Efikasi Virus Newcastle Disease Apathogenic sebagai Vaksin Aktif pada Ayam Pedaging.

EFIKASI VIRUS NEWCASTLE DISEASE APATHOGENIC
SEBAGAI VAKSIN AKTIF PADA AYAM PEDAGING

FARIS MAKKAWARU SYUKRI

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efikasi Virus
Newcastle Disease sebagai Vaksin Aktif pada Ayam Pedaging adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Faris Makkawaru Syukri
NIM B04110036

ABSTRAK
FARIS MAKKAWARU SYUKRI. Efikasi Virus Newcastle Disease Apathogenic
sebagai Vaksin Aktif pada Ayam Pedaging. Di bimbing oleh SRI MURTINI dan
RETNO D. SOEJOEDONO.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari efikasi virus Newcastle Disease
(ND) apathogenic sebagai vaksin aktif pada ayam. Sebanyak 100 ekor ayam
digunakan dalam penelitian ini kemudian dibagi ke dalam tiga kelompok.
Kelompok pertama adalah kelompok yang divaksinasi dengan vaksin aktif ND
apathogenic pada hari ke-3 dan ke-16, kelompok kedua adalah kelompok yang
tidak divaksinasi sebagai kelompok kontrol, sedangkan kelompok ketiga diambil
sampel darah pada hari ke-0. Uji tantang dilakukan untuk mengetahui kemampuan
vaksin dalam mencegah terjadinya penyakit dilakukan pada minggu ke-2 setelah
vaksinasi kedua. Pengukuran antibodi dari awal penelitian sampai minggu ke-4
setelah vaksinasi dengan dilakukan dengan uji haemagglutination inhibition (HI).
Uji tantang menunjukkan kematian pada kelompok yang divaksin sebesar 20%

dan 60% untuk kelompok yang tidak divaksin. Hasil penelitian menunjukkan
vaksin ND apathogenic mampu menginduksi antibodi yang protektif pada ayam.
Vaksinasi juga mampu melindungi ayam dari infeksi ND.
Kata kunci: Newcastle Disease, uji HI, vaksin aktif ND

ABSTRACT
FARIS MAKKAWARU SYUKRI. The Efficacy of Newcastle Disease
Apathogenic Virus as Active Vaccine in Broiler Chicken. Supervised by SRI
MURTINI and RETNO D. SOEJOEDONO.
The research was conducted to study the efficacy of apathogenic Newcastle
Disease (ND) virus as a live vaccine in broiler chicken. One hundred chickens
were used and divided into three groups. The first group was vaccinated with
apathogenic ND active vaccine on day 3 and 16, the second group was
unvaccinated (control group), while the third group was used as a 0 day blood
sampling. Challenge test was done to determine the protection ability of ND
active vaccine at two after second vaccination. Antibody titer was measured from
first week until the fourth week during research with haemagglutination inhibition
(HI) test. The challenged test showed that the mortality number of vaccinated
group was smaller (20%) compared to the unvaccinated group (60%). Test results
showed that apathogenic ND active vaccine was able to induced antibody titer up

to the protective level against the ND virus. Vaccination also able to protect the
chicken from ND infection.
Keywords: HI Test, ND active vaccine, Newcastle Disease

EFIKASI VIRUS NEWCASTLE DISEASE APATHOGENIC
SEBAGAI VAKSIN AKTIF PADA AYAM PEDAGING

FARIS MAKKAWARU SYUKRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Judul Skripsi : Efikasi Virus Newcastle Disease Apathogenic sebagai Vaksin Aktif
pada Ayam Pedaging
Nama
: Faris Makkawaru Syukri
NIM
: B04110036

Disetujui oleh

Dr Drh Sri Murtini, MSi
Pembimbing I

Prof Dr Drh Retno D. Soejoedono, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Hewan


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini
ialah kualitas vaksin, dengan judul Efikasi Virus Newcastle Disease Apathogenic
sebagai Vaksin Aktif pada Ayam Pedaging.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
khususnya kepada:
1. Dr Drh Sri Murtini, MSi selaku dosen pembimbing I, yang telah
memberikan bimbingan, nasehat, waktu, dan tenaga selama penelitian dan
penulisan skripsi.
2. Prof Dr Drh Retno D. Soejoedono, MS selaku dosen pembimbing I, yang
telah memberikan bimbingan, nasehat, waktu, dan tenaga selama penelitian
dan penulisan skripsi.
3. Keluarga tercinta, Ayah dan Ibu, Kakak serta Adikku atas do’a, dorongan,
dukungan material maupun tenaga yang diberikan.

4. Tenaga kependidikan Mikrobiologi beserta staff UPHL yang telah
membantu selama penelitian.
5. Teman sepejuangan pembimbingan penelitian Kenda Adithya Nugraha dan
Noor Rohman Setiawan atas bantuannya dari awal penelitian sampai tahap
penyusunan skripsi.
6. Rekan sepenelitian Claudia Putri atas segala bantuannya selama penelitian.
7. Sahabat sekaligus mentor Faisal dan Fendi atas motivasi dan bantuan selama
ini.
8. Teman sekamar asrama C1 lorong lima kamar 48 yang telah membimbing
saat pertama masuk lingkungan IPB.
9. Teman satu kontrakan di Wisma Aulia yang telah tinggal satu atap dan
berbagi selama ini.
Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan, semoga
skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Agustus 2015
Faris Makkawaru Syukri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


3

Manfaat Penelitian

4

METODE

4

Waktu dan Tempat

4

Bahan dan Alat

4

Metode Penelitian


5

Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

8
12

Simpulan

12

Saran

12


DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7


Strain virus ND yang digunakan dalam vaksin aktif
Rancangan percobaan penelitian
Rataan Titer Antibodi (GMT) pada masing-masing kelompok ayam
Gejala klinis ayam vaksin dan ditantang virus ND (K1)
Gejala klinis ayam tidak divaksin dan ditantang virus ND (K2)
Pengamatan jumlah kematian ayam uji tantang virus ND
Perubahan patologi anatomi ayam uji tantang virus ND

