Jurusan : 1 di lingkungan lalulintas bermakna arah, tujuan,
2 di lingkungan pendidikan tinggi bermakna bagian fakultas.
Operasi : 1 di lingkungan kedokteran bermakna pembedahan,
2 di lingkungan kepolisian bermakna tindakan ekonomi. 5 Perubahan makna karena perubahan konotasi.
Contoh: Kaki tangan : 1 Pembantu dalam makna netral
2 Pembantu dalam kejahatan atau pihak yang tidak disukai.
2.4 Ketepatan Pilihan Kata
Ketepatan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang
dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara Keraf, 1981: 73.Ketepatan pemilihan kata erat kaitannya dengan makna kata dan kosa kata. Kosa kata yang kaya
akan memungkinkan penulis atau pembicara lebih bebas memilih-milih kata yang dianggapnya paling tepat dalam pikirannya. Ketepatan makna menuntut kesadaran
penulis atau pembicara untuk mengetahui hubungan antara bentuk bahasa kata dengan referensinya.
Dalam ketepatan pilihan kata akan muncul pertanyaan apakah pilihan kata yang dipakai sudah setepat-tepatnya sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi yang
berlainan antara pembicara dan pendengar atau antara penulis dan pembaca Keraf, 1981: 90. Maka setiap penulis harus berusaha secermat mungkin memilih kata-kata
untuk mencapai maksud atau gagasan tersebut. Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai ketepatan pilihan kata Keraf, 1981: 74-87,
1. Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi
Kata denotatif dipilih jika penulis hanya ingin menyampaikan pengertian dasar. Adapun kata konotatif dipilih jika penulis menghendaki pencapaian
sasaran berupa munculnya reaksi emosional tertentu.
Contoh: a.
Ketika bininya bunting, mas Bandot harus bertugas ke luar pulau b.
Pak, mohon izin saya mau ke WC Bandingkan dengan kalimat di bawah ini:
a. Ketika istrinya hamil, mas Bandot harus bertugas ke luar pulau.
b. Pak, mohon ijin saya mau ke belakang
Penggunaan kata bini, bunting, dan WC kurang tepat, sebab mempunyai konotasi yang kurang tepat. Sebaiknya kata-kata tersebut diganti dengan
istri
,
hamil
, atau
mengandung
, dan
belakang.
2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim
Kata-kata yang bersinonim tidak selalu saling melengkapi.Untuk itu penulis harus jeli memilih kata dari sekian sinonim untuk menyampaikan
maksud yang diinginkan sehingga tidak timbul interpretasi yang berlainan. Padanan kata
benar
adalah
betul
. Tetapi pada contoh kalimat di bawah ini kata
kebetulan
tidak tepat apabila diganti dengan
kebenaran
.Demikian juga dengan kata
besar
yang mempunyai padanan arti dengan
agung
. Perhatikan contoh berikut ini:
a. Kebetulan ia datang, sehingga masalahnya bisa cepat selesai
b. Peresmian pasar besar kota Malang dilaksanakan bulan ini.
Penulisan kalimat di atas menjadi tidak tepat apabila ditulis: a.
Kebenaran kamu datang, sehingga masalahnya bisa cepat selesai b.
Peresmian pasar agung kota Malang dilaksanakan bulan ini. 3.
Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya Pemakaian kata yang mirip ejaannya sangat sering terjadi, baik dalam
bahasa tulis atau bahasa lisan. Untuk itu, pemilihan kata yang tepat harus
diperhatikan. Penulis harus bisa membedakan kata-kata yang mirip ejaannya. Ketidakcermatan memilih kata-kata yang mirip dalam ejaan bisamenimbulkan
kesalahan pemahaman dan membingungkan pembaca karena bisa saja kedua kata yang hampir sama ejaanya tersebut tertukar penggunaannya. Terjadinya
kesalahan pemilihan kata tersebut bisa
mengakibatkan kejanggalan, kesalahpahaman, atau bahkan bisa menimbulkan hal-hal yang lucu.
Contoh:
bahwa
–
bawah
–
bawa; preposisi
–
proposisi; korporasi
–
koperasi.
Contoh kalimat: a. Hari ini adalah selamatan
menujuh
hari kematian nenek. b. Penggunaan obat terlarang akan membawa seseorang menuju kematian di
usia muda. Di samping ketiga hal itu Gorys Keraf menyarankan agar penulis menghindari
kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selalu berkembang sesuai perkembangan masyarakat.Perkembangan bahasa tampak dari pertambahan jumlah kata baru.
