Perancangan Dokumenter Drama Naskah Kuno Bugis LA Galigo

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Karya leluhur merupakan sebuah peninggalan pada suatu budaya yang menyampaikan pesan dan amanah kepada generasi selanjutnya. Karya leluhur ini juga merupakan identitas suatu bangsa yang menjadikannya unik dan berbeda dengan bangsa lainnya. Dalam peninggalan karya leluhur terdapat pembelajaran mengenai sejarah mengenai masa lalu, representasi masa sekarang dan perkiraan masa depan.

Keberadaan karya leluhur bergantung pada masyarakatnya. Salah satu dari karya leluhur Indonesia yang juga merupakan karya leluhur dunia adalah La Galigo. Sebuah Naskah Kuno terpanjang di Dunia yang sementara ini terdiri dari kurang lebih 7000 lembar. Karya ini merupakan warisan budaya Indonesia yang belum banyak di ketahui secara umum oleh para penerus bangsa yang merupakan ahli waris dan salah satu pembentuk identitas Indonesia.

Keberadaan naskah yang kian terpisah dari kehidupan masyarakat sehari-hari merupakan bagian dari perubahan pola hidup masyarakat namun disayangkan jika perubahan terus membuat masyarakat lupa bahkan tidak peduli akan peninggalan leluhur yang merupakan amanah leluhur untuk dijaga dan dilestarikan keberadaannya.

Masyarakat Bugis kurang mengetahui mengenai Naskah Kuno Bugis La Galigo sehingga Naskah Kuno Bugis La Galigo dapat diinformasikan kembali kepada masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Sulawesi Selatan pada khususnya.


(2)

1. 2. Identifikasi Masalah

• Keberadaan Naskah asli yang dimiliki dan tersimpan di Museum Leiden, Belanda.

• Naskah terjemahan La Galigo telah diterbitkan dua jilid dari jumlah dua belas jilid dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.

• Keberadaan Naskah Kuno Bugis La Galigo belum di ketahui keberadaannya secara luas oleh masyarakat.

• Terdapat banyak pesan moral, amanah dan kearifan lokal yang terkandung dalam Naskah Kuno Bugis La Galigo.

1. 3. Fokus Masalah

Keberadaan Naskah Kuno Bugis La Galigo yang belum diketahui oleh masyarakat luas.

1. 4. Tujuan Perancangan

Menginformasikan Naskah Kuno Bugis La Galigo sehingga dapat membangun kesadaran masyarakat akan pesan moral dalam Naskah Kuno Bugis La Galigo.

1. 5. Kata Kunci

Informasi Komunikasi, Dokumenter Drama, Naskah Kuno Bugis La Galigo


(3)

BAB II

NASKAH KUNO BUGIS LA GALIGO

2. 1. Landasan Naskah NBG (Nederland Bible Geselschaft) 183

Gambar 2. 1. Halaman Naskah Kuno Bugis La Galigo

Menurut Fachruddin (2000, 14) NBG 188 dikumpulkan oleh I Colliq Pujie Arung Pancana Toa, seorang raja perempuan dari tanah Bugis.Beliau mengumpulkan dan menyalin ulang episode-episode La Galigo. Dia menghasilkan 2212 halaman folio salinan naskah yang merupakan 1/3 dari seluruh naskah La Galigo. Pada tahun 1987 dimulailah sebuah proyek yang menerjemahkan dan menerbitkan NBG 188 ini. Tujuan proyek ini adalah menerbitkan secara ilmiah seluruh teks La Galigo yang terkandung dalam manuskrip yang dianggap paling utuh dalam dua bahasa yaitu bahasa Bugis dan bahasa Indonesia.

Naskah NBG 188 yang tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden itu terdiri dari 12 jilid yang jumlah halamannya 2851.Ukuran kedua belas jilid itu 21 x 34 sentimeter. Teks ditulis dengan alat tradisional (kallang) dengan tinta hitam. Penomoran halaman di tulis dengan pensil oleh B.F. Matthes. Tulisan dalam naskah ini pada umumnya rapi dan jelas walaupun sering kali ada tambahan kata atau kalimat di atas baris-baris atau di pinggir halaman. Hampir setiap halaman mengandung catatan pensil Matthes yang pada umumnya menjelaskan arti kata baik dalam bahasa Bugis, Belanda atau Makassar. Kemungkinan besar naskah ini


(4)

dibacanya bersama Arung Pancana Toa yang sambil membaca menerangkan arti kata yang kurang jelas bagi Matthes.

Kertas yang digunakan untuk manuskrip ini adalah kertas Eropa tetapi bukan satu jenis. Baik warna, maupun cap air dan tebalnya berbeda. Kualitas kertas-kertas yang terdapat dalam bagian terakhir naskah lebih jelek daripada kertas pada bagian pertama sehingga lebih rapuh dan warnanya agak kecoklat-coklatan.Kertas ini lebih tipis sehingga tinta menembus ke muka halaman sebaliknya. Tulisan pada bagian terakhir lebih sulit dibaca daripada bagian awal naskah.

Gambar 2.2. Lontarak

Transliterasi naskah yang tulisan aksara Bugis menimbulkan kesulitan yang cukup besar. Aksara Bugis ataua Aksara Lontaraq melambangkan konsonan yang diikuti oleh vokal.Geminasi dan konsonan akhir tidak dilambangkan dan prenasalisasi konsonan biasanya tidak dituliskan. Pada umumnya dalam naskah Bugis kata-kata tidak dipisahkan dan tidak ada alinea. Tanda baca hanya satu yaitu Pallawa yang menandai sela. Dalam transliterasi dengan huruf latinpallawa itu dapat dilambangkan dengan tanda koma, titik, titik dua atau alinea baru.


(5)

Hal-hal seperti ini menyebabkan bahwa sebuah transliterasi naskah Bugis ke dalam huruf latin yang melambangkan lebih banyak fonem bahasa selalu merupakan interpretasi naskah tersebut oleh editor. Selain masalah akibat ciri-ciri khas tulisan Lontaraq itu juga belum ada kesepakatan tentang ejaan bahasa Bugis dalam tulisan latin sehingga setiap editor naskah menggunakan cara transliterasi sendirinya. Transliterasi yang digunakan sama dengan yang dipakai Roger Tol berdasarkan sistem yang dibuat oleh Fachruddin Ambo Enre.

Pada sejumlah kasus naskah memperlihatkan kesalahan tulis. Kesalahan itu diperbaiki dalam transliterasi tetapi dalam catatan terdapat transliterasi tepat dari apa yang tertulis dalam naskah. Tambahan kata atau huruf yang tidak terdapat dalam naskah di cetak antara kurung siku.

Selain pemilihan untuk mentrasliterasi huruf-huruf seorang editor juga perlu menentukan susunan baris. Seperti telah dikemukakan di atas naskah Galigo ini dilutes bersambung tanpa ada pemisahaan kata atau pembagian dalam alinea. La Galigo dapat digolongkan pada genre puisi maka olehnya ditulis dengan baris yang terdiri dari dua sampai empat segmen seperti sudah menjadi kebiasaan untuk puisi.

Beberapa kata tidak diterjemahkan karena melambangkan konsep-konsep kebudayaan Bugis dan tidak mempunyai padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia.Kata-kata itu dicetak dengan huruf miring dan maknanya diterangkan di dalam daftar kata.

Penyuntingan teks La Galigo ini sesuai dengan teks dalam naskah aslinya yaitu tanpa ada pembagian dalam bab. Sebagai pelayanan bagi para pembaca, adegan-adegan tertentu di beri judul pada baris kepala.


(6)

Judul-judul itu juga tercantum dalam daftar isi sehingga memudahkan pencarian bahkan dalam tiap babnya diberikan judul sub bab.

Masyarakat Bugis menggunakan beberapa istilah atau judul misalnya

Sureq Galigo, La Galigo, Sureq Selleang atau Bicaranna Sawerigading. La Galigo dipilih sebagai judul dari NBG 188 ini dikarenakan judul ini yang paling sesuai dengan penggunaan di masyarakat Bugis dan digunakan ketika penelitian ilmiah pertama kali dalam sastra Bugis.

Sastra La Galigo memiliki beberapa ciri formal yang membedakannya dari karya-karya sastra Bugis lain. Ciri itu dapat digolongkan pada tiga bagian: 1. Metrum, 2. Bahasa, dan 3. Pokok Cerita. Metrum yang terdapat dalam setiap naskah ditentukan oleh jumlah suku kata. Dasar metrum adalah lima suku kata, hanya jika aksen jatuh pada suku kata terakhir yang jumlahnya empat suku kata. Metrum ini adalah ciri khas La Galigo. Metrum yang berasal dari suku kata bukanlah hal yang aneh namun sastra Bugis. Contohnya Toloq yang terdiri dari segmen-segmen yang jumlah suku katanya delapan atau Elong yang terdiri dari tiga baris yang terdiri dari 8, 7 dan 6 suku kata. Akan tetapi, metrum bersegmen lima suku kata hanya ada pada La Galigo.

Bahasa yang digunakan dalam teks La Galigo cukup berbeda dengan bahasa sehari-hari. Bahasa Bugis Kuno, Bahasa La Galigo, Bahasa Nenek Moyang (basa to ri olo), BahasaSureq adalah beberapa nama yang biasa digunakan dalam menyebut bahasa dalam naskah. Perbedaan terbesar dengan bahasa Bugis sehari-hari berada pada kosa kata, bukan dalam tata bahasanya yang hampir sepadan. Banyak kata dan istilah merupakan ciri khas La Galigo walaupun sebagian kosa kata itu juga dapat dikatakan dalam karya sastra lain seperti Toloq, Nyanyian Bissu atau Elong. Selain kata-kata yang tidak diketahui artinya lagi oleh masyarakat umum, ciri bahasa La Galigo adalah


(7)

pemakaian sinonim dalam jumlah yang cukup banyak.Misalnya untuk melambangkan konsep emas ada sekitar 20 sinonim. Selain emas, kayu, air dan tanah juga memiliki lebih dari 3 sinonim.

