10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengelolaan Konflik
1. Pengertian Pengelolaan Konflik
Konflik mempunyai berbagai pengertian, menurut Cross, Names dan Beck Borisoff Victor, 1989 konflik dipandang sebagai suatu perbedaan
diantara individu, perbedaan itu dapat berasal karena ada perbedaan tujuan, nilai, motivasi ataupun ide. Sedangkan Thomas dalam Borisoff Victor,
1989 menjelaskan bahwa konflik merupakan suatu proses yang berasal saat salah satu individu memahami bahwa pihak lain menghalangi beberapa tujuan
atau fokusnya. Hocker Wilmot Borisoff Victor, 1989 menjelaskan konflik
sebagai suatu pertentangan diantara setidaknya dua pihak yang merasa berlawanan tujuan dan gangguan dari dari pihak lain dalam mencapai tujuan
mereka. Sedangkan pengertian manajemen konflik sendiri juga telah diungkap
oleh para ahli. Tjosvold Tjosvold dalam Astuti, 2003 mendefinisikan manajemen konflik merupakan tugas mengolah permasalahan yang timbul
akibat salah paham atau perselisihan yang dilakukan oleh individu atau kelompok, apabila dapat diatasi dengan baik maka hubungan akan meningkat
11
dan dapat mencapai persetujuan. Johnson Johnson 1994 mendefinisikan manajemen konflik sebagai tugas mengelola suatu permasalahan yang timbul
akibat salah paham atau perselisihan yang dilakukan oleh individu atau kelompok.
Menurut Wirawan 2010, manajemen konflik sebagai proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan
menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik atau pengelolaan konflik adalah suatu tugas mengelola
permasalahan yang timbul akibat perselisihan atau salah paham yang ada pada individu atau kelompok untuk mengendalikan konflik sehingga dapat
menghasilkan tujuan yang diinginkan. 2.
Pengelolaan Konflik dalam Pernikahan
Pengelolaan konflik
dalam keluarga
adalah suatu
proses pengorganisasian yang digunakan untuk mengatasi perbedaan diantara
anggota keluarga, misal antara suami dengan istri, mertua dengan menantu, orangtua dengan anak, atau perbedaan diantara anggota keluarga yang
lainnya. Pengelolaan konflik dapat juga dipengaruhi oleh gaya pengelolaan konflik dan juga oleh kebudayaan. Individu yang berkonflik dapat mengelola
konflik dengan menggunakan berbagai macam gaya pengelolaan konflik yaitu
12
avoiding,
akomodasi atau
obliging, integrating
atau kolaborasi,
dominating
atau kompetisi dan kompromi Pada budaya kolektivis, gaya pengelolaan konflik yang biasa dipakai adalah gaya
obliging
atau akomodasi,
avoiding, integrating
atau kolaborasi dan kompromi. Sedangkan pada budaya individualis, biasa menggunakan gaya
dominating
atau kompetisi untuk menyelesaikan konflik.
a. Faktor-faktor yang memicu terjadinya konflik dalam keluarga
Manurung Manurung 1995 menyebutkan, terjadinya konflik dalam rumah tangga disebabkan oleh tiga faktor yaitu dari suami istri itu
sendiri, pengaruh dari salah satu orangtua atau dari kedua belah pihak, serta pengaruh dari salah seorang anggota keluarga. Faktor-faktor tersebut
diantaranya adalah: 1
Kurangnya saling pengertian diantara suami dan istri 2
Adanya kecurigaan dari pemakaian uang maupun dari hubungan intim dengan orang lain.
3 Ketidakmampuan suami memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani
keluarga atau sebaliknya. 4
Ketidakpuasan suami terhadap istrinya atau sebaliknya. 5
Adanya ketidaksepakatan pernikahan dari pihak orangtua atau dari suami istri itu sendiri sehingga sering terjadi konflik pendapat antara
orangtua dengan anak dan antara suami dengan istri.
