Perancangan Buku Cerita Bergambar Berjudul Sawerigading Dari Cerita Rakyat Naskah Kuno 1 La Galigo

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERJUDUL

SAWERIGADING DARI CERITA RAKYAT NASKAH BUGIS KUNO I LA GALIGO

DK 38315/Tugas Akhir SEMESTER I 2014-2015

Oleh:

Asrullah Ahmad 51910026

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

(4)

iii KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pengantar tugas akhir ini yang mengambil judul

PERANCANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERJUDUL

SAWERIGADING DARI CERITA RAKYAT NASKAH BUGIS

KUNO I LA GALIGO

”.

Laporan ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan riset mengenai naskah I La Galigo. Penyusunan laporan ini merupakan salah satu tugas dan syarat mata kuliah Tugas Akhir di Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Komputer Indonesia. Dengan menyusun laporan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis sehingga membuka wawasan tentang karya tulis ilmiah yang sebenarnya.

Dikarenakan banyaknya keterbatasan kemampuan penulis, penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang sifatnya membangun yang dapat membantu kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Penulis Bandung 2015


(5)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Identifikasi Masalah ... 4

I.3 Fokus permasalahan ... 4

I.4 Batasan Masalah ... 5

I.5 Tujuan perancangan ... 5

BAB II NASKAH I LAGALIGO DAN CERITA BERGAMBAR ... 6

II.1 Naskah I La Galigo ... 6

II.1.1 Landasan Naskah NBG(Nederland Bible Geselchaft) 183 ... 7

II.1.2 Keistimewaan Naskah I La Galigo ... 8

II.1.3 Ciri-ciri sastra La Galigo ... 9

II.1.4 Naskah I La Galigo Merupakan Bacaan Upacara Adat Bugis I La Galigo Sebagai Bacaan Dalam Upacara Adat ... 10

II.1.5 Cerita Episode Pelayaran Sawerigdaing Menuju Tanah Cina ... 10

II.1.6 Visualisasi Tentang Naskah I La Galigo ... 11

II.1.7 Pentingnya Naskah I La Galigo Bagi Anak-anak ... 14

II.2 Pengertian Cerita Bergambar ... 15

II.3 Buku cerita Bergambar Dan Pengaruhnya ... 15

II.4 Fungsi Dan Peranan Cerita Bergambar ... 17

II.5 Unsur-unsur Visual Dalam Cerita Bergambar ... 17


(6)

viii

II.5.2 Tipografi ... 20

II.5.3 Warna ... 20

II.5.4 Teks ... 21

II.6 Buku Cerita Bergambar Untuk Anak-anak ... 21

II.6.1 Anthropmorphic (Animal) Stories ... 22

II.6.2 Realistic stories ... 23

II.6.3 Magic Realism ... 23

II.6.4 Traditional Literature ... 23

II.6.5 Informational (Nonfiksi) ... 23

II.7 Analisis Data ... 24

II.7.1 Analisis Faktual ... 24

II.7.2 Analisis Wawancara ... 25

II.8 Kesimpulan Dan Solusi ... 26

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL ... 28

III.1 Strategi Perancangan ... 28

III.1.1 Pendekatan Komunikasi ... 29

III.1.2 Strategi Kreatif ... 31

III.1.3 Strategi Media ... 31

III.1.4 Strategi Distribusi ... 33

III.2 Konsep Visual ... 35

III.2.1 Format Desain ... 36

III.2.2 Tata Letak (Layout) ... 37

III.2.3 Tipografi ... 38

III.2.4 Ilustrasi ... 41

III.2.4.1 Studi Karakter ... 41

III.2.4.2 Studi Lokasi ... 48

III.2.4.2 Properti ... 51

III.2.5 Warna ... 54


(7)

ix

BAB IV TEKNIS PRODUKSI MEDIA ... 56

IV.1 Buku Cerita Bergambar Cerita Rakyat I La Galigo Sawerigading ... 56

IV.1.1 Media ... 56

IV.1.2 Teknis Perancangan ... 59

IV.2 Media Promosi ... 61

IV.2.1 Brosur ... 61

IV.2.2 Poster Promosi ... 62

IV.2.3 Mini X-Banner ... 62

IV.3 Media Pendukung ... 63

IV.3.1 Jadwal Pelajaran ... 63

IV.3.2 Pin ... 64

IV.3.3 Gantungan ... 64

IV.3.4 Sticker ... 65

IV.3.5 Baju ... 65

IV.3.6 Lembar Mewarnai ... 66

IV.3.7 Poster Koleksi ... 66

IV.3.8 Gelas ... 67

IV.3.9 Ikat Kepala ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(8)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Naskah I La Galigo pada daun lontar ... 6

Gambar II.2 Halaman Naskah Kuno Bugis La Galigo ... 7

Gambar II.3 Universitas leyden dan Naskah NBG yang telah diterjemahkan ... 7

Gambar II.4 Naskah I La Galigo asli yang ada di Museum I La Galigo ... 8

Gambar II.5 Ilustrasi Batara Guru dan Datuq Patotoe di museum I La Galigo .... 11

Gambar II.6 Ilustrasi Batara Guru di museum I La Galigo... 12

Gambar II.7 Ilustrasi Sawerigading dan We Tenriabeng ... 13

Gambar II.8 Cerita Sawerigading dalam buku cerita bergambar ... 13

Gambar II.14 Contoh Cerita Bergambar ... 15

Gambar II.9 Contoh Ilustrasi gambar tangan ... 18

Gambar II.10 Contoh ilustrasi photografi ... 19

Gambar II.11 Contoh ilustrasi teknik gabungan ... 20

Gambar II.12 Seni tipografi ... 20

Gambar II.13 Warna-warna dalam lingkaran warna ... 21

Gambar III.1 Jadwal distribusi ... 34

Gambar III.2 Bahan studi Visual 1 ... 35

Gambar III.3 Bahan studi visual 2 ... 36

Gambar III.4 Format desain ... 37

Gambar III.5 Tata letak ilustrasi 1 ... 37

Gambar III.6 Tata Letak ilustrasi 2 ... 37

Gambar III.7 Aksara Lontaraq ... 39

Gambar III.8 Sulapa Eppa’ ... 39

Gambar III.9 Tipografi judul... 39

Gambar III.10 Pengaplikasian tipografi judul pada sampul... 40

Gambar III.11 Font Goudy Bookletter 1991 ... 40

Gambar III.12 Sketsa Sawerigading ... 42

Gambar III.13 Ilustrasi Sawerigading ... 42

Gambar III.14 Visual yang didaptasi ... 42

Gambar III.15 Sketsa We Tenriabeng ... 43

Gambar III.16 Ilustrasi We Tenriabeng ... 43


(9)

xi

Gambar III.18 Sketsa We Cudai ... 44

Gambar III.19 Ilustrasi We Cudai ... 44

Gambar III.20 Visual yang didaptasi ... 44

Gambar III.21 Sketsa Batara Lattuq... 44

Gambar III.22 Ilustrasi Batara Lattuq ... 44

Gambar III.23 Visual yang didaptasi ... 44

Gambar III.24 Sketsa We Opu Sengngeng ... 45

Gambar III.25 Ilustrasi We Opu Sengngeng ... 45

Gambar III.26 Visual yang didaptasi ... 45

Gambar III.27 Sketsa Raja Cina... 46

Gambar III.28 Ilustrasi Raja Cina ... 46

Gambar III.29 Visual yang didaptasi ... 46

Gambar III.30 Sketsa Batara Guru ... 46

Gambar III.31 Ilustrasi Batara Guru ... 46

Gambar III.32 Visual yang didaptasi ... 46

Gambar III.33 Sketsa Pengawal Sawerigading ... 47

Gambar III.34 Ilustrasi Pengawal Sawerigading ... 47

Gambar III.35 Visual yang didaptasi ... 47

Gambar III.33 Sketsa Pengawal We Cudai ... 48

Gambar III.34 Ilustrasi Pengawal We Cudai ... 48

Gambar III.35 Visual yang didaptasi ... 48

Gambar III.30 Ruangan kerajaan ... 48

Gambar III.31Visual yang diadaptasi ... 48

Gambar III.32 Suasana diatas kapal ... 49

Gambar III.33 Visual yang diadaptasi ... 49

Gambar III.34 Suasana hutan ... 49

Gambar III.35Visual yang diadaptasi ... 49

Gambar III.36 Suasana pantai ... 50

Gambar III.37Visual yang diadaptasi ... 50

Gambar III.38 Suasana pernikahan ... 50

Gambar III.39 Visual yang diadaptasi ... 50


(10)

xii

Gambar III.41 Ilustrasi gelang Bugis ... 51

Gambar III.42 Kalung Bugis ... 52

Gambar III.43 Ilustrasi kalung Bugis ... 52

Gambar III.44 Badik ... 53

Gambar III.45 Ilustrasi Badik ... 53

Gambar III.46 Warna yang sering muncul ... 54

Gambar IV.1 Sampul Buku ... 56

Gambar IV.2 Sampul Dalam ... 57

Gambar IV.3 Isi Buku 1 ... 57

Gambar IV.4 Isi Buku 2 ... 58

Gambar IV.5Isi Buku 2 ... 58

Gambar IV.6 Sketsa Manual ... 59

Gambar IV.7 Pewarnaan Pada Aplikasi Adobe Photoshop ... 60

Gambar IV.8 Penyelesaian Pewarnaan Pada Aplikasi Adobe Photoshop ... 60

Gambar IV.9 Pemberian Teks Pada Ilustrasi di Adobe Indesign ... 61

Gambar IV.10 Brosur ... 61

Gambar IV.11 Poster ... 62

Gambar IV.12 Mini X-Banner ... 63

Gambar IV.13 Jadwal Pelajaran ... 63

Gambar IV.14 pin... 64

Gambar IV.15 Gantungan ... 64

Gambar IV.16 Sticker 1 ... 65

Gambar IV.17 Sticker 2 ... 65

Gambar IV.18 Baju ... 65

Gambar IV.19 Lembar Mewarnai ... 66

Gambar IV.20 Poster Koleksi ... 66

Gambar IV.21 Gelas... 67


(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang terletak di benua Asia, tepatnya di bagian Asia Tenggara. Indonesia memiliki berbagai macam unsur kebudayaan, seperti berbagai macam bahasa, suku bangsa, agama atau kepercayaan, adat istiadat, kesenian tradisional, serta berbagai jenis mata pencaharian yang membentang dari Sabang hingga Merauke. Oleh karena itu, Indonesia seringkali disebut negara multikultural atau negara yang memiliki berbagai macam ragam budaya. Keanekaragaman inilah yang menjadikan Indonesia mempunyai sangat banyak cerita rakyat, seperti contoh Lutung Kasarung, Ken Arok, Malin Kundang, Ciung Wanara.

Di Propinsi Sulawesi Selatan juga memiliki salah satu naskah kuno yakni I La Galigo isinya telah menjadi cerita rakyat wajib bagi masyarakat Bugis. Menurut Salim dan McGlynn (2013) Naskah I La Galigo merupakan salah satu karya sastra epik di dunia, bukan hanya karena isinya yang banyak membahas tentang kemanusiaan tetapi juga, dan terutama, karena panjangnya yang melebihi karya sastra klasik dunia yang lain seperti Mahabrata dari India dan Odyssey karya Homeros. Seiring dengan panjangnya naskah ini maka dalam pembahasannya dibagi dalam beberapa episode atau tereng. Adapun episode yang banyak diketahui masyarakat adalah hubungan perkawinan antara Sawerigading dan I We Cudai. karena dari hubungan itulah terlahirnya seorang anak yang juga dijadikan sebagai nama naskah ini yaitu I La Galigo. Pada naskah ini juga sangat banyak menceritakan tentang keberanian dan semangat Sawerigading melakukan pelayaran menuju negeri Cina. Teks-teks I La Galigo diturunkan dalam dua tradisi penyebaran yakni tradisi tulis dan lisan. Tradisi pertama hanya dikenal di linkungan masyarakat Bugis, yang terdiri atas dua macam yakni sebagai cerita barangkali dan sebagai pangkal silsilah raja –raja Bugis yang tertuang di dalam


(12)

2

lontaraq. sementara tradisi lisan I La Galigo ditemukan pada hampir semua kelompok etnik yang ada di Sulawesi (Fachruddin, 1989, h.vii).

