bahwa terdapat banyak cara dalam mendefenisikan kesehatan mental/kesehatan psikologi (mental hygene) yaitu: (1) karena tidak mengalami gangguan mental, (2) tidak jatuh sakit akibat stessor, (3) sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya, dan (4) tumbuh dan berkembang secara positif.


(48)

Pada penelitian ini kesehatan psikologi dilihat dari kondisi psikologis responden yang terdapat pada 6 dari 26 pertanyaan kuesioner responden yaitu pada nomor 5, 6, 7, 11, 19, dan 26. Pertanyaan tersebut berhubungan dengan keadaan psikologi responden setelah menjadi pasien pada proses pembelajaran IPE di AMC. Hasil kesehatan fisik dari 10 pasien berbeda yaitu 6 orang pasien adalah 81, 3 orang pasien adalah 88 dan 1 orang pasien adalah 94 sehingga didapat rata-rata dari 10 pasien adalah 84,40±4,71. Hasil tersebut menunjukan bahwa keadaan psikologi pasien setelah menjadi pasien IPE adalah tinggi.

3. Dimensi hubungan sosial

Hubungan sosial merupakan keadaan yang menggambarkan hubungan seseorang dengan individu lain. Hubungan tersebut misalnya hubungan seks dengan pasangannya dan hubungan dengan orang-orang disekitarnya seperti dukungan atau bantuan keluarga dalam terapi penyakitnya. Gillin dan Gillin (1954) dalam Soekanto S.(2006) mengartikan interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan-hubungan antar individu, antar kelompok-kelompok, maupun antara individu dengan kelompok.

Hasil dimensi hubungan 10 orang responden berbeda, 4 orang responden adalah 81, 4 orang responden adalah 94 dan 2 orang responden adalah 100 sehingga rerata 10 yaitu 90,00±8,08. Hasil ini dihitung dari jumlah 3 pertanyaan dari 26 pertanyaan kuesioner yaitu nomor 20, 21, dan 22 kemudian dihitung rata-ratanya. Pertanyaan teresebut mencangkup seberapa puas pasien terhadap hubungan personal atau sosial, hubungan seksual dan dukungan yang diperoleh pasien selama menjalani terapi di kegiatan IPE AMC. Dari hasil rerata


(49)

menunjukan bahwa hubungan sosial responden setelah menjadi pasien IPE di AMC tinggi. Dari keempat dimensi kualitas hidup, dimensi hubungan sosial mendapat rata-rata paling tinggi.

4. Dimensi lingkungan

Dimensi lingkungan memaparkan mengenai keadaan lingkungan rumah, kesempatan menerima informasi, penjagaan dan keamanan (WHO, 1998). Hal lain yang megenai dimensi lingkungan yaitu seberapa puas pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan saat menjadi pasien praktik IPE di AMC.

Dimensi lingkungan pada kuesioner penelitian ini terdapat dalam 8 dari 26 pertanyaan yaitu nomor 8, 9, 12, 13, 14, 23, 24, dan 25. Hasil untuk dimensi ini juga berbeda tiap responden, 6 orang responden yaitu 81 dan 4 orang responden lagi adalah 88 sehingga rata-rata untuk 10 responden yaitu 83,80±3,61. Hasil tersebut menunjukan bahwa dimensi lingkungan pasien setelah menjadi pasien praktik IPE di AMC tinggi.

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah diberikan kepada 10 responden pasien IPE rawat jalan di AMC, ada perbedaan rata-rata kualitas hidup pasien. Faktor-faktor yang menyebabkan berbedaan tersebut yaitu usia, jenis kelamin, jenis penyakit dan jenis pekerjaan responden. Akan tetapi, secara keseluruhan kualitas hidup 10 orang responden dalam penelitian ini masuk dalam kategori kualitas hidup tinggi. Tingginya kualitas hidup pada penelitian ini disebabkan karena pelayanan kesehatan yang ada pada proses IPE ini. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi peran tenaga medis yang dapat saling berkolaborasi memberikan reaksi yang cepat dan tanggap terhadap keluhan pasien, memberikan informasi


(50)

secara jelas dan mudah dimengerti, pelayanan yang diberikan tidak lebih dari 1 jam dan prosedur pelayanan tidak berbelit-belit (Aulianissa, 2015). Pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan dengan kolaborasi dan kerjasama yang baik dari berbagai tenaga medis. Utami (2015) dalam penelitiannya mengatakan bahwa adanya proses pembelajaran IPE membuat mahasiswa FKIK UMY mempunyai sikap untuk bekerjasama yang baik.

