Studi Kemampuan Vaksin ND-IB Lived: Pembentuk Kekebalan dan Perlindungan terhadap Paparan Virus Newcastle Disease pada Ayam Pedaging

STUDI KEMAMPUAN VAKSIN ND-IB LIVED: PEMBENTUK
KEKEBALAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PAPARAN
VIRUS NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM PEDAGING

WILYANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kemampuan
Vaksin ND-IB Lived: Pembentuk Kekebalan dan Perlindungan terhadap Paparan
Virus Newcastle Disease pada Ayam Pedaging adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Wilyanti
NIM B04090096

ABSTRAK
WILYANTI. Studi Kemampuan Vaksin ND-IB Lived: Pembentuk Kekebalan dan
Perlindungan terhadap Paparan Virus Newcastle Disease pada Ayam Pedaging.
Dibimbing oleh SRI MURTINI dan RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO.
Penelitian ini dilakukan untuk mengukur respon kebal ayam yang divaksin
dengan vaksin hidup ND LaSota-IB H120, serta gejala klinis dan gambaran
patologi-anatomi pada ayam yang ditantang. Penelitian menggunakan 60 ekor
ayam pedaging, dua puluh ekor ayam di awal penelitian diambil darahnya untuk
pengamatan titer antibodi asal induk terhadap infeksi virus Newcastle Disease
(ND) pada hari ke-1 dengan uji Hemaglutination Inhibition (HI) mikrotitrasi.
Empat puluh ekor sisanya dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing 10 ekor.
Kelompok K1 dan K2 tidak divaksinasi. Kelompok K3 dan K4 divaksinasi pada
umur 2 hari. Penantangan dilakukan pada kelompok K1 dan K3 pada hari ke-14
(12 hari setelah vaksinasi) dengan virus ND galur lapang. Sampel darah dari
kelompok yang tidak divaksinasi dan divaksinasi diambil pada hari ke-7, 14, dan

22. Hasil penelitian menunjukkan ayam yang diamati memiliki titer antibodi asal
induk yang tinggi. Vaksinasi secara tetes hidung dan mulut yang diberikan pada
hari ke-2 mampu menginduksi kekebalan antibodi pada batas nilai perlindungan.
Vaksinasi pada kelompok yang ditantang dapat mengurangi munculnya
kelemahan dan kerusakan pada sekal tonsil. Kemunculan gejala klinis dan
perubahan patologi-anatomi lebih tinggi terjadi pada kelompok yang tidak
divaksinasi.
Kata kunci: Ayam pedaging, LaSota H-120, Newcastle Disease, uji HI, vaksin

ABSTRACT
WILYANTI. Study on Protection to Newcastle Disease Virus Provide by ND-IB
Lived Vaccine on Broiler. Supervised by of SRI MURTINI and RETNO
DAMAJANTI SOEJOEDONO
The objective of this study was to measure the antibody titer of broilers
were vaccinated with lived ND LaSota-IB H120 vaccine, and to observe the
clinical signs and pathological lesions on challenged group. As much as 60
commercial Day Old Chicks were used in the experimental. Twenty chickens
were bleed at day one to measure maternal antibody against Newcastle Disease
(ND) using Hemaglutination Inhibition (HI) Test. The remaining fourty chickens
were divided into four groups. Each group consisted of ten broilers. Group K1 and

K2 were unvaccinated. Group K3 and K4 were vaccinated on the 2nd day
according to the manufacture procedure. Challenge was carried out on 14th day
(12th day post vaccination) to group K1 and K3 with ND Indonesia isolate virus.
Blood samples from unvaccinated and vaccinated group were taken on 7th, 14th,
and 22nd day. The result showed that chickens had high maternal antibody titer.
The combination of intranasal and oral vaccination was able to produced
protective antibody against ND viral infection. Vaccination was able to reduced

lethargy and petechiae cecal tonsil. The clinical signs and pathological lesions
were more severe on unvaccinated group.
Keywords: Broiler, HI test, LaSota H-120, Newcastle Disease, vaccine

STUDI KEMAMPUAN VAKSIN ND-IB LIVED: PEMBENTUK
KEKEBALAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PAPARAN
VIRUS NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM PEDAGING

WILYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Studi Kemampuan Vaksin ND-IB Lived: Pembentuk Kekebalan
dan Perlindungan terhadap Paparan Virus Newcastle Disease
pada Ayam Pedaging
: Wilyanti
: B04090096

Disetujui oleh


セGゥ@
Dr drh Sri Murtini, M Si
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

Prof Dr drh Retno D Soejoedono, MS
Pembimbing II

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Studi Kemampuan Vaksin ND-IB Lived: Pembentuk Kekebalan
dan Perlindungan terhadap Paparan Virus Newcastle Disease
pada Ayam Pedaging
: Wilyanti
: B04090096


Disetujui oleh

Dr drh Sri Murtini, M Si
Pembimbing I

Prof Dr drh Retno D Soejoedono, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul untuk skripsi ini
adalah Studi Kemampuan Vaksin ND-IB Lived: Pembentuk Kekebalan dan