Panjangnya naskah I La Galigo disebabkan karena banyaknya tokoh yang diceritakan seperti Batara guru, Sawerigading, Datuq Patotoe, I We cudai dan keluarga yang lainnya.dan hampir setiap tokoh yang merupakan bagian keturunan dari keturunan dewa di Boting langiq dan di Buriq liu selalu mempunyai cerita tersendiri.(Nurhayati Rahman,2006:4). Penyebaran naskah La Galigo tersebar diberbagai Negara,yang memungkinkan generasi muda tidak dapat menggali informasi tentang keberadaan naskah La Galigo itu sendiri, mengingat naskah itu tersebar di Universitas Leyden sebanyak 12 jilid yang tebalnya mencapai 2851 halaman yang menurut Kern itu masih sepertiganya (h.1003).

I La Galigo ditemukan hampir pada semua etnik di nusantara bahkan sampai di Malaysia, Brunei dan Singapura meninggalkan kesan yang begitu kuat pada berbagai suku di tempat-tempat persinggahan tradisi I La Galigo. Adanya pengakuan dari berbagai etnik di Nusantara sebagai keturunan Sawerigading membuktikan bahwa epos I La Galigo telah menjalankan fungsi kemanusiaannya sebagai sumber perekat dan pemersatu kesatuan dalam integrasi di nusantara.(Nurhayati Rahman,2006:3).

Berlalunya zaman demi zaman orang Bugis yang mengenal, mengamalkan dan melestarikan serta menjaga peninggalan-peninggalan berharga dari suku Bugis termasuk naskah I La Galigo sudah sangat jarang di temui. Meskipun sekarang posisi I La Galigo sudah mulai terdesak oleh pengaruh agama islam,modernisasi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi , namun sisa-sisa kebudayaan lama orang Bugis seperti yang terkandung dalam ajaran I La Galigo masih tetap ditemukan dalam denyut nadi manusia Bugis sampai sekarang ini, yang sebagian besar telah menjelma ke dalam sistem kultural dan sosial orang-orang Bugis secara faktual (Nurhayati Rahman, 2006, h.5).

Pada tahun 2011 Robert Wilson mementaskan karya teater yang di adaptasi dari naskah I La Galigo di Fort Rotterdam Makassar. Ini tentunya menjadi salah satu


(13)

3

hal yang baik sebagai usaha dalam melestarikan naskah peninggalan budaya Bugis dan ditahun 2014 Balai Bahasa Makassar dan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan yang mengumpulkan beberapa cerita rakyat Nusantara dan dijadikan dalam satu buku dalam proyek “Keajaiban Cerita Rakyat Nusantara”, Sawerigading adalah salah satu judul yang termasuk didalamnya Setelah pertunjukan teater dan kemunculan kumpulan cerpen tersebut, sudah sangat jarang terlihat naskah I La Galigo di adaptasi pada media-media seni dan informasi lainnya. Maka dari itu sampai saat ini masyarakat utamanya anak-anak di kota Makassar masih kesulitan untuk menemukan dan memahami cerita I La Galigo.

Berkenaan dengan pentingnya Naskah I La Galigo bagi kaum muda utamanya anak-anak. Seorang seniman teater di Makassar mengatakan sebagai berikut : Naskah I La Galigo adalah bacaan wajib bagi masyarakat Bugis dan wajib juga dibacakan untuk anak-anak pada jaman dulu. Karena pada Naskah Bugis I La Galigo terdapat banyak nilai-nilai moral yang sangat baik untuk anak-anak dalam masa pertumbuhannya menuju dewasa. (Abdi, wawancara, 8 September 2014)

Saat ini generasi muda sudah mulai kurang meminati cerita-cerita rakyat karena dianggap tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman pada era globalisasi yang serba mutakhir dan modern ini. Padahal begitu banyak pesan-pesan moral yang tersimpan dibalik cerita-cerita rakyat. Jika dulu cerita rakyat pernah mengalami masa kejayaan dan sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat, namun kenyataannya sekarang cerita rakyat itu sudah mulai ditinggalkan atau telah kehilangan pamor di tengah-tengah masyarakat (Abdi, wawancara, 8 september 2014). Padahal cerita rakyat adalah warisan budaya yang harus jaga dan dilestarikan. Pelestarian dan adaptasi ke media-media yang bisa langsung menyentuh generasi muda wilayah Makassar, yang sekarang semakin tidak mengenal cerita rakyat kuno yang berasal dari daerah mereka sendiri seperti I La Galigo yang sarat akan nilai moral dan budaya serta hal-hal yang dapat menginspirasi anak-anak suku Bugis di wilayah kota Makassar.


(14)

4 I.2 Identifikasi Masalah

Dari penjabaran diatas maka muncul beberapa identifikasi masalah diantaranya: 1. Generasi muda Makassar masih banyak yang belum tahu tentang keberadaan,

cerita dan nilai-nilai yang terkandung dalam naskah I La Galigo.

2. Sudah jarang ditemukan orang yang ahli tentang I La Galigo yang mampu dan mau untuk memberi pemahaman tentang naskah ini.

3. Kurangnya media yang menyajikan cerita tentang Naskah I La Galigo khususnya bagi generasi muda

4. Keberadaan sebagian besar naskah asli di Universitas Leyden yang membuat generasi muda susah untuk melihat dan mengetahuinya secara langsung.

5. Tidak banyak generasi muda yang berusaha dan berpartisipasi dalam tindakan pelestarian naskah I La galigo.

I.3 Fokus Permasalahan

Fokus permasalahan terletak pada cerita rakyat I La Galigo yang naskah aslinya sudah sangat sulit ditemukan karena tersebar di beberapa tempat dan sebagian besar berada di Leyden, dan seiring dengan itu orang yang dapat membaca dan menerjemahkan naskah ini sudah semakin sedikit. Hal ini tentunya berpengaruh besar pada generasi muda di wilayah Makassar, selain naskah ini menjadi tidak di mengerti bagi mereka, tentunya sangat sulit pula bagi mereka untuk mengetahui isi dan pesan moral yang terkandung dalam naskah I La Galigo. Maka dari itu naskah I La Galigo perlu untuk di adaptasi di sebuah media informasi agar generasi muda Makassar utamanya anak-anak bisa untuk mendapatkan informasi mengenai cerita rakyat I La Galigo. Bagaimana cara agar naskah I La Galigo dapat dilestarikan utamanya bagi generasi muda Makassar?.


(15)

5 I.4 Batasan Masalah

Naskah I La Galigo sangat luas pembahasannya maka masalah ini di batasi pada generasi muda khususnya anak-anak yang ada dan menetap di Makassar, adapun batasan naskah yang diambil adalah naskah pelayaran Sawerigading menuju tanah cina karena naskah inilah yang lengkap dari yang lainnya. Pada perancangan buku bergambar yang berjudul Sawerigading ini mengambil referensi dan menceritakan ulang salah satu cerita pendek yang di buat oleh Balai Bahasa Makassar berdasarkan naskah asli I La Galigo episode pelayaran Sawerigading menuju Tanah Cina yang dimana judul dari cerpen tersebut juga adalah Sawerigading.

I.5 Tujuan Perancangan

1. Menceritakan kembali cerita tentang naskah Bugis kuno I La Galigo pada masyarakat.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang nilai-nilai moral yang terkandung dalam naskah I La Galigo.

3. Sebagai bentuk partisipasi dalam melestarikan warisan budaya yang sudah mulai dilupakan.


(16)

6 BAB II

NASKAH I LA GALIGO DAN BUKU CERITA BERGAMBAR II.1 Naskah I La Galigo

Naskah I La Galigo adalah warisan budaya dari suku Bugis, naskah ini awalnya di tulis di daun lontar dan ditulis dengan huruf lontaraq Bugis, adapun cara pembacaannya dilakukan dengan cara dilagukan, yang kemudian disebut sebagai

massureq di Sulawesi Selatan.

Gambar 2.1: Naskah I La Galigo pada daun lontar Sumber:www.lontaraproject.com

Menurut Nurhayati Rahman (2006), sesungguhnya fungsi pelisanan dari tradisi tulis itu adalah untuk mensosialisasikan nilai-nilai, norma-norma, hukum-hukum, serta berbagai kearifan orang Bugis lainnya ke masyarakat umum. Sebelum dilisankan,pembaca dituntut agar membaca dan mampu membaca dan memahami huruf-huruf lontaraq seperti yang tertulis di atas daun lontar. Inilah bentuk pendidikan yang paling tua yang secara tradisionil diturunkan nenek moyang orang Bugis dari generasi ke generasi yakni bagaimana cara membaca sekaligus cara menulis huruf-huruf lontaraq tersebut (h.vii).


(17)

7

II.1.1 Landasan Naskah NBG (Nederland Bible Geselschaft) 183

Gambar 2.2: Halaman Naskah Kuno Bugis La Galigo Sumber:www.lontaraproject.com

Menurut Fachruddin (2000) NBG 188 dukumpulkan oleh I colliq Pujie Arung Pancana Toa, seorang raja perempuan dari tanah Bugis. Beliau mengumpulkan dan menyalin ulang episode-episode I La Galigo. Dia menghasilkan 2212 halaman

folio salinan naskah yang merupakan 1/3 dari seluruh naskah La Galigo. Pada tahun 1987 dimulailah sebuah proyek yang menerbitkan NBG 188 ini. Tujuan proyek ini adalah menerbitkan secara ilmiah seluruh teks La Galigo yang terkandung dalam manuskrip yang dianggap paling utuh dalam dua bahasa yaitu bahasa Bugis dan bahasa Indonesia

Gambar 2.3: Universitas leyden dan Naskah NBG yang telah diterjemahkan Sumber:www.lontaraproject.com

Naskah NBG 188 yang tersimpan diperpustakaan Universitas Leiden itu terdiri dari 12 jilid yang jumlah halamannya 2851. Ukuran kedua belas jilid itu 21 x 34 sentimeter. teks ditulis dengan alat tradisional (kallang) dengan tinta hitam. Penomoran halaman ditulis dengan pensil oleh B.F. Matthes. Tulisan dalam naskah ini pada umumnya rapi dan jelas walaupun sering kali ada tambahan kata atau kalimat diatas baris-baris atau di pinggir halaman. Hampir setiap halaman mengandung catatan pensil Matthes yang pada umumnya menjelaskan arti kata


(18)

8

baik dalam bahasa Bugis. Belanda ata Makassar. Kemungkinan besar naskah ini dibacanya bersama Arung pancana toa yang membaca sambil menerangkan arti kata yang kurang jelas bagi matthes (h. 14)

Gambar 2.4: Naskah I La Galigo asli yang ada di Museum I La Galigo Sumber:Dokumentasi pribadi

II.1.2 Keistimewaan naskah I La Galigo

Ditinjau dari sudut manuskripnya yang berjumlah ribuan halaman serta jalinan tokohnya yang berbelit-belit. Kern menempatkan teks I La Galigo sebagai karya sastra terpanjang dan terbesar di dunia yang setaraf dengan kitab Mahabarata dan Ramayana dari india, serta sajak-sajak Homerus dari Yunani (1939:1). Karena itu menurut Koolhof, La Galigo menempati posisi yang unik , baik di Nusantara maupun di dunia, setidak-tidaknya itu apabila dilihat dari sudut panjang syairnya. Epos Mahabarata jumlah barisnya antara 160.000-200.000, sementara I La Galigo mencapai 300.000 baris panjangnya (R.A Kern, 1995, h.1).

