Studi kemampuan vaksin aktif ND-IB: pembentuk kekebalan dan perlindungan terhadap paparan virus ib pada ayam pedaging

STUDI KEMAMPUAN VAKSIN AKTIF ND-IB: PEMBENTUK
KEKEBALAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PAPARAN
VIRUS IB PADA AYAM PEDAGING

FITRI LUTHFIANTI NUR ANNISAA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kemampuan
Vaksin Aktif ND-IB: Pembentuk Kekebalan dan Perlindungan terhadap Paparan
Virus IB pada Ayam Pedaging adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Fitri Luthfianti Nur Annisaa
NIM B04090154

ABSTRAK
FITRI LUTHFIANTI NUR ANNISAA. Studi Kemampuan Vaksin Aktif ND-IB:
Pembentuk Kekebalan dan Perlindungan terhadap Paparan Virus IB pada Ayam
Pedaging. Dibimbing oleh SRI MURTINI dan RETNO DAMAJANTI
SOEJOEDONO.
Penelitian ini dilakukan untuk mengukur respons kebal ayam yang
divaksin dengan vaksin hidup Newcastle Disease-Infectious Bronchitis (ND-IB)
(LaSota H-120), serta gejala klinis dan gambaran patologi-anatomi pada ayam
yang ditantang dengan virus IB isolat lapang. Penelitian menggunakan 100 ekor
ayam pedaging yang dibagi menjadi 4 kelompok. Dua puluh ekor ayam di awal
penelitian diambil darahnya untuk pengamatan titer antibodi asal induk terhadap
infeksi virus IB pada hari ke-1 dengan uji enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA). Delapan puluh ekor sisanya dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing
20 ekor (K1, K2, K3, dan K4). Kelompok K1 dan K2 tidak divaksinasi.
Kelompok K3 dan K4 divaksinasi pada umur 2 hari. Penantangan dilakukan pada

kelompok K1 dan K3 pada hari ke-14 (12 hari setelah vaksinasi). Sampel darah
dari kelompok yang tidak divaksinasi dan divaksinasi diambil pada hari ke-7, 14,
dan 22. Hasil penelitian menunjukkan ayam yang diamati memiliki titer antibodi
asal induk yang tinggi. Vaksinasi secara tetes hidung dan mulut yang diberikan
pada hari ke-2 tidak mampu menginduksi kekebalan antibodi pada batas nilai
perlindungan. Vaksinasi pada kelompok yang ditantang dapat mengurangi
munculnya gejala kelemahan dan kerusakan pada kantung udara. Kemunculan
gejala klinis dan perubahan patologi-anatomi lebih parah terjadi pada kelompok
yang tidak divaksinasi.
Kata kunci: ayam pedaging, ELISA, Infectious Bronchitis, LaSota H-120, vaksin

ABSTRACT
FITRI LUTHFIANTI NUR ANNISAA. Study on Protection to Infectious
Bronchitis Virus Provide by ND-IB Lived Vaccine on Broiler. Supervised by SRI
MURTINI and RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO.
Objective of the study is to measure the antibody titer, clinical sign, and
post mortal lesion of broilers vaccinated with Newcastle Disease-Infectious
Bronchitis (ND-IB) live vaccine (LaSota H-120) and challenge with Infectious
Bronchitis virus (IBV) field isolates. As much as 100 DOCs were use in this
study. The maternal antibody derivates were taken from 20 broilers on the 1st day

of experiment. The rest of the broilers divided into 4 groups (K1, K2, K3, and
K4). Each group consisted 20 broilers. Group K1 and K2 were unvaccinated.
Group K3 and K4 were vaccinated on the 2nd day according to the manufacturer
procedure. Blood samples from unvaccinated and vaccinated group were taken on
7th, 14th, and 22nd day. Antibody titer was measured by using enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA). Challenge was carried out on 14th day (12th day
post vaccination) to group K2 and K4. The result showed that chickens have high
maternal antibody titer. The combination of intranasal and oral vaccination was

not able to produced protective antibody against IB. Vaccination was able to
reduced lethargy sign and cloudy airsacs. The clinical signs and post mortal
lesions were more severe on K2 group than K4 group.
K e y w o r ds:
vaccine

broiler, ELISA, Infectious Bronchitis, LaSota H-120,

STUDI KEMAMPUAN VAKSIN AKTIF ND-IB: PEMBENTUK
KEKEBALAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PAPARAN
VIRUS IB PADA AYAM PEDAGING


FITRI LUTHFIANTI NUR ANNISAA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama
NRP

: Studi Kemampuan Vaksin Aktif ND-IB: Pembentuk
Kekebalan dan Perlindungan terhadap Paparan Virus IB

pada Ayam Pedaging.
: Fitri Luthfianti Nur Annisaa
: B04090154

Disetujui oleh

Dr drh Sri Murtini, MSi
Pembimbing I

Prof Dr drh Retno D Soejoedono, MS
Pembimbing II

Diketahui

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi


Nama
NRP

Studi Kemampuan Vaksin Aktif ND-IB: Pembentuk
Kekebalan dan Perlindungan terhadap Paparan Virus IB
pada Ayam Pedaging.
Fitri Luthfianti Nur Annisaa
B04090154