Pada tingkat frase dan kalimat bahasa La Galigo itu bercirikan pemakaian formula dan paralelisme. Formula adalah fase atau kalimat yang sering muncul dalam teks untuk mengungkapkan salah satu konsep tertentu dan yang dipakai dalam konteks yang sama kata-katanya tetap sama atau hampir sama. Pararelisme sebenarnya adalah sejenis formula yang didalamnya sebuah makna diulangi dua atau tiga kali biasanya dengan struktur sintaktis yang sama pula.

La Galigo mempunyai struktur cerita yang besar yang didalamnya terdapat bingkai cerita yang dapat dikategorikan sebagai sub cerita ataupun episode. Setiap episode dapat dilihat dalam dua dimensi, di satu sisi ia merupakan bagian cerita dari keseluruhan konstruksi La Galigo. Di sisi lain, merupakan cerita yang berdiri sendiri. Dengan kata lain, La Galigo mempunyai satu alur yang besar yang terdiri dari beberapa episode. Setiap episode juga mempunyai alur tersendiri yang sebenarnya merupakan sub alur dari La Galigo secara keseluruhan.

Pemahaman jalan ceritanya tidak begitu mudah karena kompleksitas alur cerita ditambah dengan perubahan frekuen pada nama-nama tokoh. Pemahaman akan alur cerita La Galigo secara keseluruhan, episode demi episode untuk menciptakan hubungan antara isi beberapa episode alur ceritanya tidak selalu digambarkan secara kronologis tetapi melalui bentuk penceritaan kilas balik dan pembayangan. Pada kilas balik, umumnya yang diceritakan adalah deskripsi tentang garis besar silsilah leluhur tokoh-tokoh utama dan garis besar cerita yang mendahuluinya. Sedangkan pembayangan pada umumnya ramalan tentang apa yang akan terjadi di kemudian hari dan kejadian-kejadian


(8)

itu sebetulnya merupakan ringkasan cerita tentang episode selanjutnya. Membaca La Galigo bagaikan membaca sebuah cerita bersambung yang tidak pernah berakhir.Sebab setiap tokoh pasti mempunyai episode tersendiri dan karena tokoh-tokoh tersebut terkait dalam geneologi maka begitu banyak kejadian yang harus diceritakan.

Semua aktifitas tokoh-tokoh tersebut berlangsung pada tiga tempat yaitu: Boting Langiq (Dunia Atas), Peretiwi (Dunia Bawah), dan Ale Lino

(Bumi). Boting Langiq bermakna pusat langit disanalah bertahta Patotoqe, yang menentukan nasib.Peretiwi atau Toddang toja terletak di bawah dasar laut, tempat bertahtanya Guru Ri Selleq dan permaisurinya, Sinauq Toja, adik perempuan Patotoqe.

Sementara itu, semua yang turun dari Boting Langiq lalu menjelma ke bumi disebut Manurung (yang turun). Sebaliknya semua yang berasal dari Toddang Toja lalu muncul ke dunia disebut Tompoq (yang muncul).Bila dikatakan To Manurung itu artinya manusia yang turun dari langit itu tidak selalu berarti yang dimaksudkan adalah Batara Guru (manusia pertama yang turun ke bumi) begitu pula dengan To Tompoq. Itu tidak selalu berarti We Nyiliq Timo namun termasuk pengikut atau apapun yang muncul dari dunia bawah.Tapi tidak semua yang muncul adalah manusia. Kadang-kadang ada yang berupa benda seperti perahu, istana, pakaian, atau binatang.

Ale Lino adalah dunia tengah yaitu bumi manusia. Manusia yang merupakan hasil perkawinan antara dunia atas dan dunia bawah.Di dunia tengah ternyata kehidupan tidak hanya berada di darat namun juga di laut. Di laut itulah Batara Lattuq mengarungi pelayaran ke

Tompoq Tikkaq untuk mempersunting We Datu Sengeng. Ia tak ubahnya dengan para pangeran Bugis dahulu kala yang harus di uji keberanian dan kejantanannya melalui pelayaran dan perantauan sebelum di lantik menjadi raja. Pelayaran yang menyiratkan simbolisasi


(9)

sebuah perjuangan hidup seakan berkata bahwa tidaklah sempurna kejantanan dan keberanian seorang laki-laki sebelum mampu menaklukkan keganasan sang laut yang penuh riak, gelombang dan angin kencang sebelum tiba di pantai kehidupan yang sesungguhnya.

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan Masyarakat antara lain sebagai berikut:

• Penyalinan naskah oleh We Colliq Pujie, Datu Lamuru ke IX Kerajaan Bone yang disimpan di Museum La Galigo di Belanda dan naskahnya bernama NBG 188.Menurut Roger Tol (5, 2000) NBG 188 dikumpulkan oleh I Colliq Pujie Arung Pancana Toa, seorang raja perempuan dari tanah Bugis.Beliau mengumpulkan dan menyalin ulang episode-episode La Galigo. Dari hasil kerja kerasnya, dia menghasilkan 2212 halaman folio salinan naskah yang merupakan 1/3 dari seluruh naskah La Galigo. Pada tahun 1987 dimulailah sebuah proyek yang menerjemahkan dan menerbitkan NBG 188 ini.

• Pertunjukkan Teater Internasional di Singapura, Amerika, Italia dan Prancis berjudul I La Galigo pada tahun 2005-2008 yang disutradarai oleh Robert Wilson dan diperankan oleh seniman-seniman Indonesia baik yang berasal dari Sulawesi Selatan maupun yang berasal dari Bali dan Jawa. (Rhoda Gauer, 2005)


(10)

Gambar 2. 3. Foto Pemotretan Teater La Galigo

• Penggunaan potongan-potongan larik yang dituliskan di kain dan dibungkus kedalam kain sutra yang dipergunakan sebagai jimat.Dipercayai tradisi penggunaan jimat untuk tolak bala telah dimulai sejak Indonesia merdeka di daerah pedalaman Sulawesi Selatan. Dalam wawancara Bissu saide mengakui masih memberikan jimat-jimat kepada mereka yang meminta dengan niat Yang Di Pertuan Langit akan melindungi dan menjauhkan dari marabahaya.

• Kampung Bissu di Segeri yang merupakan tempat bagi pendeta dan


(11)

Bissu. Anhar Gonggong (1992.13) mengatakan Pada awal tahun 60-an komunitas Bissu dib60-antai oleh gerombol60-an Qahar Muzakkar Mereka dibunuh atau dipaksa bekerja. Kegiatan yang mereka lakukan dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam dan membangkitkan feodalisme. Kini Bissu merupakan warisan budaya yang dilindungi dan berfungsi walaupun dengan batasan-batasan tertentu.

• Pelaksanaan ritual menebar benih padi yang dilakukan semalaman dengan menyanyikan lagu Kucing Belang Tiga yang merupakan pembantu dari Siang Serri, Dewi Padi yang berasal dari La Galigo di Kabupaten Sidrap, Soppeng, Bone, Luwu dan Wajo.Petunjuk pelaksanaan dan peraturan dalam melakukan upacara ini ada dalam episode khusus dari La Galigo yang berjudul Galigona Meompalo Karellae yang dimana naskahnya disimpan di Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan.(Fachruddin Ambo Enre, 1995).

• Pembacaan ayat Al Quran dan potongan naskah kuno Bugis La Galigo dalam prosesi Barazanji. Barazanji merupakan tradisi ritual pemanjatan rasa syukur yang dilakukan oleh masyarakat Bugis.Upacara ini dulunya dibawakan oleh Bissu namun sekarang dibawakan oleh ustadz yang mengutamakan pembacaan ayat Al Quran lalu potongan naskah La Galigo setelah Islam masuk.

• Penulisan dan revisi buku The Bugis di teliti dan di tulis oleh Orientalis Christian Perlras dari Prancis, telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia yang berjudul Manusia Bugis.Pelras (2006) mengatakan Buku ini berdasarkan dari buku pertama yang telah diterbitkan sebelumnya The Bugis sehingga buku ini merupakan versi perbaikan dengan informasi-informasi yang paling terbaru. Buku yang orisinalnya berbahasa Inggris ini diperbaiki dan diterjemahkan selama 4 tahun


(12)

dan merupakan buku yang terpilih melalui proses seleksi penilaian kompetitif dan selektif sebagai Buku Bermutu oleh Program Pustaka.

2. 2. Sistem Informasi Komunikasi

Ada beberapa pengertian dari sistem informasi namun yang paling berkaitan dengan Desain Komunikasi Visual menurut Onong (2003, 45) adalah Pengertian sistem informasi yaitu satu kesatuan data olahan yang terintegrasi dan saling melengkapi yang menghasilkan hasil akhir yang baik dalam bentuk gambar, suara, tulisan maupun audio visual. Sedangkan pengertian Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Data adalah representasi dunia nyata yang mewakili suatu objek seperti manusia, hewan, peristiwa, konsep, keadaan dan lain-lain yang direkam dalam bentuk angka, huruf, symbol, teks, gambar, bunyi atau kombinasinya.

Menurut Onong (2003, 257) Teori Informasi komunikasi atau dikenal juga sebagai teori Shannon dan Weaver. Pada tahun 1948, Shannon mengutamakan teori matematik dalam komunikasi permesinan yang dimana bersama dengan Weaver pada tahun 1949 teori tersebut diaplikasikan pada proses komunikasi manusia.

Teori ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis, dan informatif. Komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana

transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi. Ini merupakan salah satu contoh nyata dari proses melihat kode sebagai sarana untuk mengkonstruksi pesan dan menerjemahkannya (encoding

dan decoding). Titik perhatiannya terletak pada akurasi dan efisiensi proses. Proses yang dimaksud adalah komunikasi seseorang dalam mempengaruhi tingkah laku atau yang lainnya. Jika efek yang


(13)

ditimbulkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka proses ini berbicara tentang kegagalan komunikasi melalui tahap-tahap dalam komunikasi tersebut untuk mengetahui di mana letak kegagalannya. Selain itu, proses ini juga mempergunakan ilmu-ilmu sosial, terutama psikologi dan sosiologi, dan memusatkan diri pada tindakan komunikasi.

Karya Shannon dan Weaver ini kemudian banyak berkembang setelah Perang Dunia II di Bell Telephone Laboratories di Amerika Serikat yang dimana Shannon adalah insiyiur yang berkepentingan atas penyampaian pesan yang cermat melalui telepon. Kemudian Weaver mengembangkan konsep Shannon ini untuk diterapkan pada semua bentuk komunikasi. Titik kajian utamanya adalah bagaimana menentukan cara di mana saluran (channel) komunikasi digunakan secara sangat efisien. Menurut mereka, saluran utama dalam komunikasi yang dimaksud adalah kabel telepon dan gelombang radio.

