Koefisien Tanaman Padi Dengan Teknologi System Of Rice Intensification (Sri) Dan Sistem Konvensional

KOEFISIEN TANAMAN PADI DENGAN TEKNOLOGI
SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)
DAN SISTEM KONVENSIONAL

AULIA AZIZAH

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Koefisien Tanaman
Padi dengan Teknologi System of Rice Intensification (SRI) dan Sistem
Konvensional adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015

Aulia Azizah
NIM F44110086

i

ABSTRAK
AULIA AZIZAH. Koefisien Tanaman Padi dengan Teknologi System of Rice
Intensification (SRI) dan Sistem Konvensional. Dibimbing oleh CHUSNUL ARIF.
Seiring bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan beras juga
semakin meningkat, sedangkan di sisi lain peningkatan pemanasan global
mengakibatkan ketersediaan air berkurang. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan nilai koefisien tanaman (Kc) pada budidaya padi konvensional dan
System of Rice Intensification (SRI) dengan pendekatan keseimbangan air,
hubungan nilai Kc dengan pertumbuhan tanaman, dan sistem pemberian air
optimal. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2015 di desa
Cikarawang, Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan dengan tiga perlakuan rezim

air yaitu tergenang (RT), basah (RB), dan kering (RK). Kc dihitung berdasarkan
rasio evapotranspirasi tanaman (ETc) dan evapotranspirasi acuan (ETo) dengan
metode Penman-Monteith. Pertumbuhan tanaman hingga panen menunjukkan
bahwa RK yang terbaik dengan tinggi tanaman 86 cm, anakan 77 batang, dan
malai 61 batang. Nilai Kc tiap fase pertumbuhan dengan RT adalah
1.09;1.16;1.20;1.13 untuk fase awal, pertumbuhan tanaman, reproduksi, dan fase
akhir. Untuk fase yang sama nilai Kc 0.45;0.74;1.44;0.85 untuk RB dan
0.57;0.80;1.50;1.10 untuk RK. Produktivitas air pada tiga rezim adalah 0.79 untuk
RT ; 1.17 untuk RB ; dan untuk RK 1.72 (kg/m3). Dengan demikian dapat
disimpulkan sistem pertanian yang paling hemat air adalah RK.
Kata Kunci : koefisien tanaman, konvensional, padi, rezim air, SRI

ABSTRACT
AULIA AZIZAH. Crop Coeficient of Paddy with Technology System of Rice
Intensifivation (SRI) and Conventional System. Supervised by CHUSNUL ARIF.
Along with population growth demand for rice is also increased, but the
increasing of global warming reduced water availability. The purpose of this
research is to determine the value of crop coefficient (Kc) for system conventional
paddy cultivation and System of Rice Intensification (SRI) according to water
balance, relationship of Kc and with plant growth, and water productivity. The

research was conducted since March until July 2015 in Cikarawang village, Bogor
Regency. The research used by three water regime treats i.e., continuously flooded
(RT), wet regime (RB), and dry regime (RK). Kc was calculated based on ratio of
crop evapotranspiration (ETc) and reference evapotranspiration (ETo) using
Penman-Monteith method. Plant growth until harvest showed that dry water regime
with plant height of 86 cm, tiller number 77 stems, and panicle number 61 stems.
For system RT, Kc value of each phase growth were 1.09;1.16;1.20;1.13 for the
initial phase, crop development, reproductive, and late season. For the same phase
Kc value 0.45;0.74;1.44;0.85 for RB dan 0.57;0.80;1.50;1.10 for RK. The water
productivity of three regimes was 0.79 for RT ; 1.17 for RB ; and for RK 1.72
(kg/m3). It meaned that dry regime (RK) was the lowest water use.
Keywords: crop coefficient, conventional, paddy, SRI, water regime

ii

KOEFISIEN TANAMAN PADI DENGAN TEKNOLOGI
SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)
DAN SISTEM KONVENSIONAL

AULIA AZIZAH


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iii

Judul Skripsi : Koefisien Tanaman Padi dengan Teknologi System of Rice
Intensification (SRI) dan Sistem Konvensional
Nama
: Aulia Azizah
NIM

: F44110086

Disetujui oleh

Dr. Chusnul Arif, STP, M.Si
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

dDr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah yang berjudul “Koefisien Tanaman Padi
dengan Teknologi System of Rice Intensification (SRI) dan Sistem Konvensional”

dapat diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 hingga Juli
2015 di blok sawah Patapaan Cikarawang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini
merupakan salah satu bagian dari penelitian yang sedang diselesaikan oleh Dr.
Chusnul Arif, STP., M.Si.
Terima kasih diucapkan kepada Dr. Chusnul Arif, STP., M.Si selaku dosen
pembimbing akademik, atas arahan, bimbingan, dan bantuan selama penelitian
berlangsung. Terima kasih diucapkan kepada Dr. Satyanto K Saptomo, STP., M.Si
dan Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng selaku dosen penguji, dan juga diucapkan
kepada Dr. Rudiyanto, STP., M.Sc dan Ichtiar Dody Saputra, A. Md dari
Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB,
atas ilmu, saran, dan bantuannya. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada
Bapak Mulyatullah, Bapak Pandi, Bapak Madhari, dan Bapak Enin atas jasa yang
telah diberikan selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada PT Adaro Indonesia yang telah memberikan beasiswa melalui
Beasiswa Utusan Daerah (BUD).
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua tercinta
Bapak Saudi dan Ibu Dahliannor, serta seluruh keluarga atas do’a dan kasih sayang
yang telah diberikan. Penghargaan juga diberikan kepada M. Zainal Hakim, temanteman satu bimbingan (Dyah Manggandari, Ulya Rufako, Briza Sibarani, Chau
Abdul Cariem, Rilsan Malkhi, dan Nur Aini), teman-teman BUD Adaro Indonesia
(Riskia Tri Meilanie, Ekha Rojiah, Ayu Listiana, dan Erni Widyaningsih), dan

teman-teman SIL48 yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama
penelitian berlangsung.
Karya ilmiah ini jauh dari sempurna, tetapi diharapkan karya ilmiah ini tetap
bermanfaat bagi akademisi dan bagi pembaca.

Bogor, September 2015

Aulia Azizah

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Koefisien Tanaman (Kc)
Neraca Air (water balance)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Perlakuan Uji Coba
Pengukuran Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan Jenis Tanah Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Pengelolaan Air
Evapotranspirasi Tanaman
Hubungan Nilai Kc dengan Pertumbuhan Tanaman
Pemberian Air Optimal
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
2
3
3
4
4
4
5
8
8

8
10
10
11
13
13
17
19
19
19
19
21
26

vi

DAFTAR TABEL
1 Harga-harga koefisien tanaman padi
2 Nilai Kc metode SRI
3 Nilai Kc sistem irigasi hemat air

4 Perbandingan nilai Kc pada tiap perlakuan
5 Pemberian air irigasi pada tiap fase
6 Keseimbangan air di pot tanaman
7 Produktivitas air tiap sistem irigasi

3
3
4
16
17
17
18

DAFTAR GAMBAR
1 Prosedur penelitian
2 Sistem irigasi yang digunakan (a) RT (b) RB (c) RK
3 Skema keseimbangan air di pot
4 Kurva retensi air
5 Hubungan tinggi muka air dengan hujan
6 Panjang akar dari tiga rezim
7 Evapotranspirasi kumulatif
8 Grafik pertumbuhan tinggi tanaman pada tiga rezim
9 Grafik jumlah anakan pada tiga rezim
10 Grafik jumlah malai pada tiga rezim
11 Perbandingan pertumbuhan tanaman padi
12 Nilai Kc pada tiap fase pertumbuhan
13 Hasil panen pada tiga rezim (a) RK (b) RB (c) RT
14 Produksi gabah pada tiga rezim

