PENGALAMAN PASIEN DIABETES MELITUS DALAM PERAWATAN LUKA DIABETIK DI KELURAHAN KALIKAJAR KABUPATEN WONOSOBO

(1)

DALAM PERAWATAN LUKA DIABETIK

DI KELURAHAN KALIKAJAR KABUPATEN WONOSOBO

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

ASRI PRADHANI KUSUMA LAILY 20120320058

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

iii Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Asri Pradhani Kusuma Laily

NIM : 20120320058

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar – benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta,

Yang membuat pernyataan,


(3)

iv

limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Pengalaman Pasien Diabetes Melitus Dalam Perawatan Luka Diabetik Di Kelurahan Kalikajar Kabupaten Wonosobo”.

Pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini banyak mendapatkan masukan dan bantuan dari berbagai pihak baik kritik, saran, dan motivasi. Untuk itu pada kesempatan ini dengan ketulusan dan kerendahan hati, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Almh. Ibu Yuni Permatasari Istanti.,Ns.,M.Kep.,Sp.KMB.,CWCS

2. Ibu Ema Waliyanti,S.Kep., Ns., M.Ph selaku pembimbing yang senantiasa mengarahkan penulis sehingga bisa mencapai penelitian yang maksimal dan optimal.

3. Ibu Yanuar Primanda, S.Kep., Ns., MNS., HNC yang telah memberikan kritik dan masukan untuk penulis sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

4. Dr. Andre Setya Kurniawan selaku kepala Puskesmas Kalikajar 1.

5. Ibu Ellna Amperawati, S.Pd., M.Pd dan Bapak Surahono, S.Pd yang telah memberikan doa, support dan dukungannya.

6. Keluarga besar Apoen Soedijono

7. Teman – teman Tim Ibu Yuni (Indah, Suci, Astna, Elvira, Novia, Nadia, Risni) dan Tim Ibu Ema (Yudan, Agil, Deby)

8. Sahabat – sahabatku Opi, Gina, Reyzal, Bima, Seli, Novi, Sandy, Maula, Maulida, Arum dan seluruh teman – teman PSIK 2012.


(4)

v

10. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Peneliti sangat menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan pengetahuan. Oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk perbaikan di kemudian hari. Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan bagi pembaca pada umumnya,

Yogyakarta, Agustus 2016 Peneliti.


(5)

vi

Halaman Judul ... i Halaman Pengesahan... ii Pernyataan Keaslian Tulisan... Kata Pengantar...

iii iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel dan gambar... Abstrak...

vii viii BAB I : PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang ... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Penelitian Terkait ...

1 1 7 8 8 9 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ...

A. Pengalaman ... B. Diabetes Melitus ... C. Luka Diabetik ... D. Manajemen Luka Diabetik ... E. Pencegahan Luka Kembali...

11 11 12 18 26 35 F. Kerangka Konsep... 37 BAB III : METODE PENELITIAN ...

A. Jenis Penelitian ... B. Lokasi dan Waktu ... C. Definisi Operasional... D. Partisipan... E. Instrumen Penelitian... F. Metode Pengumpulan Data... G. Prosedur Pengumpulan Data... H. Teknik Analisa Data ... I. Kesulitan Penelitian... J. Etika Penelitian...

38 38 38 39 39 40 40 41 43 43 43 H. Keabsahan Data... 45 BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN... 46

A. Hasil Penelitian... B. Pembahasan...

46 62 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 87 A. Kesimpulan ... 87 B. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA


(6)

vii Tabel 2. Pengkajian riwayat

Tabel 3. Komponen pengkajian kaki diabetes Tabel 4. Karakteristik partisipan

Gambar.1 Kerangka Konsep

Gambar.2 Pengalaman pasien dalam perawatan luka diabetik Gambar 3. Alur perawatan luka partisipan


(7)

viii

Asri Pradhani Kusuma Laily1, Ema Waliyanti2, Yuni Permatasari Istanti2 1

Nursing Student of FKIK UMY, 2Lecturer Nusrsing Science Program of FKIK UMY

ABSTRACT

Background : Neuropathy is one of cause the infection and possible amputation. Lack of proper wound care can be affect the condition of the wound and slow healing.

Objective : Knowing how the experienced of patients with diabetes mellitus in diabetic wound care in Kalikajar Village Wonosobo Regency.

Methods : This study is qualitative research with descriptive phenomenology methode. Participants in this study has 9 people were taken by purposive sampling included 4 patients who had diabetes mellitus Diabetic wounds, 4 family members of patients, and one health worker. Data collected with in-depth interviews and observation. Data analyzed used code open 4:02.

Results :The results showed that improper handling in the event of injuries and the absence of the initial handler lead leg wound infections that lead to amputation or surgery. Participants clean the wound with methylated liquid and wash it under running water when there are injuries. Participants furhter treatment, underwent surgery and amputation. The treatment include debridement, cleansing, used of topical medications and dressings. Control infection by antibiotic drug consumption based on prescription and used of topical antibiotics. Factors affecting the wound care is the level of knowledge of participants. Knowledge and understanding of participants on diabetic wound care is still lacking because less of exposure to information about disease management of diabetes and its complications management. Participants are aware of the importance of the prevention of re-injury. Efforts are made participants in the prevention of back injuries include environmental management, food control, routine health control, blood sugar control with medication (pharmacological treatment), foot wear and nail care.

Conclusion : Knowledge and understanding of participants on diabetic wound care is still lacking. Experiences in diabetic wound care including early diabetic wound care and further treatment.


(8)

ix

Asri Pradhani Kusuma Laily Ema Waliyanti , Yuni Permatasari Istanti 1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UMY, 2Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY

INTISARI

Latar belakang : Neuropati merupakan salah satu penyebab terjadinya infeksi dan kemungkinan amputasi. Perawatan luka yang kurang tepat dapat mempengaruhi kondisi luka dan memperlambat penyembuhannya.

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui bagaimana pengalaman pasien diabetes melitus dalam perawatan luka diabetik di Kelurahan Kalikajar Kabupaten Wonosobo.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi deskriptif. Partisipan pada penelitian ini diambil secara purposive sampling berjumlah 9 orang yang terdiri dari 4 pasien diabetes melitus yang pernah mengalami luka diabetik, 4 orang anggota keluarga pasien, dan 1 perawat Puskesmas Kalikajar 1. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan observasi. Analisa data menggunakan bantuan software open code 4.02.

Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan yang tidak tepat pada saat terjadi luka dan tidak adanya penangan awal luka mengakibatkan kaki infeksi yang menyebabkan amputasi atau operasi. Partisipan membersihkan luka dengan cairan spirtus dan mencucinya dengan air mengalir pada saat ada luka. Pada perawatan lanjutan, partisipan menjalani operasi dan amputasi. Perawatan yang dijalani partisipan meliputi debridement, cleansing, penggunaan obat topikal, dan dressing. Kontrol infeksi dengan cara konsumsi obat antibiotik berdasarkan resep dokter dan penggunaan antibiotik topikal. Faktor yang mempengaruhi perawatan luka partisipan adalah tingkat pengetahuan. Pengetahuan dan pemahaman partisipan tentang perawatan luka diabetik masih kurang yang disebabkan kurangnya paparan informasi tentang manajemen penyakit DM dan manajemen komplikasinya. Partisipan menyadari pentingnya pencegahan luka kembali. Upaya yang dilakukan partisipan dalam pencegahan luka kembali meliputi manajemen lingkungan, kontol makanan, kontrol kesehatan rutin, kontrol gula darah dengan obat (terapi farmakologi), serta perawatan kuku kaki dan pemakaian alas kaki.

Kesimpulan : Pengetahuan dan pemahaman partisipan tentang perawatan luka diabetik masih kurang. Pengalaman dalam perawatan luka diabetik yang dijalani partisipan meliputi perawatan awal luka dan perawatan lanjutan.


(9)

(10)

Asri Pradhani Kusuma Laily1, Ema Waliyanti2, Yuni Permatasari Istanti2 1

Nursing Student of FKIK UMY, 2Lecturer Nusrsing Science Program of FKIK UMY

ABSTRACT

Background : Neuropathy is one of cause the infection and possible amputation. Lack of proper wound care can be affect the condition of the wound and slow healing.

Objective : Knowing how the experienced of patients with diabetes mellitus in diabetic wound care in Kalikajar Village Wonosobo Regency.

Methods : This study is qualitative research with descriptive phenomenology methode. Participants in this study has 9 people were taken by purposive sampling included 4 patients who had diabetes mellitus Diabetic wounds, 4 family members of patients, and one health worker. Data collected with in-depth interviews and observation. Data analyzed used code open 4:02.

Results :The results showed that improper handling in the event of injuries and the absence of the initial handler lead leg wound infections that lead to amputation or surgery. Participants clean the wound with methylated liquid and wash it under running water when there are injuries. Participants furhter treatment, underwent surgery and amputation. The treatment include debridement, cleansing, used of topical medications and dressings. Control infection by antibiotic drug consumption based on prescription and used of topical antibiotics. Factors affecting the wound care is the level of knowledge of participants. Knowledge and understanding of participants on diabetic wound care is still lacking because less of exposure to information about disease management of diabetes and its complications management. Participants are aware of the importance of the prevention of re-injury. Efforts are made participants in the prevention of back injuries include environmental management, food control, routine health control, blood sugar control with medication (pharmacological treatment), foot wear and nail care.

Conclusion : Knowledge and understanding of participants on diabetic wound care is still lacking. Experiences in diabetic wound care including early diabetic wound care and further treatment.


(11)

Asri Pradhani Kusuma Laily Ema Waliyanti , Yuni Permatasari Istanti 1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UMY, 2Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY

INTISARI

Latar belakang : Neuropati merupakan salah satu penyebab terjadinya infeksi dan kemungkinan amputasi. Perawatan luka yang kurang tepat dapat mempengaruhi kondisi luka dan memperlambat penyembuhannya.

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui bagaimana pengalaman pasien diabetes melitus dalam perawatan luka diabetik di Kelurahan Kalikajar Kabupaten Wonosobo.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi deskriptif. Partisipan pada penelitian ini diambil secara purposive sampling berjumlah 9 orang yang terdiri dari 4 pasien diabetes melitus yang pernah mengalami luka diabetik, 4 orang anggota keluarga pasien, dan 1 perawat Puskesmas Kalikajar 1. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan observasi. Analisa data menggunakan bantuan software open code 4.02.

Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan yang tidak tepat pada saat terjadi luka dan tidak adanya penangan awal luka mengakibatkan kaki infeksi yang menyebabkan amputasi atau operasi. Partisipan membersihkan luka dengan cairan spirtus dan mencucinya dengan air mengalir pada saat ada luka. Pada perawatan lanjutan, partisipan menjalani operasi dan amputasi. Perawatan yang dijalani partisipan meliputi debridement, cleansing, penggunaan obat topikal, dan dressing. Kontrol infeksi dengan cara konsumsi obat antibiotik berdasarkan resep dokter dan penggunaan antibiotik topikal. Faktor yang mempengaruhi perawatan luka partisipan adalah tingkat pengetahuan. Pengetahuan dan pemahaman partisipan tentang perawatan luka diabetik masih kurang yang disebabkan kurangnya paparan informasi tentang manajemen penyakit DM dan manajemen komplikasinya. Partisipan menyadari pentingnya pencegahan luka kembali. Upaya yang dilakukan partisipan dalam pencegahan luka kembali meliputi manajemen lingkungan, kontol makanan, kontrol kesehatan rutin, kontrol gula darah dengan obat (terapi farmakologi), serta perawatan kuku kaki dan pemakaian alas kaki.

Kesimpulan : Pengetahuan dan pemahaman partisipan tentang perawatan luka diabetik masih kurang. Pengalaman dalam perawatan luka diabetik yang dijalani partisipan meliputi perawatan awal luka dan perawatan lanjutan.


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gaya hidup modern dengan pilihan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat hingga menyebabkan peningkatan jumlah penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular (Flora et al, 2013). Penyakit tidak menular sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Salah satu penyakit tidak menular yang menarik perhatian adalah diabetes melitus (DM). Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes,2013) bagi pembangunan kesehatan di Indonesia, diabetes melitus merupakan ancaman serius yang dapat menimbulkan kebutaan, gagal ginjal, luka kaki diabetes (gangrene) yang mengakibatkan amputasi, penyakit jantung dan stroke.

Diabetes atau diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif. Insulin sendiri adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah, akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah atau hiperglikemia. (Kemenkes,2013)

World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2010 bahwa 60% penyebab kematian semua umur adalah karena penyakit tidak menular. Diabetes melitus menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat diabetes dan 4% meninggal


(13)

dibawah usia 70 tahun. Tahun 2030, diperkirakan diabetes melitus menempati urutan ke-7 penyebab kematian dunia. Sementara di Indonesia, pada tahun 2030 diperkirakan akan memiliki penyandang diabetes melitus sebanyak 21,3 jiwa. Menurut International Diabetes Federation (IDF) lebih dari 371 juta orang di dunia yang berusia 20-79 tahun memiliki diabetes. Perkiraan terakhir IDF, terdapat 382 juta orang di dunia yang hidup dengan diabetes pada tahun 2013. Tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang, dimana 382 juta orang tersebut, diperkirakan 175 juta diantaranya belum terdiagnosis sehingga terancam berkembang progresif menjadi komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan. Indonesia berada di urutan ke-7 dengan prevalensi diabetes tertinggi dibawah China, India, USA, Brazil, Rusia dan Mexico. (Kemenkes, 2013)

Angka kejadian dan komplikasi diabetes melitus cukup tersebar dibeberapa daerah di Indonesia sehingga bisa dikatakan sebagai salah satu masalah nasional yang harus mendapatkan perhatian lebih. Salah satu komplikasi penyakit diabetes melitus yang paling sering dijumpai adalah kaki diabetik (diabetic foot) yang ber-manifestasikan sebagai ulkus, infeksi dan gangren(Flora et.al, 2013). Sebanyak 1785 penderita diabetes melitus di Indonesia mengalami komplikasi neuropati sebanyak 63,5%, retinopati 42%, kaki diabetik 15%, nefropati 7,3%, makrovaskuler 6% dan mikrovaskuler 6 %. (Soewondo, Purwanti dalam Novitasari, 2015)

Neuropati diabetik merupakan salah satu penyebab terjadinya masalah pada area ekstremitas khususnya ekstremitas bawah (periperal


(14)

neuropathy) yang dapat menyebabkan nyeri, kesemutan, dan berkurang atau hilangnya fungsi indera perasa yang memungkinkan terjadinya luka yang menyebabkan infeksi serius dan kemungkinan amputasi. Amputasi pada penderita diabetes dapat dicegah dengan pemeriksaan dan perawatan kaki secara teratur. Luka diabetik merupakan luka kronis yang terjadi sebagai akibat komplikasi makrovaskular dan neuropati DM. Perawatan luka yang kurang tepat dapat mempengaruhi kondisi luka dan memperlambat penyembuhannya. (IDF, 2015)

Pasien diabetes melitus dengan komplikasi luka diabetik dapat mengalami permasalahan yang bersifat fisik, psikologis dan sosial yang merupakan kondisi dimana bisa mengakibatkan tekanan bahkan hambatan dalam proses pengobatan dan perawatan luka diabetik. Rutinitas konsumsi obat, melakukan diet sesuai anjuran dan tingkat pengetahuan tentang cara perawatan luka diabetikbisa menimbulkan perasaan bosan dengan hidup yang selalu dibatasi, merasa sedih dan putus asa karena sudah tidak bisa beraktivitas lagi layaknya orang normal dan merasa menjadi beban untuk keluarganya. (Widhiasir, 2012)

Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Aliasgharpour & Nayeri (2012) menunjukkan bahwa pasien dengan kondisi luka diabetik mengalami penurunan kualitas hidup karena berkurangnya mobilisasi dan kecacatan yang dialami. Kondisi tersebut menyebabkan timbulnya citra tubuh yang negatif pada pasien. Aliasgharpour & Nayeri (2012) menyatakan bahwa faktor perilaku efektif untuk pengobatan luka diabetik, tetapi kebanyakan pasien


(15)

tidak mengikuti anjuran petugas kesehatansecara menyeluruh dan tidak benar benar memahami prosedur perawatan untuk luka diabetik.

Hasil temuan dari penelitian tersebut menunjukkan perbedaan pengalaman pasien berkaitan dengan kelanjutan manajemen penyakitnya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa manajemen penyakit yang buruk menyebabkan penyakit lain dan komplikasi seperti luka diabetik. Strategi pasien dalam menghadapi luka diabetik dipengaruhi oleh pengalaman mereka, kesadaran dan sikap. Petugas kesehatan memiliki peran penting untuk membangun atau memotivasi pasien agar terbentuk perilaku yang efektif dalam perawatan luka diabetik. Kurangnya edukasi tentang penanganan penyakit yang diderita, pencegahan komplikasi dan perawatan luka serta pelayanan atau perawatan kurang baik dari petugas kesehatan dapat menyebabkan kondisi kesehatan dan komplikasi yang semakin memburuk hingga berujung amputasi.Lemahnya kinerja petugas kesehatan, kurangnya tingkat pengetahuan, tidak adanya kerja tim, dan kurangnya fasilitas menyebabkan lemahnya teknik perawatan pasien dengan luka diabetik.(Aliasgharpour & Nayeri, 2012)

Penelitian yang dilakukan Herminet al, (2012) tentang analisis teknik perawatan luka pada penderita diabetes melitus menyebutkan perawatan luka diabetik adalah manajemen ulkus diabetik yang dilakukan secara komprehensif melalui upaya mengatasi, menghilangkan atau mengurangi infeksi hingga luka sembuh total. Hasil penelitian tersebut menunjukkan dari 30 responden terdapat 63,3% menggunakan peralatan lengkap dan 35,7% tidak


(16)

menggunakan peralatan lengkap, 73,3% responden melakukan perawatan sesuai prosedur perawatan dan 25,7% tidak sesuai dengan prosedur perawatan, serta 56,7% melakukan prinsip perawatan steril dan 43,3% tidak melakukan perawatan dengan prinsip steril. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden melakukan perawatan luka sesuai dengan prosedur (73,3%). Hasil wawancara, perawatan dilakukan oleh perawat spesialis luka satu kali dalam dua hari atau tergantung dari keadaan luka yang memungkinkan untuk dilakukan perawatan. Hasil observasi, prinsip perawatan yang dilakukan responden secara umum berada pada taraf steril namun dengan nilai yang masih minim (56,7%) untuk ukuran rumah sakit tipe A. Perawatan luka diabetik merupakan manajemen luka diabetik yang dilakukan secara komprehensif melalui upaya mengatasi infeksi, menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridement, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergency. Penelitian tersebut disimpulkan bahwa sebagian besar responden telah menerapkan teknik perawatan yang cukup baik dengan pendekatan multidisiplin meliputi kelengkapan alat dan bahan, sesuai dengan prosedur pelaksanaan dan prinsip sterilisasi. Salah satu faktor yang menyebabkan perawatan luka tidak dilakukan sesuai prosedur adalah karena rumah sakit sendiri tidak memiliki SOP atau jika rumah sakit memiliki SOP, tiak dipajang di tempat yang mudah dibaca dan hanya disimpan sebagai arsip sehingga tidak memungkinkan bagi perawat untuk melihatnya.


(17)

Hasi studi pendahuluan di wilayah kerja Puskesmas Kalikajar 1 menunjukkan terdapat peningkatan jumlah pasien diabetes melitus setiap tahunnya. Data dari tahun 2011 – Oktober 2015 tercatat 564 jumlah pasien diabetes melitus di Kecamatan Kalikajar. Data ini di ambil berdasarkan temuan kasus baru pada posyandu yang dilakukan setiap bulannya. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada 4 pasien menunjukkan bahwa masih rendahnya pengetahuan tentang teknik perawatan luka sesuai dengan keadaan luka yang di deritanya. Terdapat 2 pasien yang tidak mengetahui cara penanganan terhadap penyakit yang dideritanya. Pasien tidak berani untuk melakukan perawatan luka secara mandiri karena takut akan memperburuk kondisi luka. Mereka hanya mengandalkan tenaga kesehatan dalam proses perawatan luka dengan datang ke puskesmas atau bidan terdekat.