2
5
8
10
10
10
11

DAFTAR GAMBAR
1 Pembagian kelompok ayam

4

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data titer antibodi ayam (log 2)
2 Analisis data kekebalan ayam

15
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit Newcastle Disease merupakan ancaman terhadap industri unggas
di seluruh dunia. Berbagai bentuk gejala klinis, variasi kemunculan dan
penyebaran varian genetik baru, menjadi tantangan dalam pengenalan dan
diagnosis penyakit ini (Cattoli et al. 2011). Newcastle Disease merupakan
penyakit pernapasan dan sistemik, bersifat akut dan mudah sekali menular.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai jenis unggas terutama
ayam. Virus Newcastle Disease sangat bervariasi dalam bentuk derajat keparahan
penyakit yang disebabkannya. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pada
setiap kasus ND selalu ditemukan adanya gejala gangguan pernapasan meskipun
dalam bentuk campuran dengan gejala gangguan pencernaan atau gangguan syaraf.
Penyakit ini mempunyai dampak ekonomi penting dalam industri perunggasan
karena menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, penurunan produksi
telur dalam kuantitas maupun kualitas, gangguan pertumbuhan, biaya
penanggulangan penyakit yang tinggi, dan mendukung timbulnya penyakit
pernapasan lainnya (Tabbu 2000).
Newcastle Disease disebabkan oleh avian paramyxovirus type 1 (APMV1) serotipe dari genus Avulavirus dalam subfamili Paramyxovirinae, famili
Paramyxoviridae. Jenis Paramyxovirus yang telah diisolasi dari spesies burung
telah diklasifikasikan dengan pengujian serologis dan analisis filogenetik menjadi
sepuluh subtipe mulai dari APMV-1 hingga APMV-10 (Miller et al. 2010). Virus
ND (VND) telah di klasifikasikan dalam APMV-1 (Alexander & Senne 2008).
Newcastle Disease pertama kali dilaporkan pada tahun 1926 di Jawa,
Indonesia dan di Newcastle, Inggris. Beberapa peneliti melaporkan bahwa ND
mungkin telah ditemukan sebelumnya di Eropa, bahkan diduga penyakit ini telah
meletup di Korea pada tahun 1924. Penyakit ini juga dikenal dengan berbagai
nama, yaitu pseudofowl pest, pseudovogel pest, atypishe geflugelpest,
pseudopoultry plaque, avian pest, avian distemper, Ranikhet disease, tetelo
disease (penyakit tetelo), Korean fowl plaque, dan avian pneumoencephalitis
(Tabbu 2000).
Kekebalan atau imunitas ayam terhadap VND akan terbentuk setelah
ayam bertahan hidup dari serangan VND virulen dan ayam akan mendapatkan
kekebalan jangka panjang bahkan hingga seumur hidup dari infeksi VND
selanjutnya. Infeksi VND dengan virulensi rendah mengakibatkan adanya respon
imun tanpa menyebabkan penyakit yang parah, hal ini merupakan dasar dari
vaksinasi. Dasar dari respon imun ada tiga yaitu, antibodi dalam sirkulasi,
antibodi yang disekresi untuk kekebalan mukosal, dan kekebalan yang
berperantara sel. Newcastle Disease dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi
(Grimes 2002).
Vaksin merupakan sediaan yang mengandung zat imunogenik yang
mampu menimbulkan kekebalan aktif. Vaksin dapat dibuat dari bakteri, riketsia
dan virus. Vaksin dapat berupa suspensi organisme hidup, inaktif atau fraksifraksinya, dan toksoid. Vaksin virus adalah suspensi virus yang ditumbuhkan
dalam telur berembrio atau biakan sel yang sesuai. Vaksin dapat mengandung

2
virus hidup atau diinaktifkan maupun komponen imunogeniknya. Vaksin virus
hidup umumnya dibuat dari virus galur khas yang virulensinya telah dilemahkan
(Depkes 1995).
Terdapat dua jenis vaksin secara umum yaitu live vaccine dan killed
vaccine. Live vaccine atau vaksin hidup dibuat dari virus yang masih hidup serta
dapat menginfeksi sel. Strain virus yang digunakan memiliki tingkat virulensi
rendah atau sedang. Vaksin ini meniru infeksi alami virus dan mendorong ketiga
respon imun. Killed vaccine adalah virus yang telah diinaktifasi sehingga
kehilangan kemampuannya untuk menginfeksi sel. Inaktifasi virus dapat
dilakukan dengan penambahan bahan kimiawi, radiasi, atau pemanasan (Senne et
al. 2004).
Secara umum strain dari virus ND diklasifikasikan menjadi empat tipe
patogenitas yaitu: Apathogenic (tidak menyebabkan penyakit), Lentogenic
(virulensi dan mortalitas rendah, menurunkan produksi telur), Mesogenic
(virulensi sedang, mortalitas hingga 50%, menurunkan produksi telur), Velogenic
(virulensi tinggi, menyebabkan penyakit yang parah dengan tingkat mortalitas
tinggi). Produksi vaksin hidup ND menggunakan banyak strain dari virus ND
selain dari strain velogenic. Delapan dari strain yang digunakan sebagai vaksin
tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1 Strain virus ND yang digunakan dalam vaksin aktif
Strain
F
B1

Keterangan
Lentogenic. Biasanya digunakan pada ayam muda tetapi cocok
digunakan sebagai vaksin pada ayam untuk semua umur.
Lentogenic. Sedikit lebih ganas daripada F, digunakan sebagai
vaksin untuk ayam semua umur.

La Sota

Lentogenic. Sering menyebabkan tanda-tanda pernapasan saat post
vaksinasi, digunakan sebagai booster vaksin dalam flok ayam yang
divaksinasi dengan F atau B1

V4

Apathogenic. Digunakan pada ayam untuk semua umur.

V4-HR

Apathogenic. Jenis V4 yang tahan panas, termostabil, digunakan
untuk ayam semua umur.