5
7
8
10
12
12
13
13
14
14
15
17
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Segitiga tekstur tanah penelitian
2 Kandungan tekstur tanah liat dengan aplikasi TAL
3 Nilai Kc tanaman, Kc koreksi, dan rata-rata Kc per fase

20
20
21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan beras juga
semakin meningkat. Dalam upaya peningkatan produksi padi, pemerintah telah
mengeluarkan investasi yang sangat besar guna membangun sarana dan prasarana
seperti saluran irigasi, bendungan, dan bendung. Pengelolaan air irigasi padi
sawah sangat penting untuk pengembangan teknologi budidaya padi. Tanaman
padi sawah memerlukan air cukup banyak dan membutuhkan genangan air untuk
menekan pertumbuhan gulma dan sebagai usaha pengamanan apabila terjadi
kekurangan air. Namun dengan berkembangnya teknologi dan semakin
meningkatnya pemanasan global, ketersediaan untuk air pertanian juga berkurang.
Dengan demikian teknologi System of Rice Intensification (SRI) merupakan salah
satu alternatif budidaya yang lebih hemat air tanpa mengurangi produksi. Hal
tersebut didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa teknologi SRI
dapat menghemat air hingga 30% dibandingkan dengan cara konvensional tanpa
mengurangi hasil produksi (Sujono et al 2006). SRI adalah teknik budidaya padi
dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air, dan unsur hara. Hal ini
dibuktikan dengan berhasilnya peningkatan produktifitas padi sebesar 50%,
bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100% (Mutakin 2007). SRI
dikembangkan oleh seorang pendeta bernama Henri de Laulanie pada tahun 1980an di Madagaskar.
SRI merupakan aplikasi pertanian padi sawah dengan menerapkan prinsip
intensifikasi yang bersifat efektif, efisien, alamiah, dan ramah lingkungan. Efektif
dalam hal pemanfaatan lahan dan air. Efisien dalam hal kebutuhan bibit dan
sarana produksi pertanian dan alamiah dalam arti pemakaian bahan-bahan alami
untuk pemeliharaan tanaman (Rohmat 2007). Budidaya tanaman padi pada
teknologi SRI pada beberapa aspek sangat berbeda dengan budidaya tanaman padi
dengan sistem konvensinal. Perbedaan sangat mencolok pada aspek
pembibitan/persemaian, penanaman, pemberian air, pemupukan, pengendalian
hama, dan penyakit. Pengairan pada SRI menggunakan pola pengairan terputus
(sawah tidak digenangai air), sedangkan konvensional selalu digenangi air
setinggi 2-5 cm di atas permukaan tanah.
Nilai koefisien tanaman (Kc) dapat digunakan dalam perencanaan irigasi.
Nilai Kc menunjukkan kemampuan relatif dari permukaan tanah-tanaman tertentu
untuk memenuhi kebutuhan air (Allen et al 1998). Kc secara umum merupakan
rasio empiris dari evapotranspirasi tanaman (ETc) untuk evapotranspirasi acuan
(ETo) yang didapat dari data percobaan. Sejumlah penelitian tentang Kc tanaman
padi di beberapa negara Asia telah diteliti (Tyagi et al 2000; Mohan dan
Arumugam 1994). Namun, Allen et al (1998) telah menyarankan bahwa nilai Kc
perlu diturunkan secara empiris untuk setiap tanaman berdasarkan kondisi iklim
setempat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Kc adalah karakteristik tanaman,
saat tanam, laju pertumbuhan tanaman, panjangnya musim pertumbuhan dan
kondisi iklim. Saat tanam akan mempengaruhi panjangnya musim pertumbuhan
(Doorenbos dan Pruitt 1977). Untuk mempelajari respon tanaman terhadap

2

pemberian air dengan teknologi SRI, maka studi tentang Kc diperlukan untuk
membandingkan nilai Kc pada rezim air tergenang (RT) untuk sistem
konvensional, dengan rezim air basah (RB) dan rezim air kering (RK) untuk
budidaya padi dengan teknologi SRI.
Perumusan Masalah
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh banyak petani adalah
kesuburan tanah akibat menurunnya ketersediaan air. Hal ini ditunjukkan dengan
gejala-gejala seperti tanah cepat kering, retak-retak, lapisan olah dangkal, daun
terbakar, anakan berkurang, dan tanaman kerdil. Sehingga menyebabkan produksi
padi sulit meningkat bahkan cenderung menurun. Oleh karena itu perlu adanya
pengelolaan air yang tepat.
Nilai Kc telah tersedia yang didasarkan sistem konvensional, tetapi belum
banyak penelitian tentang nilai Kc dengan teknologi SRI. Oleh karena itu perlu
adanya penelitian tentang nilai Kc dengan sistem konvensional dan SRI.
Tujuan Penelitian
1. Menentukan nilai Kc padi antara sistem konvensional dan SRI dengan
pendekatan neraca air (water balance).
2. Menentukan hubungan antara nilai Kc dan pertumbuhan tanaman pada
berbagai sistem irigasi.
3. Menentukan sistem pemberian air yang optimal pada setiap fase pertumbuhan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan untuk :
1. Pertanian di Indonesia khususnya desa Cikarawang Kabupaten Bogor agar
lebih hemat air dan produksi padi meningkat.
2. Bahan informasi bagi para pengambil keputusan maupun petani untuk
perbaikan dan peningkatan proses produksi padi dengan teknologi SRI.
3. Mendapatkan nilai Kc padi pada pot dengan teknologi SRI atau dengan irigasi
yang lebih hemat dan perbandingannya dengan sistem konvensional.
4. Sebagai nilai Kc untuk penelitian padi SRI selanjutnya.
Ruang Lingkup
Penelitian dilakukan di Blok Sawah Patapaan desa Cikarawang Kabupaten
Bogor dengan menggunakan pot tanaman dan 3 sistem irigasi. Penanaman
dilakukan pada musim tanam II yaitu musim kemarau. Ruang lingkup penelitian
mencakup bagaimana respon tanaman terhadap air dengan pengelolaan air yang
berbeda-beda yaitu tergenang untuk konvensional (RT), basah (RB), dan kering
(RK). Adanya pengelolaan air yang berbeda maka nilai Kc padi juga berbeda
karena didasarkan pada rasio ETo dan ETc yang terjadi setiap harinya. Nilai Kc
padi merupakan perbandingan ETc dengan ETo.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Koefisien Tanaman (Kc)
Nilai Kc merupakan merupakan gabungan antara pengaruh transpirasi
tanaman dan penguapan lahan. Dengan demikian pada awal tanam nilai Kc
didominasi oleh evapotranspirasi lahan dan setelah tajuk menutup lahan
didominasi oleh transpirasi (Allen et al 1998).
Tabel 1 Harga-harga koefisien tanaman padi
Bulan
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4

Nedeco/Prosida
Varietas
Varietas
Biasa* Unggul**
1.20
1.20
1.32
1.40
1.35
1.24
1.12
0

FAO
Varietas
Varietas
Biasa
Unggul

1.20
1.27
1.33
1.30
1.30
0
0
0

1.10
1.10
1.10
1.10
1.10
1.05
0.95
0

1.10
1.10
1.05
0.95
0
0
0
0

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (1986)
Ket : *varietas padi yang masa tumbuhnya lama
**varietas padi yang masa tumbuhnya pendek