Perlindungan terhadap Paparan Virus Newcastle Disease pada Ayam Pedaging.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr drh Sri Murtini, M Si selaku dosen
pembimbing skripsi I, Prof Dr drh Retno D Soejoedono, MS selaku dosen
pembimbing skripsi II dan Dr drh Sus Derthi Widhyari, M Si selaku dosen
pembimbing akademik, atas segala bimbingan, nasehat, dorongan, kritik, dan
saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Di samping
itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada drh Okti Nadya Poetri, drh Ni
Luh Putu Ika Mayasari, drh Linatul Musyafa’ah, drh Vivi Maryuni, Mega Sary,
SKH, Pak Nur, Mas Wahyu, dan Pak Lukman, atas bantuan, dorongan, masukan
selama pengumpulan dan pengolahan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan kakak atas
doa serta dukungan yang diberikan selama ini. Selanjutnya ungkapan terima kasih
penulis ucapkan kepada teman sepenelitian (Fitri, Jati, Yuli, Chiko, Uya, Denny),
sahabat-sahabat terdekat (Risna, Ayu Agustri, DK Farah Ana, Puspasari,
Refangga), teman-teman Kost GIC, dan teman teman seangkatan Geochelone 46
yang sama-sama berjuang dalam menempuh pendidikan di Institut Pertanian
Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

Wilyanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Hewan Coba
Rancangan Percobaan
Pembuatan Sel Darah Merah atau Red Blood Cell (RBC)
Prosedur penyiapan virus standar dengan haemagglutination (HA) test
Prosedur uji HI Mikrotitrasi
Analisis Statistik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

Pembahasan
Titer Antibodi
Gejala Klinis
Patologi Anatomi
PENUTUP
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
 



 




4
5
6
6
7
7
 

10 

10
10
11
 

12 
12 
14
17


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Rancangan Percobaan
Rataan Geometrik Mean Titer (GMT) setiap kelompok
Gejala klinis ayam tidak divaksin dan ditantang virus ND (K1)
Gejala klinis ayam divaksin dan ditantang virus ND (K3)
Pengamatan jumlah kematian ayam yang ditantang virus ND
Pengamatan perubahan patologi anatomi ayam yang ditantang virus ND
Evaluasi perbandingan antara kelompok K1 dan K3 terhadap kondisi
titer antibodi, gejala klinis, dan patologi anatomi







12 

DAFTAR GAMBAR
1 Skema penggunaan hewan coba
2 Rataan Geometrik Mean Titer (GMT) setiap kelompok




DAFTAR LAMPIRAN
1 Titer antibodi asal induk (hari ke-1)
2 Titer antibodi kelompok tidak divaksinasi dan divaksinasi (hari ke–7)
3 Titer antibodi kelompok ayam yang tidak divaksinasi dan divaksinasi
(hari ke–14)
4 Titer antibodi kelompok ayam yang ditantang virus ND (hari ke–22)
5 Titer antibodi kelompok ayam yang tidak ditantang virus ND (hari ke22)

14 
14 
15 
15 
16 

1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ayam pedaging komersial pada awalnya hanya berkembang di Benua
Amerika dan Eropa. Sejalan dengan perkembangan globalisasi, penyebaran
penduduk, dan kemudahan sarana transportasi, ayam pedaging komersial yang
telah dikembangkan potensi genetiknya menyebar hampir ke seluruh pelosok
dunia. Sebelum berkembang, ayam pedaging komersial yang dihasilkan
mempunyai tingkat produktivitas rendah, karena selain menghasilkan daging juga
menghasilkan telur. Perkembangan ayam pedaging di Indonesia dimulai pada
pertengahan dasawarsa 1970-an dan merebak pada awal 1980-an (Fadilah 2005).
Nama Newcastle disease (ND atau NCD) memiliki sinonim penyakit Tetelo,
Pseudo Fowl Pest, dan Ranikhet disease. Nama ini diambil dari sebuah nama kota
di Inggris Newcastle on Tyne, tempat penemuan penyakit ini untuk pertama kali
dilaporkan oleh Doyle (1927). Penyakit ini sebenarnya telah ditemukan satu tahun
sebelumnya (1926) oleh Kraneveld di Batavia (Jakarta), namun publikasi
mengenai penyakit tersebut lebih hebat di Inggris, sehingga nama Newcastle
disease (ND) lebih terkenal dibandingkan dengan nama lokal yang lain. Di India,
penyakit ini dikenal dengan nama Ranikhet disease, yang diambil dari nama
sebuah kota di bagian Utara India. Di Indonesia, ND merupakan penyakit unggas
yang paling ditakuti karena kerugian yang ditimbulkan sangat besar (Soeharsono
2005). Morbiditas dapat mencapai 100% sedangkan mortalitas mencapai 90%
pada ayam yang masih muda (Saif 2003).
Virus ND berasal dari famili Paramyxoviridae, subfamili Paramyxovirinae,
dan genus Paramyxovirus. Virionnya pleomorfik, biasanya sedikit membulat atau
memanjang, dengan diameter 150 nm atau lebih. Virus ini terdiri dari
nukleokapsid dengan simetri heliks, berdiameter 13–18 nm, yang dikelilingi oleh
amplop yang berasal dari membran permukaan sel (Fenner et al. 1993). Genom
virus ini mempunyai 6 protein utama yang menyusunnya yaitu Nucleocapsid
protein (N), Phosphoprotein (P), Matrix protein (M), Fusion protein (F),
Hemagglutinin-neuraminidase protein (HN) dan Large polymerase protein (L).
Protein N, P, HN, dan F terletak di bagian luar envelope sedangkan protein M
terdapat di lapisan dalam virion. Protein HN dan F mempunyai kontribusi yang
sangat signifikan dalam virulensi dan penyebaran virus ND dalam tubuh induk
semang. Protein N berhubungan dengan virus polimerase (P-L) selama ekspresi
genom terjadi serta berhubungan dengan protein P selama pemasangan
nukleokapsid. Protein P membentuk senyawa komplek dengan protein N dan L
serta berperan dalam sintesis RNA. Protein L terdapat dalam jumlah paling besar
dalam virus ND dan mempunyai aktivitas katalitik yang berhubungan dengan
polimerase virus (Hewajuli dan Dharmayanti 2011).
Gejala penyakit dimulai dengan anoreksia, meningkatnya temperatur tubuh
sampai 43 °C (normal: 40–41 °C), lesu, haus, bulu kusam, jengger berdarah, mata
tertutup, diare berair, bersin-bersin, gangguan pernapasan, dan larings serta
farings yang kering. Ayam yang sembuh memperlihatkan tanda kerusakan sistem
saraf pusat, dicirikan oleh paresis kaki, ataksia, tortikolis, pergerakan berputarputar, dan tremor (Fenner et al. 1993). Penularan terjadi secara inhalasi melalui