13
6 Sering adanya campur tangan orangtua dalam urusan rumah tangga
anaknya. Orangtua yang menganggap anaknya belum dewasa. 7
Adanya status sosial yang lebih tinggi dari orangtua dibandingkan dengan besan atau menantunya sehingga menganggap rendah besan
dan menantunya. 8
Pengaruh negatif dari anggota keluarga lain yang dapat mempengaruhi keluarga inti.
b. Macam-macam gaya pengelolaan konflik
Beberapa ahli berpendapat bahwa seseorang mengelola konflik dengan bermacam-macam gaya. Thomas Killman dalam Beebe dkk,
1996 menyebutkan bahwa ada dua dimensi utama dalam pengelolaan konflik yaitu berpusat pada orang lain dan berpusat pada diri sendiri. Dari
dua dimensi konflik tersebut, didapat lima gaya pengelolaan konflik. Lima gaya manajemen konflik menurut Thomas Killman adalah:
1 Menghindar
avoidance
Gaya pengelolaan konflik menghindar adalah mengelola konflik dengan cara mundur atau mencoba mengesampingkan konflik
yang sedang dihadapi. Strategi seperti ini menunjukkan bahwa individu memiliki fokus yang rendah pada diri sendiri maupun orang
lain. Orang dengan gaya pengelolaan konflik seperti ini berharap bahwa masalah yang ada akan selesai dan hilang dengan sendirinya.
14
Menurut Thomas Killman, bentuk teknik menghindar bisa berupa menjauhkan diri dari masalah, menunda masalah hingga menunggu
waktu yang tepat serta menarik diri dari konflik yang merugikan. Gaya pengelolaan konflik ini biasa disebut pendekatan kalah
– kalah atau “
lose
– lose approach”.
Penggunaan gaya menghindar akan mendatangkan keuntungan jika permasalahannya sepele atau ada
permasalahan yang lebih penting untuk diselesaikan. Selain itu, dapat mensuplai waktu untuk berpikir tentang masalah yang ada agar dapat
memberikan respon lain terhadap konflik yang sedang dihadapi. Menghindar juga mempunyai kerugian karena penghindaran dapat
memberikan kesan pada orang lain bahwa kita tidak peduli pada perasaan mereka dan hanya fokus pada diri sendiri. Penghindaran
hanya akan menyimpan konflik dan membangun suatu ledakan pada nantinya.
Beberapa alasan menggunakan gaya manajemen konflik menghindar Winardi, 2002:
a Bila ada masalah lain yang lebih penting untuk diselesaikan.
b Bila potensi mengganggu lebih besar daripada potensi yang
menguntungkan. c
Untuk membiarkan orang menjadi tenang terlebih dahulu dan mengurangi ketegangan.
15
2 Akomodasi
accommodation
Gaya pengelolaan akomodasi ini adalah teknik mengelola konflik yang berfokus pada pihak lain dibandingkan dengan diri
sendiri. Individu yang menggunakan teknik ini membiarkan keinginan pihak lain menonjol dan mendapatkan yang diinginkan oleh pihak
tersebut. Orang yang melakukan gaya akomodasi mengabaikan kepentingan dirinya sendiri dan berupaya memuaskan kepentingan
lawan konfliknya. Akomodasi biasa dipakai karena individu merasa takut ditolak jika mereka mengganggu pihak lain yang sama-sama
berkonflik. Gaya pengelolaan konflik ini biasa disebut dengan pendekatan kalah -
menang atau “
win
–
lose approach
”. Akomodasi mempunyai keuntungan yaitu menunjukkan kepada orang lain bahwa
individu benar-benar ingin membantu pihak lain. Selain itu jika individu merasa salah, akomodasi tepat untuk digunakan. Kerugian
jika terus menerus menggunakan akomodasi adalah pihak lain akan memanfaatkan individu lainnya karena mengurangi kemampuannya
untuk menyelesaikan konflik serta adanya ekspektasi dari pihak lain bahwa individu tersebut akan memberikan keinginannya lagi.
Beberapa alasan menggunakan gaya manajemen konflik akomodasi Winardi, 2002:
a Bila masalah lebih penting untuk orang lain daripada untuk kita.
16
b Untuk meminimalkan kerugian bila kita berada pada posisi yang
kalah. c
Bila harmoni dan kestabilan sangat penting ditekan dalam suatu hubungan
3 Kompetisi
competition
Strategi dengan menggunakan kompetisi adalah pengelolaan konflik dengan cara mendominasi orang lain dan memaksakan segala
sesuatu agar sesuai dengan kesimpulan tertentu serta menggunakan kekuasaan yang ada. Individu yang menggunakan gaya kompetisi
ingin mengontrol orang lain, biasanya mereka tidak berorientasi pada pihak lain tetapi berorientasi pada diri mereka sendiri. Gaya
pengelolaan kompetisi sering disebut pendekatan menang – kalah atau
“
win-lose approach
”. Kompetisi dapat menguntungkan jika seseorang harus memutuskan tindakan cepat atau dalam keadaan darurat.