Penggunaan nilai harga Kc berdasarkan Nedeco/Prosida menggunakan nilai
varietas unggul karena penanaman pada musim tanam II yaitu Maret – Juli
(musim kemarau). Nilai Kc padi menurut Kalsim et al (2007) yang disajikan pada
Tabel 2 merupakan hasil penelitian pada teknologi SRI dengan pupuk organik.
Penelitian dilakukan di rumah kaca pada bulan Februari – Juli 2006.
Tabel 2 Nilai Kc metode SRI
Tahap Pertumbuhan
Awal
Vegetatif
Pembungaan
Pengisian Bulir
Pematangan

HST
1 s/d 20
21 s/d 50
51 s/d 70
70 s/d 95
95 s/d 105

Koefisien Tanaman
0.32
0.71
1.58
1.50
0.59

Sumber : Kalsim et al (2007)

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variasi nilai Kc pada setiap
tahap pertumbuhan cukup besar seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 1 dan Tabel 2
menunjukkan bahwa nilai Kc konvensional pada awal tanam relatif besar sedang
pada masa produktif lebih kecil jika dibandingkan Kc pada SRI. Menurut Sujono
(2011) penanaman di pot dapat dilakuan dengan 5 sistem irigasi, yaitu sistem

4

tradisional (TRI), SRI, metode shallow water dept with wetting and drying
(SWD), metode alternate wetting and drying (AWD), dan metode semi dry
cultivation (SDC). Nilai Kc untuk ke 5 sistem tersebut disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai Kc sistem irigasi hemat air
15 harian
15
30
45
60
75
90
105

TRI
0.70
0.85
1.00
1.52
1.87
1.99
1.30

Koefisien Tanaman (Kc)
SRI
AWD
SWD
0.67
0.64
0.62
0.76
0.70
0.65
0.95
0.69
0.75
1.41
1.06
1.04
1.84
1.25
1.44
1.81
1.21
1.68
1.19
0.98
1.21

SDC
0.59
0.61
0.72
1.05
1.25
1.25
1.03

Sumber : Sujono (2011)

Neraca Air (Water Balance)
Neraca air merupakan keseimbangan air yang terjadi dalam sistem
hidrologi, yaitu antara jumlah masukan, keluaran dan perubahan kandungan air
yang terdapat dalam sistem. Parameter yang diperlukan dalam perhitungan neraca
air meliputi jumlah curah hujan, evapotranspirasi aktual, limpasan air permukaan,
dan jumlah air yang meresap ke dalam tanah.
Air meresap ke dalam tanah dan mengalir mengikuti gaya gravitasi bumi.
Akibat adanya gaya adhesi butiran tanah pada zona tidak jenuh air, menyebabkan
pori-pori tanah terisi air dan udara dalam jumlah yang berbeda-beda. Setelah
hujan, air bergerak kebawah melalui zona tidak jenuh air (zona aerasi). Sejumlah
air beredar didalam tanah dan ditahan oleh gaya-gaya kapiler pada pori-pori yang
kecil atau tarikan molekuler di sekeliling partikel-partikel tanah. Bila kapasitas
retensi dari tanah pada zona aerasi telah habis, air akan bergerak ke bawah
kedalam daerah dimana pori-pori tanah atau batuan terisi air. Air di dalam zona
jenuh air ini disebut air tanah yang tersimpan (Linsey dan Joseph 1989).

METODE
Penelitian ini merupakan percobaan langsung di lapangan setelah
sebelumnya dilakukan survei lapang. Penelitian menggunakan tiga pot tanaman
dengan pengelolaan air yang berbeda-beda pada tiap perlakuan.
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan dari tanggal 1 Maret sampai 5 Juli 2015 di blok Sawah
Patapaan, Desa Cikarawang Kabupaten Bogor. Pengujian tekstur tanah dan
pengujian kurva retensi tanah dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB.

5

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pengujian tanah adalah falling head, apparatus,
stopwatch¸termometer, buchner funnels, tabung mariot kecil, piston, dan tabung
reaksi. Alat yang digunakan untuk pengukuran adalah EM50 data logger dan
sensor (suhu, radiasi matahari, kecepatan angin, kelembaban relatif, dan hujan).
Juga digunakan tabung mariot berkapasitas 20 liter, selang berwarna ¾” dan
penggaris.
Bahan yang digunakan adalah pot tanaman dengan tinggi 45 cm dan
diameter 30 cm, tanah sawah, dan benih padi varietas Ciherang. Adapun bahan
penunjang untuk pemeliharaan adalah pupuk kandang, pupuk organik, NPK, urea,
dan obat pembasmi hama. Adapun prosedur penelitian disajikan pada Gambar 1.

mulai

Studi Literatur

Pengujian Tanah

Persiapan Alat dan Bahan

Pengumpulan Data

Irigasi dan
Drainase

Radiasi Matahari,
Kecepatan Angin,
Temperatur, Kelembaban

Respon Tanaman :
- Tinggi Tanaman
- Jumlah Anakan
- Jumlah Malai
- Panjang Akar

Hujan, Tinggi
Muka Air,
Irigasi,
Drainase

ETc

ETo

Nilai Kc

selesai

Gambar 1 Prosedur penelitian

6

Uji Konduktivitas Hidrolik
Tanah sampel tidak terganggu dijenuhkan selama 1 hari dengan silinder
contoh. Diameter dalam dan luas penampang silinder contoh dan pipa gelas
diukur. Setelah sumbat karet dengan lubang dari pipa gelas dipasang pada dasar
silinder contoh, bola-bola gelas kecil diletakkan diatasnya.
Air dimasukkan pada pipa gelas dengan perbedaan head 10 cm. Jumlah air
yang mengalir melewati silinder contoh diukur selama waktu tertentu (t detik).
Pengukuran dilakukan dengan 5 kali ulangan. Ukur suhu air (oC) dan
konduktivitas hidrolik dari silinder contoh dengan persamaan (1).
K 2,3 x

a
x t

x log10

h1
h2

..................................................................(1)

K adalah konduktivitas hidrolik (cm/dt), a adalah luas pipa gelas (cm2), A
adalah luas penampang silinder contoh (cm2), t adalah rata-rata waktu selama 5
kali pengulangan (detik), h1 adalah tinggi total falling head (cm), dan h2 adalah
tinggi dari alas hingga silinder yang berisi sampel tanah (cm).
Kurva Retensi Air dengan Hanging Method
Peralatan yang digunakan dalam pengujian terlebih dahulu divakum selama
1 jam. Tujuannya adalah untuk menghilangkan gelembung udara (buble) yang ada
di dalam alat. Tutup lubang pada penutup buchner funnels dipasang di dalam air
untuk menghilangkan dan memperkecil peluang masuknya gelembung udara pada
penutup. Katup drip nomor 1 dan 2 dikondisikan dalam keadaan tertutup.
Pembuangan gelembung udara pada selang tabung mariot juga perlu
dilakukan. Gelembung udara diamati dan selang dirunut ke arah atas agar
gelembung udara dapat terbuang keluar dari selang. Pada saat perunutan tersebut,
drip nomor 3 dan 4 dalam keadaan terbuka. Kemudian silinder contoh dipasang di
atas buchner funnels dan air pada tanah dialirkan ke tabung reaksi. Ketinggian
silinder contoh pada hanging dipindahkan setelah 24 jam dan air yang tertampung
di tabung reaksi ditimbang terlebih dahulu. Ketinggian (head) yang digunakan 0,
10, 20, 30, 50, 70 dan 100 cm.
Pengujian Tekstur Tanah
Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat)
yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir,
fraksi debu dan fraksi liat (Hanafiah 2005). Tujuan dari uji tekstur tanah adalah
untuk mengetahui dan menentukan kelas tekstur pada tanah. Dalam menetapkan
tekstur tanah ada tiga metode yang digunakan yaitu metode lapang, hydrometer,
dan pipet. Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah metode
hydrometer mengacu pada Sapei et al (1990).
Persiapan Media
Media yang disiapkan berupa benih padi dan tanah sawah yang telah diberi
pupuk kandang lalu tanah tersebut dimasukkan ke dalam pot tanaman. Kegiatan
yang perlu dilakukan dalam proses persiapan benih antara lain seleksi benih
dengan direndam pada air garam dan persemaian selama 20 hari.