Latar belakang keahlian teknik dan matematik Shannon dan Weaver ini tampak dalam penekanan mereka. Misalnya, dalam suatu sistem telepon, faktor yang terpenting dalam keberhasilan komunikasi adalah bukan pada pesan atau makna yang disampaikan seperti pada semiotika, tetapi lebih pada berapa jumlah sinyal yang diterima dalam proses transmisi. Hal ini erat kaitannya dengan audio visual dalam sistem informasi dasar. Teori ini dapat memaksimalkan informasi dasar yang diberikan melalui saluran atau media yang telah dipilih.

Teori ini memberikan kesempatan pada komunikator untuk menyampaikan informasi dan mempengaruhi pikiran melalui informasi tersebut kepada komunikan baik secara persuasif maupun propaganda. Proses Shannon-Weaver ini adalah proses linear. Teori ini merupakan salah satu dari teori komunikasi klasik. Teori ini terdiri dari Information


(14)

Source, Transmitter, Receiver dan Destination yang ditunjukkan pada bagan di bawah ini:

Sumber Informasi pesan Pemancar Penerima pesan Tempat Akhir

Sumber Gangguan

Bagan 2. 1. Teori Informasi Komunikasi

Pada bagan ini menunjukkan Information Source atau Sumber Informasi memproduksi sebuah pesan untuk dikomunikasikan. Pesan berupa informasi teks diubah (coding) sehingga dapat diterima oleh penerima yang dilanjutkan dengan merekonstruksi pesan tersebut ke dalam audio visual sehingga informasi sampai pada tempat akhir (Destination). Sehingga teori ini merupakan pilihan bagi penyiaran pada media massa.

Penjelasan elemen dalam teori ini adalah:

1. Sumber Informasi (Information Source) adalah komunikator yang memproduksi pesan

2. Pesan (Message) adalah informasi yang berupa data yang akan disalurkan

3. Pemancar (Transmitter) adalah alat yang mengubah pesan menjadi isyarat atau signal yang sesuai bagi saluran yang akan dipergunakan (Coding)

4. Penerima (Receiver) adalah alat yang berfungsi untuk merekonstruksi (Decoding) isyarat menjadi pesan

5. Tujuan Akhir (Destination) adalah orang atau benda kepada siapa atau kepada apa pesan ditujukan


(15)

Sebagai contoh dalam Roadshow Mengenal La Galigo, unsur-unsur proses komunikasinya adalah Sumber Informasi adalah pembuat dan pelaksana dari Mengenal La Galigo tersebut. Pesan adalah informasi dasar mengenai La Galigo. Pemancar adalah Film Dokumenter Drama, penerima adalah Target Audiens yaitu remaja SMA usia 16-18 tahun dan yang terakhir adalah Tujuan Akhir adalah hasil dari kegiatan proses komunikasi tersebut.

Teori yang lainnya adalah teori Lasswell atau disebut juda dengan

Lasswell’s Model. Teori Harold Lasswell ini dianggap sebagai salah satu teori yang paling awal dalam perkembangan teori komunikasi oleh para pakar komunikasi.

Lasswell mengembangan sebuah pertanyaan yang perlu dijawab untuk mendapatkan menerangkan atau menginformasikan sebuah pesan. Jawaban bagi pertanyaan paradigmatik dari Lasswell tersebut (paradigmatic question) mengandung unsur-unsur dari proses komunikasi.

Pertanyaan yang dikembangkan oleh Lasswell tersebut adalah: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect yang berarti Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa dengan Efek Apa. Unsur-unsur yang terkandung dalam pertanyaan tersebut adalah Komunikator (Communicator), pesan (Message), Media, Komunikan (Receiver) dan Efek (Effect).

Komunikator adalah orang yang melakukan penerangan atau yang memberikan informasi. Pesan adalah informasi yang akan disampaikan. Media adalah saluran yang digunakan dalam penyampaian informasi tersebut. Komunikan adalah orang atau target sasaran yang akan disampaikan pesan tersebut. Efek adalah akibat yang terjadi setelah proses komunikasi berjalan. Sebagai contoh dalam


(16)

adalah Komunikator sebagai pembuat dan pelaksana dari Mengenal La Galigo tersebut. Pesan sebagai informasi dasar mengenai La Galigo. Media sebagai Film Dokumenter Drama, komunikan sebagai Target Audiens yaitu remaja SMA usia 16-18 tahun dan yang terakhir adalah efek sebagai feedback atau timbal balik dari kegiatan proses komunikasi tersebut.

Kedua teori ini saling mendukung dalam proses komunikasi massa yang berbentuk audio visual. Kelemahan teori Shannon-Weaver yang terfokuskan pada saluran (pemancar dan Penerima) dapat di seimbangkan dengan teori Lasswell yang berfokus pada pesan dan media. Keuntungan dari teori ini adalah tercapainya penyampaian informasi secara luas dengan pesan yang berbentuk media audio visual sehingga sesuai dengan perancangan film dokumenter drama dalam ranah desain komunikasi visual.

2. 3. Dokumenter Drama

Menurut Pratista (2008, 4) film dokumenter adalah film yang menyajikan fakta yang memiliki hubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa atau kejadian yang nyata sehingga film dokumenter adalah suatu proses perekaman peristiwa atau kejadian yang sebenarnya terjadi tanpa memiliki tokoh jahat dan tokoh baik. Film dokumenter menggunakan struktur yang pada umumnya berdasarkan pada tema dan argumen sineas. Tujuan dari struktur dari film dokumenter untuk memudahkan penonton mengerti akan fakta-fakta yang diberikan.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam menyajikan fakta dari film dokumenter yaitu dengan merekam langsung pada saat peristiwa tersebut benar-benar terjadi dan dengan merekonstruksi ulang sebuah peristiwa yang pernah terjadi. Film dokumenter juga dapat memiliki wawancara yang menjelaskan secara detail pikiran dan perasaaan mereka saat peristiwa terjadi.


(17)

"Film Dokumenter saat ini telah menjadi sebuah film yang menghibur dan informatif dan tidak membosankan lagi" Fajar Nugroho (2007, 7). Hal ini dikarenakan terjadinya eksplorasi dalam unsur-unsur film yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif berkaitan dengan tema film yang terdiri dari tokoh, masalah, waktu, konflik dan lainnya yang menyatukan rangkaian kejadian atau peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan walaupun ada beberapa jenis film yang non-naratif. Naratif yang baik dengan pendekatan strategi komunikasi yang tepat pada target audiens dapat membuat sebuah film dokumenter yang tidak membosankan sedangkan unsur sinematik adalah bagian teknis pada sebuah produksi. Unsur ini terdiri dari latar, tata cahaya, kostum, make up, akting dan pergerakan pemain. Dalam Dokumenter hal-hal tersebut merupakan realita yang tidak dibuat-buat sehingga pemberian informasi yang disampaikan dengan valid namun dengan permainan sudut kamera dan treatment dapat membuat Dokumenter lebih menghibur dan membangun rasa ingin tahu atau penasaran dari target audiens.

S.E. Smith (2003, 12) menyatakan bahwa Dokumenter Drama adalah film atau program televisi yang menggabungkan dokumenter dan drama. Biasa disebut juga dengan non fiksi drama yang dimana berfokus pada peristiwa yang sebenarnya dengan tokoh yang sebenarnya pula yang dihadirkan dengan cara yang dramatis. Dokumenter Drama merupakan media yang paling populer dan kontraversial dikarenakan penggabungan dari penelitian dan drama mendorong minat pada suatu tema dengan menggunakan elemen karakter dan narasi.

Dokumenter Drama memiliki beberapa karakter khas yaitu keinginan untuk memberikan fakta yang telah diketahui tanpa memberikan komentar yang dimana hal ini bertujuan untuk memberikan informasi dasar pada orang yang memberikan kesempatan pada orang-orang ini untuk menarik kesimpulan mereka sendiri. Dokumenter pada umumnya yang terdiri dari narasi dan tonggak posisional dibuat untuk


(18)

mempengaruhi penonton dan pembaca. Dokudrama juga menggunakan teknik ini untuk membawa sebuah peristiwa untuk dibicarakan oleh orang-orang.

Tidak seperti dengan Dokumenter yang sebenarnya, Dokumenter Drama memasukkan elemen pemain dalam footage. Dokumenter Drama juga menggunakan situasi hipotesa seperti pada contohnya film Death of President pada tahun 2006. Beberapa organisasi menggunakan Dokumenter Drama untuk menarik perhatian pada peristiwa dan isu-isu terbaru terutama pada isu lingkungan yang menggunakan Dokumenter Drama dari efek pemanasan global. Contoh dari situasi hipotesa adalah penggambaran kemungkinan yang akan terjadi jika tingkat air laut meningkat dengan tiba-tiba.

Penggunaan kata drama pada istilah Dokumenter Drama bisa memusingkan dikarenakan drama biasanya diasosiasikan dengan fiksi. Dokumenter Drama tidak terikat pada elemen fiksi malahan bertahan dengan kebenaran dari sebuah peristiwa yang didokumentasikan sebanyak mungkin. Dokudrama dapat membuat sebuah peristiwa bersejarah terakses oleh siapapun namun kebanyakan dari Dokudrama membuat orang-orang bergairah untuk berdiskusi bahkan berdebat tanpa memberikan pendapat atau memaksa penonton atau target audiens membicarakan isi dari tema dengan orang lain.

Beberapa orang mengkritisi keberadaan Dokumenter Drama dikarenakan Dokumenter Drama yang menggunakan rekonstruksi peristiwa dan menghidupkan kembali suatu peristiwa dan dapat dengan mudah disalah artikan oleh orang-orang yang tidak dapat membedakan antara fakta dan fiksi. Dokumenter Drama juga merupakan sebuah interpretasi dari peristiwa-peristiwa namun perlu di ingat bahwa ada interpretasi lainnya yang dapat saja berbeda dengan interpretasi yang ditunjukkan oleh pembuat film yang akhirnya membuat penonton atau


(19)

target audiens berkesimpulan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka dikarenakan tidak disajikannya semua fakta-fakta yang ada. Dokumenter Drama berguna terutama untuk televisi baik untuk kepentingan komersil maupun untuk eksplorasi isu-isu sosial, konstruksi identitas dan sejarah atau kombinasi dari isu sosial dan konstruksi identitas dan sejarah.

