Kemampuan Tanggap Kebal Ayam Petelur yang Divaksinasi dengan Vaksin Aktif Newcastle Disease Strain LaSota Terhadap Paparan Virus Newcastle Disease Gen VII

KEMAMPUAN TANGGAP KEBAL AYAM PETELUR YANG
DIVAKSIN DENGAN VAKSIN AKTIF NEWCASTLE DISEASE STRAIN
LASOTA TERHADAP PAPARAN VIRUS NEWCASTLE DISEASE GEN VII

JATI HERMINA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kemampuan Tanggap Kebal
Ayam Petelur yang Divaksinasi dengan Vaksin Aktif Newcastle Disease Strain LaSota
Terhadap Paparan Virus Newcastle Disease Gen VII adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013

Jati Hermina
NIM B04090128 

ABSTRAK
JATI HERMINA. Kemampuan Tanggap Kebal Ayam Petelur yang
Divaksinasi dengan Vaksin Aktif Newcastle Disease Strain LaSota
Terhadap Paparan Virus Newcastle Disease Gen VII. Dibimbing oleh
RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO dan SRI MURTINI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon imun dari vaksin
Newcastle Disease strain LaSota terhadap tantang virus Newcastle Disease
Gen VII, mengamati gejala klinis dan gambaran patologi-anatomi pada
ayam diuji tantang. Empat puluh ayam layer digunakan pada penelitian ini.
Ayam dibagi menjadi 4 kelompok K1, K2, K3 dan K4, masing-masing
kelompok terdiri dari 10 ekor ayam. Kelompok K1 dan K2 adalah kelompok
tidak divaksinasi, sedangkan kelompok K3 dan K4 adalah kelompok
divaksinasi. Kelompok K2 dan K4 ditantang menggunakan virus Newcastle
Disease Gen VII. Vaksinasi dilakukan pada ayam berumur 3minggu, uji

tantang dilakukan pada minggu ke-5 (2 minggu setelah vaksinasi), dengan
dosis dosis 104 CLD50/ekor , melalui rute oral. Sampel darah diuji dengan uji
serologis HI. Hasil penelitian menunjukkan kelompok K1 dan K2 memiliki
titer antibodi lebih yang rendah dibanding kelompok K3 dan K4. Kelompok
K2 memperlihatkan gejala klinis diare yang mengakibatkan kematian pada
seluruh ayam. Kelompok K4 memiliki titer antibodi 22.5. Hasil penelitian
menunjukkan vaksin ND LaSota dapat menginduksi respon imun terhadap
paparan Newcastle Disease gen VII serta dapat mengurangi mortalitas dan
munculnya gejala klinis
Kata kunci : Gen VII , LaSota, Layer, Newcastle Disease, Uji HI, Vaksin

ABSTRACT
JATI HERMINA. The immune response of Layer Vaccinated with
Newcastle Disease Strain LaSota active vaccine against challenge by
Newcastle Disease Gen VII. Supervised by RETNO DAMAJANTI
SOEJOEDONO and SRI MURTINI.
The objectives of this study were to determine the immune response
of vaccinated layer with Newcastle Disease strain Lasota active vaccine
against challenged by Newcastle Disease Gen VII and to observe clinical
signs and pathology anatomy lesions of challenged chickens. Fourty

commercial layer were used in this study and divided into four groups K1,
K2, K3, K4 each group consisted of 10 chickens. Group K1 and K2 were
unvaccinated and group K3 and K4 were vaccinated. Group K2 and K4
were challenged using Newcastle Disease Gen VII. Chickens were
vaccinated at 3 rd weeks and challenge at 5th weeks (2 weeks post
vaccination), with dose 104 CLD50/chicken, through oral. ND antibody titer
were determined by Hemagglutination Inhibition (HI) test. The result
showed that groups K1 and K2 have low level antibody compared to groups
K3 and K4. Group K2 shows diarrhea clinical sign that causes death to all

the chickens. Group K4 has antibody 22.5. Our result showed that ND
LaSota could induce immune response against challenge by ND gen VII
also reduced mortality and clinical sign.
Keywords : Gen VII, HI test, LaSota, Layer, Newcastle Disease, Vaccine

KEMAMPUAN TANGGAP KEBAL AYAM PETELUR YANG
DIVAKSIN DENGAN VAKSIN AKTIF NEWCASTLE DISEASE STRAIN
LASOTA TERHADAP PAPARAN VIRUS NEWCASTLE DISEASE GEN VII

