Tabel 4.2 ditunjukkan bahwa terbanyak responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 29 orang atau sebesar 61,7. Lansia dengan jenis kelamin laki-laki ada
sebanyak 18 orang atau sebesar 38,3.
Tabel 4.3.Distribusi Tingkat Pendidikan Responden di PSTW
Tingkat Pendidikan f
Tidak sekolah 28
59,6 SD
9 19,1
SMP SMA
Perguruan Tinggi 2
4 4
4,3 8,5
8,5 Total
47 100,0
Data primer 2015 Responden terbanyak memiliki tingkat status pendidikan tidak bersekolah yaitu ada
28 lansia atau setara dengan 59,6. Tingkat pendidikan terendah dari 47 responden yang ada adalah berpendidikan tingkat SMP yaitu sebanyak 2 orang atau sebesar 4,3. Hasil
ini menunjukkan bahwa sebagian besar penghuni panti ini tidak sekolah. Alasan mereka tidak sekolah karena keterbatasan ekonomi. Saat mudanya ditemukan di jalan dalam
keadaan tidak tahu keluarga dan asal
Tabel 4.4.Distribusi Jenis Pekerjaan Responden di PSTW
Jenis Pekerjaan f
PNS Wirausaha
Buruh 3
9 6
6,4 19,1
12,8 Bekerja Informal
29 61,7
Total 47
100,0 Data primer 2015
Data yang diperoleh dari pengurus PSTW mengungkapkan bahwa lansia yang ada di panti tersebut terbanyak awalnya di sektor informal yaitu ada 29 orang 61.7. Lansia
tersebut berstatus sebagai ibu rumah tangga. Lansia dengan status pekerjaan formal sebagai pegawai negeri sipil sebanyak 3 orang 6.4.
2. Hasil Pengukuran
a. Pengukuran Cara Berpikir
Pengukuran cara berpikir positif lansia dengan mengisi kuesioner pola berpikir dengan jumlah 32 pertanyaan. Skor jawaban dari 32 pertanyaan tersebut berupa Skala
Likert dengan skoring nilai 1-4. Skor masing-masing dari 32 jawaban responden ditampilkan dalam lampiran. Skor jawaban 32 pertanyaan tersebut kemudian
dijumlahkan. Nilai rata-rata menjadi batas pengukuran apakah responden termasuk dalam kategori berpikir positif atau negatif sesuai dengan metode pengelompokan
skor Likert metode klasifikasi berdasarkan nilai median rerata seluruh sampel. Nilai rata-rata yang diperoleh dari seluruh populasi sampel sebesar 91,46. Skor
yang berada di atas nilai rata-rata masuk ke dalam kategori berpikir positif sedangkan untuk skor yang berada di bawah nilai rata-rata masuk dalam kategori berpikir
negatif. Berikut ini deskripsi data nilai pengelompokan cara berpikir dari subyek penelitian dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5. Kelompok Berpikir pada Responden Penelitian
Pola Berpikir
F Negatif
25 53,2
Positif 22
46,8 Total
47 100,0
Data primer 2015 Hasil dari pengukuran diketahui bahwa responden dengan pola pikir negatif
lebih banyak dibanding yang berpikir positif. Ada sebanyak 25 orang 53,2 lansia memiliki pola pikir yang negatif. Lansia dengan pola pikir positif dari 47 responden
berjumlah 22 lansia atau sebesar 46,8.
b. Pengukuran Tingkat Kognitif
Kuesioner pengukuran tingkat kognitif atau daya ingat berupa pertanyaan dari Kuisioner Mini Mental Stage Examination MMSE. Kuisioner MMSE adalah
kumpulan pertanyaan untuk mengukur skor daya kognitif pertanyaan dan sistem skoring terlampir. Jumlah skor maksimal jawaban dari daftar pertanyaan kuisioner
MMSE adalah 30. Hasil dari perhitungan dimasukan dalam 3 kategori sesuai klasifikasi kuisioner MMSE sebagai berikut:
Nilai: 24 -30 : Daya ingat baik
Nilai: 17-23 : Daya ingat normal
Nilai: 0-16 : Daya ingat kurang baik
Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Daya Ingat Lansia
Kategori F
Daya ingat baik 5
10,6 Daya ingat normal
17 36,1
Daya ingat kurang baik 25
53,3 Total
47 100,0
Data primer 2015 Perhitungan kategori daya ingat dari 47 lansia diketahui bahwa ada sebanyak 5
orang 10.6 lansia yang memiliki daya ingat baik dengan perolehan skor antara 24 sampai 30. Lansia dengan daya ingat normal ada sebanyak 17 orang 36.1 dengan
perolehan skor 17 hingga 23. Sebanyak 25 orang 53.3 lansia berdaya ingat kurang baik dengan perolehan skor antara 0 hingga 16.
Setelah melakukan pengelompokan pola pikir lansia menjadi dua kategori yaitu positif dan negatif serta mengelompokan tingkat kognitif lansia menjadi tiga
kelompok yang terdiri dari daya ingat baik, normal, dan kurang baik, dilakukan analisis guna mengetahui ada tidaknya perbedaan dan hubungan antara variabel daya