Sehingga Dokumenter Drama harus digunakan sesuai dengan kebutuhan dan target audiensnya. Kebutuhan dari tema yang diangkat untuk menarik atau menginformasikan pada penonton atau target audiens bahwa tema yang diangkat melalui Dokumenter Drama tersebut adalah penting dan dengan harapan bahwa target audiens tersebut dapat berpartisipasi didalamnya.

II. 4. Khalayak Sasaran

Sebuah informasi memerlukan sasaran yang dapat diterangkan atau dijelaskan sehingga sasaran tersebut akhirnya mengenal dan mengetahui apa yang sebelumnya belum diketahui. Khalayak Sasaran merupakan kumpulan sejumlah individu-individu yang memiliki kesamaan-kesamaan tertentu.

Primer: Sasaran utama sistem informasi ini adalah remaja madya karena pada masa ini pelajar mencari sesuatu yang dipandang bernilai. Karya peninggalan leluhur memiliki banyak sekali nilai-nilai yang dapat disampaikan maka dalam pencarian nilai-nilai ini diharapkan nilai positif yang terkandung dalam Naskah Kuno Bugis La Galigo akan dapat tersampaikan.

Sekunder: Target Audiens lain yang juga turut hadir dalam Roadshow

seperti guru dan pegawai sekolah.


(20)

Kota Makassar berada di Provinsi Sulawesi Selatan, Pulau Sulawesi dan merupakan ibu kota dari Provinsi tersebut. Keadaan geografinya merupakan dataran rendah hingga ke pesisir dari Laut Sulawesi. Luas kota ini adalah 175. 77 km persegi. Sebagai salah kota urban, kota Makassar sedang mengalami pembangunan infrastruktur terpadu salah satunya dalam bidang transportasi, kawasan industri dan Pemukiman. Iklim kota Makassar adalah tropis dengan suhu antara 22 derajat hingga 33 derajat Celcius. Kota Makassar berbatasan dengan Kabupaten Pangkep di sebelah utara, Kabupaten Gowa di sebelah selatan, Kabupaten Maros di sebelah timur dan Selat Makassar di sebelah barat. Kota Makassar terdiri dari 14 kecamatan dan 1438 kelurahan.

II. 4. 2. Demografi

Penduduk Kota Makassar tahun 2005 tercatat sebanyak 1.193.434 jiwa yang terdiri dari 582.572 jiwa laki-laki atau 49.37% dan 610.862 jiwa perempuan atau 51.36% dari total penduduk Kota Makassar. Target audiens ini bertempat tinggal di daerah kota (Urban) dan pinggiran kota (Suburban)

Target Audiens ini berusia antara 16-18 tahun dan dimasukkan dalam kategori Remaja Madya dengan Jenis Kelamin perempuan dan laki-laki yang berpendidikan SMA, bisa menulis, cukup mengerti Bahasa Inggris dan berada pada kelas ekonomi ABC+.

II. 4. 3. Psikografi

Remaja Madya (Middle Adolescence) memiliki perilaku yang mementingkan sosial dan cenderung tanggap teknologi. Selain


(21)

itu senang berkelompok dan berkomunitas. Sifat-sifat pada remaja madya pada umumnya optimis atau pesimis, kondisi yang kebingungan dalam hal menentukan keinginan dan minat, idealis dan materialism dan sedang mengalami proses pengenalan pada diri sendiri yang mendorong pada pencarian jati diri.

Gaya hidup yang mereka jalani adalah kemampuan untuk cepat tanggap pada teknologi dan informasi. Opini yang kritis dan selalu mempertanyakan segala halnya. Persepsi dari target audiens ini selalu objektif walaupun terkadang subjektif, tergantung pada permasalahan yang sedang mereka hadapi.


(22)

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

3. 1. Strategi Perancangan

Strategi perancangan terbagi atas tiga bagian yaitu pra produksi, produksi dan pasca produksi.Tahapan perancanganSistem Informasi melalui media Audio Visual Dokumenter Drama memerlukan persiapan yang matang oleh karenanya Strategi Perancangan merupakan fondasi atau dasar dari produksi yang maksimal dan efektif.

3. 1. 1. Strategi Komunikasi

Strategi Komunikasi diperuntukkan agar dalam suatu perencanaan dan perancangan dapat berhasil secara maksimal melalui persiapan strategi atau siasat dalam lingkup wilayah Komunikasi.

Mengacu pada target audiens, tahapan komunikasi Mengenal La Galigo menggunakan pendekatan persuasif. Pemilihan gaya bahasa yang digunakan disesuaikan dengan gaya bahasa remaja yang langsung dan tidak terlalu formal. Selain itu penggunaan remaja sebagai narator dan pemain dapat mengajak target audiens untuk lebih dekat dan membuat target audiens membayangkan diri merekalah yang sedang mengalami atau melakoni karakter dari Film Dokumenter Drama mengenal La Galigo.

3. 1. 1. 1. Tujuan Komunikasi

Mengenalkan Naskah kuno Bugis La Galigo kepada khalayak sasaran sehingga dapat membangun kesadaran akan keberadaan Naskah baik dari isi maupun pesan Naskah Kuno Bugis La Galigo.


(23)

3. 1. 1. 2. Pesan Utama Komunikasi

Memberikan informasi yang mendasar mengenai keberadaan Naskah Kuno Bugis La Galigo.

3. 1. 1. 3. Materi Pesan

Pesan disampaikan secara verbal melalui narasi dan non verbal yang terdiri dari teks, video dan gambar.

3. 1. 2. Strategi Kreatif Dokumenter Drama

Strategi Kreatif diperlukan untuk menjalankan strategi komunikasi hingga dapat diterima oleh khalayak sasaran. Strategi Kreatif yang diambil disesuaikan dengan lingkungan target audiens.

3. 1. 2. 1. Penyampaian Pesan

Pesan disampaikan dengan mengikuti gaya bahasa dan gaya hidup target audiens remaja hingga pesan diterima dalam bentuk informasi yang persuasif.

3. 1. 2. 2. Rasionalisasi Visual

Penyampaian pesan yang objektif informatif merupakan karakteristik dari media audio visual film Dokumenter sehingga visualisasi dalam karya Tugas Akhir yang memberikan informasi berdasarkan pada fakta adalah pilihan yang tepat. Dikarenakan target audiensnya adalah remaja maka visualisasinya bergenre Dokumenter Drama. Hal ini dikarenakan untuk menarik minat dan perhatian target audiens yang cepat bosan.


(24)

3. 1. 3. Strategi Media

Strategi Media diperuntukkan agar dalam suatu perencanaan dan perancangan dapat berhasil secara maksimal melalui persiapan strategi atau siasat dalam lingkup wilayah Media.

3. 1. 3. 1. Alasan Pemilihan Media

Dipilihnya media Audio Visual dikarenakan kemudahan akan penyampaian komunikasi dan kreatif dalam bentuk audio visual terutama dalam film Dokumenter Drama yang memiliki alur.

3. 1. 3. 2. Pertimbangan Dasar

Perkembangan teknologi dan mudahnya akses terhadap teknologi tersebut merubah pola hidup masyarakat terutama pelajar madya yang dalam hal ini merupakan target audiens dari perancangan Tugas Akhir ini menjadi lebih kritis dan visual. Media Audio Visual merupakan media yang mudah dicerna atau dimengerti dikarenakan menggunakan dua indera yaitu indera pengelihatan dan indera pendengaran. Selain itu, audio visual memudahkan persepsi seseorang dalam menanggapi dan mengingat dikarenakan persepsi audio visual tersebut tersimpan di Long Term Memory atau ingatan jangka panjang.selain itu, media ini memiliki informasi yang padat dalam bentuk audio visual yang berdurasi tidak lama jika dibandingkan dengan membaca informasi tersebut.


(25)

3. 1. 4. Strategi Distribusi

Strategi Distribusi ini disesuaikan dengan target audiens yaitu pelajar Madya sehingga pemutaran film di tiap-tiap sekolah merupakan jalur langsung yang tepat pada sasaran. Distribusi film melalui penyimpanan pada format DVD sehingga akses pada informasi lebih mudah dan dapat dimiliki oleh target audiens.

3. 2. Konsep Visual

Konsep Visual dapat dibagi ke dalam empat aspek yaitu Tonalitas Warna dan Kecepatan Gerak Gambar, Pembingkaian (Framing) dan durasi gambar. Aspek pertama mencakup warna, tonalitas, kontras dan

brightness, kecepatan gerak gambar, format ukuran video dan lainnya. Sedangkan pada aspek kedua yaitu Pembingkaian (Framing) yang mencakup batasan wilayah gambar, jarak, ketinggian, pergerakan kamera dan lainnya lalu pada aspek yang ketiga mencakup durasi atau panjangnya waktu dari suatu pengambilan gambar. Yang terakhir adalah aspek keempat yaitu Pra Produksi Film.

3. 2. 1. Tonalitas Warna dan Kecepatan Gerak Gambar

Tonalitas gambar dapat dikontrol melalui pengaturan kontras, brightness, color secara ringan dikarenakan ini adalah Dokumenter maka diusahakan untuk melakukan proses pengeditan seperlunya. Pengaturan ini juga dapat dilakukan dengan penggunaan peralatan pendukung seperti filter UV untuk menahan sinar Ultraviolet sehingga menghasilkan gambar yang jelas dan tidak under-exposured maupun over-exposured, pengaturan diafragma dalam penentuan exposure dan pengaturan zooming out dan zooming in. Warna yang


(26)

digunakan adalah warna natural. Hal ini dikarenakan genre dari medianya yaitu Dokumenter.