7

Penanaman
Jarak tanam pada pot tanaman 5 cm dengan 3 bibit dalam masing-masing
pot selama 8 HST, setelah itu dilakukan penyulaman. Benih ditanam dangkal dan
akar diletakkan horizontal seperti membentuk huruf L. Pada sistem konvensional
ditanam 5 - 7 benih dalam satu lobang, sedangkan pada teknologi SRI ditanam 1
benih dalam 1 lobang. Dalam satu pot terdiri dari tiga lobang penanaman.

Tinggi Muka
Air (cm)

Pemeliharaan Tanaman
1. Penyulaman
Penyulaman dilakukan dengan memilih tanaman yang terbaik diantara tiga
pada masing-masing pot pada HST 9. Hal tersebut bertujuan agar kondisi
pertumbuhan tanaman tetap sama dengan yang lainnya.
2. Pengelolaan Air
4

(a)

2
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90 100

HST
Sumber : Sujono 2011

Tinggi Muka Air
(cm)

4

(b)

2
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90 100

HST

Tinggi Muka Air
(cm)

Sumber : Sujono 2011
4

(c)

2
0
-2

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90 100

-4
-6
HST

Gambar 2 Sistem irigasi yang digunakan (a) RT ; (b) RB ; (c) RK
Pada rezim air tergenang (RT) kedalaman air di pot dipertahankan sebesar
20 mm hingga 80 HST dan selanjutnya lahan dipertahankan 0 cm hingga panen.
Teknologi budidaya SRI terkenal dengan kondisi tanah yang macak-macak atau
dalam keadaan jenuh mulai tanam hingga menjelang panen. Penelitian dilakukan
dengan memberikan 10 mm air irigasi hingga 20 HST pada rezim air basah (RB),
selanjutnya kondisi air dalam pot dipertahankan 0 mm hingga menjelang panen.
Pada rezim air kering (RK) air dipertahankan 10 mm hingga 20 HST dan 0 mm

8

hingga 30 HST, dan selanjutnya kondisi tanah dipertahankan kering hingga 50
mm dibawah permukaan tanah hingga panen.
3.

4.

Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Dilakukan penyemprotan dengan berbagai obat tanaman seperti Reagen,
Silika, dll. Serangan hama dapat diketahui dari karakteristik tanaman padi
seperti daun kecoklatan, tanaman kerdil, dan matinya anakan.
Pemupukan
Pemberian pupuk dilakukan pada fase vegetatif dengan selang pemupukan
10 hari. Pupuk yang digunakan berupa organik dan nonorganik.
Perlakuan Uji Coba

Tiga jenis perlakuan pada pot tanaman yang diujicobakan pada penelitian ini
yaitu rezim air tergenang (RT) untuk sistem konvensional dan rezim air basah
(RB) serta rezim air kering (RK) untuk teknologi SRI. Perbedaan utama ketiga
perlakuan ini terletak pada pola pemberian air setiap pot. Varietas yang digunakan
adalah Ciherang yang memiliki umur tanaman 80-125 hari setelah tanam (HST).
Pengukuran Data
Pengukuran data dilakukan harian pada parameter tinggi muka air tanah,
irigasi, dan drainase. Parameter pertumbuhan tanaman yang diukur adalah tinggi
tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi, jumlah
anakan, dan jumlah malai. Parameter klimatologi yang diukur adalah hujan, suhu,
kelembaban, kecepatan angin, dan radiasi matahari untuk menghitung
evapotranspirasi acuan menggunakan metode Penman Monteith (Allen et al
1998).
Analisis Data
Neraca Air (Water balance)

Gambar 3 Skema keseimbangan air di pot tanaman
Analisa neraca air atau kesetimbangan air dilakukan untuk mengestimasi
nilai Kc berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Arif et al (2012).

9

Perhitungan dilakukan setiap hari menggunakan persamaan (2) berdasarkan
parameter pada Gambar 3.
i

(i-1)

t

t - r t -

t -

c t)......................................(2)

WL(i) adalah perubahan tinggi air dipermukaan tanah aktual (mm), WL(i-1)
adalah perubahan tinggi air hari sebelumnya (mm), P adalah hujan (mm), I adalah
air irigasi (mm), Qr adalah runoff atau limpasan (mm), DP adalah kedalaman
perkolasi (mm), ETc adalah evapotranspirasi tanaman (mm/hari), dan t adalah
waktu (hari). Parameter yang diukur secara langsung adalah WL(i), WL(i-1), I dan
Qr. Nilai P didapatkan dari sensor dan DP dianggap 0 karena sistem pot tanaman
tertutup. Nilai ETc digunakan untuk menentukan nilai Kc.
Evapotranspirasi Acuan (ETo)
Perhitungan nilai ETo didefinisikan sebagai laju evapotranspirasi dari
tanaman acuan hipotesis dihitung berdasarkan persamaan Penman-Monteith
(Allen et al. 1998) dengan menggunakan data iklim seperti radiasi matahari,
kecepatan angin, suhu udara, dan kelembaban relatif seperti pada persamaan (3).
o

0,40

( n- )

00
u
2 3 2

1 0,34 u2 )

es -ea )

...............................................................(3)

ETo adalah evapotranspirasi acuan (mm/hari), Rn adalah radiasi netto
(radiasi bersih) pada tanaman permukaan (MJ/m2hari), G adalah
densitas/kerapatan fluks panas tanah (MJ/m2hari), Tmean adalah suhu udara ratarata harian pada ketinggian 2 m (°C), u adalah kecepatan angin pada ketinggian 2
m (m/dt), es adalah tekanan uap saturasi (kPa), ea adalah tekanan uap aktual (kPa),
(es - ea) adalah pengurangan tekanan uap jenuh/saturasi k a),
adalah
kemiringan kurva tekanan uap k a/°C),
adalah konstanta psychrometric
(kPa/°C).
Nilai Kc Tiap Fase
Perhitungan nilai Kc yang merupakan koefisien yang tidak memiliki
dimensi diperoleh dari rasio evapotranspirasi tanaman (ETc) terhadap
evapotranspirasi acuan (ETo) seperti pada persamaan (4).
Kc

c
o

.......................................................................................................(4)

Kc adalah koefisien tanaman, ETc adalah evapotranspirasi tanaman
(mm/hari), dan ETo adalah evapotranspirasi acuan (mm/hari). Menurut penelitian
(Tyagi et al 2000; Mohan dan Arumugam 1994), data nilai Kc diperoleh setiap
harinya. Namun, analisis setiap nilai tersebut dilakukan berdasarkan tahap
pertumbuhan yang dibagi menjadi empat tahap, yaitu; tahap awal 1-15 HST (I),
tahap pengembangan tanaman 16-40 HST (II), tahap pertengahan
musim/reproduksi 41-70 HST (III) dan akhir musim 71-90 HST (IV).
Penentuan nilai Kc bisa dihitung langsung dengan mengukur tinggi muka
air, irigasi, dan drainase setiap hari di pot tanaman untuk mendapatkan nilai ETc
dengan persamaan (2) lalu dibandingkan dengan ETo. Namun karena nilai Kc

