Perancangan Media Informasi Bissu Di Kabupaten Pangkep Melalui Film Dokumenter Bissu Bugis

(1)

(2)

(3)

(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi Nama

Tempat, tanggal lahir Alamat

E-mail No. Hp

: Muhammad Husni Mubarak : Bungoro, 30 Maret 1994 : Jl. Poros Makassar - Pare-pare

RT/RW 002/001 Desa Mattampa Kelurahan Samalewa Kecematan Bungoro

Kabupaten Pangkajene dan kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

: unni.coy@gmail.com : 085 399 035 222 Pendidikan

1999 - 2000 2000 - 2006 2006 - 2009 2009 - 2012 2012 - 2016

TK Pertiwi Pangkep

SD Negeri 3 Sambung Jawa SMP Negeri 1 Pangkajene SMK Negeri 1 Bungoro


(5)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI BISSU DI KABUPATEN PANGKEP MELALUI FILM DOKUMENTER BISSU BUGIS

DK 38315 / Tugas Akhir Semester II 2015-2016

oleh:

Muhammad Husni Mubarak NIM. 51912277

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat nyelesaikan karya tugas akhir yang berjudul “Perancangan Media Informasi Bissu Di Kabupaten Pangkep Melalui Film Dokumenter Bissu Bugis”. Kemudian tujuan perancangan karya tugas akhir ini yaitu untuk menginformasikan mengenai kebudayaan dari peradaban kuno yang masih memegang teguh ajaran sampai sekarang yaitu, Bissu Bugis.

Dengan selesainya karya tugas akhir ini tidak luput dari bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, yang senantiasa mendoakan dan memberi dukungan, Wira Mahardika Putra, S.Ds, M.M. yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan karya tugas akhir ini, Bissu Kabupaten Pangkep, segenap tim produksi, dan teman-teman yang membantu kegiatan produksi.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari karya tugas akhir ini dari penulis, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak agar karya tugas akhir ini menjadi lebih baik. Penulis berharap semoga karya tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri.

Bandung, Juli 2016


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI ... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... GLOSARIUM... BAB I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah ... I.2 Identifikasi Masalah ... I.3 Rumusan Masalah ... I.4 Batasan Masalah ... I.5 Tujuan Perancangan ... BAB II. BISSU BUGIS

II.1 Landansan Teori... II.1.1 Kebudayaan... II.1.2 Upacara Adat... II.1.3 Makna Upacara Adat... II.2 Objek Penelitian... II.2.1 Bissu Bugis... II.2.1 Panggilan Spiritual Manjadi Bissu... II.2.2.1 Berawal Dari Mimpi... II.2.2.2 Berpuasa dan Bernazar... II.2.2.3 ProsesiIrebba... II.2.3 Riwayat Bissu Dari Masa Ke Masa... II.2.2 Bissu Pada Masa DI/TII...

i ii iii iv x vi ix xi xiii vix 1 3 3 3 4 5 5 6 12 13 13 15 16 16 17 17 19


(8)

II.2.3 Kehidupan Bissu... II.2.6 Kehidupan Bissu Sekarang... II.3 Data Lapangan... II.3.1 Hasil Wawancara... II.3.2 Hasil Koesioner... II.3.2.1 Komposisi Responden Berdasarkan Usia ... II.3.2.2 Komposisi Responden Jenis Kelamin... II.3.2.3 Komposisi Responden Berdasarkan Suku... II.3.2.1 Komposisi Responden Berdasarkan Tahu Tentang Bissu Bugis... II.4 Khalayak... II.5 Analisis... II.6 Resume... BAB III. STRATEGI PERANCANGAN & KONSEP DESAIN

III.1 Strategi Perancangan... III.1.1 Khalayak Sasaran... III.1.1.1 Segmentasi... II.1.1.2Consumer Insight... II.1.1.3Consumer Journey... III.1.2 Strategi Komunikasi... III.1.2.1 Pendekatan Verbal... III.1.2.2 Pendekatan Visual... III.1.2.3 Pesan... III.1.3 Mandatory... III.1.4 Strategi Kreatif... III.1.4.1Copywriting... III.1.4.2Storyline... III.1.4.2Storyboard... III.1.5 Strategi Media... III.1.5.1 Media Utama... III.1.5.2 Media Pendukung... III.1.6 Strategi Distribusi...

20 20 21 21 23 23 23 24 24 25 26 26 28 28 28 29 29 30 30 30 30 31 32 32 33 33 34 34 35 39


(9)

III.2 Konsep Desain... III.2.1 Format Desain... III.2.2 Sudut Kamera... III.2.3 Huruf... III.2.4 Warna... III.2.6 Audio... BAB IV. MEDIA & TEKNIS PRODUKSI

IV.1 Media Utama... IV.1.1 Pra Produksi... IV.1.1.1 Riset... IV.1.1.2 Penyusunan Kerangka Film... IV.1.1.3 Penentuan LokasiShooting... IV.1.1.4 Penentuan PeralatanShooting... IV.1.2 Produksi... IV.1.2.1Shooting... IV.1.3 Paska Produksi... IV.2 Media Pendukung... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... 40 40 41 43 44 45 47 47 47 47 48 48 51 51 53 55 62 64


(10)

DAFTARPUSTAKA Sumber Buku

Fachruddin, Andi. (2012).Dasar-dasar Produksi Televis. Jakarta: kencana. Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Kotler, Philip. (2002). Manajemen Pemasaran, Analisa perencanaan, Implementasi dan control, Edisi Kesembilan, Jilid 1 dan jilid 2. Jakarta: Prehalindo.

Koentjaraningrat. (1990).Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Monoharto, Goenawan. (2003). Seni tradisional Sulawesi Selatan. Makassar: Lamacca Press.

Makkulau, M. Farid W. (2008).Manusia Bissu. Makassar: Refleski. Sumber Jurnal

Masri, A.Sulfana. (2014). Kajian semiotika dan nilai-nilai memmang dalam ritual maggirik bissu kabupaten pangkep sulawesi selatan serta pemanfaatannya dalam pembelajaran sastra indonesia di sma. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Pratiwi, A.Wiwi. (2014). Makana Simbolik Dalam Prosesi Mattompang Arajang Di Kabupaten Bone.Makassar: Universitas Hasanuddin.

Wahyudi Pantja Sunjata. (1997). Kupatan Jalasutera Tradisi, Makna dan Simboliknya. Yogyakarta: Depdikbud.

Sumber Artikel Internet

Kuba, Azis. (2016). Enam Fakta Miris Komunitas Bissu, Terancam Punah?. Diambil dari: http://makassarterkini.com/category/berita/ (11 April 2016).


(11)

Jimpe, Anwar. (2012). Puang Upe’, Bissu Penjaga Rakkeang Kuning. Diambil dari: http://www.insist.or.id/drupal/feature/ (11 Juni 2016).

Prasetia, Heru. (2013). Memotret Pergulatan Komunitas Adat. Diambil dari http://www.desantara.or.id/ (12 Juni 2016).

Olivia, Pramesti, Lewi. (2012). Bissu, Pendeta Agama Bugis Kuno yang Kian Terpinggirkan. Diambil dari: http://nationalgeographic.co.id/berita/ (11 April 2016).

Titik Fokus. (2014). Lima Angle Dalam Fotografi. Diambil dari: http://titikfokuskamera.com/ (15 Juni 2016).

Rumor Kamera. (2013).Komposisi Fotografi Oleh Arbain Rambey.Diambil dari: http://rumorkamera.com/ (15 Juni 2016).


(12)

BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah bangsa yang memiliki banyak kebudayaan. Kebudayaan merupakan perilaku yang menjadi suatu kebiasaan ditengah masyarakat. Banyak hal yang dapat sebut sebagai kebudayaan, seperti tarian, musik, rumah adat, pekaian, senjata dan pola hidup dalam suatu masyarakat atau kelompok yang dapat kita definisikan sebagai kebudayaan yang dapat dipertahankan agar dapat diwarisi. Koentjaraningrat (2009) menjelaska ”kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakan yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar” (h.8). Kebudayaan yang dapat dilihat dari Indonesia salah satunya terletak bagian Timur Indonesia.

Provinsi Sulawesi Selatan banyak kebudayaan yang dapat dipelajari dari suku Bugis dan Makassar. Monoharto (2003) menjelaskan “kebudayaan masyarakat Bugis yang terkenal diantaranya ialah Bissu, Pabbatte Passapu, musik

Padendang dan Sastra Tutur Massurek. Sementara rumpun Makassar yang terkenal antara lain tari Pakarena,Gandrang Bulo, Teater Kondo Bule danSastra Tutur Sinrilik”(h.23). Dari satu Provinsi banyak kebudayaan disitulah dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang dapat diketahui lebih jauh salah satunya yang berada di Indonesia bagian tengah di Provinsi Sulawesi Selatan yang lebih tepatnya di Kabupaten Pangkep.

Kabupaten Pangkep merupakan nama sebuah daerah Kabupaten dalam lingkup Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang disingkat Pangkep dikenal dengan kekhasan wilayahnya yang berkarakter meliputi tiga dimensi wilayah yaitu wilayah pegunungan, wilayah perkotaan dan wilayah kepulauan memiliki panorama alam yang indah dan pulau-pulau yang luas, pegunungan dan hasil alam yang melimpah, sektor kelautan dan sektor pertanian, nilai historis dan legendaris yang dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata dan kebudayaan yang menarik yang dapat dikenal dari rumpun suku Bugis.


(13)

Bissu adalah pelestarian tradisi, adat budaya, serta kepercayaan lama yang dianut oleh masyarakat bugis kuno dengan upacara ritual yang dipercaya sebagai kekuatan supranatural. Bissu yang disebut pendeta Bugis kuno, kata Bissu berasal dari bahasa Bugis, yaituBessiberarti suci. Makkulau (2007) menjelaskan “mereka dikatakan suci karna tidak haid, tidak mempunyai payudara, dan tidak berdarah. “Bissu” begitu panggilan akrab pada beberapa pria feminim yang disebutCalabai

atau waria. Bissu Pangkep tergolong sebagai Bissu Dewatae yang dalam artian amat dihormati oleh komunitas Bissu lainnya ditanah Bugis. Komunitas Bissu Pangkep dipimpin oleh Puang Matoa yang berkedudukan di istana Arajange

Segeri Pangkep” (h.61).

Bissu memiliki kebudayaan Mappalili merupakan salah satu jenis kebudayaan yang masih dilakukan yaitu upacara turun sawah yang dimulainya musim tanam.

Mappalili dilaksanan setiap setahun sekali yaitu setiap bulan November. Penetapan hari pelaksanaan setiap tahun ditentukan oleh pemimpin Bissu, oleh Puang Matoa dan Puang Lolo. Makkulau (2007) menjelaskan “Mappalili

dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam dengan membaca mantra di Bola Arajangdan memanjatkan doa-doa agar panen sawah lebih berlimpah” (h.98). Setelah ritual turun sawah selesai Bissu kembali ke Bola Arajang, prosesi ritual

Maggiri pun dilakukan pada awalnya Puang Matoa berjalan sambil menari kemudian memperlihatkan kesaktianya dengan menusukan keris keanggota tubuh, lalu diikuti keenam Bissu yang lain. Maggiri merupakan tarian dengan menggunakan sebilah keris pusaka yang mengandung unsur mistis didalamnya. Tarian Maggiri diiringi musik yang mistis semakin lama semakin cepat dengan menghentak-hentakan kakinya ke lantai. Lathief (2009) “Maggiridimulai dengan menusuk-nusukkan keris tepat kedalam telapak tanganya, kemudian ke kepalanya, lalu mendorong keris yang dipeganya dengan kedua tangan ketenggorokan, senjata keris itu berulang-ulang ditusukan”(h.8).

Ritual Maggiri yang dikenal oleh masyarakat hanyalah tarian Bissu yang sedang melakukan ritual menusuk-nusukkan keris ketubuh mereka dengan ilmu kekebalanya masyarakat juga belum mengerti Bissu pada masa sekarang sebagai


(14)

peran yang dilakukan. Bissu dalam kehidupan sosial tidak banyak orang yang mengetahu tentang bagaimana kehidupan sosial budayanya, saat ini Bissu yang tersisa sampai sekarang. Kelemahan yang dapat ditimbulkan adalah pementasan ritual Bissu yang sudah jarang dilakukan dan kurangnya memberikan informasi mengenai kebudayaan Bissu kehidupan di masa sekarang.