JATI HERMINA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Kemampuan Tanggap Kebal Ayam Petelur yang
Divaksinasi dengan Vaksin Aktif Newcastle Disease
Strain LaSota Terhadap Paparan Virus Newcastle

Disease Gen VII
: Jati Hermina
: B04090128

Disetujui oleh

Prof Dr drh Retno D. Soejoedono, MS
Pembimbing I

Dr drh Sri Murtini, M. Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini berjudul
Kemampuan Tanggap Kebal Ayam Petelur yang Divaksinasi dengan Vaksin
Aktif Newcastle Disease Strain LaSota Terhadap Paparan Virus Newcastle
Disease Gen VII.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr drh Retno D
Soejoedono, MS selaku dosen pembimbing skripsi I dan Dr drh Sri Murtini,
M Si selaku dosen pembimbing skripsi II, Dr drh Retno Wulansari, M Si
selaku dosen pembimbing akademik, atas segala bimbingan, nasehat,
dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan
penulisan skripsi ini. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada drh Okti Nadya Poetri Msc MS, drh Ni Luh Putu Ika Mayasari PhD,
Pak Nur, Mas Wahyu, Pak Lukman, dan Mba Adeh atas bantuan, dorongan,
masukan selama pengumpulan dan pengolahan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik-adik,
eyang putri dan uwa irma atas doa dan dukungan yang diberikan selama ini.
Selanjutnya ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada teman
sepenelitian (Wily, Yuli, Chiko, Fitri, Denny, Muhyar), sahabat-sahabat
terdekat (Risna, Hendro, Vian, Kevin) dan teman-teman seangkatan

Geochelone 46 yang sama-sama berjuang dalam menempuh pendidikan di
Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Jati Hermina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN




Tujuan Penelitian



Manfaat Penelitian



METODE



Bahan



Alat




Metode Penelitian

5

Metode Pengujian

5

Analisis Statistik

7

HASIL DAN PEMBAHASAN



Hasil




Pembahasan



SIMPULAN

13 

DAFTAR PUSTAKA

13 

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP


19

 

DAFTAR TABEL
1 Gejala klinis ayam tidak divaksin ND Lasota dan ditantang virus
ND gen VII
2 Gejala klinis ayam divaksin ND LaSota dan ditantang virus ND
gen VII
3 Pengamatan jumlah kematian ayam yang ditantang virus ND gen
VII
4 Pengamatan perubahan patologi anatomi ayam yang ditantang
virus ND gen VII
5 Rataan titer antibodi pada setiap minggu
6 Evaluasi perbandingan antara kelompok K2 dan K4 terhadap
kondisi titer antibodi, gejala klinis, dan patologi anatomi

8
8
8
8
9
12

DAFTAR GAMBAR
1 Rataan titer antibodi setiap kelompok

9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Titer andibodi ayam umur 3 minggu
2 Titer antibodi ayam umur 5 minggu
3 Titer antibodi ayam umur 7 minggu