Menurut Nurhayati Rahman (2006), Panjangnya naskah-naskah I La Galigo disebabkan karena banyaknya tokoh yang diceritakan, dan hampir setiap tokoh penting yang merupakan bagian dari keturunan dewa di Boting Langiq dan di


(19)

9

tokoh tersebut kemudian disebut episode dalam bahasa Bugisnya disebut tereng. Setiap episode mempunyai certa tersendiri yang dibatasi berdasarkan isi ceritanya. Cerita itulah yang tertuang dalam berbagai naskah yang dituliskan dengan maksud dibawakan dalam bentuk lisan pada upacara-upacara tertentu. Pelisanan tersebut tercermin dalam wujud tradisi penyalinannya, yang selanjutnya melahirkan naskah I La Galigo ke dalam berbagai versi.(h.4).

II.1.3 Ciri-ciri sastra La Galigo

Menurut Koolhof dan Nurhayati Rahman (2000), Sastra La Galigo memiliki beberapa ciri formal yang membedakannya dari karya-karya sastra Bugis lain. Ciri itu dapat digolongkan pada tiga bagian:

1. Metrum 2. Bahasa 3. Pokok cerita

Metrum yang terdapat dalam setiap naskah ditentukan oleh jumlah suku kata. Dasar metrum adalah lima suku kata, hanya jika aksen jatuh pada suku kata terakhir jumlahnya empat suku kata. Metrum ini adalah ciri khas La Galigo. Metrum yang berdasarkan jumlah suku kata yang tetap memang bukan hal yang aneh dalam sastra Bugis, umpamanya ada toloq yang terdiri dari segmen-segmen yang jumlah suku katanya delapan, atau elong yang terdiri dari 3 baris yang teridiri dari 8,7 dan 6 suku kata. Aka tetapi metrum bersegmen lima suku kata hanya terdapat dalam La Galigo.

Bahasa yang digunakan dalam teks La Galigo cukup berbeda dari bahasa sehari-hari. Bahasa Bugis kuno, bahasa Galigo, bahasa nenek moyang (basa to ri olo), bahasa sureq adalah beberapa nama yang biasanya digunakan. Perbedaan terbesar dengan bahasa Bugis sehari-hari terdapat dalam kosa kata, bukan dalam tata bahasanya yang hamper sepadan. Banyak kata dan istilah merupakan ciri khas La Galigo, walaupun sebagian kosa kata itu juga dapat ditemukan dalam karya sastra lain seperti toloq, nyanyian bissu atau elong . Selain kata-kata yang tidak diketahui artinya lagi oleh masyarakat umum, ciri bahasa Galigo adalah


(20)

10

pemakaian sinonim dalam jumlah yang cukup banyak. Misalnya untuk melambangkan konsep ‘emas’ ada sekitar 20 sinonim.

Pada tingkat frase dan kalimat bahasa Galigo itu bercirikan pemakaian formula dan paralelisme. Formula adalah frase atau kalimat yang sering muncul dalam teks untuk mengungkapkan salah satu konsep tertentu dan yang dipakai dalam konteks yang sama. Kata-katanya tetap sama atau hampir sama. Paralelisme sebenarnya adalah sejenis formula yang didalamnya sebuah makna diulangi dua atau tiga kali, biasanya dengan struktur sintaktis yang sama pula (h:1).

II.1.4 Naskah La Galigo merupakan bacaan upacara adat bugis La Galigo sebagai bacaan dalam upacara adat

Naskah-naskah sureq Galigo pada umumnya dibacakan seorang Passureq pada acara-acara seperti perkawinan, bangunan rumah baru atau sebelum orang mau turun ke sawah, Sureq Galigo juga sering dibacakan dalam lingkungan keluarga sebagai hiburan. Pembacaan naskah diiringi lagu-lagu tertentu yang berbeda dari daerah ke daerah. Karena itu Sureq Galigo sering disebut Sureq selleang ‘naskah

yang dilagukan’ (Salim dkk, 2000, h.3).

II.1.5 Cerita episode pelayaran Sawerigading menuju tanah Cina

Episode ini bercerita tentang kisah Sawerigading yang jatuh cinta pada saudara kembarnya yakni We Tenriyabeng, hal ini pun mendapat tentangan keras oleh orang tuanya yang kemudian membuat hati Sawerigading tidak tenang. Namun We Tenriyabeng berusaha meyakinkan Sawerigading bahwa di tanah cina ada seorang gadis yang sangat mirip dengan dirinya (We Tenriyabeng) bagaikan pinang dibelah dua sangat susah untuk mencari perbedaan diantara keduanya putri itu bernama I We Cudai, Sawerigading pun penasaran dan mulai ingin mencari tahu dengan cara berlayar ke Cina menggunakan perahu besar yang di buat dari pohon wlenreng. Ia pun dibekali cincin dan rambut dari We Tenriyabeng sebagai bukti bahwa yang dikatakan We Tenriyabeng akan kesamaan dirinya dan putri I We Cudai itu benar maka cincin dan Rambut dari We Tenriyabeng lah yang akan dijadikan sebagai pembuktiannya.


(21)

11

Sawerigading pun berangkat ke Tanah Cina untuk mempersunting I We Cudai dengan membawa serta rombongannya. Dalam proses melamar We cudai tidaklah berjalan mudah karena Sawerigading yang berlayar ke Cina dengan menyamar sebagai Oro (orang hitam besar penjaga kerajaan) tak mendapat respon baik dari putri I We Cudai karena pelayan-pelayan I We Cudai yang melihat Sawerigading di atas kapalnya sangat menyeramkan karena sawerigading menyamar dalam bentuk Oro, para pelayannya pun melaporkan hal ini kepada I We Cudai maka di tolaklah lamaran Sawerigading. Baru setelah itu Sawerigading membongkar penyamarannya terlihat bahwa ia adalah pangeran yang sangat tampan nan rupawan dan membawa bukti rambut Tenriyabeng dan cincin yang sangat pas di jari We cudai barulah ia diterima dan bisa menikahi I We Cudai. Pernikahan pun berlangsung meriah dan dari perkawinan itu lahirlah seorang anak yang bernama I La Galigo.

II.1.6 Visualisasi Tentang Naskah I La Galigo

Dalam perkembangan naskah I La Galigo terdapat banyak upaya dalam membantu melestarikan terutama bentuk-bentuk visual.

Gambar 2.5: Ilustrasi Batara Guru dan Datuq Patotoe di museum I La Galigo Sumber:Dokumentasi pribadi


(22)

12

Gambar diatas menggambarkan tentang Datu Patotoe memanggil ke-9 anaknya dan mengadakan musyawarah siapa diantara ke-9 anaknya yang akan terpilih turun ke bumi yang masih kosong dan disepakati Batara Guru yang akan turun sebagai To Manurung.

Gambar 2.6: Ilustrasi Batara Guru di museum I La Galigo Sumber:Dokumentasi pribadi

Gambar diatas menggambarkan Batara Guru turun ke bumi beserta 3 orang perempuan yang kelak akan menjadi selirnya, diturunkan pula ianang pengasuh da 7 oro (orang yang berkulit hitam legam) beserta kapaknya, istana yang lengkap dengan peralatannya serta para pelayan. Batara Guru mempunyai permaisuri bernama We Nyilik Timo dan anak bernama Batara Lattu atau lengkapnya Batara Lattu Ri Ale Luwu I Latiwuleng Ri Watampone, Batara Lattu menjadi pemuda yang gagah perkasa bertemu seorang gadis bernama We Datu Sengngeng anak dari manurunge di tompo Tikka Larumpessi dan We Padaulang.


(23)

13

Gambar 2.7: Ilustrasi Sawerigading dan We Tenriyabeng Sumber:Dokumentasi pribadi

Perkawinan Batara Lattu dan We Datu Sengngeng dikaruniai sepasang anak kembar emas, laki-laki dan perempuan, mereka diberi nama Sawerigading dan We Tenriyabeng. Singkat cerita Sawerigading jatuh cinta pada saudara kembarnya yang merupakan pantangan tanah dan sumber malapetaka kerajaan. Oleh sebab itu We Tenriyabeng membujuk saudara kembarnya untuk pergi ke Tanah Cina, disana ada seorang gadis bangsawan bernama I We Cudai yang mirip dengannya untuk dijadikan permaisuri dan untuk meyakinkan saudara kembarnya We Tenriyabeng membekalinya dengan gelang dan cincin.

Gambar 2.8: Cerita Sawerigading dalam buku cerita bergambar Sumber:Dokumentasi pribadi


(24)

14

Cerita Sawerigading diangkat dalam buku cerita bergambar oleh kerjasama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dan organisasi Pecinta Bacaan Anak pada tahun 2014.

II.1.7 Pentingnya Naskah I La Galigo Bagi Anak-anak

La Galigo adalah cerita wajib yang harusnya diceritakan oleh orang tua yang tinggal di suku Bugis kepada anaknya, karena di dalam naskah I La Galigo sangat banyak pelajaran-pelajaran penting tentang budaya suku Bugis yang harusnya diketahui oleh anak-anak suku Bugis itu sendiri. (Abdi, wawancara, 8 September 2014)

Perkembangan dunia sudah memasuki era yang sangat modern. Pembentukan mental dan moral anak-anak sangat penting dilakukan secara dini, seperti di jaman dulu dimana para orang tua di suku Bugis menjadikan cerita rakyat I La Galigo sebagai cerita wajib untuk anak-anak mereka. Karena cerita rakyat I La Galigo dipercaya menjadi asal-usul budaya-budaya yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Bugis. Tentu akan sangat baik bagi anak-anak karena selain bisa menjadikan cerita rakyat I La Galigo sebagai hiburan mereka juga bisa mendapat pesan-pesan moral yang baik bagi mereka, selain itu juga di dalam Cerita Rakyat I La Galigo banyak tokoh-tokoh yang bisa menginspirasi anak-anak.

Naskah kuno seperti I La Galigo merupakan warisan berharga dari nenek moyang suku Bugis jadi sudah sepatutnya untuk dilestarikan. Tapi hal ini kemudian menjadi masalah ketika tidak ditemukannya solusi untuk pelestarian. Pertama karena keberadaan naskah yang berpencar-pencar, yang lain adalah orang yang bisa membaca naskah ini sudah sangat jarang yang ditemukan dan adaptasi-adaptasi naskah dan cerita rakyat I La Galigo kurang diadaptasi-adaptasi ke media-media kreatif seperti pertunjukan teater, film, dan buku komik. Maka dari itu akan sangat baik ketika orang-orang ahli di bidang seni dan bidang kreatif lain seperti orang yang bergelut di dunia desain komunikasi visual bisa membuat solusi dalam melestarikan naskah I La Galigo ini (Ahmad, wawancara, 2 September 2014)


(25)

15 II.2 Pengertian Cerita Bergambar

Islami (2010) menyebutkan Cerita bergambar adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita (Putra. 2008). Biasanya cergam dicetak diatas kertas dan dilengkapi teks. Cergam merupakan media yang unik, menggabungkan teks dan gambar dalam bentuk yang kreatif, media yang sanggup menarik perhatian semua orang dari segala usia, karena memiliki kelebihan, yaitu mudah dipahami.