Kebudayaan Bissu dari masa ke masa mulai ditinggalkan dari generasi ke generasi. Kebudayaan Bissu dengan segala keunikanya, patut untuk jadi Icon kebanggaan parawisata daerah, hal ini patut dijaga dan dilestarikan karena Bissu di Pangkep adalah satu-satunya Bissu yang bisa bertahan sampai sekarang yang letaknya di Kecamatan Segeri. Hal ini menyadari kelemahan yang dapat ditimbulkan adalah memberikan informasi pada masa sekarang yaitu semenjak peralihan kekerajaan ke pemerintahan dengan tujuan menjadikan Bissu sebagai bagian unsur parawisata daerah pada masa kepemerintahan sekarang. Bissu, memiliki kontroversi akan kepercayaan yang dianutnya, hal tersebut menjadi unsur menarik dan potensial yang tidak dimiliki daerah lain.

I.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas. Identifikasi permasalahannya sebagai berikut:  Kurangnya memberikan informasi yang menjelaskan kebudayaan Bissu ke

masyarakat.

 Kurang mengetahui informasi tentang kehidupan sosial budaya Bissu dalam kesehariannya.

I.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil identifikasi masalah diatas. Maka rumusan masalah yaitu, Bagaimana mengetahui kehidupan Bissu dengan memberikan informasi peran Bissu pada masa sekarang kepada masyarakat?

I.4 Batasan Masalah

Batasan masalah yang dirumuskan perancangan informasi mengenai kehidupan sosial budaya Bissu dalam profesi keseharian Bissu pada masa sekarang dalam keseharian Bissu yang berada di Kabupaten Pangkep, Kecematan Segeri.


(15)

I.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan

Tujuan dalam perancangan ini adalah memberikan informasi mengenai Bissu dalam kebudayaan Indonesia dan kehidupan sosial budaya Bissu yang belum diketahui masyarakat dalam kehidupan sehari-hari pada masa sekarang dengan ini masyarakat dapat mengenal dan lebih mengetahui segala hal yang terkait dengan Bissu. Manfaat memberikan informasi kebudayaan yang masih ada ke masyarakat Sulawesi Selatan yaitu kebudayaan Bissu yang masih ada sampai sekarang.


(16)

BAB II. BISSU BUGIS II.1 Landasan Teori II.1.1 Kebudayaan

Berbicara tentang kebudayaan berarti berbicara tentang kebiasaan suatu masyarakat dalam menjalani kehidupannya. Kebiasaan ini dapat berupa kebiasaan dalam bidang ekonomi, agama, seni, hukum dan sebagainya. Sebuah masyarakat merupakan kumpulan manusia yang hidup bersama yang memiliki kesadaran identitas bersama dalam jangka waktu yang lama dan akhirnya menghasilkan kebudayaan.

Kebudayaan dan masyarakat adalah dua hal yang saling berhubungan, karena masyarakatlah yang membentuk kebudayaan, sebaliknya kebudayaan menjadi eksistensi suatu masyarakat. Oleh karena itu, di dunia ini hampir tidak ada dua masyarakat yang memiliki persis. Perbedaan itu dapat dipengaruhi oleh faktor fisik ataupun psikis sebuah lingkungan dimana sebuah masyarakat menetap. Kedua faktor yang membantu manusia menyesuaikan diri dan secara tidak langsung membuat mereka berbeda dengan masyarakat lainnya. Koentjaraningrat (1997) menjelaskan “Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar” (h.180).

Dari pengertian kebudayaan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sedikit sekali kegiatan manusia yang bukan merupakan suatu kebudayaan karena sedikit sekali kegiatan manusia yang tak perlu dibiasakannya melalui proses belajar, misalnya saja gerakan-gerakan refleks. Gerakan releks adalah gerakan tiba-tiba yang dilakukan oleh seseorang di luar kesadarannya, biasanya dilakukan karena orang tersebut terkejut. Oleh karena itu kebiasaan seperti ini tidak memerlukan proses belajar untuk terbiasa karena hal ini terjadi secara alami pada individu tertentu. Bahkan untuk hal-hal tertentu yang awalnya terjadi secara alami tanpa belajar pun bisa dimodifikasi sebagai sesuatu yang bisa dibudayakan. Contohnya makan dan minum, awalnya makan merupakan kegiatan alami yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan perutnya yang kosong.


(17)

Namun untuk kalangan masyarakat tertentu makan dan minum pun ada aturannya. Kapan waktumakan yang tepat, bagaimana gaya makan yang sopan, pada saat makan tidak boleh berisik, cara yang benar menggunakan sendok dan garpu, makanan mana yang harus disajikan lebih dulu, dan berbagai macam aturan lainnya yang harus dibiasakan. Dengan demikian hampir semua kegiatan manusia dimuka bumi ini adalah kebudayaan yang merupakan hasil interaksi antar manusia dalam sebuah masyarakat untuk lebih memahami kebudayaan.

II.1.2 Upacara Adat

Upacara adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat antara lain: upacara penguburan, upacara perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku.

Upacara adat salah satu cara menelusuri jejak sejarah masyarakat Indonesia pada masa lalu dapat kita jumpai pada upacara-upacara adat merupakan warisan nenek moyang kita. Cara yang dapat dilakukan untuk mengenal kesadaran sejarah pada masyarakat yang belum mengenal tulisan yaitu melalui upacara. Upacara pada umumnya memiliki nilai sakral oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Wahyudi Pantja Sunjata (1997) menjelaskan “Upacara adat tradisional adalah peraturan hidup sehari-hari ketentuan yang mengatur tingkah anggota masyarakat dalam segala aspek kehidupan manusia” (h.107).

Pengertian adat adalah tingkah laku dalam suatu masyarakat (sudah, sedang, akan) diadakan. Wahyudi Pantja Sunjata (1997) mengatakan “Upacara tradisional merupakan bagian yang integral dari tradisi masyarakat pendukungnya dan kelestariannya, hidupnya dimungkinkan oleh fungsi bagi kehidupan masyarakat pendukungnya” (h.112). Penyelenggaraan upacara tradisional itu sangat penting artinya bagi pembinaan sosial budaya warga masyarakat yang bersangkutan. Norma-norma dan nilai-nilai budaya itu secara simbolis ditampilkan melalui peragaan dalam bentuk upacara yang dilakukan oleh seluruh masyarakat.

Pelaksanaan upacara adat tradisional termasuk dalam golongan adat yang tidak mempunyai akibat hukum, hanya saja apabila tidak dilakukan oleh masyarakat


(18)

maka timbul rasa kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang menimpa dirinya. Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara turun temurun yang berlaku di suatu daerah.

Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara labuhan. Upacara adat yang dilakukan di daerah sebenarnya juga tidak lepas dari unsur sejarah. Hukum adat kebiasaan yang mempunyai akibat hukum, berlakunya suatu peraturan hukum adat, tampak dalam penetapan misalnya putusan kepala adat sesuai dengan lapangan kopetensinya masing-masing. Beberapa unsur yang terkait dengan pelaksanaan upacara adat diantaranya adalah:

1. Tempat berlangsungnya upacara

Tempat yang digunakan untuk melaksanakan suatu upacara biasanya adalah tempat keramat atau bersifat sakral/suci, tidak setiap orang dapat mengunjungi tempat itu. Tempat tersebut hanya digunakan oleh orang-orang yang berkepentingan saja, dalam hal ini adalah orang yang terlibat dalam pelaksanaan upacara seperti pemimpin upacara.

2. Saat berlangsungnya upacara/waktu pelaksanaan

Waktu pelaksanaan upacara adalah saat-saat tertentu yang dirasakan tepat untuk melangsungkan upacara. Dalam upacara rutin yang diselenggarakan setiap tahun biasanya ada patokan dari waktu bulan dalam pelaksanaan upacara yang dari turun temurun atau menjadi tradisi waktu yang lampau.

3. Benda-benda atau alat dalam upacara

Benda-benda atau alat dalam pelaksanaan upacara adalah sesuatu yang harus ada macam sesaji yang berfungsi sebagai alat dalam pelaksanaan upacara adat tersebut.

4. Orang-orang yang terlibat didalamnya

Koentjaraningrat (1990) menjelaskan “Orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan upacara adalah mereka yang bertindak sebagai pemimpin jalanya upacara dan beberapa orang yang paham dalam ritual upacara adat” (h.241)


(19)

Unsur-unsur diatas merupakan kewajiban, oleh karena itu dalam setiap melaksanakan upacara, keempat unsur diatas harus disertakan. Didalam unsur-unsur tersebut, terdapat beberapa unsur perbuatan yang terkait dengan pelaksanaan upacara adat. Beberapa perbuatan yang berkenaan Pada saat berlangsungnya upacara seringkali dilakukan. Mereka menganggap bahwa perbuatan tersebut sudah menjadi kebiasaan dan memang perlu dilakukan. Adapun, kegiatan tersebut diantaranya adalah:

1) Bersesaji

Bersesaji adalah perbuatan-perbuatan untuk menyajikan makan, benda-benda, dan sebagainya yang ditujukan kepada dewa-dewa, ruh-ruh nenek moyang, atau makhluk halus. Hal ini dianggap menjadi suatu perbuatan kebiasaan, dan dianggap seolah-olah suatu aktivitas yang secara otomatis akan menghasilkan apa yang dimaksud.

Gamabr II.1 Sesaji

Sumber: http://1.bp.blogspot.com/-yqAbM7re4D8//s1600/sesajen-300x200.jpg (Diakses pada 13/05/2016)

2) Berdo’a

Berdo’a adalah suatu unsur yang banyak terdapat dalam berbagai upacara yang dipimpin oleh ketua suku. Biasanya diiringi dengan doa-doa diberi berkah dan gerak-gerak, sikap-sikap tumbuh yang pada dasarnya merupakan sikap dan gerak menghormat serta merendahkan diri terhadap para leluhur, para dewata, ataupun terhadap Tuhan.


(20)

Gambar II.2 Puang Matoa berdoa

Sumber: https://dyanchiby.files.wordpress.com/2011/12/keunikan-Bissu11.jpg (Diakses pada 13/05/2016)

3) Makan bersama

Makan bersama merupakan suatu unsur yang amat penting dalam suatu upacara adat dan selalu dilaksanakan dalam setiap banyak upacara adat, setiap makan bersama di upacara adat memiliki gotong royong baik itu dalam hal menyiapkan makan sampai proses pembuatan makan dilakukan bersama-sama.

Gamabr II.3 Makan bersama Sumber:

http://2.bp.blogspot.com/-COAm7VZRDmI/UqcwiQhKzbI/AAAAAAAABi8/wbj pY5qYk40/s1600/Foto1839.jpg (Diakses pada 13/05/2016)


(21)

4) Berprosesi

Berprosesi atau berpawai juga merupakan suatu perbuatan yang amat umum dalam banyak religi di dunia. Pada prosesi sering dibawa benda-benda keramat seperti patung dewa-dewa, lambang-lambang, totem, benda-benda yang sakti dan sebagainya, dengan maksud supaya kesaktian yang memancar dari benda-benda itu bisa memberi pengaruh kepada keadaan sekitar tempat tinggal manusia, dan terutama pada tempat-tempat yang dilalui pawai itu.

Upacara ini sering juga mempunyai maksud yang pada dasarnya sama tetapi dilakukan dengan cara yang berbeda-beda yaitu mengusir makhluk halus, hantu dan segala kekuatan yang menyebabkan penyakit serta bencana dari sekitar tempat tinggal manusia. Adapula upacara dimaksudkan untuk menghormati leluhur mereka yang berada di alam lain sehingga arwah leluhur dapat tenang di alam lain.

Gambar II.4 ProsesiMappalili

Sumbar: http://statik.tempo.co/?id=348630&width=620 (Diakses pada 13/05/2016)

5) Berpuasa

Berpuasa sebagai suatu perbuatan keagamaan yang ada dalam hampir semua religi dan agama diseluruh dunia, tidak membutuhkan suatu uraian yang panjang lebar. Dasar pikiran yang ada pada perbuatan manusia dengan menghapuskan dosa dengan cara ini bisa bermacam-macam, misalnya membersihkan diri dari perilaku yang tidak pantas atau menguatkan batin pelaku dalam kehudupan sehari-hari. Adapula dalam berpuasa adalah suatu syarat dalam suatu agama atau ritual dalam melakukan kegiatan ritual upacara.