I-2

Apathogenic. Termostabil, digunakan pada ayam semua umur

Mukteswar

Mesogenic. Strain yang invasif, digunakan sebagai booster vaksin.
Dapat menyebabkan reaksi yang merugikan (gangguan pernapasan,
kehilangan berat badan atau penurunan produksi telur dan bahkan
kematian) jika digunakan pada ayam dengan kekebalan tubuh
rendah. Biasanya diberikan melalui injeksi.

Komarov

Mesogenic. Kurang patogen daripada Mukteswar, digunakan
sebagai booster vaksin. Biasanya diberikan melalui injeksi.

a

Sumber: Grimes (2002)

3
Rute pemberian vaksin ada berbagai macam tergantung kebutuhan dan
kondisi di lapangan. Pemberian vaksin dilakukan melalui spray, tetes mata, air
minum, pencampuran dengan makanan dan injeksi. Efektivitas vaksin bervariasi
tergantung rute pemberiannya (Alexander et al. 2004).
Vaksinasi untuk penyakit ND secara rutin dilakukan di negara-negara di
mana strain virulen dari virus ND bersifat endemik. Di negara-negara yang tidak
memiliki strain virulen, bila terjadi paparan oleh strain di lapangan yang memiliki
virulensi rendah dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi
para produsen, sehingga vaksinasi juga dilakukan di negara tersebut. Jenis vaksin
yang digunakan dan jadwal vaksinasi dilakukan secara bervariasi tergantung pada
potensi ancaman, virulensi dari tantangan virus di lapangan, jenis produksi, dan
jadwal produksi (Senne et al. 2004).
Umumnya kualitas vaksin ND akan menurun setelah disimpan selama satu
atau dua jam dalam suhu kamar. Hal ini membuat vaksin tidak cocok untuk
digunakan di daerah terpencil yang memerlukan pengangkutan selama berjam-jam
atau dalam beberapa kasus vaksin disimpan sampai beberapa hari pada suhu
kamar. Beberapa vaksin dikenal lebih tahan terhadap perubahan suhu karena
memiliki sifat termostabil seperti vaksin I-2. Vaksin termostabil masih perlu
disimpan dalam lemari es untuk penyimpanan jangka panjang. Namun selama
transportasi vaksin tidak akan memburuk secepat vaksin konvensional. Metode
evaporative cooling atau pembungkusan vaksin dengan kain lembab dapat
mempertahankan viabilitas vaksin selama trasnportasi. Namun jika vaksin
disimpan di bawah sinar matahari langsung atau dibiarkan mencapai suhu tinggi
(di atas 37 °C) selama lebih dari beberapa jam, kualitas vaksin akan menurun dan
tidak dapat digunakan lagi (Grimes 2002).
Uji Haemagglutination Inhibition (HI) merupakan uji serologis yang paling
sering digunakan dalam evaluasi antibodi terhadap ND. Kegunaan uji ini dalam
diagnosis bergantung pada status kekebalan unggas yang akan diuji dan kondisi
kesehatannya. Virus ND dapat digunakan sebagai antigen dalam berbagai uji
serologis seperti: uji netralisasi virus, uji HI dan uji enzyme linked immunosorbent
assay (ELISA) yang akan digunakan dalam penilaian titer antibodi pada unggas.
Saat ini, uji HI merupakan uji yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi
titer antibodi unggas terhadap APMV-1, sedangkan penggunaan kit ELISA
komersial untuk menilai titer antibodi pasca vaksinasi umum. Secara umum, uji
netralisasi virus, uji titer HI dan titer ELISA berkorelasi pada sekelompok unggas,
bukan pada individu unggas (OIE 2012).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi vaksin aktif untuk ND
yang berasal dari virus ND apatogen, melalui gambaran antibodi dan
kemampuannya dalam mencegah terjadinya gejala klinis serta perubahan patologi
anatomi pada uji tantang.

4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai seberapa
besar tingkat kemampuan vaksin dalam meningkatkan imunitas ayam dengan
perlindungan terhadap paparan virus ND.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-April 2015. Penelitian ini
dilakukan dalam dua tahap. Tahap I adalah pengambilan sampel darah ayam
pedaging setiap minggu secara berkala di Kandang Unggas Unit Pengelola Hewan
Labolatorium (UPHL) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada
bulan Februari hingga Maret 2015. Tahap II adalah pengujian laboratoris yang
dilakukan di Laboratorium Imunologi Bagian Mikrobiologi Medis Departemen
Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2015.

Bahan dan Alat
Hewan Coba
Seratus ekor ayam pedaging umur 1 hari DOC (Day Old Chick) yang
diperoleh dari ayam pembibit. Ayam dibagi tiga kelompok yaitu kelompok
pertama adalah kelompok yang divaksin sebanyak 40 ekor ayam, kelompok kedua
adalah kelompok yang tidak divaksin sebanyak 40 ekor ayam, kelompok 20 ekor
ayam digunakan sebagai kelompok awal untuk dievaluasi berat badan dan titer
antibodi asal induknya. Hari ketiga, kelompok pertama diberikan vaksin aktif ND,
kelompok kedua tidak diberikan vaksin. Hari ke-8, 16, 23, dan 31 dilakukan
pengambilan darah dari 10 ekor masing-masing kelompok untuk diperiksa titer
antibodinya. Hari ke-29, 10 ekor ayam dari masing-masing kelompok ditantang
dengan virus ND Sato dosis 104 Chicken Lethal Dose 50 (CLD50). Pengamatan
gejala klinis dan kematian dilakukan selama 10 hari. Pada hari ke-10 setelah uji
tantang, semua ayam yang masih hidup dinekropsi dan diamati gambaran patologi
anatominya.

5

100 ekor

40 ekor
vaksin ND

40 ekor tidak
vaksin ND

10 ekor
ditantang
virus ND

30 ekor tidak
ditantang

30 ekor tidak
ditantang

20 ekor
kontrol

10 ekor
ditantang
virus ND

Gambar 1 Pembagian kelompok Ayam
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain suspensi sel darah
merah (SDM) 5% dan 1%, alkohol 70%, virus ND Sato, vaksin ND, air minum,
air gula, pakan ayam (BR-21E), sampel serum ayam, antigen VND, larutan NaCl
fisiologis 0.9%, Natrium Sitrat 3.8%, Phosphate Buffer Saline (PBS) 0.01 M.
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain syringe 1 dan 3 mL,
tabung mikro 1.5 ml, label, kapas, kandang litter, timbangan, rak, lemari
pendingin, mikrokapiler, mikropipet, pipet multichannel, microplate, tips,
sentrifus, litter, koran, dan alat-alat nekorpsi.