Teknik pembersihan luka yang dilakukan oleh pasien juga berbeda. Satu orang pasien membersihkan luka dengan cairan spirtus. Dua orang pasien yang membersihkan luka dengan air hangat saja ketika mengetahui ada luka di kakinya dan diberikan povide iodine. Seluruh pasien menggunakan NaCl untuk membersihkan luka setelah mendapatkan tindakan di rumah sakit. Perawatan luka tetap dilakukan oleh petugas kesehatan yang melakukan home visit. Keluarga pasien juga tidak memahami tentang teknik perawatan luka sesuai dengan keadaan luka diabetik yang diderita anggota keluarganya. Pasien juga mengeluhkan proses penyembuhan luka yang lama dan banyaknya biaya yang harus dikeluarkan untuk proses perawatan dan pengobatan mereka.


(18)

Pengalaman penyakit dan manajemen penyakit serta kesinambungan perawatan penyakit bisa digunakan sebagai gambaran untuk proses klarifikasi perawatan luka pada pasien dengan luka diabetik. Pengalaman penyakit yang berhubungan dengan manajemen penyakit dan kesinambungan perawatan dapat menjadi pembelajaran tentang bagaimana mereka menghadapi penyakit beserta komplikasinya.

B. Rumusan Masalah

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multisistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kinerja insulin yang tidak adekuat. Salah satu komplikasi diabetes melitus adalah luka diabetik dimana manifestasinya tidak disadari sehingga menimbulkan infeksi atau gangren. Luka diabetik merupakan penyebab terjadinya amputasi pada pasien diabetes melitus.

Mengalami luka diabetik bukanlah hal yang mudah untuk penderita diabetes melitus. Menurunnya suplai oksigen dan nutrisi serta perawatan luka yang tidak tepat dapat mempengaruhi kondisi luka dan memperlambat penyembuhannya. Sebagian pasien yang masih produktif, luka diabetik akan sangat mengganggu dalam beraktifitas sehari – hari. Karena itu masalah yang diangkat adalah bagaimana pengalaman penderita diabetes melitus dalam perawatanluka diabetik ?


(19)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana pengalaman pasien diabetes melitus dalam perawatan luka diabetik

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui bagaimana teknik pembersihan luka diabetik ? b. Mengetahui bagaimana pemilihan balutan luka diabetik ? c. Mengetahui bagaimana pengelolaan infeksi luka diabetik ?

d. Mengetahui bagaimana pencegahan terjadinya luka diabetik terulang ? D. Manfaat Penelitian

1. Untuk Pasien dan Keluarga

a) Pasien dapat berbagi pengalaman sehingga penderita diabetes melitus yang lain dapat terhindar dari luka diabetik

b) Pasien dapat menerapkan upaya pencegahan terulangnya luka kembali c) Pasien dapat mengklarifikasi manajemen penyakit dan perawatan luka

diabetik yang sudah diterapkan 2. Untuk pelayanan kesehatan

Meningkatkan pelayanan terhadap pasien diabetes melitus dengan komplikasi luka diabetik melalui manajemen luka diabetik yang dilakukan secara holistik dan komprehensif.

3. Untuk Perkembangan Ilmu Keperawatan

a) Menambah teori baru mengenai pengalaman pasien diabetes melitus dalam perawatan luka diabetik


(20)

b) Menambah data dan kepustakaan yang berhubungan dengan pengalaman pasien diabetes melitus dalam perawatan luka diabetik 4. Untuk Penelitian selanjutnya

Penelitian ini dapat menjadi rujukan penelitian lain yang memiliki minat dan perhatian pada fokus penelitian ini, yaitu pengalaman pasien diabetes melitus dalam perawatan luka diabetik.

E. Penelitian Terkait

1. ”The Care Process of Diabetic Foot Ulcer Patients : A Qualitative Study in Iran” oleh Aliasgharpour & Nayeri (2012).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan grounded theory method (GT). Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling untuk pasien dengan ulkus kaki diabetik dengan jumlah partisipan 17 orang yang terdiri dari 11 pasien yang menderita kaki diabetik, 4 dokter, 1 kepala perawat dan 1 perawat. Pengumpulan data dengan wawancara dan data demografi. Hasil dari penelitian ini adalah tiga tema utama yang terdiri dari sub-tema yang berbeda. Tiga tema utama dari penelitian ini adalah 1. Manajemen penyakit dengan sub-tema kesadaran (awareness), perhatian (attention), sikap pasien (patient’s attitude), dan kontrol. 2. Pengalaman penyakitdengan sub-tema penyesalan (regret), perasaan tidak nyaman (discomfort) dan keluhan pasien (complaints by patients). 3. Kesinambungan perawatan dengan sub-tema kinerja tim terapi (Therapeutic team’s performance), kerja tim


(21)

(team work), dan kurangnya sumber daya manusia (shortage of human resources).

Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu, lokasi penelitian, waktu penelitian, teknik pengumpulan data, dan subjek penelitian.

2. “Analisis Teknik Perawatan Luka Pada Penderita Diabetes Melitus di RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar” oleh Hermin, Bahruddin,

&Suarnianti (2012).

Penelitian ini merupakan penelitiandengan metode deskriptif dengan menggunakan rancangan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan accidental sampling dengan 30 orang responden. Pengumpulan data dengan data primer dari observasi dan wawancara. Pengolahan data dengan cara editing, coding, tabulasi data dan analisa data secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan dari 30 responden terdapat 63,3% menggunakan peralatan lengkap dan 35,7% tidak menggunakan peralatan lengkap, 73,3% responden melakukan perawatan sesuai prosedur perawatan dan 25,7% tidak sesuai dengan prosedur perawatan, serta 56,7% melakukan prinsip perawatan steril dan 43,3% tidak melakukan perawatan dengan prinsip steril.

Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu, metode penelitian, lokasi penelitian, waktu penelitian, teknik pengumpulan data, dan subjek penelitian.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Pengalaman a. Definisi

Pengalaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami, dijalani maupun dirasakan, baik sudah lama maupun yang baru saja terjadi (Mapp dalam Saparwati,2012). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertantu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi (Bapistaet al,dalam Saparwati, 2012). Pengalaman adalah pengamatan yang merupakan kombinasi pengelihatan, penciuman, pendengaran serta pengalaman masa lalu (Notoatmojo dalam Saparwati, 2012). Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani maupun dirasakan yang kemudian disimpan dalam memori.

Pengalaman merupakan peristiwa yang tertangkap oleh panca indera dan tersimpan dalam memori. Pengalaman dapat diperoleh ataupun dirasakan saat peristiwa baru saja terjadi maupun sudah lama berlangsung. Pengalaman yang terjadi dapat diberikan kepada siapa saja untuk digunakan dan menjadi pedoman serta pembelajaran manusia. (Notoatmojodalam Saparwati,2012)


(23)

b. Faktor yang mempengaruhi pengalaman

Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda walaupun melihat suatu obyek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh : tingkat pengetahuan dan pendidikan seseorang, pelaku atau faktor pada pihak yang mempunyai pengalaman, faktor obyek atau target yang dipersepsikan dan faktor situasi dimana pengalaman itu dilakukan. Umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup setiap individu juga ikut menentukan pengalaman. (Notoatmojo dalam Saparwati,2012)

Pengalaman setiap orang terhadap suatu obyek dapat berbeda – beda karena pengalaman mempunyai sifat subyektif, yang dipengaruhi oleh isi memorinya. Apapun yang memasuki indera dan diperhatikan akan disimpan di dalam memorinya dan akan digunakan sebagai referensi untuk menanggapi hal yang baru.

2. Diabetes Melitus a. Definisi

Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multisistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kinerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Sudart dalam Hidayat & Nurhayati, 2014).Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang disebabkan karena keturunan atau karena kekurangan produksi insulin oleh pangkreas,


(24)

atau tidak efektifnya insulin yang dihasilkan (WHO,2015). Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit sebagai akibat dari kelainan metabolisme yang disebabkan karena ketidakmampuan pangkreas menghasilkan insulin, sehingga waktu kerja insulin menjadi terhambat dan mengakibatkan kadar gula darah meningkat. (Juwiningtyas, 2014)

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua – duanya (Sukatemin, 2013). Dari beberapa pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolisme dengan karakteristik hiperglikemia yang disebabkan karena keturunan atau kurangnya produktifitas insulin atau tidak sensitifnya insulin.

b. Tanda dan Gejala

Deteksi dan pengobatan diabetes secara dini dapat menurunkan resiko berkembangnya komplikasi diabetes. Tanda dan gejala diabetes pada setiap individu bisa berbeda dan kadang tidak ada tanda gejala yang muncul. Beberapa gejala umum yang dialami seperti sering buang air kecil, rasa haus berlebih, sering merasa lapar, kelelahan, kurang konsentrasi, kesemutan atau mati rasa di tangan atau kaki, pengelihatan kabur, infeksi, lambatnya penyembuhan luka, dan berat badan turun. (IDF, 2015; ADA ,2015)

Gejala klinis yang muncul pada pasien diabetes melitus adalah a. Poliuria, dimana konsentrasi glukosa yang melebihi batas kemudian


(25)

ginjal membuat glukosa tidak direabsorbsi kembali. Tingginya konsentrasi glukosa dalam darah menyebabkan keadaan hiperosmotik yang menyebabkan air keluar bersama dengan glukosa dalam urin yang membuat diuresis osmotik oleh ginjal yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria). b. Polidipsi, tau banyak minum yang terjadi karena respon tubuh yang timbul akibat peningkatan pengeluaran urin. c. Polifagia, disebabkan karena kehilangan kalori. Ketiadaan atau resistensiinsulin membuat glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dan tidak dapat diubah menjadi kalori. Glukosa juga hilang bersama urin yang membuat pasien mengalami ketidakseimbangan kalori dan berkurangnya berat badan. (ADA; PERKENI dalam Wijayanti,2013)

c. Klasifikasi Diabetes Melitus

American Diabetes Asociation(ADA, 2015)mengklasifikasikan diabetes dalam empat kategori klinis :

1) Diabetes tipe 1, karena kerusakan sel-beta.

2) Diabetes tipe 2, karena progresif sekretorik insulin cacat yang merupakan latar belakang resistensi insulin.

3) Diabetes tipe lain, merupakan diabetes karena penyebab lain. misalnya, cacat genetik dalam sel-beta, cacat genetik dalam reaksi insulin, penyakit eksokrin pangkreas, dan narkoba atau bahan kimia yang diinduksi.