Kolaborasi dan kerjasama yang baik dari tenaga medis dalam memberi pelayanan yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, harus disertai pemahaman peran dari masing-masing tenaga medis. Suter etal, (2009) dalam penelitiannya mengatakan bahwa profesi kesehatan di kota Alberta, Edmonton, Canada mempunyai persepsi yang positif terhadap pentingnya pemahaman terhadap peran profesi lain. Penerapan IPE dalam sistem pembelajaran diharapkan dapat memperjelas peran dan tanggung jawab masing-masing profesi (Utami,2015).

Menurut WHO (2010), salah satu manfaat IPE adalah meningkatkan kesehatan pasien. Kecepatan dan ketanggapan semua tenaga medis atas informasi dan keluhan yang dirasakan pasien menjadi hal penting untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien sehingga kesehatan pasien akan meningkat. Adanya peningkatan kesehatan yang dialami oleh pasien maka kualitas hidupnya pun menjadi tinggi. Pelayanan penunjang peningkatan kualitas hidup lainnya yaitu pada saat penyampaian Konseling, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang tepat mengenai terapi untuk penyakit yang diderita pasien.


(51)

Kegiatan IPE mampu memberi kualitas hidup yang tinggi kepada pasien sehingga diharapkan kegiatan ini tetap dilanjutkan agar mampu melatih setiap calon tenaga medis untuk berkolaborasi dan bekerjasama dengan tenaga medis lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Wahidah (2015) berpendapat bahwa Interprofessional Education (IPE) penting ditanamkan sejak dini di antara tenaga medis dengan menyamakan persepsi dan juga kemampuan komunikasi hingga pasien dapat merasa puas dan mendapatkan pengobatan yang optimal. Pengobatan yang optimal dan pelayanan kesehatan yang tepat dapat memberikan kualitas hidup yang lebih baik kepada pasien.

C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dari penelitian ini adalah belum adanya penelitian serupa mengenai kualitas hidup pasien IPE rawat jalan sehingga peneliti kesulitan dalam mencari referensi sebagai acuan. Selain itu, jumlah responden yang digunakan pada penelitian ini juga sangat terbatas sehingga peneliti kesulitan untuk melakukan validasi kuesioner kembali.


(52)

35 BAB V

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas hidup pasien terhadap proses pembelajaran Interprofessional Education (IPE) adalah tinggi, yaitu dengan rata-rata 84,97±1,53. Kualitas hidup pasien berdasarkan 4 dimensi, diurutkan dari yang terbesar yaitu hubungan sosial, kesehatan psikologi, lingkungan dan kesehatan fisik.

B. Saran

Setelah mengetahui kualitas hidup pasien terhadap proses pembelajaran Interprofessional Education (IPE) di AMC tinggi, diharapkan proses pembelajaran IPE ini tetap dilanjutkan dan dikembangkan. Hal ini untuk melatih mahasiswa kesehatan agar mampu berkolaborasi dan bekerjasama dengan tenaga medis lain sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik untuk pasien dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Agustianti, Dwi.,2006, Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Bandar Lampung, Diakses pada

tanggal 12 Desember 2015

http://www.hubungan+dukungansosial+kualitashidup +ODHA+bandarlampug.html.

American College of Clinical Pharmacy.,2009,Interprofessional Education: Principles and Application, a Faramework for Clinical

Pharmacy.Pharmacotherapy, 29(3), 145-164.

http://www.accp.com/docs/positionswhitePapers/InterProfEduc.pdf

Aulianissa, Wahidah.,2015, Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Praktik Interprofessional Education (IPE) Di Asri Medical Center (AMC) Yogyakarta, Karya Tulis Ilmiah, Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

Azwar, Azrul.,1996, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Sinar Harapan, Jakarta.