Tabel 2 Rancangan percobaan penelitian
Kelompok

Perlakuan (hari ke-)
3

8

16

23

29

31

38

K1

Pengambilan
Nekropsi
Vaksinasi Pengambilan serum dan
Pengambilan Uji
Pengambilan
pada
vaksinasi
ND
serum
serum
tantang serum
ayam
ke-2

K2

Tidak
Vaksin
ND

Pengambilan
Nekropsi
Pengambilan serum dan
Pengambilan Uji
Pengambilan
pada
tidak
serum
serum
tantang serum
ayam
divaksin

Metode Penelitian
Penyiapan Kandang dan Hewan Coba
Persiapan kandang dilakukan dengan desinfeksi kandang dan pemberian
sekam dan koran pada lantai kandang. Ayam yang datang dimasukkan dalam
kandang yang telah disiapkan sesuai pembagian kelompoknya. Pemberian pakan

6
belum dilakukan pada hari pertama, namun diberian air gula guna memperbaiki
kondisi dan tenaga DOC yang hilang selama perjalanan. Pemberian minum ad
libitum dan pakan setiap hari mulai pada hari ke-2, jumlah pakan yang diberikan
dinaikkan secara bertingkat sesuai dengan berat badan dan nafsu makan ayam.
Pemeliharaan dilakukan selama 38 hari. Kandang ayam dibagi menjadi 4 tempat,
2 tempat untuk ayam vaksin dan tidak divaksin, 2 tempat pada kandang tantang
untuk masing-masing kelompok.

Vaksinasi Hewan Coba
Rute vaksinasi dilakukan melaui air minum (oral) dengan pencampuran
1000 dosis vaksin kedalam 500 ml air minum. Vaksin diberikan pada hari ke-3
dan hari ke-16 pada 40 ekor ayam. Vaksin yang digunakan pada penelitian ini
adalah vaksin aktif dengan dosis sesuai anjuran perusahaan, yaitu 106.5 Egg
Infectious Dose 50 (EID50) per dosisnya.

Koleksi Serum
Pengambilan darah dilakukan pada saat DOC berumur 1 hari (sebelum
vaksinasi) dan 8 hari (setelah vaksinasi) dengan menggunakan syringe 1 ml
melalui jantung. Pengambilan darah hari ke-8, 16 dan 31 dilakukan melalui vena
brachialis. Sampel darah disimpan dalam lemari pendingin dalam suhu 4 °C
selama 24 jam hingga terbentuk serum. Serum darah yang terbentuk dipisahkan
dan dimasukkan ke dalam tabung mikro 1.5 ml dan diberi label serta disimpan
pada suhu -20 °C sampai digunakan dalam Uji HI.

Uji Tantang
Uji tantang dilakukan dengan pemberian virus ND (Newcastle Disease)
strain Sato melalui injeksi IM (Intra Muscular) pada hari ke-29. Dosis virus
tantang yang digunakan pada uji tantang adalah 104 Chicken Lethal Dose 50
(CLD50) dosis per individu

Penyiapan Sel Darah Merah (SDM) 1%
Darah diambil dari ayam donor, ditambahkan antikoagulan Natrium Sitrat
3.8% dengan perbandingan 4:1. Darah dimasukkan ke dalam tabung dan
digoyangkan hingga tercampur. Darah disentrifugasi selama 10 menit pada 1500
g. Supernatan yang terbentuk dibuang, sedangkan SDM yang mengendap
dicuci/dibilas dengan menambahkan NaCl fisiologis 0.9% sebanyak supernatan
yang dibuang atau dua kali volume darah. Suspensi dihomogenkan dan
disentrifugasi kembali. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali. Supernatan hasil
pencucian ketiga dibuang, sehingga diperoleh SDM dengan konsentrasi 100%.
Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan penambahan NaCl fisiologis 0.9%
secara bertingkat menjadi 50%, 5%, dan 1%. Suspensi SDM tersebut dapat
langsung digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu menjadi suspensi 1%
untuk uji Hambat Aglutinasi (uji HI) mikrotitrasi.

7

Penyiapan Virus Standar dengan Haemagglutination (HA) Test
Sebanyak 25 µl PBS dimasukkan ke sumur microplate (V bottom
microplate) baris pada A sampai F, kolom 2 sampai 12, kemudian sebanyak 50 µl
antigen ND dimasukkan ke dalam sumur A1 sampai E1. Antigen ND sebanyak 25
µl dipindahkan dari sumur A1 sampai E1 ke dalam sumur A2 sampai E2
menggunakan pipet multichannel dan dihomogenkan 5 kali. Setiap antigen
menggunakan tip yang berbeda.
Dua puluh lima µl PBS dimasukkan ke dalam sumur B2 dan
dihomogenkan 10 kali. Selanjutnya dari sumur B2 dikeluarkan sebanyak 25 µl
campuran tersebut sehingga pengenceran pada sumur B2 menjadi 1/3. Kemudian
PBS sebanyak 75 µl dimasukkan ke dalam sumur C2 dan dihomogenkan 10. Dari
sumur C2 diambil 75 µl campuran pada sumur tersebut sehingga pengencerannya
menjadi 1/5.
Seratus dua puluh lima µl PBS dipipet ke dalam sumur D2 dan
dihomogenkan 10 kali dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur D2
diambil 125 µl suspensi sehingga pengenceran pada sumur tersebut menjadi 1/7.
Seratus tujuh puluh lima µl PBS dipipet ke dalam sumur E2 dan dihomogenkan
10 kali dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur E2 diambil 175 µl
suspensi sehingga pengenceran pada sumur tersebut menjadi 1/9.
Selanjutnya digunakan pipet multichannel dengan tips baru. Dua puluh lima
µl suspensi dipipet dari kolom A2 sampai E2 ke dalam A3 sampai E3 ke dalam
kolom A4 sampai E4 dan dihomogenkan 5 kali. Langkah ini diulangi hingga
kolom A12 sampai E12. Setelah dihomogenkan 5 kali dari A12 sampai E12
dibuang 25 µl suspensi. Selanjutnya dimasukkan 25 µl PBS dan 25 µl SDM 1%
(1% v/v) ke dalam setiap sumur. Microplate digoyang-goyangkan selama 10 detik.
Kemudian diinkubasi selama 60 menit pada suhu 4 °C. Hasil diamati setelah
sumur kontrol positif terlihat adanya reaksi penghambatan aglutinasi dengan
memiringkan microplate, dengan membandingkan kontrol. Pembacaan dilakukan
dengan melihat sumur yang menampakkan terjadinya endapan seperti pada lubang
kontrol negatif dinyatakan negatif HA, sedangkan yang menunjukkan terjadinya
aglutinasi (penggumpalan SDM) dinyatakan positif HA (OIE 2012).