(22)

Gambar II.5 Puang Matoa

Sumber: https://shamawar.files.wordpress.com/2012/04/saidi-2.jpg (Diakses pada 13/05/2016)

6) Bersemedi

Bersemedi atau meditasi sebagai mendekatkan diri dengan sang pencipta atau memusatkan suatu perhatian mereka terhadap ilmu yang mereka gunakan pada saat upacara. Adapula dalam bersemedi yang mengartikan sebagai menenagkan diri atau mencari ilmu hitam. Koentjaraningrat (1990) mejelaskan “Adalah macam perbuatan serba religi yang bertujuan memusatkan perhatian sipelaku kepada maksudnya atau kepada hal-hal yang suci” (h.257).

Rangkaian kegiatan adat diatas merupakan unsur pokok didalam melaksanakan upacara tradisional. Oleh karena itu, pada saat upacara tradisional dilangsungkan akan terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan yang telah disebutkan diatas. Namun tidak, semua kegiatan secara terperinci dilakukan pada saat pelaksanaan upacara tradisional. Ada yang terdiri dari semua kegiatan yang telah disebutkan diatas tetapi ada pula yang hanya melakukan beberapa dari kegiatan tersebut karena disesuaikan dengan kebutuhan pada saat pelaksanaan upacara tradisional dengan tujuan yang berbeda.


(23)

Gambar II.6 Bissu bersemedi dan mengucapkan doa-doa Sumber:

http://www.kabarkami.com/wp-content/uploads/2012/07/Bissu-Jogja2.jpg (Diakses pada 13/05/2016)

II.1.3 Makna Upacara Adat

Penyelenggaraan upacara sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta para leluhur yang telah melimpahkan karunianya. Pelaksanaan upacara tradisional dilakukan sebagai wujud penghormatan atas budaya warisan nenek moyang yang turun temurun harus dilestarikan. Tanpa adanya usaha pelestarian dari masyarakat, maka budaya nenek moyang yang berupa upacara tradisional itu akan punah dan tinggal cerita. Sangat disayangkan apabila hal ini terjadi mengingat dizaman sekarang negeri ini mengalami krisis moral yang sebenarnya dapat kita cegah dengan pelestarian upacara tradisional.

Pelaksanaan upacara tradisional dapat memupuk rasa persaudaraan dan menumbuhkan nilai-nilai luhur yang penting bagi masyarakat dan bangsa Indosnesia.Tujuan umum dari upacara adat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat yang berbudi pekerti luhur. Secara khusus, upacara adat dilakukan sebagai wujud penghormatan dan penghargaan kepada yang ghaib. Koentjaraningrat (1990) menjelaskan “Adanya rasa cinta, hormat, dan bakti adalah pendorong bagi manusia untuk melakukan berbagai perbuatan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia ghaib” (h.240).

Koentjaraningrat (1990) menjelasakan “Upacara tradisional dimaksudkan untuk mencapai kehidupan yang tentram dan sejahtera, diberi kemudahan dalam


(24)

memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, upacara tradisional juga dimaksudkan untuk menghindaridari hal-hal yang tidak diinginkan, dijauhkan dari malapetaka yang dikhawatirkan akan menimpa masyarakat apabila tidak dilaksanakan” (h.241).

Pemujaan kepada arwah nenek moyang sebagai contoh konkret dari salah satu bentuk religi yang telah dikemukakan di atas yaitu Dinamisme dan Animisme. Dinamisme yang berarti menganggap bahwa semua benda yang ada disekelilingnya yang bernyawa atau menpunyai roh dan animisme yang menanggap bahwa arwah atau roh nenek moyang masih selalu memperhatikan setiap gerak-gerik manusia sehingga harus dilakukan penghormatan.

Penyelenggaraan upacara tradisional ditujukan sebagai media untuk memperlancar komunikasi antar warga agar terjalin rasa persatuan dan kesatuan. Dalam upacara itu juga terkandung nilai-nilai luhur yang sebenarnya ditujukan untuk menuntun masyarakat agar menjadi pribadi yang beradab dan berbudaya, sehingga generasi penerus bangsa yang baik untuk mewujudkan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan dalam masyarakat modern, ketika seseorang berada dalam lingkungannya maka dia akan mengikuti adat yang berlaku dalam lingkungannya tersebut, dan tidak berani meningglkan tradisi itu walaupun sudah mempunyai agama dan kepercayaan sendiri-sendiri.

II.2 Objek Penelitian II.2.1 Bissu Bugis

Bissu Bugis adalah pendeta agama Bugis kuno pra-Islam. Ketua para Bissu adalah seorang yang diberi gelar Puang Matowa dia adalah figur feminim, Bissu umumnya adalah wanita dan kalangan putri bangsawan tinggi. Kata Bissu sendiri berasal kata Bessi dalam bahasa bugis yang berarti bersih. Mereka disebut Bissu karena tidak berdarah, suci tidak kotor dan tidak haid. Bissu sebagai pendeta-pendeta pria-wanita Calabai. Para Bissu di tanah Bugis


(25)

sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. NaskahI La Galigobanyak mengungkap tentang keberadaan Bissu dalam budaya Bugis, yang konon sebagai pendamping dan pelengkap kedatangan para tokoh utama dari langit.

Norma-norma, konsep-konsep kehidupan, bahkan silsilah dewa-dewa orang Bugis dalam kitab I La Galigo, mereka peroleh secara lisan atau tertulis dari guru-guru pendahulu mereka yang telah wafat. Pengetahuan-pengetahuan warisan Bugis kuno itu mereka pertahankan dan aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan atau upacara orang Bugis, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat Bissu memiliki bahasa sendiri untuk berkomunikasi dengan para Dewataedan untuk berkomunikasi antara sesama mereka, bahasa tersebut disebut bahasa suci, Torilangi, bahasa Bissu atau bahasa Dewatae. Para Bissu beranggapan bahwa bahasa tersebut diturunkan dari surga melalui Dewatae. Kata-kata dalam bahasa Dewatae ini telah banyak dimuat dalam naskah I La Galigo.

Bissu merupakan penasehat raja beserta seluruh keluarganya pada masa kerajaan, Bissu mengabdi dan menjaga Bola Arajang. Pusaka tertua ini memiliki sifat luar biasa karena dua sebab, yakni karena cara menemukannya dan bentuknya yang tidak lazim. Benda pusaka ini dipelihara dalam tempat khusus di ruang istana dan tempat persembahan. Kadang mereka mengadakan upacara khusus untuk benda pusaka itu. Pusaka-pusaka ini diberi nama dan diperlakukan melebihi dari sekedar lambang. Roh-roh nenek moyang diharapkan bersarang dalam benda-benda pusaka tersebut atau turun menjelma kepada para pemiliknya saat mereka memerlukannya.

Bissu memiliku suatu ritual yang dilaksanakan pada setiap tahun yaitu bulan Oktober, pada bulan Oktober dilakukan pada saat pertama kali turunnya hujan di suatu daerah dengan upacara Mappalili suatu upacara turun sawah dalam satu hari dilaksanakan berbagai kegiatan, dalam puncak acara akan dilakukanMaggiri biasanya dalam Maggiri Bissu memperlihatkan ilmu kekebalan mereka dengan menusuk-nusukan keris kebadaan mereka. Maggiri juga menjadi sumber perekonomian seorang Bissu pada masa sekarang.


(26)

Gambar II.7 Bissu menari Sumber: Pribadi (2013) II.2.2 Panggilan Spiritual Menjadi Bissu

Untuk menjadi Bissu memang dipersyaratkan harus berasal dari waria atau Calabai dan harus ada panggilan spiritual oleh Dewatae dengan ketentuan mendalami ilmu kebissuan yang telah dipelajari. Setelah seorang telah menjalani masa magang di Puang Matoa Bissu dan dianggap telah sempurna ilmu kebissuanya, maka seorang Bissu diwajibkan untuk selalu menjaga tutur kata, sikap dan perbuatanya dalam setiap perkataan Bissu.

Selain dari penampilan dan cara berpakayan, perbedaan Bissu dari waria kebanyakan adalah ilmu, bahasa dan kesaktian yang dimiliki oleh seorang Bissu. Kesaktian “waria Bugis” itu bukan hanya terlihat saat melakukan aksi Maggiri, melaikan juga dalam kehidupan sehari-hari. Setiap waria yang menjadi Bissu diyakini memiliki kemampuan untuk melakukan kontak dengan masa lalu dan dengan kontak oleh sangpencipta, dengan menggunakan bahasa sendiri atau bahasaTorilangi(bahasa orang langit).


(27)

Gambar II.8 Bissu sedang melakukanMaggiri Sumber: Pribadi (2013)

II.2.2.1 Berawal Dari Mimpi

Perjalanan spiritual Bissu Juleha yang menjadi Bissu pada tahun 1986 diawali lewat mimpi pada masa selesai SD pada tahun 1985. Dalam mimpinya, “selalu pergi ke sungai dan melihat rumah besar yang selalu mau naik kerumah itu dan saya melihat seseorang yang sangat bersih dan selalu menemani saya”. Pada waktu itu dia bertanya kepada gurunya berkata itulah tanda-tanda dimana kita diperkenalkan Paota oleh Dewatae itulah disebut Bissu Dewatae, guru Bissu Juleha berkata itulahDewataeyang sering kamu lihat didalam mimpi kamu. Menurut Bissu Juleha, panggilan spiritual menjadi Bissu tidak bisa direkayasa, apabila sampai berbohong. Sebagai pemimpin, Puang Matowa juga akan mendapat petunjuk tentang adanya waria yang akan berguru ke rumahnya. Sesama Bissu mendapat semacam kelebihan untuk dapat mengetahui bahasa Torilangi, meski tidak ada yang mengajarkannya kepada mereka.

II.2.2.2 Berpuasa dan Bernazar

Waria (calon Bissu) yang akan dilantik menjadi Bissu diwajibkan untuk berpuasa. Lama waktu puasa sangat ditentukan oleh tingkat penerimaan atau kemampuan calon Bissu dalam menerima ilmu-ilmu kebissuan. Ada yang menjalani puasa sepekan, namun ada pula yang menjalani hingga masa waktu empat puluh hari. Setelah itu calon Bissu diwajibkan untuk benazar sebelum menjalani prosesi Irebba.


(28)

Proses menjalani puasa ini merupakan tahap yang dianggab berat oleh Bissu yang diwawacarai. Dalam proses puasa tersebut, mereka juga dituntut untuk menjaga segala sikap, tingkah laku, perbuatan tidak tercela dan menidai kekhusuan berpuasa.

II.2.2.3 ProsesiIrebba

Seorang waria baru dikategorikan layak menjadi Bissu sepenuhnya berdasarkan penilaian Puang Matoa Bissu atau Puang Lolo Bissu. Namun sebelum benar-benar diterima sebagai Bissu, harus menjalani proses Irebba (berbaring atau dibaringkan) yang dilakukan diatas loteng pada bagian depan Bola Arajang, tahap ini merupakan proses paling penting dan wajib dilalui sebelum seseorang itu dianggap sah menjadi Bissu.

Proses Irebba dilakukan berhari-hari, biasanya tiga atau tujuh hari. Proses dimulai dengan dimandikan, lalu dikafani dan dibarikan selama beberapa hari selama dinazarkan. Diatanya akan digantung sebuah guci berisi air. Selama disemayamkan sesuai nazarnya, seorang Bissu dianggap dan diperlakukan sebagai orang mati. Pada hari yang dinazarkan, guci dipecahkan hingga airnya menyirami waria yang sedang menjalaniIrebba.

Setelah melewati upacara sakral, seorang waria resmi menjadi Bissu yang tampil anggun dan berlaku sopan. Seorang Bissu diwajibkan untuk menjaga sikap, prilaku dan tutur katanya yang paling mendasar yang membedakan dengan waria-waria lain.

II.2.3 Riwayat Bissu Dari Masa Ke Masa

Masa kerajaan pra-Islam di tanah Bugis adalah masa kejayaan para Bissu Bugis ini memegang peranan yang begitu penting dalam kerajaan sehingga nyaris tidak ada kegiatan upacara adat atau ritual kerajaan tanpa kehadiran Bissu sebagai pelaksana sekaligus pemimpin prosesi upacara. Setiap wilayah adat kerjaan memiliki Bissu, setiap kegiatan upacara adat yang akan dilaksanakan diharapkan kehadiran empat puluh Bissu yang disebut BissuPatappuloe.