Disetujui oleh

Dr drh Sri Murtini, MSi
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

tl 9 SEP lQU

Prof Dr drh Retno D Soejoedono, MS

Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang diangkat
untuk skripsi ini adalah Studi Kemampuan Vaksin Aktif ND-IB: Pembentuk
Kekebalan dan Perlindungan terhadap Paparan Virus IB pada Ayam Pedaging.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr drh Sri Murtini, MSi selaku dosen
pembimbing skripsi I dan Prof Dr drh Retno D Soejoedono, MS selaku dosen
pembimbing skripsi II dan dosen pembimbing akademik, atas segala bimbingan,
nasihat, dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan
penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
drh Abdul Gani Amri Siregar, MS selaku dosen penilai dalam seminar, serta
Dr drh Sus Derthi Widhyari, MSc dan drs Pudji Achmadi, MS selaku dosen
penguji dalam UASKH. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada drh Okti Nadya Poetri, MSc, drh Ni Luh Putu Ika Mayasari, PhD,
drh Linatul Musyafa’ah, drh Vivi Maryuni, Megasari Kusuma, SKH, Pak Nur,
Mas Wahyu, dan Pak Lukman, atas bantuan, dorongan, masukan selama
pengumpulan dan pengolahan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan adik atas

doa dan dukungan yang diberikan selama ini. Selanjutnya ungkapan terima kasih
penulis ucapkan kepada teman sepenelitian (Jati, Yuliani, Wilyanti, Denny,
Muhyar, Chiko), sahabat-sahabat terdekat (Alifiana, Anggina, Feni, Syifak,
Febriani, Uzi, Yana), dan teman-teman seangkatan Geochelone 46 yang samasama berjuang dalam menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Fitri Luthfianti Nur Annisaa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat

4

Alat dan Bahan

4


Metode Penelitian

4

Analisis Statistik

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

6

Pembahasan

8

Titer Antibodi

8


Gejala Klinis

10

Patologi Anatomi

11

PENUTUP
Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Interpretasi hasil uji ELISA
6
Gejala klinis ayam tidak divaksin dan ditantang virus IB
7
Gejala klinis ayam divaksin dan ditantang virus IB
7
Pengamatan perubahan patologi anatomi ayam yang ditantang virus IB
8
Gejala klinis ayam tidak divaksin dan divaksin, namun ditantang virus IB 10
Evaluasi perbandingan antara kelompok K2 dan K4 terhadap kondisi titer
antibodi, gejala klinis, dan patologi anatomi
12

DAFTAR GAMBAR
1
2

Diagram alir
Rataan titer antibodi setiap kelompok

5
7

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Titer antibodi asal induk (hari ke-1)
Titer antibodi kelompok tidak divaksinasi (hari ke-7)
Titer antibodi kelompok divaksinasi (hari ke-7)
Titer antibodi kelompok tidak divaksinasi (hari ke-14)
Titer antibodi kelompok divaksinasi (hari ke-14)
Titer antibodi kelompok tidak divaksinasi dan tidak ditantang (hari ke-22)
Titer antibodi kelompok tidak divaksinasi dan ditantang (hari ke-22)
Titer antibodi kelompok divaksinasi dan tidak ditantang (hari ke-22)
Titer antibodi kelompok divaksinasi dan ditantang (hari ke-22)
Rataan titer antibodi setiap kelompok