Berridge, G.R.,2010, “Diplomacy Theory and Practice”, Leicester, University of Leicester, United Kingdom.

Bowling, A.,2005, Measuring Health : A Review of Quality of Life Measurement Scales,Bell & Bain Ltd, New York.

Brown, I., Renwick, R., Nagler, M.,1996, Conceptual Approaches, Issues, and Applications. Quality of Life in Health Promotion and Rehabilitation, Sage Publications, London.

Budiarto & Anggraeni.,2002, Pengantar Epidemiologi, Edisi 2, EGC, Jakarta. CAIPE (Centre for the Advancement of Interprofessional Education).,1997,

Interprofessional Education: A Definiton. CAIPE, London.

Donald, A.2003., What is quality of life ? [internet], Heyward medical communications. Vol 1 No. 9 [internet] Available from : http://www.Evidence-Based-Medicine.co.uk.

Fauziah, F.A.,2010, Analisis gambaran persepsi dan kesiapan mahasiswa profesi FK UGM terhadap interprofessional education di tatanan pendidikan klinik, Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.


(54)

Nofitri.,2009, Gambaran Kualitas Hidup Penduduk Dewasa pada Lima Wilayah di

Jakarta.Diakses pada tanggal 12 Januari 2016 di

http://lontar.ui.ac.id/file?fle=digital/125595-155.9%20NOF%20g%20-%20 Gambaranhttp://lontar.ui.ac.id/file?fle=digital/125595-155.9%20NOF%20g%20-%20kualitashttp://lontar.ui.ac.id/file?fle=digital/125595-155.9%20NOF%20g%20-%20-http://lontar.ui.ac.id/file?fle=digital/125595-155.9%20NOF%20g%20-%20HA.

Notosoedirjo & Latipun.,2005, Kesehatan Mental,Konsep dan Penerapan, UMM Presc, Malang.

Pieper, J. & Uden, M. V.,2006, Religion in Coping and Mental Health Care, Yord University Press, New York.

Utami,Putri, Laksmi.,2015, Pengaruh Pembelajaran Interprofessional Education (IPE) Terhadap Persepsi Dan Sikap Untuk Bekerjasama Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

Sarafino, E.P.,1990, Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. United State of America:John Wiley & Sons, Inc.

Sekarwiri, Edesia.,2008, Hubungan antara Kualitas Hidup dengan sense of J.Immunol.Immunopathol, 4(1&2): 20-28.

Soekanto, S.,2006. Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suter, E., Arndt, J., Arthur, N., Parboosingh, J. Taylor, E., & Deutschlander, S.,2009, Role understanding and effective communication as core competencies for collaborative practice. Journal of Interprofessional Care 23(1): 41-51.

Wardhani, Vini.,2006, Gambaran Kualitas Hidup Dewasa Muda Berstatus Lajang Melalui Adaptasi Instrumen WHOQOL-BREF dan SRPB. Tugas Akhir S2. Fakultas Psikologi UI, Depok.

World Health Organization.,2007, World Health Organization Study Group on Interprofessional Education and Collaborative Practice.

World Health Organization.,1997, WHOQOL: Measuring Quality of Life, Online Available http://www.who.int/mental_health/media/68.pdf [accessed 06/12/15].

World Health Organization.,2010, World Health Organization Study Group on Interprofessional Education and Collaborative Practice.