(26)

4) Gestational Diabetes Melitus (GDM), diabetes yang terjadi selama masa kehamilan.

d. Komplikasi

Orang dengan Diabetes Melitus memiliki peningkatan resiko sejumlah masalah kesehatan. Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan penyakit yang mempengaruhi jantung dan pembuluh darah, mata, ginjal, syaraf dan gigi. Penderita diabetes juga memiliki resiko tinggi berkembangnya infeksi. Hampir semua negara maju, diabetes merupakan penyebab utama penyakit kardiovaskular, kebutaan, gagal ginjal dan amputasi ekstremitas bawah. Menjaga tingkat gula darah, tekanan darah, dan kolestrol pada atau mendekati normal dapat membantu menunda atau mencegah komplikasi diabetes.

1) Penyakit Kardiovaskular

Diabetes dapat mempengaruhi jantung dan pembuluh darah bisa mengakibatkan komplikasi seperti coronary artery (arteri koroner) yang bisa mengakibatkan serangan jantung dan stroke. Selain itu, hipertensi, kolesterol tinggi, dan gula darah tinggi bisa meningkatkan resiko komplikasi kardiovaskular

2) Nephropathy Diabetic

Nephropathy Diabetic disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah kecil di ginjal yang membuat ginjal menjadi kurang efisien atau gagal ginjal. Mempertahankan tingkat normal


(27)

glukosa darah dan tekanan darah dapat membantu mengurangi resiko penyakit ginjal.

3) Neuropathy Diabetic

Diabetes dapat menyebabkan kerusakan syaraf di seluruh tubuh saat glukosa darah dan tekanan darah terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan masalah, diantaranya adalah pencernaan, disfungsi ereksi, dan ekstremitas khususnya ekstremitas bawah (periperal neuropathy) yang dapat menyebabkan nyeri, kesemutan, dan berkurang atau hilangnya fungsi indera perasa yang memungkinkan terjadinya luka, menyebabkan infeksi serius dan kemungkinan amputasi. Penanganan yang baik, amputasi pada penderita diabetes dapat dicegah dengan pemeriksaan dan perawatan kaki secara teratur.

4) Retinophaty Diabetic

Diabetes menyebabkan berkurangnya pengelihatan hingga kebutaan. Tingginya kadar glukosa darah secara konsisten yang dengan hipertensi dan kolestrol tinggi adalah penyebab utama dari retinopati.

5) Pregnancy Complications

Wanita dengan diabetes harus berusaha menjaga target kadar glukosa darah sebelum konsepsi untuk meminimal komplikasi. Gula darah yang tinggi dapat menyebabkan janin kelebihan berat badan dan berakibat permasalahan saat akan


(28)

melahirkan, trauma pada anak dan ibu dan penurunan mendadak gula darah pada anak setelah lahir. Anak yang terpapar gula darah dalam waktu yang lama di dalam rahim memiliki resiko tinggi terkena diabetes di masa depan.(IDF, 2015)

e. Diagnosis

Diabetes biasanya didiagnosis berdasarkan kriteria plasma glukosa, baik glukosa plasma puasa (fasting plasma glucose) atau 2 jam plasma glukosa (2-hour plasma glucose (2-h PG)) yang dinilai 2 jam setelah pemberian 75g glukosa (oral glucose tolerance test / OGTT). Seorang ahli menambahkan A1C dengan ambang 6,5% sebagai pilihan ketiga untuk mendiagnosa diabetes. (ADA,2014) 1) A1C

Tes harus dilakukan di laboratorium menggunakan metode yang bersertifikat NGSP dan standar penilaian DCCT. Pasien dinyatakan diabetes jika hasil A1C ≥ 6,5%. Pemeriksaan ini membutuhkan biaya yang lebih besar karena memiliki beberapa keunggulan dari FPG dan OGTT, salah satunya pasien tidak harus melakukan puasa sebelum dilakukan pemeriksaan.

2) Puasa dan 2 jam plasma glukosa (fasting and 2-hours plasma glucose)

FPG dan 2 jam plasma glukosa juga dapat digunakan untuk mendiagnosa diabetes dengan kriteria, pasien dinyatakan menderita diabetes jika hasil test FPG ≥126 mg/dL atau 7,0 mmol/L dengan


(29)

syarat pasien melakukan puasa minimal 8 jam sebelum dilakukan tes. Tes OGTT harus dilakukan seperti yang dijelaskan oleh WHO dengan pemberian glukosa 75g yang dilarutkan di dalam air. Pasien dinyatakan menderita diabetes jika hasil tes 2 jam plasma glukosa (OGTT) hasilnya ≥200 ml/dL (11,1 mmol/L).

3. Luka Diabetik

Kerusakan syaraf akibat diabetes disebut Diabetic Neuripahty (Nerve Damage).Diabetes dapat menyebabkan kerusakan syaraf di seluruh tubuh saat glukosa darah dan tekanan darah terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan masalah, diantaranya adalah pencernaan, disfungsi ereksi, dan ekstremitas khususnya ekstremitas bawah (periperal neuropathy) yang dapat menyebabkan nyeri, kesemutan, dan berkurang atau hilangnya fungsi indera perasa yang memungkinkan terjadinya luka, menyebabkan infeksi serius dan kemungkinan amputasi. (IDF, 2015)

a. Patogenesis

Neuropati diabetik merupakan suatu interaksi metabolik dan faktor iskemik. Hiperglikemia mengakibatkan aktivitas polyol pathway, auto-oksidasi glukosa, dan aktifasi protein C kinase yang berkontribusi terhadap perkembangan neuropati diabetik. Peruahan metabolisme ini menyebabkan tidak berfungsinya sel endotelial di pembuluh darah dan berhubungan dengan abnormalitas sel Schwann dan metabolisme axonal. Hiperglikemia menyebabkan hipoksia endoneural oleh karena peningkatan resistensi pembuluh darah endoneural. Hipoksia


(30)

endoneural merusak transportasi axon dan mengurangi aktivitas saraf sodium-potassium-ATPase. Gangguan ini mengakibatkan atrofi pada axon dan gangguan konduksi syaraf. (Reajeevdalam Vidya, 2014)

Ulkus pada kaki (luka diabetik) merupakan salah satu komplikasi diabetes melitus yang sering dijumpai dimana manifestasinya tidak disadari sehingga menimbulkan infeksi, gangren dan artropati charcot (Sukatemin, 2013). Luka diabetik merupakan penyebab terjadinya amputasi pada pasien diabetes melitus. Penyebab terjadinya luka diabetik adalah akibat penurunan sirkulasi perifer yang dipengaruhi tingginya kadar gula darah dan aterosklerosis. Penurunan sirkulasi ke perifer menyebabkan nekrosis jaringan dan menyebabkan iskemik perifer serta beresiko mempengaruhi penyembuhan ulkus. Hipoperfusi perifer menyebabkan penurunan suplai oksigen, nutrient dan mediator pelarut yang membantu proses penyembuhan ulkus dan terjadinya gangren. (Wulandari, 2012)

b. Penyebab

Penyebab luka diabetik adalah neuropati perifer dan penyakit arteri perifer. Neuropati perifer dapat menyebabkan ulkus pada kaki yang merupakan dampak dari gangguan saraf sensorik, motorik, dan otonom. Ketika saraf sensorik mengalami kehilangan sensasi yang membuat individu rentan terhadap bahaya fisik, kimia, dan termal. Neuropati motorik menyebabkan terjadinya deformitas pada kaki sedangkan neuropati otonomik berhubungan dengan kulit kering yang


(31)

dapat menyebabkan fisura ataupun kalus. Penyakit arteri perifer ditandai dengan tidak adanya suplai arteri dan menurunnya perfusi pada kaki diabetik. (IWGDFdalam Wijayanti,2013)

c. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka diabetik

Penyembuhan luka juga dipengaruhi oleh beberapa faktor (Bryant & Nix, 2007 dalam Wijayanti, 2013) :

1) Perfusi jaringan dan oksigenasi

Oksigen memiliki peranan penting dalam penyembuhan luka, dimana oksigen sangat dibutuhkan terutama dalam fase inflamasi. Perpindahan leukosit dan makan bakteri membutuhkan oksigen lebih dari 30 mmHg. (Whitney, 2003 dalam Wijaya, 2013)

2) Nutrisi

Nutrisi memberikan unsur bagi aktivitas sel dalam proses penyembuhan luka (MacKay & Miller, 2003., Williams & Barbul, 2003 dalam Wijayanti, 2013). Nutrisi yang adekuat sangat penting untuk sistem imun dan mencegah infeksi. Diet kaya protein, karbohidrat, vitamin C, vitamin A, dan mineral seperti Fe dan Zn dibutuhkan dalam membantu sintesis kolagen.

3) Infeksi

Infeksi luka dapat menghambat penyembuhan luka. Inflamasi dapat memperpanjang fase inflamasi, menghambat sintesis kolagen, dan mencegah epitelisasi.


(32)

4) Diabetes

Resiko tinggi terhadap penyakit mikrovaskular pada pasien diabetes dimana hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah yang dapat menyebabkan nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel.

5) Obesitas

Obesitas menyebabkan jaringan adiposa memiliki vaskularisasi yang buruk.

6) Pengobatan

Pengobatan yang dijalani ada yang menyebabkan efek negatif dalam penyembuhan luka.

7) Usia

Penuaan dapat menyebabkan penurunan respon inflamasi, penurunan produksi cytokines atau growth factor, dan mengurangi reseptor cytokines.

8) Stres

Peningkatan level kortikosteroid karena stres bisa berdampak pada fungsi sistem imun yang menyebabkan vasokonstriksi pada aliran darah.

d. Klasifikasi luka diabetik

Luka diabetik menurut IWGDFdalam Wijayanti (2013) diklasifikasikan menjadi neuropati, iskemi, atau neuroiskemi. Perbedaan ketiganya adalah :


(33)

Tabel 1. Klasifikasi luka diabetik

Karakteristik Neuropati Iskemi Neuroiskemi

Sensasi Kehilangan sensorik Nyeri Penurunan sensorik

Kalus/Nekrosis Kalus ada dan tipis Terjadi nekrosis Minimal kalus dan Nekrosis Luka Pink dan granulasi,

diikuti kalus

Pucat dan granulasi yang buruk

Granulasi buruk

Suhu kaki dan pulsasi

Hangat dan pulsasi terbatas

Dingin dan tidak ada pulsasi

Dingin dan tidak ada pulsasi Lokasi Area penekanan

kaki seperti tumit dan telapak kaki

Jari, kuku, antara jari, dan batas samping jari kaki

Penyatuan kaki dan jari

(Sumber: IWGDF,2013)

Klasifikasi luka diabetik berdasarkan PEDIS yaitu mengkaji Perfusion, Extent (size), Depth (tissue loss) Infection and Sensation (neuropathy) (Lipskydalam Wijayanti, 2013). Derajat lesi luka diabetik yang dibagi menjadi 6 tingkatan berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren :

1) Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan kelainan bentuk kaki.

2) Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit.

3) Derajat II : ulkus dalam menembus tendon dan tulang. 4) Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

5) Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.

6) Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai. (PERKENIdalam Wijayanti,2013)


(34)

e. Klasifikasi dan keparahan infeksi luka diabetik

Tingkat keparahan infeksi luka diabetik menurut Wound International, 2013 diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Kelas 1/tidak terinfeksi

Tidak ada tanda – tanda klinis infeksi. 2) Kelas 2/ringan

Lesi jaringan superfisial dengan setidaknya terdapat dua hal dari tanda - tanda berikut :

a) Kehangatan lokal

b) Eritema > 0,5-2 cm sekitar ulkus c) Nyeri lokal / nyeri

d) Pembengkakan lokal/ indurasi e) Debit purulen

Penyebab lain dari peradangan kulit harus dikeluarkan 3) Kelas 3/moderat

Adanya tanda – tanda sistemik dengan setidaknya dua hal berikut: a) Eritema > 2 cm dan salah satu temuan di atas atau

b) Infeksi yang melibatkan struktur di bawah kulit / jaringan subkutan (misalnya dalam abses, limfangitis, osteomyelitis, septic arthritis atau fascitis)


(35)

4) Kelas 4 / parah

Adanya tanda – tanda sistemik dengan setidaknya dua hal berikut : a) Suhu > 39ºC atau <36ºC

b) Pulse > 90bpm

c) Respiratory rate > 20/menit d) PCO2<32 mmHg

e) Jumlah sel darah putih 12.000 mm³ atau <4.000 mm³ f) 10% leukosit immature

f. Skrining Neuropati

Canadian Diabetes Association (CDA,2013) menyebutkan skrining untuk neuropati dapat dilakukan guna mencegah terjadinya luka diabetik, dengan menggunakan 10-g Semmes-Weinstein monofilaen atau 128 Hz garpu tala. Pemeriksaan untuk mengetahui ada atau tidaknya penurunan sensasi bisa dilakukan dengan tes sensasi menggunakan monofilament, tes untuk vaskularisasi dengan pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI), identifikasi infeksi dengan melakukan pengkajian tanda infeksi dan kultur pus luka, inspeksi kaki terhadap deformitas, dan klasifikasi luka diabetik dengan sistem klasifikasi Wagner, University of Texas, PEDIS, atau SINBAD. (Wound International dalam Wijayanti, 2013)

1. Test Monofilamen

Monofilamen 10g telah dipublikasikan secara luas sebagai salah satu alat deteksi neuropati diabetik. Alat ini di publikasikan


(36)

sebagai sarana yang murah, praktif dan mudah digunakan untuk deteksi hilangnya sensasi proteksi. Alat ini terdiri dari sebuah gagang plastik yang dihubungkan dengan sebuah nilon monofilamen, sehingga akan mendeteksi kelainan sensoris yan mengenai serabut syaraf besar. Berbagai jenis dan ukuran monofilamen telah beredar di pasaran.Salah satu alat yang sering dipakai adalah Semmes-Weinstein monofilament dengan variasi ukuran 1g, 10g, dan 75g. Ukuran standar monofilamen yang biasa dipakai adalah 10g dengan ketebalan 5,07.

2. Test Vibrasi dengan Garputala

Tes vibrasi garputala dapat dipakai sebagai alternatif untuk menilai sensasi getar bila alat Biotesiometer untuk menilai menilai Vibration Perception Threshold (VPT) tidak tersedia. Tes vibrasi merupakan salah satu langkah awal dalam pemeriksaan somatosensorik. Pemeriksaan sensasi primer dengan tes vibrasi ini untuk melihat fungsi mekanoreseptor, terutama korpus pacini yang mungkin pada penderita DM mengalami masalah pada fungsi syaraf ini.

Tes vibrasi dengan garputala lebih baik menggunakan garputala yang besar yang memberikan vibrasi 128 Hz dalam satu detik. Vibrasi biasanya diperiksa pada tulang yang menonjol, terutama maleolus pada pergelangan kaki, patela, spina iliaca


(37)

interior, processus spinosus dari corpus vertebra, sendi metacarpal-falangael (ruas jari), prosessus styloideus dari ulna dan siku.

Tempat kontrol tes vibrasi adalah sternum dan dahi. Pemeriksaan dapat membandingkan ambang pada tempat yang ditunjuk pada pasien dengan diri sendiri. Pasien harus jelas bahwa perhatian diarahkan pada rasa vibrasi dan bukan hanya tekanan ujung garpu tala. (Vidya,2014)

3. Ankle Brachial Index (ABI)

Pendekatan diagnosis fisik yaitu palpalasi denyut nadi arteri dorsal pedis dan arteri tibialis posterior , serta pengukuran ABI dengan bantuan doppler untuk mengetahui ada tidaknya gangguan arteri periperalpengukuran ABI merupakan tindakan dengan prosedur non invasif sehingga mudah diterima penderita, tidak memerlukan waktu yang lama, dan biayanya masih terjangkau oleh masyarakat serta dapat dilakukan oleh tenaga profesional di semua lini dan tingkat pelayanan kesehatan. (Sukatemin, 2013)

4. Manajemen Luka Diabetik a) Pengkajian Luka Diabetik

Pengkajian luka diabetik merupakan hal yang sangat penting karena akan berkaitan dengan terapi yang akan dijalani. Pengkajian ini meliputi faktor penyebab, riwayat medikasi, komordibitas dan status diabetes. Pengkajian yang juga perlu dilakukan terhadap riwayat luka,


(38)

luka diabetik sebelumnya, amputasi, dan gejala yang menunjukkan neuropati atau penyakit arteri perifer. (Wijayanti,2013)

Tahap pengkajian luka diabetik dalam penelitian Ariyanti (2012) sebagai berikut :

1) Riwayat

Riwayat luka diabetik dan amputasi di masa lalu merupakan faktor resiko yang signifikan dalam pembentukan luka diabetik selanjutnya. Pasien dengan riwayat luka diabetik dan amputasi dikelompokkan sebagai resiko tinggi yang memerlukan penanganan tim kesehatan dalam memantau dan mengangani kaki diabetesnya.Riwayat merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam menentukan faktor resiko dan di lanjutkan dengan pemeriksaan kaki. Komponen yang kaji sebagai berikut :

Tabel 2. Pengkajian Riwayat kaki diabetik

No Riwayat

1. Riwayat masa lalu, yang meliputi : a. Ulkus

b. Amputasi

c. Persendian Charcot d. Pembedahan Vaskular e. Angioplasty

f. Merokok 2. Gejala neuropati :

a. Positif (rasa terbakar, nyeri, sensai elektrik atau tajam)

b. Negative (kebal, kesemutan) 3. Gejala vaskular

a. Claudication b. Rest pain

c. Ulkus yang tidak sembuh 4. Komplikasi diabetes lainnya (sumber : Ariyanti, 2012)


(39)

2) Inspeksi umum

Inspeksi umum kaki diabetes harus dilakukan dengan teliti dan berada di dalam ruangan yang nyaman setelah pasien melepas alas kakinya. Alas kaki dan kaos kaki sering menjadi penyebab pembentukan luka diabetik, karena itu penting dilakukan pemeriksaan terhadap kesesuaian dan kenyamanan alas kaki dan kaos kaki dengan kaki pasien. Data subjektif bisa langsung didapatkan dengan menanyakan langsung ke pasien. Data objektif bisa di dapatkan dengan melihat langsung sepatu yang di gunakan pasien tepat atau tidak, sehingga dapat menyebabkan eritema, lepuh atau kalus di kaki. Komponen yang di kaji sebagai berikut :

Tabel 3. Komponen pengkajian kaki diabetes

No Komponen pengkajian kaki diabetes

1. Inspeksi Dermatologi :

a. Status kondisi kulit : warna, ketebalan, kering, cracking

b. Berkeringat

c. Infeksi : periksa di antara sela jari jika terdapat infeksi jamur

d. Ulkus

e. Kalus/blister : apakah terdapat perdarahan pada kalus ?

Muskulokeletal :

a. Deformitas : claw toes, charcot joint

b. Muscle wasting (guttering between metatarsal)

2. Pengkajian neurologi

Pemeriksaan neuropati dengan menggunkan 10-g monofilament, ditambah 1 dari 4 pemeriksaan lain berikut :

a. Vibrasi, menggunakan 128-Hz garputala b. Sensasi pinprick

c. Reflek pada ankle d. VPT

3. Pengkajian vaskular

a. Denyut arteri

b. ABI, jika diindikasikan


(40)

3) Pengkajian dermatologi

Pengkajian dermatologi harus dimulai pada saat melakukan inspeksi umum, termasuk di sela jari untuk melihat adanya ulserasi atau eritema abnormal. Jika dalam inspeksi ditemukan kalus, distrofi kuku dan paronychia, maka pasien harus segera dirujuk pada spesialis atau klinik khusus untuk menangani kaki diabetes. Perbedaan suhu kaki dengan suhu tubuh dan suhu kaki yang lain juga bisa memperdiksi adanya penyakit vaskular atau adanya ulserasi, dan perlu di rujuk ke spesialis perawatan kaki.

4) Muskulokeletal

Pengkajian muskulokeletal bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya deformitas kaki. Deformitas rigid merupakan kontraktur yang tidak bisa dikurangi/diperbaiki secara manual dan biasanya ditemukan di jari – jari. Deformitas kaki dapat meningkatkan tekanan pada plantar dan berakibat kerusakan integritas kulit termasuk hipekstensi sendi metatarsal phalangeal dengan fleksi interphalangeal (claw toe) atau ekstensi distal phalangeal (hammer toe).