(29)

Gambar II.9 Puang Matoa Said

Sumber: https://noertika.files.wordpress.com/2007/07/Bissu-saidi.jpg (Diakses pada 15/05/2016)

Menurut Gilbert A Hamonic, Agama Bissu itu mula-mula lahir dari upacara dan kepercayaan rakyat yang sangat kuno. Dalam perjalanan masa, kepercayaan orang biasa itu diubah oleh beberapa pengaruh tradisi lainnya-termasuk tradisi Hindu dan Budha yang diterima oleh kalangan bangsawan.

Sebagai orang suci atau pendeta Bugis kuno Bissu mendapat perlakuan yang sangat istimewah oleh istana kerajaan. Puang Matoa diberikan berhektar-hektar sawah yang pengerjaan dilakukan secara bergotong royong bersama masyarakat dan hasilnya digunakan untuk membiyayai upacara-upacara ritual dan kebutuhan hidup Bissu selama setahun kedepan. Sekaligus menjadi tempat upacara Mappalili atau upacara ritual lainnya. Sistem kepercayaan Bugis dimasa silam dijalakan sesuai dengan konsep dewa tertinggi atau To Palanroe, dengan sistem kepercayaan ini sisebut Atturiolong, yang secara harfia yang mengikuti tata cara leluhur.

Dalam kenyataannya pada masa sekarang Bissu yang ada adalah pewaris dari Bissu zaman dulu sebelum Islam masuk namun tetap dipimpin oleh Puang Matoa dijaman sekarang Bissu memiliki tugas yang berbeda dengan yang dulu. Tugasnya, antara lain adalah sebagai pengabdian dan penjagaArajangatau benda pusaka kerajaan yang dianggap keramat. Karna pada masa lalu Bissu tidak boleh meninggalkan kerajaan tanpa izin.


(30)

Bissu sekarang hanya tampak pada kegiatan upacara ritual Mappalili yang dilaksanakan dalam setahun dan menyaksikan pementasan diatas panggung untuk menjadi objek hiburan sekaligus untuk menambah kebutuhan ekonomi Bissu yang tidak disubsidi oleh pemerintah.

II.2.4 Bissu Pada Masa DI/TII

Pada masa DI/TII (Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia) yang dipimpin oleh Kahar Muzakar menganggap kegiatan para Bissu ini adalah menyembah berhala, tidak sesuai dengan ajaran Islam. Karena itu kegiatan, alat-alat upacara, serta para pelakunya diberantas. Ratusan perlengkapan yang digunakan untuk upacara dibakar atau ditenggelamkan ke laut. Banyak Sanro (dukun) dan Bissu dibunuh atau dipaksa menjadi pria yang harus bekerja keras.

Gerakan Islam ini mereka sebut "Operasi Toba" (Operasi Taubat) yang gencar-gencarnya. Sejak itu, upacara Mappalilimengalami kemunduran, upacara Bissu tidak lagi di selenggarakan secara besar-besaran. Para Bissu bersembunyi masuk kedalam hutan dan diancam akan dibunuh. Masyarakat tidak lagi peduli akan nasib mereka, karena sebagian dari mereka memang mendukung gerakan "Operasi Toba" tersebut. Sebagian masyarakat yang bersimpati kepada para Bissu, hanya tinggal diam tanpa bisa berbuat apa-apa. Namun ketika masyarakat mengetahui panen padi yang kurang, ternyata hasilnya memang kurang memuaskan sehingga beberapa masyarakat beranggapan hal tersebut terjadi karena tidak melakukan upacaraMappalili.

Dengan kesadaran itulah beberapa diantara mereka yang keluar dari dalam hutan yang mengetahui situasi yang sudah aman itulah Bissu yang tersisa yang tidak dibunuh dan upacara Mappalili dapat dilaksanakan lagi, Bissu-Bissu yang selamat itulah yang masih ada sekarang ini. Kini jumlah mereka yang tersisa di seluruh wilayah adat Sulawesi Selatan tidak lebih dari empat puluh orang saja. Padahal untuk melakukan sebuah upacara Mappalili yang sangat besar, jumlah Bissu minimal harus berjumlah empat puluh orang Bissu (Pattappulo) dalam sebuah wilayah adat.


(31)

II.2.5 Kehidupan Bissu

Memang banyak faktor penyebab sehingga upacara-upacara kaum Bissu ini mengalami pergeseran dan penyesuaian dengan waktu dan lingkungannya. Penyebab-penyebab tersebut terdiri dari faktor eksternal dan internal komunitas Bissu itu sendiri, perubahan sistem kenegaraan, dari system kerajaan menjadi negara kesatuan. Peranan raja yang berwibawa, kharismatik dan berpengetahuan luas tentang adat-istiadat sekarang di gantikan oleh peranan seorang camat yang masa jabatannya relatif terbatas di suatu daerah.

Demikian pula akibat memudarnya peranan lembaga-lembaga adat, sangat terasa pula pada Bissu. Pada masa pemerintahan kerajaan Bugis, seluruh pembiayaan upacara dan keperluan hidup Bissu diperoleh dari hasil sawah kerajaan. Para Bissu juga memperoleh sumbangan dari dermawan yang berupa pedagang, kaum tani, bangsawan yang datang sendiri atau secara rutin memberikan sedekahnya. Selain itu sepetak tanah persawahan dari kerajaan diserahkan untuk mengolahnya, pengelolahannya oleh raja kepada Puang Matowa Bissu dan kawan-kawan. Sawah yang merupakan tempat upacara Mappalili tersebut, hasilnya untuk biaya upacara dan kebutuhan hidup Bissu selama setahun.

Adat istiadat yang dijalankan oleh pemerintah kerajaan Bugis dahulu mengandung makna Malebbi dan Malempu, yaitu kemuliaan dan kejujuran. Karena itu seluruh tata aturannya ditaati dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Moral menjadi sasaran utama aturan, sehingga apa yang menjadi tujuan dan sasaran upacara akan tercapai dengan baik.

II.2.6 Kehidupan Bissu Sekarang

Ketika aturan-aturan lisan bermuatan moral tersebut digantikan dengan aturan-aturan tertulis yang konon lebih modern, maka masyarakat tradisional mulai kehilangan kekuatannya. Terpuruklah mereka, karena seluruh tanah adat ini tidak memiliki sertifikat. Sejak Puang Matowa, pimpinan Bissu meninggal, tanah adat ini sekarang dikuasai oleh pemerintah. Kini tidak ada lagi sumber dana tetap untuk biaya upacara dan biaya hidup para Bissu yang tinggal di Bola


(32)

Arajang. Kini mereka dan nasib upacara tersebut hampir seluruhnya tergantung kepada swadaya masyarakat yang makin menyusut dan bantuan pemerintah setempat.

Umumnya waria-waria di Pangkep berprofesi sebagai perias pengantin, sebagai mana juga profesi yang umum dilakoni oleh para waria dimanapun mereka berada. Sekilas tidak ada perbedaan yang menonjol antara Bissu Julehapun lebih memilih profesi ini sebagai ujung tombak menafkahi hidupnya.

II.3 Data Lapangan II.3.1 Hasil Wawancara

Wawancara kepada Bissu Juleha alias Jumaise selaku sebagai ketua komunitas Bissu pada generasi sekarang pada tanggal 26 Desember 2015 bertempat di Bola Arajangdi Kecematan Segeri, Kabupaten Pangkep.

Gambar II.10 Ketua Bissu Sumber: Data pribadi (2016)

Bissu itu dari Bone, kenapa bisa sampai di Segeri sebab Lamarupe Arajang pusakaRakkalasebabPettalaseso matinroyang datang ke Segeri hanyut di Bone mencapai laut lepas tiba-tiba berada di Kerajaan Segeri jadi Bissu Patappuloe disuruh oleh raja Bone untuk mencari Arajang ternyata ditemukan di Segeri setelah itu semua Bissu datang ke Segeri untuk memberi kepastian ternyata memang betul arajang itu ada di Segeri para Bissu mau mengambil kembali


(33)

Arajang itu untuk dibawah kembali ke Bone namun Arajang itu tidak mau kembali ke Bone sehingga para Bissu juga menetap di Segeri itulah kenapa Bissu berada di Kecematan Segeri.

Pada tahun 1985 saya selesai SD suatu hari saya pergi ke acara pernikahan saya ketemu dengan Wa’made dan Jem’ma waktu itulah saya mulai ikut dan diajarkan cara menjadi Bissu pada tahun 1986. Pada waktu itu saya mau menjadi Bissu saya bermimpi selalu pergi ke sungai dan melihat rumah besar yang selalu saya mau naik kerumah itu dan melihat seseorang yang sangat bersih dan selalu menemani.

Pada waktu itu saya bertanya kepada guru berkata itulah tanda tanda di mana kita diperkenalkan oleh Dewatae itulah disebut Bissu Dewatae, guru saya berkata itulah Dewatae yang sering kamu lihat didalam mimpi kamu. Ada juga Bissu tidak memiliki tanda-tanda atau bukan Bissu Dewatae, Bissu yang seperti itu hanya Bissu untuk mencari uang dan tidak bertahan lama pada masanya sedangkan Bissu Dewatae pada saat melakukan Maggiri ada aturan yang harus diikuti. Prosesi adat Mappalili itu Arajang yang harus memulai pertama kali turun sawah disemua kampung di Segeri sebab arajang itu Rakkala dan diarak keliling ke kampung di Segeri setelah itu arajang dibawah turun kesawah setelah selesai arajang dinaikan kembali ke rumah dan dibungkus kain putih itulah Mappalili.

Bissu itu tidak dapat diwariskan, Bissu itu hanya panggilan oleh Dewatae, seandainya keturunan Saidi mempunyai sepupu Calabai yang disebut Muharram yang selalu diajak untuk melakukan upacaraMappalilisetiap melakukan kegiatan acara dia pasti tidak hadir. Pada saat almarhum Saidi masih hidup dia kerap ikut untuk melakukan acara kegiatan Mappalili dan berkata ini lah penerus saya atau Bissu terakhir pada saat Saidi sudah meninggal dunia Muharram tidak pernah lagi muncul untuk melakukan acara Mappalili setiap ada panggilan untuk Mappalili dia tidak pernah datang lagi artinya dia tidak memiliki bakat untuk jadi Bissu atau tidak memiliki tanda tanda untuk menjadi Bissu.


(34)

Kata komunitas itu disebut pada waktu sekarang, dulu Bissu itu menjadi dukun membatu para raja dulu setiap kampung mempunyai Bissu (Calabai), setiap Arajang mau turung rumah semua Bissu datang ke Bola Arajang untuk menghadiriMappalili. Sekarang kenapa disebut komunitas karena mereka semua berkelompok-kelompok.

Semua Bissu sekarang memiliki mata pencarian lain selain menyuguhkan pentas Maggiri yaitu menjadi jasa perias pengantin karena kalau tidak memiliki mata pencarian lain kita juga kesusahan sebab hanya memiliki keahlian merias. Panggilan pentas juga sudah jarang ada panggilan biasanya banyak panggilan untuk mengghibur diacara nikahan sekarang sudah digantikan dengan acara hiburan musik.

II.3.2 Hasil Kuesioner

Data yang didapat dari hasil kuesioner dengan memberikan responden kepada masyarakat Sulawesi Selatan perihal pengetahuanya terhadap kebudayaan Bissu pada Rabu, 6 April 2016 pada pukul 10.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB dengan memberikan kuesioner melalui view online dari hasil yang di dapan sebanyak empat puluh masyarakat Sulawesi Selatan.

