HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN KEMAMPUAN DAYA INGAT PADA LANJUT USIA
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN
KEMAMPUAN DAYA INGAT PADA LANJUT USIA
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh
DIAN HARSIWI INDRIANI 20110310198
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
(2)
i
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN
KEMAMPUAN DAYA INGAT PADA LANJUT USIA
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh
DIAN HARSIWI INDRIANI 20110310198
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
(3)
ii
HALAMAN PENGESAHAN KTI
HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN
KEMAMPUAN DAYA INGAT PADA LANJUT USIA
Disusun oleh:
DIAN HARSIWI INDRIANI 20110310198
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 05 Agustus 2016
Dosen pembimbing Dosen penguji
Dr. Tri Pitara Mahanggoro S.Si. M.Kes dr. Ratna Indriawati, M.Kes
NIK : 19680606199509 173 012 NIK : 197208200101 173 038 Mengetahui,
Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
dr. Alfaina Wahyuni Sp.OG, M.Kes NIK :19711028199709 173 027
(4)
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Dian Harsiwi Indriani
NIM : 20110310198
Program Studi : S1 Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 05 Agustus2016 Yang membuat pernyataan,
(5)
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga dapat terselesaikan pembuatan Karya Tulis Ilmiah
berjudul “Hubungan antara Berpikir Positif dengan Kemampuan Daya Ingat pada Lanjut Usia” dengan baik. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Kedokteran Umum Program Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Dr. Tri Pitara Mahanggoro, S.Si., M.Kes., selaku dosen pembimbing Karya
Tulis Ilmiah
2. dr. Ratna Indriawati, M.kes., selaku dosen penguji Karya Tulis Ilmiah.
3. Kedua orang tuaku tersayang, Hartono, A.Md., Tasiyah, S.P dan adikku
tercinta Cynthia Dwi Mayayustika yang selalu memberi dukungan setiap saat.
4. Panti Sosial Tresna Werdha Unit Budhi Luhur yang telah bersedia untuk
menjadi tempat pengambilan data responden.
5. Pratifi Nurleili, Fajar Megasari S.ked, Zedda Mia Kautsari S.ked, Esty
Mampuni Pangastuti S.ked, dan Farah Fauzia S.ked yang senantiasa selalu mendukung dan membantu.
6. Teman-teman kelompok Karya Tulis Ilmiah ; Fajar Megasari S.Ked, Kania
Agustina S.Ked, Nafi Udin S.ked dan Zidna Salma Nahdia.
7. Operalis Tri Widyaningsih, S.P., Renyka Sucipta Kadhi S.Pd., Pinta S.H.I dan
dr. Novita Wulandari yang senantiasa mendukung.
8. Teman-teman Pendidikan Dokter UMY angkatan 2011.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini dan
(6)
v
Mohon kritik dan saran dari pembaca.Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua.Amin.
Yogyakarta, 05Agustus 2016 Peneliti
(7)
vi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
INTISARI ... ix
ABSTRACT ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Keaslian Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Berpikir Positif ... 6
1. Definisi Berpikir Positif ... 6
2. Manfaat Berpikir Positif ... 7
3. Ciri-Ciri Individu Yang Berpikir Positif ... 7
B. Kemampuan Daya Ingat ... 8
1. Definisi Kemampuan Daya Ingat ... 8
2. Bentuk-Bentuk Daya Ingat ... 8
3. Jenis-Jenis Daya Ingat ... 10
4. Bentuk-Bentuk Daya Ingat ... 11
5. Teori-Teori Daya Ingat ... 13
6. Peran Fasilitas Simpatik dan Inhibisi Simpatik ... 13
7. Proses Pemasukan Memori Jangka Panjang ... 14
8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Memori ... 15
C. Lanjut Usia ... 15
D. Kerangka Konsep ... 17
E. Hipotesis ... 17
BAB III METODE PENELITIAN... 18
A. Desain Penelitian ... 18
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 18
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19
D. Variabel Penelitian ... 20
E. Definisi Operasional ... 20
F. Alat dan Bahan Penelitian ... 21
G. Jalannya Penelitian ... 21
(8)
vii
I. Analisis Data ... 23
J. Etik Penelitian ... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
A. HASIL PENELITIAN ... 27
B. PEMBAHASAN ... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
A.Kesimpulan ... 36
B.Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.
(9)
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi Usia Responden di PSTW ... 27
Tabel 4.2. Distribusi Jenis Kelamin Responden di PSTW... 28
Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden di PSTW ... 28
Tabel 4.4. Distribusi Jenis Pekerjaan Responden di PSTW ... 29
Tabel 4.5. Kelompok Berpikir pada Responden Penelitian ... 30
Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Daya Ingat Lansia ... 31
Tabel 4.7. Uji Normalitas Shapiro Wilk ... 32
Tabel 4.8. Uji Beda Mann Whitney ... 32
(10)
ix
HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN KEMAMPUAN DAYA INGAT PADA LANJUT USIA
Dian Harsiwi Indriani1, Tri Pitara Mahanggoro2
1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2Bagian Ilmu Fisiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
INTISARI
Seseorang dikatakan lanjut usia jika telah mengalami perubahan struktur dan fungsi tubuh secara alamiah. Perubahan kognitif pada usia lanjut diakibatkan perubahan pada fungsi otak.Perubahan fungsi otak pada lanjut usia meliputi penurunan terhadap kemampuan memecahkan masalah, penurunan daya ingat, dan penurunan kemampuan dalam pengambilan keputusan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan latar belakang dari permasalahan tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lanjut usia.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelatif. Populasi dalam penelitian ini adalah lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Sampel dalam penelitian ini adalah lanjut usia yang memiliki rentang usia 60-70 tahun dengan jumlah 47 orang. Pengambilan sampel menggunakan metode total sampling.Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir positif dan kemampuan daya ingat pada lansia.
Perhitungan statistik hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji hubungan Pearson Correlation menunjukan perolehan nilai p (sig) = 0,000. Nilai p (sig) bernilai kurang dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara berpikir positif dengan daya ingat pada seseorang dengan usia lanjut.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha.Lansia yang berpikir positif memiliki skor daya ingat yang lebih baik dibandingkan lansia dengan pola pikir negatif.
(11)
x
RELATIONSHIP BETWEEN POSITIVE THINGKING WITH THE ABILITY OF MEMORY IN THE ELDERLY
Dian Harsiwi Indriani1, Tri Pitara Mahanggoro2
1Medico UMYPart of Health Sciences FK UMY2Departement of Physiology
Faculty of Medical Medical and Health Science of Muhammadiyah University of Yogyakarta
ABSTRACT
Elderly has complex changes in the structure and function of the body in the naturally way. Cognitive changes in the elderly due to changes in brain function. Those changes are include a decrease of the ability to solve problems, memory loss, and decreased ability in decision-making in performing daily
activities. Based on the background of those problems, this research has purpose to determine the relationship between positive thinking with the ability of memory fungction in the elderly
This study uses a correlative analytic design. Population in this study were elderly in Tresna Elderly Social Institution of Budhi Luhur Yogyakarta, Bantul, Yogyakarta. Sample in this research are the elderly who had an age range of 60
-70 years consist of 47 people. This study using total sampling method. Variables used in this research are the ability to think positively and the ability of memory in the elderly.
Statistic calculation of hypothesis testing using Pearson Correlation test shows the result of the acquisition p value (sig) = 0.000. The p-value (sig) value is
less than 0.05, so we can conclude that there is a significant relationship between positive thinking with the ability of memory in the elderly.
Results of this study we can conclude that there is a relationship between positive thinking with the ability of memory in the elderly in Social Institutions of Tresna Werdha. Elderly who think positive has better memory score than the elderly with negative thought patterns.
(12)
(13)
RELATIONSHIP BETWEEN POSITIVE THINGKING WITH THE ABILITY OF MEMORY IN THE ELDERLY
Dian Harsiwi Indriani1, Tri Pitara Mahanggoro2
1Medico UMY Part of Health Sciences FK UMY2Departement of Physiology Faculty of Medical
Medical and Health Science of Muhammadiyah University of Yogyakarta
ABSTRACT
Elderly has complex changes in the structure and function of the body in the naturally way. Cognitive changes in the elderly due to changes in brain function. Those changes are include a decrease of the ability to solve problems, memory loss, and decreased ability in decision-making in performing daily activities. Based on the background of those problems, this
research has purpose to determine the relationship between positive thinking with the ability of memory fungction in the elderly
This study uses a correlative analytic design. Population in this study were elderly in Tresna Elderly Social Institution of Budhi Luhur Yogyakarta, Bantul, Yogyakarta. Sample in this research are the elderly who had an age range of 60-70 years consist of 47 people. This study
using total sampling method. Variables used in this research are the ability to think positively and the ability of memory in the elderly.
Statistic calculation of hypothesis testing using Pearson Correlation test shows the result of the acquisition p value (sig) = 0.000. The p-value (sig) value is less than 0.05, so we can
conclude that there is a significant relationship between positive thinking with the ability of memory in the elderly.
Results of this study we can conclude that there is a relationship between positive thinking with the ability of memory in the elderly in Social Institutions of Tresna Werdha. Elderly who think positive has better memory score than the elderly with negative thought patterns.
(14)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Martono, 2011 (Untari dan Rohmawati, 2014) hasil survei pertumbuhan lanjut usia di Indonesia sebesar 414 % dari tahun 1995-2050. Angka ini merupakan angka pertumbuhan terbesar di Asia yang diinformasikan oleh world health organization (WHO). Hasil survei yang dilakukan oleh BPS didapatkan data jumlah penduduk di Indonesia 35.072.097 untuk rentang usia 45-59 tahun sedangkan menurut Soepardi (2011) dalam Untari dan Rohmawati (2014), penduduk lanjut usia di Indonesia akan mencapai 11,3 % atau 28,8 % pada tahun 2020. Sejak tahun 1995 penduduk Indonesia terutama lanjut usia mengalami peningkatan sebesar 7%, dan beberapa daerah yang mengalami peningkatan penduduk tersebut antara lain Jawa Tengah sebesar 8,95%, Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 12,5 % dan yang terakhir Jawa Timur sebesar 9,46 % (Suardiman, 2011 dalam Untari dan Rohmawati, 2014).