Charcot arthtropathy merupakan kondisi yang sangat penting untuk mendapatkan penanganan segera, namun sering kurang tepat terdiagnosa. Charcot arthtropathy terjadi pada kaki dengan neuropati dan mengenai pada bagian tengan kaki.


(41)

Gejalanya berupa kemerahan pada satu sisi, teraba panas, bengkak, dan terdapat deformitas yang besar dan dalam pada kaki.

5) Neurologi

Neurologi perifer merupakan faktor penyebab yang paling sering terjadi dalam proses terjadinya luka diabetik. Pemeriksaan klinis merekomendasikan untuk mengidentifikasi loss of protective sensation (LOPS) dari pada menemukan neuropati dini. Pemeriksaan ini sangat murah dan mudah untuk dilakukan. Lima tes klinik yang mudah (tabel.2) pada pengkajian neurologi dapat digunakan untuk mengidentifikasi LOPS. Satu atau lebih ditemukan hasil yang abnormal dari pemeriksaan tersebut dapat di ketegorikan sebagai LOPS. Sedangkan jika terdapat dua tanda normal dan tidak terdapat satupun abnormal dikategorikan bukan LOPS.

6) Vaskularisasi

Penyakit arteri perifer merupakan faktor penyebab terjadinya luka diabetik berulang. Sangat penting melakukan pengkajian penyakit arteri perifer dalam menentukan status resiko luka diabetik. Pemeriksaan vaskular dengan melakukan palpasi pada denyut posterios tibial dan dorsalis pedis, dengan hasil “ada” atau “tidak ada” denyut yang teraba. (Ariyanti, 2012)

Pencegahan komplikasi luka diabetik yang berlangsung lama dan mencegah memburuknya luka, maka perlu diperhatikan


(42)

bagaimana perawatan luka pada penderita diabetes dimana terdapat 4 prinsip pengelolaan luka diabetes untuk mengoptimalkan proses penyembuhan yaitu, preparasi dasar luka, proteksi luka, pembalutan luka dan oksigenasi luka yang diharapkan 80% bisa teratasi sehingga terhindar dari amputasi (Dedi, 2009 dalam Hermin, et.al 2012). Komponen penting dalam manajemen luka adalah mengatasi penyakit yang terjadi, memastikan aliran darah yang adekuat, perawatan luka lokal dan kontrol infeksi, dan pengurangan tekanan (Wound International, 2013 dalam Wijayanti, 2013). Aliran darah harus adekuat, jika tidak perlu dilakukan revaskularisasi (Apelqvist, 2012 dalam Wijaya 2013). Perawatan luka yang optimal dengan cara melakukan debridemen jaringan, kontrol inflamasi dan infeksi, keseimbangan kelembaban dan epitalisasi (EWMA, 2004 dalam Wijayanti, 2013). Beban tekanan dikurangi dengan menggunakan alat bantu yang dapat mengurangi penekanan pada area kaki. (Cavanagh & Bus, 2010 dalam Wijayanti, 2013)

Manajemen luka yang paling penting adalah mengatasi penyakit yang terjadi, memastikan aliran darah yang adekuat, perawatan luka lokal dan kontrol infeksi serta pengurangan tekanan. Perawatan luka dengan Debridemen jaringan dapat dilakukan dengan metode bedah, larval, autolitik dan hydrosurgery. Debridemen dilakukan untuk membuang jaringan nekrotik untuk


(43)

mempercepat terjadinya granulasi. Kontrol inflamasi dan infeksi dengan menggunakan antibiotik yang sesuai serta keseimbangan kelembaban dilakukan dengan memilih balutan yang tepat (Wound International dalam Wijayanti, 2013). Pemilihan balutan disesuaikan dengan keadaan luka diabetik, lokasi luka, luas dan kedalaman luka, jenis dan tipe eksudat, kondisi luka dan pencegahan terhadap nyeri dan trauma. Pemilihan balutan harus mempertimbangkan kenyamanan, mempercepat durasi penyembuhan, mudah diterapkan dan dilepaskan serta harga yang efektif. (World Union of Wound Healing Societiesdalam Wijayanti,2013)

Pasien dengan luka diabetik akan mengalami perubahan patologis akibat infeksi, ulserasi yang berhubungan dengan abnormalitas neurologis, penyakit vaskular perifer dengan variasi derajat dan atau komplikasi metabolik dari diabetes pada daerah ekstremitas bawah. Pemeriksaan fisik pada kaki diabetik dari penilaian terhadap kulit, vaskular, neurologi dan sistem muskuloskeletal. Tatalaksana luka diabetik bertujuan untuk penyembuhan luka lengkap dengan Gold Standard untuk terapi luka diabetik yang meliputi debridement luka, tatalaksana infeksi, prosedur revaskularisasi atas indikasi dan off-loading ulkus. (Alexiadou & Doupis, 2012; Wesnawa,2013)


(44)

1. Debridement

Debridementsendiri dilakukan pada semua luka kronis untuk membuang jaringan nekrotik dan debris. Peningkatan penyembuhan dengan produksi jaringan granulasi dan dicapai dengan pembedahan, enzimatik, biologis, dan melalui autolisis. Metode surgical debridement adalah metode untuk membersikan luka yang dipertimbangkan sebagai gold standard. Tindakan dilakukan menggunakan blade scalpeli yang selanjutnya semua jaringan nekrotik dibuang hingga jaringan dasar ulkus yang sehat. Bau merupakan indikator yang baik untuk menilai kefektifan debridement, jika luka tidak berbau itu bisa menjadi tanda bahwa tindakan debridement berhasil. Debridement yang agresif harus ditunda jika dicurigai terdapat iskemia berat hingga pemeriksaan vaskular dilakukan jika diperlukan dapat dilakukan prosedur vaskularisasi (Alexiadou and Doupis, 2012; Wesnawa,2013). Monitor luka post debridement dan dressing luka harus dilakukan secara teratur. Luka dengan infeksi tau banyak eksudat dilakukan pemantauan luka dan penggantian dressing 2- 3 hari hingga infeksi stabil. Pergantian jenis dressing perlu dialakukan sesuai dengan perubahan jenis luka. Penggunaan dressing luka harus non-adherent untuk mengurangi resiko kerusakan jaringan saat membuka dan menggantinya.


(45)

2. Off-loading

Off-loadingdi daerah luka sangat penting untuk penyembuhan luka di telapak kaki. Tekanan pada telapak kaki sangat berkontribusi pada perkembangan luka di telapak kaki pada pasien diabetes. Perubahan bentuk kaki juga bisa meningkatkan kemungkinan terjadinya ulserasi, terutama dengan adanya diabetes neuropati perifer dan off-loading yang tidak memadai. Tujuan dari off-loading ini adalah untuk mencegah trauma jaringan dan memfasilitasi penyembuhan luka. Metode off-loading yang dianggap gold standard adalah total-contact cast (TCC), ini karena TCC terbuat dari plester atau bahan fiberglass dengan biaya yang relatif redah dan pembatasan aktifitas. TCC dapat dilepas sehingga efektif untuk off-loading luka yang terletak di kaki depan atau pertengahan kaki.

Pengelolaan luka diabetik memerlukan pendekatan multidisiplin dan menangani aspek penting mekanik, luka, mikrobiologi, pembuluh darah, metabolisme dan perawatan. tujuan dari pengelolaan luka diabetik adalah untuk menyembuhkan luka dalam waktu 6 minggu. Kontrol mekanik, kontrol metabolik, kontrol vaskular, kontrol luka, kontrol infeksi, dan kontrol edukasi merupakan penatalaksanaan holistik luka diabetik. a) Kontrol mekanik dengan cara mengistirahatkan kaki, mengurangi


(46)

b) Kontrol mikrobiologi, ketika kulit kaki rusak pasien beresiko besarmengalami infeksi. Luka diabetik harus diperiksa secara teratur untuk tanda lokal infeksi, selulitis, atau osteomyelitis. Sangat penting mengetahui tanda awal infeksi, termasuk kerapuhan jaringan granulasi, luka dari granulasi sehat (merah muda) menjadi jaringan kekuningan atau abu – abu, dan bau yang menyengat. Dalam waktu 24 jam infeksi tidak terdiagnosis dan tidak mendapat penanganan dapat menyebabkan nekrosis parah. Penanganan yang tepat dapat mencegah kerusakan jaringan.

c) Kontrol metabolik seperti pengendalian kadar gula darah, pengendalian penyakit penyerta dan asupan nutrisi yang adekuat. d) Kontrol vaskular dengan pemeriksaan ABI, trans cutaneous oxygen

tension, toe pressure, atau angiografi.

e) Kontrol luka dengan cara debridemen, dressing, advanced wound healing product.

f) Kontol edukasi berupa edukasi pasien dan keluarga terkait kondisi, rencana terapi beserta perkembangan selanjutnya. Pasien harus di instruksikan pada prinsip perawatan luka, menekankan pentingnya istirahat, penggunaan alas kaki yang nyaman, dressing dan observasi tanda infeksi.(The Health Foundation,2013)

5. Pencegahan Luka Kembali

Luka diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus yang dapat dicegah atau diminimalkan kejadiannya. Upaya pencegahan dapat


(47)

dilakukan dengan perawatan kaki dan pemakaian alas kaki yang tepat. Pasien dengan luka diabetik dan yang beresiko tinggi harus diajarkan mengenai faktor resiko dan manajemen yang tepat. Pasien yang beresiko harus memahami tentang implikasi dari hilangnya sensasi protektif, pentingnya pemeriksaan kaki setiap hari, perawatan tepat pada kaki, termasuk kuku dan perawatan kulit, pemilihan alas kaki yang sesuai (Washilah, 2014).