Gambar 2.7 Contoh cerita bergambar

Sumber:

http://1.bp.blogspot.com/-SXMBX1sKx94/UKSO1-KbgoI/AAAAAAAAAKw/D5M9wNlzuK8/s640/ceciterrrrrrr2+001.jpg (16 November 2014) II.3 Buku Cerita Bergambar dan Pengaruhnya

Dalam Pranata (2014) mengatakan bahwa buku cerita bergambar mulai dari mite, legenda, dan dongeng merupakan buku cerita bergambar yang digemari anak-anak, namun seiring perkembangan zaman, tidak hanya jenis-jenis itu saja, sekarang buku cerita dipergunakan sebagai media pemberi informasi berdasarkan fakta dalam bentuk cerita, biasanya informasi seperti satwa yang hampir punah, dipergunakan untuk memperkenalkan informasi tersebut kepada anak sejak dini agar anak-anak tahu dan mencintainya untuk menjaga hingga melestarikannya. Menurut Gloria C (seperti yang dikutip Gupta, 2013) buku selain sebagai sumber pengetahuan, buku juga dapat berguna sebagai sarana pembetukan watak dan cara berfikir, buku juga berfungsi sebagai sarana komunikasi, semakin sering anak berkomunikasi dengan buku, semakin banyak pengertian dan pengetahuan yang


(26)

16

ditimbanya. Sebuah buku bagi anak harus memiliki sebuah ilustrasi yang menggambarkan keadaan dan suasana dari isi buku tersebut dengan jelas agar seorang anak mampu membaca dan memahami pesan yang ingin disampaikan oleh isi buku tersebut, dan ilustrasinya harus menarik minat baca dari sang anak agar ia mau terus membaca buku tersebut.

Buku cerita bergambar sesuai dengan ciri-ciri buku cerita tidak hanya menggambarkan atau memperjelas suatu teks saja. Namun sesuai dengan definisi cerita, buku cerita bergambar ini memiliki unsur-unsur cerita seperti tokoh, plot, dan alur.

Buku bergambar dapat digunakan untuk membantu anak mengenal lingkungan dan situasi berbeda dengan lingkungan mereka. Dengan buku bergambar anak dapat mengenal karakteristik pelaku, latar, waktu dan tempat terjadinya cerita. Disamping itu ada tiga manfaat buku bergambar:

1. Memberikan masukan bahasa kepada anak-anak 2. Memberikan masukan visual bagi anak-anak

3. Menstimulasi kemampuan visual dan verbal anak-anak.

Dengan demikian, buku bergambar dapat membuat anak memberikan reaksi dan komentar terhadap ilustrasi atau gambarnya (Adyogi, 2009, h.6)

Dan 12 manfaat membaca buku cerita sebagai berikut: (Chandler, 2009)

1. Kemampuan bahasa meningkat 2. Kemampuan mendengar meningkat

3. Kemampuan berkomunikasi verbal meningkat 4. Kemampuan konseptual meningkat

5. Kemampuan memecahkan masalah meningkat 6. Daya imajinasi dan kreativitas bertambah 7. EQ ( Kecerdasan emosi) naik

8. Nilai moral bertambah 9. Wawasan bertambah


(27)

17 10. Pengetahuan ragam budaya bertambah 11. Mendapatkan relaksasi jiwa dan raga

12. Keakraban emosi antara orang tua dan anak meningkat

II.4 Fungsi dan Peranan Cerita Bergambar

Dalam Islami (2010) Cergam merupakan media komunikasi yang kuat. Fungsi-fungsi yang bisa dimanfaatkan oleh cergam antara lain adalah untuk pendidikan, untuk advertising, maupun sebagai sarana hiburan. Tiap jenis cergam memiliki kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi agar pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami dengan jelas.

1. Cergam untuk informasi pendidikan, baik cerita maupun desainnya dirancang khusus untuk menyampaikan pesan-pesan pendidikan. Inti pesan harus dapat diterima dengan jelas, misalnya ”hindari pemecahan masalah dengan kekerasan.”

2. Cergam sebagai media advertising. Maskot suatu produk dapat dijadikan tokoh utama dengan sifat-sifat sesuai dengan citra yang diinginkan produk atau brand tersebut. Sementara pembaca membaca cergam, pesan-pesan promosi produk atau brand dapat tersampaikan.

3. Cergam sebagai sarana hiburan merupakan jenis yang paling umum dibaca oleh anak-anak dan remaja. Bahkan sebagai hiburan sekalipun. Cergam dapat memiliki muatan yang baik. Nilai-nilai seperti kesetiakawanan, persahabatan, dan pantang menyerah dapat digambarkan secara dramatis dan menggugah hati pembaca.

II.5 Unsur-unsur Visual dalam Cerita Bergambar II.5.1 Ilustrasi

Ilustrasi merupakan seni gambar yang dimanfaatkan untuk memberikan penjelasan atas suatu maksud atau tujuan secara visual. Dalam perkembangannya, ilustrasi secara lebih lanjut ternyata tidak hanya berguna sebagai sarana pendukung cerita, tetapi dapat juga menghiasi


(28)

18

ruang kosong. Misalnya dalam majalah, Koran tabloid dan lain- lain. Ilustrasi bisa berbentuk macam-macam, seperti karya seni sketsa,lukis, grafis, karikatural, dan akhir-akhir ini bahkan dipakai image bitmap hingga karya foto (Kusrianto, 2007:140).

Fungsi dari ilustrasi adalah untuk menarik perhatian publik guna mendorong dan mengembangkan gagasan dalam bentuk cerita realistis, dapat menumbuhkan suasana emosional karena ilustrasi lebih mudah dipersepsi atau diserap daripada tulisan (Kusmiati,1999:44).

Berdasarkan sifatnya ilustrasi dapat digolongkan menjadi 3 yaitu: a. Ilustrasi Gambar Tangan (Hand Drawing)

Adalah ilustrasi gambar tangan dibuat secara keseluruhan menggunakan tangan dengan memberikan ekspresi dan karakter tertentu untuk mendukung media komunikasi grafis (Pujiriyanto, 2005:42).

Gambar 2.2 Contoh ilustrasi gambar tangan


(29)

19 b. Ilustrasi Fotografi

Adalah teknik membuat gambar ilustrasi berupa foto dengan bantuan kamera baik itu manual maupun digital. Obyek fotografi menjadi lebih realistis, eksklusif dan persuasive (Pujiriyanto, 2005:42).

Adapun keunggulan menggunakan ilustrasi fotografi yaitu: gambar yang dihasilkan nyata/realistis, waktu pembuatannya relative singkat dan dapat dibuat secara spontan, teknik fotografi dapat dibuat berwarna ataupun hitam putih. Ilustrasi fotografi memiliki beberapa kegunaan, yaitu:

1. Menggambarkan perbandingan menunujukkan berita. 2. Mengabadikan sesuatu.

3. Mencitrakan suasana hati

4. Menggambarkan sesuatu yang membangkitkan rasa kemanusiaan (Suyanto, 2004, h.89).

Gambar 2.3 Contoh ilustrasi photografi

Sumber:

http://www.ufunk.net/en/photos/missing-garden-illustration-photographie-et-tableau-noir/ (11 november 2014)

c. Ilustrasi Teknik Gabungan

Adalah ilustrasi dalam bentuk komunikasi dengan strukutr visual atau rupa yang terwujud dari perpaduan antara teknik fotografi dengan teknik


(30)

20

Gambar 2.4 Contoh ilustrasi teknik gabungan

Sumber:

http://michael-shirley.com/blog/wp-content/uploads/2009/08/nikki-farquharson-mix-media-illustrations-6-600x405.jpg (11 november 2014)

II.5.2 Tipografi

Secara umum tipografi diartikan seni mencetak dengan menggunakan huruf, seni menyusun huruf dan cetakan dari huruf atau penyusunan bentuk dengan gaya-gaya huruf tipografi sama dengan menata huruf merupakan unsur penting dalam sebuah karya desain komunikasi visual untuk mendukung terciptanya kesesuaian antara konsep dan komposisi karya (Santosa, 2002, h.108).

Gambar 2.5 seni tipografi

Sumber: http://imagineartculture.blogspot.com/2013/01/wawancara-dengan-gilang-purnama.html (11 november 2014)

II.5.3 Warna

Warna adalah suatu hal yang penting dalam menentukan respons dari orang,warna adalah hal pertama yang dilihat oleh seseorang, setiap warna


(31)

21

akan memberikan kesan dan identitas tertentu, walaupun hal ini tergantung dari latar belakang pengamatnya (Pujiriyanto, 2005, h.43).

Menurut Wirya (seperti dikutip Sutawan, 2011) Warna adalah kualitas dari mutu cahaya yang dipantulkan suatu obyek ke mata manusia. Setiap warna memiliki daya yang berbeda dan dalam penggunaannya diharapkan dapat menciptakan keserasian dan membangkitkan emosi, (Wirya,1999:26). Berikut susunan warna-warna dalam lingkaran Warna:

Gambar 2.6 Warna-warna dalam lingkaran warna

sumber:http://fitinline.com/article/read/unsur-desain-fashion-unsur-warna-bagian-iii-1 (11 november 2014)

II.5.4 Teks

Menurut kamus besar bahasa Indonesia teks merupakan naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang atau bahan tertulis untuk memberikan pelajaran, berpidato dan lain sebagainya. Bahasa yang digunakan untuk penyusunan teks pada iklan hendaknya sederhana jelas, singkat, dan tepat serta memiliki daya tarik pada kalimatnya, selain itu perlu diperhatikan ukuran termasuk jarak antar huruf dan ukurannya termasuk jarak antar huruf, kata, baris dan lebar paragraf (Surianto Rustan, 2009, h.28).

II.6 Buku Cerita Bergambar untuk Anak-anak.

Menurut Putra (seperti dikutip Maulid Alam Islami, 2010) pada dasarnya, sebuah buku cerita bergambar menggabungkan antara kata-kata dan gambar-gambar yang membentuk suatu cerita. Teks dan gambar bekerja sama menerangkan jalannya


(32)

22

cerita. Gambar-gambar mampu menyampaikan isi cerita atau merubah keseluruhan isi buku. Jadi jika dilihat sekilas buku bergambar hanyalah terdiri dari kata-kata dan gambar, namun jika dilihat secara keseluruhan buku bergambar merupakan sebuah karya seni.

Buku cerita bergambar merupakan sebuah format (bentuk/desain) bukanlah sebuah genre (Denise,1999), walaupun bebrapa orang masih menggunakan istilah

genre untuk mendeskripsikan buku cerita bergambar secara keseluruhan. Berikut ini adalah ciri-ciri umum suatu buku cerita bergambar:

a. Berisi 32 Halaman (standard) b. Ilustrasi mendominasi teks

c. Ilustrasi berintegrasi dengan narasi membawakan cerita ke suatu kesimpulan akhir.

d. Jumlah kata umumnya kurang dari 500 kata. Namun ada juga yang mencapai lebih dari 2000 kata atau bahkan tidak sama sekali. Desain keseluruhan menunjukan hubungan antara teks dan ilustrasi yang menyangkut halaman depan, halaman belakang dan lapisan buku.

Tidak seperti novel yang memiliki berbagai macam genre, buku cerita bergambar hanya memiliki beberapa genre (Denise. 1999). Berikut ini adalah beberapa genre mendasar sebuah buku cerita bergambar :

II.6.1 Anthropomorphic (Animal) Stories

Adalah cerita realis yang bertokoh utamakan hewan/binatang atau benda-benda mati. Hewan-hewan diceritakan bisa berbicara, berjalan, berpakaian dan berkelakuan layaknya manusia. Biasanya menyertakan kemampuan/hal-hal magis baik itu dalam porsi sedikit atau bahkan tidak ada, karena hewan atau benda mati digambarkan memiliki karakteristik manusia yang membawakan kemampuan luar biasa. Setting cerita bisa nyata maupun fiksi.


(33)

23 II.6.2 Realistic Stories

Menampilkan tokoh-tokoh simpatis yang menimbulkan rasa empati dari anak-anak. Topik yang diangkat sebagian besar berkesan suram, seperti kanker, kematian, homoseksualitas, adopsi dan AIDS. Setting dalam cerita bisa setting

nyata atau histories. II.6.3 Magic Realism

Adalah gabungan dari realita dan imajinasi. Kesan petualangan seakan dimasukan dalam kegiatan sehari-hari, segalanya mungkin terjadi, seperti seorang anak laki-laki mengambil sebuah crayon ungu dan menciptakan dunia impian yang indah, suatu permainan bisa menjadi nyata, atau sebuah perahu yang membawa seorang anak ke suatu pulau impian.