Namun tidak setiap orang boleh menciptakan kata baru seenaknya. Kata baru biasanya kali pertama muncul karena dipakai oleh orang-orang atau pengarang
terkenal. Selain itu penulis juga harus waspada terhadap penggunaan akhiran asing terutama kata-kata asing yang mengandung akhiran asing.
Contoh: favorabel – favorit; idiom – idiomatik; progres – progresif; kultur –
kultural dan sebagainya. Penggunaan Kata atau Istilah Asing
Penggunaan kata-kata atau istilah-istilah asing dibenarkan atau tetap boleh digunakan apabila:
a. Sesuai dengan konotasi, contoh:
Kritik lebih baik daripada
kecaman
Professional lebih baik daripada
bayaran Abstrak
lebih baik daripada tak nyata
b. Singkat dibandingkan dengan terjemahannya, contoh:
Kontrasepsi =
Alat pencegah kehamilan Diskusi
= Pertemuan untuk membahas suatu masalah
Interupsi =
Hal memotong sebuah pembicaraan karena ada
hal penting yang harus disampaikan
Eksekusi =
Pelaksanaan hukuman mati Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan kata asing dalam bahasa
Indonesia dapat dibagi atas dua golongan yaitu: a. Unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam Indonesia. Seperti
reshuffle, shuttle cock, I’ explotation de I’home. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara
asing dan penulisannya apabila diketik maka pengetikannya dicetak miring, atau apabila ditulis tangan, kata seperti itu digarisbawahi.
b. Unsur asing yang pengucapannya dan penulisannya disesuaikan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini, diusahakan dengan ejaan asing hanya diubah
seperlunya sehingga bentuk bahasa Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk aslinya. Untuk mengetahui sebuah kata termasuk kata asing
atau kata serapan dapat menggunakan
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Depdiknas, 2003 dan
Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia
Badudu, 2003. 4.
Menggunakan secara idiomatis kata-kata kerja yang memakai kata depan Karangan yang cermat dalam pemilihan kata harus bersifat idiomatik.
Contoh: Ingat akan
bukan
ingat terhadap Suatu hal
bukan
sesuatu hal Disebabkan oleh
bukan
disebabkan karena Berbahaya bagi
bukan
membahayakan bagi Terdiri atas
bukan
terdiri dari Berharap, berharap akan, mengharapkan
bukan
mengharap akan. Contoh penerapan dalam kalimat:
a. Maria tidak datang karena
suatu hal
. b.
Karangan ini
terdiri atas
empat bab. Karangan di atas akan menjadi salah apabila ditulis seperti berikut.
a. Maria tidak datang karena
sesuatu hal
b. Karangan ini
terdiri dari
empat bab. 5.
Membedakan kata umum dan kata khusus Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum.
Penggunaan kata-kata yang bersifat umum akan mengaburkan makna. Sebaliknya penggunaan kata-kata khusus akan memperjelas makna.
Contoh penggunaan kata-kata umum: a.
Besok saya akan melihat Budi yang sedang dirawat di Rumah Sakit. b.
Watik membeli pakaian di Plaza Yogyakarta.
Bandingkan dengan kalimat ini: a.
Besok saya akan menengok Budi yang sedang opname di Rumah Sakit. b.
Watik membeli kain panjang di Plaza Yogyakarta.
6. Menggunakan kata-kata indria yang menunjukan persepsi yang khusus
Kata indria adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan pengalaman-pengalaman yang dicerap oleh pancaindera baik indera peraba,
perasa, penciuman, pendengaran dan pengelihatan. Contoh penggunaan kata indria
a. Suaranya merdu kata indria indera pendengaran.
7. Memperhatikan perubahan makna pada kata-kata yang sudah dikenal
Makna kata dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Maka penutur bahasa harus selalu memperhatikan perubahan-perubahan makna yang
mungkin terjadi. Pemakaian makna kata harus bersifat nasional, terkenal dan masih dipakai dalam masyarakat serta diinterpretasikan sesuai dengan makna
yang disetujui pada waktu dan tempat saat penulis menulis. Perubahan makna dapat berupa:
a. Perluasan arti
Contoh: kata
berlayar
dulu diartikan
bergerak di laut dengan menggunakan layar
tetapi sekarang diartikan
semua tindakan yang mengarungi lautan atau perairan dengan mempergunakan alat apa saja;
kata
bapak
dan
saudara
dulu hanya dipakai untuk menunjukan hubungan biologis kekeluargaan tetapi sekarang juga dipakai untuk menyatakan semua orang
yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya. b.