10

lebih tinggi daripada FAO maupun penelitian Kalsim et al (2007) dan Sujono
(2011), oleh sebab itu diestimasi dengan solver Ms. Excel agar meminimumkan
selisih (error) yang terjadi antara nilai Kc hitung dengan nilai Kc penelitian
sebelumnya. Input yang diestimasi adalah irigasi (Ir), drainase (Qr), dan nilai Kc.
Fungsi tujuan berupa tinggi muka air aktual dengan tinggi muka air seharusnya,
seperti pada persamaan (5) dan (6).
in rror
model i

i

-

model

model(i-1)

...................................................................(5)
estimasi

- restimasi -

c x Kckoreksi )............(6)

Pada persamaan (5), adalah jumlah selisih tinggi muka air,
(i) adalah
tinggi muka air aktual (mm) dan WLmodel(i) adalah tinggi muka air yang
seharusnya agar terjadi keseimbangan air yang akurat (mm). Pada Wlmodel tersebut
terdapat nilai input berupa WLmodel(i-1) adalah tinggi muka air pada hari
sebelumnya (mm), P adalah hujan (mm), Iestimasi adalah irigasi yang seharusnya
diberikan (mm), Qrestimasi adalah drainase yang seharusnya dibuang (mm), dan
Kckoreksi adalah nilai Kc yang berada pada range penelitian sebelumnya. Adapun
fungsi kendala pada program solver tersebut seperti pada persamaan (7), (8), dan
(9).
Kcmin

Kc

Kcmax ......................................................................................(7)

0..............................................................................................................(8)
r

0...........................................................................................................(9)

Kcmin dan Kcmax adalah nilai Kc terkecil dan terbesar dari FAO dan
penelitian sebelumnya yang dilakukan Kalsim et al (2007) dan Sujono (2011), I
adalah irigasi (mm), dan Qr adalah drainase (mm). Dengan program solver ini
nilai Kc hitung dapat berada dalam range nilai Kc.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan Jenis Tanah Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Hubungan antara tanah, air, dan tanaman dapat diketahui dengan konsep air
tersedia bagi tanaman. Kondisi ini berkaitan erat dengan kemampuan tanah dalam
menahan air atau disebut retensi tanah. Retensi air tanah adalah kemampuan tanah
dalam menyerap dan/atau menahan air didalam pori-pori tanah, atau
melepaskannya dari dalam pori-pori tanah (Kurnia et al 2006).
Semakin tinggi h maka air yang terkandung semakin sedikit, hal ini
berhubungan dengan kondisi lapangan bahwa tanah dapat menyimpan air.
Pengujian retensi tanah dilaksanakan dengan hanging method dengan head (H)
10, 20, 30, 50, 70, dan 100 cm dengan perpindahan head per hari. Informasi
mengenai ketahanan air dalam tanah pada umumnya disajikan melalui kurva
retensi air dalam tanah yang disajikan pada gambar 4.

11

Kadar air(cm3/cm3)

0.70

0.60

0.50
0

20

40

H (cm)

60

80

100

Gambar 4 Kurva retensi air
Berdasarkan Gambar 4, tanah yang digunakan berjenis liat yang
menggambarkan jumlah air yang dipertahankan dalam tanah di bawah ekuilibrium
pada potensial matrik yang diberikan. Tanah dapat digolongkan sebagai liat harus
mengandung paling sedikit 35 – 40 persen pisahan liat. Selama persentase liat
lebih dari 40 persen sifat tanah ditentukan oleh liat tersebut dan dibedakan atas :
liat berpasir, liat berdebu atau disebut liat (Supardi 1983). Berdasarkan uji tekstur
tanah dengan 3 kali pengulangan, dihasilkan jenis tanah liat dengan menggunakan
aplikasi TAL (Lampiran 2).
Keadaan tanah yang dominan liat, akar tanaman akan sulit untuk melakukan
penetrasi karena keadaan lingkungan tanah yang lengket pada saat basah dan
mengeras pada saat kering. Tanah bertekstur liat, karena lebih halus maka setiap
satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan
menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi (Hardjowigeno 2010). Air pada
tanah dominan liat ini tidak mudah hilang seperti terlihat pada kurva retensi
bahwa pada ketinggian 100 cm air dapat tertahan sebesar 55 %.
Pengelolaan Air
Pengelolaan air berperan sangat penting untuk keberhasilan peningkatan
produksi padi dilahan sawah maupun di pot tanaman. Produksi padi sawah akan
menurun apabila tanaman menderita cekaman air. Pengelolaan air dilakukan
setiap hari dengan mengontrol tinggi air setiap tahapan pertumbuhan. Kehilangan
air akibat penguapan harus diganti dan air irigasi harus diberikan untuk
mempertahankan kedalaman hingga 20 mm pada RT hingga 80 HST. Dengan kata
lain pada sistem ini dilakukan penggenangan terus menerus dari tanam hingga
menjelang panen atau hingga 80 HST. Berbeda pada RK, tinggi muka air pada 30
HST hingga panen lebih rendah dibandingkan kedua rezim air lainnya, karena
lahan dipertahankan kering yaitu 50 mm di bawah permukaan air untuk
mengetahui respon tanaman pada kondisi kering. Tinggi muka air aktual setiap
perlakuan dan besarnya curah hujan disajikan pada Gambar 5.

12

150

0

50

50
100

0

HST

2

16

30

44

Hujan

RT

58

72

-50

-100

RB

RK

86

Hujan (mm)

Tinggi Muka Air (mm)

100

150

200

Gambar 5 Hubungan tinggi muka air dengan hujan
Gambar 5 menunjukkan bahwa tinggi muka air dipengaruhi oleh jumlah air
hujan. Tidak semua hari mengalami hujan hanya 30 hari dalam 88 hari
pengukuran. Jumlah hujan bulanan per 30 HST 205 mm/bulan, 105 mm/bulan,
dan 73 mm/bulan. Dibandingkan dengan kebutuhan rata-rata tanaman padi untuk
pertumbuhan yaitu 200 mm/bulan, maka angka curah hujan pada lokasi
penanaman lebih rendah pada 31-88 HST. Oleh sebab itu perlu dilakukan
pemberian irigasi untuk menjaga ketinggian air yang diinginkan. Perbandingkan
panjang akar tanaman diperlihatan pada Gambar 6.

Gambar 6 Panjang akar dari tiga rezim
Pengairan berpengaruh terhadap perakaran pada tanaman padi. Sampel akar
diambil dengan 8 anakan pada tiap pot tanaman. Panjang akar RT untuk
konvensional 12 cm berat 23 gram, RB 18 cm berat 27 gram, dan RK 16 cm berat
31 gram untuk budidaya padi SRI.
Air yang menggenang membuat sawah menjadi hypoxic (kekurangan
oksigen) bagi akar dan tidak ideal untuk pertumbuhan padi. Akar mengalami
penurunan panjang akibat terhambatnya pertumbuhan, sedangkan penerapan
budidaya padi SRI dengan menggunakan 1 bibit per 1 titik tanam bertujuan agar
tidak terjadi persaingan di antara akar tanaman yang dapat menghambat
pertumbuhan tanaman. Bibit yang dipindahkan dan ditanam satu-satu memiliki
ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran sehingga tidak bersaing
terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh akar, cahaya atau nutrisi dalam
tanah (Berkelaar 2001).