II.6.4 Traditional Literature

Meliputi dongeng, cerita rakyat, mitos, legenda, cerita tentang monster, cerita pembentukan, mother goose, dan fable. Cerita ini menampilkan pola-pola bercerita,kaya akan bahasa dan elemen-elemen fantasi. Setting cerita bisa fiksi dan nyata.

II.6.5 Informational (Nonfiksi)

Buku cerita bergambar ini merupakan alternatif dari ensiklopedi atau sumber-sumber referensi lainnya. Ilustrasi dan/atau foto yang ditampilkan umumnya menarik perhatian dan menampilkan warna-warna cerah. Ketepatan waktu dan judul memegang peranan penting. Yang membedakan buku ini dengan buku lain adalah catatan sumber, bibliografi, index dan table isi. Saat anak mendapatkan pengalaman melihat, mendengar, menyentuh, merasa. Terjadilah hubungan antar sel-sel otak. Pengalaman yang berulang-ulang akan menguatkan hubungan dan membentuk pemahaman (Wanei, 2003, h.67). maka dari itu pemberian informasi menggunakan informasi berupa teks dan juga visual yang akan membuat si anak lebih memahaminya.


(34)

24

Karena sasaran utama adalah anak-anak maka media informasi yang akan dirancang berupa buku cerita bergambar. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada anak-anak tentang cerita rakyat I La Galigo dan karakter-karakter tokoh-tokoh yang ada di dalamnya melalui visual yang sederhana dan mudah dimengerti. Dengan tujuan akhir menanamkan kecintaan dan lebih mengenal cerita rakyat yang berasal dari daerah mereka sendiri.

II.7 Analisis Data

Pada penelitian yang dilakukan untuk perancangan ini menggunakan teori desain komunikasi visual sebagai acuan dalam proses perancangan. Dari penelitian ini telah menemukan sejumlah data baik itu data primer dan data sekunder maka dari itu untuk kepentingan lebih lanjut seperti perancangan maka, data yang telah ditemukan memerlukan analisis agar proses perancangan menjadi lebih baik. Berikut adalah analisis data yang telah dilakukan.

II.7.1 Analisis faktual

Analisis faktual digunakan pada perancangan ini dengan terjun langsung ke lapangan dan mengamati objek yang ada, khususnya mengenai media-media komunikasi visual yang sudah ada pada di Makassar dan media yang beredar di masyarakat, khususnya mengenai media yang menginformasikan tentang Naskah I La Galigo, media tersebut antara lain :

1) Ilustrasi: ilustrasi yang digunakan pada media-media yang menginformasikan I La Galigo sebenarnya sudah baik, tapi dari media informasi seperti buku dan poster tentang I La Galigo kebanyakan hanya menggunakan ilustrasi fotografi, yang itupun di buat dengan teknik seadanya. Masih sangat jarang ditemui media-media yang menampilkan ilustrasi yang bisa menarik perhatian generasi muda di wilayah Makassar.

2) Teks: teks yang digunakan pada media-media yang sudah ada sangatlah padat dan terkadang membuat pembaca enggan untuk membaca semuanya padahal banyak informasi didalamnya, hal ini mungkin dikarenakan oleh pengemasan teks yang tidak efektif dan menarik. Ditambah lagi penggunaan


(35)

25

bahasa yang terlalu kaku pada penulisan teks membuat generasi muda Makassar merasa tidak asik saat membacanya.

3) Huruf/tipografi: pada tipografi penelitian dilakukan pada kebanyakan sampul buku mengenai I La Galigo. Pada kebanyakan buku yang membahas tentang ini unsur tipografi dirasa sudah tepat karena kebanyakan dari buku tersebut menggunakan huruf yang masih ada unsur Bugis nya seperti yang diketahui bahwa naskah I la Galigo berasal dari suku Bugis. Penggunaan tipografi pada seperti huruf Bugis yakni lontara pada sampul sedikit banyaknya pasti bisa untuk memberikan dampak bagi generasi muda yang melihatnya.

4) Warna: Penggunaan warna yang terdapat pada media-media mengenai I La Galigo sebagian besarnya sudah tepat karena sudah memakai warna-warna dominan dari suku Bugis, tapi permasalahannya adalah komposisi dari warna-warna yang ada pada media terkesan tidak teratur dengan baik, warna-warna satu masih saling mendominasi dengan satu warna lainnya. Hal ini tentu tidak enak dipandang mata.

5) Teknik Cetak: media-media informasi yang ada kebanyakan menggunakan teknik cetak offset dan teknik cetak digital. Masing-masing dari media tersebut sudah terwujud sebagaimana kegunaannya, teknik cetaknya pun telah sesuai dengan media yang ada. Tapi tidak hanya cetak digital dan offset, masih ada juga yang membuat ini masih dengan teknik gambar dan tulisan tangan.

II.7.2 Analisis wawancara

Analisis wawancara dilakukan dengan bertanya langsung pada beberapa tokoh di Makassar dari bidang seni dan staff di perpustakaan daerah di Makassar. Yang mana dianggap kompeten untuk memberikan informasi terkait kasus yang dihadapi tentang cerita rakyat I La Galigo ini yaitu Abdi Karya (tokoh seniman teater dimakassar) dan Ahmad Saransi (kepala perpustakaan daerah). Disini ditanyakan mengenai masalah-masalah apa saja yang terdapat pada naskah I La Galigo mulai dari masalah kesenian hingga budaya yang berkembang di


(36)

26

masyarakat. Namun untuk kepentingan tugas individu wawancara lebih difokuskan pada pelestarian cerita rakyat I La Galigo. Disini ditanyakan bagaimana keadaan kesenian cerita rakyat I La Galigo terdahulu dan bagaimana keadaannya sekarang, serta sudah seberapa besar peran serta masyarakat utamanya generasi muda dalam melestarikan naskah cerita rakyat I La Galigo ini. Yang mana pada wawancara ini ditemukan informasi bahwa peran generasi muda Makassar dalam melestarikan naskah ini belum terlalu baik, bisa dibilang masih sedikit di antara mereka yang peduli. Tindakan atau upaya pelestarian yang terlihat umumnya masih dilakukan oleh peneliti yang sudah dewasa itupun sangat jarang diantara mereka yang menggunakan output media kreatif untuk melestarikan naskah ini kebanyakan Cuma dalam berbertuk makalah ilmiah saja.

II.8 Kesimpulan Dan Solusi

Berdasarkan penjabaran dan riset data mengenai cerita rakyat I La Galigo, didapatkan sebuah kesimpulan bahwa cerita rakyat I La Galigo memiliki banyak hal yang sangat baik, selain tokoh-tokoh di dalamnya sangat menginspirasi juga termasuk di dalamnya nilai moral yang baik untuk anak-anak. Tidak hanya bisa dijadikan bacaan adat saja melainkan bisa dijadikan dongeng dan cerita rakyat yang baik bagi generasi muda.

Namun dari hasil kuisioner pada sejumlah responden anak-anak, diantara mereka sangat sedikit yang mengetahui tentang jalan cerita dari naskah ini apalagi keberadaan dan nama tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Dengan kondisi seperti itu dibutuhkan perancangan suatu media informasi sebagai sarana pembelajaran masyarakat khususnya generasi muda.

Sutji Martiningsih Wibowo (seperti dikutip pranata,2014) otak pada masa anak-anak merupakan cikal bakal dari perkembangan semua aspek tingkah lakunya, otak ini berada dalam keadaan siap kembang artinya otak ini bisa berkembang kearah mana saja. Oleh karena itu anak-anak pada masa ini sebaiknya diberikan pembelajaran nilai yang baik yang nantinya akan membuat pengetahuan


(37)

anak-27

anak tentang cerita rakyat I La Galigo dan nilai-nilai moral yang ada di dalamnya akan semakin membaik.

Jean Piaget (seperti dikutip Wanei, 2003) bermain sebagai kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi kesenangan. Bila kegiatan belajar dilakukan dalam suasana bermain, anak akan lebih menikmati dan senang hatinya. Tidak merasa terpaksa. Dengan demikian anak akan terdorong dan bersemangat untuk belajar.


(38)

28 BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

III.1 Strategi Perancangan

I La Galigo memiliki permasalahan dengan kurangnya media informasi yang mengangkat tentang keberadaannya. Media yang mengangkat tentang I La Galigo pun sulit dipahami bagi kalangan anak-anak terutama di suku Bugis, hal itu menyebabkan anak-anak kurang tahu bahkan tidak mengenal cerita rakyat I La Galigo, padahal cerita rakyat ini adalah warisan dari nenek moyang suku Bugis. Dengan kurangnya media informasi yang menarik dan mudah dipahami anak-anak, maka dibutuhkan perancangan media informasi berupa buku cerita bergambar Cerita rakyat I La Galigo, dengan tujuan memberikan informasi tentang Cerita rakyat I La Galigo secara keseluruhan. Sekaligus menanamkan rasa kesukaan dan kepedulian terhadap warisan budaya seperti I La Galigo, agar tertanam kesadaran untuk menjaga kelestariannya. Dengan begitu cerita rakyat I La Galigo tidak menjadi hanya sekedar cerita tetapi bisa kembali kepada harfiahnya dan posisinya sebagai warisan budaya yang terjaga keberadaannya, selain itu juga anak-anak bisa memetik banyak nilai dan pesan moral melalui media cerita rakyat I La Galigo ini.

Khalayak pembaca dari buku cerita bergambar cerita rakyat I La Galigo adalah sebagai berikut:

a. Demografis

- Usia : Anak-anak usia 6-12 tahun

Anak-anak pada usia 6-12 tahun mereka sudah pada tahap bermain dan belajar. jadi cocok untuk menerapkan informasi kepada anak-anak seusia mereka.

- Status Ekonomi : Semua Kalangan

Target audiens dipilih semua kalangan karena pengetahuan Naskah I La Galigo di masyarakat kurang, sehingga lebih baik jika semua kalangan mengetahui informasi tentang I La Galigo.


(39)

29

- Pendidikan : Sekolah dasar

b. Psikografis

Dari psikografis buku Cerita bergambar tentang cerita rakyat I La Galigo ditunjukan kepada anak-anak yang menyukai cerita kerajaan dan kepahlawanan buku bacaan yang bergambar seperti buku ilustrasi.

c. Geografis

Anak-anak yang berada di wilayah perkotaan khususnya daerah perkotaan. Daerah di wilayah Makassar dipilih karena di daerah tersebut masyarakatnya masih banyak yang tidak mengetahui tentang I La Galigo dibanding dengan perkampungan.

d. Target Sekunder

Target Sekunder buku cerita bergambar tentang cerita rakyat I La Galigo adalah orang tua. Karena para orang lebih suka memberi pengetahuan kepada anak-anak mereka dan disamping itu juga dalam membaca buku ini anak-anak perlu pendamping agar nilai-nilai yang ada pada cerita bisa di serap dengan baik dengan bantuan pendamping dalam hal ini adalah orang tua.

III.1.1 Pendekatan Komunikasi

Dalam suatu penyampaian informasi, dibutuhkan suatu komunikasi yang mampu menyampaikan informasi tersebut mudah dimengerti oleh target audiens. Penyampaian komunikasi tersebut dapat berupa bahasa visual maupun bahasa verbal, yang dapat memberikan efek ketertarikan dan rasa ingin tahu target audiens terhadap komunikasi yang disajikan. Pendekatan komunikasi yang digunakan tentang cerita rakyat I La Galigo adalah media buku cerita bergambar yang berisikan tentang kisah disalah satu episode pada naskah I La Galigo yakni pelayaran Sawerigading ke Tanah Cina untuk mendapatkan kekasihnya dan yang dikemas menjadi sebuah cerita yang lebih sederhana yang bisa mudah dimengerti oleh anak-anak.


(40)

30

a. Tujuan Komunikasi

- Mengenalkan cerita dan menceritakan kembali cerita rakyat I La Galigo dalamnya. Sehingga diharapkan anak-anak menjadi suka dan peduli untuk menjaga dan melestarikan salah satu warisan budaya dari suku Bugis ini yakni I La Galigo.