Seseorang dikatakan lanjut usia jika sudah mengalami perubahan struktur dan fungsi tubuh secara alamiah. Perubahan yang dialami lanjut usia secara normal tidak akan menimbulkan masalah tetapi jika perubahan ini terjadi secara tidak normal dapat mengganggu sebagian atau seluruh kemampuan yang dimilikinya (Aswin, 2003 dalam
Santoso dan Rohmah (2013)).
Menurut Azizah, 2011 (dalam Santoso dan Rohmah, 2013) perubahan struktur dan fungsi tubuh yang dialami oleh lanjut usia secara bertahap berupa perubahan fisik, kognitif dan psikososial.
(15)
Perubahan fungsi tubuh yang dialami lanjut usia berupa perubahan fisik yang berhubungan dengan kemunduran pada beberapa fungsi dari organ tubuh. Beberapa sistem organ tubuh yang mengalami penurunan seperti sistem kardiovaskuler, respirasi, pencernaan, perkemihan, syaraf, reproduksi dan panca indra. Penurunan fungsi ini dapat menyebabkan lanjut usia mudah sakit (Maryam, 2008 dalam Santoso dan Rohmah, 2013).
Perubahan Psikososial pada usia lanjut berupa perubahan terhadap peran sosialnya dimasyarakat dan perubahan pada kepribadiannya. Penyebab dari perubahan ini, salah satunya karena penurunan beberapa fungsi organ seperti fungsi indera baik penglihatan maupun pendengaran yang menyebabkan para usia lanjut merasa terasingkan dari lingkungannya (Stanley, 2006 dalam Santoso dan Rohmah, 2013).
Perubahan kognitif pada usia lanjut berupa perubahan pada fungsi otak. Perubahan fungsi otak pada lanjut usia meliputi penurunan terhadap kemampuan memecahkan masalah, penurunan daya ingat dan penurunan dalam pengambilan keputusan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Tamher, 2009 dalam Santoso dan Rohmah, 2013).
(16)
Berdasarkan hasil dari penelitian terakhir terhadap lanjut usia, didapatkan bahwa
penurunan dari fungsi kognitif dapat menyebabkan lanjut usia terutama yang wanita sulit dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Zunzunegui et.al., 2003 dalam Santoso dan Rohmah, 2013). Menurut Gill, et.al., 1997 (dalam Santoso dan Rohmah, 2013), perasaan positif pada pria usia lanjut dapat menurunkan ketidakmampuan merawat diri sehari-hari. Perasaaan positif dapat timbul dari pikiran yang positif pula. Berdasarkan uraian diatas, sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut :
Artinya : Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani,
sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya) (QS.Al-Mukmin ayat 67).
Berdasarkan latar belakang di atas, penting diteliti tentang hubungan antara berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lansia.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dirumuskan masalah berupa apakah ada hubungan berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lanjut usia ?
(17)
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini secara umum untuk mengetahui hubungan antara berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lanjut usia.
2. Tujuan Khusus
Tujuan penelitian ini secara khusus untuk mengetahui kemampuan berpikir positif pada lanjut usia.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Instansi Pendidikan
Manfaat penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan lanjut usia.
2. Manfaat bagi Profesi
Manfaat penelitian ini bagi para dokter dapat digunakan sebagai dasar referensi dalam menyiasati dan memberi saran-saran pada pasien lanjut usia.
3. Manfaat bagi Masyarakat
Manfaat dari penelitian ini agar supaya lanjut usia dapat menerapkan dan mempunyai kebiasaan berpikir positif.
(18)
E. Keaslian Penelitian
No
. Judul Penelitian Sebelumnya Nama Peneliti dan Tahun Penelitian
Perbedaan Penelitian dan Metode yang Digunakan
1 Hubungan Antara
Berpikir Positif Dengan Harga Diri pada Lansia yang Tinggal di Panti Jompo di Bali
Andini dan
Supriyadi, 2013. Penelitian ini menggunakan variabel bebas yaitu berpikir positif dan variabel tergantung ialah harga diri
serta untuk metodenya,
menggunakan metode analisis non parametric dengan studi korelasional. Perbedaan dengan penelitian sekarang terletak pada variabel tergantung yang akan diteliti. Variabel tergantung dari penelitian sekarang adalah kemampuan daya ingat.
2 Berpikir Positif Dengan Harga diri pada Wanita
yang Mengalami
Premenopause
Damayanti dan Purnamasari, 2011.
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah berpikir positif dan variabel tergantung yang digunakan ialah harga diri serta untuk metode yang digunakan ialah metode kuantitatif. Letak perbedaan dengan penelitian sekarang ialah pada variabel tergantungnya. Variabel dalam penelitian sekarang adalah kemampuan daya ingat.
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Berpikir Positif
1. Definisi Berpikir Positif
Menurut Elfiky, 2008 (dalam Dwitantyanov dan Sawitri, 2010) berpikir positif adalah cara pandang dan emosi seseorang yang lebih mengarah kepada hal-hal yang positif, baik yang ada pada dirinya, orang lain maupun lingkungan serta masalah yang sedang dihadapi. Salah satu penelitian, berpikir positif dapat diukur dengan angket skala Likert yang dikemukakan oleh Albrecht, 1980 (dalam Damayanti dan Purnamasari, 2011) ialah :
1) Perhatian positif ialah kemampuan tiap individu untuk mengubah semua hal negatif yang ada pada dirinya menjadi hal-hal yang positif.
2) Afirmasi diri ialah seseorang yang dapat memperlihatkan kelebihan yang ia miliki. 3) Penggambaran diri apa adanya ialah seseorang yang dapat menerima kekurangan
yang ada pada dirinya dan dapat mengubah kekurangan tersebut menjadi kelebihan. 4) Penyesuaian diri ialah seseorang yang dapat menerima keadaannya dengan baik dan
bersosialisasi dengan lingkungannya.
5) Harapan positif ialah keyakinan yang tertanam pada diri masing-masing orang untuk menggapai kesuksesan yang dikehendaki dan berusaha menyelesaikan masalah yang ada.
2. Manfaat Berpikir Positif
(20)
Sawitri, 2010) membuktikan bahwa kebiasaan berpikir negatif menyebabkan rendahnya harga diri seseorang. Berpikir positif dapat membuat seseorang dapat bertahan dari hal -hal yang memicu terjadinya stres (kivimaki dkk, 2005, h.413 dalam Dwitantyanov; Hidayati; Sawitri, 2010). Menurut Fordyce (dalam Seligman dkk, 2005, h.419 dalam Dwitantyanov; Hidayati; Sawitri, 2010) menjelaskan bahwa peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan berbagai tugas atau masalah suatu individu, dipengaruhi oleh kondisi dari psikologis yang positif pada individu tersebut. Menurut Hill dan Ritt, 2004 (dalam Dwitantyanov; Hidayati; Sawitri, 2010) menyatakan bahwa seseorang yang berpikir positif dapat memberi sugesti yang positif pada dirinya untuk menghadapi kegagalan dan membangkitkan motivasi diri seseorang.
3. Ciri-Ciri Individu yang Berpikir Positif
Individu yang berpikir positif, memiliki beberapa kriteria tertentu sebagai berikut: a. Percaya dengan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa
b. M e n g h i n d a r i berbagai perilaku negatif seperti sombong, menggunjing, mengadu domba dan sebagainya.
c. Mengerahkan seluruh potensi yang dimilikinya, seseorang memiliki cara pandang, tujuan dan alasan menginginkan sesuatu, kapan serta bagaimana cara mendapatkannya.
d. S e s e o r a n g yang memiliki keyakinan dan gambaran tentang sesuatu secara positif. e. Seseorang yang dapat mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi.
f. Belajar dari masalah yang ada atau masalah yang sedang dihadapi. g. M a s a l a h atau kesulitan yang ada diselesaikan dengan baik.
(21)
menghadapi berbagai tantangan hidup.
i. In d i v i d u yang memiliki cita-cita dalam hidupnya dan memperjuangkan apa yang dicita-citakan serta sabar dalam menghadapi segala tantangan untuk menggapai hal yang telah dicita-citakan.
j. M e m i l i k i kepandaian dalam bersosialisasi dan suka membantu orang lain (Dwitantyanov; Hidayati; Sawitri, 2010).
B. Kemampuan Daya Ingat
1. Definisi Kemampuan Daya Ingat
Menurut Drever (dalam Raharjo, 2009) ingatan ialah sesuatu yang abstrak dan menggambarkan karakter dari kehidupan baik berupa sifat dan tingkah laku yang akan datang serta merupakan rekaman sejarah seseorang. Kemampuan daya ingat adalah kemampuan seseorang untuk menerima masukan data berupa gambar atau tulisan dari luar lalu menyimpannya dalam pikiran dan jika suatu saat diperlukan ditimbulkan kembali dari ingatan.
2. Bentuk-Bentuk Daya Ingat
Secara fisiologi, ingatan dibagi menjadi 2 bentuk yaitu eksplisit dan implisit. Ingatan eksplisit atau ingatan deklaratif, berhubungan dengan kesadaran serta retensinya bergantung pada hipokampus dan bagian lain dari lobus temporalis medial otak. Ingatan implisit atau ingatan non-deklaratif tidak berhubungan dengan kesadaran dan retensinya tidak diproses di hipokampus (Ganong, W.F., 2015).
Ingatan eksplisit adalah ingatan tentang pengetahuan faktual, orang, tempat dan benda. Ingatan ini dibagi menjadi 2 macam yaitu ingatan somantik berupa fakta
(22)
(misalnya kata, aturan dan bahasa) dan ingatan episodik berupa kejadian. Ingatan eksplisit dapat berubah menjadi ingatan implisit setelah ingatan tersebut dikuasai dengan baik (Ganong, W.F., 2015).
Ingatan implisit dibagi menjadi 4 macam berdasarkan pentingnya melatih keterampilan motorik refleksif atau keterampilan perseptual yaitu :
a. Priming adalah fasilitasi pengenalan kata atau benda yang sebelumnya telah dipelajari dan bergantung pada neurokorteks. Contohnya mengingat kata dengan cara subyek diberi tahu beberapa huruf awal dari kata tersebut.
b. Prosedural adalah ingatan yang diperoleh dari keterampilan dan kebiasaan yang secara otomatis masuk ke alam bawah sadar manusia. Jenis ingatan ini diproses di striatum.
c. Associative learning (belajar asosiatif) berkaitan dengan classical conditioning dan
operant conditioning yaitu pembelajaran mengenai hubungan antara suatu rangsangan dengan rangsangan yang lainnya. Jenis ingatan ini bergantung pada amigdala untuk respon emosinya dan serebelum sebagai respon motorik.
d. Belajar non-asosiatif mencakup beberapa hal seperti habituasi (kebiasaan) dan sensitisasi serta bergantun pada beberapa jalur refleks (Ganong, W.F., 2015).