13

Evapotranspirasi Tanaman

Evapotranspirasi
kumulatif (mm)

Besarnya evapotranspirasi tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air
pada lahannya. Apabila di pot tanaman tersedia air yang cukup, maka besarnya
penguapan akan lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan air pada tanah
dalam kondisi kering seperti terlihat pada Gambar 7.
500
400
300
200
100
0

HST
2

16
ETo

30
ETc RT

44

58
ETc RB

72
ETc RK

86

Gambar 7 Evapotranspirasi kumulatif
Gambar 7 menunjukkan besarnya ETc pada RT lebih besar dibandingkan
pada RB dan RK. Hal ini dikarenakan lahan/tanah pada RT selalu tergenang.
Berbeda dengan RB dalam kondisi jenuh dan RK dalam kondisi kering. Garis
hitam menunjukkan nilai ETo dengan metode Penman-Monteith yang dihitung
berdasarkan iklim harian seperti radiasi matahari, kecepatan angin, suhu, dan
kelembaban. Total evapotranspirasi tanaman dari tanam hingga panen adalah 494
mm/mm, 430 mm/mm, dan 412 mm/mm.
Evapotranspirasi adalah perpaduan dua istilah yakni evaporasi dan
transpirasi. Evaporasi yaitu penguapan di atas permukaan tanah, sedangkan
transpirasi yaitu penguapaan melalui permukaan dari air yang semula diserapa
oleh tanaman. Atau dengan kata lain, evapotranspirasi adalah banyaknya air yang
menguap dari lahan dan tanaman dalam suatu petakan karena panas matahari
(Asdak 1995).
Hubungan Nilai Kc dengan Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan ukuran baik dalam volume
maupun dalam bobot. Gambar 8 menunjukkan bahwa pertambahan tinggi
tumbuhan masing-masing tanaman pada setiap pot memiliki perbedaan walaupun
nilai tersebut hampir mendekati antar tanaman.
Tinggi Tanaman (cm)

120
100
80
60

RT

40

RB

20

RK

0
10

20

30

40

50
HST

60

70

80

90

Gambar 8 Grafik pertumbuhan tinggi tanaman pada tiga rezim

14

Jumlah Anakan (batang)

Gambar 8 menunjukkan grafik pertumbuhan padi RT pada pot 1 sampai
dengan panen sepanjang 98 cm, RB pada pot 2 memiliki panjang 92 cm,
sedangkan RK pada pot 3 memiliki panjang 86 cm. Gambar 8 menunjukkan
pertumbuhan pada RT dan RB lebih cepat berkembang dibandingkan RK. Hal ini
dipengaruhi oleh genangan air yang ada di dalam pot tanaman. Namun pengaruh
pengelolaan air yang berbeda-beda berbanding terbalik terhadap jumlah anakan
seperti yang disajikan pada Gambar 9.
80
70
60
50
40
30
20
10
0

RT
RB
RK
10

20

30

40

50
HST

60

70

80

90

Jumlah Malai (batang)

Gambar 9 Grafik jumlah anakan pada tiga rezim
Irigasi pada RT menghasilkan jumlah anakan tertinggi hingga tahap
reproduksi awal atau hingga 50 HST. Namun pada 60 HST jumlah anakan
menurun karena mengalami masa kritis terjadinya serangan hama. Peningkatan
jumlah anakan meningkat kembali pada 70 HST setelah penyemprotan, sedangkan
pada RB dan RK mengalami peningkatan dari tanam hingga panen. Jumlah
anakan tertinggi pada RK dengan rata-rata sepuluh harian adalah 77 batang. Hal
ini dikarenakan kondisi lahan yang kering.
60
50
40

RT

30

RB

20

RK

10
0
50

60

HST

70

80

Gambar 10 Grafik jumlah malai
Berdasarkan pengamatan di lapangan, malai mulai muncul pada 50 HST
pada RT, 54 HST pada RB, dan 61 HST pada RK. Jumlah malai tertinggi pada
RK dengan rata-rata 55 batang atau 82% jumlah malai dari jumlah anakan. Lahan
kering menyebabkan jumlah anakan meningkat dan jumlah malai juga meningkat.
Namun tinggi tanaman lebih rendah dibandingkan kedua sistem di lahan lainnya.
Hal ini menyebabkan perbedaan nilai Kc pada tiap pertumbuhan karena adanya
respon tanaman terhadap ketersediaan air pada tiap pot tanaman.

15

(a) 10 HST

(b) 25 HST

(c) 60 HST
(d) 80 HST
Gambar 11 Perbandingan pertumbuhan tanaman padi
Pengolahan data nilai Kc menggunakan solver dengan meminimumkan
selisih yang terjadi. Rezim air tergenang (RT) mengacu pada nilai Kc dari
Nedeco/Prosida(varietas unggul) dan FAO karena menggunakan budidaya padi
pada umumnya yaitu konvensional, sedangkan RB dan RK mengacu pada
penelitian nilai Kc sebelumnya yang dilakukan oleh Kalsim et al (2007) dan
Sujono (2011) yaitu penelitian padi dengan teknologi budidaya padi SRI. Data Kc
tiap fase pertumbuhan disajikan pada Gambar 12.
1.60

Koefisien Tanaman

1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40

Pertumbuhan
Tanaman

Awal

0.20

Fase
Akhir

Reproduksi

HST

0.00
1

15

29
RT

43
RB

57
RK

71

85

Gambar 12 Nilai Kc pada tiap fase pertumbuhan
Nilai Kc disajikan berdasarkan fase pertumbuhan yang dibagi menjadi
empat tahap menurut Tyagi et al (2000); serta Mohan dan Arumugam (1994),
yaitu : tahap awal untuk adaptasi tanaman, sedangkan tahap pengembangan

16

tanaman terjadi ketika tanaman terfokus pada tahap vegetatif ke tahap inisiasi
rumpun dengan. Tahap reproduksi dan tahap akhir musim terjadi dari inisiasi
rumpun sampai berbunga dan kemudian menjadi dewasa (benar-benar matang).
Nilai Kc rata-rata pada tiap fase yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan nilai Kc pada tiap perlakuan
Periode
Pertumbuhan

Prosida

FAO

K*

S**

RT

RB

RK

Tahap Awal (1 15 HST)

1.20

1.1

0.32

0.67

1.09

0.45

0.57

Tahap
Pengembangan
(16 - 40 HST)

1.33

1.15

0.71

0.95

1.16

0.74

0.80

Tahap
Reproduksi
(41 - 70 HST)

1.30

1.30

1.58

1.84

1.20

1.44

1.50

Tahap Akhir (71
- 88 HST)