15
15
16
16
17
17
18
18
19
19

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pesatnya pertumbuhan peternakan unggas di Indonesia terutama ayam tidak
terlepas dari penyakit-penyakit yang menyerangnya. Penyakit-penyakit ini
menimbulkan kendala dan kerugian bagi para peternak. Infectious Bronchitis (IB)
merupakan salah satu penyakit yang menyerang sistem pernapasan (Tarmudji
2005). Penyakit IB disebabkan oleh virus Infectious Bronchitis yang termasuk
genus Coronavirus dan famili Coronaviridae. Partikel virus IB berbentuk
pleomorphic dan memiliki envelop (selaput luar) dengan diameter 90–200 nm.
Virus IB merupakan virus RNA rantai tunggal, sehingga virus mudah mengalami
mutasi dan perubahan antigenik (Untari et al. 2003). Serotipe virus IB yang
ditemukan di Indonesia adalah Massachussets dan Connecticut, serta virus IB
varian yang tidak termasuk dalam salah satu dari kedua serotipe yang disebutkan
sebelumnya (Darminto 1999). Variasi serotipe dan varian virus IB terbentuk
melalui mutasi titik, insersi, delesi dan rekombinasi RNA (Dharmayanti et al.
2003).
Terdapat tiga macam protein struktural pada virus IB, yaitu protein
nucleocapsid (N), glikoprotein membran (M), dan glikoprotein spike (S).
Glikoprotein spike terletak pada permukaan virion dan terdapat dalam dua
subunit, yaitu S1 dan S2. Protein S1, S2 , M, dan N merupakan protein yang dapat
menimbulkan respon antibodi pada tubuh ayam yang terinfeksi virus IB (Indriani
dan Darminto 2000a). Protein S1 merupakan bagian dari virus IB yang
menentukan serotipe. Serotipe baru virus IB terbentuk karena perubahan
komposisi asam amino pada protein spike namun sebagian besar genom virus
tidak berubah (Cavanagh et al. 1992). Virus IB bertahan lebih lama pada pH 11.
Selain itu, virus juga bersifat sangat labil dan sensitif terhadap bahan-bahan yang
bersifat lipolitik, panas, serta berbagai jenis desinfektan. Pada umumnya virus IB
akan inaktif pada suhu 56°C selama 15 menit dan 45°C selama 90 menit (King dan
Cavanagh 1991).
Ayam merupakan unggas yang rentan dengan virus IB dan dapat terserang
pada setiap tingkatan umur (Butcher et al. 2002). Penyakit yang ditimbulkan virus
IB bersifat akut, sangat menular, dan penyebarannya sangat cepat. Virus IB
memiliki masa inkubasi pendek yaitu 18–36 jam dan cepat menyebar melalui
saluran pernapasan (inhalasi) dan pencernaan (kontaminasi pakan, air, atau feses)
(Indriani dan Darminto 2000a).
Selain menyerang saluran respirasi, virus IB juga ditemukan menginfeksi
oviduk dan ginjal (nephropathogenic) (Licata 2007). Strain virus IB
nephropathogenic dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi telur
mencapai 60% dalam 6–7 minggu, serta menyebabkan kematian pada ayam
petelur dan ayam pedaging umur muda (Indriani dan Darminto 2000a). Pada ayam
dewasa, morbiditas biasanya tinggi dan mortalitas rendah. Kematian akibat
penyakit IB mencapai 10–30% pada anak ayam berumur kurang dari tiga minggu
(Indriani dan Darminto 2000b).
Penularan penyakit IB sangat cepat pada ayam muda dan menimbulkan
gejala klinis yaitu bersin-bersin, sesak nafas, ngorok (Damayanti dan Darminto

2
2001), batuk, kekerdilan pada ayam pedaging (Indriani dan Darminto 2000a),
kelemahan (Cavanagh 2003), adanya leleran yang keluar dari hidung,
kebengkakan sinus (sinus infraorbitalis dan supraorbitalis), lakrimasi, dan
konjunktivitis (Tarmudji 2005). Selain itu, sudut mata medial melebar dan
membran niktitan menjadi berwarna merah. Pada ayam umur 6 minggu dan
dewasa juga terdengar suara ngorok pada saat bernapas, namun tidak ditemukan
adanya leleran dari hidung. Ayam pedaging yang terinfeksi oleh salah satu virus
nephropathic menunjukkan gejala depresi, bulu kusam, feses basah, dan
meningkatnya konsumsi air minum (King dan Cavanagh 1991).
Target organ virus IB adalah trakea, paru-paru, hati, limpa, ginjal, bursa,
dan seka tonsil (Damayanti dan Darminto 2001). Perubahan patologi anatomi
yang terjadi diantaranya ditemukannya eksudat di dalam trakhea, saluran hidung
dan sinus hidung. Selain itu, juga ditemukan kantung udara berwarna keruh atau
mengandung eksudat berwarna kuning dan sedikit peradangan di sekitar bronki.
Virus pada vaksin ND-IB tidak menyebabkan gangguan pernapasan yang parah
pada anak ayam jika tidak terjadi infeksi sekunder oleh bakteri (Licata 2007,
Cavanagh 2003) E. coli dan mikoplasma (Murphy et al. 1999). Kematian ayam
yang terinfeksi virus IB tergantung pada virulensi serotipe virus yang menyerang,
status kekebalan, antibodi asal induk, umur, stres, dan adanya infeksi sekunder
(Indriani dan Darminto 2000a).
Ayam yang pernah menderita penyakit IB akan resisten jika terpapar virus
dengan strain yang sama (daya perlindungan homolog), namun tidak resisten pada
paparan virus IB dengan strain berbeda. Daya perlindungan yang dihasilkan akan
rendah pada ayam yang divaksin heterolog dengan virus IB tantang (De Wit
2000). Daya perlindungan pada saluran respirasi akan ditemukan mencapai level
antibodi tertinggi setelah 3–4 minggu terinfeksi. Induk ayam yang telah sembuh
dari infeksi IB akan ditemukan antibodi IB pada kuning telur yang selanjutnya
akan diabsorbsi oleh anak ayam. Antibodi terhadap IB pada anak ayam ditemukan
sampai umur 3 minggu, namun antibodi tidak sepenuhnya dapat melindungi anak
ayam terhadap infeksi alami virus IB (Hofstad 1952).
Pencegahan penyakit infeksius pada ayam pedaging secara umum meliputi
tindakan biosekuriti, vaksinasi, dan pengobatan berbasis laboratorium (Ardana
2011). Vaksinasi merupakan salah satu usaha pengendalian penyakit viral,
sehingga hewan menjadi kebal sebelum terinfeksi virus (Malole 1987). Vaksinasi
IB menggunakan vaksin aktif atau vaksin virus hidup dan vaksin inaktif atau
vaksin virus dimatikan. Vaksin aktif digunakan pada ayam pedaging. Vaksin aktif
yang berisi kombinasi virus IB dan ND sering diaplikasikan pada peternakan.
Pemberian vaksin aktif pada individu dilakukan dengan cara tetes mata,
intratrakea, dan intranasal. Vaksin inaktif dapat diberikan dengan cara
dikombinasikan dengan vaksin inaktif lainnya (King dan Cavanagh 1991).
Virus vaksin aktif akan berkembang di dalam tubuh hewan dan merangsang
pembentukan antibodi secara aktif. Vaksin aktif memiliki sifat yaitu menimbulkan
kekebalan dalam waktu singkat, sehingga perlu dilakukan vaksinasi ulang
(booster). Pemberian booster menimbulkan pembentukan antibodi yang cepat
karena sel-sel memori telah mengenal antigen yang sama (Dewi 2011).
Pemberian vaksin yang diberikan secara injeksi berulang dapat
menyebabkan stres, sehingga lebih disukai pemberian vaksin kombinasi. Pada
vaksin monovalen hanya bekerja satu jenis virus. Pada vaksin kombinasi (bivalen,