Uji Haemagglutination Inhibition (HI) Microtitration
Dua puluh lima µl PBS dimasukkan ke dalam sumur microplate (V bottom
microplate), kemudian 25 µl sampel serum ayam dimasukkan ke dalam lubang
pertama dan dilakukan pengenceran menggunakan mikropipet dengan cara
menghisap dan mengeluarkan campuran sebanyak 5 kali lalu 25 µl campuran
dipindahkan pada sumur kedua. Pengenceran dilakukan hingga sumur ke-12. Pada
sumur ke-12 sebanyak 25 µl campuran dibuang.
Dua puluh lima µl suspensi virus ND standar (4 HAU) dimasukkan ke
dalam sumur berisi serum yang telah diencerkan lalu dihomogenkan dan
diinkubasi pada suhu 4 °C selama 60 menit, kemudian ditambahkan SDM 1%
sebanyak 25 µl kedalam seluruh sumur. Microplate digoyang selama 10 detik agar
larutan homogen dan diinkubasi pada suhu 4 °C selama 60 menit. Hasil diamati
setelah sumur kontrol positif terlihat adanya reaksi penghambatan aglutinasi. Titer
antibodi dihitung dengan melihat batas akhir penghambatan aglutinasi sempurna.

8
Batas akhir pada pengenceran tertinggi yang mampu menghambat terjadinya
aglutinasi secara sempurna dan disebut dengan end point (OIE 2012).

Analisis Data
Rataan titer antibodi dihitung dengan menggunakan Geometric Mean Titre
(GMT) dengan rumus matematis:
Keterangan : N = Jumlah contoh serum yang diamati
t = Titer antibodi pada pengenceran tertinggi (yang masi dapat
menghambat aglutinasi SDM)
S = Jumlah contoh serum yang bertiter t
n = Titer antibodi pada sampel ke-n
Data rataan titer antibodi yang diperoleh dari penelitian dianalisis
menggunakan metode analysis of variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji
Duncan untuk membuktikan adanya perbedaan yang nyata dari perlakuan
kelompok. Pengamatan gejala klinis dan perubahan patologi anatomi dianalisis
secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan titer antibodi pada kelompok yang tidak divaksin dan tidak
ditantang merupakan kondisi kadar antibodi maternal dari awal ayam menetas
sampai akhir pemeliharaan. Pada jenis burung, antibodi asal induk diturunkan dari
induk ayam yang divaksinasi atau diinfeksi secara alami kepada keturunannya
melalui kuning telur. Imunitas pasif ini memiliki durasi yang relatif pendek,
biasanya 1‒2 minggu dan umumnya kurang dari 4 minggu. Antibodi asal induk
memiliki fungsi untuk melindungi anak ayam (beberapa minggu pertama) selama
periode ketika sistem kekebalan mereka belum sepenuhnya berkembang. Secara
umum transfer antibodi dari induk ke telur dapat melalui kuning telur dan albumin
serta transfer dari kuning telur ke embrio melalui sirkulasi embrio (Soares 2008).
Titer antibodi yang protektif terhadap ND pada anak ayam yaitu sebesar 23 atau
lebih (Grimes 2002). Menurut Okwor et al. (2014), antibodi asal induk dapat
menetralisasi vaksin jika ayam yang divaksinasi memiliki titer antibodi yang
tinggi.
Antibodi asal induk terdiri dari berbagai jenis immunoglobulin (Ig),
diantaranya yaitu IgG (disebut juga sebagai IgY), IgA, dan IgM (Benčina et al.
2005), Dua kelas yang utama yaitu IgG dan IgA. IgG adalah yang paling efektif,
disimpan dalam kuning telur dan diserap dalam sistem peredaran darah oleh anak
ayam. Sisanya yaitu IgA disimpan dalam albumin dan bertindak sebagai antibodi
lokal pada saluran pernapasan dan usus. IgG menawarkan perlindungan yang
lebih umum dan IgA dapat bertindak sebagai pertahanan utama terhadap
Infectious Bronchitis Virus dan Newcastle Disease (Fast 2008).