Beberapa alasan menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi Winardi, 2002:
a Bila kecepatan dan tindakan pengambilan keputusan bersifta vital
dalam keadaan darurat b
Untuk melawan orang-orang yang mengambil keuntungan dari orang-orang yang mengalah.
17
c Bila kita mempunyai kekuasaan atau sumbenr lainnya untuk
memaksakan sesuatu pada pihak lain yang sedang berkonflik. 4
Kompromi
compromise
Gaya pengelolaan konflik dengan cara kompromi adalah gaya mengelola konflik yang bertujuan untuk menemukan titik tengah yang
memuaskan sebagian keinginan dari kedua belah pihak sehingga tidak ada yang merasa menang atau kalah. Saat menggunakan kompromi,
fokus pada orang lain sama baiknya dengan fokus pada diri sendiri. Penggunaan kompromi biasanya melaksanakan upaya tawar menawar
untuk mencapai pemecahan-pemecahan yang dapat diterima oleh semua pihak tetapi bukan pemecahan yang optimal. Gaya pengelolaan
ini biasa disebut pendekatan kalahmenang – kalahmenang atau
“
losewin-losewin approach
”. Keuntungan dari penggunaan kompromi adalah jika membutuhkan resolusi konflik yang cepat serta
menyeimbangkan kekuatan yang ada pada kedua belah pihak. Selain itu, kompromi dapat berguna jika membutuhkan solusi konflik untuk
sementara. Beberapa alasan menggunakan manajemen konflik kompromi
Winardi, 2002: a
Untuk mencapai solusi sementara pada masalah yang kompleks.
18
b Untuk dapat mencapai suatu keputusan yang berguna dalam waktu
yang terbatas. c
Bila pihak-pihak yang berkonflik mempunyai kekuatan yang sama dan seimbang.
5 Kolaborasi atau kerja sama
collaboration
Teknik kolaborasi mempunyai fokus yang tinggi pada diri sendiri dan orang lain. Orang yang menggunakan gaya kolaborasi
memandang konflik sebagai suatu permasalahan bukan suatu permainan yang ada menang dan kalahnya. Kolaborasi berusaha
mencapai kepuasaan sepenuhnya yang benar-benar memenuhi harapan dari kedua belah pihak serta mencapai keuntungan sebagai hasilnya.
Gaya pengelolaan ini biasa disebut dengan pendekatan menang –
menang atau “
win-win approach
”. Kolaborasi akan menguntungkan saat kedua belah pihak membutuhkan sesuatu atau ide yang baru.
Kolaborasi juga meningkatkan hubungan karena adanya keterlibatan kedua belah pihak yang sama-sama menguntungkan.
Beberapa alasan penggunaan manajemen konflik kolaborasi Winardi, 2002:
a Menciptakan solusi yang intergratif dan tujuan kedua belah pihak
terlalu penting untuk dikompromikan.
19
b Untuk menggabungkan pengetahuan atau informasi dari orang-
orang yang berbeda pandangannya. c
Kedua belah pihak tidak mempunyai kekuasaan yang cukup untuk memaksakan kehendak demi mencapai tujuannya.
Jika digambarkan dengan bagan, maka akan tampak sebagai berikut:
Diagram 2. Gaya Pengelolaan Konflik menurut Thomas dan Killman Beebe dkk, 1996.
Tidak jauh berbeda dengan Thomas Killman, Hendrick 2006 membedakan lima gaya dalam manajemen konflik sebagai berikut:
1 Penyelesaian konflik dengan mempersatukan
intergrating
Penyelesaian konflik dengan cara mempersatukan ini adalah individu-individu yang terlibat konflik saling melakukan tukar-
Kompromi Kompetisi
Kolaborasi
Menghindar Akomodasi
Tinggi Tinggi
Rendah Fokus pada
Diri Sendiri
Fokus pada Orang Lain
20
menukar informasi yang ada. Individu yang terlibat mempunyai keinginan untuk mengamati perbedaan serta mencari suatu solusi yang
dapat diterima oleh semua individu yang mengalami konflik. Dengan gaya pengelolaan konflik ini, dapat memunculkan suatu pikiran yang
kreatif karena pihak yang berkonflik berusaha mempersatukan informasi-informasi dari perspektif yang berbeda-beda.