II.3.2.1 Komposisi Responden Berdasarkan Usia

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada responden berdasarkan usia, sebagian besar responden adalah berusia 18-25 tahun sebanyak 29 orang 70%, usia 12-17 tahun sebanyak 4 orang 10%, usia 26-35 tahun sebanyak 10 orang 20%. Komposis responden berdasarkan usia dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel II.1 Komposisi responden berdasarkan usia Sumber: Data kuesioner (2016)

No Usia Jumlah Persentase (%)

1 12-17 tahun 4 10%

2 18-25 tahun 29 70%

3 26-35 tahun 10 20%


(35)

II.3.2.2 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada responden berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar responden adalah laki-laki sebanyak 35 orang 80%, prempuan sebanyak 9 orang 20%. Komposis responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel II.2 Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin Sumber: Data kuesioner (2016)

No Jenis kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Laki-laki 35 80%

2 Prempuan 9 20%

Total 44 100%

II.3.2.3 Komposisi Responden Berdasarkan Suku

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada responden berdasarkan suku yang berada di Sulawesi Selatan, sebagian besar responden adalah suku Bugis sebanyak 23 orang 50%, suku Makassar sebanyak 9 orang 20%, suku Bugis Makassar sebanyak 12 orang 30%. Komposis responden berdasarkan suku dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel II.3 Komposisi responden berdasarkan suku Sumber: Data kuesioner (2016)

No Jenis kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Bugis 23 50%

2 Makassar 9 20%

3 Bugis Makassar 12 30%

Total 44 100%

II.3.2.4 Komposisi Responden Berdasarkan Tahu Tentang Bissu Bugis

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada responden berdasarkan tahu tentang Bissu Bugis, sebagian besar responden menjawab Ya sebanyak 22 orang 55%, Tidak sebanyak 20 orang 20%. Komposis responden berdasarkan tahu tentang Bissu Bugis dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:


(36)

Tabel 2.4 Komposisi responden berdasarkan tahu tentang Bissu Bugis Sumber: Data kuesioner (2016)

No Kabupaten Jumlah Persentase (%)

1 Ya 24 55%

2 Tidak 20 45%

Total 44 100%

II.4 Khalayak

Secara umum masyarakat masih banyak yang tidak mengetahui kebudayaan Bissu sangat penting untuk dilestarikan. Makassarterkini.com (seperti dikutip Asiz Kuba, 2016) Saat ini, komunitas Bissu mendiami tanah Segeri, Pangkep dengan jumlah yang tersisa sebelas orang. Walau tak lagi hidup dari kerajaan, namun eksistensi mereka masih bisa dilihat dari pertunjukan dalam berbagai kegiatan pemerintah daerah.

Nasib Bissu tak seperti lagi dalam kerajaan dizamannya. Apa lagi sejak sepeninggalan pemimpin Bissu, Puang Matoa Bissu Saidi, mereka seperti krisis kepemimpinan dan dengan jumlah yang tidak bertambah. Kehidupannya pun terlihat miris untuk menyambung hidup dan mempertahankan komunitas. Berikut beberapa fakta tentang Bisssu Pangkep versi Makassarterkini.com, dibawah ini: 1. Ritual Berkurang, Job Minim

Upacara Mappalili di Kecamatan Segeri ini menjadi perhatian banyak media nasional maupun internasional, begitu juga peneliti maupun turis. Banyak dari mereka yang sengaja datang ke Pangkep hanya untuk momentum sekali setahun ini. Sayangnya, kegiatan ini tidak dimasukkan sebagai kalender wisata oleh pemerintah setempat.

2. Menjunjung Tinggi Ajarannya

Saat ini, meski sudah hidup diluar Arajang, para Bissu masih memegang teguh ajarannya, khususnya dalam upacara-upacara. Seperti menggunakan bahasa Bugis kuno baik dalam keseharian maupun menjadi mantra, menggunakan pakaian khas dan senjata pusaka.


(37)

3. Terancam punah

Persoalan yang juga dihadapi komunitas ini adalah tidak ada regenerasi. Bukan hal yang gampang menjadi Bissu, dibutuhkan waktu bertahun-tahun menjadi pembantu Bissu dan harus mendapat wangsit sebelum resmi menjadi Bissu. Tapi syarat utama yaitu, sebelum menjadi pembantu Bissu seseorang harus menjadi waria atauCalabaidulu.

4. Bekerja di Salon

Untuk bertahan hidup Bissu tak lagi mendapat subsidi dari kerajaan sepeti dulu. Mereka kini hidup dari berbagai profesi seperti, tukang rias pengantin, bekerja di salon, petani, dan menjadi penghibur jika ada undangan mengisi acara.

II.5 Analisis

Bissu Bugis merupakan kebudayaan yang masih memegang teguh ajaran sampai sekarang dan bertahan diarus derasnya perekonomian tanpa adanya kerajaan yang memeganya dengan Bissu yang masih bertahan sampai sekarang menjadikan gambaran sebagai kebudayaan sosial yang berperilaku kelompok dan megandung maknaMalebbidanMalempu, yaitu kemuliaan dan kejujuran.

Proses pemaknaan tersebut sangat bergantung pada pemahaman dan pengalaman individu agar dapat menginterpretasi sebuah makna, untuk itu dibutuhkan sebuah orientasi yang dapat menggambarkan konsep kehidupan sosial yang ideal. Selama ini upaya pengenalan makna-makna tersebut masih menggunakan media cetak yaitu buku, namun jika ditinjau dari karakteristik media informasi tersebut belum dapat mengakomodir seluruh kebutuhan informasi yang hendak disampaikan. Masyarakat juga berperan penting dalam melestarikan tidak hanya melihat dari sisi fisik dan kelebihan sehingga kebudayaan yang masih ada menjadikan suatu hal yang sangat penting demi menjaga keberlangsungan sistem kemasyarakatan yang rukun dan damai dari nilai-nilai budaya yang masih ada didalam kehidupan masyarakat.


(38)

II.6 Resume

Bissu adalah pelestarian tradisi, adat budaya, serta kepercayaan lama yang dianut oleh masyarakat bugis kuno dengan upacara ritual yang dipercaya sebagai kekuatan supranatural. Bissu yang disebut pendeta Bugis kuno, para Bissu di tanah Bugis sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Naskah I La Galigobanyak mengungkap tentang keberadaan Bissu dalam budaya Bugis, yang konon sebagai pendamping dan pelengkap kedatangan para tokoh utama dari langit.

Pengetahuan-pengetahuan warisan Bugis kuno itu mereka pertahankan dan aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan upacara orang Bugis, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat Bissu memiliki bahasa sendiri untuk berkomunikasi dengan para Dewatae. Bissu adalah kebudayaan Indonesia yang patut di jaga dan diperkenalkan maka perlu media informasi melalui audio visual sebagai informasi mengenai Bissu dalam kebudayaan Indonesia dan kehidupan sosial budaya Bissu yang belum diketahui masyarakat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dapat mengenal dan lebih mengetahui segala hal yang terkait dengan Bissu.


(39)

BAB III.STRATEGI PERANCANGAN & KONSEP DESAIN III.1 Strategi Perancangan

Strategi perancangan merupakan sebuah perencanaan secara meyeluruh mengenai gagasan dan eksekusinya untuk mencapai sebuah target dengan menganalisa dan menemukan solusi yang tepat bagi sebuah objek permasalahan. Pentingnya mengatur strategi perancangan. Dalam sebuah strategi perancangan dibutuhkan gagasan yang tepat dan efektif untuk penyampaian tujuan hasil dari penyampayan informasi yang baik dan sampai dengan sebagai mana mestinya. Untuk itu dalam perancangan film dokumenter ini memeberikan informasi sosok Bissu yang masih ada di Kabupaten Pangkep.

III.1.1 Khalayak Sasaran

Sasaran perancangan membidik remaja Kabupaten Pangkep secara khusus dan remaja Indonesia secara umum yang berindikasi berdasarkan segmentasi, consumer insightdanconsumer journey.

III.1.1.1 Segmentasi Demografis

Khalayak sasaran yang di tujuh adalah: Khalayak sasaran: Remaja

Usia : 18 - 25 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki dan Perempuan Status ekonomi : Semua kalangan

Pekerjaan : Mahasiswa

Alasan memilih remaja menjadi khalayak sasaran karena pada remaja masih banyak yang belum memahami kebudayaan yang harus dijaga agar tidak terancam punah dan menjadi cerita buat anak cucu.

Geografis

Dari segi geografis khalayak sasaran adalah daerah Sulawesi Selatan yang khususnya di wilayah Kota Makassar dan meliputih masyarakat di seluruh wilayah Indonesia dan menarik wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia.


(40)

Psikografis

Kotler (2002) menjelaskan “pola hidup seseorang di dunia yang di ekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya” (h.192). Sehingga mengikuti gaya hidup dari khalayak sasaran.

II.1.1.2Consumer Insight

Hasil pengamatan mengenai latar belakang tindakan, khalayak sasaran yang dituju adalah mahasiswa yang mau mencari informasi kebudayaan. Berikut consumer insightdari khalayak sasaran:

 Adanya keingin tahuan tentang kebudayaan Sulawesi Selatan.

 Memiliki aktifitas di jejaring sosial dan media elektronik untuk memperoleh informasi.

II.1.1.3Consumer Journey

Untuk menentukan cara penyampaian ide yang sudah dibentuk kedalam media-media yang akan digunakan maka diperlukan perencanaan yang baik agar mendapatkan interaksi yang menjangkau sasaran dengan tepat maka diperlukan daftar aktifitas dari khalayak sasaran. Consumer journey inilah yang nantinya akan digunakan untuk aplikasi dari media yang telah dibentuk.

Tabel III.1Consumer journey Sumber : Data pribadi (2016)

Waktu Kegiatan Tempat Point Of Contact

Pagi

(05.00-07.00) Bagun tidur melihat pesanmasuk dismartphone Kamar smartphone

Pagi

(07.00-08.00) Berangkat ke tempataktivitas Jalan Angkot, motor, bentor Siang

(09.00-13.00) Belajar dan berintraksisosial Kampus Komputer, buku, madingkampus, x benner Siang

(14.00-14.30) Pulang dan berangkat kecafe Jalan Angkot, motor, bentor,bilboard, spanduk Siang

(14.30-17.00) Berdiskusi bersama teman Cafe Smartphonekaos , brosur, televisis, Sore

(17.00-18.30) Pulang ke rumah Jalan Angkot, motor, bentor Malam


(41)

III.1.2 Strategi Komunikasi

Dalam menyampaikan pesan agar dapat diterima dengan baik dan dimengerti oleh khalayak sasaran, maka harus menggunakan media yang tepat. Komunikasi melalui media film dokumenter agar khalayak sasaran melihat kebudayaan yang masih ada di Kabupaten Pangkep yang masih bisa bertahan. Dari arus derasnya waktu yang semakin terlupakan maka dari ini akan memberikan informasi mengenai kehidupan Bissu di masa sekarang yang mulai terpinggirkan dengan upacara adatnya.

III.1.2.1 Pendekatan Verbal

Pendekatan verbal yang dilakukan agar pesan atau tujuan dari Informasi yang ingin disampaikan tepat sasaran maka akan dilakukan perancangan film dokumenter dengan menampilkan seorang Bissu yang sedang diwawancarai dengan menjelaskan kehidupanya sekarang dan memperlihatkan Maggiri-nya, dengan menggunakan Bahasa Indonesia formal dan informal secara sederhana dan juga sedikit Bahasa daerah (Bahasa Bugis), hal ini disesuaikan dengan data yang didapat dari sumber tersebut.

III.1.2.2 Pendekatan Visual

Pendekatan Visual yang diperlihatkan dalam film dokumenter yang menjelaskan kehidupan Bissu di Kabupaten Pangkep, yang berhubungan dengan kejelasan penyampaian informasi dengan memberikan kesan sederhana dan apaadanya sebagaimana sebuah film dokumenter kebudayaan. Diharapkan penyampaian informasi dapat tersampaikan dengan tepat pada setiap orang yang melihatnya. Dengan pengampilan sudut pandang (angle) kamera, menggunakan banyak teknik close up, medium close up dan Penambahan efek-efek pada visual serta menggunakan tehnik dan sudut pandang pengambilan gambar membuat tampilan visual lebih menarik dilihat, menggugah perasaan, dan mendukung kesan serta maksud dari setiap adegan.

III.1.2.3 Pesan

Dalam perancangan film dokumenter Bissu di Kabupaten Pangkep bertujuan untuk memberikan informasi kehidupan Bissu dimasa sekarang setelah tidak


(42)

adanya kerajaan, memberikan pengetahuan bahwa Bissu masih memegang teguh ajarannya, dan memberitahukan informasi Bissu adalah kebudayaan yang patut diketahui oleh masyarakat dan wisatawan.