(55)

D w i W a h y u n i [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 1 KUALITAS HIDUP PASIEN INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE) RAWAT

JALAN DI ASRI MEDICAL CENTER (AMC) YOGYAKARTA THE LIFE QUALITY OF INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE) OUTPATIENTS AT ASRI MEDICAL CENTER (AMC) YOGYAKARTA

Dwi Wahyuni 1), Salmah Orbayinah1)

1)

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dwiarly8@gmail.com

INTISARI

Interprofessional Education (IPE) adalah proses pembelajaran kolaborasi dua atau lebih mahasiswa profesi kesehatan yang berbeda dengan tujuan untuk meningkatkan kolaborasi interprofessional sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Proses pembelajaran IPE di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dilaksanakan di Asri Medical Center (AMC).Proses pembelajaran ini akan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal terhadap pasien terutama pasien rawat jalan dengan beberapa jenis penyakit.Pelayanan kesehatan yang optimal akan memberikan kualitas hidup yang tinggi untuk pasien. Kualitas Hidup adalah kondisi sesorang yang dilihat dari keadaan psikologis,kesejahteraan emosional, kesehatan fisik dan mental, memiliki kemampuan fisik untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan sehari-hari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup pasien IPE rawat jalan Di Asri Medical Center (AMC) Yogyakarta.Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Sebanyak 10 pasien rawat jalan IPE diberikan kuesioner THE WORLD HEALTH ORGANIZATION QUALITY OF LIFE (WHOQOL) –BREF dengan 26 pertanyaan meliputi 4 dimensi kualitas hidup. Pengukuran skor awal kualitas hidup dari instrumen penelitian WHOQOL –BREF akan ditransform menjadi skala 0-100 dan dikategorikan menjadi skala kategori kualitas hidup sebagai berikut: 0: kematian; 1-55: rendah; 56-79: sedang; 80-99: tinggi dan 100: sempurna.

Hasil penelitian didapatkan kualitas hidup pasien terhadap proses pembelajaran Interprofessional Education (IPE) di AMC adalah tinggi, yaitu dengan rerata 84,97±1,53. Kualitas hidup pasien berdasarkan 4 dimensi, diurutkan dari yang terbesar yaitu hubungan sosial, kesehatan psikologi, lingkungan dan kesehatan fisik. Dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup pasien IPE rawat jalan di AMC tinggi.


(56)

D w i W a h y u n i [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 2 Interprofessional Education (IPE) is the collaboration two or more different students health profession to improving interprofessional collaboration with the result of improving quality of patients life. Learning process IPE at University Muhammadiyah Yogyakarta held in Asri Medical Center (AMC). Learning process will be provided patients to especially for outpatients with some disease. The optimality of health care will be provided with a high quality of patients life. A Quality life is the someone condition who have seen from a psychological condition, welfare emotional, physical and mental health, have a physical ability to do the things to do every day.

The research aims to determine the quality of outpatients life IPE Asri Medical Center Yogyakarta. The research is descriptive analysis research with cross sectional approach. The sampling technique using totally sampling technique. There are 10 outpatients IPE be given the questionnaires THE WORLD HEALTH ORGANIZATION QUALITY OF LIFE (WHOQOL) –BREF with 26 questions comprising 4 dimensions quality of life. The first score measurement from research instrument WHOQOL –BREF will be transform to scale 0-100 and categorized to scale categories quality of life based on 0: mortality; 1-55: low; 56-79: medium; 80-99: high and 100: perfect.

The result of this research available to quality of patients life toward learning process of IPE in AMC is high with an average 84.97 ± 1.53. The quality of patients life by four dimensions, sorted from biggest there are social relationships, psychological health, environmental and physical health.The conclusion of this result is the quality of outpatients life IPE AMC is high.


(57)

D w i W a h y u n i [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 3 Menurut Donald (2003) kualitas

hidup adalah sesuatu yang dideskripsikan untuk mengukur emosional, sosial dan kondisi fisik seseorang serta kemampuan mereka untuk melakukan tugas dan fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan memiliki kualitas hidup yang baik apabila dapat menikmati potensi-potensi penting dalam hidupnya (Renwick dan Brown, 1995). Kualitas hidup dipakai sebagai alat untuk menilai keberhasilan dari sebuah perawatan atau menyeimbangkan faktor-faktor resiko dan manfaat dari sebuah pengobatan.