3. Jenis Daya Ingat
Ingatan digolongkan berdasarkan jenis informasi yang disimpan berupa ingatan deklaratif dan ingatan keterampilan. Ingatan deklaratif adalah beragam detail dari pemikiran yang terintegrasi seperti ingatan berupa pengalaman yang penting meliputi: a. Ingatan tentang keadaan sekelilingnya,
(23)
c. Ingatan yang berhubungan dengan penyebab dari pengalaman tersebut, d. Ingatan yang berhubungan dari makna pengalaman tersebut,
e. Ingatan berupa kesimpulan seseorang yang berada dalam pikiran orang lain.
Ingatan keterampilan berhubungan dengan aktivitas motorik tubuh seseorang, seperti keterampilan yang terbentuk untuk memukul bola tenis, ini termasuk ingatan otomatis pada (1) pandanagn kearah bola, (2) menghitung, hubungan dan kecepatan bola ke raket, (3) mengambil kesimpulan dengan cepat dari pergerakan tubuh, lengan dan raket yang dibutuhkan untuk memukul bola seperti yang diinginkan-semua hal ini teraktivasi segera berdasarkan permainan tenis yang telah dipelajari sebelumnya -kemudian beralih ke pukulan berikutnya seraya melupakan detil dari pukulan sebelumnya (Guyton and Hall, 2008).
4. Tipe-Tipe Daya Ingat
Menurut Ahmadi, 1991 (dalam Raharjo, 2009) yang mempengaruhi cepat lambatnya seseorang dalam menerima stimulus adalah sebagai berikut:
a. Tipe visual adalah seseorang yang menerima stimulus dari luar, jauh lebih cepat dengan cara melihat obyeknya.
b. Tipe auditif adalah individu yang menerima stimulus dari luar, jauh lebih cepat dengan cara mendengarkan obyeknya.
c. Tipe taxtual adalah seseorang yang menerima stimulus dari luar, jauh lebih cepat dengan cara meraba obyeknya.
d. Tipe campuran adalah seseorang yang dengan cepat menerima stimulus dengan campuran dari ketiga hal diatas baik visual, auditif dan taxtual.
(24)
waktu yang dibutuhkan untuk memunculkan kembali stimulus ialah :
a. Short Term Memory (ingatan jangka pendek) adalah sebuah tempat penyimpanan informasi dengan jumlah yang terbatas dan waktu yang sempit atau hanya beberapa detik saja. Atau ingatan yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit, kecuali jika ingatan ini diubah menjadi ingatan jangka panjang (Guyton & Hall, 2008).
Seseorang yang sudah tidak memikirkan informasi tersebut maka informasi ini akan terbuang sebelum masuk ke memori jangka pendek atau tidak akan bertahan lebih dari 30 detik. Cara yang dapat digunakan untuk memasukkan informasi yang didapat bisa dengan menyebutkan secara berulang kali atau latihan dalam pembelajaran. Latihan dalam pembelajaran sangat penting untuk membuat informasi tersebut dapat tertinggal dimemori jangka pendek yang kemudian dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
b. Long Term Memory (memori jangka panjang) adalah ingatan yang sekali disimpan dapat diingat kembali selama bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup (Guyton & Hall, 2008). Sebuah tempat penyimpanan informasi seseorang dengan kapasitas yang lebih besar dan waktu penyimpanan yang sangat lama. Beberapa teori meyakini bahwa individu tidak pernah melupakan informasi yang terdapat dalam memori jangka panjang, tetapi individu hanya kehilangan kemampuan untuk menemukan informasi yang telah tersimpan dalam ingatannya.
c. Memori jangka menengah adalah memori (ingatan) yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa minggu (Ganong, W.F., 2002 dalam Susanto; Djojosoewarno;
(25)
Rosnaeni, 2009).
5. Teori-Teori Ingatan
Menurut Walgito, 2001 (dalam Sitanggang, 2009) ada dua teori yang berhubungan dengan masalah dalam penyimpanan ingatan yaitu :
a. Teori Atrofi (Teori disense) adalah teori yang menitikberatkan pada lamanya interval. Berdasarkan teori ini, kelupaan terjadi karena memori yang sudah lama tidak diingat kembali dan lama-kelamaan akan mengendap serta menjadi terlupakan.
Sebagai contoh: seseorang yang sudah lama tidak menggunakan ototnya, maka otot -otot tersebut akan mengalami penurunan atau bahkan tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, pada akhirnya akan menyebabkan kelumpuhan atau sulit digerakkan pada ototnya.
b. Teori Interfensi adalah teori yang menitikberatkan pada isi dari interval. Teori ini menjelaskan bahwa lupa dapat terjadi karena ingatan yang saling bercampur satu sama lain dan dapat mengganggu atau mengacaukan ingatan yang lain sehingga dapat menimbulkan lupa.
6. Peran Fasilitasi Sinaptik dan Inhibisi Sinaptik
Secara fisiologi, ingatan tersimpan dalam otak dan cara memunculkan ingatan ini dengan mengubah sensitivitas dari penjalaran sinaptik yang berada di antara neuron -neuron sebagai akibat aktivitas neural sebelumnya. Jejak ingatan (memory traces) adalah jaras yang baru atau jaras yang terfasilitasi. Jaras-jaras yang menetap ini sangat penting untuk menimbulkan ingatan yang sudah ada dengan pengaktifan secara selektif di pikiran (Guyton & Hall, 2008).
(26)
timbul pada semua tingkat sistem saraf. Proses mengingat salah satunya terjadi perubahan pada respon medula spinalis yang diakibatkan oleh refleks-refleksnya terhadap aktivasi medula yang berturut-turut. Ingatan jangka panjang diperoleh dari hasil perubahan penghantaran sinaptik di pusat-pusat otak bagian bawah. Ingatan yang berhubungan dengan intelektual, didasarkan pada jejak ingatan yang terdapat di korteks serebri (Guyton & Hall, 2008).
7. Proses Pemasukan Informasi ke Memori Jangka Panjang Menurut Atkinson dan
Shiffrin
a. Informasi yang masuk atau diterima oleh memori sensori dengan waktu penyimpanan sekitar satu detik. Apabila informasi yang datang dapat dipahami selajutnya ditransfer ke memori jangka pendek dengan durasi 15-30 detik tetapi penyimpanan tidak akan terjadi jika memori yang datang tidak dapat dipahami atau tidak memiliki makna. b. Informasi yang dapat dipertahankan pada memori jangka pendek selanjutnya akan
ditransfer ke memori jangka panjang.
c. Tahap terakhir proses ini, informasi yang telah tersimpan dimemori jangka panjang maka tersimpan secara permanen di dalam ingatan. Apabila suatu saat informasi ini dibutuhkan maka dapat diakses dengan mentransfer informasi tersebut ke memori jangka pendek untuk dimunculkan dalam kesadaran (Guyton & Hall, 2008).
8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Memori
Menurut Gunawan, 2003 (dalam Sitanggang, 2009) beberapa faktor yang mempengaruhi memori atau ingatan adalah :
a. Interfensi atau gangguan
(27)
maka akan mengacaukan proses pemasukan informasi tersebut. b. Tidak Fokus
Informasi yang terlalu banyak dapat menyebabkan terpecahnya perhatian sehingga pemasukan informasi ke dalam memori akan terganggu.
c. Fisik yang lelah
Saat kondisi fisik tidak memungkinkan atau dalam keadaan lelah maka akan mempengaruhi pemasukan informasi ke dalam memori.
C. Lanjut Usia 1. Definisi Lansia
Lanjut usia adalah individu yang mengalami perubahan struktur dan fungsi tubuh secara fisiologis (Aswin, 2003 dalam Santoso dan Rohmah, 2011).
Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi 4 kreteria umur ialah :
a. Usia pertengahan (middle age) 46-59 tahun b. Lanjut usia (elderly) 60-74 tahun
c. Tua (old) 75-90 tahun dan
d. Usia sangat tua (very old) yaitu usia diatas 90 tahun (Efendi, 2009 dalam Wahyuningsih, 2014).
2. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lanjut Usia
Menurut Achir, Y.C.A., 2001 (dalam Mahayyun, 2008) ada beberapa perubahan pada lanjut usia seperti :
(28)
a. Perubahan Fisik dan motorik
Lanjut usia lebih cepat mengalami perubahan fisik ditandai dengan :
1)Sistem Kardiovaskuler: pompa jantung pada lanjut usia mengalami peningkatan sehingga dapat menimbulkan tekanan darah meningkat.
2)Keseimbangan : gangguan keseimbangan juga terjadi pada lanjut usia sehingga menyebabkan mudah jatuh.
3)Kekuatan mengalami penurunan : lanjut usia sering kali mengalami penurunan kekuatan otot.
4)Kecepatan dalam bergerak mengalami penurunan sehingga gerakan menjadi lamban.
b. Perubahan Aspek Psikososial lanjut Usia
Menurut Sutarto dan Cokro, 2005 (dalam Wahyuningsih, 2014) lanjut usia mengalami perubahan psikososial berupa penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Menurut Pranarka, (2006) penurunan fungsi kognitif diikuti dengan penurunan kemampuan dalam meningkatkan fungsi intelektual, kurang efektif dalam menyampaikan informasi ke otak menyebabkan informasi melambat dan banyak pula informasi yang hilang saat transmisi, kemampuan mengumpulkan informasi baru mengalami penurunan sehingga menyebabkan kemampuan dalam mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
Kegagalan lanjut usia dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi menyebabkan lanjut usia mengalami depresi. Kejadian depresi meningkat seiring berkurangnya dukungan dari orang-orang terdekat seperti keluarga, lingkungan dan
(29)
teman. Menaruh angka depresi pada lanjut usia perlu diberikan motivasi dan dukungan moril. Motivasi dan dukungan moril yang diberikan lanjut usia berguna untuk mengembalikan perannya sehingga lansia merasa masih dibutuhkan serta angka kejadian depresi dapat menurun secara perlahan (Santoso dan Ismail, 2009 dalam Wahyuningsih, 2014).