Penyuluhan mengenai terjadinya luka diabetik sangat penting untuk mencegah terjadinya luka diabetik. penyuluhan harus dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan dengan penyandang diabetes melitus. Yang harus diketahui diantaranya adalah perawatan kaki, yaitu tentang bagaimana perawatan kaki yang baik. Periksalah kaki penderita diabetes melitus setiap setelah melepaskan sepatu dan kaus kakinya .(Waspadji dalam Washilah, 2014)

Misnadiarly dalam Washilah (2014) mengatakan bahwa pencegahan luka diabetik dapat dilakukan dengan melakukan beberapa hal, yaitu : 1) Memperbaiki kelainan vaskuler, 2) memperbaiki sirkulasi, 3) pengelolaan pada masalah yang timbul, 4) edukasi perawatan kaki, 5) pemberian obat – obatan yang tepat untuk infeksi dan vaskularisasi, obat penurunan gula darah maupun menghilangkan keluhan dan penyulit diabetes melitus, 6) olahraga teratur dan menjaga berat badan ideal, 7) menghentikan kebiasaan merokok, 8) merawat kaki secara teratur setiap hari, 9) penggunaan alas kaki yang tepat, 10) menghindari obat – obatan


(48)

yang bersifat vasokonstriktor misalnya adrenalin dan ikotin, 11) menghindari trauma berulang, dan 12) memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksakan kaki setiap kontrol walaupun luka diabetik yang diderita sudah sembuh.

B. Kerangka Konsep

Gambar. 1 Kerangka Konsep

Pengalaman pasien DM dalam perawatan luka

diabetik 1. Tingkat pengetahuan

2. Tingkat pendidikan 3. Umur


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami subyek, seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain – lain secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata – kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2013).Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi dimana melalui pendekatan fenomenologi, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau deskriptif tentang suatu pengalaman hidup yang dilihat dari sudut pandang orang yang diteliti, untuk memahami dan menggali pengalaman hidup yang dijalani (Moleong, 2010 dalam Saparwati, 2012).Dalam pandangan fenomenologi, peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan – kaitannya terhadap orang – orang yang berada dalam situasi – situasi tertentu (Moleong, 2013). Dalam penelitian ini, peneliti mengidentifikasi tentang pengalaman pasien diabetes melitus dalam perawatan luka diabetik.

B. Lokasi Dan Waktu 1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kalikajar Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo.


(50)

2. Waktu Penelitian

Penelitian inidilakukan pada bulan Februari– Mei2016. C. Definisi Operasional

1. Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani maupun dirasakan yang di tangkap panca inderanya kemudian disimpan dalam memori.

2. Perawatan luka diabetik adalah manajemen luka diabetik yang dilakukan untuk mengatasi, menghilangkan atau mengurangi infeksi.

D. Partisipan

Partisipan yang diteliti dalam penelitian ini adalah 9 partisipan yang terdiri dari 4 pasien diabetes melitus yang pernah mengalami luka diabetik, 4 anggota keluarga pasien, dan 1 perawat dari Puskesmas Kalikajar 1. Partisipan dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu metode pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukkan dalam penelitian, dimana partisipan yang diambil dapat memberikan informasi yang berharga bagi peneliti (Burn & Grovedalam Saparwati, 2012). Kriteria partisipan pasien diabetes melitus yang pernah mengalami luka diabetik dalam penelitian ini yaitu : 1. Pasien Diabetes Melitus yang pernah mengalami luka diabetik derajat II, III, dan IV 2. Bersedia menjadi partisipan dalam penelitian yang dibuktikan dengan menandatangani informed consent 3. Mampu mengungkapkan pengalaman dengan baik.Kriteria partisipan dari keluarga yaitu anggota keluarga yang melakukan perawatan luka atau mendampingi partisipan pasien


(51)

diabetes melitus dalam perawatan luka diabetik. Kriteria partisipan dari perawat puskesmas yaitu perawat yang melakukan perawatan luka diabetik. E. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah panduan wawancara mendalam,checklist observasi, alat tulis, dan alat perekam. Alat perekam digunakan untuk merekam percakapan selama wawancara berlangsung.

Uji wawancara telah dilakukan sebelum pengambilan data terhadap 3 partisipan. Saat wawancara berlangsung, partisipan dimotivasi dan didorong untuk berbicara bebas tentang pengalamannya dalam merawat luka diabetik. Pelaksanaan wawancara dilaksanakan selama 30 sampai 60 menit. Pertanyaan yang diajukan mencakup : pengalaman pasien dari awal terdiagnosa diabetes melitus hingga mengalami luka diabetik, cara pasien merawat kaki setelah mengalami luka diabetik, cara pasien membersihkan luka diabetik, pemilihan balutan untuk luka diabetik, pengelolaan infeksi luka diabetik, upaya yang dilakukan untuk mencegah terulangnya luka diabetik.

F. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada natural setting (kondisi alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada wawancara mendalam (in depth interviewe) dan observasi (Sugiyono, 2013).Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara wawancaradan observasi.


(52)

Wawancara dilakukan terhadap pasien diabetes melitus di Kelurahan Kalikajar Kabupaten Wonosobo yang pernah mengalami luka diabetik, anggota keluarga pasien yang pernah melakukan perawatan luka atau mendampingi proses perawatan luka, dan perawat yang melakukan perawatan luka diabetik dari Puskesmas Kalikajar 1.Metode pengumpulan data ini bertujuan untuk mendapatkan detail informasi tentang pendapat, sikap /dan pengalaman pribadi.Observasi dilakukan pada kaki pasien diabetes melitus yang pernah mengalami luka diabetik menggunakan checklist observasi. Data penelitian juga bisa diperoleh dari data hasil pemeriksaan terakhir pasien dan formulir data demografi yang di ajukan kepada pasien.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara wawancara pada seluruh partisipan dan observasi pada pasien diabetes melitus yang pernah mengalami luka diabetik di Kelurahan Kalikajar Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo. Langkah – langkah dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

a) Tahap Persiapan Penelitian :

1) Mengurus perizinan untuk melakukan penelitian dari Puskesmas Kalikajar Kabupaten Wonosobo dan Kaprodi Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2) Melakukan uji etik di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan nomor : 124/EP-FKIK-UMY/IV/2016 Menyiapkan alat – alat yang diperlukan saat penelitian (recorder, alat tulis,cheklist observasi dan informend consent)


(53)

b) Tahap Pelaksanaan Penelitian :

1) Peneliti menentukan partisipan yang memenuhi kriteria

2) Peneliti meminta kesediaan partisipan untuk menjadi informan dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian terlebih dahulu

3) Peneliti meminta dengan sukarela kepada partisipan untuk menandatangi lembar informed consent.

4) Peneliti melakukan pemeriksaan berupa pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan gula darah partisipan.

5) Peneliti melakukan wawancara dengan partisipan yang telah memenuhi kriteria yang ditentukan. Wawancara dilakukan terhadap pasien diabetes melitus yang pernah mengalami luka diabetik, anggota keluarga pasien, dan perawat Puskesmas Kalikajar 1. Peneliti memberikan pertanyaan yang bersifat menggali secara mendalam tentang pengalaman pasien diabetes melitus yang pernah mengalami luka diabetik, kemudian peneliti mencatat pokok pikiran dari hasil wawancara. Peneliti juga menyiapkan recorder untuk merekam hasil wawancara.

6) Wawancara dilakukan di rumah partisipan. Wawancara dilakukan dalam 3 sampai 4 kali pertemuan. Pelaksanaan wawancara berakhir ketika data yang di dapatkan sudah jenuh.

c) Tahap Pengolahan data :

1) Peneliti mengubah data dari recorder menjadi data verbatif yang telah terkumpul.


(54)

2) Peneliti menganalisa data yang telah terkumpul menggunakan bantuan software open code 4.02.

H.Teknik Analisa Data

Teknik yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian ini yaitu menggunakan langkah – langkah dari Cresswell dalam Saparwati (2012)yaitu :1. Menyusun studi literatur tentang teori dan hasil penelitian yang terkait dengan pengalaman pasien diabetes melitus dalam perawatan luka diabetik; 2. Melakukan wawancara dan menyusun catatan lapangan selama wawancara; 3. Membaca berulang – ulang transkrip dan catatan lapangan; 4. Memilih catatan yang bermakna dan terkait dengan tujuan penelitian; 5. Menyusun kategori berdasarkan berdasarkan kata kunci yang terdapat dalam pernyataan tersebut; 6. Menyusun kisi – kisi tema dan membuat pengelompokan kedalam tema pengalaman perawatan luka dengan sub tema perawatan awal luka serta perawatan lanjutan dan tema upaya pencegahan luka kembali; dan 7. Menyusun suatu gambaran akhir dari pengalaman individu berupa hasil penelitian. Dalam analisa data, peneliti menggunakan bantuan software open code 4.02.

I. Kesulitan Penelitian

Tingkat pendidikan dan usia partisipan yang beragam, membuat partisipan sulit untuk memahami pertanyaan dari peneliti.

J. Etika Penelitian

Etika penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini merupakanupaya untuk memenuhi hak partisipan dalam penelitian (KNEPK dalam Saparwati,2012) yang terdiri dari :


(55)

1. Self Determination

Partisipan menentukan apakah akan berpartisipasi dalam penelitian atau tidak, tanpa adanya paksaan dan boleh mengundurkan diri sewaktu – waktu tanpa adanya sanksi. Tempat, waktu dan cara pengambilan data disesuaikan dengan keinginan pastisipan. Peneliti menanyakan terlebih dahulu kesediaan partisipan untuk di rekam selama proses pengambilan data.

2. Confidentialy

Peneliti hanya mencantumkan inisial partisipan untuk menjamin kerahasiaan informasi yang didapatkan dari partisipan dalam penyusunan laporan penelitian. Semua data hanya digunakan untuk keperluan analisis data sampai penyusunan laporan penelitian.Ketika partisipan tidak memahami pertanyaan, peneliti mengulang atau mengurangi pertanyaan menjadi lebih rinci.

3. Justice

Peneliti memberikan hak yang sama kepada partisipan untuk dipilih dan terlibat dalam penelitian tanpa diskriminasi dan diberikan penanganan yang sama dengan menghormati seluruh persetujuan yang telah disepakati. Semua partisipan memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam penelitian ini serta mendapatkan perlakuan yang sama dan seimbang baik beban maupun manfaat keikutsertaan partisipan dalam penelitian.