9
Tabel 3 Rataan titer antibodi (GMT) pada masing-masing kelompok ayam
Titer antibodi terhadap ND
Hari keKelompok vaksin
Kelompok tidak divaksin
3.4±0.75b
0
2
23.4±0.75b
8
27.9±0.32e
27.3±0.95de
6.6±1.71d
16
2
25.3±1.57c
5.1±1.29c
23
2
24.0±1.15bc
31
25.2±2.66c
22.1±1.60a
Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan
perbedaan yang nyata

Hasil pengujian menunjukkan bahwa antibodi asal induk pada ayam
pedaging pada penelitian ini mempunyai titer yang tinggi (≥24) hingga ayam
berumur 3 minggu (hari ke-23). Antibodi asal induk baru turun setelah ayam 31
hari. Berdasarkan pemeriksaan antibodi kelompok ayam yang divaksinasi
menunjukkan bahwa vaksinasi melalui air minum pada hari ke-3 dan 14 mampu
mempertahankan titer antibodi diatas antibodi yang protektif terhadap ND yaitu
≥24.
Perbandingan titer antibodi pada kedua kelompok menunjukkan hasil tidak
berbeda nyata. Peningkatan titer antibodi yang cukup tinggi dari hari ke-8 diduga
karena 20 ekor ayam kontrol berasal dari kelompok ayam yang berbeda (bukan
kelompok vaksin maupun tidak divaksin) dan adanya ketidakseragaman titer
antibodi pada flock ayam yang digunakan.
Titer antibodi pada ayam minggu ke-2 setelah vaksinasi menunjukkan
rataan titer antibodi sebesar 26.6 untuk kelompok vaksin dan 25.3 untuk kelompok
tidak divaksin dengan perbandingan yang berbeda nyata. Jumlah titer antibodi
pada minggu kedua mengalami penurunan dibandingkan dengan minggu pertama.
Hal ini diduga terkait dengan cara pemberian vaksin melalui air minum, sehingga
respon kekebalannya tidak bertahan lama. Perbedaan nyata pada kelompok vaksin
dan tidak divaksin karena ayam telah diberikan vaksinasi ke-2 atau booster pada
hari ke-16 dan antibodi asal induk pada kedua kelompok sudah sangat rendah
pada minggu kedua. Pada minggu ke-3 titer antibodi pada kelompok ayam vaksin
sebesar 25.1 dan pada tidak divaksin sebesar 24.0 dan perbandingan titer antibodi
pada dua kelompok ayam tidak berbeda nyata.
Menurut Natsir (2011) dari pengamatan dilapangan mayoritas kemunculan
kasus ND di sekitar minggu ke-3 atau sekitar 20‒25 hari, dan beberapa bisa
menyerang lebih dini. Uji tantang pada ayam dilakukan pada hari ke-29 atau
diantara minggu ke-3 dan ke-4 setelah vaksinasi, sebagai gambaran umum
kemunculan kasus dilapangan.
Titer antibodi kelompok ayam vaksin pada hari ke-31, mengalami sedikit
peningkatan dari sebelumnya yaitu 25.2 dan pada kelompok ayam tidak divaksin
mengalami penurunan titer antibodi yaitu sebesar 22.1 dengan perbandingan titer
antibodi kedua kelompok yang berbeda nyata. Peningkatan antibodi pada
kelompok ayam vaksin merupakan akibat sudah berfungsinya sistem kekebalan
dari hasil vaksinasi sebelumnya, sedangkan penurunan pada titer antibodi

10
kelompok ayam tidak divaksin merupakan akibat tidak adanya respon kekebalan
yang muncul karena kelompok ini tidak diberikan vaksinasi.
Respon kekebalan tubuh pada ayam yang optimal bergantung pada beberapa
kondisi spesifik seperti kondisi lingkungan, umur ayam, status nutrisi, dan status
infeksi pada ayam (Kogut 2009). Selain dari faktor individu, vaksin juga
memegang peran penting dalam menginduksi kekebalan ayam, seperti kualitas
vaksin (titer, stabilitas, serotype, biotype, inaktivasi, dan adjuvant), administrasi
vaksin (rute, keseragaman, kombinasi, program vaksinasi, dan pelarut), dan
kondisi ayam (paparan sebelumnya, imunitas pasif, dan imunosupresi).
Titer protektif pada ayam yang divaksin mempengaruhi timbulnya gejala
klinis pada uji tantang. Gejala klinis ND yang muncul dapat berupa anoreksia,
peningkatan temperatur tubuh sampai 43 °C (normal: 40–41 °C), lesu, haus, bulu
kusam, jengger berdarah, mata tertutup, diare berair, bersin, gangguan pernapasan,
dan larings serta farings yang kering. Ayam yang sembuh memperlihatkan tanda
kerusakan sistem saraf pusat, dicirikan oleh paresis kaki, ataksia, tortikolis,
pergerakan berputar-putar, dan tremor (Fenner et al. 1993).

Tabel 4 Gejala klinis ayam vaksin dan ditantang virus ND (K1)
Hari ke- (setelah tantang)
Gejala klinis
5
6
7
8
Lemas
0/10
0/10
1/9
1/9
Tremor
0/10
0/10
1/9
1/9
Diare
0/10
0/10
0/9
0/9
Kejang
0/10
0/10
0/9
0/9
Tortikolis
0/10
0/10
0/9
0/9
Tidak ada kelainan
10/10
10/10
8/9
8/9

9
0/8
0/8
0/8
0/8
0/8
8/8

Pemerikasaan gejala klinis pada ayam yang di uji tantang dilakukan tiap
pagi dan sore per harinya. Gejala klinis pada kelompok ayam dengan uji tantang
dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Ayam yang divaksin baru timbul gejala klinis
pada hari ke-7 dan hanya 1 ekor yang menunjukkan gejala klinis. Gejala klinis
yang timbul hanya sedikit, berupa lesu, tremor, mata bengkak dan kesulitan
bernapas.

Tabel 5 Gejala klinis ayam tidak divaksin dan ditantang virus ND (K2)
Hari ke- (setelah tantang)
Gejala klinis
5
6
7
8
9
Lemas
2/10
0/8
1/6
3/6
0/4
Tremor
0/10
1/8
1/6
1/6
0/4
Diare
0/10
0/8
1/6
0/6
0/4
Kejang
0/10
1/8
0/6
0/6
0/4
Tortikolis
1/10
0/8
0/6
0/6
0/4
Tidak ada kelainan
7/10
6/8
4/6
4/6
4/4

11

Pada kelompok ayam tidak divaksin yang ditantang dengan virus ND
secara umum memperlihatkan gejala klinis berupa lesu, feses encer dan berwarna
putih, gemetar (tremor), kejang, dan kepala terpuntir (tortikolis). Gejala klinis
pada kelompok ini juga muncul lebih cepat, yaitu pada hari ke-5. Kelompok ayam
vaksin secara umum mampu bertahan dari virus ND tantang. Vaksin pada
kelompok ayam ini mampu menahan munculnya gejala klinis, sedang pada
kelompok ayam tidak vaksin terdapat banyak gejala klinis yang muncul.