2
bahan yang terinfeksi seperti litter, kontak langsung dengan ayam yang terinfeksi
atau bangkai, kontak fomites, kontaminasi pada pakan, dan kontaminasi pada air
minum (Saif 2003).
Masa inkubasi penyakit ini beragam 2–15 hari, tergantung dari virus yang
menginfeksi, umur, status kekebalan ayam, infeksi dengan organisme lain, kondisi
lingkungan, dan jalur penularan. Berdasarkan sifat keganasannya, ND
diklasifikasikan sebagai berikut.
• Bersifat tidak menyebabkan sakit (apathogenic atau asymptomatic enteric),
ND yang tidak tampak menyerang daerah usus (intestinal infection).
• Bersifat ringan (lentogenik), ayam yang terinfeksi ND tidak menampakkan
gejala sakit atau hanya sedikit dan menyebabkan sedikit kematian atau tidak
ada sama sekali.
• Bersifat sedang (mesogenic) biasanya menyerang anak ayam yang ditandai
dengan gejala adanya gangguan pernapasan, nervous, dan tingkat kematian
tinggi. Serangan pada ayam produksi bisa menyebabkan penurunan produksi
yang drastis.
• Bersifat ganas (velogenic atau neurotropic) menyerang ayam secara tiba-tiba
dan bersifat ganas atau akut. Gejala yang tampak adalah adanya gangguan
pernapasan (ngorok), diare, leher berputar (torticolis), dan kelumpuhan yang
diikuti dengan kematian.
• Bersifat sangat ganas (viscerotropic velogenic; exotic ND; dan asiatic type)
menyerang ayam sangat virulence (virus ganas) dan tingkat kematiannya
tinggi. Gejala yang tampak adalah adanya gangguan pernapasan, nervous,
pergerakan leher memutar dan tidak terkontrol, serta ayam mati mendadak
(Fadilah dan Polana 2004).
Infeksi virus ND terjadi melalui penempelan virus yang dilakukan dengan
penyatuan virus dan membran sel yang diperantarai oleh protein F. Virus RNA
kemudian dilepaskan dalam sitoplasma dan terjadi replikasi. Envelope virus
masuk ke dalam sel melalui dua jalan utama yaitu pertama, penyatuan secara
langsung antara envelope virus dengan membran plasma dan kedua, diperantarai
oleh reseptor endositosis yang tergantung pada kondisi pH-nya. Sel harus
mempunyai reseptor yang cocok sehingga virus dapat melakukan penempelan dan
masuk ke dalam sel. Replikasi virus yang terjadi di limfosit menghasilkan suatu
respon kebal dan produksi antigen virus yang cukup dibutuhkan untuk
meningkatkan efektivitas sistem kebal. Di dalam saluran pencernaan terdapat
faktor-faktor nonspesifik yang mempengaruhi replikasi virus ND. Enzim protease
dan pH yang bervariasi mempunyai pengaruh dalam proses penempelan virus
pada reseptor sel (Hewajuli dan Dharmayanti 2011).
Perubahan pasca mati meliputi perdarahan ekimotik pada larings, trakea,
esophagus, dan disepanjang usus. Lesi histologi yang paling menonjol adalah
nekrosis terpusat pada mukosa usus dan jaringan limfe dan perubahan hiperemia
di sebagian besar organ, termasuk otak (Fenner et al. 1993).
Respon kekebalan seluler dan kekebalan humoral berperan penting dalam
melawan infeksi virus ND. Respon kekebalan seluler dan humoral timbul setelah
dua sampai tiga hari pascavaksinasi ND tetapi respon kekebalan seluler hanya
berperan kecil pada ayam yang divaksinasi ND. Antibodi merupakan suatu unit
yang berfungsi dalam kekebalan humoral. Antibodi dihasilkan oleh sel plasma
dari permukaan limfosit B yang mengandung molekul-molekul immunoglobulin