(1)

dengan penyakit DM. Kontrol makanan dapat menjadi salah satu upaya kontrol penyakit dan kontrol luka karena kontrol makanan merupakan salah satu upaya kontrol metabolik dalam pendekatan multidisiplin dalam pengelolaan luka diabetik.17

c. Kontrol kesehatan rutin

Sebagian besar partisipan dalam penelitian ini rutin melakukan pemeriksaan setiap bulan. Salah satu faktor penting dalam perawatan luka diabetik adalah kontrol rutin ke dokter. Deteksi dini melalui pemeriksaan fisik yang meliputi kalus, deformitas, ulkus dan infeksi dapat mencegah 50 % sampai 70% amputasi kaki pada pasien diabetes melitus.4 Pemeriksaan kesehatan secara rutin merupakan salah satu upaya partisipan dalam monitor kondisi kesehatan yang bisa menjadi

salah satu cara dalam pencegahan luka kembali. Kepatuhan kunjungan berobat merupakan faktor paling dominan berhubungan dengan kejadian luka diabetik.14

d. Kontrol gula darah dengan obat Sebagian besar partisipan mengkonsumsi obat – obatan standar untuk mengendalikan gula darah. Partisipan menggunakan obat golongan biguanid dan insulin.

Tujuan utama terapi dengan obat adalah untuk mengurangi gejala dari hiperglikemia dan mencegah komplikasi diabetes melitus dalam jangka panjang.1 Strategi pemberian terapi yang intensif pada pasien diabetes melitus mampu mengurangi komplikasi.

e. Pemakaian alas kaki

Alas kaki yang digunakan oleh penderita diabetes harus mengutamakan kenyamanan.


(2)

Penggunaan sepatu atau sandal yang baik sesuai dengan ukuran dan nyaman untuk dipakai serta ruang dalam sepatu yang cukup untuk jari – jari.5

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh partisipan dalam penelitian ini menggunakan dan memilih alas kaki yang nyaman dan sesuai dengan kondisi kaki. Partisipan dalam penelitian ini juga mengetahui cara pemilihan alas kaki dimana alas kaki yang dipakai harus nyaman, tidak terlalu kecil atau terlalu besar karena bisa melukai kaki dan mengakibatkan luka kembali. Larangan memakai sepatu atau kaos kaki yang terlalu kecil karena dapat melukai kaki. 9

f. Perawatan kuku

Perawatan kuku adalah salah satu langkah dalam perawatan kaki. Seluruh partisipan dalam penelitian

ini menyatakan bahwa melakukan perawatan kuku dalam upaya mencegah terulangnya luka kembali. Perawatan kuku dilakukan dengan hati – hati agar tidak melukai kaki dan dilakukan rutin oleh partisipan setelah mandi agar kuku lebih lunak ketika dipotong.

Memotong dan merawat kuku secara teratur dengan membersihkan kuku setiap hari pada waktu mandi. Hindarkan terjadinya luka pada jaringan sekitar kuku. Apabila kuku keras dan sulit dipotong, rendam kaki dengan ait hangat selama ± 5 menit.9 Kesimpulan

1. Pengalaman dalam perawatan luka diabetik yang dijalani partisipan meliputi perawatan awal luka dan perawatan luka lanjutan. Tidak adanya penanganan yang tepat pada awal adanya luka mengakibatkan kaki


(3)

infeksi yang menyebabkan amputasi atau operasi. Perawatan lanjutan yang dijalani partisipan meliputi debridement, cleansing, penggunaan obat topikal, dan dressing. Kontrol infeksi dengan cara konsumsi obat antibiotik dan penggunaan antibiotik topikal. 2. Faktor yang mempengaruhi

perawatan luka partisipan adalah tingkat pengetahuan. Pengetahuan dan pemahaman partisipan tentang perawatan luka diabetik masih kurang. Hal ini disebabkan karena kurangnya paparan informasi tentang manajemen penyakit DM dan manajemen komplikasinya.

3. Partisipan menyadari pentingnya pencegahan luka kembali. Upaya yang dilakukan partisipan dalam pencegahan luka kembali meliputi manajemen lingkungan, kontol

makanan, kontrol kesehatan rutin, kontrol gula darah dengan obat (terapi farmakologi), olahraga rutin, serta perawatan kuku kaki dan pemakaian alas kaki.

Saran

1. Untuk Partisipan dan keluarga a. Dari hasil penelitian

didapatkan bahwa partisipan tidak pernah melakukan perawatan kaki secara teratur. Oleh karena itu, diharapkan partisipan lebih rutin melakukan perawatan dan pemeriksaan kaki untuk mencegah terjadinya luka kembali.

b. Keluarga dapat mencari informasi ke petugas kesehatan tentang managemen penyakit diabetes melitus dan teknik perawatan luka, terutama


(4)

perawatan luka awal untuk mengurangi resiko infeksi. 2. Untuk Puskesmas Kalikajar 1

a. Dari sebagian besar partisipan nampak bahwasanya edukasi yang telah diperoleh belum mampu untuk mengubah

pemahaman tentang

pentingnya pencegahan luka pada pasien diabetes melitus, penanganan awal luka, serta teknik perawatan luka diabetik. Karena itu SOP edukasi yang telah ada perlu dievaluasi pelaksanaannya dan efektivitasnya.

b. Disediakan program kegiatan pendidikan kesehatan yang terencana, terorganisir dan berkesinambungan yang ditujukan kepada pasien diabetes melitus dan keluarganya, khususnya

mengenai pengetahuan tentang diabetes melitus, praktik perawatan kaki dan perawatan luka.

c. Dari hasil observasi didapatkan bahwa partisipan kesulitan untuk menjangkau tempat pelayanan kesehatan karena jarak dan kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan. Namun perawatan yang berkesinambungan diperlukan oleh pasien. Puskesmas dapat memberikan kemudahan akses pelayanan kesehatan dengan membentuk unit follow up care ataupun bekerja sama dengan penyedia jasa pelayanan kesehatan yang berdekatan dengan tempat tinggal pasien. 3. Penelitian selanjutnya

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa partisipan


(5)

mengetahui tentang perawatan kaki diabetik, namun tidak pernah melakukannya secara rutin. Oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut terkait sikap dan perilaku dalam melakukan upaya pencegahan luka kembali dan perawatan kaki.

DAFTAR PUSTAKA

1. Argawati, Asmara (2015). Evaluasi Pola Terapi Dan Outmoce Klinik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Jaminan Kesehatan Nasional. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu Program Studi Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

2. Ayundini, Gratcia (2014). Penggunaan Antibiotik Topikal Sebagai Alternatif Terapi Ulkus Kaki Diabetik. Diabetes Insipidus in Young Woman Vol.2, No.2, Agustus 2014.

3. DepkesRI (2013). Diabetes Melitus Penyebab Kematian Nomor 6 di Dunia : Kemenkes Tawarkan Solusi Cerdik Melalui POSBIN, diakses 25 Oktober

2015, dari

http://www.depkes.go.id/pdf.php? id=2383

4. Dewi, Arlina (2006). Hubungan Aspek – Aspek Perawatan Kaki Idabetes Dengan Kejadian Ulkus

Kaki Diabetes Pada Pasien Diabetes Melitus. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat/ Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyan Yogyakarta. 5. Diani, Noor (2013). Pengetahuan

dan Praktik Perawatan Kaki Pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan. Tesis Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok. 6. Flora,Rostika., Hikayati.,

Purwanto,Sigit (2013). Pelatihan Senam Kaki Pada Penderita Diabetes Melitus Dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Diabetes Pada Kaki (Diabetes Foot). Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sriwijaya

7. Hariani, L; Perdanakusuma, David S (2012). Perawatan Ulkus Diabetes. Media Jurnal Rekonstruksi & Estetik, Volume : 1 – No.1 Terbit : 07-2012

8. Hermin, Bahruddin, dan Suarnianti (2012). Analisis Teknik Perawatan Luka Pada Penderita Diabetes Melitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Karya Tulis Ilmiah strata satu Ilmu Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin Makassar, Makassar.

9. Hidayat, Anas Rahmad dan Nurhayati, Isnani (2014). Perawatan Kaki Pada Penderita Diabetes Melitus Di Rumah. Jurnal Permata Indonesia, Volume 5 Nomor.2 November 2014 Hal.49-54

10. Hongdiyanto, Arnold., Yamlean, Paulina V.Y., dan Supriati, Hamidah Sri (2014). Evaluasi Kerasionalan Pengobatan Diabetes Melitus Tipe


(6)

2 Pada Pasien Rawat Inap Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2013. Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 2 Mei 2014 ISSN 2302 – 2493. 11. International Diabetes

Federation (2015). Complication of Diabetes. diakses 21 Oktober

2015, dari

http://www.idf.org/complications-diabetes

12. Kleopatra Alexiadou,Jhon Doupis (2012). Management of Diabetic Foot Ulcers; diakses 11

Oktober 2015, dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc /articles/PMC3508111/pdf/13300 _2012_Article_4.pdf

13. Kristiyaningrum (2013). Efektifitas Penggunaan Larutan NaCl dibandingkan dengan D40% Terhadap Proses Penyembuhan Luka Ulkus DM di RSUD Kudus. JIKK Vol. 4, No 2, Juli 2013 :52-58

14. Purwanti, Okti Sri (2013). Analisis Faktor – Faktor Risiko Terjadi Ulkus Kaki Pada Pasien Diabetes Mellitus Di RSUD Dr. Moewardi. Tesis Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok. 15. Ramlan, Eddy (2014).

Pentingnya Pemeriksaan Kesehatan Atau Medical Check Up (MCU) Untuk Kesehatan Perorangan. Diakses 3 Agustus

2016 dari

http://ediramlan.web.ugm.ac.id/?p =36

16. Wardani, Suci Rahma (2015). Gambaran Pengetahuan Tentang

Pencegahan Luka DM : Pada Anggota Keluarga Pasien DM. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta.

17. Washilah, Wardatul (2014). Hubungan Lama Menderita Diabetes Dengan Pengetahuan Pencegahan Ulkus Diabetik Di Puskesmas Ciputat Tahun 2013. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta.

18. Wesnawa, Made Agustya Darmaputra (2014). Debridement Sebagai Tatalaksana Ulkus Kaki Diabetik. Vol 3 no 1 (2014) : e-jurnal medika udayana

19. Wijayanti, Fallah Adi 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Dengan Diabetes Melitus di Ruang Teratai V Selatan RSUP Fatmawati. Karya Tulis Ilmiah strata satu Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok. 20. Wounds International.

(2013). International Best Practice Guidlines : Wound Management in Diabetic Foot

Ulcers. Publish by Wound

International A division of

Schofield Healthcare Media

Limited Enterprise House 1-2 Hatfields London SE19PG, UK. United Kingdom