17 
17 
18 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit pernapasan pada unggas khususnya ayam diantaranya adalah
Newcastle Disease (ND), Avian Influenza (Al), Infectious Bronchitis (IB),
Infectious Laryngotracheitis (ILT), Chronic Respiratory Disease (CRD)
atau CRD Komplek (CRDK), Infectious Coryza (Snot) dan Aspergillosis,
kolera unggas, Swollen Head Syndrome (SHS) dan Koliseptisemia
(Tarmudji 2005). Salah satu penyakit unggas yang menyerang sistem
pernafasan adalah Newcastle Disease (ND). Newcastle disease adalah
permasalahan dalam penyakit viral yang menyarang peternakan unggas di
Indonesia sejak 1926 (Soedijar 2002). Penyakit unggas ini diketahui
menyerang dari tahun 1926 oleh Kraneveld di Batavia (Jakarta), namun
pertama kali dilaporkan oleh Doyle tahun 1927 di Inggris Newcastle on
Tyne (Soeharsono 2005).
Virus ND (tetelo) merupakan penyakit viral yang infeksius pada
peternakan ayam. ND disebabkan oleh Avian Paramyxovirus yang tergolong
dalam virus RNA. Kelompok virus RNA, famili paramyxoviridae memiliki
bentuk yang lebih besar dari orthomyxoviridae yaitu 100–250 nm. Diameter
heliks nuklueoprotein 18 nm. Berat molekul RNA 4–8 x 106 Dalton dan
resisten terhadap actinomycin D. Virus memproduksi haemolisin, dalam
kultur sel membentuk badan inkulsi (inclusion body) yang terletak di dalam
sitoplasma, kadang-kadang di dalam inti (Malole 1988).
Gejala klinis akibat infeksi virus ND dapat bervariasi tergantung
patotipe virus dan kepekaan inang (Wibowo et al. 2012). Berdasarkan
gejala klinisnya ND terbagi menjadi lima patotipe, yaitu Viscerotropic
Velogenic Newcastle Disease (VVND), Neutropic Velogenic Newcastle
Disease (NVND), Mesogenic Newcastle Disease, Lentogenic respiratory
Newcastle Disease, dan Asymptomatic Enteric Newcastle Disease
(Alexander 2003). Tipe Velogenik menyebabkan gangguan pernafasan,
perdarahan visceral, tanda-tanda neurologis dan menyebabkan kematian
hingga 100% pada ayam (Alexander 2003). Gejala klinis yang timbul
karena ND bulu kusam, lethargy, demam sampai 43 °C, gejala respirasi
berupa sesak nafas dan batuk, diare, penurunan produksi telur, convulsi,
tortikolis, tremor dan paralisis sayap serta kaki (Alders 2001).
Penyakit ini mempunyai dampak ekonomi yang penting karena
menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, penurunan produksi
telur dalam kuantitas dan kualitas, gangguan pertumbuhan serta biaya
penanggulangan penyakit yang tinggi. Patologi anatomi pada ayam yang
dinekropsi menunjukkan kelainan pada saluran pencernaan berupa petechiae
pada proventrikulus, ventrikulus, seka tonsil dan nekrosis pada usus. Lesi
yang ditemukan pada organ saluran pernafasan seperti perdarahan pada
trakea dan paru-paru. Virus neutropik velogenik saat nekropsi ditemukan
hemoragi pada otak (Alexander 2003).
Masa inkubasi virus ND bervariasi tergantung dari umur, status
kekebalan ayam, virus yang menginfeksi, organisme yang ikut menginfeksi,

2
kondisi lingkungan dan cara penularan. Virus ND mempunyai masa
inkubasi antara 2–15 hari tergantung jenis virus (Alexander 2003).
Penularan terjadi melalui inhalasi dan kontak langsung.
Vaksinasi adalah suatu tindakan pencegahan penyakit dengan sengaja
memasukan agen penyakit (antigen) yang telah dilemahkan kedalam tubuh
hewan. Tujuan vaksinasi untuk menggertak pembentukan daya tahan tubuh
terhadap suatu penyakit, aman dan tidak menimbulkan penyakit (Akoso
1998). Penggunaan vaksin hidup terhadap ternak dapat menghemat waktu
karena cara aplikasinya yang mudah, seperti vaksin spray melalui aerosol.
Vaksin ND mampu memberikan proteksi silang untuk semua strain virus
ND. Vaksin kombinasi ND dan IB tersedia di pasaran secara komersial dan
secara luas digunakan untuk pencegahan (Licata 2007).
Vaksin ND berdasarkan virulensinya terbagi menjadi tipe lentogenik
(keganasan rendah), mesogenik (keganasan sedang) dan velogenik (sangat
ganas). Tipe lentogenik merupakan strain virus ND yang virulensi dan
mortalitasnya rendah yaitu strain B1 (Hitcher), strain LaSota, dan strain F
(FAO 2004). Strain F memiliki tingkat virulensi paling rendah dibandingkan
dengan strain lain pada tipe lentogenik. Vaksin dengan strain ini paling
efektif dilakukan secara individu. Aplikasi strain B1 dilakukan melalui air
minum dan spray. Pemberian vaksinasi dilakukan pada DOC (Day Old
Chick) kemudian diikuti dengan strain LaSota pada umur 10–14 hari (OIE
2012).
Jenis vaksin ND yang telah dipasarkan adalah vaksin aktif lentogenik
(misalnya galur F, B1, dan LaSota), vaksin aktif mesogenik (misalnya
Komarov dan Roakin) dan vaksin inaktif (OIE 2012). Vaksin aktif
lentogenik adalah jenis vaksin yang paling umum digunakan terutama
vaksin LaSota. Imunogenitas vaksin ND ternyata tidak dipengaruhi oleh
virulensinya terutama virulensi yang diukur berdasarkan atas Intracerebral
pathogenicity index (Orsi et al. 2009).
Identifikasi virus ND dapat dilakukan dengan pengujian serologis,
yaitu hemaglutinasi (HA), hambatan hemaglutinasi (HI), MIT test, Egg bit,
netralisasi virus dalam embrio ayam, netralisasi virus dalam kultur sel,
ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay), agar gel presipitasi (AGP).
Uji HI digunakan untuk mengukur titer antibodi yang terkandung dalam
serum yang berhubungan dengan tingkat kekebalan seekor hewan terhadap
virus tertentu dan mengidentifikasi virus. Pengukuran titer antibodi
dilakukan menggunakan antibodi dan virus yang homolog.
Virus ND genotipe VII merupakan salah satu genotipe dominan yang
beredar di seluruh dunia dan merupakan virus virulen. Virus ND genotipe
VII termasuk kedalam patotipe VVND (Raharjo 2013). ND genotipe VII
menyebabkan wabah di Asia timur dan Eropa Barat. Virus ND yang
diisolasi di Taiwan pada tahun 1984 adalah isolasi awal dari virus genotipe
VII (Yang et al.1999). Tahun 1985 virus genotipe VII banyak menyerang
peternakan di Jepang (Mase et al. 2002).
Strain virus penyakit ND dapat dibagi menjadi genotipe berdasarkan
perbedaan genom meskipun secara antigenik berbeda namun berasal dari
serotipe tunggal yaitu avian paramyxovirus (Miller et al. 2007).
Berdasarkan kesamaan antigenik pada uji HI maka dikenal 9 macam dari