D. Kerangka Konsep
E. Hipotesis
Kebiasaan lanjut usia yang berpikir positif memiliki daya ingat lebih tinggi dibandingkan lanjut usia yang berpikir negatif.
Lanjut Usia Berpikir Positif Daya Ingat Tinggi
(30)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain berupa analitik korelatif dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel yang akan diteliti. Variabel penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah berpikir positif dan variabel terikatnya adalah kemampuan daya ingat.
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah lanjut usia dengan rentang usia 60-70 tahun yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur Kasihan, Bantul, Yogyakarta .
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah lanjut usia yang memiliki rentang usia 60-70 tahun. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan peneliti saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil (Nasution, 2003).
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus : n = N/1+N(d²)
keterangan : N = besarnya populasi n = besarnya sampel
(31)
d = tingkat kesalahan diinginkan (10%)
n = N/1+N(d²)
= 88/1 + 88{(10/100)²} = 88/1+0,88
= 88/1,88 = 47
Jadi, jumlah sampel responden dibulatkan menjadi 47 orang. Sampel penelitian ini memiliki kreteria sebagai berikut: a. Kreteria Inklusi
lanjut usia pria dan wanita yang memiliki rentang usia 60-70 tahun. b. Kreteria Eksklusi
lanjut usia yang mengalami demensia
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur Kasihan, Bantul, Yogyakarta pada bulan Oktober - November 2015.
D. Variabel Penelitian
Penelitian ini memiliki dua variabel yaitu variabel independent (variabel bebas) berupa berpikir positif dan variable dependent (variabel terikat) ialah kemampuan daya ingat.
E. Definisi Operasional
(32)
1) Berpikir Positif
Berpikir Positif adalah cara pandang dan emosi seseorang yang lebih mengarah kepada hal-hal yang positif, baik yang ada pada dirinya, orang lain maupun lingkungan serta masalah yang sedang dihadapi (Elfiky, 2008, h.269 dalam Dwitantyanov; Hidayati; Sawitri, 2010).
Skala pengukuran yang digunakan untuk variabel berpikir positif adalah skala Likert. Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang yang berhubungan dengan kejadian sosial. Skala ini memiliki skor penilaian berdasarkan keperluan analisis kuantitatif. Misalnya : sangat setuju/ setuju/ sangat positif diberi skor 5, selanjutnya setuju/ sering/ positif diberi skor 4 dan seterusnya (Pusat Penelitian Teknik Informatika, 2010).
2) Kemampuan Daya Ingat
Kemampuan daya ingat adalah kemampuan seseorang untuk menerima masukan data berupa gambar atau tulisan dari luar kemudian menyimpannya dalam pikiran dan jika suatu saat diperlukan ditimbulkan kembali dari ingatan (Raharjo, 2009).
Penelitian kemampuan daya ingat menggunakan kuesioner tingkat kognitif atau kuesioner Mini Mental Stage Examination (MMSE). Kuisioner MMSE adalah kumpulan pertanyaan untuk mengukur skor daya kognitif (pertanyaan dan sistem skoring terlampir). Jumlah skor maksimal jawaban dari daftar pertanyaan kuisioner MMSE adalah 30. Hasil dari perhitungan dimasukan dalam 3 kategori sesuai klasifikasi kuisioner MMSE sebagai berikut:
Nilai: 24 -30 : Daya ingat baik Nilai: 17-23 : Daya ingat normal
(33)
Nilai: 0-16 : Daya ingat kurang baik (Kolegium Psikiatri Indonesia, 2008).
F. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah inform consent (IC) kuesioner yang diisi langsung oleh responden penelitian.
G. Jalannya Penelitian 1. Tahap Persiapan
a. Menyusun dan mengajukan proposal penelitian
b. Mengurus surat izin penelitian dari Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
c. Melakukan survei tempat atau lokasi penelitian dan melakukan pendekatan serta koordinasi kepada pihak pengurus panti Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
d. Mempersiapkan alat dan bahan penelitian yang diperlukan. 2. Tahap Pelaksanaan
a. Melakukan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
b. Meminta kesediaan lanjut usia dengan rentang usia 60-70 tahun untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
c. Memberikan inform consent dan kuesioner berpikir positif serta kuesioner kemampuan daya ingat.
(34)
e. Menganalisa data yang sudah lengkap dan terperinci dengan uji yang sesuai 3. Tahap Penyusunan Laporan
a. Menyusun hasil dari analisa data ke pembahasan hasil
b. Membuat kesimpulan dan saran berdasarkan hasil yang telah didapatkan untuk pengembangan pengetahuan sebagai bahan masukan penelitian selanjutnya.
H. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas
Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu alat ukur yang satu dengan alat ukur yang lain (Dahlan, 2013). Validitas dalam penelitian ini diukur dengan rumus korelasi. Valid atau ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel yang diuji, nilai p (dalam SPSS, ditunjukkan dengan nilai sig.) menunjukkan < 0,05 dan tidak valid atau tidak bermakna jika nilai p > 0,05.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah menggunakan metode yang berbeda atau dua kali pengujian, uji ini dilakukan untuk mengetahui hasil pengukuran sudah sesuai atau belum dengan standard baku (Dahlan, 2013).
I. Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tahap penyuntingan data dan informasi untuk mengendalian kualitas data. Pengelolahan data dilakukan dengan program komputer SPSS versi 15.0 for Windows dan menggunakan uji statistik korelasi bivariate. Hasil dari pengelolahan data ini untuk mengetahui hubungan berpikir positif dengan
(35)
kemampuan daya ingat.
J. Etika Penelitian
Penelitian ini akan menjaga rahasia dari sampel yang akan diteliti dan apabila melanggar akan mendapatkan sanksi dari komite etik.
(36)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada siang hingga sore hari di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) yang terletak di Kasongan, Bantul. PSTW memiliki 8 wisma yang terdiri atas wisma A-H dengan penghuni rata-rata setiap wisma sejumlah 11 orang sehingga jumlah seluruh penghuninya 88 orang. Wisma terdiri dari lansia pria dan wanita. Lansia perempuan lebih banyak dibanding lansia laki-laki. Terdapat 55 orang lansia perempuan dan 33 orang lansia laki-laki. Wisma A-C, F dan H berpenghuni lansia wanita sedangkan wisma D, E dan G berpenghuni lansia pria.
Penghuni di panti memiliki beberapa alasan mengapa tinggal di panti tersebut. Beberapa alasan para lansia tinggal di panti antara lain 1) lansia mengaku tidak memiliki saudara dan penghasilan tetap. 2) lansia tidak ingin merepotkan anak atau sanak saudara. 3) keinginan dari lansia sendiri. Sebagian besar penghuni di panti ini mendapatkan subsidi dari pemerintah sehingga tidak mengeluarkan biaya awal dan iuran bulanan untuk masuk dan dirawat di panti, tetapi ada sebagian kecil dari penghuni panti yang membayar iuran bulanan untuk keperluan hidup selama tinggal di panti. Data ini diperoleh dari hasil survei yang dilakukan pada subyek penelitian.
Penghuni PSTW diberikan beberapa pelayanan dan kegiatan sehari-hari agar tetap bisa mengoptimalkan hari tua. Seluruh kegiatan yang ada di panti ini sudah memiliki jadwal yang disesuaikan dengan kondisi semua penghuni. Kegiatan dimulai pukul 08.00 dan berakhir pukul 12.00 selanjutnya bebas dari kegiatan yang dijadwalkan dari panti.
(37)
sebanyak tiga kali dalam satu hari dengan menu yang sesuai dengan kebutuhan gizi lansia. (2) pelayanan kesehatan yang diberikan berupa pemeriksaan kesehatan rutin dilakukan setiap hari Rabu. (3) pelayanan untuk psikis yaitu bimbingan psikologis secara kelompok dan individu yang dilakukan setiap hari Rabu. (4) pelayanan sosial, bimbingan sosial yang diberikan untuk lansia secara berkelompok dan individu serta pendampingan untuk lansia terutama yang mengalami permasalahan di wisma. Selain pelayanan yang diberikan ada juga beberapa kegiatan yang diberikan di panti seperti: 1) Kegiatan fisik berupa senam bugar lansia yang dilaksanakan setiap hari kecuali hari Jumat dan Minggu. 2) Membersihkan wisma yang dilakukan oleh semua penghuni pada hari Jumat.
Panti juga menyediakan kegiatan kerohanian atau peribadatan seperti pengajian untuk penghuni yang beragama Islam dan kebaktian untuk penghuni yang beragama Kristen. Selanjutnya memberikan beberapa keterampilan dan kesenian yang bisa diterapkan oleh para penghuni panti berupa:
1) pembuatan kemocing, pembuatan pembersih kaki, pembuatan sapu dan menjahit. 2) kesenian berupa menyanyi yang diiringi lagu, karawitan dan kegiatan menari.
(38)
A. Hasil Penelitian
1. Data Karakteristik Responden
Tabel 4.1. Distribusi Usia Responden di PSTW
Usia F %
60 2 4,3
61 3 6,4
62 3 6,4
63 4 8,5
64 6 12,8
65 4 8,5
66 4 8,5
67 9 19,1
68 3 6,4
69 1 2,1
70 8 17
Total 47 100,0
Data primer (2015)
Berdasarkan keterangan data pada tabel 4.1 diketahui bahwa lansia dengan rentang usia 60-70 tahun terbanyak adalah berusia 67 tahun yaitu sebanyak 9 orang (19,1%). Lansia dengan usia 69 tahun hanya ada 1 orang (2,1%). Total lansia yang digunakan sebagai subyek penelitian ada sebanyak 47 orang. Subyek penelitian pada penelitian ini menggunakan 47 lansia yang kemudian diberikan kuesioner guna mengetahui pola berpikir lansia tersebut dan untuk mengetahui tingkat kognitif atau daya ingatnya.