-Menceritakan kembali tentang cerita rakyat I La Galigo khususnya episode pelayaran Swerigading menuju Tanah Cina.

b. Materi Pesan

Point materi yang akan disampaikan dalam buku cerita bergambar tentang cerita rakyat I La Galigo sebagai berikut:

- Pengenalan karakter yang ada pada cerita rakyat I La Galigo. - Lahirnya tokoh utama yakni Sawerigading.

- Informasi tentang cerita pelayaran Sawerigading (tokoh utama) ke tanah Cina.

c. Pendekatan Komunikasi Secara Visual

Pendekatan visual yang akan digunakan adalah gambar ilustrasi pada umumnya, namun menggunakan gaya gambar pribadi dan tentunya gaya gambar yang disesuaikan untuk kalangan anak-anak, seperti kartun, komik sehingga tujuan untuk menginformasikan dapat terealisasikan. Dan anak juga dapat dengan mudah untuk memahami informasi karena teks cerita ditunjang dengan visual yang menarik.

d. Pendekatan Komunikasi Secara Verbal

Pendekatan secara verbal yang digunakan adalah bahasa Indonesia, karena target audiens merupakan anak-anak Indonesia. Namun bahasa yang digunakan bukanlah bahasa formal atau baku, tetapi menggunakan sehari-hari yang mudah dipahami dan disampaikan secara menarik.


(41)

31 III.1.2 Strategi Kreatif

Strategi kreatif pada media buku cerita bergambar tentang cerita rakyat I La Galigo ini adalah berupa penyampaian informasi melalui cerita pada gambar atau

storytelling berdasarkan cerita asli yang ada pada Naskah I La Galigo episode pelayaran Sawerigading menuju Tanah Cina. Yang akan membuat target audiens menjadi berfikir dan menggunakan perasaannya.

Lalu diakhir buku cerita bergambar akan ada evaluasi berupa selembar halaman yang berwarna hitam putih dengan gambar suasana background dan karakter dalam sebuah adegan yang tidak berwarna, tujuannya agar anak-anak bisa mewarnai sendiri scene itu. Hal ini tujuannya adalah evaluasi apakah anak-anak mengingat scene tersebut dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar mengetahui si anak mendapatkan informasi dengan benar atau tidak.

III.1.3 Strategi Media

Media akan menggunakan buku cerita bergambar yang akan menjelaskan tentang cerita pelawayaran Sawerigading tokoh utama dalam cerita rakyat I La Galigo. Pengenalan cerita I La Galigo akan disampaikan berupa cerita mulai dari sejarah hingga konflik utama yang ada di dalamnya. Buku cerita bergambar cerita rakyat I La Galigo ditunjukan untuk target primer yaitu anak-anak berusia 6-12 tahun, karena pada usia tersebut keingintahuan anak cukup tinggi dan sudah bisa mengolah informasi baik secara visual maupun verbal.

Karena buku ini untuk semua kalangan, maka buku akan dibagi menjadi 2 yaitu eksklusif untuk kalangan menengah dan atas, buku ekonomis untuk kalangan bawah.

Buku eksklusif akan menggunakan hardcover dengan bonus lembar mewarnai untuk

anak-anak yang disertakan dalam 1 paket kemasan yang didalamnya juga terdapat

banyak merchandise lainnya, sedangkan untuk kalangan menengah kebawah buku

akan dicetak dengan menggunakan softcover.

Buku cerita bergambar ini digunakan sebagai sarana utama karena digemari oleh anak-anak dan juga orangtua anak tersebut. Materi pesan yang sederhana tidak banyak kalimat dan teks yang padat karena unsur visual bisa turut menjelaskan isi cerita sehingga mudah dipahami oleh anak-anak.


(42)

32

Adapun media pendukung yang akan digunakan untuk buku cerita bergambar tentang cerita rakyat I La Galigo adalah sebagai berikut:

a. Tahap Informasi - Brosur

Media ini merupakan media yang luas dalam penyebarannya, walaupun lebih ke individu namun brosur bisa memberikan informasi secara detail.

b. Tahap Persuasif - Poster A3

Poster disertakan sebagai media pemberi informasi yang bersifat mengajak pada target audiens baik itu untuk primer maupun sekunder.

- Mini x- banner

Media yang dapat memberikan informasi yang panjang dan lebih jelas yang bersifat mengajak, media ini mampu menarik perhatian target audiens yang lebih luas karena ukurannya cukup besar, jika ditempatkan pada tempat yang sesuai.

c. Tahap Pengingat

Media yang menjadi sebuah pengingat, dengan tujuan menjadi pengingat target

audiens tentang cerita rakyat I La Galigo. Karena biasanya orang-orang menyukai

hadiah. Gimmick yang akan digunakan yaitu:

- Poster Koleksi

Merupakan poster dengan visual tokoh utama dari buku cerita bergambar - Pin

Media ini dipilih karena bisa ditempatkan dimana pun yang target audiens sukai.

- Gantungan

Media ini bisa menjadi media promosi karena gantungan bisa di gantungkan di tas anak-anak. Media ini bisa menjadi bonus dari media utama.


(43)

33

Selain menjadi media yang efektif untuk penyampaian pesan dan juga bisa media

promosi karena dapat ditempel dimana saja, sticker juga disukai oleh anak-anak.

- Baju

Bonus untuk event saat promosi buku cerita bergambar cerita rakyat I La Galigo.

- Jadwal Pelajaran

Anak akan lebih mengingat cerita rakyat I La Galigo karena setiap hari si anak akan melihat jadwal pelajaran yang ada ilustrasi cerita I La Galigo.

-Ikat Kepala

Ikat kepala atau dalam bahasa Bugis biasa disebut Passapu’ adalah ikat kepala

khas Makassar yang bisa dijadikan merchandise yang dipakai dikepala.

-Pembatas Buku

Berfungsi sebagai media pengingat , pembatas buku dibuat dengan menempatkan karakter utama dari cerita.

-Mug

Mug dicetak dengan gambar dari toko utama cerita bergambar.

- Lembar untuk di warnai

Lembar untuk diwarnai bertujuan sebagai sarana evaluasi terhadap cerita rakyat I La Galigo apakah anak-anak telah mengingat dengan baik dengan cara mewarnai

sendiri sebuah scene yang ada di lembar mewarnai.

III.1.4 Strategi Distribusi

Karena media utama adalah buku ilustrasi, maka strategi distribusi akan bekerjasama dengan penerbit dan toko buku seperti gramedia, dan lokasi gramedia adalah perkotaan yang menjadi segmentasi geografis dari target audiens.


(44)

34

Lokasi penyebaran diarahkan ke toko buku besar yang berada di kota besar di Indonesia terutama di Makassar.

b. Jadwal distribusi

Gambar III.1 Strategi Distribusi (sumber:Pribadi)

Pada minggu pertama di bulan Februari, dimulai penempelan poster di sekolah-sekolah dan di toko buku. Bertujuan untuk memberitahukan bahwa buku cerita bergambar Sawerigading telah terbit. Penempelan poster juga diiringi pembagian brosur.


(45)

35

Bulan Maret mini banner di letakkan di kasir toko buku dan tempat penitipan tas dan helm. Dan untuk setiap pelanggan yang membeli buku di toko tersebut akan diberikan merchandise berupa pembatas buku,pin, dan gantungan kunci selama masa promosi pada bulan itu dan tentunya dengan ketentuan berlaku.

April-Mei adalah fase dimana buku di luncurkan secara resmi dengan diadakannya launching.dan untuk pembelian paket buku selama bulan April dan mei akan mendapatkan bonus t-shirt dan bonus lain. Di bulan mei ada momen yang diperingati yakni hari pendidikan 2 mei pada momen ini disetiap pembelian buku akan diberikan merchandise berupa ikat kepala khas Bugis Makassar.

III.2 Konsep Visual

Dalam sebuah media informasi yang menarik dan informatif, konsep visual menjadi hal yang sangat penting. Konsep visual dalam buku cerita bergambar tentang cerita rakyat I La Galigo ini menggunakan gaya gambar kartun yang dibuat dengan cara digital painting. Studi visual yang dilakukan menggunakan foto masyarakat Bugis yang menggunakan pakaian adat dan juga ditambah

karakter dari “Beauty And The Beast” sebagai contoh jika masyarakat Bugis

dijadikan tokoh kartun yang kuat. Dan pewarnaan mengacu pada gaya pewarnaan “Beauty And The Beast”. Berikut salah satu contoh konsep visual buku ilustrasi “Beauty And The Beast”

Gambar III.2 Bahan Studi Visual 1

Sumber: http://d.gr-assets.com/books/1305725475l/1963967.jpg,

http://4.bp.blogspot.com/-Q4MiJRWStFM/T1m8ytwyl4I/AAAAAAAAAD0/Bwo6aKICsoc/s400/paraga.jpg (16 November 2014)


(46)

36

Gambar III.3 Bahan Studi Visual 2

Sumber: http://www.johnpatience.co/once-upon-a-storytime/ (16 November 2014)

III.2.1 Format Desain

Buku cerita bergambar tentang cerita rakyat I La Galigo akan dibuat dengan ukuran 170 mm x 240 mm dengan format portrait dan 40 halaman isi, ukuran ini memudahkan anak untuk membawa dan menggenggam buku secara nyaman . Dengan ukuran juga bisa ini membuat anak lebih nyaman dalam membaca dan melihat visual.


(47)

37

Gambar III.4 format desan ukuran buku Sumber:Dokumentasi Pribadi

III.2.2 Tata Letak (Layout)

Tata letak bertujuan agar elemen visual dan verbal menjadi komunikatif, yang akan membuat target audiens lebih mudah dan nyaman dalam membacanya. Format layout buku ilustrasi tentang cerita rakyat I La Galigo lebih menonjolkan visual atau ilustrasinya sebagai pusat perhatiannya.

Gambar III.5 Tata letak ilustrasi 1 Sumber:Dokumentasi Pribadi


(48)

38

Gambar III.6 Tata letak ilustrasi 2 Sumber:Dokumentasi Pribadi

III.2.3 Tipografi

Tipografi pada buku cerita bergambar tentang cerita rakyat I La Galigo ini adalah font yang sesuai dengan citra dari orang Bugis terutama untuk judul, sedangkan untuk teks font yang digunakan adalah font yang mudah untuk dibaca.

a. Tipografi untuk judul

Tipografi untuk judul dibuat sendiri dengan mengambil bentuk dan referensi dari font lontaraq Bugis dan sulapa eppa yang mana merupakan filosofi dasar yang dipakai di kehidupan masyarakat Bugis. Dengan dominan garis tebal tipis membuat karakter Tipografi untuk judul ini sangat mewakili suku Bugis Sulawesi Selatan. Tipografi ini juga tentunya sangat mewakili isi cerita yang diketahui berasal asli dari suku Bugis.


(49)

39

Gambar III.7 Aksara Lontaraq Sumber:

http://2.bp.blogspot.com/_W0LM_7LQTS8/TCIFjA_x_BI/AAAAAAAAAAc/cc rbmGSm6C8/s1600/AKSARA+BUGIS.jpg (5 Februari 2015)

Gambar.8 Sulapa Eppa’ Sumber:

http://2.bp.blogspot.com/_W0LM_7LQTS8/TCIFjA_x_BI/AAAAAAAAAAc/cc rbmGSm6C8/s1600/AKSARA+BUGIS.jpg (5 Februari 2015)

Gambar III.9 Tipografi judul Sumber:Dokumentasi Pribadi


(50)

40

Gambar III.10 Pengaplikasian tipografi judul pada sampul Sumber:Dokumentasi pribadi

b. Tipografi untuk teks

Tipografi untuk teks menggunakan huruf yang mudah untuk dibaca secara umum, yakni font berjenis serif. Jenis huruf Serif adalah huruf yang memiliki garis-garis kecil yang berdiri horizontal pada badan huruf. Garis-garis kecil ini biasa disebut juga counterstroke. Counterstroke

inilah yang membuat jenis huruf serif lebih mudah dibaca karena garis tersebut membantu menuntun mata pembaca melalui suatu garis teks. Sangat cocok digunakan untuk teks konten atau isi. Maka pada bagian teks dan isi font yang digunakan adalah font “Goudy Bookletter 1991” font ini masuk dalam kategori serif dan tentunya akan mudah dibaca.