Kecepatan gerak gambar adalah kecepatan normal yaitu dengan mengatur pada kecepatan 24 frame per second (fps). Pengaturan lensa dilakukan untuk mengatur frame dan dengan menggunakan penggunaan lensa zoom dikarenakan teknik zoom ini sering digunakan dalam banyak adegan untuk mendukung gaya handheld camera. Teknik lainnya yang akan digunakan adalah teknik Deep Fokus yang dimana latar belakang dan latar depan sama-sama focus dan tajam yang dapat memberi kesan bahwa latar belakang maupun depan sama pentingnya. Dalam pengambilan gambar wawancara, teknik Deep Fokus dapat memperlihatkan profil narasumber dan juga profil lokasi yang juga memberikan informasi mengenai tema yang diangkat. Untuk Dokumenter ini tidak akan digunakan efek khusus karena di Dokumenter ini akan diperlihatkan situasi yang sebenarnya untuk membangun rasa kepercayaan dan kebenaran akan informasi yang dipaparkan.

3. 2. 2. Framing

Melalui framing ini, Film Dokumenter Drama ini dihadirkan melalui jalinan peristiwa. Ada empat unsur yang akan dibahas dalam framing ini yaitu bentuk dan dimensi frame; ruang

offscreen dan onscreen; sudut, kemiringan, tinggi dan jarak; serta pergerakan kamera.

Aspek ratio yang digunakan adalah Fullscreen 4:3 disesuaikan untuk strategi distribusi Film Dokumenter Drama ini melalui Roaadshow ke SMA-SMA di Kota Makassar. Ruang offscreen

dan onscreen merupakan komposisi visual frame secara keseluruhan. Dalam wawancara, narasumber akan dihadirkan


(27)

ditengah-tengah frame sedangkan pada scene journal log,

host dapat berada di kanan, kiri maupun di tengah frame. Dalam wawancara, informasi yang diberikan adalah fakta sehingga komposisi ditengah secara konsisten merupakan representasi dari fakta tersebut sedangkan pada scene journal log yang dibawakan oleh host-nya, komposisi adalah fleksibel karena peran host merupakan representasi dari pendapat/ opini yang terbentuk oleh host selama proses pelaksanaan produksi. Jarak sudut, kemiringan serta ketinggian kamera akan bervariasi tergantung pada situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan dikarenakan pengambilan Dokumenter ini adalah langsung dan bergantung pada keberadaan host. Lalu yang terakhir adalah pergerakan kamera. Pergerakan kamera adalah subjektif karena mengikuti pandangan host dalam pengambilan gambarnya.

3. 2. 3. Durasi Gambar

Durasi cerita yang berjalan pada sebuah shot dalam konteks naratifnya menunjukkan durasi sebuah gambar. Dokumenter ini terdiri dari lima sekuen dengan sepuluh scene yang memiliki kurang lebih 15-30 shot/ take.

3. 2. 4. Pra Produksi 3. 2. 4. 1. Ide Cerita

Membuat sebuah Film Dokumenter Drama yang mengenalkan sebuah karya peninggalan leluhur Suku Bugis yaitu Naskah Kuno Bugis La Galigo.


(28)

seorang remaja yang bernama Azie sedang membuat laporan penelitian mengenai sebuah Naskah Kuno Bugis terpanjang di dunia yang bernama La Galigo. Namun dalam prosesnya Azie tertidur dan mengalami mimpi yang aneh mengenai penelitian yang telah dilakukannya. Dalam mimpinya Azie memberikan informasi mengenai Naskah Kuno Bugis La Galigo.

3. 2. 4. 3. Skenario

Terlampir

3. 2. 4. 4. Lokasi

Nama Lokasi:

Pusat Studi La Galigo, UNHAS Alamat:

Jl. Perintis Kemerdekaan 214, Makassar Kontak:

Nurhayati Rahman, 0811411792

Nama Lokasi:

Gedung Arsip Nasional Alamat:

Perintis Kemerdekaan 10, Makassar Kontak:

Sansari M.Hum,


(29)

Nama Lokasi:

Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan Alamat:

Jl. Rappocini Raya 76, Makassar Kontak:

Muhammad Salim, Kepala Bidang Informasi

Nama Lokasi:

Kediaman Ishak Ngeljaratan

Alamat:

PerDos UNHAS, Blok AB No. 1, Makassar Kontak:

0411-585-005

Nama Lokasi:

Kediaman Muhammad Salim Alamat:

Jl. Urip Sumoharjo III No. 31, Makassar Kontak:


(30)

Nama Lokasi:

Studio Virtual, UNIKOM Alamat:

Jl. Dipati Ukur No. 114, Bandung Kontak:

022-250-6637

Nama Lokasi:

Kostan Dian Gita Utami Alamat:

Jl. Dago Atas No. 339, Bandung Kontak:

0811468240

3. 2. 4. 5. Talent

Nama:

Dian Gita Utami Peran:

Pemain Utama, Azie Pekerjaan:

Mahasiswa S2 ITB Alamat:

Jl. Dago Atas No. 339, Bandung

Nama:


(31)

Peran:

Narasumber pertama Pekerjaan:

Budayawan Bugis Alamat:

PerDos UNHAS, Blok AB No. 1, Makassar

Nama:

Muhammad Salim

Peran:

Narasumber kedua Pekerjaan:

penerjemah La Galigo,

Kepala Bidang Informasi YKSS Alamat:


(32)

3. 2. 5. Studi Warna

  Gambar 3. 1. Referensi Warna

Warna dalam Kisah La Galigo yang paling sering disebutkan adalah warna Kuning, Merah dan Hijau.Kuning atau emas merupakan warna kedewataan. Pada Kisah ini, Warna Kuning merupakan representasidari Batara Guru dan menyimbolkan kebijaksanaan. Dalam Perancangan ini, Warna kuning diambil dari warna Lontarak.Untuk memberikan kesan kuno yang elegan. Warna kuningyang telah diberi tekstur dan di gelapkan pinggirannya Warna kuning ini “ eye catching” atau menarik perhatian. Merah merupakan warna keberanian.Warna ini merupakan warna karakter Sawerigading yang menyimbolkan kepahlawanan dan kebenaran.Hijau merupakan warna kebangsawanan.Karakter La Galigo yang diwakili dalam warna ini adalah Batara Lattu yang menyimbolkan intelegensia.Pada Penerapannya, Warna Kuning dan Merah digunakan dalam Logogram dan logotype logo. Pada Gagasan Visual warna yang digunakan merupakan warna Kuning.


(33)

3. 2. 6. Studi Tipografi

  Gambar 3. 2. Font Brutality Extra

Font ini dipilih sebagai Font utama yang diaplikasikan pada Headline dikarenakan bentuknya yang sesuai dengan kesan yang ingin diciptakan, yaitu Kuno.Selain itu, Font ini mengimajinasikan akan bentuk potongan batu untuk mewakili zaman batu.

  Gambar 3. 3. Font Aladdin

Font ini diaplikasikan pada Tagline dari gagasan visual dikarenakan bentuknya yang menyerupai huruf Lontarak yang merupakan huruf yang digunakan dalam penulisan Naskah Kuno Bugis La Galigo.

  Gambar 3. 4. Font Calligrapher


(34)

  Gambar 3. 5. Font Cancun, Gautami, Geogria dan Arial

Font ini diaplikasikan pada beberapa media aplikasi sebagai text.

3. 2. 7. Gagasan Visual

  Gambar 3. 6. Variasi Gagasan Visual

Terinspirasi oleh bentuk Naskah Kuno Bugis La Galigo yang unik maka dipilihlah Naskah Kuno Bugis La Galigo bentuk asalnya (bukan salinan manuskripnya pada kertas biasa) sebagai visual utama yang dapat mempresentasikan Naskah Kuno Bugis La Galigo dalam Film Dokumenter Drama Mengenal La Galigo. Alternatif satu memberikan gambaran fenomena yang terjadi saat ini bahwa Naskah Kuno ini telah terbang dan hampir menghilang. Sedangkan pada Alternatif dua yang juga menggambarkan fenomena perubahan gaya hidup yang membuat Kearifan leluhur terputus dengan saat ini.


(35)

BAB IV

MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI 4. 1. Teknis Produksi

Teknis Produksi adalah laporan proses dalam pembuatan karya audio visual yang didalamnya mencakup proses pra produksi, produksi dan pasca produksi karya. Laporan ini diperuntukkan sebagai bukti bahwa dalam sebuah karya terdapat proses penciptaan, persiapan dan pembuatan karya (behind The Scene).

4. 1. 1. Produksi

Produksi adalah masa pelaksanaan eksekusi sebuah karya audio visual yang didalamnya mencakup proses persiapan peralatan,survey lokasi, survey narasumber, penggunaan keuangan, pembuatan jadwal dan pelaksanaan perekaman karya audio visual tersebut.

Jenis kamera yang akan digunakan adalah kamera digital berformat video dengan gaya handheld camera untuk pengambilan gambarnya tanpa menggunakan tripod maupun alat bantuan lainnya yang dimana merupakan karakteristik dari pengambilan gambar Dokumenter. Tipe kameranya adalah Panasonic MD 10000 dan Camera DSLR Canon 500 dengan format kaset mini DV dengan menggunakan lensa yang sudah terpasang di kamera beserta dengan microphone.

4. 1. 1. 1. Persiapan Peralatan

Peralatan:

Kamera Panasonic MD 10000 satu buah, Kaset Mini DV Merek Panasonic Satu Pack (isi 5 buah), Alat Tulis, Baterai dan cadangan, Charger, Tripod,


(36)

Kamera SLR(dokumentasi dan footage image), Blue Screen, Lighting, Headphone, Amplop Putih ukuran sedang (5 buah) dan Buku Produksi 2 rangkap.

Proses syuting terbagi atas tiga komponen. Virtual Scene, Interview Scene dan Footage Scene.Syuting virtual scene dengan menggunakan Blue Screen dalam ruang studio dengan sutradara dan kameramen.Pada syuting Interview Scene dilakukan langsung pada lokasi kediaman narasumber dengan sutradara merangkap cameramen dan pewawancara.Untuk syuting footage scene dilakukan di beberapa lokasi yang telah ditentukan dengan merekam lokasi yang sebenarnya.

4. 1. 1. 2. Jadwal Shooting

Terlampir

4. 1. 2. Pasca Produksi

Pra produksi adalah pengeditan sebuah karya audio visual dengan menggunakan software tertentu pada computer yang didalamnya mencakup proses capturing, pemotongan scene, pemilihan scene baik dan tidak baik, penggabungan scene, pemberian transisi, proses color correction, pemberian efek dan proses rendering dari karya audio visual tersebut. Pasca Produksi ini adalah proses editing. Proses editing ini terbagi atas dua yaitu offline dan online.