3
serotipe avian paramyxovirus. Paramyxovirus tipe I (PMV-I) sampai PMVVIIII. Virus ND yang termasuk PMV-I merupakan virus yang penting
dalam unggas. Tipe II dapat ditemukan pada burung dan jarang pada unggas
atau kalkun. Tipe III ditemukan pada burung peliharaan dan kalkun di
Kanada, USA, UK, Prancis dan Jerman (Tabbu 2000).
Sejak tahun 1926, virus ND tidak pernah menghilang dari Asia.
Meskipun semua ayam komersial di Indonesia secara rutin divaksinasi
dengan vaksin aktif maupun inaktif. Tahun 2009 dan 2010, wabah ND
terjadi pada ayam komersial di Indonesia, menyebabkan kematian hingga
70% sampai 80%. Penelitian yang dilakukan Xiao et al. (2012a)
menunjukkan vaksin galur B1 dan LaSota yang berasal dari genotipe II
memiliki perbedaan dengan strain virus yang beredar dengan tingkat virulen
lebih tinggi.
Virus ND genotipe V, VI, VII, dan VIII adalah genotipe dominan
yang beredar di seluruh dunia dan merupakan virus virulen. Virus genotipe
V awalnya muncul di Amerika Selatan dan Tengah pada tahun 1970 dan
menyebabkan wabah di Eropa pada tahun yang sama (Miller et al. 2010).
Virus genotipe VI muncul pada tahun 1960-1985 beredar sebagai genotipe
dominan di Asia, kemudian virus genotipe VII muncul dan menyerang
peternakan di Jepang (Mase et al. 2002).
Virus ND Genotipe VII terbagi dalam dua subgenotipe yaitu, genotipe
VIIA dan genotipe VIIB. Virus genotipe VIIA mewakili virus yang muncul
pada 1990 di Timur kemudian menyebar ke Eropa dan Asia. Genotipe VIIB,
mewakili virus yang muncul di Timur kemudian, menyebar ke Afrika
Selatan (Aldous et al. 2003). Kedua subgenotipe VII dibagi lagi menjadi
VIIc, d, dan e, yang merupakan isolat dari China, Kazakhstan dan Afrika
Selatan (Wang et al. 2006), dan VIIf, g, dan h yang merupakan isolat Afrika.
Genotipe VIII virus telah beredar di Afrika Selatan sejak tahun 1960 dan
terus beredar di Asia Tenggara.
Penelitan Yang et al. (1999) virus ND terjadi di Taiwan dalam tiga dekade
(tahun 1969, 1984, dan 1995). Virus genotipe VII menyebabkan wabah di
Asia timur dan Eropa Barat. Wabah ini telah merupakan panzootik keempat
oleh virus ND, yang berbeda dari panzootic ketiga yang disebabkan oleh
pigeon PMV-I virus yang banyak menyebar diberbagai Negara di Dunia.
Virus ND terisolasi di Taiwan pada tahun 1984 adalah isolasi awal dari
virus genotipe VII (Yang et al.1999).
Wabah penyakit ND gen VII ditemukan di pertenakan unggas
komersial pada tahun 2009-2010. Wabah ini menimbulkan kekhawatiran
mengenai kekebalan protektif dari vaksin yang digunakan terhadap strain
virus yang beredar di Indonesia. Virus ND gen VII yang ditemukan di
Indonesia diklasifikasikan dalam strain Banjarmasin/010/10 (Ban/010)
(Xiao et al. 2012b) dan Bali-1/07 (Adi et al. 2011).
Kesesuaian strain virus yang digunakan untuk vaksinasi dengan strain
virus lapang sangat penting untuk memberikan perlindungan yang efektif.
Waktu pemberian vaksin dapat mempengaruhi keberhasilan vaksin.
Menurut Indriani dan Darminto (2000) antibodi asal induk akan turun secara
linier seiring bertambahnya umur dan akan mencapai titer setengah dari titer
baru menetas setelah 5–6 hari. Proteksi antibodi asal induk terhadap infeksi