Gambar III.11 Font Goudy Bookletter 1991” Sumber:Dokumentasi pribadi


(51)

41 III.2.4 Ilustrasi

Ilustrasi yang digunakan pada buku ilustrasi adalah kartun dari tokoh Sawergading dengan gaya perwarnaan mengacu pada buku cerita bergambar “Beauty And The Beast” dengan pewarnaan yang halus dan cocok untuk anak -anak yang bertujuan membuat target audiens nyaman dan tidak mudah lelah dalam membacanya.

III.2.4.1 Studi Karakter

Buku cerita bergambar tentang cerita rakyat I La Galigo ini menempatkan Sawerigading sebagai karakter utama yang menonjol dalam buku ceritanya. Sawerigading dibuatkan ilustrasi menjadi tokoh kartun yang tentunya mengambil referensi dari suku Bugis.

1. Sawerigading

Adalah tokoh yang mempunyai karakter tegas. Dia adalah putra mahkota kerajaan Luwu putra dari Batara Lattuq, cucu dari Batara Guru. Sawerigading adalah pribadi yang pemberani dan tak kenal takut. Sawerigading gemar berlayar tak jarang pula ia berperang ditengah lautan.

Sedangkan pakaian yang dipakai Sawerigading berwarna kuning ini meolambangkan bahwa Sawerigading adalah putra emas dari kerajaan luwu.

Ciri-ciri fisik: rambut panjang berkulit agak gelap, berbadan tegap,tatapannya tajam.


(52)

42

Gambar III.12 SketsaSawerigading Sumber : pribadi

Gambar III.13 Ilustrasi Sawerigading Sumber : pribadi

Gambar III.14 Visual yang diadaptasi

sumber : http://sepatuusangku.blogspot.com/2013/10/paraga-sepak-takraw-dari-ranah-hasanudin.html (5 Februari 2015)

2. We Tenriabeng

Adalah tokoh yang mempunyai karakter lembut dan bijaksana. Dia adalah putri mahkota kerajaan Luwu yang mempunyai wajah yang sangat cantik putra dari Batara Lattuq, Saudari dari Sawerigading dan juga cucu dari Batara Guru. We Tenriabeng adalah pribadi yang penyabar dan seorang pemikir. We Tenriabeng juga mempunyai kesaktian yang sangat hebat dia juga adalah seorang bissu yang baik di negerinya.

Sedangkan pakaian yang dipakai We Tenriabeng adalah terinspirasi dari baju bodo, berwarna merah karena umumnya di suku Bugis baju bodo yang dipakai untuk wanita dewasa adalah berwarna merah.

Ciri-ciri fisik: berkulit bersih, rambutnya hitam dan panjang terurai rapih, berbadan langsing,tatapannya lembut sama dengan gaya bicaranya.


(53)

43

Gambar III.15 Sketsa We Tenriabeng Sumber: pribadi

Gambar III.16 Ilustrasi We Tenriabeng Sumber: pribadi

Gambar III.17 Visual yang diadaptasi

Sumber: http://cdn.kaskus.com/images/2013/12/01/3793878_20131201121123.jpg (5 Februari 2015)

3 We Cudai

Adalah tokoh yang mempunyai karakter keras kepala dan pemalu. Dia adalah putri mahkota kerajaan cina yang mempunyai wajah yang sangat cantik dan sangat serupa dengan We Tenriabeng. We Cudai adalah pribadi yang keras kepala awal nya dia menolak keras untuk tidak menikah dengan Sawerigading.

Sedangkan pakaian yang dipakai We Cudai adalah terinspirasi dari baju bodo, tapi ditambahkan unsur yang dimiliki oleh negeri Cina atau Tionghoa lengannya dibuat panjang , berwarna kuning karena We Cudai merupakan putri emas kerajaan Cina.


(54)

44

Gambar III.18 Sketsa We Cudai Sumber: pribadi

Gambar III.19 Ilustrasi We CUdai Sumber: pribadi

Gambar III.20 Visual yang diadaptasi Sumber: http://1.bp.blogspot.com/-kT-S8- WpkaE/Uq0UXbX_nZI/AAAAAAAAAJo/tE2zlr-q81c/s1600/1304169746689917983_300x446.51162790698.jpg

(5 Februari 2015)

4. Batara Lattuq

Adalah tokoh yang mempunyai karakter Tegas dan bijaksana. Dia adalah Raja Luwu Keturunan langsung dari Batara Guru merupakan ayah bagi Sawerigading dan We Tenriabeng.

Ciri-ciri fisik: Serupa dengan Sawerigading.

Gambar III.21 Sketsa Batara Lattuq Sumber: pribadi

Gambar III.22 Ilustrasi Batara Lattuq Sumber : pribadi

Gambar III.23 Visual yang diadaptasi

Sumber : https://asruldinazis.files.wordpress.com/2008/10/istirahat.jpg (5 Februari 2015)


(55)

45

5. We Opu Sengngeng

Adalah istri Batara Lattu yang mempunyai karakter lembut dan bijaksana. Dia adalah istri Raja Luwu Keturunan merupakan ibu bagi Sawerigading dan We Tenriabeng.

Ciri-ciri fisik: rambut di ikat konde, kulit putih sama dengan putrinya We Tenriabeng dan juga cantik.

Gambar III.24 Sketsa We Opu Sengngeng Sumber: pribadi

Gambar III.25 Ilustrasi We Opu Sengngeng Sumber : pribadi

Gambar III.26 Visual yang diadaptasi

Sumber: https://asruldinazis.files.wordpress.com/2008/10/istirahat.jpg (5 Februari 2015)

6. Raja Cina

Adalah Raja dari kerajaan Cina ayah dari We Cudai Karakternya bijaksana dan tegas.


(56)

46

Gambar III.27 Sketsa Raja Cina Sumber: pribadi

Gambar III.28 Ilustrasi Raja Cina Sumber : Pribadi

Gambar III.29 Visual yang diadaptasi

Sumber : https://asruldinazis.files.wordpress.com/2008/10/istirahat.jpg (5 Februari 2015)

7. Batara Guru

Adalah ayah dari Batara Lattu, keturunan langsung dari patotoe (yang dipertuan dilangit) karakternya adalah bijaksana, orang tua yang baik dan tegas.

Memakai pakaian warna putih karena merupakan keturunan langsung dari dewa yakni Datu Patotoe.

Ciri-ciri fisik: besar,rambut panjang dan beruban,tatapan tajam kulit bersih.

Gambar III.30 Sketsa Batara Guru Sumber: pribadi

Gambar III.31 Batara Guru Sumber : Pribadi

Gambar III.32 Visual yang diadaptasi

Sumber : http://sasterakuduniaku.blogspot.com/2014/05/moyang-ratu-rimba-niagara-hulubalang.html


(57)

47

8. Pengawal Kerajaan Sawerigading

Adalah pengawal kerajaan sawerigading yang setia menemani kemanapun Sawerigading berlayar dan berperang.

Ciri-ciri fisik: besar,rambut panjang berkulit hitam gelap,berkumis panjang dan bertatapan garang

.

Gambar III.33 Sketsa Pengawal Sawerigading Sumber: pribadi

Gambar III.34 Ilustrasi pengawal Sawerigading Sumber : Pribadi

Gambar III.35 Visual yang diadaptasi

Sumber : https://www.wordpress.com/2012/03/img_0750.jpg?w=300 (5 Februari 2015)

9. Pengawal Kerajaan We Cudai

Adalah pengawal kerajaan kepercayaan We Cudai sawerigading yang setia pada We cudai


(58)

48

Gambar III.36 Sketsa Pengawal We Cudai Sumber: pribadi

Gambar III.37 pengawal We Cudai sumber : Pribadi

Gambar III.38 Visual yang diadaptasi Sumber : http://upload.wikimedia.org.jpg

(5 Februari 2015)

III.2.4.2 Studi Lokasi

Dalam buku cerita bergambar tentang cerita rakyat I La Galigo ini akan menggunakan beberapa latar belakang lokasi seperti kerajaan Luwu, kerajaan Cina, Lautan, Hutan, dan suasana di atas kapal Sawerigading.

1.Ruangan Kerajaan

Gambar III.37 ruangan kerajaaan Sumber : Pribadi

Gambar III.38 Visual yang diadaptasi Sumber :


(59)

49

(5 Februari 2015)

2.Suasana diatas kapal

Gambar III.39 Suasana diatas kapal Sumber : Pribadi

Gambar III.40 Visual yang diadaptasi

Sumber :http://destinasian.co.id/wp-content/uploads/Si-Datu-Bua-on-deck.jpg (5 Februari 2015)

3.Suasana Hutan

Gambar III.41 Suasana hutan Sumber : Pribadi

Gambar III.42 Visual yang diadaptasi

Sumber: http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/01/1327302058823824107.jpg (5 Februari 2015)


(60)

50

4.Suasana Pinggir Pantai

Gambar III.43 Suasana pantai Sumber : Pribadi

Gambar III.44 Visual yang diadaptasi

Sumber: http://nrmnews.com/2011/02/22/gelombang-pantai-sungai-suci-3/ (5 Februari 2015)

5.Suasana Pernikahan

Gambar III.45 Suasana pernikahan Sumber : Pribibadi

Gambar III.46 Visual yang diadaptasi Sumber:

http://2.bp.blogspot.com/-j0yiwk-Xec8/U4IdcFmfooI/AAAAAAAAS_k/lrb2uEmJHS8/s1600/Pakaian+Adat+Bugis.JPG (5 Februari 2015)


(61)

51 III.2.4.3 Properti

Pada cerita bergambar ini menggunakan beberapa property khas suku Bugis 1.Gelang Bugis

Gelang merupakan perhiasan yang dipakai di tangan, di suku Bugis biasa disebut potto’. Di cerita bergambar ini gelang dipakai oleh tokoh perempuan.

Gambar III.47 Gelang Bugis Sumber:

http://2.bp.blogspot.com/-48EOiwvvTpg/UqwrifgaEwI/AAAAAAAAAHw/1KvSaIW2W90/s1600/gelang+tangan.j pg (5 Februari 2015)

Gambar III.48 Ilustrasi Gelang Bugis Sumber: Dokumentasi Pribadi


(62)

52

2.Kalung Bugis

Kalung adalah aksesoris yang dipasang dileher menjuntai ke bagian dada perhiasan ini biasa dipakai oleh wanita-wanita Bugis saat ada acara atau hajatan.

Gambar III.49 Kalung Bugis Sumber:

http://3.bp.blogspot.com/-k6j_VgWn_xk/Tp5TdByKSAI/AAAAAAAAADQ/rpnTNv44aps/s320/kalung%2Brantai %2Bbaju%2Bbodo.jpg (5 Februari 2015)

Gambar III.50 Ilustrasi Kalung Bugis Sumber: Dokumentasi Pribadi


(63)

53

3.Badik

Badik adalah senjata khas dari suku Bugis

Gambar III.51 Badik

Sumber: http://www.valiantco.com/antique/4053Badik.JPG (5 Februari 2015)

Gambar III.52 Ilustrasi Badik Sumber: Dokumentasi Pribadi


(64)

54 III.2.5 Warna

Warna yang dominan akan digunakan pada buku cerita bergambar ini adalah warna-warna dari barang pusaka dan pakaian adat Bugis.