1.30

0.59

1.19

1.01

1.13

0.85

1.10

Sumber : K* Kalsim et al 2007
S** Sujono 2011

Tabel 4 menunjukkan bahwa fase awal hingga fase reproduksi mengalami
peningkatan nilai Kc dan menurun pada fase akhir atau menjelang panen. Dengan
demikian terjadi pemborosan air yang cukup besar pada masa awal dan
pertumbuhan vegetatif tanaman (Sujono, 2011). Jumlah anakan yang relatif
banyak seperti pada grafik jumlah anakan pada RK, maka kebutuhan airnya jauh
lebih besar dan ETc juga semakin meningkat dibandingkan dengan jumlah anakan
yang lebih sedikit. Pada fase reproduksi, nilai Kc dengan RK lebih besar
dibandingkan lainya. Nilai Kc yang dihasilkan berdasarkan persamaan 4 yaitu
rasio ETc dengan ETo sangat tinggi dan berbeda dengan penelitian sebelumnya,
oleh karena itu dilakukan Kc koreksi dengan program solver (Lampiran 3). Pada
fungsi kendala pada program tersebut nilai Kc tidak boleh lebih besar dari nilai Kc
penelitian sebelumnya berdasarkan budidaya padinya.
Nilai Kc yang didapat pada penelitian ini dapat saja tidak sesuai bila akan
digunakan pada kondisi yang berbeda. Nilai Kc ini didapatkan dari varietas
unggul Ciherang yang ditanam pada kondisi iklim dengan kelembaban udara ratarata 89% dan kecepatan angin 0,37 m/dt. Metode uji coba dan nilai Kc hasil
penelitian ini dapat saja dilakukan sebagai acuan. Namun, penetapan nilai Kc
yang akan digunakan sebagai standar perencanaan irigasi sebaiknya dilakukan
dengan mempertimbangkan hasil penelitian pada berbagai varietas dan/atau hasil
penelitian di berbagai lokasi yang memiliki kondisi klimatologi yang berbeda.

17

Gambar 13 Hasil panen pada tiga rezim (a) RK (b) RB (c) RT
Pemberian Air Optimal
Kebutuhan air irigasi merupakan jumlah air yang diberikan pada setiap pot
sejak mulai tanam hingga panen. Pemberian air tersebut bervariasi tergantung dari
perlakuan pengelolaan air seperti yang disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Pemberian air irigasi pada tiap fase
RT
RB
Periode Pertumbuhan
(mm)
(mm)
Tahap Awal (1 - 15 HST)
24
10
Tahap Pengembangan (16 - 40 HST)
116
84
Tahap Reproduksi (41 - 70 HST)
145
146
Tahap Akhir (71 - 88 HST)
31
41
Total
316
281

RK
(mm)
18
83
129
33
263

Tabel 5 menunjukkan bahwa sistem pemberian air pada RT paling banyak
membutuhkan air. Berdasarkan fase pertumbuhan tanaman, pemberian air
terbanyak terjadi pda tahap reproduksi karena pada tahap ini malai mulai muncul
sehingga lebih banyak membutuhkan air untuk perkembangan tanaman. Metode
pengukuran efisiensi pemberian air irigasi dilakukan dengan metode inflowoutflow yang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Keseimbangan air di pot tanaman
Sistem Irigasi
RT
RB
RK

Inflow (mm)
Hujan
Irigasi
383
316
383
281
383
263

Outflow (mm)
ETc
Drainase
494
262
430
289
412
324

Selisih
(mm)
57
55
90

Tabel 6 menunjukkan selisih pada RT 57 mm (7.5%), RB sebesar 55 mm
(7.6%), dan RK memiliki selisih lebih besar dibandingkan kedua sistem 90 mm
(12.2%). Hal ini menunjukkan tidak akuratnya program solver dalam menghitung
keseimbangan air antara inflow dan outflow. Air pada tanah mengalami infiltrasi,
dimana aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah yang diserap untuk
meningkatkan kelembaban tanah. Efisiensi penggunaan air mutlak diperlukan

18

untuk meningkatkan nilai ekonomi air irigasi. Oleh karena itu, strategi yang
dilakukan adalah mengubah paradigma nilai produktivitas lahan dari hasil produk
per satuan luas lahan menjadi hasil per satuan volume air yang digunakan atau
yang dikenal dengan produktivitas air (Prabowo dan Wiyono 2006). Produktivitas
air pada tanaman adalah perbandingan antara hasil yang diperoleh dengan jumlah
air yang diberikan terhadap tanaman, dengan satuan kg-hasil per m3 air yang
digunakan seperti yang disajikan pada tabel 7.
Tabel 7 Produktivitas air tiap sistem irigasi
Sistem Irigasi
RT
RB
RK

Produksi Produktivitas
Gabah
Lahan
(kg)
(Ton/ha)*
0.05
0.07
0.10

5.55
7.77
11.11

Inflow
(mm)

Produktivitas
Air (kg/m3)

699
664
646

0.79
1.17
1.72

*konversi dengan jarak tanam 30 x 30 cm dalam 1 ha

Pencapaian produktivitas air (kg/m3) tertinggi diperoleh pada RK yaitu 1.72
(kg/m3) 40% dibandingkan kedua rezim air lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
dihasilkan 1.72 kg gabah per m3 air sedangkan pada RT 0.79 kg/m3 dan pada RB
1.17 kg/m3. Jumlah air yang diperlukan merupakan irgasi pada tiap pot dengan
kebutuhan yang berbeda-beda. Pada sistem irigasi RT air masuk sebesar 699 mm,
pada RB sebesar 664 mm, sedangkan pada RK 646 mm. Semakin kering lahan
maka air yang dibutuhkan juga semakin sedikit dan produktivitas air semakin
tinggi.
Pemberian air yang lebih sedikit atau kondisi tanah kering berpengaruh
terhadap produksi gabah seperti terlihat pada Tabel 7. Seluruh malai pada RK
mengering karena kondisi lahan juga kering. Berbeda pada RT, saat panen kondisi
malai masih ada dalam masa pertumbuhan sehingga produksi gabah lebih rendah
yaitu 0.05 kg. Hal ini merupakan pengaruh dari pengelolaan air, semakin kering
lahan maka anakan semakin meningkat dan malai juga meningkat sehingga
produksi gabah juga meningkat seperti terlihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Produksi gabah pada tiga rezim (a) RT (b) RB (c) RK

19

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Neraca air (water balance) dipengaruhi oleh curah hujan dan ETa serta
nilai Kc. Untuk RT nilai Kc tiap fase 1.09 ; 1.16 ; 1.20 ; 1.13 untuk fase
awal, pertumbuhan tanaman, reproduksi, dan fase akhir. Untuk fase
yang sama nilai Kc 0.45 ; 0.74 ; 1.44 ; 0.85 untuk RB dan untuk RK
sebesar 0.57 ; 0.80 ; 1.50 ; 1.10.
2. Semakin kering lahan maka nilai ETc lebih kecil, namun tidak
berpengaruh terhadap nilai Kc. Pada tahap reproduksi mengalami
peningkatan nilai Kc karena pada tahap ini sangat banyak membuuhkan
air untuk pertumbuhan. Berdasarkan respon tanaman, semakin kering
kondisi lahan maka anakan dan malai semakin meningkat pada RK,
namun tanaman lebih tinggi pada kondisi tergenang (RT) dan basah
(RB).
3. Pemberian air optimal pada rezim air kering dengan indikator
produktivitas air dan lahan yang tinggi sebesar 40% lebih tinggi
dibandingkan rezim air lainnya. Produktivitas air yang dihasilkan adalah
untuk RT 0.79 kg/m3 ; RB 1.17 kg/m3 ; dan RK 1.72 kg/m3.
Saran
Perlu dilakukan penentuan nilai Kc lebih banyak lagi khususnya di daerah
Bogor karena nilai Kc tergantung pada iklim setempat. Pengukuran kehilangan air
pada tanaman padi di pot lebih efektif dilakukan dengan penimbangan daripada
pengukuran langsung dengan alat ukur. Apabila melalukan penanaman padi di pot
lebih baik di greenhouse agar terhindar dari serangan hama.