Dalam proses pengeditan, lembar kerja perlu disesuaikan. Dalam hal ini yaitu format videonya adalah DV-PAL Video (4:3

Interlaced) Standard 48 KHz (16 Bit ) Stereo dengan Editing Mode DV PAL, Timebase 25.00 fps dan ukuran frame 720h 576v.


(37)

Offline adalah proses editing yang terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan. Proses paling awal adalah capturing. Proses yang dimana data video dari kaset ditransfer ke computer.

Gambar 4.1. Proses Capturing

Setelah itu dilanjutkan dengan pemotongan scene yang baik dan tidak baik yang pada akhirnya scene-scene yang baik digabungkan berdasarkan pada storyboard yang memberikan gambaran alur cerita.


(38)

Gambar 4.2. Proses pemilihan dan pemotongan scene baik dan tidak baik

Gambar 4.3. lembar kerja utama

Setelah semua scene hasil syuting dimasukkan ke dalam lembar kerja, maka prose editing selanjutnya yaitu online perlu dilakukan. Online adalah proses editing akhir. Di tahap ini dilakukan proses digitalizing terhadap hasil offline sebelumnya dengan meng-capture kembali tanpa kompresi untuk mempertahankan kualitas. Setelah itu dilanjutkan


(39)

dengan penambahan efek, pengaturan audio, penambahan transisi, color correction, dan tittle.

Gambar 4.4. Proses zooming


(40)

Gambar 4.6. Proses Efek


(41)

Gambar 4.8. Proses color correction

Gambar 4.9. Proses pemasukan teks


(42)

Gambar 4.11. Proses rendering

Untuk membantu proses visualisasi cerita pada scene dua maka dibuat motion graphic. Pembuatan motion graphic ini menggunakan software After Effect yang lalu di-impor ke dalam lembar kerja utama.

Gambar 4.12. Proses pembuatan animasi

Motion graphic juga dibuat pada opening film yang memberikan informasi bagi penonton atau target audiens mengenai pihak-pihak yang terkait dalam proses pembuatan film.


(43)

Gambar 4.13. Contoh 1 pembuatan opening: Production House

Setelah seluruh cerita terbangun, elemen penyatu antara shot, scene dan sequence telah selesai maka film siap untuk di render. Proses render membutuhkan waktu yang tergantung pada kualitas film yang dipilih. Semakin tinggi kualitasnya (terutama yang tanpa compression at all) maka semakin lama pula proses rendering tersebut.

Gambar 4.14. Contoh 2 pembuatan opening: Judul

4. 2. Media

4. 2. 1. Film Dokumenter Drama Ukuran/Jenis : DVD file

Material : Digital


(44)

Alasan : film non fiksi yang memberikan informasi secara cepat dan menarik bagi remaja.

4. 2. 2. Baliho

Gambar 4. 15. Baliho

Ukuran/Jenis : 2 x 3 meter

Material : Frontlite

Teknik Produksi : Offset


(45)

Penempatan : Outdoor

Lokasi : Perempatan Bawakaraeng, Pertigaan Panaikang, dan Pertigaan Penghibur

Format : Vertikal

4. 2. 3. Billboard

Gambar 4. 16. Billboard

Ukuran/Jenis : 2 x 3 meter


(46)

Teknik Produksi : Offset

Alasan : Informasi Roadshow pada khalayak ramai

Penempatan : Outdoor

Lokasi : Jalan Utama Perintis Kemerdekaan

Format : Vertikal

4. 2. 4. Flyer

Gambar 4. 17. Flyer

Ukuran/Jenis : A5


(47)

Teknik Produksi : Offset

Alasan : Informasi segera diketahui oleh target audiens dan merupakan reminder kegiatan

Penempatan : Dibagikan pada target audiens Lokasi : Mall Ratu Indah Jl. Sam Ratulangi,

Mall Panakukang Jl. Boulevard, dan Mall MTC Jl. Ahmad Yani

Format : Vertikal


(48)

Gambar 4. 18. X-Banner

Ukuran/Jenis : 60 x 160 cm

Material : Frontlite

Teknik Produksi : Digital Printing

Alasan : Informasi Roadshow pada khalayak ramai secara langsung di saat Roadshow

Penempatan : Indoor

Lokasi : Di ruang pemutaran film di SMA-SMA Kota Makassar

Format : Vertikal


(49)

Gambar 4. 19. Poster Roadshow

Ukuran/Jenis : A2

Material : Vinyl

Teknik Produksi : Digital Printing

Alasan : Informasi Roadshow pada khalayak ramai

Penempatan : Outdoor

Lokasi : Di sekitar SMA-SMA Kota Makassar

Format : Vertikal

4. 2. 7. Poster Cinema


(50)

Ukuran/Jenis : A2 Material : Art Paper Teknik Produksi : Offset

Alasan :Untuk memberikan informasi mengenai pelaksana dan media utama

Penempatan : Indoor

Lokasi : Pintu utama tempat pemutaran Film

Format : Vertikal

4. 2. 8. Kemasan DVD

Gambar 4. 21. Kermasan DVD dan Sticker DVD

Ukuran/Jenis : A5 untuk kemasan, diameter 12 cm untuk DVD Sticker

Material : Art Paper dan Kertas Sticker manila Teknik Produksi : Digital Printing

Alasan : Sebagai wadah dari media utama Penempatan : Dijual seharga Rp. 20.000,00


(51)

Format : Vertikal 4. 2. 9. Sticker

Gambar 4. 22. Sticker

Ukuran/Jenis : 5 x 6 cm

Material : Clear sticker paper Teknik Produksi : Digital Printing

Alasan : dapat ditempelkan dimana saja Penempatan : dibagikan gratis di tempat Roadshow Lokasi : di binder, buku dan tempat-tempat lainnya

Format : Vertikal


(52)

Gambar 4. 23. Kemasan Snack

Ukuran/Jenis : A3 Material : Art Paper Teknik Produksi : Digital Printing

Alasan : sebagai media wadah juga informasi

Penempatan : dibagikan gratis, terbatas di tempat Roadshow Lokasi : di tempat Roadshow Film

Format : Vertikal

4. 2. 11. Souvenir T-Shirt

Gambar 4. 24. Souvenir T-Shirt

Ukuran/Jenis : All Size

Material : Katun

Teknik Produksi : Offset

Alasan : merupakan reminder sekaligus alat promosi kegiatan dan bisa digunakan oleh target audiens dibawa kemana saja

Penempatan : dijual seharga Rp. 50.000,00


(53)

4. 2. 12. Merchandise Pin

Gambar 4. 25. Merchandise Pin

Material : Inkjet Paper

Teknik Produksi : Digital Printing, press dengan alat pembuat Pin Alasan : Sebagai reminder kegiatan Roadshow dan dapat

dibawa kemana saja sebagai asesoris

Penempatan : Dibagikan gratis bersama dengan sticker pada peserta Roadshow

Lokasi : Tempat Roadshow di SMA-SMA Kota Makassar  


(54)

Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir

PERANCANGAN FILM DOKUMENTER DRAMA

MENGENAL LA GALIGO

DK 38315 Tugas Akhir Semester II 2009 / 2010

Oleh

Nur Azmah Musa 51906219

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(55)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...i

Daftar Isi...ii

Daftar Gambar...v

BAB I Pendahuluan...1

1. 1. Latar Belakang...1

1. 2. Identifikasi Masalah...2

1. 3. Fokus Masalah...2

1. 4. Tujuan Perancangan...2

1. 5. Kata Kunci...2

BAB II NASKAH KUNO BUGIS LA GALIGO...3

2. 1. Landasan Naskah Kuno Bugis La Galigo...3

2. 2. Sistem Informasi Komunikasi...12

2. 3. Dokumenter Drama...16

2. 4. Khalayak Sasaran...19

2. 4. 1. Geografi...19

2. 4. 2. Demografi...20

2. 4. 3. Psikografi...20

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL...22

3. 1. Strategi Perancangan ...22

3. 1. 1. Strategi Komunikasi...22

3. 1. 1. 1. Tujuan Komunikasi...22

3. 1. 1. 2. Pesan Utama Komunikasi...23

3. 1. 1. 3. Materi Pesan...23

3. 1. 2. Strategi Kreatif... ...23

3. 1. 2. 1. Penyampaian Pesan...23

3. 1. 2. 2. Rasionalisasi Visual ...23

3. 1. 3. Strategi Media...24

3. 1. 3. 1. Alasan Pemilihan Media...24

3. 1. 3. 2. Pertimbangan Dasar...24


(56)

3. 2. Konsep Audio Visual ...25

3. 2. 1. Tonalitas Warna dan Kecepatan Gerak Gambar...25

3. 2. 2. Framing ...26

3. 2. 3. Durasi Gambar...27

3. 2. 4. Pra Produksi...27

3. 2. 4. 1. Ide Cerita ...27

3. 2. 4. 2. Sinopsis...27

3. 2. 4. 3. Skenario...28

3. 2. 4. 4. Lokasi...28

3. 2. 4. 5. Talent ...30

3. 2. 5. Studi Warna ...32

3. 2. 6. Studi Tipografi...33

3. 2. 7. Gagasan Visual...34

BAB IV TEKNIS PRODUKSI DAN MEDIA ...35

4. 1. Teknis Produksi...35

4. 1. 1. Produksi...35

4. 2. 1. 1. Persiapan Peralatan...35

4. 2. 1. 2. Jadwal Shooting ...36

4. 1. 2. Pasca Produksi...36

4. 2. Media...43

4. 2. 1. Film Dokumenter Drama ...43

4. 2. 2. Baliho ...44

4. 2. 3. Billboard...45

4. 2. 4. Flyer ...46

4. 2. 5. X Banner ...47

4. 2. 6. Poster Roadshow...48

4. 2. 7. Poster Cinema...49

4. 2. 8. Kemasan DVD ...50

4. 2. 9. Sticker ...50

4. 2. 10. Kemasan Snack ...51


(57)

4. 2. 12. Merchandise Pin ...52

Daftar Pustaka...54


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Effendy, Onong U. (2003). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Enre, Fachruddin A.(1999). Ritumpanna Welenrennge: Sebuah Episode Sastra Bugis Klasik Galigo. Jakarta: Yayasan Obor.