3
(Ig). Terdapat 3 immunoglobulin yang ditemukan dalam sistem kebal unggas
yaitu IgM, IgG dan IgA. Kekebalan yang diperantarai sel atau cell- mediated
immunity (CMI) efektif melawan infeksi yang terjadi di dalam sel (intra sel)
dengan cara menghancurkan sel yang terinfeksi virus atau masuk ke dalam sel
untuk menghilangkan antigen virus. Sel limfosit T adalah antigen spesifik dalam
respon CMI dan mampu melawan infeksi patogen secara luas. Semua sel T
mengekspresikan CD3 kompleks pada permukaan selnya serta terpisah dari
reseptor sel T. Sel T helper (CD4) berperan dalam regulasi kekebalan humoral,
CMI, mengaktifkan makrofag dengan mensekresikan sitokin, dan menstimulasi
pertumbuhan serta diferensiasi sel B. Cytotoxic limfosit T (CD8) terdapat pada
permukaan sel T yang berperan dalam melisiskan sel yang terinfeksi virus.
Stimulasi salah satu tipe limfosit oleh antigen meningkatkan proliferasi dan
diferensiasi sel limfosit yang terjadi dalam sel efektor dan sel memori. Sel memori
akan kembali muncul ketika antigen yang sama menyerang lagi. Sel ini
berdiferensiasi dengan cepat dalam sel efektor untuk melawan antigen. Produksi
sel memori yang spesifik terhadap antigen merupakan awal pertahanan terhadap
infeksi serta konsep vaksinasi (Hewajuli dan Dharmayanti 2011).
Vaksinasi merupakan cara yang paling umum diterapkan untuk mencegah
penyakit virus. Terdapat dua strategi utama pembuatan vaksin virus, yaitu
menggunakan virus hidup (aktif) dan virus tidak aktif. Sebagian besar vaksin
hidup diinjeksikan di bawah kulit (subkutan) atau pada otot (intramuskuler), tetapi
beberapa diberikan lewat mulut (per oral), dan sejumlah kecil lewat aerosol atau
pada unggas air dalam air minumnya. Virus vaksin bereplikasi dalam sel inang,
menimbulkan respon kekebalan dalam jangka waktu yang lama, tetapi tidak
menyebabkan penyakit. Vaksin tidak aktif biasanya dibuat dari virus virulen.
Vaksin tidak aktif diinjeksikan dalam jumlah banyak untuk menimbulkan respon
antibodi dalam jumlah yang sama dengan penggunaan vaksin virus hidup dengan
dosis yang jauh lebih kecil (Fenner et al. 1993). Vaksin aktif adalah vaksin yang
mengandung antigen yang sudah dilemahkan untuk menghilangkan sifat-sifat
virulensinya. Vaksin inaktif adalah vaksin yang berisi antigen yang sudah
diinaktifkan (dimatikan) tetapi masih memiliki sifat imunogenitas. Vaksin dapat
berisi satu jenis antigen yang disebut vaksin monovalen atau dapat pula berisi
beberapa jenis antigen atau disebut vaksin polivalen (Tizard 2000). Secara teknis,
vaksin harus memenuhi kriteria dapat memberikan perlindungan semaksimal
mungkin terhadap ternak yang divaksin dan terhadap fetus melalui maternal
immunity, tidak menimbulkan sakit jika diaplikasikan dan cara pemberiannya
mudah serta tidak berulang-ulang agar dapat menghemat waktu, tenaga, dan
biaya, serta tidak menimbulkan stres berulang pada ternak (Soeripto 2002).
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengukur respon
kebal ayam yang divaksin dengan vaksin ND-IB lived (LaSota H-120), serta
gejala klinis dan perubahan patologi-anatomi pada ayam yang ditantang oleh virus
ND isolat lapang.

4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai respon
kebal ayam yang divaksin dengan vaksin ND-IB lived (LaSota H-120), gejala
klinis, perubahan patologi-anatomi, dan kemampuan ayam dalam menghadapi
efek tantang oleh virus ND isolat lapang.

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Mei–Juni 2012. Penelitian ini berupa
percobaan laboratorium dan lapangan yang dilakukan di Laboratorium di Bagian
Mikrobiologi Medis Departemen IPHK, dan kandang Unit Pengelola Hewan
Laboratorium (UPHL) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah suspensi sel darah merah
atau Red Blood Cell (RBC) 5% dan 1%, NaCl fisiologis, Na-sitrat 3,8% steril,
alkohol 70%, virus ND isolat lapang dari Balai Besar Pengujian Mutu dan
Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH), vaksin uji ND-IB lived (LaSota H-120),
Phosphat Buffer Saline (PBS).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung standart 10 ml,
syringe 3 ml, laminar flow cabinet tipe 1, refrigerator, micropippete, microplate,
pippete tip, tabung mikro, kapas, kandang litter, rak tabung mikro, ice pack,
cooler box, alat sentrifugasi, alat-alat nekropsi.
Hewan Coba
Sebanyak 60 ekor ayam pedaging umur 1 hari (Day Old Chick). Hari kedua
ayam dibagi menjadi 20 ekor ayam diberikan vaksin ND-IB lived (LaSota H-120),
20 ekor ayam tidak diberikan vaksin, dan 20 ekor ayam diambil darah untuk
mengetahui titer antibodi asal induk. Hari ke–14 dilakukan pengambilan darah
dari 20 ekor masing-masing kelompok untuk diperiksa titer antibodinya dan 10
ekor masing-masing kelompok untuk ditantang dengan virus ND.