Tabel 6 Pengamatan jumlah kematian ayam uji tantang virus ND
Hari keKelompok
5
6
7
8
9
Vaksin (K1)
0/10
0/10
1/10
0/9
1/9
Tidak divaksin (K2)
0/10
2/10
2/8
0/8
2/6

Pengamatan jumlah kematian ayam dengan uji tantang virus ND dapat
dilihat pada Tabel 6. Kematian ayam vaksin sejumlah 2 ekor dan tidak vaksin
sejumlah 6 ekor ayam. Persentase kematian kelompok ayam yang vaksin sebesar
20%, sedangkan persentase kematian untuk ayam tidak divaksinasi sebesar 60%.

Tabel 7 Perubahan patologi anatomi ayam uji tantang virus ND
Perubahan patologi anatomi (PA)
Vaksin (K1)
Tidak vaksin (K2)
Hati pucat
2/8
3/4
Hati bengkak
1/8
3/4
Ginjal bengkak
4/8
3/4
Hiperemi proventrikulus
1/8
1/4
Hiperemi usus
4/8
4/4
Limpa Bengkak
3/8
3/4

Pemeriksaan patologi anatomi ayam dilakukan pada hari terakhir penelitian.
Pada kelompok ayam dengan uji tantang semua ayam hidup yang tersisa diperiksa
gambaran patologi anatominya. Perubahan patologi anatomi pada infeksi virus
ND meliputi perdarahan ekimotik pada larings, trakea, esophagus, dan
disepanjang usus (Fenner et al. 1993).
Perubahan patologi anatomi ayam yang terlihat umumnya berupa petechiae
pada usus, hati pucat dan bengkak, kebengkakan pada limpa, dan proventrikulus.
Perubahan patologi pada kedua kelompok ayam dapat dilihat pada Tabel 7. Pada
kelompok ayam vaksin tanpa uji tantang terlihat tidak ada perubahan patologi
anatomi, sedangkan pada kelompok tidak divaksin terdapat petechiae pada usus.
Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh adanya infeksi organisme asing
terhadap ayam selama penelitian.
Perubahan patologi anatomi pada ayam dengan uji tantang terjadi karena
adanya infeksi virus terhadap target organ ayam. Pada ayam kelompok tidak

12
divaksin, banyak organ yang mengalami kelainan dan hanya 4 yang bertahan
hidup dari sepuluh ayam awal yang diuji. Pada kelompok ayam vaksin, hanya
sedikit organ yang menunjukkan perubahan patologi anatomi dan beberapa ayam
tidak menunjukkan perubahan patologi anatomi. Ayam pada kelompok ini juga
hanya 2 ekor yang megalami kematian. Pada ayam yang tidak divaksinasi
menunjukkan perubahan patologi anatomi (PA) berupa hati pucat dan bengkak,
ginjal bengkak, hiperemi proventrikulus, hiperemi usus, dan kebengkakan ginjal
pada seluruh ayang yang tersisa. Pada ayam yang mati perubahan PA yang
ditemui adalah hati pucat dan bengkak, ginjal bengkak, hiperemi proventrikulus,
hiperemi usus, dan kebengkakan pada ginjal.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan data dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian
vaksin ND aphatogenic mampu menginduksi pembentukan antibodi dan
menghasilkan respon kekebalan yang protektif pada ayam pedaging terhadap
infeksi virus ND.

Saran
Perlu dilakukan penelitian dengan jangka waktu yang lebih lama setelah
vaksinasi dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap performa ayam
setelah vaksinasi.

13

DAFTAR PUSTAKA
Alexander DJ, Bell JG, Alders RG. 2004. A Technology Review: Newcastle
Disease - With Special Emphasis on Its Effects on Village Chickens. FAO
Animal Production and Health. 161(1):19-21.
Alexander DJ, Senne DA. (2008). Newcastle Disease and Other Avian
Paramyxoviruses. In: A Laboratory Manual for the Isolation, Identification
and Characterization of Avian Pathogens, Dufour-Zavala L. 4th ed.
Swayne DE, Glisson JR, Jackwood MW, Pearson JE, Reed WM, Woolcock
PR, editor. Athens (GA): American Association of Avian Pathologists.
135–141.
Benĉina D, Narat M, Andrej B, Rojs OZ. 2005. Transfer of maternal
immunoglobulins and antibodies to Mycoplasma gallisepticum and
Mycoplasma synoviae to the allantoic and amniotic fluid of chicken
embryos. Avian Path. 34(6):463-472.doi: 10.1080/03079450500368011.
Cattoli J, Susta L, Terregino C, Brown C. 2011. Newcastle disease: a review of
field recognition and current methods of laboratory detection. J Vet Diagn
Invest [internet]. [diunduh 2015 Apr 04]; 23(4):637–656.doi: 10.1177/
1040638711407887. Tersedia pada http://vdi.sagepub.com/content/23/4/
637.full.pdf.
Departemen Kesehatan RI.1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta (ID):
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Fast J. 2008. Maternal Antibody Transfer [internet]. Abbotsfort (CA) [diunduh
2015 Jun 24]; Tersedia pada http://www.canadianpoultry.ca/maternal_
antibodies.htm.
Fenner FJ, Gibbs IPJ, Murphy FA, Rott R, Studdert MJ, White DO. 1993.
Virologi Veteriner. Edisi Kedua. P Harya, Penerjemah. Semarang, IKIP
Semarang Press. Terjemahan dari: Veterinary Virology.
Grimes SE. 2002. A Basic Laboratory Manual for the Small-Scale Production and
Testing of I-2 Newcastle Disease Vaccine. RAP [internet]. [diunduh 2015
Apr 04]; ISBN 974-7946-26-2. Tersedia pada http://www.fao.org/docrep/
005/ac802e/ac802e04.htm#bm04.