3
trivalen, atau polivalen) terdapat lebih dari satu jenis virus, sehingga memiliki
keuntungan antara lain ayam menjadi tidak stres. Keuntungan lain penggunaan
vaksin kombinasi diantaranya menghemat biaya, tenaga, dan waktu (Dewi 2011).
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui keberhasilan
vaksinasi. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan serologis dan isolasi
agen penyakit yang ada pada tubuh ayam. Keberhasilan vaksinasi tergantung dari
keadaan titer antibodi dan ada tidaknya agen penyakit dalam tubuh (Ardana
2011).
Uji-uji yang dapat digunakan dalam diagnosa virus IB antara lain isolasi
virus,
reverse
transcriptase-polymerase
chain
reaction
(RT-PCR),
immunofluorescence assay (IFA), dan immunoperoxidase assay (IPA). Uji
serologis yang biasa digunakan berupa uji hemaglutinasi inhibisi (HI), uji
netralisasi, enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan agar gel
precipitation test (AGPT) (De Wit 2000). Uji HI bersifat sensitif terhadap strain.
Uji netralisasi bersifat sensitif terhadap serotipe. Sensitivitas yang tinggi pada
ELISA terhadap berbagai macam serotipe dapat mendeteksi sejumlah kecil
antibodi dari infeksi virus strain lain (Untari 2004). Keuntungan dari ELISA
diantaranya cepat dalam pengerjaan dan mendapatkan hasil, dapat menguji sampel
dalam jumlah banyak, serta hasil perhitungan antibodi berupa kuantitatif (Dewi
2011). Uji HI dan ELISA cocok digunakan sebagai uji serologi secara rutin.
Imunoglobulin G (IgG) dapat dideteksi lebih sensitif dengan ELISA dibanding uji
netralisasi dan HI (Mockett dan Darbyshire 1981). Uji RT-PCR dapat lebih cepat
membedakan serotipe virus IB dibandingkan uji HI dan netralisasi (Untari 2003).
Sensitivitas IFA akan sama atau dibawah dari hasil uji isolasi virus tergantung
pada perbedaan stadium infeksi. Uji imunoperoksidase atau IPA dapat
mengevaluasi sel pembawa antigen, namun tidak sensitif jika terdapat peroksidase
yang tertinggal selama proses persiapan. Uji agar gel presipitasi atau AGPT
bersifat ekonomis dan cepat, namun memerlukan beberapa konsentrasi antiserum
dalam pengujian untuk mengindari didapatkannya hasil negatif palsu dan
memiliki sensitivitas rendah (De Wit 2000).

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengukur
respons kebal ayam yang divaksin dengan vaksin aktif ND-IB (LaSota H-120),
serta gejala klinis dan perubahan patologi-anatomi pada ayam yang ditantang oleh
virus IB isolat lapang.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai respons
kebal ayam yang divaksin dengan vaksin aktif ND-IB (LaSota H-120), gejala
klinis, perubahan patologi-anatomi, dan kemampuan ayam menghadapi efek
tantang oleh virus IB isolat lapang.