III.1.3 Mandatory

Peran pemerintah dalam melestarikan kebudayaan, peran pemerintah harus ikut mengarahkan. Perlu adanya peran pemerintah yang secara optimal dan mendalam untuk melestarikan kebudayaa, maka peran pemerintah yang mendukung dengan pelestarian kebudayaan adalah Dinas pemerintah Kota Makassar sekaligus yang mendukung masuk dalam pemutaran sebuah acara.

Gambar III.1 Logo Pemerintah Kota Makassar Sumber:

http://makassarkota.go.id/foto_berita/13LOGO%20KOTA%20MAKASSAR %20copy.jpg (Diakses pada 17/06/2016)

Makassar Tradisional Games Festival (MTGF) merupakan sebuah acara yang baru dilaksanakan pada tahun 2015 dengan bekerja sama dengan Pemerintah Kota Makassar dan akan diselenggarakan lagi pada tahun 2016 sebagai pelestari kebudayaan yang dilaksanakan setiap tahun.

Makassar Tradisional Games Festival (MTGF) berlangsung selama dua hari yaitu hari Sabtu dan Minggu dengan berbagai rangkaian program acaranya, salah satunya ialah pertunjukkan seni, seperti paduan suara, tarian kreasi, dan permainan tradisional Mandar, Makassar, Toraja dan bugis. Acara ini menjadi momentum yang tepat dalam penyaluran media utama, dimana khalayak sasaran berkumpul untuk memeriahkan acara dan mengigat permainak dimasa kecil sekaligus sebagai hiburan.


(43)

Gambar III.2 Poster Makassar Tradisional Games Festival (MTGF) 2015 Sumber: http://mtgf.makassarevent.org/ (Diakses pada 12/06/2016) III.1.4 Strategi Kreatif

Perancangan film menggunakan rekayasa penyusunan adegan sehingga membentuk satu kesatuan film yang dramatis namun tetap mengutamakan unsur informasinya. Perancangan film memperlihatkan daya tarik daerah Pangkep dari keindahan alam, artistik lokasi, popularitas tokoh, keunikan perilaku sosial, keadaan menegangkan, suasana mencekam, kebudayaan Bugis yang masih ada dan rasa kedekatan khalayak sasaran dengan teknik visualisasi yang tepat.

Rancangan penggambaran suasana desa di Pangkep yang memperlihatkan suasana warga dengan kegiatan sehari-hari, rancangan penggambaran suasana alam menggunakan teknik timelapse yang memperlihatkan suasana alam Kabupaten Pangkep. Dalam perancangan media informasi Bissu Bugis yang dibuat juga beberapa strategi kreatif untuk menarik minat khalayak sasaran diantaranya.

III.1.4.1Copywriting

Perancangan film menggunakan judul “Bissu Bugis’” dengan taglineThe saint of Bugis” dengan arti orang suci dari bugis, bertujuan agar dapat menjadi informasi tentang pembahasan film secara keseluruhan. Tagline dirancang agar dapat menjelaskan sudut pandang pembahasan film dan juga sekilas memberikan pernyataan singkat dari gambaran keseluruhan konteks film. Judul dan tagline merupakan satu kesatuan dimana tagline menjadi kalimat yang menjelaskan judul.


(44)

Berikut ini penjabaran arti kata dan maksud judul dantaglinefilm:

 Bissu Bugis: menjaga pusaka-pusaka kerajaan serta menjadi penghubung interdimensional antara manusia dan tuhan.

Saint(Orang suci): 1 manusia bersih; 2 murni (hati, batin)

Of (dari): 1 kata menyatakan tempat (ruang, waktu); 2 sejak, mulai  Bugis: Suku yang sangat menjunjung tinggi harga diri dan martabat.

III.1.4.2Storyline

Perancangan storyline dilakukan untuk menguraikan naskah menjadi sebuah perancangan film yang informatif dan memiliki keterkaitan pada tiap-tiap adegan visual pada pengambaran film yang dibuat, berikut ini rancangan storylinedalam film Bissu Bugis:

 Suasana perkampungan desa di Kabupaten Pangkep  Penggambaran kegiatan sehari-hari di pedesaan  Penggambaran kegiatan sehari-hari Bissu  Penggambaran figur seorang Bissu  Wawancara seorang Bissu

 Bissu melakukan persiapan untuk pentas  Perjalanan menuju tempat pementasan  Visual matahari terbenam

 Persiapan pemain musik  Bissu melakukan tarian  AtraksiMaggiri

 Penggambaran sosok figur seorang Bissu  Pengambaran daerah Kabupaten Pangkep

III.1.4.2Storyboard

pembuatan storyboard mengikuti dari hasil susunan storyline dengan bertujuan untuk memudahkan dalam pengambilan gambar, sutradara, kameramen, editor dan seluruh kru yang terlibat didalam pembuatan film. Dan memberikan arahan kepada pelaku/aktor dan kameramen pada saat akan mengambil gambar agar sesuai dengan cerita yang diinginkan.


(45)

Gambar III.3StoryboardFilm Bissu Bugis Sumber: Data pribadi (2016)

III.1.5 Strategi Media

Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan, agar pesan tersampaikan dengan baik dan jelas serta mudah dimengerti maka pemilihan media berdasarkan penilitian lapangan terhadap khalayak sasaran yang berada di daerah Kabupaten Pangkep. Media tersebut adalah media utama dan media pendukung.

III.1.5.1 Media Utama

Penentuan film sebagai media utama pengantar informasi berdasar pada pengamatan mengenai kegiatan aktifitas remaja saat ini yang akrab dengan sumber informasi berbasis teknologi seperti media sosial, salah satunya Youtube. Hal tersebut sesuai dengan bentuk informasi yang terdiri dari audio dan visual yang dapat menceritakan sebuah realitas, film merupakan media yang tepat untuk memberiakan informasi.

Keberhasilan film dokumenter dalam menyampaikan informasi tentang sebuah realitas yang dapat menjadi tolak ukur untuk masyarakat dan juga dapat membangkitkan kecintaan terhadapat budaya sebagai contoh terlihat dalam sebuah film Badik Titipan Ayah.


(46)

GambarIII.4Screenshot sceneFilm Badik Titipan Ayah

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=vr_6kyfE9ds (Diakses pada 14/06/2016)

III.1.5.2 Media Pendukung

Media pendukung berfungsi sebagai sarana mempromosikan media utama, bersifat sebagai media pendukung untuk memberitahukan keberadaan film dokumenter tersebut kepada masyarakat, melengkapi serta mempermudah menyampaikan informasi kepada khalayak sasaran. Media pendukung dalam film dokumenter “Bissu Bugis” ini adalah:

1. Poster

Poster berfungsi sebagai media yang menginformasikan tentang keberadaan media utama dan bagaimana khalayak sasaran tujuan dibuatnya poster adalah untuk mengajak, membujuk atau menghimbau untuk memberitahukan sesuatu seperti yang telah ditulisakan dan digambarkan didalam poster tersebut. Untuk itu poster di pasang di tempat yang begitu strategis seperti jalan-jalan utama, kampus, dan tempat keramayan lainnya.

Gambar III.5 Poster Penayangan Film Sumber:

http://www.tifafoundation.org/wp-content/uploads/2013/12/poster_FA.jpg (Diakses pada 15/06/2016)


(47)

2. Oneway Vision

Oneway vision sangat efektif digunakan sebagai promosi untuk film, untuk menjangkau khalayak sasaran terutama untuk dijalan, oneway vision hanya menempatkan pada mobil angkot atau mobel pribadi sehingga khalayak yang berada di jalan melihatnya.

Gambar III.6Oneway Visionpada angkot

Sumber: https://i.ytimg.com/vi/UXD5ikJ0Pgs/hqdefault.jpg (Diakses pada 15/06/2016)

3. Jejaring Sosial

Penggunaan jejaring sosial sebagai pengantar media secara digital, berdasarkan kebiasan khalayak sasaran yang beraktifitas di sosial dan berkomunikasi menggunakan jejaring sosial yang diakses dengan smartphone. Selain itu, jejaring sosial memiliki kemampuan menyampaikan informasi secara cepat. Youtube sebagai sarana media khususaudio visualsudah dimanfaatkan dengan baik oleh khalayak sasaran.

Gambar III.7Screenshotlaman saluran Youtube

Sumber: https://www.youtube.com/user/TheIndonesiaTravel (Diakses pada 15/06/2016)


(48)

Facebook sebagai sarana kedua pengantar media secara Digital karena Facebook dapat menginformasikan media berbentuk audio visual, selain itu popularitas Facebook sebagai sarana interaksi sosial dan berbagi infomasi sudah populer di aktivitas khalayak sasaran saat ini.

Gambar III.8ScreenshotLaman facebook

Sumber: https://www.facebook.com/ (Diakses pada 15/06/2016) 4. X Banner

Penggunaan X-Banner bisa berfungsi digunakan untuk berbagai macam kebutuhan yang sifatnya menyampaikan informasi atau mempromosikan maupun daya tarik kepada orang yang melihatnya. X-Banner dapat memberikan informasi tempat pemutaran film Bissu Bugis dan mengarahkan khalayak sasaran ke lokasi pemutaran film.

Gambar III.9X-Banner

Sumber: http://www.fahnenfleck.co.za/wp-content/uploads/2014/10/x-banner.jpg (Diakses pada 15/06/2016)


(49)

5. Merchandise

Merchandise berfungsi sebagai media yang diharapkan dapat menyegarkan kembali tentang pesan yang disampaikan melalui film Bissu Bugis. Merchendise dipilih berdasarkan pengamatan mengenai benda-benda yang paling sering ditemui dan mudah dilihat oleh orang lain dan khalayak sasaran setiap harinya. Media pengingat yang digunakan sebagai merchandise yaitu kaos.

Gambar III.10MerchandiseKaos Sumber:

http://kanzaswalayan.com/wp-content/uploads/2014/03/FJ-4322-Hitam.png (Diakses pada 15/06/2016)

6. Kemasan dan labelCompact Disc(CD)

Kemasan berfungsi untuk menempatkan berkas film Bissu Bugis dalam bentuk kepingan CD sehingga dapat di nonton kembali oleh khalayak sasaran.

Gambar III.11 Kemasan dan labelCompact Disc(CD) Sumber:

http://g02.a.alicdn.com/kf//Dhl-500-unids-lote-13-5-14-5-cmThick-Kraft-papel-C D-disco-sobres-para-2.jpg (Diakses pada 15/06/2016)


(50)

III.1.6 Strategi Distribusi

Strategi jadwal ditribusi untuk media utama dan media pendukung akan di distribusikan berdasarkan jenis media dan waktu untuk sebarkan. Berikut ini jadwal penyebaran medianya:

Tabel III.2 Jadwal Pendistribusian Media Sumber: Data pribadi (2016)

No Daftar Media SEP TAHUN 2016OKT NOV III IV I II III IV I II 1 Poster

2 Oneway Vision

3 PosterDigital(Facebook)

4 Trailer Film (Facebook & Youtube) 5 X-Banner

6 Film (MTGF 2016) 7 Merchandise 8 Film (Youtube)

 Poster dan Oneway vision akan di sebarka pada tanggal 24 September - 23 Oktober 2016 di daerah sekitar Makassar.

Trailer film mulai diunggah ke Youtube pada tanggal 23 Oktober 2016 oleh saluran Indonesia.Travel, kemudian akan diteruskan ketimeline Facebook oleh akun Indonesia.Travel dan Dinas KOMINFO Kota Makassar.

 X-Banner akan di tempatkan didepan pintu masuk pemutaran film pada Minggu, 23 Oktober 2016, peneyangan film dapat memberikan petunjuk di Fort Rotterdam Makassar.

 Film ditayangkan perdana pada acara Makassar Tradisional Games Festival (MTGF) 2016, Minggu, 23 Oktober 2016 pada pukul 19.00 WITA, di Fort Rotterdam Makassar.

 Setelah dan sebelum penayangan, Merchandise mulai dipasarkan kepada penonton dengan harga delapan puluh lima ribu pada stand pada pintu masuk pemutaran film dan secaraonline.

 Film dapat diakses secara bebas di Youtube pada saluran Indonesia.Travel pada tanggal 15 November 2016.