Jenis kelamin lansia di PSTW terbanyak adalah perempuan. Berikut ini ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi jenis kelamin lansia di PSTW
Tabel 4.2.Distribusi Jenis Kelamin Responden di PSTW
Jenis Kelamin F %
Laki-laki 18 38,3
Perempuan 29 61,7
Total 47 100,0
(39)
Tabel 4.2 ditunjukkan bahwa terbanyak responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 29 orang atau sebesar 61,7%. Lansia dengan jenis kelamin laki-laki ada sebanyak 18 orang atau sebesar 38,3%.
Tabel 4.3.Distribusi Tingkat Pendidikan Responden di PSTW
Tingkat Pendidikan f %
Tidak sekolah 28 59,6
SD 9 19,1
SMP SMA Perguruan Tinggi 2 4 4 4,3 8,5 8,5
Total 47 100,0
Data primer (2015)
Responden terbanyak memiliki tingkat status pendidikan tidak bersekolah yaitu ada 28 lansia atau setara dengan 59,6%. Tingkat pendidikan terendah dari 47 responden yang ada adalah berpendidikan tingkat SMP yaitu sebanyak 2 orang atau sebesar 4,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar penghuni panti ini tidak sekolah. Alasan mereka tidak sekolah karena keterbatasan ekonomi. Saat mudanya ditemukan di jalan dalam keadaan tidak tahu keluarga dan asal
Tabel 4.4.Distribusi Jenis Pekerjaan Responden di PSTW
Jenis Pekerjaan f %
PNS Wirausaha Buruh 3 9 6 6,4 19,1 12,8
Bekerja Informal 29 61,7
Total 47 100,0
Data primer (2015)
Data yang diperoleh dari pengurus PSTW mengungkapkan bahwa lansia yang ada di panti tersebut terbanyak awalnya di sektor informal yaitu ada 29 orang (61.7%). Lansia tersebut berstatus sebagai ibu rumah tangga. Lansia dengan status pekerjaan formal sebagai pegawai negeri sipil sebanyak 3 orang (6.4%).
(40)
2. Hasil Pengukuran
a. Pengukuran Cara Berpikir
Pengukuran cara berpikir positif lansia dengan mengisi kuesioner pola berpikir dengan jumlah 32 pertanyaan. Skor jawaban dari 32 pertanyaan tersebut berupa Skala Likert dengan skoring nilai 1-4. Skor masing-masing dari 32 jawaban responden ditampilkan dalam lampiran. Skor jawaban 32 pertanyaan tersebut kemudian dijumlahkan. Nilai rata-rata menjadi batas pengukuran apakah responden termasuk dalam kategori berpikir positif atau negatif sesuai dengan metode pengelompokan skor Likert metode klasifikasi berdasarkan nilai median rerata seluruh sampel.
Nilai rata-rata yang diperoleh dari seluruh populasi sampel sebesar 91,46. Skor yang berada di atas nilai rata-rata masuk ke dalam kategori berpikir positif sedangkan untuk skor yang berada di bawah nilai rata-rata masuk dalam kategori berpikir negatif. Berikut ini deskripsi data nilai pengelompokan cara berpikir dari subyek penelitian dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5. Kelompok Berpikir pada Responden Penelitian
Pola
Berpikir F %
Negatif 25 53,2
Positif 22 46,8
Total 47 100,0
Data primer (2015)
Hasil dari pengukuran diketahui bahwa responden dengan pola pikir negatif lebih banyak dibanding yang berpikir positif. Ada sebanyak 25 orang (53,2%) lansia memiliki pola pikir yang negatif. Lansia dengan pola pikir positif dari 47 responden berjumlah 22 lansia atau sebesar 46,8%.
(41)
b. Pengukuran Tingkat Kognitif
Kuesioner pengukuran tingkat kognitif atau daya ingat berupa pertanyaan dari Kuisioner Mini Mental Stage Examination (MMSE). Kuisioner MMSE adalah kumpulan pertanyaan untuk mengukur skor daya kognitif (pertanyaan dan sistem skoring terlampir). Jumlah skor maksimal jawaban dari daftar pertanyaan kuisioner MMSE adalah 30. Hasil dari perhitungan dimasukan dalam 3 kategori sesuai klasifikasi kuisioner MMSE sebagai berikut:
Nilai: 24 -30 : Daya ingat baik Nilai: 17-23 : Daya ingat normal Nilai: 0-16 : Daya ingat kurang baik
Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Daya Ingat Lansia
Kategori F %
Daya ingat baik 5 10,6
Daya ingat normal 17 36,1
Daya ingat kurang baik 25 53,3
Total 47 100,0
Data primer (2015)
Perhitungan kategori daya ingat dari 47 lansia diketahui bahwa ada sebanyak 5 orang (10.6%) lansia yang memiliki daya ingat baik dengan perolehan skor antara 24 sampai 30. Lansia dengan daya ingat normal ada sebanyak 17 orang (36.1%) dengan perolehan skor 17 hingga 23. Sebanyak 25 orang (53.3%) lansia berdaya ingat kurang baik dengan perolehan skor antara 0 hingga 16.
Setelah melakukan pengelompokan pola pikir lansia menjadi dua kategori yaitu positif dan negatif serta mengelompokan tingkat kognitif lansia menjadi tiga kelompok yang terdiri dari daya ingat baik, normal, dan kurang baik, dilakukan analisis guna mengetahui ada tidaknya perbedaan dan hubungan antara variabel daya
(42)
ingat lansia dan variabel kebiasaan pola berpikir dengan menggunakan SPSS. Sebelum kedua uji tersebut perlu dilakukan uji normalitas Shapiro Wilk dengan hasil yang disajikan pada tabel 4.7.
Tabel 4.7. Uji Normalitas Shapiro Wilk
p value Keterangan
0,000 Data terdisitribusi tidak normal
Hasil dari perhitungan yang disajikan pada tabel 4.7 diketahui bahwa p value sebesar 0,000. Nilai p value = 0,000 (lebih dari 0,05) sehingga disimpulkan bahwa data terdistribusi tidak normal. Distribusi data ini tidak normal maka harus diuji beda dengan metode Mann Whitney. Hasil uji beda dengan metode Mann Whitney ditunjukan dengan data seperti pada tabel 4.8
Tabel 4.8. Uji Beda Mann Whitney
Statistics Daya Ingat
Mann-Whitney U 98,500
Wilcoxon W 504,500
Z -3,694
Asymp. Sig (2-tailed) 0,000
Hasil tabel 4.8. ditemukan nilai test statistik p = 0,000 maka hipotesis diterima, berarti terdapat perbedaan signifikan pada kemampuan daya ingat lansia yang berpikir positif dan negatif. Uji hipotesis hubungan antar variabel di dalam penelitian ini menggunakan alat uji statistik korelasi bivariate. Korelasi bivariate ini berguna untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel. Berikut ini hasil dari uji korelasi bivariate antara cara dan pola berpikir lansia terhadap kemampuan kognitif daya ingat lansia.
(43)
Tabel 4.9.Hasil Uji Hubungan variabel dengan Pearson test
Correlations Berpikir positif Daya Ingat
N Berpikir positif 47 47
Pearson Correlation 1 0,653
Sig. (2-tailed) - 0,000
N Daya Ingat 47 47
Pearson Correlation 0,653 1
Sig. (2-tailed) 0,000 -
Tabel 4.9 menampilkan hasil uji dengan menggunakan Pearson Correlation dengan perolehan nilai p = 0,000. Nilai p bernilai kurang dari 0,05maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara berpikir positif dengan daya ingat.
B. Pembahasan
Hasil dari penelitian diketahui bahwa ada 25 lansia atau sekitar 53,2% masuk dalam kategori berpikir negatif, sedangkan sisanya sebanyak 22 lansia atau sekitar 46,8% masuk ke dalam kategori berpikir positif. Hasil perhitungan daya ingat lansia mayoritas masuk dalam kategori daya ingat kurang baik sebanyak 25 orang (53.3%). Dominasi jumlah lansia dengan daya ingat kurang baik dan pola pikir negatif selaras dengan data yang menunjukan bahwa mayoritas lansia di panti ini juga memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yaitu tidak bersekolah (59,6%) serta sedikitnya jumlah lansia dengan latar belakang memiliki pekerjaan formal dan mapan yang hanya berjumlah 6,4% di sektor pegawai. Sementara 61,7% sisanya bekerja di sektor informal.
Lansia yang berada di PSTW mayoritas dikategorikan berpikir negatif dikarenakan lansia memiliki pendidikan yang rendah sehingga mempengaruhi pekerjaannya. Selain itu, kurangnya dukungan aktivitas seperti membaca buku atau membaca Al-Qur’an sehingga
(44)
mempengaruhi daya ingat lansia. Lansia di PSTW yang mayoritas wanita juga menjadi pengaruh dalam berpikir negatif dikarenakan wanita lebih banyak was-was atau khawatir atas hal-hal yang belum terjadi.
Berdasarkan teori Hall dan Gardner (2012), tingkat pendidikan seorang individu turut menentukan terbentuknya pola berpikir. Individu dengan pengalaman akses pendidikan tinggi cenderung memiliki pondasi logika yang runtut, sudut pandang luas, kepercayaan diri yang kuat dalam menghadapi masalah, serta pandangan optimis sehingga membentuk individu dengan pola pikir positif dan konstruktif. Lebih dari separuh lansia yang menjadi responden penelitian ini tidak bersekolah, hal ini menjadi potensi penghambat terbentuknya pola pikir yang positif sehingga banyak ditemukan lansia dengan pola pikir negatif (53,2%).
Berdasarkan teori Nugroho (2011), pola pikir negatif terbentuk akibat dari tekanan dan stressor yang tidak teratasi dengan baik. Lansia di panti sebagian besar memiliki latar belakang tidak memiliki pekerjaan mapan di sektor formal dengan pendapatan finansial yang memuaskan. Sebelum masuk di PSTW kondisi ini mempengaruhi keadaan pola pikir ke arah negatif. Keadaan lansia di PSTW ini sesuai dengan pendapat Nugroho (2011), Kemampuan menghadapi stress datang dari pola pikir positif dan rasa puas pada suatu pencapaian seperti kemampuan memenuhi kebutuhan hidup lewat pekerjaan yang mapan, kehidupan keluarga harmonis hingga masa tuadan interaksi lingkungan sosial yang heterogen.