4
disediakan sampai umur 1–2 minggu (King dan Cavanagh 1991).
Keberadaan agen penyakit dalam tubuh juga dapat mempengaruhi
keberhasilan vaksinasi (Ardana 2011).

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengetahui
respon imun terhadap vaksin ND LaSota terhadap paparan virus Newcastle
Disease Gen VII pada ayam petelur.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
efektifitas pemberian vaksin aktif LaSota dalam menghadapi paparan virus
ND Gen VII pada ayam petelur.

METODE
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai dengan
Februari 2013. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Imunologi bagian
Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
dan Kandang Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL) Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan
Bahan yang diperlukan adalah vaksin aktif ND LaSota dan virus ND
Gen VII untuk uji tantang, alkohol 70%, larutan NaCl fisiologis 0.85%,
kapas, Phosphat Buffer Saline (PBS), Natrium Sitrat 3.8% dan suspensi
virus ND standar (4 HAU).

Alat
Alat yang digunakan adalah spuid 1ml dan 3ml, laminar flow hood,
freezer, pipet mikro, pipet multichannel, mikroplat, tip, tabung mikro 0.5ml,
ice pack, kotak pendingin, sentrifus, mikrokapiler, kandang dan alat-alat
nekropsi.

5
Metode Penelitian
Empat puluh ekor ayam Day Old Chick (DOC) jantan petelur
dipelihara di kandang isolator PT. Sanbio, kemudian diberi pakan dan
minum secara ad libitum. Empat puluh ekor ayam dibagi ke dalam 4
kelompok yaitu kelompok K1, K2, K3 dan K4. Setiap kelompok terdiri dari
10 ekor ayam. Kelompok K1 adalah ayam yang tidak divaksinasi dan tidak
ditantang. Kelompok K2 adalah ayam yang tidak divaksinasi dan ditantang.
Kelompok K3 adalah ayam yang divaksin dan tidak ditantang. Kelompok
K4 adalah ayam yang divaksin dan ditantang.
Ayam umur 3 minggu dilakukan pengambilan darah menggunakan
spuid 3ml melalui vena brachialis untuk pengujian titer antibodi. Vaksinasi
dilakukan pada kelompok K3 dan K4 setelah pengambilan darah. Vaksin
yang diberikan yaitu vaksin ND LaSota dengan dosis 106 EID50/ekor melalui
rute tetes mata dan hidung.
Ayam dipindahkan ke kandang UPHL FKH IPB pada umur 5
minggu (2 minggu setelah vaksinasi) dan di tempatkan di dalam kandang
litter terpisah. Kandang litter dialasi sekam serta disediakan pakan dan
minum ad libitum. Pengambilan darah dilakukan pada ayam umur 5 minggu
sebelum dilakukan uji tantang. Kelompok K2 dan K4 diuji tantang virus ND
Gen VII dengan dosis 104 CLD50/ekor rute oral. Pengamatan dilakukan
setiap hari selama 2 minggu setelah uji tantang untuk melihat gejala klinis
yang muncul. Ayam yang mati pada saat pengamatan kemudian dinekropsi
untuk diamati perubahan patologi anatomi.
Semua ayam yang masih hidup pada umur 7 minggu (2 minggu
setelah uji tantang) dilakukan pengambilan darah dan dinekropsi untuk
diamati perubahan patologis anatomi. Sampel darah yang telah dikoleksi
disimpan dalam kondisi dingin (5–7 °C) dalam kotak pendingin yang berisi
ice pack kemudian dibawa ke laboratorium. Sampel darah diinkubasi dalam
refrigerator untuk mendapatkan serum, kemudian dipisahkan ke dalam
tabung mikro dan disimpan dalam freezer sampai dilakukan pengujian titer
antibodi di laboratorium. Metode pengujian untuk mengtahui titer antibodi
terhadap virus ND ditentukan dengan uji Haemagglutination Inhibition (HI
test).
Metode Pengujian
Pembuatan Red Blood Cell (RBC)
Darah utuh (whole blood) ditambahkan antikoagulan Natrium Sitrat
3.8%. Perbandingan jumlah darah utuh dengan Natrium sitrat adalah 1:4.
Darah dimasukkan ke dalam tabung dan digoyangkan sehingga tercampur.
Darah disentrifus pada 1500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang
terbentuk dibuang, sedangkan sel darah merah yang mengendap
dicuci/dibilas dengan menam bahkan NaCl fisiologis sebanyak supernatan
yang dibuang atau 2 kali volume darah. Suspensi dihomegenkan dan
disentrifus kembali dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Pencucian
dilakukan sebanyak 3 kali. Hasilnya pencucian ke-3 supernatan dibuang,
sehingga didapatkan sel darah merah dengan konsentrasi 100%, kemudian