Media pendukung Media utama


(51)

III.2 Konsep Desain

Konsep visual film dan sarana penyampaiannya merupakan rangkaian rancangan informasi visual yang dibangun melalui komposisi, teknik, tipografi, warna dan Audiosebagai menambah suara untuk lebih menambah dramatis.

III.2.1 Format Desain

Fachruddin (2012) menjelaskan “Penempatan unsur-unsur gambar kedalam frame yang bertujuan menempatkan objek pada komposisi yang baik” (h.154). Komposisi fotografi yang digunakan pada rancangan film, yaiturule of thirdsdan framing.

1. Rule of thirds

Fachruddin (2012) menjelaskan “Penempatan unsur-unsur gambar dengan perpotongan garis vertikal dan horizontal merupakan titik perhatian pemirsa dalam menyaksikan suatu adegan. interest point of object sebaiknya ditempatkan pada titik-titik perpotongan tersebut” (h.155). Dengan penggunaanrule of thirdsbertujuan fokus pengamatan lebih tertujuh.

Gambar III.12 Penggunaan KomposisiRule of Thirds Sumber: Data pribadi (2016)

2. Framing

Fachruddin (2012) menjelaskan “Mata pemirsa tertuju pada objek foto, selain itu menggunakan framing akan memberikan efek ruang tajam pada foto yang dihasilkan” (h.155). Framing bertujuan untuk mengarahkan point of interest pada area dalamframe.


(52)

Gambar III.13 PenggunaanFraming Sumber: Data pribadi (2016) III.2.2 Sudut Kamera

Sudut kamera menentukan penyampaiyan informasi dengan adegan film dapat tersampaikan atau tidak dan juga menentukan kesan yang dimuat dalam ruang shot. Fachruddin (2012) menjelaskan “Pastikan bahwa kamera seolah-olah mewakili mata penonton untuk melihat suatu adegan di lokasi peristiwa” (h.149). Jenis-jenis sudut kamera pada rancangan film, yaitu high angle, eye leveldanlow angle.

1.High angle

Fachruddin (2012) menjelaskan “Sudut pengambilan gambar tepat diatas objek, pengambilan gambar seperti ini memiliki arti yang dramatik yaitu kecil atau kerdil” (h.153). Pengambilan gambar dengan meletakan tinggi kamera diatas objek mata orang.

Gambar III.14 Sudut KameraHigh Angle Sumber: Data pribadi (2016)


(53)

2.Eye Level

Fachruddin (2012) menjelaskan “Pengambilan gambar ini mengambil sudut sejajar dengan mata objek, tidak ada kesan dramatik tertentu yang didapat dari eye level ini, yang ada hanya memperlihatkan pandangan mata seseorang yang berdiri” (h.154). Sudut kamera dari posisi yang sejajar dengan objek yang bertujuan untuk memberikan kesan yang normal.

Gambar III.15 Sudut KameraEye Level Sumber: Data pribadi (2016) 3.Low Angel

Sudut kamera low angle dilakukan dari posisi yang lebih rendah dari objek yang bertujuan untuk memberikan kesan psikologi yang ingin disajikan adalah objek tampak berwibawah.

Gambar III.16 Sudut KameraLow Angle Sumber: Data pribadi (2016)


(54)

III.2.3 Huruf

Tipografi pada perancangan film Bissu Bugis digunakan pada tagline, credit title dan juga pada media pendukung film. Penggunaan typeface berjenis sans serif yaitu Myanmar Text bertujuan untuk memberikan kesan yang moderen, kontenporer dan efisien.

Gambar III.17TypefaceMyanmar Text

Sumber: http://www.myfontfree.com/mmrtextb-myfontfreecom126f142872.htm (Diakses pada 1/06/2016)

Lontara Bugis-Makassar merupakan sebuah huruf yang dianngap keramat atau sakral bagi masyarakat bugis klasik. Itu dikarenakan dalam La Galigo ditulis menggunakan huruf lontara. Huruf lontara tidak hanya digunakan oleh masyarakat Bugis tetapi huruf lontara juga digunakan oleh masyarakat Makassar.

Gambar III.18 Aksara Lontara Sumber:

https://3.bp.blogspot.com/-X4F03OmBlzg/VzAmI1NcaaI/I5cV1DLb7lorowOkre nLTKuBQNSMCPAagCLcB/s1600/Aksara%2BLontara.jpg (Diakses pada


(55)

Tipografi yang digunakan pada judul film Bissu Bugis font Lontara sebagai identitas film Bissu Bugis yang menyerupai dari aksara lontara bugis. Dengan aksara lontara Bugis lalu di modifikasi menjadi typeface Lontara yang di buat dengan huruf alfabet.

Gambar III.19TypefaceLontara

Sumber: http://www.dafont.com/lontara.font (Diakses pada 1/06/2016) III.2.4 Warna

Untuk pemilihan warna sendiri, simbol-simbol yang dibaut atas daun sirih menggunakan beras ketan dengan empat warna, masing-masing hitam symbol tanah, merah symbol api, kuning symbol angin, dan putih symbol air. warna menciptakan kesan tersendiri bagi orang yang menyaksikannya.

Gambar III.20 Beras empat warna Sumber:

https://shamawar.files.wordpress.com/2012/05/tl-kelengkapan-upacara-2.jpg (Diakses pada 13/07/2016)

Dalam teori Brewster, warna komplemeter adalah pasangan warna yang saling bersebrangan dalam roda warna. Kombinasi warna tersebut menghasilkan hubungan yang kontras dan kuat sehingga dapat menarik perhatian mata manusia. Prinsip kombinasi warna tersebut kemudian diaplikasikan pada setiap gambar


(56)

dalam film dengan menggunakan warna biru pada film. Warna kuning yang bersimbol angin dan putih di simbolkan air dari warna ini di gunakan sebagai subtitledancredit title.

Gambar III.21 Warna Sumber: Data pribadi (2016) III.2.6 Audio

Dalam sebuah video atau film, audiomerupakan hal yang sangat penting, karena tanpa sebuah audio pesan yang akan disampaikan akan mengalami kesulitan dalam penyampaian pesannya, dan jenis audioyang akan digunakan pada media film dokumenter Bissu Bugis terdiri dariaudiodari Bissu yang diwawancarai dan intro dari beberapa alat musik yang di mainkan pada saat melakukan Maggiri yang akan digunakan pada film dokumenter Bissu Bugis.Contoh alat musik yang digunakan:

1. Gong

Alat musik yang terbuat dari logam yang mengeluarkan suara “Gong.Gong” ini ketika dipukul juga sering digunakan untuk acara pentas seni dan adat istiadat.

Gambar III.22 Gong Sumber:

https://3.bp.blogspot.com/-UwakAu6k3GAQlSnC4QG0z4/s640/Gong.png (Diakses pada 16/05/2016)


(57)

2. Gendang

Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar seperti rebana.

Gambar III.23 Gendang Sumber :

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbmakassar/wp-content/uploads/sites/32/2 015/05/f.jpg (Diakses pada 16/05/2016)


(58)

BAB IV. MEDIA & TEKNIS PRODUKSI IV.1 Media Utama

Media utama adalah film dokumenter (Bissu Bugis - The Saint Of Bugis) yang berdurasi sembilan menit dengan mencerita sebuah kehidupan Bissu dimasa sekarang dan pementasanMaggiriBissu.

IV.1.1 Pra Produksi

Pra produksi adalah tahapan awal sebelum memulai pembuatan film Bissu Bugis untuk memastikan tahapan produksi berjalan sesuai dengan yang telah ditentukan dalam perancangan. Adapun tahapan-tahapan pra produksi yang harus dilakukan, yaitu penyusunan riset, penyusunan kerangka film, penentuan lokasi, penyesuaian jadwal dan pemilihan peralatanshooting.

IV.1.1.1 Riset

Tahapan riset dilakukan untuk memahapi materi dilapangan untuk memahapi permasalahan dan pencapayan. Riset yang sudah dilakukan yaitu mencari informasi dibuku dan internet, hasil lapangan dengan melakukan kuesioner dan wawancara kepada orang-orang terkait.

IV.1.1.2 Penyusunan Kerangka Film

Penyusunan kerangka film dilakukan dari hasil riset yang telah di dapat dan hasil rancagan film yang dibuat dengan membuat storyline, shotlist dan storyboard akan menjadi hasil dari kegiatan pra produksi yang selanjutnya akan dikembangkan ditahap produksi.

Storyline

Storylinemerupakan naskah yang dibuat dalam bentuk serangkai gambar, yang seakan–akan memberikan gambaran nyata tentang naskah tersebut dan digunakan sebagai buku panduan pembuatan film.


(59)

Shot List

Shot list merupakan sebuah daftar rincian kebutuhan shot dan camera movement hasil penguraian dari storyline yang berfungsi untuk mendapatkan visual yang paling tepat dari setiap adegan.

Storyboard

Storyboard bertujuan untuk untuk memudahkan dalam pengambilan gambar dan memandu, sutradara, kameramen, editor dan seluruh kru yang terlibat didalamnya. Dan memberikan arahan saat akan mengambil gambar agar sesuai dengan cerita yang diinginkan.

IV.1.1.3 Penentuan LokasiShooting

Tahapan penentuan lokasishootingfilm menyesuaikan dari tempat tinggal Bissu, yaitu di Desa Kanaungan, Kabupaten Pangkep, Sulawesi selatan. Selain lokasi utama film juga melibatkan suasana di pedesaan tersebut.

Gambar IV.1 LokasiShootingFilm Bissu Bugis Sumber: Data pribadi (2016)

IV.1.1.4 Penentuan PeralatanShooting

Penentuan penggunaan peralatan shooting dilakukan dengan menyesuaikan pada storyboard. Perlengkapan shooting pada film Bissu Bugis, yaitu kamera, lensa, microphone, tripod, lightingdan alat-alat pendukungnya.


(60)

1. Kamera

Kamera menggunakan Digital SLR (single-lens reflex) Nikon D610 dengan spesifikasi model type full frame, max images resolution 24.3-megapixel, movie format MOV (video: H.264), dan recording size 1920x1080 (full HD). Kamera jenis ini merupakan sebuah Kamera SLR FX Format dengan performa fotografi menggunakan cahaya rendah yang sangat baik digunakan.

Gambar IV.2 Kamera DSLR

Sumber: http://www.nikon.co.id/ (Diakses pada 15/06/2016) 2. Lensa

Lensa digunakan untuk menyesuaikan kebutuhan yang digunakan untuk membuat kesan yang diinginkan. Penggunaan lensa padashotfilm Bissu Bugis, yaitu:

Lensa zoom standar (18-70mm), untuk melihat gambar yang sesuai dengan penglihatan mata secara normal.

Lensafixed/prime (50mm), untuk pengambilan gambar yang lebih detail dan tajam.

Gambar IV.3 Lensa Nikon


(61)

3. Microphone

Microphoneberfungsi untuk menangkapaudioyang dibawa oleh visual sebuah shot, audio yang tertangkap berupa suara dari suasana dan permainan alat musik yang digunakan. Maka sangat penting untuk menggunakan microphone yang baik agaraudio dapat tertangkap sempurna. Pada film Bissu Bugisaudio yang digunakan adalah Rode Video Mic.

Gambar IV.4Microphone Rode

Sumber: http://cdn2.rode.com/images/products/videomicpro/gallery/1.jpg (Diakses pada 15/06/2016)

4. Tripod

Alat ini digunakan untuk mengambil gambar still yaitu pada pengambilan gambar pada saat wawancara dan untuk menciptakan suasana yang tenang. Alat ini sangat membantu sekali agar gambar yang diambil tidak goyang.

Gambar IV.5 Tripod Sumber:

http://www.bhphotovideo.com/images/images2500x2500/magnus_vt_300_video _tripod_w_2_way_842090.jpg (Diakses pada 15/06/2016)


(62)

5. Lighting

Lightingberfungsi dalam membantu pencahayaan jika keadaan lokasi shooting sangat minim cahaya atau berfungsi untuk memberi fill pada objek. Pada film Bissu Bugis lighting yang digunakan ialah LED (Light Emitting Diode) portable, jenis ini sangat simpel karna tidak menggunakan listrik dan filter warna dapat diubah.

Gambar IV.6 LEDPortable

Sumber: http://www.aliexpress.com/ (Diakses pada 15/06/2016)

IV.1.2 Produksi

Proses produksi shooting yang sesuai dengan konsep dan lokasi yang telah ditentukan dan storyline dan storyboard yang telah ditetapkan maka pengambilang gambar dilakukan

.