4

MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian berlangsung pada bulan Mei–Juni 2012. Penelitian ini dilakukan
di Laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan
dan Kesmavet dan Kandang UPT Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah syringe 1 ml dan 3 ml,
laminar flow cabinet tipe 1, kulkas, mikropipet, tip, tabung mikro (eppendorf),
kapas, rak, ice pack, cooler box, alat sentrifugasi, ELISA reader, kandang litter,
dan alat-alat nekropsi. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah
100 ekor anak ayam pedaging, alkohol 70%, virus IB isolat lapang yang diperoleh
dari Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH),
vaksin aktif ND-IB (LaSota H-120), dan ELISA kit (BioChek).

Metode Penelitian
Persiapan kandang dilakukan 1 minggu sebelum ayam datang yaitu dengan
pembersihan kandang, pemberian kapur, dan penyemprotan desinfektan yang
dicampurkan dengan formalin. Tiga hari kemudian, dilakukan fumigasi dengan
menggunakan KMnO4 yang dicampur formalin dan pemberian sekam pada lantai
kandang. Air minum dan pakan diberikan secara ad libitum. Pemeliharaan
dilakukan selama 22 hari.
Pada hari ke-1 dilakukan pengambilan darah dari 20 ekor ayam dengan
syringe 1 ml melalui jantung. Vaksinasi dilakukan pada hari ke-2 secara intranasal
dan tetes mulut masing-masing sebanyak 1 tetes pada 40 ekor ayam (kelompok
K3 dan K4), sedangkan 40 ekor sisanya tidak divaksinasi (kelompok K1 dan K2).
Pada hari ke-7 sampel darah diambil sebanyak 10 ekor masing-masing dari
kelompok yang divaksinasi dan tidak divaksinasi dengan menggunakan syringe 3
ml melalui vena brachialis. Pada hari ke-14 juga dilakukan pengambilan darah.
Sampel darah disimpan dalam kulkas (4°C) selama 24 jam untuk diambil
serumnya. Selanjutnya serum digunakan dalam pengukuran titer antibodi.
Uji tantang dilakukan dengan pemberian virus IB isolat lapang dosis
106 EID50/ekor sebanyak 0.5 ml. Penantangan dilakukan hari ke-14 pada 10 ekor
masing-masing dari kelompok yang divaksinasi dan tidak divaksinasi dengan
pemberian secara oral. Kelompok K1 merupakan kelompok yang tidak divaksin
dan tidak ditantang. Kelompok K2 merupakan kelompok yang tidak divaksin dan
ditantang. Kelompok K3 merupakan kelompok divaksin dan tidak ditantang.
Kelompok K4 merupakan kelompok divaksin dan ditantang.
Ayam-ayam yang sudah ditantang dengan virus lapang diamati gejala klinis
yang tampak dimulai hari ke-15 sampai dengan hari ke-21. Jumlah ayam yang

5
menunjukkan gejala klinis dihitung dan dibandingkan dengan total jumlah ayam
yang diamati masing-masing kelompok. Pada hari ke-22 dilakukan pengambilan
darah dan ayam dimatikan untuk diamati perubahan patologi anatomi yang terjadi.

Gambar 1 Diagram alir
Titer antibodi terhadap virus IB diukur dengan uji ELISA (BioChek).
Sampel serum sebanyak 0.5 µl diencerkan dengan diluent buffer 250 µl.
Selanjutnya sebanyak 100 µl kontrol positif dimasukkan dalam well A1 dan B1,
100 µl kontrol negatif pada well C1 dan D1, serta 100 µl sampel yang sudah
diencerkan sesuai pola pada plate. Plate ditutup dengan aluminium foil dan
diinkubasi pada suhu ruang 22–27°C selama 30 menit. Setelah itu, cairan di dalam
plate dibuang dan dicuci dengan wash buffer 350 µl sebanyak 4 kali. Plate
dikeringkan dengan cara diketukkan pada tisu agar cairan dapat terbuang secara
sempurna. Selanjutnya conjugate (anti-chicken IgG dengan label enzim alkalin
fosfatase) sebanyak 100 µl dimasukkan ke tiap well. Plate ditutup dan diinkubasi
pada suhu ruang 22–27°C selama 30 menit. Cairan di dalam plate dibuang dan
dikeringkan dengan cara diketukkan pada tisu. Selanjutnya substrat ditambahkan
pada tiap well sebanyak 100 µl. Plate kemudian ditutup dan diinkubasi pada suhu

6
ruang 22–27°C selama 15 menit. Stop solution sebanyak 100 µl ditambahkan pada
tiap well dan dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm.
Perhitungan sample value related to positive value (S/P) dapat dihitung
dengan formula sebagai berikut.