Penelitian ini juga mengukur kemampuan daya ingat lansia berhubungan dengan jenis pola pikir. Hasil yang didapat menunjukan banyak lansia memiliki pola pikir negatif (25 orang) dan skor daya ingat yang kurang memuaskan, sementara jumlah lansia dengan daya ingat yang baik memiliki jumlah (22 orang) yang sedikit seperti halnya jumlah lansia dengan pola pikir positif. Kondisi daya ingat lansia di PSTW ini sesuai pendapat Potter dan Perry
(45)
(2009), Faktor yang menentukan terpeliharanya fungsi kognitif dan daya ingat seorang dengan usia lanjut antara lain: kondisi riwayat kesehatan fisik dimasa lalu, tingkat potensi intelegensi, jenis kepribadian, dampak sosio-kultural dan cara pola pikir.
Pola pikir negatif mendorong seseorang mengalami hambatan dalam memanfaatkan potensi kecerdasan, penyesuaian perilaku, dan kemampuan daya tangkap memori jangka panjang (Setiabudhi dan Hardiwinoto, 2004). Beberapa teori inilah yang menjadi dasar pemahaman tentang hasil penelitian ini yang menunjukan hubungan antara pola pikir dan daya ingat pada lansia. Hasil analisa menunjukan hubungan bernilai positif searah yang berarti semakin baik (positif) pola pikir seorang lansia semakin baik pula kemungkinan seorang lansia mendapatkan skor kemampuan daya ingat yang baik.
(46)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Terdapat hubungan antara berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha. Lansia yang berpikir positif memiliki skor daya ingat yang lebih baik dibandingkan lansia dengan pola pikir negatif.
B. Saran
Disarankan pentingnya untuk perawatan kemampuan daya ingat dan pola berpikir pada lansia.
(47)
Lampiran 1
LEMBAR PERNYATAAN KESEDIAAN RESPONDEN
(INFORM CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
Telepon rumah / HP :
Dengan ini saya bersedia berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang dilakukan oleh saudara Dian Harsiwi Indriani, sebagai peneliti dalam penelitian berjudul “Hubungan antara Berpikir Positif dengan Kemampuan Daya Ingat pada Lanjut Usia ” dengan suka rela tanpa paksaan dari siapapun.
Penelitian ini tidak akan merugikan saya atau berakibat buruk bagi saya dan keluarga saya. Demikian surat persetujuan ini saya buat untuk digunakan sebagaimana semestinya.
Yogyakarta, .../...2015 Responden
(48)
Lampiran 2
IDENTITAS DIRI
Nama/Inisial :
Usia :
Tanggal Lahir :
Status Pekerjaan :
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut ini sejumlah pertanyaan. Berikan tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang sesuai dengan keadaan, perasaan, dan pikiran saudara dari empat pilihan yang disediakan yaitu :
SS : bila anda merasa sangat sesuai dengan pertanyaan tersebut. S : bila anda merasa setuju dengan pernyataan tersebut. TS : bila anda merasa tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
STS : bila anda merasa sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Usahakan untuk tidak melewati satu nomorpun dalam memberi jawaban pada pertanyaan -pertanyaan ini.
(49)
Kuesioner Berpikir Positif dan Negatif
No Pertanyaan SS S TS STS
1. Saya akan menyelesaikan masalah yang saya hadapi dengan pikiran positif.
2. Saya tetap tenang ketika berat badan saya bertambah.
3. Saya melakukan perawatan wajah ke dokter kulit. 4. Produktivitas saya meningkat ketika saya
berolahraga (senam).
5. Saya senang berbagi pengalaman diri dengan teman dan mendengarkan pengalaman mereka. 6. Meskipun pekerjaan saya banyak, saya akan
menyelesaikannya dengan baik.
7. Stamina yang saya miliki tidak kalah dengan stamina orang yang lebih muda dari saya. 8. Saya tetap optimis dapat melakukan pekerjaan
meskipun umur saya sudah tidak muda.
9. Walaupun memiliki pekerjaan yang banyak, saya yakin stamina saya tidak turun.
10. Saya tidak masalah dibilang tua.
11. Saya akan mempertimbangkan dengen matang setiap keputusan yang saya buat.
12. Banyak orang yang melakukan perawatan diri dan saya tertarik untuk melakukannya.
(50)
hari lebih dianjurkan dan saya melakukannya. 14. Saya tetap menjaga kesehatan karena saya tahu
sudah tidak muda lagi.
15. Umur saya tidak mempengaruhi pekerjaan yang saya lakukan.
16. Saya lebih memilih mengalah untuk menghindari pertengkaran dengan orang sekitar.
17. Saya akan marah saat orang menyinggung penampilan saya.
18. Saya akan marah ketika orang lain mempermasalahkan berat badan saya.
19. Saya tidak suka diatur orang lain yang berkaitan dengan penampilan.
20. Saya tidak peduli dengan wajah saya yang mulai keriput.
21. Saya enggan menghabiskan waktu untuk merawat diri.
22. Saya tidak suka melihat pengalaman masa lalu. 23. Karena umur saya tidak muda lagi, saya malas melakukan pekerjaan yang menjadi tugas saya. 24. Saya tidak bisa mengatasi perubahan-perubahan
fisik yang saya alami.
25. Ketika berjumpa dengan teman dijalan, saya tidak menegur karena malu terhadap penampilan saya. 26. Saya tidak mau melakukan perawatan wajah
(51)
meskipun terdapat keriput diwajah.
27. Saya tidak mau menanyakan sesuatu yang tidak dimengerti kepada orang yang lebih muda dari saya.
28. Saya merasa dipandang aneh oleh orang disekeliling saya.
29. Saya tidak peduli dengan tubuh saya saat ini. 30. Saya tidak mau terpengaruh melakukan perawatan
tubuh seperti orang lain.
31. Kalau boleh memilih saya tidak mau menjadi tua. 32. Saya tidak yakin bisa mengerjakan pekerjaan
(52)
Kuesioner Tingkat Kognitif (Daya Ingat)
No Pertanyaan Jawaban
Responden
Nilai Skor
1. Tahun berapa sekarang ? Bulan berapa sekarang ? Tanggal berapa sekarang ? Hari apa sekarang ? Musim apa sekarang ?
2. Dimana kita sekarang, negara apa ? Kota apa ?
Kabupaten/kecamatan mana ? Di tempat apa ?
Di ruangan apa ?
3. Sebutkan 3 buah nama benda (meja, kursi, pintu). Tiap 1 detik responden diminta untuk mengulangi ketiga nama benda tersebut.
4. Hitung mundur dari 10 ke bawah dengan mengurangi 2 berhenti setelah angka 2. 5. Tanya kembali ketiga nama benda yang
telah disebutkan sebelumnya diatas. 6. Apa nama benda ini ? (lihat responden
menunjuk dan menyebutkan nama benda, tunjukkan 2 macam benda).
(53)
meminta anda mengulangi kata TIDAK, JIKA, DAN, ATAU.
8. Katakan kepada responen untuk mengikuti perintah berikut : “ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan letakkan di lantai”. 9. Katakan kepada responden : silahkan baca
tulisan ini dan lakukan apa yang anda katakan “TUTUP MATA ANDA”.
10. Perintahkan pada responden untuk menulis satu kalimat.
11. Perintahkan kepada responden untuk menggambar dibawah ini :
(54)
Lampiran 3
Correlations
Explore
Descriptive Test
Correlati ons 1 ,653** ,000 47 47 ,653** 1 ,000 47 47 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Berpikir PositifDay a Ingat
Berpikir
Positif Day a Ingat
Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-tailed). **.
Tests of Normality
,161 47 ,004 ,940 47 ,018
Day a Ingat
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
Kolmogorov -Smirnova Shapiro-Wilk
Lillief ors Signif icance Correction a.
Descriptive Stati stics
19 7,6842 1,00292 ,23009
28 9,4286 1,68718 ,31885
Berpikir Negatif Positif Day a Ingat
N Mean Std. Dev iat ion
Std. Error Mean
(55)
NPar Tests
Mann
-
Whitney Test
Ranks
19 32,82 623,50
28 18,02 504,50
47 Berpikir
Negatif Positif Total Day a Ingat
N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsa
98,500 504,500 -3,694 ,000 Mann-Whitney U
Wilcoxon W Z
Asy mp. Sig. (2-tailed)
Day a Ingat
Grouping Variable: Berpikir a.
(56)
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN
KEMAMPUAN DAYA INGAT PADA LANJUT USIA
NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
DIAN HARSIWI INDRIANI
20110310198
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(57)
HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DENGAN
KEMAMPUAN DAYA INGAT PADA LANJUT USIA
Dian Harsiwi Indriani1, Tri Pitara Mahanggoro2 1
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2Bagian Ilmu Fisiologi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
INTISARI
Seseorang dikatakan lanjut usia jika telah mengalami perubahan struktur dan fungsi tubuh secara alamiah. Perubahan kognitif pada usia lanjut diakibatkan perubahan pada fungsi otak.Perubahan fungsi otak pada lanjut usia meliputi penurunan terhadap kemampuan memecahkan masalah, penurunan daya ingat, dan penurunan kemampuan dalam pengambilan keputusan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan latar belakang dari permasalahan tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lanjut usia..
Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelatif. Populasi dalam penelitian ini adalah lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Sampel dalam penelitian ini adalah lanjut usia yang memiliki rentang usia 60-70 tahun dengan jumlah 47 orang. Pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling. Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir positif dan kemampuan daya ingat pada lansia.
Pada perhitungan statistik hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji hubungan Pearson Correlation menunjukan perolehan nilai p (sig) = 0,000. Nilai p (sig) bernilai kurang dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara berpikir positif dengan daya ingat pada seseorang dengan usia lanjut.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha. Lansia yang berpikir positif memiliki skor daya ingat yang lebih baik dibandingkan lansia dengan pola pikir negatif.