IV.1.2.1Shooting

Proses shooting film Bissu Bugis pengambilan gambar berpatokan pada storyboard yang telah dibuat pada pra produksi sebagai gambaran dalam film Bissu Bugis. Berikut iniscreenshootdari hasilshootingyang dilakukan.


(63)

Tabel IV.1Screenshoot Sumber : Data pribadi (2016)

No Screenshoot Keterangan

1

Suasan yang menggambarkan kegiatan sehari-hari warga desa yang menjadi gambaran suasana asri di pedesan.

2

Bissu dengan kegiatan sehari-harinya yang

memperlihatkan kerukunan sesama seorang Bissu.

3

Wawancara dengan Puang Lolo yang menceritakan bagaiman menjadi seorang Puang Lolo Bissu dan kegiatan yang sekarang dilakukan.

4

Puang Lolo bersiap-siap

berpakayan dengan menggunakan pakayan adat Bissu yang yang memiliki arti suci.

5

Para Bissu keluar dari rumah Puang Lolo untuk bersiap melakukan pementasan maggiri untuk menghormati dewa mereka.

6

Pengambilang gambar sunrise dari dermaga yang menciptakan keindahan alam Kabupaten Pangkep dan Kepulawan


(64)

7

Alat musik mulai bermain yang menandakan Bissu bersiap menari untuk melakukan tari maggiri dengan salah satu alat musik gendang.

8

Bissu mulai menari-nari untuk yang memberikan untuk persembahan dewa para Bissu.

9

Bissu memperlihatkan kekebalan mereka dalam tarian dengan menusuk nusukan keris kekulit mereka.

10

Bissu mengakhiri permainan dan tarian dengan memasukan keris kesarungnya.

11

Monumen bambu runcing yang memperlihatkan salah satu monumen kebangaan Kabupaten Pangkajene dan Kepulawan

Setelah shootingselesai hasil video memasuki tahap paska produksi yaitu proses editingdan memberikan efek audio dan visual.

IV.1.3 Paska Produksi

Pasca produksi merupakan tahap terakhir, dimana kegiatan ini mengumpulkan semua materi gambar yang sudah melalui tahap produksi dan melalui proses editing atau finishing. Tahapan ini merupakan tahap memperbaiki rencana yang sudah dibuat dari tahap pra produksi, yaitueditingdanmixing.


(65)

Editing

Metode yang digunakan dalam proses editing yaitu secara digital dengan penyusunan video yang dianggap baik dan melakukukan penyusunan video secara bertahap dengan teknik editing menggunakan software edit video yaitu Adobe Premiere CS 6 agar menghasilkan video yang berkualitas.

Gambar IV.7 ProsesEditingdengan Adobe Premiere CS6 Sumber: Data pribadi (2016)

Mixing

Kemudian audio dengan bagian-bagian adegan diolah dengan menyesuaikan audio yang berupa instrumen, suara narasi, suara suasana dan efek suara dengan menggunakansoftwareAdobe Audition.

Gambar IV.8 ProsesMixingdengan Adobe Audition Sumber: Data pribadi (2016)


(66)

Setelah seluruh elemen audio visual menjadi satu berkas film selanjutnya dilakukan dengan metode rendering dengan spesifikasi hasil berkas video, yaitu output formatH.264,extention(.mp4),dimensions1920x1080 (Full HD).

IV.2 Media Pendukung

Media pendukung untuk memperomosikan Film Bissu Bugis sehingga pesan dan visual dapat sampai oleh khalayak sasaran.

1. Poster

Poster film Bissu Bugis memiliki visual yang terdiri dari visual yaitu fotografi dan tipografi agar dapat menjadi poster film yang menjadi informasi media utama. Pada tipografi mengadaptasi tema Font Lontara yang menggunakan warna kuning yang meyimbolkan angin dan pada background mendominasi warna dan ciri khas dari rumah Bola Arajangpada dinding rumah, pada warna digunakan pada pada saat upacara Mappalili yang membentuk simbol-simbol di atas daun sirih menggunakan beras empat warna dengan ini warna hitam yang menyimbolkan tanah. Bentuk informasi pada unsur tipografi terdiri dari pihak-pihak penyelenggara acara (header), jadwal penayangan film (bodytext) dan judul film (footer).

Bentuk tipografi terdiri dari judul film, jadwal penayangan film dan pihak-pihak penyelenggara acara. Untuk unsur fotografi poster yaitu memperlihatkan wajah Bissu yang memberikan efek ruang tajam yang menggambarkan Bissu paling tertua sehingga memberikan kesan bugis kelasik, Bissu yang melakukan Maggiri sesuai dengan visual yang akan diberikan sebagai komunikasi dalam film dan visual dapat ditangkap oleh khalayak sasaran sebagai “manusia setegah dewa“ yang memiliki kekuatan supranatural. Berikut spesifikasi poster:

Bahan :Art paper160gr Teknik : Cetak full color Ukuran : 460mm x 610mm


(67)

Gambar IV.9 Poster film Bissu Bugis Sumber: Data pribadi (2016) 2.Oneway Vision

Penempelan Oneway Vision pada mobil pihak peyelengara acara yang berjumlah tiga unit dan beberapa mobil dari Dinas Kota Makassar yang akan di tempelkan pada kaca belakang mobil yang di gunakan sekitaran kota Makassar dan sekitarnya.

Berikut spesifikasiOneway Vision: Bahan : Substrat vinyl PVC Teknik : Cetakfull color Ukuran : 125cm x 200cm


(68)

Gambar IV.10Oneway Visionpada mobil pribadi Sumber: Data pribadi (2016)

3. Jejaring sosial

Pada jejaring sosial, trailer film yang berdurasi 1 menit dan 43 detik dan film yang berdurasi 10 menit akan diunggah di Youtube oleh saluran Indonesia.Travel dengan jadwal pendistribusian media. Indonesia.Travel merupakan saluran Youtube yang secara khusus membahas dan mempromosikan keindahan alam, budaya di seluruh Indonesia dalam bentuk audio visual. Saluran tersebut merupakan salah satu program Kementrian Pariwisata yang diberi nama Pesona Indonesia, dengan total 24.004 pelanggan. (Diakses pada 16/06/2016).

Gambar IV.11Trailerdan Film Bissu Bugis Pada Youtube Sumber: Data pribadi (2016)


(69)

Selanjutnya akan lanjutkan ke Facebook dimana Indonesia.Travel akan bekerjasama dengan akun Dinas KOMINFO Kota Makassar dalam penyebaran poster digital dan trailer film sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Akun Dinas KOMINFO Kota Makassar merupakan sebuah akun milik Dinas pemerintah yang bergerak dibidang penyedia informasi dan kreatifitas, dengan total 6.002page likes.(Diakses pada 17/06/2016).

Gambar IV.12 Poster danTrailerFilm Bissu Bugis Pada Facebook Sumber: Data pribadi (2016)

4. X-Banner

X-Banner akan di tempatkan pada pintu masuk acara MTGF2016 (Makassar Tradisional Games Festival) dengan jadwal yang telah ditentukan pada


(70)

perancangan. X-Banner bentuk tipografi terdiri dari judul film, jadwal penayangan film dan pihak-pihak penyelenggara acara. Untuk unsur fotografi poster memperlihatkan wajah Bissu

Berikut spesifikasi X-Banner: Bahan : Lusteher

Teknik : Cetak full color Ukuran : 1600mm x 600mm

Gambar IV.13 X-BannerFilm Bissu Bugis Sumber: Data pribadi (2016)

5. Merchandise

Merchandise berupa kaos yang dijual saat pemutaran perdana Bissu Bugis pada acara MTGF2016 (Makassar Tradisional Games Festival) dengan jadwal yang telah ditentukan pada perancangan. Kaos film Bissu Bugis memanfaatkan dua sisi kaos yang pada bagian depan ditempatkan ilustrasi seorang Bissu yang sedangMaggiridan pada bagian belakang kaos ditempatkan judul film.


(1)

Gambar IV.9 Poster film Bissu Bugis Sumber: Data pribadi (2016) 2.Oneway Vision

Penempelan Oneway Vision pada mobil pihak peyelengara acara yang berjumlah tiga unit dan beberapa mobil dari Dinas Kota Makassar yang akan di tempelkan pada kaca belakang mobil yang di gunakan sekitaran kota Makassar dan sekitarnya.

Berikut spesifikasiOneway Vision: Bahan : Substrat vinyl PVC Teknik : Cetakfull color Ukuran : 125cm x 200cm


(2)

Gambar IV.10Oneway Visionpada mobil pribadi Sumber: Data pribadi (2016)

3. Jejaring sosial

Pada jejaring sosial, trailer film yang berdurasi 1 menit dan 43 detik dan film yang berdurasi 10 menit akan diunggah di Youtube oleh saluran Indonesia.Travel dengan jadwal pendistribusian media. Indonesia.Travel merupakan saluran Youtube yang secara khusus membahas dan mempromosikan keindahan alam, budaya di seluruh Indonesia dalam bentuk audio visual. Saluran tersebut merupakan salah satu program Kementrian Pariwisata yang diberi nama Pesona Indonesia, dengan total 24.004 pelanggan. (Diakses pada 16/06/2016).

Gambar IV.11Trailerdan Film Bissu Bugis Pada Youtube Sumber: Data pribadi (2016)


(3)

Selanjutnya akan lanjutkan ke Facebook dimana Indonesia.Travel akan bekerjasama dengan akun Dinas KOMINFO Kota Makassar dalam penyebaran poster digital dan trailer film sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Akun Dinas KOMINFO Kota Makassar merupakan sebuah akun milik Dinas pemerintah yang bergerak dibidang penyedia informasi dan kreatifitas, dengan total 6.002page likes.(Diakses pada 17/06/2016).

Gambar IV.12 Poster danTrailerFilm Bissu Bugis Pada Facebook Sumber: Data pribadi (2016)

4. X-Banner

X-Banner akan di tempatkan pada pintu masuk acara MTGF2016 (Makassar Tradisional Games Festival) dengan jadwal yang telah ditentukan pada


(4)

perancangan. X-Banner bentuk tipografi terdiri dari judul film, jadwal penayangan film dan pihak-pihak penyelenggara acara. Untuk unsur fotografi poster memperlihatkan wajah Bissu

Berikut spesifikasi X-Banner: Bahan : Lusteher

Teknik : Cetak full color Ukuran : 1600mm x 600mm

Gambar IV.13 X-BannerFilm Bissu Bugis Sumber: Data pribadi (2016)

5. Merchandise

Merchandise berupa kaos yang dijual saat pemutaran perdana Bissu Bugis pada acara MTGF2016 (Makassar Tradisional Games Festival) dengan jadwal yang telah ditentukan pada perancangan. Kaos film Bissu Bugis memanfaatkan dua sisi kaos yang pada bagian depan ditempatkan ilustrasi seorang Bissu yang sedangMaggiridan pada bagian belakang kaos ditempatkan judul film.


(5)

Berikut spesifikasi kaos: Bahan :Cotton combed 30s Warna : Hitam

Teknik : Sablon DTG, dengan warna kuning Ukuran : S, M, L dan XL

Gambar IV.14 Kaos,MerchandiseFilm Bissu Bugis Sumber: Data pribadi (2016)

6. Kemasan dan labelCompact Disc(CD)

Perancangan kemasan CD disesuaikan dengan film Bissu Bugis dan diberikan pada saat pembelian merchandise, ketika khalayak sasaran ingin melihat kembali film Bissu Bugis. Kemasan CD pada bagian depan fotografi seorang Bissu dan judul film, tagline. Pada bagian belakang penjelasan singkat Bissu, Produser dan lokasi Bissu berada. Pada bagian label CD fotografi seorang Bissu yang tertua di Pangkep dan judul film

Berikut spesifikasi kemasan CD: Bahan :Paper craft

Teknik : Cetakfull color Ukuran : 24cm x 12cm


(6)

Gambar IV.15 Kemasan CD Film Bissu Bugis Sumber: Data pribadi (2016)

Berikut spesifikasi lebel CD: Bahan : CD

Teknik : Offset Printing labelfull color Ukuran : 12cm x 12cm

Gambar IV.16 Label CD Film Bissu Bugis Sumber: Data pribadi (2016)