Penyempitan arti Contoh: Kata
sarjana
dulu dipakai untuk menyatakan seorang cendekiawan tetapi sekarang hanya dipakai untuk
gelar universiter.
c. Ameliorasi
Ameliorasi adalah perubahan makna atau arti kata yang baru dirasa lebih tinggi nilainya dari yang lama. Contoh: kata
wanita
dirasakan lebih tinggi nilainya daripada kata
perempuan;
kata
istri
atau
nyonya
dirasa lebih tinggi nilainya daripada
bini.
d. Peyorasi kebalikan dari ameliorasi
Contoh: kata
bini
dulu dianggap tinggi, sekarang dirasakan sebagai kata yang kasar.
e. Metafora
Metofora adalah perubahan makna karena persamaan sifat antara dua obyek. Contoh: bulan = putri malam; pulau = empu laut.
f. Metomini
Metomini adalah perubahan makna karena hubungan yang erat antara kata-kata yang terlibat dalam suatu lingkungan makna yang sama dan
diklarifikasikan menurut tempat atau waktu, hubungan isi dan kulit serta hubungan sebab-akibat. Contoh: kata
kota
dulu dimaknai sebagai susunan batu yang dibuat mengelilingi sebuah tempat pemukiman tetapi sekarang
tempat pemukiman itu juga disebut
kota
walau sudah tidak ada susunan batunya lagi; kata
gereja
berarti tempat ibadah umat Kristen tetapi juga mengacu pada persekutuan umat Kristen.
8. Memperhatikan kelangsungan pilihan kata
Kelangsungan pilihan kata adalah teknik memilih kata-kata sehingga maksud atau pikiran seseorang dapat disampaikan secara tepat dan ekonomis.
Penulis atau pembicara harus menghindari mempergunakan terlalu banyak kata untuk mengungkapkan suatu maksud yang singkat, atau mempergunakan kata-
kata yang kabur yang bisa menimbulkan ambiguitas makna ganda. Contoh: kata-
kata “
Tolong sambungkan telepon anda dan telepon saya dengan nomor
…” disederhanakan menjadi “Hubungi saya melalui nomor …” atau “Teleponlah saya melalui nomor …”; kata-kata “Perangai dan kepribadiannya
sangat tidak menyenangkan kami” disederhanakan menjadi “
tindak-tanduknya
tidak menyenangkan”. Selain menghindari terlalu banyak kata, dalam suatu karangan ilmiah sebaiknya
digunakan kata-kata lugas. Penggunaan kata atau frase yang terlalu panjang membuat kalimat tidak efektif selain itu juga mengurangi kebakuan bahasa.
Contoh: a
Selama ini dia memang paling sulit
dipegang ekornya.
b Atas perhatian
yang terhormat Bapak Rektor
,
kami haturkan berlimpah- limpah terima kasih.
Bandingkan dengan kalimat yang ditulis dengan kata-kata lugas berikut ini. a
Selama ini memang dia sulit dicari b
Atas perhatian bapak, kami ucapkan terima kasih Menurut Rahardi 2009 : 31, ada beberapa peranti-peranti diksi, sebagai berikut:
1. Peranti diksi berdenotasi dan berkonotasi Dalam studi linguistik ditegaskan bahwa kata yang tidak mengandung makna
tambahan atau perasaan tambahan makna tertentu disebut denotasi. Adapun maknanya disebut makna denotatif, makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual,
maknai ideasional, makna referensional , atau makna proposional. jadi makna denotatif dapat disebut makna yang sebenarnya, makna yang ditunjuk oleh sesuatu yang
disebutkan itu.
Adapun makna konotatif adalah makna kias, bukan makna sesungguhnya. maka, sebuah kata bisa diartikan berbeda pada masyarakat yang satu dan masyarakat lainnya.
Makna konotatif memiliki nuansa makna subjektif dan cenderung digunakan dalam situasi tidak formal.
Contoh : Denotatif
: Memanjat Tebing Konotatif
: Memanjat Puji syukur 2. Peranti kata bersinonim dan berantonim
Kata bersinonim berarti kata sejenis, sepadan, sejajar, serumpun, dan memiliki arti sama. Secara lebih gampang dapat dikatakan bahwa sinonim sesungguhnya adalah
persamaan makna kata. Adapun yang dimaksud adalah dua kata atau lebih yang berbeda bentuknya, ejaannya, pengucapan atau lafalnya, tetapi memiliki makna sama atau
hampir sama. Kata bersinonim berlawanan dengan kata berantonim. Bentuk kebahasaan tertentu akan dapat dikatakan berantonim kalau bentuk itu memiliki makna yang tidak
sama dengan makna lainnya. Dalam linguistik dijelaskan bahwa antonim menunjukan bentuk-bentuk kebahasaan itu memiliki relasi antarmakna yang wujud logisnya berbeda
atau bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Contoh :
Sinonim : Melihat Melotot, Melirik, Mengintip, dan Menderling,
Antonim : Panas Dingin.