Gambar 1 Skema penggunaan hewan coba

5
Rancangan Percobaan
Persiapan kandang dilakukan dengan desinfeksi kandang menggunakan
KMnO4 sebanyak 20 gram dan formalin sebanyak 40 cc/3m kubik serta pemberian
sekam pada lantai kandang. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum.
Pemeliharaan dilakukan selama 22 hari. Ayam yang digunakan adalah ayam
pedaging komersial.
Hari ke-1 dilakukan pengambilan darah dari 20 ekor ayam. Vaksinasi
dilakukan pada hari ke–2 melalui tetes mata dan hidung pada 20 ekor ayam,
sedangkan 20 ekor sisanya tidak divaksinasi. Vaksin yang digunakan dalam
penelitian ini adalah vaksin ND-IB lived (LaSota-H120).
Hari ke–7 sampel darah diambil sebanyak 20 ekor masing-masing dari
kelompok yang divaksinasi dan tidak divaksinasi. Hari ke–14 dilakukan
pengambilan darah dengan menggunakan syringe 3 ml melalui vena brachialis.
Sampel darah disimpan dalam refrigerator selama 24 jam untuk diambil
serumnya. Selanjutnya serum digunakan dalam pengukuran titer antibodi.
Uji tantang dilakukan dengan pemberian virus ND isolat lapang dosis 109
EID50/0,5 ml/ekor. Penantangan dilakukan hari ke–14 pada 10 ekor masingmasing dari kelompok yang divaksinasi dan tidak divaksinasi dengan pemberian
secara oral.
Ayam-ayam yang sudah ditantang dengan virus lapang diamati gejala klinis
yang tampak setiap hari selama 1 minggu. Pada hari ke–22 dilakukan
pengambilan darah dan ayam dimatikan untuk diamati perubahan patologi
anatomi yang terjadi.
Pengukuran titer antibodi ND dilakukan dengan menggunakan uji Hambat
Aglutinasi (HI Test) mikrotitrasi. Sebelum dilakukan uji HI terlebih dahulu
dilakukan pembuatan virus standar 4 HAU/25μl yang diperoleh dari pengenceran
stok virus yang telah dititrasi sebelumnya dan suspensi RBC 1%.
Tabel 1 Rancangan percobaan
Kelompok
1

2

Perlakuan (hari ke–)
7
14

K1

Pengambilan
serum darah

Tidak
Pengambilan
vaksin ND- serum darah
IB lived
Tidak
Pengambilan
vaksin ND- serum darah
IB lived

K2

Pengambilan
serum darah

K3

Pengambilan
serum darah

Vaksin ND- Pengambilan
IB lived
serum darah

K4

Pengambilan
serum darah

Vaksin ND- Pengambilan
IB lived
serum darah

Pengambilan
serum darah
dan uji tantang
Pengambilan
serum darah
dan tidak uji
tantang
Pengambilan
serum darah
dan uji tantang
Pengambilan
serum darah
dan tidak uji
tantang

22
Pengambilan
serum darah
dan nekropsi
Pengambilan
serum darah
dan nekropsi
Pengambilan
serum darah
dan nekropsi
Pengambilan
serum darah
dan nekropsi

6
Pembuatan Sel Darah Merah atau Red Blood Cell (RBC)
Darah utuh (whole blood) ditambahkan antikoagulan Natrium Sitrat 3.8%,
disentrifugasi pada 1500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk
dibuang, sedangkan sel darah merah yang mengendap dicuci/dibilas dengan NaCl
fisiologis pada tempat yang sama, kemudian disentrifugasi kembali. Pencucian
dilakukan sebanyak 3 kali. Hasilnya didapatkan sel darah merah dengan
konsentrasi 100%, kemudian dilakukan pengenceran dengan penambahan NaCl
fisiologis secara bertingkat menjadi 50% kemudian diencerkan kembali menjadi
5%. Suspensi RBC tersebut bisa langsung digunakan dengan diencerkan terlebih
dahulu menjadi suspensi 1% untuk uji Hambat Aglutinasi (HI Test) mikrotitrasi.
Prosedur penyiapan virus standar dengan haemagglutination (HA) test (OIE
2012)
• Sebanyak 25μl PBS dimasukkan ke sumur microplate berbentuk V (V bottom
microplate) baris pada A sampai F, kolom dua sampai 12.
• Sebanyak 50μl antigen ND dimasukkan ke sumur A1 sampai E1.
• Antigen ND sebanyak 25μl dipindahkan dari sumur A1 sampai E1 ke dalam
sumur A2 sampai E2 menggunakan pipet multichanel lalu dihomogenkan lima
kali dengan cara memipet naik dan turun. Setiap memasukkan antigen
dilakukan penggantian tips.
• Sebanyak 25μl PBS dimasukkan ke dalam sumur B2 dan dihomogenkan 10
kali dengan cara memipet naik dan turun. Selanjutnya dari sumur B2
dikeluarkan sebanyak 25μl campuran tersebut sehingga pengenceran pada
sumur B2 menjadi 1/3.
• PBS sebanyak 75μl dimasukkan ke dalam sumur C2 dan dihomogenkan 10 kali
dengan cara cara memipet naik dan turun. Dari sumur C2 diambil 75μl
campuran pada sumur tersebut sehingga pengencerannya menjadi 1/5.
• PBS sebanyak 125μl dipipet ke dalam sumur D2 dan dihomogenkan 10 kali
dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur D2 diambil 125μl suspensi
sehingga pengenceran pada sumur tersebut menjadi 1/7.
• PBS sebanyak 175μl dipipet ke dalam sumur E2 dan dihomogenkan 10 kali
dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur E2 diambil 175μl suspensi
sehingga pengenceran pada sumur tersebut menjadi 1/9.
• Selanjutnya digunakan multichanelpipet dengan tips baru. Dipipet 25μl
suspensi dari kolom A2 sampai E2 ke dalam A3 sampai E3 dan dihomogenkan
lima kali dengan cara memipet naik dan turun. Dipipet dengan tips yang sama
25 μl suspensi dari kolom A3 sampai E3 ke dalam kolom A4 sampai E4 dan
dihomogenkan lima kali dengan cara memipet naik dan turun. Langkah ini
diulangi hingga kolom A12 sampai E12. Setelah dihomogenkan lima kali dari
A12 sampai E12 dibuang 25 μl suspensi.
• Selanjutnya dimasukkan sebanyak 25μl PBS ke dalam setiap sumur.
• Terakhir ditambahkan 25μl RBC (1% v/v) ke dalam setiap sumur. Plate
dikocok selama 10 detik.
• Kemudian plate diinkubasi selama 60 menit pada suhu 4°C.
• Hasil diamati setelah sumur kontrol positif tampak adanya reaksi
penghambatan aglutinasi dengan memiringkan plate.