S/P =

Log10 titer = 1.0 x (Log10 S/P) + 3.62
Titer = antilog (Log10 titer)
Tabel 1 Interpretasi hasil uji ELISA
S/P Value Titer IB Status Antibodi IB
< 0.199
< 833 Negatif
> 0.200
> 834 Positif

Analisis Statistik
Data titer antibodi yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan
metode analysis of variance (Anova) dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk
membuktikan adanya perbedaan yang nyata antarperlakuan. Pengamatan gejala
klinis dianalisis dengan menggunakan metode Anova dan perubahan patologi
anatomi dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil rataan titer antibodi setiap kelompok dapat dilihat pada Gambar 2.
Pada hari ke-1 titer antibodi bernilai 4 143.36±2 234.15. Pada hari ke-7 kelompok
yang tidak divaksin memiliki nilai titer antibodi 663.26±544.74 dan kelompok
yang divaksin memiliki nilai titer antibodi 395.95±152.09. Pada hari ke-14
kelompok yang tidak divaksin memiliki nilai titer antibodi 236.67±194.63 dan
kelompok yang divaksin memiliki nilai titer antibodi 314.15±213.76. Pada hari
ke-22 hanya kelompok yang divaksin dan tidak ditantang mengalami kenaikan
titer antibodi. Kelompok K1 (tidak divaksin dan tidak ditantang) memiliki nilai
titer antibodi 92.31±76.15, kelompok K2 (tidak divaksin dan ditantang) memiliki
nilai titer antibodi 127.34±222.10, kelompok K3 (divaksin dan tidak ditantang)
memiliki nilai titer antibodi 403.89±485.42, kelompok K4 (divaksin dan
ditantang) memiliki nilai titer antibodi 223.06±214.32.

7

Gambar 2 Rataan titer antibodi setiap kelompok
Gejala klinis kelompok yang mendapat perlakuan tantang dapat dilihat pada
Tabel 2 dan Tabel 3. Gejala klinis memperlihatkan ayam yang ditantang
mengalami gejala lemah, diare, ngorok, dan anoreksia.
Tabel 2 Gejala klinis ayam tidak divaksin dan ditantang virus IB (Kelompok K2)
Gejala klinis
Hari ke- (setelah tantang)
1
2
3
4
5
6
7
Lemah
6/10 9/10 9/10 9/10 9/10 10/10 8/10
Bulu kusam
0/10 0/10 0/10 1/10 3/10 1/10 1/10
Anoreksia
0/10 0/10 0/10 3/10 5/10 4/10 2/10
Diare
0/10 2/10 2/10 5/10 0/10 2/10 6/10
Ngorok
0/10 1/10 1/10 3/10 6/10 3/10 1/10
Tak ada kelainan 4/10 1/10 1/10 1/10 1/10 0/10 2/10
Tabel 3 Gejala klinis ayam divaksin dan ditantang virus IB (Kelompok K4)
Gejala klinis
Hari ke- (setelah tantang)
1
2
3
4
5
6
7
Lemah
1/10 1/10 2/10 2/10 5/10 7/10 4/10
Bulu kusam
0/10 0/10 0/10 0/10 1/10 2/10 1/10
Anoreksia
0/10 0/10 0/10 0/10 2/10 2/10 0/10
Diare
0/10 0/10 0/10 0/10 3/10 2/10 3/10
Ngorok
0/10 0/10 0/10 0/10 0/10 0/10 1/10
Tak ada kelainan 9/10 9/10 8/10 8/10 1/10 2/10 5/10
Pengamatan patologi anatomi pada kelompok yang ditantang dapat dilihat
pada Tabel 4. Pada umumnya penantangan menyebabkan adanya hemoragi dan
kelainan pada organ-organ pernapasan, pencernaan, dan hati, serta pembengkakan
ginjal.

8
Tabel 4 Pengamatan perubahan patologi anatomi ayam yang ditantang virus IB
Perubahan patologi anatomi (PA)
K2 (tidak divaksinasi) K4 (divaksinasi)
Ginjal bengkak
10/10
8/10
Hemoragi usus
8/10
8/10
Kantung udara keruh
4/10
0/10
Hemoragi trakea
3/10
4/10
Hemoragi proventrikulus
0/10
2/10
Hemoragi paru-paru
2/10
2/10
Hemoragi ginjal
2/10
0/10
Hemoragi seka tonsil
3/10
0/10