2 Penyelesaian konflik dengan kerelaan untuk membantu
obliging
Penyelesaian konflik secara
obliging
membuat nilai tinggi pada orang lain sedangkan untuk dirinya sendiri dinilai rendah. Dalam gaya
obliging
, digunakan untuk membuat seseorang merasa lebih baik dan senang, kadang-kadang mengorbankan sesuatu yang penting dalam
dirinya. Jika gaya rela membantu digunakan secara efektif maka akan dapat mengawetkan dan melanggengkan hubungan.
3 Penyelesaian konflik dengan mendominasi
dominating Dominating
ini adalah lawan dari
obliging
. Jika dalam gaya obliging penekananya pada orang lain, dalam dominating yang
ditekankan adalah diri sendiri. Strategi dominasi dapat efektif jika persoalan yang ada itu kurang penting atau membutuhkan keputusan
yang cepat. Dominasi paling baik digunakan dalam keadaan yang terpaksa.
21
4 Penyelesaian konflik dengan menghindar
avoiding
Penyelesaian konflik yang keempat adalah penyelesaian konflik dengan cara mengindari masalah yang ada. Dalam teknik ini,
para individu yang menghindari permasalahan tidak menempatkan suatu nilai pada diri sendiri maupun orang lain. Dalam gaya ini, aspek
negatifnya adalah menghindar dari tanggung jawab dan mengelak atau mengkesampingkan suatu persoalan.
5 Penyelesaian konflik dengan kompromis
compromising
Teknik penyelesaian kompromi menempatkan diri sendiri dan orang lain dalam tingkat yang sedang. Kompromi akan menjadi efektif
bila ada keseimbangan kekuatan dari individu yang berkonflik. Teknik kompromi biasa dipakai oleh orang yang berselisih untuk
mendapatkan jalan keluar atau pemecahannya. c.
Budaya dalam pengelolaan konflik di keluarga Selain ada bermacam-macam gaya pengelolaan konflik seperti
yang telah dijelaskan diatas, variasi dalam cara pengelolaan konflik juga dapat dipengaruhi oleh perbedaan latar belakang budaya dari individu-
individu yang bersangkutan. Misalnya budaya Amerika memandang bahwa anggota keluarga harus benar-benar terbuka satu sama lain dan
memiliki keterampilan sosial yang tinggi untuk menghadapi konflik. Pada keluarga Irlandia menggunakan alkohol disertai dengan humor atau
22
candaan. Sedangkan pada keluarga Yahudi sering dianggap argumentatif karena nilai mereka yang tinggi pada analisis masalah dan mendiskusikan
pan jang lebar. Pada beberapa etnis dan “
blue collar family
”, cenderung agak tenang dan menghindari konflik yang berkaitan dengan faktor
eksternal seperti kondisi ekonomi dan sosial Noller Fitzpatrick, 1993. Keterbatasan referensi yang menjelaskan secara spesifik gaya
pengelolaan konflik yang khas sesuai budaya Indonesia menyulitkan penulis untuk membuat paparan lebih rinci tentang pengelolaan konflik
pada budaya Indonesia. Namun, di dalam buku psikologi lintas budaya terdapat penjelasan lebih umum yang membedakan budaya dalam
kelompok besar yaitu budaya kolektivis dan individualis. Indonesia adalah negara yang termasuk dalam budaya kolektivis.
Dalam budaya kolektivis, mengetahui perasaan-perasaan yang dialaminya dirasa kurang penting sehingga yang lebih penting adalah mengetahui
status atau afiliasi-afiliasinya terhadap lingkungan sekitar. Menurut Toomey 1988, pada kelompok kolektivistik, pemeliharaan keselarasan
merupakan tujuan utama dari kelompok tersebut. Selain itu, dalam budaya kolektivis, perilaku dianggap paling kooperatif dalam situasi dilema
kelompok tunggal tetapi kurang kooperatif dalam situasi dilema antar kelompok. Berbeda dengan individualis yang gaya pengelolaan konfliknya
lebih mendominasi, pada budaya kolektivis, gaya pengelolaan konflik
23
yang muncul adalah
obliging, avoiding, integrating,
dan kompromi. Dalam budaya kolektivis juga lebih fokus pada penghindaran konflik
dengan memelihara harmoni, menahan ekspresi emosi dan menghindari kehilangan muka Dayakisni Yuniadi, 2008.
B. Pernikahan Usia Muda