Menurut American College of Clinical Pharmacy (ACCP, 2009), Kemajuan dalam pelayanan kesehatan telah membuat seorang tenaga kesehatan tidak mungkin bekerja sendirian untuk memberikan pelayanan yang optimal, sehingga perlu diadakannya kolaborasi yang baik antar tenaga kesehatan untuk mewujudkan terapi yang optimal untuk pasien. Oleh karena itu pada tahun 2007,

mencetuskan salah satu konsep pendidikan yaitu IPE sebagai pendidikan yang terintegrasi untuk peningkatan kemampuan kolaborasi.

Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan (FKIK) Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) telah menerapkan proses pembelajaran IPE sejak tahun 2013, dengan diikuti oleh mahasiswa tahap profesi dari Kedokteran Umum, Kedokteran Gigi, Keperawatan dan mahasiswa strata satu yaitu Farmasi. Menurut Berridge (2010), komunikasi interprofesi merupakan faktor yang sangat

berpengaruh dalam meningkatkan

keselamatan pasien, karena melalui komunikasi interprofesi yang berjalan efektif, akan menghindarkan tim tenaga kesehatan dari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan medical error, sehingga perlu adanya kurikulum pembelajaran IPE

yang mampu melatih kemampuan

mahasiswa dalam sebuah kolaborasi interprofesi. Terjalinnya komunikasi yang


(58)

D w i W a h y u n i [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 4 sedang melakukan proses pembelajaran

IPE diharapkan dapat memberi perubahan yang baik terhadap kualitas hidup seorang pasien. Melihat fakta dan penjelasan dari berbagai sumber di atas membuat peneliti merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana kualitas hidup pasien IPE rawat jalan di AMC Yogyakarta.

METODOLOGI Alat yang Digunakan

Alat penelitian yang digunakan yaitu berupa kuesioner yang diberikan kepada pasien IPE di AMC. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner THE WORLD HEALTH ORGANIZATION QUALITY OF LIFE (WHOQOL) –BREF yang terdiri dari 4 dimensi yaitu kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan hubungan lingkungan. Alat ukur ini telah diadaptasi ke berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia oleh Dr. Riza Sarasvita dan Dr. Satya Joewana untuk penelitian pada drug user namun belum

Selain itu, alat ukur adaptasi ini juga digunakan oleh Wardhani (2006) untuk mengukur kualitas hidup pada dewasa muda lajang. Wardhani juga melakukan uji psikometri terhadap alat ukur ini dan hasilnya adalah bahwa alat ukur ini valid dan reliable dalam mengukur kualitas hidup.

Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah pasien rawat jalan yang terpapar praktik IPE di AMC dan memenuhi kriteria inklusi dengan teknik total sampling yaitu pengambilan seluruh sampel yang ada dipopulasi.

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan adalah pengukuran skor awal kualitas hidup dari instrumen penelitian WHOQOL –BREF akan ditransform menjadi skala 0-100 dan dikategorikan menjadi skala kategori kualitas hidup sebagai berikut: 0: kematian; 1-55: rendah; 56-79: sedang; 80-99: tinggi dan 100: sempurna.


(59)

D w i W a h y u n i [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 5 Karakteristik berdasarkan Jenis

Kelamin Responden

Data pada gambar 1 menunjukkan bahwa pasien berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 50%, sedangkan pasien berjenis kelamin laki-laki hanya 50%.

Gambar 1. Karakteristik Jenis Kelamin Responden

Berdasarkan gambar 1 diketahui bahwa jumlah responden perempuan dan responden laki-laki sama. Moons, dkk (2004) dalam Noftri (2009)mengatakan bahwa jenis kelamin adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Bain, dkk (2003) dalam Nofitri (2009) menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan, yang mana kualitas hidup

laki-hidup perempuan. Pada penelitian ini kualitas hidup berdasarkan jenis kelamin dari 10 responden paling tinggi adalah laki-laki yaitu dengan rata-rata 85,30±1,83 sedangkan untuk perempuan adalah 84,65±1,30.