14
Kogut MH. 2009. Impact of Nutrition on the Innate Immune Response to
Infection in Poultry. J Appl Poult Res. 18(1):111–124.doi: 10.3382/
japr.2008-00081.
Miller PJ, Afonso CL, Spackman E, Scott MA, Pedersen JC, Senne DA, Brown
JD, Fuller CM, Uhart MM, Karesh WB, et al. 2010. Evidence for a New
Avian Paramyxovirus Serotype-10 Detected in Rockhopper Penguins from
the Falkland Islands. J. Virol. 84 (21):11496–11504.
Natsir AM. 2011. Gelombang Serangan Newcastle Disease [internet]. Jakarta
(ID): CEVA. [diunduh 2015 Jun 25]. Tersedia pada: http://www.ceva.co.id/
Informasi-Teknis/Informasi-lain/Gelombang-Serangan-Newcastle-Disease.
[OIE] World Organization for Animal Health. 2012. Newcastle Disease. OIE
Terestrial Manual 2:555-573.
Okwor GO, El-Yuguda A, Baba SS. 2014. Profile of Maternally Derived
Antibody in Broiler Chicks and In-Ovo Vaccination of Chick Embryo
against Newcastle Disease. WJV. 4(1):72-80.doi: 10.4236/wjv.2014.42009.
Senne DA, King DJ, Kapczynski DR. 2004. Control of Newcastle disease by
vaccination. Dev Biol [internet]. [diunduh 2015 Apr 23]; 119:165-70.
Tersedia pada http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15742628.
Soares R. 2008. Passive Immunity: Part 1 [internet]. Libourne (FR): CEVA. Hlm
1-2; [diunduh 2015 Jun 23]. Tersedia pada: http://www.thepoultrysite.com/
focus/contents/ceva/OnlineBulletins/ob_2008/Article-No18-May08.pdf.
Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Yogyakarta (ID):
KANISIUS.

15
Lampiran 1 Data titer antibodi ayam (log 2)
Minggu
ke-0

Minggu ke-1

Minggu ke-2

Minggu ke-3

Minggu ke-4

No

Kontrol

Vaksin

Nonvaksin

Vaksin

Nonvaksin

Vaksin

Nonvaksin

Vaksin

Nonvaksin

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

2
3
3
3
3
4
4
2
4
4
4
4
3
4
4
3
4
4
2
4

8
7
8
8
8
8
8
8
8
8

8
7
8
8
8
8
8
6
6
6

8
8
8
7
8
7
3
5
7
5

6
7
6
6
4
4
3
4
5
8

3
4
4
6
4
5
6
6
7
6

4
4
4
2
4
5
5
6
3
3

4
0
3
6
4
4
8
8
7
8

3
0
3
2
3
2
4
0
4
0

16
Lampiran 2 Analisis data kekebalan ayam

Oneway

[DataSet0]

Descriptives
Titer
N

Mean

Std.

Std.

Deviation

Error

95% Confidence Interval Minimum Maximum
for Mean
Lower

Upper

Bound

Bound

Vaksin 1

10 7.9000

.31623

.10000

7.6738

8.1262

7.00

8.00

Non

10 7.3000

.94868

.30000

6.6214

7.9786

6.00

8.00

Vaksin 2

10 6.6000

1.71270

.54160

5.3748

7.8252

3.00

8.00

Non

10 5.3000

1.56702

.49554

4.1790

6.4210

3.00

8.00

Vaksin 3

10 5.1000

1.28668

.40689

4.1796

6.0204

3.00

7.00

Non

10 4.0000

1.15470

.36515

3.1740

4.8260

2.00

6.00

Vaksin 4

10 5.2000

2.65832

.84063

3.2984

7.1016

.00

8.00

Non

10 2.1000

1.59513

.50442

.9589

3.2411

.00

4.00

20 3.4000

.75394

.16859

3.0471

3.7529

2.00

4.00

100 5.0300

2.22681

.22268

4.5882

5.4718

.00

8.00

Vaksin 1

Vaksin 2

Vaksin 3

Vaksin 4
Kontrol
Total

Test of Homogeneity of Variances
Titer
Levene Statistic
6.649

df1

df2
8

Sig.
91

.000

17

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

Titer
a,b

Duncan

Minggu

N

Subset for alpha = 0.05
1

2

3

4

5

Non Vaksin 4

10

2.1000

Kontrol

20

3.4000

Non Vaksin 3

10

4.0000

Vaksin 3

10

5.1000

Vaksin 4

10

5.2000

Non Vaksin 2

10

5.3000

Vaksin 2

10

6.6000

Non Vaksin 1

10

7.3000

Vaksin 1

10

4.0000

7.3000
7.9000

Sig.

1.000

.331

.055

.257

.331

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.588.
b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I
error levels are not guaranteed.

ANOVA
Titer
Sum of Squares



df

Mean Square

Between Groups

309.210

8

38.651

Within Groups

181.700

91

1.997

Total

490.910

99

F
19.358

Sig.
.000

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jeneponto, pada tanggal 24 November 1993 dari Ayah
Muhammad Syukri Sulaiman dan Ibu Syarfah Syam. Penulis merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara. Penulis tinggal di Kabupaten Takalar, Provinsi
Sulawesi Selatan sampai saat ini.
Penulis melewati pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Jeneponto dan lulus
pada tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 1
Polombangkeng Utara, lulus tahun 2008. Penulis lalu melanjutkan pendidikan di
SMAN 1 Takalar dan lulus tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis diterima di
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
SNMPTN Undangan.
Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi yaitu Cybertron TPB
IPB periode 2011/2012, UKM Merpati Putih, Vetzone, Himpunan Minat dan
Profesi (HIMPRO) Ruminansia periode 2013/2014, Ketua Divisi Infokom Ikatan
Mahasiswa Kedokteran Hewan (IMAKAHI) cabang IPB peroide 2012/2013,
Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Mahasiswa Sulselbar (OMDA IKAMI
Sulselbar). Penulis juga menjadi Organizing Committee dalam acara 63th
International Veterinary Student Association (IVSA) Congress Indonesia pada
tahun 2014.