6
dilakukan pengenceran dengan penambahan NaCl fisiologis secara
bertingkat menjadi 50%,5% dan 1%. Suspensi RBC tersebut bisa langsung
digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu menjadi suspensi 1% untuk
uji Hambat Aglutinasi (HI Test) mikrotitrasi.
Prosedur penyiapan virus standar dengan haemagglutination (HA) test
(OIE 2012)
Dua puluh lima μl PBS dimasukkan ke sumur microplate berbentuk V
(V bottom microplate) baris pada A–F, kolom 2–12, kemudian 50μl antigen
ND dimasukkan ke sumur A1–E1. Antigen ND sebanyak 25μl dipindahkan
dari sumur A1–E1 ke dalam sumur A2–E2 menggunakan pipet multichanel
lalu dihomogenkan 5 kali dengan cara memipet naik dan turun. Setiap
memasukkan antigen dilakukan penggantian tips.
Dua puluh lima μl PBS dimasukkan ke dalam sumur B2 dan
dihomogenkan 10 kali dengan cara memipet naik dan turun. Selanjutnya
dari sumur B2 dikeluarkan sebanyak 25μl campuran tersebut sehingga
pengenceran pada sumur B2 menjadi 1/3. Tujuh puluh lima μl PBS
dimasukkan ke dalam sumur C2 dan dihomogenkan 10 kali dengan cara
cara memipet naik dan turun. Dari sumur C2 diambil 75μl campuran pada
sumur tersebut sehingga pengencerannya menjadi 1/5.
Seratus dua puluh lima μl PBS dipipet ke dalam sumur D2 dan
dihomogenkan 10 kali dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur D2
diambil 125μl suspensi sehingga pengenceran pada sumur tersebut menjadi
1/7. Seratus tujuh puluh lima μl PBS dipipet ke dalam sumur E2 dan
dihomogenkan 10 kali dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur E2
diambil 175μl suspensi sehingga pengenceran pada sumur tersebut menjadi
1/9. Selanjutnya digunakan multichanelpipet dengan tips baru. Dipipet 25μl
suspensi dari kolom A2–E2 ke dalam A3–E3 dan dihomogenkan lima kali
dengan cara memipet naik dan turun. Dipipet dengan tips yang sama 25 μl
suspensi dari kolom A3–E3 ke dalam kolom A4–E4 dan dihomogenkan
lima kali dengan cara memipet naik dan turun. Langkah ini diulangi hingga
kolom A12–E12. Setelah dihomogenkan lima kali dari A12–E12 dibuang 25
μl suspensi. Dua puluh lima μl PBS dan 25μl RBC (1% v/v) dimasukkan ke
dalam setiap sumur. Plate dikocok selama 10 detik. Kemudian plate diinkubasi
selama 60 menit pada suhu 4°C. Hasil diamati setelah sumur kontrol positif
tampak adanya reaksi penghambatan aglutinasi dengan memiringkan plate.
Prosedur uji HI Mikrotitrasi (OIE 2012)
Dua puluh lima μl PBS dimasukkan ke dalam sumur microplate
berbentuk V (V bottom microplate), kemudian 25μl serum ayam
dimasukkan pada lubang pertama dan dilakukan pengenceran menggunakan
micropipette dengan cara menghisap dan mengeluarkan campuran sebanyak
5 kali lalu 25μl campuran dipindahkan ke sumur kedua. Pengenceran
dilakukan sampai sumur ke-12. Sebanyak 25μl pada sumur ke-12 dibuang.
Dua puluh lima μl suspensi virus ND standar (4 HAU) dimasukkan
ke dalam sumur berisi serum yang telah diencerkan lalu dihomogenkan dan
inkubasi pada suhu 4°C. Setelah 60 menit ditambahkan RBC 1% sebanyak

7
25μl ke semua sumur. Plate digoyang selama 10 detik untuk
menghomogenkan larutan dan diinkubasi pada suhu 4°C selama 60 menit.
Hasil diamati setelah sumur kontrol positif tampak adanya reaksi
penghambatan aglutinasi. Titer antibodi dihitung dengan melihat batas akhir
penghambatan aglutinasi sempurna. Batas akhir pada pengenceran tertinggi
yang mampu menghambat terjadinya aglutinasi secara sempurna dan disebut
dengan “end point”.