Pembahasan
Titer Antibodi
Sistem imunitas (kekebalan) terdiri atas kekebalan humoral (humoral
immunity) dan kekebalan berperantara sel (cell mediated immunity). Kekebalan
humoral akan memproduksi antibodi untuk menetralkan antigen. Antibodi
diproduksi oleh limfosit yang disebut sel B. Sel B berdiferensiasi menjadi sel
plasma dan secara aktif mensekresikan antibodi (Raj dan Jones 1997). Antibodi
terdapat pada cairan ekstraseluler dan permukaan sel B. Kekebalan berperantara
sel melibatkan limfosit berupa sel T yang melawan antigen intraseluler. Sel T
terdiri atas sel T pembantu (helper T cells) yang menstimulasi pembentukan
antibodi, sel T sitotoksik (cytotoxic T cells) menyebabkan lisisnya sel yang
terinfeksi, sel T hipersensitifitas tertunda (delayed hypersensitivity T cells) dalam
reaksi alergi dan penolakan transplantasi organ, serta sel T supresor (suppressor T
cells).
Hasil pemeriksaan terhadap titer antibodi setiap kelompok dapat dilihat pada
Gambar 2. Rataan titer antibodi pada hari ke-1 menunjukkan nilai titer antibodi
asal induk (maternal antibody). Antibodi asal induk terhadap virus IB diturunkan
dari induk ke anak ayam melalui kuning telur (Shane 1998).
Penurunan titer antibodi terjadi pada kelompok divaksinasi dan kelompok
tidak divaksinasi. Penurunan titer antibodi yang terjadi pada kelompok yang tidak
divaksinasi disebabkan oleh menurunnya titer antibodi asal induk di dalam tubuh
ayam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indriani dan Darminto (2000a) yaitu
antibodi asal induk akan turun secara linier seiring bertambahnya umur dan akan
mencapai titer setengah dari titer baru menetas setelah 5–6 hari. Pada kelompok
yang divaksinasi, penurunan titer antibodi selain disebabkan oleh menurunnya
titer antibodi asal induk, diduga terjadi netralisasi virus vaksin oleh antibodi asal
induk. Netralisasi antibodi merupakan respons kebal yang dapat menetralkan virus
atau antigen baik yang hidup maupun mati. Puspitasari (2009) menyatakan
antibodi asal induk akan menutup determinan antigen sehingga sel B tidak dapat
mengikat antigen vaksin. Selanjutnya sel B tidak bisa berproliferasi menjadi sel
plasma untuk membentuk antibodi.
Pada penelitian ini, vaksinasi diberikan pada DOC berumur 2 hari
menggunakan vaksin aktif. Hofstad (1978) menyatakan ayam komersial memiliki
antibodi asal induk sehingga prosedur vaksinasi IB dilakukan pada umur 4–5 hari
setelah titer antibodi menurun dan diulangi pada umur 4 minggu. Bains (1979)

9
menyatakan ayam pedaging divaksinasi IB antara umur 7–10 hari, seperti yang
dinyatakan oleh Shane (1998) yaitu vaksinasi pertama dapat diundur sampai umur
7–14 hari pada kandang yang memiliki tingkat biosekuriti yang tinggi. Kahn
(2005) menyatakan vaksin aktif IB diberikan pada ayam umur 1–14 hari dengan
cara disemprot (spray), air minum, dan tetes mata. Pada daerah endemik penyakit
IB, vaksinasi diberikan pada ayam umur 1 hari secara semprot (Cavanagh 2003,
Shane 1998).
Pada hari ke-14, titer antibodi pada kelompok tidak divaksinasi (K1 dan K2)
lebih rendah dibandingkan dengan kelompok divaksinasi (K3 dan K4). Hal ini
menunjukkan titer antibodi asal induk pada tubuh ayam yang semakin menurun.
Pada kelompok tidak divaksinasi dengan kelompok divaksinasi menunjukkan nilai
tidak berbeda nyata (Lampiran 10) berdasarkan analisis statistika. Hal ini
disebabkan vaksinasi yang diberikan belum mampu menimbulkan respons
humoral. Vaksin aktif mampu menginduksi baik respons humoral maupun respons
seluler. Pada umumnya, vaksin berisi virus hidup lebih mampu merangsang
kekebalan berperantara sel dibandingkan dengan vaksin berisi virus dimatikan
(Malole 1987). Hawkes et al. (1983) menyatakan replikasi virus IB utamanya
terjadi di trakea dan memungkinkan munculnya imunitas lokal pada saluran
pernapasan.
Pada hari ke-22 kelompok K1, K2, dan K4 mengalami penurunan titer
antibodi. Antibodi pada kelompok K1 menunjukkan titer paling rendah karena
antibodi asal induk yang sudah habis. Hal ini sama seperti yang dinyatakan
Hofstad (1987) bahwa antibodi asal induk memiliki level tertinggi setelah ayam
menetas dan menurun hingga habis dalam 4 minggu. Pada kelompok K2 titer
antibodi terus menurun karena tidak mendapatkan vaksinasi untuk menggertak
antibodi, namun ditantang virus IB. Tantang virus merupakan paparan pertama
bagi K2. King dan Cavanagh (1991) menyatakan antibodi asal induk hanya dapat
melindungi ayam terhadap tantang virus IB sampai umur 1–2 minggu. Kelompok
K3 mengalami kenaikan titer antibodi 20 hari setelah vaksinasi. Hal ini berbeda
pada penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) pada ayam petelur dengan
pemberian vaksin aktif ND-IB menunjukkan adanya peningkatan titer antibodi 2
minggu setelah vaksinasi. Titer antibodi kelompok K4 mengalami penurunan titer
antibodi lebih rendah dibandingkan dengan K3 karena saat titer antibodi akan naik
setelah vaksin, ditantang oleh virus IB. Vaksinasi dapat mempertahankan titer
antibodi lebih tinggi dibandingkan dengan hewan yang tidak divaksin, namun
tantang akan menurunkan titer antibodi sebelum akhirnya akan menaikkan
titernya kembali. Penurunan titer antibodi setelah tantang diduga akibat netralisasi
virus dengan antibodi hasil vaksinasi sehingga titer antibodi yang bersirkulasi
dalam darah menurun (Puspitasari 2009). Antibodi dapat terdeteksi pada serum
darah ayam dengan konsentrasi tertinggi setelah 10 hari infeksi dan turun setelah
beberapa bulan (Indirani dan Darminto 2000a). Hofstad (1978) menyatakan titer
antibodi bernilai negatif setelah ditantang, namun akan meningkat 2–3 minggu
setelah tantang. Pada penelitan yang dilakukan oleh Mockett dan Darbyshire
(1981) didapatkan hasil titer antibodi tertinggi pada hari ke-21 setelah tantang dan
terus menurun sampai hari ke-63. Pada Lampiran 10, nilai yang dihasilkan
berdasarkan analisis statistika kelompok K1 dan K3 tidak berbeda nyata walaupun
titer antibodi yang dihasilkan kelompok K3 jauh lebih tinggi dibandingkan
kelompok K1. Pada kelompok K2 dan K4, nilai yang dihasilkan berdasarkan