Gonggong, Anhar. (1992). Abdul Qahar Muzakkar: Dari Patriot hingga Pemberontak. Jakarta: Grasindo.

Hamonic, Gilbert. (2008). Nenek Moyang Orang Bugis. Makassar: Pustaka Refleksi.

Rahman, Nurhayati, Anil Hukma & Idwar Anwar. (2003). La Galigo: Menulusuri Jejak Warisan Dunia. Makassar: Pusat Studi La Galigo UNHAS.

Kern, Rudolph. A. (1989). I La Galigo: Cerita Bugis Kuno, diterjemahkan dari Bahasa Belanda: Catalogus I (Catalogus van de Boegineesche, tot den I La Galigo-cyclus behoorende handschriften der Leidsch Universiteitsbibliotheek, alsmede van die in andere europeesche bibliotheken) & Catalogus II (Catalogus van de Boegineesche, tot den I La Galigo-cyclus behoorende handschriften van Jajasan Kebudajaan Sulawesi Selatan dan Tenggara te Makassar) oleh La Side dan M. D. Sagimun. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mattulada. (1990). Sawerigading, Folktale Sulawesi. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


(59)

Pelras, Christian. (2006). Manusia Bugis, Diterjemahkan dari Bahasa Inggris: The Bugis oleh Abdul Rahman Abu, Hasriadi, dan Nurhady Sirimorok. Jakarta: Nalar.

Salim, Muhammad & Fachruddin Ambo Enre. (1995). La Galigo menurut naskah NBG 188 yang disusun oleh Arung Pancana Toa (Jilid I). Jakarta: Djambatan-KITLV.

Salim, Muhammad & Fachruddin Ambo Enre. (2000). La Galigo menurut naskah NBG 188 yang disusun oleh Arung Pancana Toa (Jilid II). Makassar: Lephas.

Gregory, Sam & Gillian Caldwell. (2008). Video For Change. London: Pluto Press Ltd.

Tinarbuko, Sumbo. (2008). Semiotika Komunikasi Visual.Yogyakarta: Jalasutra.

Stokes, Jane. (2007). Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.

Makalah:

Hamid, Abdullah. (1987). “Pasompe among Buginese in South Sulawesi”. Seminar Internasional KITLV II bertema: South Sulawesi: Trade, Society and Belief, Leiden, 2-6 November.

Enre, Fachruddin A. (2003). “Budidaya Padi Berdasarkan Naskah La Galigo”, dalam Nurhayati Rahman, Anil Hukma dan Idwar Anwar, La Galigo: Menelusuri Jejak Warisan Dunia. Makassar: Pusat Studi La Galigo UNHAS. (43-58)


(60)

Internet:

Arzuka. (23 September, 2008). La Galigo, Odisei, Trah Buendia.

http://arsuka.wordpress.com/2008/09.html. Akses 1 Agustus 2009.

Change Performing Arts. 2005. I La Galigo.

http://www.changeperformingarts.it/Wilson/galigo_photos.html.

akses 28 Juli 2009.

Indra To Ogi. (5 Juni 2009). Hikayat La Galigo.

http://indraztyaone90.blogspot.com/2009_06_01_archive.html.

Akses 1 Agustus 2009. Verkata. (tanpa tahun). Lontar.

  http://wiki.verkata.com/id/wiki/Lontar.html. Akses 12 Desember

2009.

Wawan Supriadi. (2 Januari 2010). Mengenal Aksara Lontara Bugis.


(61)

Self

 

Qoute:

“I

 

ate

 

banana

 

pan

love

 

and

 

have

 

a

 

cup

 

of

 

joy

 

this

 

morning”

 

 

Nur Azmah Musa………..Means: 

The

 

Light

 

of

 

Hope

 

Contact

 

Info

 

I live on Jl. Hj. Saodah No. 71 RT 02 RT 08 Jatihandap, Bandung, Jawa Barat, 40193.

 

Contact

 

me

 

via

 

mobile

 

on

 

081320

 

919092

 

or

 

via

 

email

 

on

 

ranredbullz@gmail.com.

 

Personal

 

Particulars

 

I was born on Maros, October 17th 

1987

 

so it makes me 23 years old this year. I am an 

Indonesian,

 

female

 

and

 

single

. My Id number is.  

 

Education

 

My

 

early

 

childhood

 

I

 

spent

 

on

 

rural

 

area

 

with

 

my

 

family.

 

Hills,

 

forests

 

and

 

beaches

 

are

 

my

 

playground.

 

Nature

 

tought

 

me

 

to

 

appreciate

 

with

 

mind,

 

eyes,

 

my

 

hands

 

and

 

my

 

attitude.

 TK Kartika (1994), SDN 19 Pangkajene (1995). 

My

 

Adolescence

 

I

 

spent

 

with

 

friends,

 

school

 

and

 

organization.

 

I

 

love

 

to

 

stop

 

and

 

let

 

my

 

eyes

 

have

 

the

 

world.

 

These

 

times

 

of

 

my

 

age,

 

I

 

learn

 

about

 

love.

 

Love

 

that

 

can

 

be

 

in

 

many

 

form

 

and

 

from

 

many

 

source

 

with

 

or

 

without

 

reasons.

 

SMPN 12  Makassar (2001) SMAN 1 Makassar (2003) Miller Place High School New York (2005). 

My

 

Adulthood

 

I

 

spent

 

outside

 

my

 

comfort

 

zone.

 

I

 

study,

 

work,

 

observe

 

and

 

play,

 

try

 

and

 

experience

 

almost

 

everything.

 

I

 

did

 

many

 

stupid

 

things

 

in

 

order

 

to

 

learn

 


(62)

how

 

to

 

survive

 

and

 

stand

 

up

 

for

 

myself.

 

I

 

am

 

a

 

risk

 

taker

 

and

 

sometimes

 

gambling

 

with

 

my

 

own

 

destiny,

 

I

 

don’t

 

regret

 

so

 

that’s

 

why

 

I

 

am

 

willing

 

to

 

take

 

every

 

consequences.

 

Universitas Komputer Indonesia under design faculty, major on  Visual Communication Design (2006). My campus is located on Jl. Dipati Ukur No. 144‐115‐

102, Bandung with S1 degree. Will graduated on September 25th 2010 with GPA 3. 51. 

  

Organization

 

Experience

 

Pramuka ‐ National Jambore (2001) Junior Student Council – Vice Chief (2002) Editor in Chief  and pioneer of Sahabat School Press (2003) Photography Club – Pioneer (2004) Senior  Student Council – General Secretary (2004) Youth Exchange Student to New York, USA –  Long Term (2005) Speaker in Rotary District Presentation (2005) Drama Club – Gospel (2006)  Badminton Club – Double Player (2006) Miller Place High School ‐ Student Immersion Award 

(2006) “Fresh” Community Exhibition – Photographer (2006) National English Debating  Championship at Semarang – Debater (2006) Titik Fokus Photography Community – 

Secretary (2006) UNIKOM English Debating Club – Chief (2007)    

Work

 

Experience

 

Misc

: Blobby’s Movie Rent – Guider (2006) The Rooster Fast Food, Mt. Sinai, NY – Kitchen 

Helper (2006) – Cashier (2007) – Sous Chef (2008) Knitting Mentor (2008) English Mentor  (2008).  

Freelance

 

Photographer:

 Exclusive School Drama Gospel (2005) Exclusive Potraiture 

Album of Robin Clark (2005 ‐ 2008) Potraiture of Alicia Korpi’s family (2008) Photo Session of  Knitting Shawl (2009) Landscape Photo Session of Palabuhan Ratu (2009) Landscape photo 

session of Pangkajene, Soppeng and Makassar (2009) Photo Session of Herdiawan Fajar  (2010) Exclusive Potraiture Album of Dian Gita Utami (2005 – 2010) 

Reseaching

 

and

 

Concepting

 

for

 

Studio

 

of

 

Visual

 

Communication

 

Class:

 Identity 

and Media Application for CV. Amanda Brownies (2008) Promotion and Media Application  of Sarimurni Product (2009) Social Campaign and Media Application for Sidewalk rights 


(63)

Mengenal La Galigo (2010). Teamwork: Making a Short Film about lesbian for Audio Visual  Class. Making an Interactive Offline multimedia, pop‐up book and media application of  “Petualangan Bima”  for Multimedia II Class, Making a Photo Novela for Photography II  Class, write several analysis and paper that related with Visual Communication Design.  

Freelance

 

Designer:

 Reita Band Offline Interactive media (2009) Student Guide Book for  Padjajaran University on Master and Post Graduate level (2009) Identity and Media  Application for PT. Delima Consultant (2009) Logo for Eka Ariaty Catering (2009).  Designer 

for Himpunan Mahasiswa Pascasarjana  Universitas Padjajaran (2009).    

Skills

Able

 

to

 

do

 

Internet,

 

Marketing,

 

Public

 

Relation

 

and

 

Media

 

Mass

 

research

Able

 

to

 

work

 

with

 

Microsoft

 

Office,

 

with

 

Design

 

and

 

Photography

 

Software

 

such

 

as

 

Adobe

 

Photoshop

 

and

 

Corel

 

Draw

. Able to do computer  hardware. 

Able

 

to

 

operate

 

digital

 

camera,

 

camera

 

video,

 

lighting

 

and

 

printer

Able to speak and write English. 

Open

 

Minded

 

Personal

 

Strengths

 

Sense

 

of 

responsibility

.

 

Creative

 and resourceful. Good skills in 

communication

 and collaboration with team. 

Have

 

passion

 

in

 

working.

 

 

“go

 

get

 

me

 

some

 

creativity”

 


(64)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sampai saat ini serta rasa terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir ini sebagaimana telah ditugaskan pada penulis sebagai pelengkap dari Mata Kuliah Tugas Akhir pada semester delapan (genap) ini.