DAFTAR PUSTAKA
Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop Evapotranspiration
(guidelines for computing crop water requirements). FAO Irrigation and
Drainage Paper No. 56.
Arif C, Setiawan BI, Sofiyuddin HA, Martief IM, Mizoguchi M, Doi R. 2012.
Estimating crop coefficient in intermittent irrigation paddy fields using
Excel Solver. Rice Science, 19 (2) : 143-152.
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Berkelaar D. 2001. Sistem intensifikasi padi (system of rice intensification-SRI) :
Sedikit dapat memberi lebih banyak. Buletin ECHO Development Noter,
Januari 2001. ECHO, Inc. 17391 Durrance Rd. North Ft. Myers FL. 33917
USA.

20

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Standar Perencanaan Bagian
Jaringan Irigasi KP-01. Direktorat Jendral Sumber Daya Air. Jakarta (ID):
DPU
Doorenbos J, Pruitt WO. 1997. Crop water requirements. FAO Irrigation and
Drainage Paper No. 24. Rome: Food and Agriculture Organizer of the U.N.
Hanafiah AK. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo
Persada.
Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Kalsim DK, Yushar, Subari, Deon M, Sofiyuddin HA. 2007. Rancangan
Operasional Irigasi untuk Pengembangan SRI (Irrigation Operational
Design for SRI Development), Paper disajikan dalam seminar KNIICID,
Bandung.
Kurnia, Undang, Fahmuddin A, Abdurachman A, Ai D. 2006. Sifat Fisik Tanah
dan Metode Analisisnya. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian.
Linsley RK, Joseph BF. 1985. Teknik Sumber Daya Air. Alih Bahasa Djoko S.
Jakarta(ID) : Erlangga.
Mohan S, Arumugam N. 1994. Irrigation crop coefficient for low land rice. Irr
Drain Sys, 8 : 159-176.
Mutakin J. 2007. Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System of
RiceIntensification). Bandung (ID): Universitas Padjajaran Press.
Prabowo A, Wiyono J. 2006. Pengelolaan Sistem Irigasi Mikro untuk Tanaman
Hortikultura dan Palawija. Jurnal Enjiniring Pertanian Vol. IV No.2.
Oktober 2006 hal. 89.
Rohmat D. 2007. Kajian Aspek Pemberian Air dan Mekanisme Penyediaan Hara
pada Budidaya Tanaman Padi Pola SRI. Bandung (ID): Universitas
Pendidikan Indonesia Press.
Sapei A, Dhalhar MA, Fujii K, Miyauchi S, Sudou S. 1990. Pengukuran SifatSifat Fisik dan Mekanik Tanah. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian
IPB.
Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta (ID): Rineka.
Sujono J. 2011. Koefisien Tanaman Padi Sawah Pada Sistem Irigasi Hemat Air.
Agritech, 31 (4), Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Sujono J, Nurrochmad F, Jayadi R. 2006. Growing more paddy with less water.
Research Report, Departement of Civil and Enviromental Engineering,
Faculty of Engineering. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Supardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Bogor Agricultural University
Press.
Tyagi NK, Sharma DK, Luthra SK. 2000. Determination of evapotranspiration
and crop coeffcients of rice and sunflower with lysimeter. Agric Water
Mang, 45(1) : 41-45.

21

Lampiran 1 Segitiga Tekstur Tanah

Silt

Clay

Silt

Keterangan :
United States Departement
of Agricultural (USDA)
1. Clay
2. Silty clay
3. Silty clya loam
4. Sandy clay
5. Sandy clay loam
6. Clay loam
7. Silt
8. Silt loam
9. Loam
10. Sand
11. Loamy sand
12. Sandy loam

Sand
Sumber : Sapei et al (1990)

Lampiran 2 Kandungan Tekstur Tanah Liat dengan Aplikasi TAL

22

Lampiran 3 Nilai koefisien tanaman, Kc koreksi dan rata-rata Kc per fase

Tanggal
28/03/2015
29/03/2015
30/03/2015
31/03/2015
01/04/2015
02/04/2015
03/04/2015
04/04/2015
05/04/2015
06/04/2015
07/04/2015
08/04/2015
09/04/2015
10/04/2015
11/04/2015
12/04/2015
13/04/2015
14/04/2015
15/04/2015
16/04/2015

HST
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Evapotranspirasi
Tanaman (mm/hari)
RT
RB
RK
3.00
1.00
1.00
5.00
2.00
2.00
6.00
5.00
4.00
7.00
7.00
2.00
5.00
2.00
3.00
5.00
5.00
3.00
5.00
2.00
5.00
6.00
2.00
3.00
5.00
3.00
3.00
5.00
2.00
5.00
7.00
7.00
2.00
4.00
4.00
4.00
6.00
4.00
5.00
8.00
5.00
5.00
7.00
5.00
3.00
5.00
3.00
5.00
4.00
3.00
2.00
6.00
6.00
6.00
6.00
5.00
6.00
5.00
7.00
5.00

Evapotranspirasi
Acuan
(mm/hari)
4.95
6.31
3.92
3.00
3.10
2.60
3.74
2.82
3.25
4.38
3.07
4.02
5.00
4.48
3.89
3.55
2.79
4.23
3.82
2.82

Koefisien Tanaman
RT
RB
RK
0.61
0.20
0.20
0.79
0.32
0.32
1.53
1.27
1.02
2.33
2.33
0.67
1.61
0.64
0.97
1.93
1.93
1.16
1.34
0.53
1.34
2.13
0.71
1.06
1.54
0.92
0.92
1.14
0.46
1.14
2.28
2.28
0.65
1.00
1.00
1.00
1.20
0.80
1.00
1.78
1.11
1.11
1.80
1.28
0.77
1.41
0.84
1.41
1.43
1.07
0.72
1.42
1.42
1.42
1.57
1.31
1.57
1.77
2.48
1.77

RT
0.61
1.10
1.10
1.15
1.15
1.12
1.15
1.12
1.10
1.10
1.10
1.15
1.10
1.15
1.13
1.10
1.10
1.10
1.10
1.10

Kc Koreksi
RB
0.20
0.32
0.67
0.85
0.6

Dokumen yang terkait

Analisis Perbandingan Usaha Tani Padi Sawah Sistem Sri (System Of Rice Intensification) Dengan Sistem Konvensional Di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

12 168 47

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

ENGARUH PERBEDAAN SISTEM TANAM KONVENSIONAL DENGAN SRI (System of Rice Intensification ) TERHADAP DOMINANSI GULMA DAN HASIL TANAMAN PADI

3 31 15

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Metode System Of Rice Intensification (SRI) dan Padi Konvensional di Desa Kebonpedes, Sukabumi

0 5 87

Pertanian padi sawah metode sri (System of Rice Intensification) dan konvensional serta peranannya dalam perekonomian Kabupaten Indramayu

6 77 134

Sifat Fisiologi Dan Agronomi Padi Ratun Dengan Sistem Salibu Pada Budidaya System Of Rice Intensification (Sri).

5 20 46

KEANEKARAGAMAN HYMENOPTERA PARASITOID PADA PERTANAMAN PADI KONVENSIONAL DAN SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI).

0 0 9

TINGKAT SERANGAN Pyricularia oryzea Cav pada TANAMAN PADI YANG DITANAM DENGAN METODA KONVENSIONAL DAN SRI (The SYstem Of Rice INTENSIFICATION).

0 0 6

DAPATKAH STATUS UNSUR HARA DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PADI METODE SRI (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION) DITINGKATKAN?

0 0 10

KARAKTER MORFOLOGI PADI PADA PERTANAMAN DENGAN PENDEKATAN SRI (System of Rice Intensification) Morphological characters of rice under System of Rice Intensification

0 0 11