Analisis Statistik
Rataan titer antibodi dihitung dengan menggunakan Geometric Mean
Titre (GMT) dengan rumus:
log
S1) + log
S2) + … + log n Sn)
log GMT =
N
Keterangan : N = Jumlah contoh serum yang diamati
t = Titer antibodi pada pengenceran tertinggi (yang masih
dapat menghambat aglutinasi sel darah merah)
S = Jumlah contoh serum yang bertiter t
n = Titer antibodi pada sampel ke-n
Data rataan titer antibodi yang diperoleh dari penelitian dianalisis
menggunakan metode analysis of variance (Anova) dan dilanjutkan dengan
uji Duncan untuk membuktikan adanya perbedaan yang nyata dari
perlakuan kelompok. Pengamatan gejala klinis dan perubahan patologi
anatomi dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Gejala klinis diamati selama 14 hari. Gejala klinis yang diamati
selama pengamatan pada kelompok ayam yang tidak divaksinasi dan
ditantang dapat dilihat pada Tabel 1. Pengamatan jumlah kematian ayam
yang ditantang virus ND gen VII dapat dilihat pada Tabel 3. Kelompok
tidak divaksinasi dan ditantang (K2) memperlihatkan gejala diare, lemah
dan bulu kusam. Gejala klinis diare kehijauan pada hari ke-3 sebanyak 70%
dan kematian sudah mulai terjadi dari hari ke-2 sampai hari ke-4 sebanyak
100%.
Gejala klinis yang diamati selama pengamatan pada kelompok ayam
divaksinasi dan ditantang dapat dilihat pada Tabel 2. Kelompok K4
sebanyak 30% pada hari ke-2 menunjukkan gejala klinis berupa diare
kehijauan. Total gejala klinis diare terjadi sebanyak 50% dimulai pada hari
ke-2. Gejala lemah dan bulu kusam terjadi sebanyak 30%. Gejala klinis
menyebabkan kematian sebesar 40%.

8
Tabel 1 Gejala klinis ayam tidak divaksin ND Lasota dan ditantang virus
ND gen VII (K2)
Gejala klinis

1

2

3

4

Hari ke- (setelah tantang)
5
6
7
8
9 10

Lemah dan bulu
0/10 0/10 0/9 — — — — — —
kusam
Diare
0/10 0/10 7/9 — — — — — —
Tortikolis
0/10 0/10 0/9 — — — — — —
Tidak ada
10/10 9/10 0/9 — — — — — —
kelainan
Tanda hubung em (—) menunjukkan tidak ada sampel yang diamati
kematian

11

12

13

14




































karena mengalami

Tabel 2 Gejala klinis ayam divaksin ND LaSota dan ditantang virus ND
gen VII (K4)
Gejala
klinis
Lemah
dan bulu
kusam
Diare
Tortikolis
Tidak
ada
kelainan

Hari ke- (setelah tantang)
5
6
7
8
9

1

2

3

4

10

11

12

13

14

0/10

3/10

0/10

0/7

0/6

0/6

0/6

0/6

0/6

0/6

0/6

0/6

0/6

0/6

0/10
0/10

3/10
0/10

0/10
0/10

2/7
0/7

0/6
0/6

0/6
0/6

0/6
0/6

0/6
0/6

0/6
0/6

0/6
0/6

0/6
0/6

0/6
0/6

0/6
0/6

0/6
0/6

10/10

4/10

7/10

4/7

6/6

6/6

6/6

6/6

6/6

6/6

6/6

6/6

6/6

6/6

Tabel 3 Pengamatan jumlah kematian ayam yang ditantang virus ND gen
VII
Hari ke- (setelah tantang)
Gejala
klinis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14
K2a
0/10 1/10 2/9 7/7 — — — — — — — — — —
K4b
0/10 0/10 3/10 1/7 0/6 0/6 0/6 0/6 0/6 0/6 0/6 0/6 0/6 0/6
a
Kelompok tidak divaksinasi namun ditantang. bKelompok divaksinasi namun ditantang.
Tanda hubung em (—) menunjukkan tidak ada sampel yang diamati