Karakteristik Responden berdasarkan Usia

Berdasarkan data pada gambar 2, mayoritas usia responden pada penelitian yaitu antara 26 sampai 35 tahun dengan persentase sebesar 50% (5 orang). Moons, dkk (2004) dan Dalkey (2002) dalam Nofitri (2009, mengatakan bahwa usia

adalah salah satu faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Wagner, Abbot, & Lett (2004) dalam Nofitri (2009), menemukan adanya perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang penting bagi individu. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kualitas hidup paling tinggi berdasarkan usia yaitu pada responden yang berusia

laki-laki, 50%

perempu an, 50%


(1)

D w i W a h y u n i [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 8 organ tubuh untuk berfungsi secara

optimal sehingga dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kesehatan fisik yang baik pada penelitian ini dilihat dari berkurang atau hilangnya rasa sakit yang diderita pasien karena penyakitnya, sehingga pasien tidak mengalami gangguan terhadap aktivitas sehari-hari,tidak mengalami gangguan tidur, dan ketergantungan pasien terhadap terapi medis berkurang atau bahkan tidak lagi menggunakan terapi medis. Pada penelitian ini kesehatan fisik terdapat pada 7 dari 26 pertanyaan yang ada dikuesioner yaitu nomor 3, 4, 10, 15, 16, 17, dan 18. Hasil kesehatan fisik dari 10 pasien berbeda yaitu 9 orang pasien adalah 81 dan satu orang pasien sisanya adalah 88 sehingga didapat rata-rata dari 10 pasien adalah 81,70±2,21 hal ini menunjukan kesehatan fisik dari responden tersebut adalah tinggi.

2. Kesehatan psikologi

Kesehatan psikologi merupakan kesehatan seseorang yang berhubungan dengan psikis atau jiwanya, misalnya kecemasan, depresi, ketakutan atau keadaan tidak menyenangkan seseorang terhadap dirinya sendiri yang disebabkan oleh penyakitnya.Menurut Pieper dan Uden (2006), kesehatan psikologi adalah suatu keadaan yang mana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang relistis terhadap dirinya sendiri dan dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.

Notosoedirjo dan Latipun

(2005)mengatakan bahwa terdapat banyak cara dalam mendefenisikan kesehatan mental/kesehatan psikologi (mental hygene) yaitu: (1) karena tidak mengalami gangguan mental, (2) tidak jatuh sakit akibat stessor, (3) sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan


(2)

D w i W a h y u n i [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 9 lingkungannya, dan (4) tumbuh dan

berkembang secara positif.

Pada penelitian ini kesehatan psikologi dilihat dari kondisi psikologis responden yang terdapat pada 6 dari 26 pertanyaan kuesioner responden yaitu pada nomor 5, 6, 7, 11, 19, dan 26. Pertanyaan tersebut berhubungan dengan keadaan psikologi responden setelah menjadi pasien pada proses pembelajaran IPE di AMC. Hasil kesehatan fisik dari 10 pasien berbeda yaitu 6 orang pasien adalah 81, 3 orang pasien adalah 88 dan 1 orang pasien adalah 94 sehingga didapat rata-rata dari 10 pasien adalah 84,40±4,71. Hasil tersebut menunjukan bahwa keadaan psikologi pasien setelah menjadi pasien IPE adalah tinggi.

3. Dimensi hubungan sosial

Hubungan sosial merupakan

keadaan yang menggambarkan hubungan seseorang dengan individu lain. Hubungan tersebut misalnya hubungan seks dengan pasangannya dan hubungan dengan orang-orang disekitarnya seperti dukungan atau

bantuan keluarga dalam terapi

penyakitnya. Gillin dan Gillin (1954) dalam Soekanto S.(2006) mengartikan interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok-kelompok, maupun antara individu dengan kelompok.

Hasil dimensi hubungan 10 orang responden berbeda, 4 orang responden adalah 81, 4 orang responden adalah 94 dan 2 orang responden adalah 100 sehingga rerata 10 yaitu 90,00±8,08. Hasil ini dihitung dari jumlah 3 pertanyaan dari 26 pertanyaan kuesioner yaitu nomor 20, 21, dan 22 kemudian dihitung rata-ratanya.