(58)
RELATIONSHIP BETWEEN POSITIVE THINGKING WITH
THE ABILITY OF MEMORY IN THE ELDERLY
Dian Harsiwi Indriani1, Tri Pitara Mahanggoro2 1Medico UMY Part of Health Sciences FK UMY 2Departement of Physiology Faculty of Medical Medical and Health Science of Muhammadiyah University of
Yogyakarta
ABSTRACT
Elderly has complex changes in the structure and function of the body in the naturally way. Cognitive changes in the elderly due to changes in brain function. Those changes are include a decrease of the ability to solve problems, memory loss, and decreased ability in decision-making in performing daily activities. Based on the background of those problems, this research has purpose to determine the relationship between positive thinking with the ability of memory fungction in the elderly
This study uses a correlative analytic design. Population in this study were elderly in Tresna Elderly Social Institution of Budhi Luhur Yogyakarta, Bantul, Yogyakarta. Sample in this research are the elderly who had an age range of 60-70 years consist of 47 people. This study using simple random sampling method. Variables used in this research are the ability to think positively and the ability of memory in the elderly.
In the statistic calculation of hypothesis testing using Pearson Correlation test shows the result of the acquisition p value (sig) = 0.000. The p-value (sig) value is less than 0.05, so we can conclude that there is a significant relationship between positive thinking with the ability of memory in the elderly.
From the results of this study we can conclude that there is a relationship between positive thinking with the ability of memory in the elderly in Social Institutions of Tresna Werdha. Elderly who think positive has better memory score than the elderly with negative thought patterns.
Keywords : Elderly, Positive Thinking, Memory
(59)
3
Pendahuluan
Seseorang dikatakan lanjut usia jika sudah mengalami perubahan struktur dan fungsi tubuh secara alamiah. Perubahan yang dialami lanjut usia secara normal tidak akan menimbulkan masalah, tetapi jika perubahan ini terjadi secara tidak normal dapat mengganggu sebagian atau seluruh kemampuan yang dimilikinya (Aswin, 2003 dalam Rohmah, Alfina Shofia Nur dan Santoso, Totok Budi, 2013). Menurut Azizah, 2011 (dalam Intani, Arum Cahya, 2013) perubahan struktur dan fungsi tubuh yang dialami oleh lanjut usia secara bertahap berupa perubahan fisik, kognitif dan psikososial.
Perubahan kognitif pada usia lanjut berupa perubahan pada fungsi otak. Perubahan fungsi otak pada lanjut usia meliputi penurunan terhadap kemampuan memecahkan masalah, penurunan daya ingat, dan penurunan dalam pengambilan keputusan dalam melakukan kegiatan aktivitas sehari-hari (Tamher, 2009 dalam Intani, Arum Cahya, 2013).
Berdasarkan hasil dari penelitian terakhir terhadap subjek lanjut usia, didapatkan bahwa penurunan dari fungsi kognitif dapat menyebabkan lanjut usia terutama yang wanita sulit dalam proses beradaptasi dengan lingkungannya (Zunzunegui et al., 2003 dalam Rohmah, Alfina Shofia Nur dan Santoso, Totok Budi, 2013). Menurut Gill, et al (1997), perasaan positif pada pria usia lanjut dapat menurunkan ketidakmampuan merawat diri sehari-hari. Perasaaan positif dapat timbul dari pikiran yang positif pula.Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dirumuskan masalah berupa apakah ada hubungan berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lanjut usia.
Tinjauan Pustaka
Menurut Elfiky (2008), berpikir positif adalah cara pandang dan emosi seseorang yang lebih mengarah kepada hal-hal yang positif, baik yang ada pada dirinya, orang lain maupun lingkungan serta masalah yang sedang dihadapi. Berdasarkan hasil penelitian
(60)
4
Herabadi (2007,h.23) telah membuktikan bahwa kebiasaan dalam cara berpikir negatif menyebabkan rendahnya harga diri seseorang.Berpikir positif dapat membuat seseorang dapat bertahan dari hal-hal yang memicu terjadinya stres (Brissette dkk. dalam kivimaki dkk, 2005, h.413).
Menurut Fordyce (dalam Seligman dkk, 2005, h.419) menjelaskan bahwa peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan berbagai tugas atau masalah suatu individu, dipengaruhi oleh kondisi dari psikologis yang positif pada individu tersebut.
Menurut Drever (dalam Walgito, 2011 dalam Raharjo, Trubus, 2009) ingatan ialah sesuatu yang abstrak dan menggambarkan karakter dari kehidupan baik berupa sifat dan tingkah laku yang akan datang serta merupakan rekaman sejarah seseorang.
Lanjut usia adalah individu yang mengalami perubahan struktur dan fungsi tubuh secara fisiologis (Aswin, 2003(dalam Totok Budi Santoso dan Alvina Shopfia Nur
Rohmah, 2011).Menurut Sutarto dan Cokro, 2005 (dalam Wahyuningsih, Sri, 2014) lanjut usia mengalami perubahan psikososial berupa penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Menurut Pranarka, Kris (2006) penurunan fungsi kognitif diikuti dengan penurunan kemampuan dalam meningkatkan fungsi intelektual, kurang efektif dalam menyampaikan informasi ke otak menyebabkan informasi melambat dan banyak pula informasi yang hilang saat transmisi, kemampuan mengumpulkan informasi baru mengalami penurunan sehingga menyebabkan kemampuan dalam mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
Kegagalan lanjut usia dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi menyebabkan lanjut usia mengalami depresi. Kejadian depresi meningkat seiring berkurangnya dukungan dari orang-orang terdekat seperti keluarga, lingkungan dan teman. Untuk
(61)
5
menurunkan angka depresi pada lanjut usia perlu diberikan motivasi dan dukungan moril. Motivasi dan dukungan moril yang diberikan lanjut usia berguna untuk mengembalikan perannya sehingga lansia merasakan pemikiran masih dibutuhkan serta angka kejadian depresi dapat menurun secara perlahan (Santoso dan ismail, 2009 (dalam Wahyuningsih, Sri, 2014). Metode
Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelatif. Populasi dalam penelitian ini adalah lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Sampel dalam penelitian ini adalah
lanjut usia yang memiliki rentang usia 60-70 tahun dengan jumlah 47 orang. Pengambilan sampel pada proses penelitian ini menggunakan metode simple random sampling.
Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir positif dan kemampuan daya ingat pada lansia. Lokasi penelitian adalah Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur Kasihan, Bantul, Yogyakarta pada bulan November 2015.
Hasil Penelitian
Tabel berikut ini adalah hasil perhitungan karakteristik responden lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Budhi Luhur Kasihan, Bantul, Yogyakarta
(62)
6
Tabel 4.3.Distribusi Jenis Kelamin Responden di PSTW
Jenis Kelamin F %
Laki-laki 18 38.3
Perempuan 29 61.7
Total 47 100.0
Data primer (2015)
Tabel 4.3 ditunjukkan bahwa terbanyak responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 29 orang atau sebesar 61,7%. Lansia dengan jenis kelamin laki-laki ada sebanyak 18 orang atau sebesar 38,3%.
Tabel 4.4.Distribusi Tingkat Pendidikan Responden di PSTW
Tingkat Pendidikan f %
Tidak sekolah 28 59.6
SD 9 19.1
SMP SMA
Perguruan Tinggi
2 4 4
4.3 8.5 8.5
Total 47 100.0
Data primer (2015)
Responden terbanyak memiliki tingkat status pendidikan tidak bersekolah yaitu ada 28 lansia atau setara dengan 59.6%. Tingkat pendidikan terendah dari 47 responden yang ada adalah berpendidikan tingkat SMP yaitu sebanyak 2 orang atau sebesar 4,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar penghuni panti ini tidak sekolah. Alasan mereka tidak sekolah karena keterbatasan ekonomi. Saat mudanya ditemukan di jalan dalam keadaan tidak tahu keluarga dan asal.
(63)
7
Tabel 4.5.Distribusi Jenis Pekerjaan Responden di PSTW
Jenis Pekerjaan F %
PNS Wirausaha Buruh
3 9 6
6.4 19.1 12.8 Bekerja Informal 29 61.7
Total 47 100.0
Data primer (2015)
Data yang diperoleh dari pengurus PSTW mengungkapkan bahwa lansia yang ada di panti tersebut terbanyak awalnya di sektor informal yaitu ada 29 orang (61.7%). Lansia tersebut berstatus sebagai ibu rumah tangga. Lansia dengan status pekerjaan formal sebagai pegawai negeri sipil sebanyak 3 orang (6.4%).
4.1.1. Hasil Pengukuran
A. Pengukuran Cara Berpikir
Pengukuran cara berpikir positif lansia dengan mengisi kuesioner pola berpikir dengan jumlah 32 pertanyaan. Skor jawaban dari 32 pertanyaan tersebut berupa Skala Likert dengan skoring nilai 1-4. Skor masing-masing dari 32 jawaban responden ditampilkan dalam lampiran. Skor jawaban 32 pertanyaan tersebut kemudian dijumlahkan. Nilai rata-rata menjadi batas pengukuran apakah responden termasuk dalam kategori berpikir positif atau negatif sesuai dengan metode pengelompokan skor Likert metode klasifikasi berdasarkan nilai median rerata seluruh sample
Nilai rata-rata yang diperoleh dari seluruh populasi sampel sebesar 91,46. Skor yang berada di atas nilai rata-rata masuk ke dalam kategori berpikir positif sedangkan untuk skor yang berada di bawah nilai rata-rata
(64)
8
masuk dalam kategori berpikir negatif. Berikut ini deskripsi data nilai pengelompokan cara berpikir dari subjek penelitian dalam tabel 4.6.
Tabel 4.6. Kelompok Berpikir pada Responden Penelitian
Pola
Berpikir F %
Negatif 25 53.2
Positif 22 46.8
Total 47 100
Hasil dari pengukuran diketahui bahwa responden dengan pola pikir negatif lebih banyak dibanding yang berpikir positif. Ada sebanyak 25 orang (53,2%) lansia memiliki pola pikir yang negatif. Lansia dengan pola pikir positif dari 47 responden berjumlah 22 lansia atau sebesar 46,8%. B. Pengukuran tingkat Kognitif
Kuesioner pengukuran tingkat kognitif atau daya ingat berupa pertanyaan dari Kuisioner Mini Mental Stage Examination (MMSE). Kuisioner MMSE adalah kumpulan pertanyaan untuk mengukur skor daya kognitif (pertanyaan dan sistem skoring terlampir). Jumlah skor maksimal jawaban dari daftar pertanyaan kuisioner MMSE adalah 30. Hasil dari perhitungan dimasukan dalam 3 kategori sesuai klasifikasi kuisioner MMSE sebagai berikut:
Nilai: 24 -30 : Daya ingat baik Nilai: 17-23 : Daya ingat normal Nilai: 0-16 : Daya ingat kurang baik
(65)
9
Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Daya Ingat Lansia
Kategori F %
Daya ingat baik 5 10.6
Daya ingat normal 17 36.1
Daya ingat kurang baik 25 53.3
Total 47 100
Perhitungan kategori daya ingat dari 47 lansia diketahui bahwa ada sebanyak 5 orang (10.6%) lansia yang memiliki daya ingat baik dengan perolehan skor antara 24 sampai 30. Lansia dengan daya ingat normal ada sebanyak 17 orang (36.1%) dengan perolehan skor 17 hingga 23. Sebanyak 25 orang (53.3%) lansia berdaya ingat kurang baik dengan perolehan skor antara 0 hingga 16.