Pengamatan perubahan patologi anatomi akibat uji tantang pada
kelompok ayam tidak divaksinasi (K2) menunjukkan adanya perdarahan
pada saluran pencernaan dan pembengkakan pada limpa. Kelompok ayam
divaksinasi (K4) mengalami perdarahan pada saluran pencernaan,
sedangkan saluran pernafasan tidak mengalami kelainan. Perubahan
patologi anatomi pada kelompok ditantang baik yang tidak divaksin dan
divaksin dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Pengamatan perubahan patologi anatomi ayam yang ditantang virus
ND gen VII
Perubahan patologi anatomi (PA)
Kebengkakan limpa
Ptechiae proventrikulus
Ptechiae seaccal tonsil
Enteritis kattarhalis et hemorrhagi
ekimosa
a

b

K2a
10/10
10/10
10/10

K4b
0/10
0/10
0/10

10/10

10/10

Kelompok tidak divaksinasi dan ditantang. Kelompok divaksinasi dan ditantang.

9
Nilai rataan titer antibodi pada setiap minggu dapat dilihat pada Tabel
5, sedangkan perkembangan nilai rataan titer antibodi log setiap kelompok
dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil pemeriksaan titer antibodi pada saat
ayam berumur 3 minggu adalah . . Titer tersebut adalah titer pada
seluruh ayam sebelum dilakukan vaksinasi. Ayam berumur 5 minggu titer
antibodi pada kelompok tidak divaksinasi (K1 dan K2) adalah . dan
kelompok divaksinasi (K3 dan K4) adalah . . Penurunan titer terlihat pada
seluruh kelompok perlakuan pada minggu ke-5.

Tabel 5 Rataan titer antibodi pada setiap minggu
Rataan titer antibodi (log 2) pada minggu ke3
5
7

Kelompok

Tidak vaksinasi, tidak tantang
1.667±1.942a 0.000±0.000 a
1.000±1.290 a
(K1)

Tidak vaksinasi, tantang (K2)
1.667±1.942a 0.000±0.000 a
b
a
Vaksinasi, tidak tantang (K3)
1.667±1.942
1.100±0.994
8.000±0.000b
b
a
Vaksinasi, tantang (K4)
2.500 ±1.784 c
1.667±1.942
1.100±0.994
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata pada taraf p0.05) dengan kelompok tidak divaksinasi (K1 dan
K2) karena adanya perlakuan vaksinasi yang dilakukan dapat meningkatkan
nilai titer antibodi.

12
Uji tantang dilakukan pada dua kelompok, yaitu K2 dan K4.
Kelompok K1 (tidak divaksin dan tidak ditantang), nilai rataan antibodi
meningkat tidak signifikan menjadi 21.00. Titer antibodi kelompok K1 pada
minggu ke-7 lebih tinggi dibandingkan minggu ke-5 karena adanya paparan
virus lapang yang menyerang. Kelompok K2 (tidak divaksin dan ditantang)
semua ayam pada kelompok ini mati. Hal ini menunjukkan bahwa virus ND
gen VII termasuk virus velogenik dengan tingkat mortalitas 100% dan jika
ayam tidak memiliki kekebalan tubuh, maka akan berdampak pada kematian.
Kelompok K3 (divaksin dan ditantang) memiliki nilai titer antibodi yang
meningkat secara signifikan menjadi 28.00. Vaksinasi yang dilakukan dapat
meningkatkan titer antibodi sampai nilai antibodi titer protektif, walaupun
dibutuhkan waktu lebih lama. Kelompok K4 (divaksin dan ditantang)
memiliki nilai titer antibodi sebesar 22.5. Nilai rataan titer antibodi K4
minggu ke-7 lebih tinggi dibanding minggu ke-5, namun tidak mencapai
nilai batas antibodi protektif 23 (Nahamya et al.2006), 24 (Darminto et al.
1998) dan 25 (Ronohardjo et al. 1989).
Menurut Mockett dan Darbyshire (1981) hasil titer antibodi
kelompok ditantang akan meningkat setelah ditantang dan akhirnya akan
terus menurun sebelum akhirnya akan meningkat kembali. Kelompok K4
memiliki nilai rataan titer antibodi lebih rendah dibanding K3, karena
kelompok K4 dilakukan penantangan yang menyebabkan respon tubuh
terhadap virus tantang. Berdasarkan analisis statistika (p