Pertanyaan teresebut mencangkup

seberapa puas pasien terhadap hubungan personal atau sosial, hubungan seksual dan dukungan yang diperoleh pasien selama menjalani terapi di kegiatan IPE AMC. Dari hasil rerata menunjukan bahwa hubungan sosial responden setelah menjadi pasien IPE di AMC tinggi. Dari keempat


(3)

D w i W a h y u n i [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 10 dimensi kualitas hidup, dimensi hubungan

sosial mendapat rata-rata paling tinggi. 4. Dimensi lingkungan

Dimensi lingkungan memaparkan mengenai keadaan lingkungan rumah,

kesempatan menerima informasi,

penjagaan dan keamanan (WHO, 1998). Hal lain yang megenai dimensi lingkungan yaitu seberapa puas pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan saat menjadi pasien praktik IPE di AMC.

Dimensi lingkungan pada

kuesioner penelitian ini terdapat dalam 8 dari 26 pertanyaan yaitu nomor 8, 9, 12, 13, 14, 23, 24, dan 25. Hasil untuk dimensi ini juga berbeda tiap responden, 6 orang responden yaitu 81 dan 4 orang responden lagi adalah 88 sehingga rata-rata untuk 10 responden yaitu 83,80±3,61. Hasil tersebut menunjukan bahwa dimensi lingkungan pasien setelah menjadi pasien praktik IPE di AMC tinggi.

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah diberikan kepada 10 responden pasien IPE rawat jalan di AMC, ada

perbedaan rata-rata kualitas hidup pasien.

Faktor-faktor yang menyebabkan

berbedaan tersebut yaitu usia, jenis kelamin, jenis penyakit dan jenis pekerjaan responden. Akan tetapi, secara keseluruhan kualitas hidup 10 orang responden dalam penelitian ini masuk dalam kategori kualitas hidup tinggi. Tingginya kualitas hidup pada penelitian ini disebabkan karena pelayanan kesehatan yang ada pada proses IPE ini. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi peran tenaga medis yang dapat saling berkolaborasi memberikan reaksi yang cepat dan tanggap terhadap keluhan pasien, memberikan informasi secara jelas dan mudah dimengerti, pelayanan yang diberikan tidak lebih dari 1 jam dan prosedur pelayanan tidak berbelit-belit (Aulianissa, 2015). Pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan dengan kolaborasi dan kerjasama yang baik dari berbagai tenaga medis. Utami (2015) dalam penelitiannya mengatakan bahwa adanya proses pembelajaran IPE membuat


(4)

D w i W a h y u n i [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 11 mahasiswa FKIK UMY mempunyai sikap

untuk bekerjasama yang baik.

Kolaborasi dan kerjasama yang baik dari tenaga medis dalam memberi pelayanan yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, harus disertai pemahaman peran dari masing-masing tenaga medis. Suter etal, (2009) dalam penelitiannya mengatakan bahwa profesi kesehatan di kota Alberta, Edmonton, Canada mempunyai persepsi yang positif terhadap pentingnya pemahaman terhadap peran profesi lain. Penerapan IPE dalam sistem pembelajaran diharapkan dapat memperjelas peran dan tanggung jawab masing-masing profesi (Utami,2015).

Menurut WHO (2010), salah satu manfaat IPE adalah meningkatkan kesehatan pasien. Kecepatan dan ketanggapan semua tenaga medis atas informasi dan keluhan yang dirasakan pasien menjadi hal penting untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien

sehingga kesehatan pasien akan

meningkat. Adanya peningkatan kesehatan

yang dialami oleh pasien maka kualitas hidupnya pun menjadi tinggi. Pelayanan penunjang peningkatan kualitas hidup lainnya yaitu pada saat penyampaian Konseling, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang tepat mengenai terapi untuk penyakit yang diderita pasien.

Kegiatan IPE mampu memberi kualitas hidup yang tinggi kepada pasien sehingga diharapkan kegiatan ini tetap dilanjutkan agar mampu melatih setiap calon tenaga medis untuk berkolaborasi dan bekerjasama dengan tenaga medis lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Wahidah (2015) berpendapat bahwa Interprofessional Education (IPE) penting ditanamkan sejak dini di antara tenaga medis dengan

menyamakan persepsi dan juga

kemampuan komunikasi hingga pasien dapat merasa puas dan mendapatkan pengobatan yang optimal. Pengobatan yang optimal dan pelayanan kesehatan yang tepat dapat memberikan kualitas hidup yang lebih baik kepada pasien.