10
analisis statistika juga tidak berbeda nyata. Beda nyata terlihat pada kelompok K1
dan K4.
Variasi tanggap kebal tiap individu yang berbeda akan mempengaruhi
kekebalan yang dihasilkan. Individu yang menanggapi vaksinasi dengan baik akan
menunjukkan kekebalan yang dapat melindungi dan individu dengan tanggap
kebal lemah kurang mampu membentuk titer yang dapat melindungi. Antigen
yang berada lama di dalam tubuh akan menghasilkan tanggap kebal lebih lama.
Sel peka antigen akan menanggapi dengan memproduksi antibodi jika titer
antigen dan cara infeksi yang sesuai (Siregar 2009).
Vaksin IB yang beredar di Indonesia pada umumnya berisi virus IB serotipe
Massachusetts dan sebagian kecil berisi serotipe Connecticut. Vaksin ini kurang
cukup memiliki proteksi silang melawan virus IB strain lapang yang serotipenya
berbeda dengan virus vaksin. Pencegahan terhadap infeksi IB dapat dilakukan
dengan melakukan program vaksinasi yang efektif, yaitu virus vaksin IB memiliki
kesamaan dengan virus IB penyebab wabah di lapang (Darminto 1999). Daya
perlindungan antarserotipe yang rendah sering menyebabkan ayam tetap terinfeksi
IB walaupun sudah divaksinasi (Indriani dan Darminto 2000b). Vaksin ayam
pedaging menggunakan virus hidup (King dan Cavanagh 1991) dari strain yang
patogenitasnya rendah dan cepat menimbulkan kekebalan (Hofstad 1978).
Gejala Klinis
Gejala klinis yang tampak pada kelompok K2 setelah tantang (Tabel 2)
memperlihatkan kelemahan lebih dari 50% pada ayam sejak hari ke-1. Pada hari
ke-2 mulai muncul diare dan ngorok. Pada hari ke-4 mulai terlihat adanya
ketidakseragaman dari ukuran ayam dan diduga beberapa ekor ayam mengalami
anoreksia. Kelompok K4 (Tabel 3) menunjukkan gejala kelemahan pada hari ke-1
sebesar 10%. Pada hari ke-5 mulai terlihat ketidakseragaman dari ukuran ayam
dan diare. Ngorok tampak pada hari ke-7 sebesar 10%. Hal ini seperti yang
dinyatakan oleh Bains (1979), yaitu strain virus yang menyebabkan gangguan
ginjal akan memperlihatkan gejala klinis ayam berkerumun, bulu tampak kusam,
sianosis pada jengger dan pial, dehidrasi, dan kondisi fisik lemah. Selain itu
terjadi peningkatan asupan minum sehingga litter menjadi basah dan jumlah asam
urat yang dihasilkan berlebih. Vaksinasi dapat menghilangkan gejala klinis
kelemahan seperti dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Gejala klinis ayam tidak divaksin dan divaksin, namun ditantang virus IB
Gejala klinis
Tidak divaksinasi (persen) Divaksinasi (persen)
Lemah
84.8a
24.7b
a
Bulu kusam
13.1
12.6a
Anoreksia
33.1a
20.0a
a
Diare
29.9
26.2a
Ngorok
19.4a
10.0a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata pada taraf p