7
Prosedur uji HI Mikrotitrasi (OIE 2012)
• PBS sebanyak 25μl dimasukkan ke dalam sumur microplate berbentuk V (V
bottom microplate).
• 25μl serum ayam dimasukkan pada lubang pertama dan dilakukan pengenceran
menggunakan micropipette dengan cara menghisap dan mengeluarkan
campuran sebanyak lima kali lalu memindahkan 25μl campuran ke sumur
kedua. Pengenceran dilakukan hingga sumur ke 12. Pada sumur ke 12,
campuran sebanyak 25μl dibuang.
• Suspensi virus ND standar (4 HAU) sebanyak 25μl dimasukkan ke dalam
sumur berisi serum yang telah diencerkan lalu dihomogenkan dan inkubasi
pada suhu 4°C selama 60 menit.
• Tambahkan RBC 1% sebanyak 25μl dimasukkan ke semua sumur.
• Plate digoyang selama 10 detik untuk menghomogenkan larutan dan inkubasi
pada suhu 4°C selama 60 menit.
• Hasil diamati setelah sumur kontrol positif tampak adanya reaksi
penghambatan aglutinasi.
Titer antibodi dihitung dengan melihat batas akhir penghambatan aglutinasi
sempurna. Batas akhir pada pengenceran tertinggi yang mampu menghambat
terjadinya aglutinasi secara sempurna dan disebut dengan “end point”.
Rataan titer antibodi dihitung dengan menggunakan Geometric Mean Titre
(GMT) dengan rumus:
Log2 GMT = (Log2 t1)(S1) + (Log2 t2)(S2) + ... + (Log2 tn)(Sn)
N
Keterangan : N = Jumlah contoh serum yang diamati
t = Titer antibodi pada pengenceran tertinggi (yang masih dapat
menghambat aglutinasi sel darah merah)
S = Jumlah contoh serum yang bertiter t
n = Titer antibodi pada sampel ke-n
Analisis Statistik
Data titer antibodi yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan
metode analysis of variance (Anova) dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk
membuktikan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan. Pengamatan gejala
klinis dan perubahan patologi anatomi dianalisis secara deskriptif.

8
HASIL DAN PEMBAHASAN

Titer antibodi (log2)

Hasil

Umur ayam

Gambar 2 Rataan Geometrik Mean Titer (GMT) setiap kelompok
Tabel 2 Rataan Geometrik Mean Titer (GMT) setiap kelompok
Hari ke-

Rataan Titer Antibodi ND
K2
K3

K1
a

a

K4
a

1
5.63±0.67
5.63±0.67
5.63±0.67
5.63±0.67a
a
a
a
7
3.80±1.48
3.80±1.48
3.90±1.29
3.90±1.29a
a
a
a
14
3.15±1.09
3.15±1.09
3.15±0.88
3.15±0.88a
b
a
b
1.60±0.70
5.00±1.31
2.10±1.10a
22
3.88±1.73
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata pada taraf p0.05). Hal ini juga terjadi pada
pemeriksaan titer antibodi pada hari ke-14 sebelum dilakukan penantangan.
Antibodi yang diamati pada hari ke–1 sampai ke–14 kemungkinan besar
merupakan antibodi asal induk. Hal ini sesuai dengan penelitian Ardhiani (2011)
bahwa hasil pengujian titer antibodi pada ayam umur 14 hari mulai menurun dan
persentase ayam yang memiliki titer protektif hanya 70%. Tingginya titer antibodi
asal induk pada anak ayam juga dapat menghambat respon pembentukkan
kekebalan yang digertak melalui vaksinasi. Hal ini terjadi karena adanya
netralisasi oleh antibodi asal induk terhadap virus vaksin yang ada dalam tubuh
anak ayam (Puspitasari 2009). Selain itu, pembentukan antibodi menjadi kurang
optimal pada kelompok ayam yang divaksin karena vaksin yang digunakan adalah
vaksin bivalen.
Pemeriksaan titer antibodi dilakukan pada hari ke–22 atau 7 hari setelah
penantangan. Kelompok K1 dan K3 memiliki titer antibodi yang berbeda nyata
(p0.05). Kelompok K3
memiliki titer antibodi tertinggi, hal ini dapat terjadi karena antibodi yang terukur
merupakan hasil induksi dari vaksin dan penantangan yang dilakukan pada
akhirnya akan meningkatkan titer antibodi. Kelompok K1 memiliki titer antibodi
yang lebih rendah bila dibandingkan kelompok K3 karena pada kelompok K1
antibodi asal induk sudah menurun sehingga gertakan virus tantang tidak mampu
menginduksi antibodi pada tubuh ayam. Kelompok K4 memiliki titer antibodi
yang lebih rendah dibandingkan kelompok K1 dan K3, hal ini terjadi karena
adanya respon netralisasi antibodi asal induk oleh antibodi hasil vaksinasi.
Kelompok K2 memiliki titer antibodi paling rendah karena antibodi asal induk
perlahan mulai menurun seiring dengan bertambahnya umur ayam tersebut.
Antibodi asal induk hanya akan bermanfaat sampai ayam berumur dua sampai
tiga minggu (Partadiredja 1983).
Gejala Klinis
Berdasarkan gejala klinis yang terlihat setelah penantangan baik pada ayam
yang divaksin maupun tidak divaksin terdapat perbedaan. Pada kelompok K1,
kematian terjadi pada hari pertama pengamatan yaitu sebanyak 1 ekor dan pada
hari keenam yaitu 2 ekor. Hari ketiga setelah penantangan sekitar 90%