Pengalaman yang penulis dapatkan selama melakukan penelitian memberi tantangan baru dan pengalaman yang tidak terkira. Banyak suka duka yang telah penulis alami. Perancangan yang penulis lakukan selama kurang lebih enam bulan mengikuti tata cara pelaksanaan penelitian dan menggunakan strategi perancangan yang diarahkan pada hasil akhir sistem informasi dalam membuat karya Film Dokumenter Drama mengenai Naskah Kuno Bugis La Galigo berjudul “Mengenal La Galigo” dan secara berkala dibimbing oleh Dosen Pembimbing dan konsultasi kepada konsultan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada Dosen Pembimbing, Koordinator Tugas Akhir dan pihak lain yang membaca laporan ini harap memaklumi apabila banyak kekurangan dan kesalahan. Semoga ada manfaatnya yang dapat penulis sumbangkan.

Bandung, 4 Juli 2010

Penulis


(1)

55   

Pelras, Christian. (2006). Manusia Bugis, Diterjemahkan dari Bahasa Inggris: The Bugis oleh Abdul Rahman Abu, Hasriadi, dan Nurhady Sirimorok. Jakarta: Nalar.

Salim, Muhammad & Fachruddin Ambo Enre. (1995). La Galigo menurut naskah NBG 188 yang disusun oleh Arung Pancana Toa (Jilid I). Jakarta: Djambatan-KITLV.

Salim, Muhammad & Fachruddin Ambo Enre. (2000). La Galigo menurut naskah NBG 188 yang disusun oleh Arung Pancana Toa (Jilid II). Makassar: Lephas.

Gregory, Sam & Gillian Caldwell. (2008). Video For Change. London: Pluto Press Ltd.

Tinarbuko, Sumbo. (2008). Semiotika Komunikasi Visual.Yogyakarta: Jalasutra.

Stokes, Jane. (2007). Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.

Makalah:

Hamid, Abdullah. (1987). “Pasompe among Buginese in South Sulawesi”. Seminar Internasional KITLV II bertema: South Sulawesi: Trade, Society and Belief, Leiden, 2-6 November.

Enre, Fachruddin A. (2003). “Budidaya Padi Berdasarkan Naskah La Galigo”, dalam Nurhayati Rahman, Anil Hukma dan Idwar Anwar, La Galigo: Menelusuri Jejak Warisan Dunia. Makassar: Pusat Studi La Galigo UNHAS. (43-58)


(2)

56   

Internet:

Arzuka. (23 September, 2008). La Galigo, Odisei, Trah Buendia.

http://arsuka.wordpress.com/2008/09.html. Akses 1 Agustus 2009.

Change Performing Arts. 2005. I La Galigo.

http://www.changeperformingarts.it/Wilson/galigo_photos.html. akses 28 Juli 2009.

Indra To Ogi. (5 Juni 2009). Hikayat La Galigo.

http://indraztyaone90.blogspot.com/2009_06_01_archive.html. Akses 1 Agustus 2009.

Verkata. (tanpa tahun). Lontar.

  http://wiki.verkata.com/id/wiki/Lontar.html. Akses 12 Desember 2009.

Wawan Supriadi. (2 Januari 2010). Mengenal Aksara Lontara Bugis.


(3)

Self

 

Qoute:

“I

 

ate

 

banana

 

pan

love

 

and

 

have

 

a

 

cup

 

of

 

joy

 

this

 

morning”

 

 

Nur Azmah Musa………..Means: 

The

 

Light

 

of

 

Hope

 

Contact

 

Info

 

I live on Jl. Hj. Saodah No. 71 RT 02 RT 08 Jatihandap, Bandung, Jawa Barat, 40193.

 

Contact

 

me

 

via

 

mobile

 

on

 081320

 

919092 

or

 

via

 

email

 

on

 

ranredbullz@gmail.com.

 

Personal

 

Particulars

 

I was born on Maros, October 17th 

1987

 

so it makes me 23 years old this year. I am an 

Indonesian,

 

female

 

and

 

single

. My Id number is.    

Education

 

My

 

early

 

childhood

 

I

 

spent

 

on

 

rural

 

area

 

with

 

my

 

family.

 

Hills,

 

forests

 

and

 

beaches

 

are

 

my

 

playground.

 

Nature

 

tought

 

me

 

to

 

appreciate

 

with

 

mind,

 

eyes,

 

my

 

hands

 

and

 

my

 

attitude.

 TK Kartika (1994), SDN 19 Pangkajene (1995). 

My

 

Adolescence

 

I

 

spent

 

with

 

friends,

 

school

 

and

 

organization.

 

I

 

love

 

to

 

stop

 

and

 

let

 

my

 

eyes

 

have

 

the

 

world.

 

These

 

times

 

of

 

my

 

age,

 

I

 

learn

 

about

 

love.

 

Love

 

that

 

can

 

be

 

in

 

many

 

form

 

and

 

from

 

many

 

source

 

with

 

or

 

without

 

reasons.

 

SMPN 12  Makassar (2001) SMAN 1 Makassar (2003) Miller Place High School New York (2005). 

My

 

Adulthood

 

I

 

spent

 

outside

 

my

 

comfort

 

zone.

 

I

 

study,

 

work,

 

observe

 

and

 

play,

 

try

 

and

 

experience

 

almost

 

everything.

 

I

 

did

 

many

 

stupid

 

things

 

in

 

order

 

to

 

learn

 


(4)

how

 

to

 

survive

 

and

 

stand

 

up

 

for

 

myself.

 

I

 

am

 

a

 

risk

 

taker

 

and

 

sometimes

 

gambling

 

with

 

my

 

own

 

destiny,

 

I

 

don’t

 

regret

 

so

 

that’s

 

why

 

I

 

am

 

willing

 

to

 

take

 

every

 

consequences.

 

Universitas Komputer Indonesia under design faculty, major on  Visual Communication Design (2006). My campus is located on Jl. Dipati Ukur No. 144‐115‐

102, Bandung with S1 degree. Will graduated on September 25th 2010 with GPA 3. 51. 

  

Organization

 

Experience

 

Pramuka ‐ National Jambore (2001) Junior Student Council – Vice Chief (2002) Editor in Chief  and pioneer of Sahabat School Press (2003) Photography Club – Pioneer (2004) Senior  Student Council – General Secretary (2004) Youth Exchange Student to New York, USA –  Long Term (2005) Speaker in Rotary District Presentation (2005) Drama Club – Gospel (2006)  Badminton Club – Double Player (2006) Miller Place High School ‐ Student Immersion Award 

(2006) “Fresh” Community Exhibition – Photographer (2006) National English Debating  Championship at Semarang – Debater (2006) Titik Fokus Photography Community – 

Secretary (2006) UNIKOM English Debating Club – Chief (2007)    

Work

 

Experience

 

Misc:

 Blobby’s Movie Rent – Guider (2006) The Rooster Fast Food, Mt. Sinai, NY – Kitchen  Helper (2006) – Cashier (2007) – Sous Chef (2008) Knitting Mentor (2008) English Mentor 

(2008).  

Freelance

 

Photographer:

 Exclusive School Drama Gospel (2005) Exclusive Potraiture 

Album of Robin Clark (2005 ‐ 2008) Potraiture of Alicia Korpi’s family (2008) Photo Session of  Knitting Shawl (2009) Landscape Photo Session of Palabuhan Ratu (2009) Landscape photo 

session of Pangkajene, Soppeng and Makassar (2009) Photo Session of Herdiawan Fajar  (2010) Exclusive Potraiture Album of Dian Gita Utami (2005 – 2010) 

Reseaching

 

and

 

Concepting

 

for

 

Studio

 

of

 

Visual

 

Communication

 

Class:

 Identity 

and Media Application for CV. Amanda Brownies (2008) Promotion and Media Application  of Sarimurni Product (2009) Social Campaign and Media Application for Sidewalk rights 


(5)

Mengenal La Galigo (2010). Teamwork: Making a Short Film about lesbian for Audio Visual  Class. Making an Interactive Offline multimedia, pop‐up book and media application of  “Petualangan Bima”  for Multimedia II Class, Making a Photo Novela for Photography II  Class, write several analysis and paper that related with Visual Communication Design.  

Freelance

 

Designer:

 Reita Band Offline Interactive media (2009) Student Guide Book for  Padjajaran University on Master and Post Graduate level (2009) Identity and Media  Application for PT. Delima Consultant (2009) Logo for Eka Ariaty Catering (2009).  Designer 

for Himpunan Mahasiswa Pascasarjana  Universitas Padjajaran (2009).    

Skills

Able

 

to

 

do

 

Internet,

 

Marketing,

 

Public

 

Relation

 

and

 

Media

 

Mass

 

research

Able

 

to

 

work

 

with

 

Microsoft

 

Office,

 

with

 

Design

 

and

 

Photography

 

Software

 

such

 

as

 

Adobe

 

Photoshop

 

and

 

Corel

 

Draw

. Able to do computer 

hardware. 

Able

 

to

 

operate

 

digital

 

camera,

 

camera

 

video,

 

lighting

 

and

 

printer

Able to speak and write English. 

Open

 

Minded

 

Personal

 

Strengths

 

Sense

 

of

 

responsibility

.

 

Creative

 and resourceful. Good skills in 

communication

 and collaboration with team. 

Have

 passion 

in

 

working.

 

 

“go

 

get

 

me

 

some

 

creativity”

 


(6)

i   

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sampai saat ini serta rasa terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir ini sebagaimana telah ditugaskan pada penulis sebagai pelengkap dari Mata Kuliah Tugas Akhir pada semester delapan (genap) ini.

Pengalaman yang penulis dapatkan selama melakukan penelitian memberi tantangan baru dan pengalaman yang tidak terkira. Banyak suka duka yang telah penulis alami. Perancangan yang penulis lakukan selama kurang lebih enam bulan mengikuti tata cara pelaksanaan penelitian dan menggunakan strategi perancangan yang diarahkan pada hasil akhir sistem informasi dalam membuat karya Film Dokumenter Drama mengenai Naskah Kuno Bugis La Galigo berjudul “Mengenal La Galigo” dan secara berkala dibimbing oleh Dosen Pembimbing dan konsultasi kepada konsultan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada Dosen Pembimbing, Koordinator Tugas Akhir dan pihak lain yang membaca laporan ini harap memaklumi apabila banyak kekurangan dan kesalahan. Semoga ada manfaatnya yang dapat penulis sumbangkan.

Bandung, 4 Juli 2010

Penulis