3. Peranti kata bernilai rasa Diksi atau pemilihan kata juga mengajarkan untuk senantiasa menggunakan
kata-kata yang bernilai rasa dengan cermat.memang sering ada kontroversi antara kata-
kata bernilai rasa dan kata-kata baku. Kadang ditemukan bahwa kata baku tertentu tidak memiliki nilai rasa sama sekali.
Sebaliknya, dapat pula ditentukan bahwa kata bernilai rasa jauh dari dimensi- dimensi kebakuan. Jika menghadapi kasus demikian ini, anda harus benar-benar cermat
mempertiimbangkan laras bahasanya. Bila laras bahasanya adalah laras ilmiah seperti halnya bahasa yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah, maka tidak bisa tidak
preferensi Anda haruslah pada kata-kata baku tersebut. Sebaliknya kalau dalam laras pemakaian bahasa lebih santai, seperti dalam surat
menyurat personal, maka pertimbangan bilai rasa boleh masuk di situ. Jadi, harus saya tegaskan bahwa pemakaian bahasa tidak dapat dilakukan serampangan saja. Harus ada
pertimbangan yang bijaksana menyangkut segala hal yang berkaittan dengan konteksnya. Kelalaian seseorang terhadap pertimbangan konteks pemakaian entitas
kebahasaan menjadikan bahasa yang digunakan
amburadul
. 4. Peranti Kata Konkret dan Abstrak
Kata konkret adalah kata-kata yang menunjuk pada objek yang dipilih, didengar, dirasakan, diraba atau dicium. Jadi, sesungguhnya kata-kata konkret menunjuk pada
kata-kata yang dapat diindra. Lazimnya kata-kata konkret dalam ilmu bahasa merupakan kata yang bukan kata jadian atau kata bentukan.
Dengan kata lain, kata-kata yang sifatnya konkret itu melambangkan atau menyimbolkan sesuatu. Kata ‘meja’ dan ‘kursi’ jelas sekali merupakan kata konkret.
Akan tetapi kalau ‘pendidikan atau ‘pembodohan’, ‘kemiskinan’, ‘kepandaian’ jelas merupakan kata-kata yang tidak diindera. Jadi, demikian itulah cara kerja diksi atau
pemilihan kata, harus ada diantara entitas-entitas kebahasaan itu sendiri.
Sedangkan kata abstrak yaitu menunjuk pada konsep atau gagasan. Kata-kata abstrak sering dipakai untuk mengungkapkan gagasan yang cenderung rumit.
Bentuk kebahasaan seperti ‘pembodohan’ dan ‘kemiskinan tentu saja merupakan kata-kata abstrak yang hanya dapat ditangkap maknanya dengan kejernihan pemikiran
dan ketajaman pikir. Jadi, pemaknaan atau penafsiran makna untuk kata-kata abstrak itu bukan melalui indera.
5. Peranti Keumuman dan Kekhususan Kata Kata-kata umum adalah kata-kata yang perlu dijabarkan lebih lanjut dengan
kata-kata yang sifatnya khusus untuk mendapatkan perincian lebih baik. Kata-kata umum tidak tepat untuk mendeskripsikan sesuatu karena memiliki kadar akurasi yang
rendah. Jadi, kata-kata umum ialah kata-kata yang luas ruang lingkupnya. Bentuk ‘binatang’ misalnya, bentuk ini masih umum atau terbuka dan masih perlu pembagian
dalam macam-macam binatang. Kata khusus cenderung digunakan dalam konteks terbatas, dalam kepentingan-
kepentingan yang perlu perincian, dan perlu ketepatan dan keakuratan konsep.Jadi, kata-kata khusus yaitu kata-kata yang sempit ruang lingkupnya, terbatas konteks
pemakaiannya. Kata ‘tawes’ menunjukan makna khusus dalam pengelompokan ikan.
6. Peranti Kelugasan Kata Kata-kata yang lugas ialah kata-kata yang sekaligus juga ringkas, tidak
merupakan fakta panjang, tidak mendayu-dayu, dan sama sekali tidak berbelit-belit. Lazimnya, kata-kata yang lugas itu juga bukan merupakan bentuk-bentuk kebahasaan
kompleks. Pemakaian bentuk kata-kata yang verbalistis, yang keasing-asingan, sesungguhnya dapat dianggap bertentangan dengan prinsip kelugasan ini.