11
menunjukkan gejala klinis berupa kelemahan dan satu ekor yang mengalami diare
dengan feses berwarna putih kehijauan. Selama sakit, ayam mengeluarkan virus
dalam jumlah besar melalui feses (Kencana et al. 2012). Feses merupakan
ekskreta ayam yang dapat menulari ayam lain dalam kelompok tersebut. Hari
berikutnya, ayam pada kelompok ini mulai memperlihatkan keragaman gejala
klinis dari ND. Pada kelompok K3, gejala klinis banyak terlihat pada hari kelima
setelah penantangan yaitu sekitar 30%. Gejala klinis lain berupa lemah, bulu
kusam, dan diare mulai jelas terlihat dihari berikutnya.
Menurut Ardana (2011) masa inkubasi ND sekitar 5–7 hari, sedangkan
menurut Fadilah dan Polana (2004) masa inkubasi ND 2–15 hari, tergantung dari
virus yang menginfeksi, umur, status kekebalan ayam, infeksi dengan organisme
lain, kondisi lingkungan, dan jalur penularan. Hal ini membuktikan bahwa
vaksinasi dapat menekan timbulnya gejala klinis sampai hari ke–5 pada kelompok
K3. Penantangan yang dilakukan pada ayam merupakan pemaparan kedua kalinya
dengan antigen yang sama. Adanya sel memori dalam sistem kekebalan
menyebabkan sel limfosit B sebagai pembentuk antibodi memiliki kemampuan
untuk mengingat paparan dengan antigen sebelumnya (Puspitasari 2009).
Patologi Anatomi
Manifestasi klinik akibat replikasi virus dan lesi yang ditimbulkan setelah
vaksinasi diharapkan hanya menimbulkan perubahan patologi yang ringan pada
ayam sehat yang dipelihara pada lingkungan yang optimal. Reaksi setelah
vaksinasi akan muncul pada hari ketiga sampai dengan hari kelima dan
berlangsung tiga sampai lima hari berikutnya dalam kondisi normal (Tarmudji
2005). Perubahan patologi anatomi yang patognomonis pada penyakit ND
ditandai dengan ptechie pada proventrikulus, usus, sekal tonsil, trakea, dan paruparu (Kencana et al. 2012). Hasil nekropsi kelompok K1 semuanya mengalami
kebengkakan ginjal, hiperemi trakea, petechiae proventrikulus, petechiae cecal
tonsil, dan enteritis kattarhalis et hemorrhagi ekimosa. Beberapa ayam pada
kelompok K3 tidak menunjukkan patologi anatomi yang sama yaitu mengalami
kebengkakan ginjal, hiperemi trakea, petechiae proventrikulus, dan enteritis
kattarhalis et hemorrhagi ekimosa. Kelompok ayam yang divaksin dapat
mentralkan sebagian virus tantang sehingga tidak menyebabkan kerusakan organ.
Hal ini terbukti dari pengamatan patologi anatomi, hanya 30% ayam yang
mengalami kerusakan organ, sedangkan 70% ayam tidak mengalami kerusakan
organ.

12
Tabel 6 Evaluasi perbandingan antara kelompok K1 dan K3 terhadap kondisi titer
antibodi, gejala klinis, dan patologi anatomi
Kelompok

Titer antibodi

Gejala klinis

Patologi anatomi

Ayam tidak
divaksin (K1)

Titer antibodi rendah
karena tidak
divaksinasi

Muncul gejala klinis
berupa lemah, bulu
kusam, diare, dan
ngorok. Kematian
sebanyak 3 ekor

Semua ayam mengalami
kebengkakan ginjal,
hiperemi trakea,
petechiae proventrikulus,
petechiae cecal tonsil,
dan enteritis kattarhalis
et hemorrhagi ekimosa

Ayam divaksin
(K3)

Titer antibodi lebih
tinggi dibandingkan
dengan kelompok
K1 dan mampu
mencapai nilai batas
protektif

Vaksinasi dapat
mengurangi gejala
kelemahan dan demam
pada ayam. Tidak
terjadi kematian.

Tidak muncul petechiae
cecal tonsil

Kelompok K1 memiliki titer antibodi lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok K3. Terdapat korelasi antara nilai titer antibodi dengan gejala klinis dan
perubahan patologi anatomi yang muncul yaitu pada kelompok K1 lebih tinggi
dibanding dengan K3. Gejala klinis yang ditimbulkan lebih banyak terjadi pada
kelompok K1. Selain itu, pada perubahan patologi anatomi yang muncul juga
lebih tinggi pada kelompok K1. Vaksinasi yang dilakukan mampu mengurangi
terjadinya gejala klinis dan perubahan patologi anatomi pada ayam.