Gambar III.53 warna yang sering muncul sumber : Dokumentasi pribadi

III.3 Sinopsis dan Story Line

Episode ini bercerita tentang kisah Sawerigading yang jatuh cinta pada saudara kembarnya yakni We Tenriyabeng, hal ini pun mendapat tentangan keras oleh orang tuanya yang kemudian membuat hati Sawerigading tidak tenang. Namun Tenriyabeng berusaha meyakinkan Sawerigading bahwa di tanah cina ada seorang gadis yang sangat mirip dengan dirinya (Tenriyabeng) bagaikan pinang dibelah dua sangat susah untuk mencari perbedaan diantara keduanya putri itu bernama I We Cudai, Sawerigading pun penasaran dan mulai ingin mencari tahu dengan cara berlayar ke Cina menggunakan perahu besar yang di buat dari pohon wlenreng. Ia pun dibekali cincin dan rambut dari Tenriyabeng sebagai bukti bahwa yang dikatakan Tenriyabeng akan kesamaan dirinya dan putri We Cudai itu benar maka cincin dan Rambut dari Tenriyabeng lah yang akan dijadikan sebagai pembuktiannya.

Sawerigading pun berangkat ke Tanah Cina untuk mempersunting We Cudai dengan membawa serta rombongannya. Dalam proses melamar We cudai tidaklah berjalan mudah karena Sawerigading yang berlayar ke Cina dengan menyamar


(65)

55

sebagai Oro (orang hitam besar penjaga kerajaan) tak mendapat respon baik dari putri I We Cudai karena pelayan-pelayan I We Cudai yang melihat Sawerigading di atas kapalnya sangat menyeramkan karena sawerigading menyamar dalam bentuk Oro, para pelayannya pun melaporkan hal ini kepada I We Cudai maka di tolaklah lamaran Sawerigading. Baru setelah itu Sawerigading membongkar penyamarannya terlihat bahwa ia adalah pangeran yang sangat tampan nan rupawan dan membawa bukti rambut Tenriyabeng dan cincin yang sangat pas di jari We cudai barulah ia diterima dan bisa menikahi I We Cudai. Pernikahan pun berlangsung meriah dan dari perkawinan itu lahirlah seorang anak yang bernama I LaGaligo.


(66)

56 BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA

IV.1 Buku Cerita Bergambar Cerita Rakyat I La Galigo Sawerigading IV.1.1 Media

Fornat desain yang digunakan pada buku ilustrasi ini berbentuk kotak dengan ukuran 140 mm x 240 mm, full color. Buku ini mengandung banyak ilustrasi maka dari itu buku ini di buat dengan menggunakan teknik cetak secara digital printing, menggunakan art paper 210 gram pada sampul dan art paper 150 gram pada isi buku. Penyelesaian pada sampul digunakan laminasi doff agar warna yang dikeluarkan bagus dan gambar yang ada pada sampul bisa awet dan tahan lama. Dan penyelesaian buku secara keseluruhan menggunakan teknik block lem pada sebelah kiri buku.


(67)

57

Gambar IV.2 Sampul Dalam


(68)

58

Gambar IV.4 Isi Buku 2


(69)

59 IV.1.2 Teknis Perancangan

Teknis buku ilustrasi ini dimulai dengan menggunakan sketsa manual maupun, lalu setelah proses sketsa barulah dibuat lebih bagus secara digital dengan menggunakan software Adobe Photoshop dan layout Adobe Indesign dengan hardware tambahan yaitu pen tablet.

Gambar IV.6 Sketsa Manual

Setelah memperhalus sketsa, selanjutnya tahap coloring masih menggunakan

Adobe Photoshop. Saat coloring digital mode di RGB, hal ini dikarenakan warna harus menyesuaikan dengan monitor, lalu setelah itu file di export ke CMYK karena akan masuk ke tahap cetak.


(70)

60

Gambar IV.7 Pewarnaan Pada Aplikasi Adobe Photoshop

Gambar IV.8 Penyelesaian Pewarnaan Pada Aplikasi Adobe Photoshop

Selanjutnya setelah coloring selesai, maka memasuki tahap akhir yaitu pemberian teks ceritanya. Teks ditempatkan dibagian yang mudah terlihat. Untuk penempatan ilustrasi tidak hanya ada dibagian kanan dan kiri dari buku saja, ilustrasi dalam buku ilustrasi tentang cerita rakyat I La Galigo Sawerigading ini ada yang diletakan dibagian tengah halaman. Cara pembacaan buku seperti kebanyakan buku pada umumnya yang ada di Indonesia yaitu dari kiri ke kanan.


(71)

61

Gambar IV.9 Pemberian Teks Pada Ilustrasi di Adobe Indesign

IV.2 Media Promosi IV.2.1 Brosur

Brosur berfungsi sebagai media pemberi informasi secara detail buku tentang cerita rakyat I La Galigo Sawerigading. Ukuran brosur yaitu 10 cm x 21 cm dengan format portrait. Bahan yang digunakan yaitu Artpaper 150 gram.


(72)

62 IV.2.2 Poster Promosi

Poster disertakan sebagai media pemberi informasi yang bersifat mengajak pada target audiens baik itu untuk primer maupun sekunder. Ukuran poster yaitu A3 dengan bahan Artpaper 150 gram. Menggunakan bahan biasa yang tidak tahan air dikarenakan penempatan poster berada di mading sekolah. Jadi tidak perlu khawatir dengan perubahan cuaca.

Gambar IV.11 Poster

IV.2.3 Mini X-Banner

Mini X-Banner merupakan media promosi yang mudah diletakan dimana saja. Media ini biasa diletakan ditempat display buku dan ditempat yang mudah dilihat oleh target audiens seperti tempat penyimpanan helm, barang, dan juga parkiran tempat toko buku. Mini X-Banner dapat difungsikan sebagai media promosi dalam ruang maupun luar ruang.


(73)

63

Gambar IV.12 mini X-Banner

IV.3 Media Pendukung IV.3.1 Jadwal Pelajaran

Jadwal pelajaran merupakan media pendukung yang cukup efektif untuk target audiens anak-anak yang berusia 10-12 tahun karena mendukung dalam kegiatan sekolah. Media pendukung jadwal pelajaran ini disisipkan langsung didalam bukunya. Ukuran jadwal pelajaran A3 dengan format landscape.


(74)

64 IV.3.2 Pin

Media pendukung yang dengan mudah dapat dipasang atau ditempatkan dimana saja yang target audiens inginkan. Pin menggunakan bahan plastik pada umumnya dengan laminasi glossy dengan ukuran 6 cm x 6 cm.

Gambar IV.14 Pin

IV.3.3 Gantungan

Gantungan menggunakan bahan plastik dengan ukuran 5 cm x 5 cm.


(75)

65 IV.3.4 Sticker

Sticker ada 2 jenis yang pertama yaitu Sticker yang gambar nya tipografi Sawerigading dan satu lagi menggunakan gambar wajah serta tipografi Sawerigading.

Gambar IV.16 Sticker 1

Gambar IV.17 Sticker 2

IV.3.5 Baju

Baju merupakan media pendukung yang akan didapatkan pada saat event tertentu saja, baju dicetak dengan teknik digital printing.


(1)

66 IV.3.6 Lembar mewarnai

Lembar mewarnai dicetak dengan menggunakan bahan kertas Canson bahan ini dipilih agar anak-anak mudah untuk mewarnai gambar baik itumenggunakan pensil warna, spidol dan cat air.

Gambar IV.19 Lembar Mewarnai IV.3.7 Poster Koleksi

Poster koleksi sebagai media pendukung yang bersifat sebagai pengingat pada target audiens baik itu untuk primer maupun sekunder. Ukuran poster yaitu A3 dengan bahan Artpaper 150 gram. Poster ini bisa dijadikan koleksi pribadi untuk pembeli buku pada masa promosi masih berlaku.ada 4 alternatif dari poster koleksi ini gambarnya beragam yang isinya adalah tokoh-tokoh utama dari cerita bergambar I La Galigo Sawerigading.


(2)

67 IV.3.8 Gelas

Gelas adalah pedia pendukung yang sifatnya sebagai pengingat . Jika melihat minum adalah kebutuhan sehari-hari maka gelas merupakan salah satu media yang efektif untuk digunakan sebagai pengingat. Gelas di cetak dengan teknik digital print.

Gambar IV.21 Gelas IV.3.9 Ikat Kepala

Ikat Kepala atau dalam bahasa Makassar Passapu’ adalah ikat kepala khas suku Bugis Makassar yang merupakan pakaian adat yang dikenakan dikepala. Ikat kepala ini akan dijadikan sebagai merchandise hadiah dari buku cerita bergambar.


(3)

68 DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Koolhof, Sirtjo; Epic Adventures; Heroic Narrative in the Oral Perfomance Traditions of Four Continents; The Sleeping Giant: Dynamic of A Bugis Epic (SOuth Sulawesi, Indonesia), 2004, Die Deutsche Bibliothek, Leiden

Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi

Kusmiarti, R.Artini. 1999. Teori Dasar Disain Komunikasi Visual. Jakarta.

Nuradi, Wisaksono Noeradi, harimurti Kridalaksana, Felicia Utorodewo, Nani R. Indrati, 1996,Kamus Istilah Periklanan Indonesia, PT Gramedia Pustaka, Jakarta.

Pujirianto. 2005. Desain Grafis Komputer. Yogyakarta: Andi.

Rahman, Nurhayati 1998. Pelayaran Sawerigading ke Tanah Cina: Analisis Filologi dan Semiotika La Galigo.Jakarta:Universitas Indonesia.

Rahman,Nurhayati 2006. Cinta,laut,dan kekuasaan dalam epos lagaligo.makassar.lagaligo press.

Rustan, Surianto. (2009). Mendesain Logo. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Rustan, Surianto. .(2009). Layout dan Dasar Penerapannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Salim, Muhammad & Fachruddin Ambo Enre. 1995. La Galigo menurut

naskah NBG 188 yang disusun oleh Arung Pancana Toa (Jilid I).

Jakarta: Djambatan-KITLV.

Salim, Muhammad & Fachruddin Ambo Enre. 2000. La Galigo menurut

naskah NBG 188 yang disusun oleh Arung Pancana Toa (Jilid II).


(4)

69

Salim, Muhammad, 2011, Tiga Dari Galigo, Yayasan Bali purnati,Bali;

Santosa, Sigit. 2002. Advertising Guide book. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Suyanto,M. 2004. Aplikasi Desain Grafis Untuk Periklanan. Jakarta: Andi.

The Birth Of I La Galigo;2013;The Lontar Foundation;Jakarta

Wanei, Geraldine, K, 2003. Prilaku Anak Usia Dini: kasus dan pemecahannya. Kanisius, Yogjakarta.

Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2014. Keajaiban Cerita Rakyat Nusantara. Jakarta.

MAKALAH

Cenadi, Christine Suharto. (1999). Elemen-elemen Dalam Desain Komunikasi Visual. Makalah-Fakultas Seni dan Desain - Universitas Kristen Petra. Islami, Maulid Alam. (2010). Perancangan Cergam Cerita Rakyat Memecah

Matahari. Tugas Akhir – Jurusan Desain Komunikasi Visual. Universitas Komputer Indonesia.

Kartiyani, Miraci. (2014). Perancangan Buku Cerita Bergambar Mengenai Pembudidayaan Lebah Di Pusat Perlebahan Nasional (PUSBAHNAS).Tugas Akhir-Jurusan Desain Komunikasi Visual. Universitas Komputer Indonesia.

Pranata, Aditya. (2014). Perancangan Buku Ilustrasi Tentang Keistimewaan Ayam Cemani.Tugas Akhir-Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Komputer Indonesia.

Sutawan, I Kadek Dwi. (2011). Desain Komunikasi Visual Sbegai Sarana Kampanye Pelestarian Gamelan Gong Saron Di Desa Singapadu Gianyar.Tugas Akhir-Jurusan Desain Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia Denpasar.

WAWANCARA

Karya, Abdi. Seniman Teater. (2014). Wawancara langsung mengenai eksistensi I La


(5)

(6)