Setelah melakukan pengelompokan pola pikir lansia menjadi dua kategori yaitu positif dan negatif serta mengelompokan tingkat kognitif lansia menjadi tiga kelompok yang terdiri dari daya ingat baik, normal, dan kurang baik, dilakukan analisis guna mengetahui ada tidaknya perbedaan dan hubungan antara variabel daya ingat lansia dan variabel kebiasaan pola berpikir dengan menggunakan SPSS. Sebelum kedua uji tersebut perlu dilakukan uji normalitas Shapiro Wilk dengan hsail yang disajikan pada tabel 4.8.
Tabel 4.8. Uji Normalitas Shapiro Wilk p value Keterangan
0.000 Data terdisitribusi tidak normal
(1)
12 pendidikan yang rendah sehingga mempengaruhi pekerjaannya. Selain itu, kurangnya dukungan aktivitas seperti membaca buku atau membaca Al-Qur’an sehingga mempengaruhi daya ingat lansia. Lansia di PSTW yang mayoritas wanita juga menjadi pengaruh dalam berpikir negatif dikarenakan wanita lebih banyak was-was atau khawatir atas hal-hal yang belum terjadi.
Menutrut teori Calvin (2012), tingkat pendidikan seorang individu turut menentukan terbentuknya pola berpikir. Individu dengan pengalaman akses pendidikan tinggi cenderung memiliki pondasi logika yang runtut, sudut pandang luas, kepercayaan diri yang kuat dalam menghadapi masalah, serta pandangan optimis sehingga membentuk individu dengan pola pikir positif dan konstruktif . Lebih dari separuh lansia yang menjadi
responden penelitian ini tidak bersekolah, hal ini menjadi potensi penghambat terbentuknya pola pikir yang positif sehingga banyak ditemukan lansia dengan pola pikir negatif (53,2%).
Menurut teori Wahjudi (2011), pola pikir negatif terbentuk akibat dari tekanan dan stressor yang tidak teratasi dengan baik. Lansia di panti sebagian besar memiliki latar belakang tidak memiliki pekerjaan mapan di sektor formal dengan pendapatan finansial yang memuaskan. Sebelum masuk di PSTW kondisi ini mempengaruhi keadaan pola pikir ke arah negatif. Keadaan lansia di PSTW ini sesuai dengan pendapat Wahjudi (2011), Kemampuan menghadapi stress datang dari pola pikir positif dan rasa puas pada suatu pencapaian seperti kemampuan memenuhi kebutuhan hidup lewat pekerjaan yang mapan, kehidupan keluarga
(2)
13 harmonis hingga masa tua, dan interaksi lingkungan sosial yang heterogen.
Penelitian ini juga mengukur kemampuan daya ingat lansia berhubungan dengan jenis pola pikir. Hasil yang didapat menunjukan banyak lansia memiliki pola pikir negatif (25 orang) dan skor daya ingat yang kurang memuaskan, sementara jumlah lansia dengan daya ingat yang baik memiliki jumlah (22 orang) yang sedikit seperti halnya jumlah lansia dengan pola pikir positif. Kondisi daya ingat lansia di PSTW ini sesuai pendapat perry (2009), Faktor yang menentukan terpeliharanya fungsi kognitif dan daya ingat seorang dengan usia lanjut antara lain : kondisi riwayat kesehatan fisik dimasa lalu, tingkat potensi intelegensi, jenis kepribadian, dampak sosio-kultural, dan cara pola pikir.
Pola pikir negatif mendorong seseorang mengalami hambatan dalam memanfaatkan potensi kecerdasan, penyesuaian perilaku, dan kemampuan daya tangkap memori jangka panjang (Hardiwinoto, 2004). Beberapa teori inilah yang menjadi dasar pemahaman tentang hasil penelitian ini yang menunjukan hubungan antara pola pikir dan daya ingat pada lansia. Hasil analisa menunjukan hubungan bernilai positif searah, yang berarti semakin baik (positif) pola pikir seorang lansia semakin baik pula kemungkinan seorang lansia mendapatkan skor kemampuan daya ingat yang baik.
Kesimpulan
Terdapat hubungan antara berpikir positif dengan kemampuan daya ingat pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha. Lansia yang berpikir positif memiliki skor daya ingat yang
(3)
14 lebih baik dibandingkan lansia dengan pola pikir negatif.
Saran
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan referensi untuk perawatan kemampuan daya ingat dan pola berpikir pada lansia. Penelitian lebih lanjut tentu
perlu dilakukan untuk
menguji hasil penelitian ini di lokasi dan lingkup yang lebih luas.
2. Perlu dilakukan standarisasi kuisioner penilaian pola berpikir serta kuisioner penilaian kemampuan daya ingat lansia yang lebih detail dan terperinci.
3. Pada penelitian selanjutnya, analisis deskriptif lengkap lewat hasil wawancara perlu
dilakukan untuk mendapatkan gambaran hasil penelitian dengan lingkup lebih luas. Daftar Pustaka
1. Andini, Ayu dan Supriyadi (2013).Hubungan antara Berpikir Positif Dengan Harga Diri pada Lansia yang Tinggal di Panti Jompo di Bali. Jurnal Psikologi Udayana, Vol.1, No.1, Hal.131.
2. Dahlan, M. Sopiyudin, 2013.
Besaran Sampel dan Cara
pengambilan Sampel dalam
Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.
3. Damayanti Euis Sri dan
Purnamasari, Alfi (2011).
Berpikir Positif dan Harga Diri pada Wanita yang Mengalami Masa Premenopause.Humanitas Vol. VIII, No.2.
(4)
15 4. Dwitantyanov,Aswendo.,Hiday
ati, Farida., dan Sawitri, Dian
Ratna (2010). Pengaruh
Pelatihan Berpikir Positif Pada Efikasi Diri Akademik
5. Halim, Muhammad Abdul., Wiyanti,Sri dan Agustin, Rin Widya (2012). Keefektifan
Teknik Mnemotik untuk
Meningkatkan Memori Jangka Panjang dalam Pembelajaran Biologi pada Siswa Kelas VIII SMP Al-Islam 1 Surakarta. Jurnal Psikologi Chandrajiwa. Vol.1, No.2.
6. Hall, Calvin. S dan Gardner
Lindzey, 2012. Psikologi
Kepribadian 3 Teori-Teori
Sifat dan Bihavioristik.
Yogyakarta: kanisius.
7. Indriawati, Ratna, (2014). Buku Panduan Penulisan Karya Tulis
Ilmiah (KTI) Naskah Publikasi
dan Etika Penelitian.
Yogyakarta : penerbit Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
8. Mahasiswa (Study Eksperimen
Pada Mahasiswa Fakultas
Psikologi Undip Semarang.
Jurnal Psikologi Undip Vol.8, No.2, Hal.137.
9. Mahayyun, Shofria Ihda (2008).
Pelaksanaan Pembinaan
Keagamaan para Lansia Muslim di Panti Sosial Tresna Wedha Yoyakarta Unit Budhi Luhur Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah strata satu. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
(5)
16 10. Nugroho, Wahjudi. 2011.
Keperawatan Gerontik dan
Genetika. Jakarta : EGC.
11. Potter and Perry, 2009. Buku Ajar Fundamental Keerawatan. Jakarta: EGC.
12. Pranarka, Kris (2006). Penerapan Geriatrik Kedokteran Menuju Usia Lanjut yang Sehat. Jurnal Universa Medicina. Vol.25 No.4.
13. Raharjo, Trubus (2009).
Memahami Perbedaan
Kemampuan Daya Ingat pada Individu Dengan Pengaruh Stimulasi Visual dan Stimulasi Verbal. Penelitian Mawas Juni.
14. Rohmah, Alfina Shofia Nur dan Santoso, Totok Budi (2013).
Kejadian Demensia dan
Gangguan Gerak pada Wanita
Lanjut Usia.Prosiding Seminar Nasional Food Habit and Degenerative Diseases.
15. Santoso, Totok Budi dan Rohmah, Alfina Shofia Nur (2011). Gangguan Gerak dan Fungsi Kognitif pada Wanita Lanjut Usia.Jurnal Kesehatan,
ISSN 1979-7621, Vol.4,
No.1, Hal.41-57.
16. Setiabudhi dan Hardiwinoto,
2004. Panduan Gerontologi
Tinjauan Dari Berbagai Aspek.
Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
17. Sitanggang, Paskah Aprianti
(2009). Pengaruh Tayangan
Humor terhadap Tingkat
Peningkatan Memori pada
Mahasiswa Fakultas Psikologi
(6)
17 Karya Tulis Ilmiah strata satu. Universitas Sumatra Utara.
18. Susanto, Yuliana.,
Djojosoewarno, Pinandjojo dan
Rosnaeni (2009). Pengaruh
Olahraga Ringan terhadap
Memori Jangka Pendek pada Wanita Dewasa. Jurnal
Ksehatan Masyarakat. Vol.8, No.2.Hal.144-150.
19. Untari, Ida dan Rohmawati (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Usia Pertengahan dalam
Menghadapi Proses Menua
(Aging Process). Jurnal
Keperawatan Akper 17
Karanganyar.Vol.1, No.2,
Hal.84.
20. Wahyuningsih, Sri (2014).
Hubungan Shalat Terhadap
Kesiapan Menghadapi Kematian
pada Lansia di Wilayah
Kelurahan Gondrong Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang.Karya
Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta.
Psikologi Universitas Sumatra Utara. Karya Tulis Ilmiah strata satu. Universitas Sumatra Utara.