PENUTUP
Simpulan
Pemberian vaksin aktif ND-IB (LaSota H-120) pada penelitian mampu
menginduksi titer antibodi mencapai nilai batas perlindungan. Vaksinasi dapat
mengurangi munculnya gejala kelemahan dan kerusakan cecal tonsil.

DAFTAR PUSTAKA
Ardana IBK. 2011. Strategi pencegahan penyakit inefeksius pada peternakan
broiler berbasis laboratorium. Buletin Veteteriner Udayana. 3(1):51-59.
Ardhiani S. 2011. Gambaran respon kebal Newcastle Disease (ND) pada ayam
petelur yang divaksinasi dengan vaksin AI-ND inaktif [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
Fadilah R. 2005. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler. Jakarta (ID):
Agromedia Pustaka.
Fadilah R. dan Polana A. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara
Mengatasinya. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

13
Fenner FJ, Gibbs IPJ, Murphy FA, Rott R, Studdert MJ, White DO. 1993.
Virologi Veteriner. Edisi Kedua. P Harya, Penerjemah. Semarang, IKIP
Semarang Press. Terjemahan dari: Veterinary Virology.
Hewajuli DA, Dharmayanti NLPI. 2011. Patogenitas virus Newcastle Disease
pada ayam. Wartazoa. 21(2):72-80.
Kencana GAY, Kardena IM, Mahardika IGNK. 2012. Peneguhan diagnosis
penyakit Newcastle Disease lapang pada ayam buras di Bali menggunakan
teknik RT-PCR. Jurnal Kedokteran Hewan. 6(1):28-31.
[OIE] Office International des Epizooties World Organization. 2012. OIE
Terestrial Manual. Paris (FR):1-19.
Partadiredja M. 1983. Penyebaran penyakit Gumboro di wilayah Jabodetabek dan
cara pencegahannya. Hemera Zoa. 71(1):34-38
Puspitasari S. 2009. Gambaran respon kebal tehadap Newcastle Disease (ND)
pada ayam pedaging yang divaksin IBD-killed setengah dosis [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Putra LN. 2005. Perbandingan daya proteksi program vaksinasi tunggal dan ganda
dengan vaksin Newcastle Disease aktif dan inaktif pada ayam broiler
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Saif YM, Barnes HJ, Glisson JR, Fadly AM, McDougald LR, Swayne DE. 2003.
Diseases of Poultry, 11th Edition. Iowa (US): Iowa State Press.
Soeharsono. 2005. Zoonosis-Penyakit menular dari Hewan ke Manusia Volume 2.
Yogyakarta (ID): Kanisius.
Soeripto. 2002. Pendekatan konsep kesehatan hewan melalui vaksinasi. Jurnal
Litbang Pertanian. 21(2):48-55
Tarmudji. 2005. Penyakit pernapasan pada ayam ditinjau dari aspek klinik dan
patologik serta kejadiannya di Indonesia. Wartazoa. 15(2):72–83.
Tizard I. 2000. Veteriner Immunology an Introduction. Canada(USA): W. B.
Saunders Company.

14
Lampiran 1 Titer antibodi asal induk (hari ke–1)
No. Ayam

Kelompok

Titer Ab (Log 2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC
DOC

6
5
6
5
6
6
7
5
5
5
6
5
6
6
5
5
7
5
6
6

Lampiran 2 Titer antibodi kelompok tidak divaksinasi dan divaksinasi (hari ke–7)
No. Ayam
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Titer Ab (Log 2)
Tidak divaksinasi

Divaksinasi

4
3
5
0
4
5
5
4
4
4

4
4
5
5
4
3
3
5
1
5

15
Lampiran 3 Titer antibodi kelompok ayam yang tidak divaksinasi dan divaksinasi
(hari ke–14)
No. Ayam

Titer Ab (Log 2)
Tidak divaksinasi (K2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Divaksinasi (K4)

4
4
4
3
4
1
4
4
3
4
3
3
0
3
2
3
4
3
3
4

3
2
3
4
2
3
4
3
4
4
1
3
4
2
3
4
3
4
3
4

Lampiran 4 Titer antibodi kelompok ayam yang ditantang virus ND (hari ke–22)
No. Ayam
1
2
3
4
5
6
7
8

Titer Ab (Log 2)
Tidak divaksinasi (K1)
4
4
7
4
3
1
3
5

Divaksinasi (K3)
6
5
6
3
5
6
3
6

16
Lampiran 5 Titer antibodi kelompok ayam yang tidak ditantang virus ND (hari
ke–22)
No. Ayam
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Titer Ab (Log 2)
Tidak divaksinasi
2
2
1
2
1
1
1
3
2
1

Divaksinasi
3
2
3
1
4
2
2
2
0
2

17
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1991 sebagai anak kedua dari
dua bersaudara pasangan Bapak Eddy Chandra dan Ibu Miniarti. Penulis
menyelesaikan sekolah dasar di SDN Karang Baru 04, Cikarang pada tahun 2003.
Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Cikarang Utara dan lulus tahun
2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cikarang Utara dan pada
tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi bendahara umum
Himpunan Minat Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik (HKSA)
(2011/2012), anggota divisi Infokus Himpunan Minat Profesi Hewan Kesayangan
dan Satwa Akuatik Eksotik (HKSA) (2010/2011). Penulis pernah mengikuti
magang profesi di Taman Marga Satwa Ragunan Jakarta Selatan dan My Vets
BSD Tanggerang.