Orang cenderung akan menggunakan bentuk asing karena merasa bahwa kata- kata yang bukan asing, tidak lugas, tidak pas, tidak tepat menggambarkan konsep.
Dengan memerantikan bentuk kebahasaan yang belum sepenuhnya dikenal masyarakat itu karena keasingannya, dimensi kelugasanya akan jauh menurun.
7. Peranti Penyempitan dan Perluasan Makna Kata Sebuah kata dapat dikatakan mengalami penyempitan makna apabila di dalam
kurun waktu tertentu maknanya bergeser dari semula yang luas ke makna yang sempit atau terbatas.
Misalnya, bentuk ‘pendeta’ yang semula bermakna orang yang berilmu, tetapi kini menyempit maknanya menjadi ‘guru agama kristen’ atau ‘pengkhotbah
kristen’. Jadi, kehadiran makna-makna baru dari sebuah bentuk kebahasaan seperti disebutkan di depan itu adalah karena tuntutan kepesifikan kekhususan.
Sebuah makna kebahasaan dikatakan akan meluas jika dalam kurun waktu tertentu maknanya akan bergeser dari yang semula sempit ke makna yang luas.
Misalnya kata ‘bapak’ dalam pengertian sempit pasti hanya digunakan anak kepada bapaknya. Namun sekarang kata ‘bapak’ di kantor-kantor seorang pemimipin pasti akan
disebut sebagai ‘bapak’
8. Peranti dan Keaktifan dan Kepasifan Kata aktif adalah kata-kata yang banyak digunakan oleh tokoh masyarakat.
Karena banyak diperantikan oleh tokoh masyarakat, para selebritas, para jurnalis media masa, para dosen, para politis, maka kata-kata yang semula tidak pernah digunakan itu
semakin banyak digunakan dalam pemakaian kebahasaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kata-kata demikian itu telah menjadi aktif lagi dan siap untuk
digunakan. Dalam kerangka dinamika bahasa, fakta demikian ini lazim terjadi karena
telah terjadi proses kreatif, yakni kreativitas yang sifatnya membangkitkan atau generatif.
Sebagai imbangan dari kreativitas, di dalam kehidupan bahasa juga terdapat kreativitas inovatif. Dengan jenis kreativitas itu, sebuah bentuk kebahasaan yang belum
ada, belum pernah terlahir, lalu dihadirkan sebagai kata-kata yang benar-benar baru. P
raktik pengaktifan yang salah misalnya, dapat dilihat dari pemakaian bentuk ‘terkini’ oleh media masa. Tidak banyak yang tau bahwa kebahasaan yang demikian itu
sesungguhnya tidak benar dari sisi kebahasaan. 9. Peranti Ameliorasi dan Peyorasi
Ameliorasi adalah proses perubahan makna dari yang lama ke yang baru ketika bentuk yang baru dianggap dan dirasakan lebih tinggi dan lebih tepat nilai rasa serta
konotasinya bandingkan dengan yang lama. Peyorasi adalah perubahan makna dari yang baru ke yang lama dianggap masih
tetap lebih tinggi dan lebih tepat nilai rasa serta konotasinya dibandingkan dengan makna yang baru.
10. Kesenyawaan Kata Bentuk idiomatis atau bentuk senyawa, sesuai dengan namanya, tidak dapat
dipisahkan begitu saja oleh siapa pun juga. Dikatakan sebagai bentuk senyawa karena bentuk demikian itu sudah sangat erat hubungannya antara satu dengan yang lainnya.
Jadi, di dalam konstruksi idiomatis, kata yang satu dengan yang lain yaitu berhubungan erat, lekat, dan tidak dapat dipisahkan oleh alasan apapun juga. Pengabaian bentuk-
bentuk idiomatis demikian ini akan menjadikan bahasa ilmiah rusak berantakan.
Misalkan, ‘sesuai dengan’ dan ‘disebabkan oleh’. Banyak orang yang mengimplikasikan b
entuk ‘sesuai dengan’ menjadi bentuk sesuai saja.
11. Ketidakbakuan dan Kebakuan Kata Kata baku adalah kata yang sesuai dengan kaidah bahasa indonesia. Misalnya
kata- kata ‘anda dan saya’. Sedangkan kata tidak baku ialah kata yang digunakan sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada, namun tidak sesuai dengan kaidah bahasa indonesia.
Misalnya kata, ‘gue dan elo’.
2.4 Pemilihan Kata yang Lazim Umum