(5)

D w i W a h y u n i [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 12 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas hidup pasien terhadap proses pembelajaran Interprofessional Education (IPE) adalah tinggi, yaitu dengan rata-rata 84,97±1,53. Kualitas hidup pasien berdasarkan 4 dimensi, diurutkan dari yang terbesar yaitu hubungan sosial, kesehatan psikologi, lingkungan dan kesehatan fisik.

Saran

Setelah mengetahui kualitas hidup pasien terhadap proses pembelajaran Interprofessional Education (IPE) di AMC tinggi, diharapkan proses pembelajaran

IPE ini tetap dilanjutkan dan

dikembangkan. Hal ini untuk melatih

mahasiswa kesehatan agar mampu

berkolaborasi dan bekerjasama dengan tenaga medis lain sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik untuk pasien dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, I., Renwick, R., Nagler, M.,1996, Conceptual Approaches, Issues, and Applications. Quality of Life in Health Promotion and Rehabilitation, Sage Publications, London.

Budiarto & Anggraeni.,2002, Pengantar Epidemiologi, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Donald, A.2003., What is quality of life ? [internet], Heyward medical communications. Vol 1 No. 9 [internet] Available from : http://www

.Evidence-Based-Medicine.co.uk.

Notosoedirjo & Latipun.,2005, Kesehatan Mental,Konsep dan Penerapan, UMM Presc, Malang.

Agustianti, Dwi.,2006, Hubungan

Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Bandar Lampung, Diakses pada tanggal 12 Desember 2015

http://www.hubungan+dukunganso sial+kualitashidup

+ODHA+bandarlampug.html. Pieper, J. & Uden, M. V.,2006, Religion in

Coping and Mental Health Care, Yord University Press, New York. Soekanto, S.,2006. Sosiologi Suatu

Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Wardhani, Vini.,2006, Gambaran Kualitas Hidup Dewasa Muda Berstatus Lajang Melalui Adaptasi Instrumen

WHOQOL-BREF dan SRPB.

Tugas Akhir S2. Fakultas Psikologi UI, Depok.

World Health Organization.,2007, World Health Organization Study Group


(6)

D w i W a h y u n i [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 13 on Interprofessional Education and

Collaborative Practice.

American College of Clinical

Pharmacy.,2009,Interprofessional Education: Principles and Application, a Faramework for Clinical

Pharmacy.Pharmacotherapy, 29(3), 145-164.

http://www.accp.com/docs/position swhitePapers/InterProfEduc.pdf Nofitri.,2009, Gambaran Kualitas Hidup

Penduduk Dewasa pada Lima Wilayah di Jakarta.Diakses pada tanggal 12 Januari 2016 di http://lontar.ui.ac.id/file?fle=digital /125595-155.9%20NOF%20g%20-%20 Gambaran%20kualitas%20-%20HA.

Suter, E., Arndt, J., Arthur, N., Parboosingh, J. Taylor, E., & Deutschlander, S.,2009, Role understanding and effective

communication as core

competencies for collaborative

practice. Journal of

Interprofessional Care 23(1): 41-51.

Berridge, G.R.,2010, “Diplomacy Theory

and Practice”, Leicester,

University of Leicester, United Kingdom.

World Health Organization.,2010, World Health Organization Study Group on Interprofessional Education and Collaborative Practice.

Aulianissa, Wahidah.,2015, Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Praktik Interprofessional Education (IPE) Di Asri Medical Center (AMC) Yogyakarta, Karya Tulis Ilmiah, Program Studi

Farmasi Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta,

Yogyakarta.

Utami,Putri, Laksmi.,2015, Pengaruh Pembelajaran Interprofessional Education (IPE) Terhadap Persepsi Dan Sikap Untuk Bekerjasama Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

Karya Tulis Ilmiah Program Studi

Farmasi Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta,