Karakterisasi dan Pemurnian Enzim Polyphenoloxidase dari Udang Windu (Penaeus monodon)

i

KARAKTERISASI DAN PEMURNIAN ENZIM
POLYPHENOLOXIDASE DARI UDANG WINDU
(Penaeus monodon)

MADE SUHANDANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Karakterisasi dan
Pemurnian Enzim Polyphenoloxidase dari Udang Windu (Penaeus monodon)”

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014
Made Suhandana
NIM C351110151

ii

RINGKASAN
MADE SUHANDANA. Karakterisasi dan Pemurnian Enzim Polyphenoloxidase
dari Udang Windu (Penaeus monodon). Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan
LAKSMI AMBARSARI.
Udang merupakan komoditas perikanan yang sangat penting. Nilai ekspor
dan tingkat konsumsi udang mendorong pemerintah untuk meningkatkan produksi

udang. Industri udang tidak luput dari permasalahan-permasalahan. Salah satu
permasalahan yang dihadapi adalah pembentukan blackspot. Blackspot dapat
menurunkan penerimaan konsumen terhadap udang. Blackspot terjadi karena
reaksi enzimatis yang dibantu oleh enzim polyphenoloxidase (PPO). Penelitian ini
bertujuan untuk mengkarakterisasi dan memurnikan enzim PPO dari udang
windu.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap yang meliputi tahap penelitian
pertama yaitu tahap ekstraksi dan karakterisasi enzim PPO. Tahap karakterisasi
enzim mencakup penentuan pH dan suhu optimum, kinetika enzim, dan pengaruh
ion logam terhadap enzim PPO. Tahap penelitian kedua mencakup pemurnian
enzim PPO.
Enzim polyphenoloxidase (PPO) diekstraksi dari karapas udang Penaeus
monodon. Metode terbaik untuk mengekstraksi enzim adalah menggunakan
perbandingan sampel dengan bufer sodium fosfat 0,05 M pH 7,2 (yang
mengandung NaCl 1 M dan Brij 35 0,2%) sebesar 1:1 secara berulang.
Pengendapan untuk mendapatkan aktivitas spesifik tertinggi adalah menggunakan
amonium sulfat dengan kejenuhan 70% dan waktu dialisis selama 4 jam.
Pemurnian dilakukan menggunakan kromatografi filtrasi gel Sephadex G-150.
Dua bobot molekul yaitu 258,29 kDa dan 222,05 kDa diperoleh dari hasil
penentuan bobot molekul enzim PPO. Kemurnian meningkat 1,64 kali setelah

dimurnikan menggunakan filtrasi gel. Penentuan optimasi kerja enzim PPO
diperoleh pH optimum sebesar 7 dan suhu optimum sebesar 35°C. Penghitungan
kinetika enzim menunjukkan Km App enzim PPO dari Penaeus monodon sebesar
1,24 mM dengan Vmaks App 23,26 U. Aktivitas PPO dihambat oleh ion logam
Na+, Ca2+, Zn2+, dan EDTA dengan konsentrasi 5 dan 10 mM; Cu2+ dengan
konsentrasi 10 mM; dan Mn2+ dengan konsentrasi 5 mM. Aktivitas PPO
mengalami peningkatan setelah ditambahkan dengan Cu2+ 5 mM, Mn2+ 10 mM,
serta Co2+ dengan konsentrasi 5 dan 10 mM.
Kata kunci : Blackspot, karakterisasi, pemurnian, polyphenoloxidase, udang.

iii

SUMMARY
MADE SUHANDANA. Characterization and purification of polyphenoloxidase
from black tiger shrimp (Penaeus monodon). Supervised by TATI NURHAYATI
and LAKSMI AMBARSARI.
Shrimps are a very important commodity. The exports value and the
consumption level encourage governments to increase shrimp production. Shrimp
industry still facing problems related to deterioration. One of the problems is
blackspot formation. Blackspot can lower consumer acceptance of shrimp.

Blackspot occurs because the enzymatic reaction by polyphenoloxidase (PPO).
This study aimed to characterize and purify the enzyme PPO from black tiger
shrimp (Penaeus monodon).
The study was conducted in two step. The first step includes the extraction
process and characterization of polyphenoloxidase. The second step includes
purification of polyphenoloxidase.
Polyphenoloxidase (PPO) was extracted from carapace of black tiger shrimp
Penaeus monodon. The best method to extract the enzyme was 1:1 ratio sampel
with bufer using multilevel extraction method. The best precipitation to obtain the
highest specific activity was using ammonium sulfate at 70 % saturation. Four
hours was the best dialysis periode. Purification was carried out using gel
filtration chromatography with Sephadex G-150 column chromatography.
Polyphenoloxidase has molecular weight about 258.29 kDa and 222.05 kDa . The
specific activity after purification 1.64 times higher than crude extract. The
optimum pH of PPO was 7 with the optimum temperature was 35°C. The
concentration of substrate to obtain optimum activity was 7.5 mM . Kinetics study
showed Km App value of PPO was 1.24 mM and Vmax App 23.26 U. Metal ion
such as Na+, Ca2+, Zn2+, and EDTA at concentration 5 and 10 mM; 10 mM Cu2+
and 5 mM Mn2+ inhibited PPO activity. Polyphenoloxidase activity increased
when 5 mM Cu2+, 10 mM Mn2+, Co2+ at concentration 5 and 10 mM added to the

enzyme.
Keywords : Blackspot, characterization, polyphenoloxidase, purification, shrimp

iv

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izim IPB

v

KARAKTERISASI DAN PEMURNIAN
ENZIM POLYPHENOLOXIDASE DARI UDANG WINDU
(Penaeus monodon)


MADE SUHANDANA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vi

Penguji luar komisi pada ujian tesis : Dr Kustiariyah Tarman, SPi MSi

vii


Judul Tesis
Nama
NIM

: Karakterisasi dan Pemurnian Enzim Polyphenoloxidase dari
Udang Windu (Penaeus monodon)
: Made Suhandana
: C351110151

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Tati Nurhayati, SPi MSi
Ketua

Dr Laksmi Ambarsari, MS
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Tati Nurhayati, SPi MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 26 Mei 2014

Tanggal Lulus :

viii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Judul
tesis ini adalah ”Karakterisasi dan Pemurnian Enzim Polyphenoloxidase dari
Udang Windu (Penaeus monodon)”. Penelitian ini didanai melalui penelitian

Desentralisasi 2013 atas nama Dr Tati Nurhayati, SPi MSi dengan judul “Isolasi,
Pemurnian, dan Karakterisasi Inhibitor Polyphenoloxidase Alami sebagai
Penghambat Pembentukan Blackspot pada Udang”
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr Tati Nurhayati, SPi MSi dan Dr Laksmi Ambarsari, MS selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, semangat
serta pelajaran tentang berbagai macam hal sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
2. Dr Kustiariyah Tarman, SPi MSi selaku dosen penguji luar komisi yang telah
memberikan bimbingan, arahan, serta pelajaran sehingga penulis mampu
menyelesaikan tesis ini.
3. Bapak yang saya banggakan Drs. Gde Sardana, ibu yang saya cintai Dra. Ni Luh
Nyoman Sunarti, kakak dan adik yang saya banggakan Luh Santi Udayani dan
Nyoman Alit Putra Wirawan.
4. Teman-teman satu penelitian polyphenoloxidase (PPO) yang saya banggakan
(Medal, Laela, Sonya). Terimakasih atas bantuan yang tulus. Laboran yang telah
membantu penelitian saya (Bang Epul, Mbal Lastri, Ibu Ema, Mba Dini, Ibu Ika,
Mba Rima)
5. Keluarga besar mahasiswa sekolah pascasarjana Teknologi Hasil Perairan, yang
telah memberikan dorongan semangat baik selama penelitian maupun saat

penyusunan tesis ini.
6. Sahabat-sahabatku yang berjiwa besar (Wahyu, Yulia, Patma, Aulia, Mbak Eka,
Frets, Bang Aris, Aidil). Abang-abangku dan Mbak-mbak yang telah
memberikan dorongan semangat (Bang Fikri, Bang Titot, Bang Ozan, Bang Boy,
Mbak Asi, Mbak Tyas, Mbak Ria), rekan-rekan yang penuh semangat (Jeny,
Mita, Cia, Yoo, Tirta, Taufik, Bang Yapi, Azwin, Sabri).
7. Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian tesis ini.
8. DIKTI yang telah membiayai penelitian melalui hibah Penelitian Unggulan
Perguruan Tinggi Tahun 2013
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan
tesis ini. Oleh karena itu, jika terdapat kesalahan penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga bermanfaat untuk penyelesaian tesis ini.
Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Made Suhandana

ix


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Hipotesis Penelitian

1
1
2
2
2

2 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Prosedur Kerja
Penelitian Tahap Pertama : Ekstraksi dan Karakterisasi Enzim
Penelitian Tahap Kedua : Pemurnian Enzim
Analisis
Pengujian Aktivitas Polyphenoloxidase
Pengujian Konsentrasi Protein
Pengukuran Bobot Molekul dan Zimogram
Analisis Data

4
4
4
4
4
7
7
7
7
8
8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap Ekstraksi dan Karakterisasi Enzim Polyphenoloxidase
Ekstrak Enzim Polyphenoloxidase
Optimasi Kerja Enzim
Suhu Optimum Ekstrak Enzim PPO
Nilai pH Optimum Ekstrak Enzim PPO
Kinetika Enzim PPO
Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Enzim
Tahap Pemurnian Enzim Polyphenoloxidase
Fraksi Amonium Sulfat Enzim PPO
Hasil Pemurnian Enzim PPO
Hasil Elektroforesis Enzim PPO

8
8
8
11
12
13
14
15
17
17
20
22

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

24
24
24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

28

x

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Yield enzim PPO yang diekstrak menggunakan perbandingan
bufer yang berbeda
2 Hasil analisis kelipatan pemurnian enzim polyphenoloxidase

11
21

DAFTAR GAMBAR
Halaman
3
5
9

Roadmap penelitian polyphenoloxidase
Diagram alir penelitian
Aktivitas ekstrak PPO dari beberapa bagian udang
Aktivitas spesifik dari beberapa ekstrak enzim polyphenoloxidase
menggunakan perbandingan bufer yang berbeda
5 Peningkatan absorbansi sampel yang diinkubasi pada suhu 30°C dan
suhu 35°C
6 Suhu optimum aktivitas enzim polyphenoloxidase
7 pH optimum aktivitas enzim polyphenoloxidase
8 Konsentrasi substrat optimum untuk aktivitas enzim polyphenoloxidase
dan plot Lineweaver-Burk untuk enzim polyphenoloxidase
9 Pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim polyphenoloxidase (PPO)
10 Aktivitas spesifik enzim hasil pengendapan menggunakan amonium
sulfat pada beberapa tingkat kejenuhan
11 Aktivitas spesifik hasil dialisis enzim polyphenoloxidase dari udang
windu (Penaeus monodon)
12 Elektroforegram dan zimogram enzim PPO
13 Fraksi-fraksi hasil pemurnian enzim menggunakan filtrasi gel
14 Elektroforegram enzim PPO fraksi kromatografi filtrasi gel
15 Zimogram enzim PPO fraksi kromatografi filtrasi gel

1
2
3
4

10
11
12
13
14
16
18
19
19
20
23
23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,01-0,1 mg/mL
2 Komposisi gel penahan dan pemisah SDS PAGE
3 Cara membuat larutan
4 Contoh penghitungan

Halaman
28
28
28
29

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Udang merupakan komoditas ekspor yang menjanjikan bagi Indonesia.
Tingkat ekspor udang ke luar negeri yang tinggi menjadi sumber pendapatan yang
tinggi bagi Indonesia. Ekspor udang Indonesia pada tahun 2010 mencapai volume
145.092 ton. Nilai ekspor udang pada tahun 2010 lebih rendah jika dibandingkan
ekspor udang pada tahun 2008 yang mencapai 170.583 ton (KKP 2011).
Ekspor udang ke negara-negara Eropa beberapa tahun terakhir mengalami
penurunan. Penurunan ekspor udang disebabkan oleh beberapa faktor misalnya
penurunan produksi udang, tekanan perekonomian global, dan penolakan pasar
internasional. Penolakan di pasar internasional secara global disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain terdapat residu bahan kimia dan penurunan mutu
udang.
Udang mengalami kemunduran mutu selama penyimpanan. Pornrat et al.
(2007) menyatakan bahwa setelah 6 hari penyimpanan pada suhu 5oC, tekstur
udang menjadi sangat lunak. Neil (2012) menyebutkan awal post mortem terjadi
karena glikolisis secara anaerob akibat penghentian suplai oksigen melalui
haemolymph. Kemunduran mutu udang disebabkan oleh adanya aktivitas enzim
yang terdapat dalam tubuh udang, aktivitas bakteri, dan reaksi yang terjadi dengan
lingkungan penyimpanan. Kemunduran mutu udang menyebabkan penurunan
nilai-nilai sensori pada udang dan berakibat pada penurunan penerimaan
konsumen.
Penampakan dipengaruhi oleh warna dan merupakan parameter pertama
yang dinilai untuk mengevaluasi makanan. Warna dapat dipengaruhi oleh
pembentukan warna melalui reaksi enzimatis dan non enzimatis. Salah satu reaksi
warna yang penting adalah terbentuknya warna kehitaman pada seafood
khususnya krustasea yang disebut blackspot (Kim et al. 2000). Pembentukan
black spot pada udang merupakan salah satu contoh pembentukan warna yang
disebabkan oleh aktivitas enzim yaitu polyphenoloxidase (PPO) (Martinez dan
Whitaker 1995).
Montero et al. (2001) menyatakan melanosis adalah proses yang dipicu oleh
mekanisme biokimia akibat oksidasi fenol menjadi quinon melalui kompleks
enzim yang disebut polyphenoloxidase (PPO). Proses ini diikuti oleh polimerasi
nonenzimatik quinon sehingga menimbulkan senyawa pigmen dengan berat
molekul tinggi dan sangat gelap. Hallio et al. (2007) menyatakan bahwa
phenoloxidase (PO) berperan dalam proses melanosis dan memiliki bentuk inaktif
yang disebut proPO. ProPO diaktifkan oleh tripsin dan zymozan A serta
berhubungan dengan protease serin endogeneus (Cardenas dan Dankert 1997).
Proses degeneratif pada udang terjadi saat post mortem (Wang et al. 2011). Proses
degradasi jaringan udang setelah mati disebabkan oleh enzim-enzim protease pada
udang serta berhubungan dengan pengaktifan enzim PPO.
Polyphenoloxidase merupakan enzim yang penting bagi udang terutama
dalam hal pembentukan cangkang baru. Perdomo-Morales et al. (2007)
menyatakan PPO berperan dalam mekanisme pertahanan diri. Selain itu juga
penting dalam hal penyembuhan luka. Namun ketika udang mati, proses yang

2

disebabkan oleh enzim menjadi tidak terkendali. Penanganan udang setelah mati
sangat penting untuk mengurangi aktivitas enzim PPO.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat manfaat enzim PPO.
Zhao et al. (2007) menyatakan enzim PPO dari Manduca sexta dapat
dimanfaatkan sebagai penghasil komponen dihydroxindole (DHI) yang berperan
sebagai antibakteri. Komponen DHI juga berperan sebagai antiviral, anti parasit
dan bersifat sitotoksik (Zhao et al. 2011). Svitel dan Miertus (1998) menyebutkan
tirosinase dapat digunakan sebagai biosensor untuk bioremediasi komponen fenol
di lingkungan.
Pemurnian enzim merupakan salah satu cara untuk dapat memperoleh enzim
yang lebih murni. Pemurnian dapat dilakukan berdasarkan bobot molekul enzim
menggunakan kromatografi filtrasi gel. Kromatografi filtrasi gel menggunakan
bahan pengisi yang merupakan gel yang berpori-pori. Pori-pori pada permukaan
gel cukup kecil sehingga mencegah molekul-molekul besar masuk ke dalamnya,
tetapi dapat menampung molekul-molekul yang lebih kecil (Stellwagen 2009).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memurnikan dan karakterisasi
enzim PPO dari beberapa spesies seperti Penaeus japonicus (Benjakul et al.
2005), Ruditapes philippinarum (Cong et al. 2005) Artemia sinica (Fan et al.
2011), Nephrops norvegicus (Gimenez et al. 2010), namun penelitian untuk
memurnikan dan mengkarakterisasi enzim PPO udang windu (Penaeus monodon)
dari Indonesia belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi
dan memurnikan enzim polyphenoloxidase dari udang windu (Penaeus monodon).
Perumusan Masalah
Blackspot/melanosis merupakan fenomena yang terjadi pada udang selama
penyimpanan. Pembentukan blackspot pada udang mengurangi penerimaan
konsumen terhadap udang. Melanosis diakibatkan oleh aktivitas enzim
polyphenoloxidase (PPO). Polyphenoloxidase aktif karena ada substrat yang
cocok dan kondisi lingkungan yang sesuai untuk aktif. Polyphenoloxidase saat
udang masih hidup berada dalam kondisi tidak aktif, ketika udang mati kondisi
fisiologis untuk menghambat PPO perlahan menghilang. Udang memiliki
aktivitas biologis yang kompleks untuk memacu dan menghambat aktivitas enzim.
Enzim PPO dalam tubuh udang memiliki fungsi tertentu dalam kondisi terkendali.
Pengendalian kerja enzim dalam tubuh udang salah satunya dibantu dengan
keberadaan inhibitor. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk
mengekstraksi, mengkarakterisasi dan memurnikan enzim PPO.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengekstraksi dan mengkarakterisasi enzim
PPO, serta memurnikan enzim PPO dari udang windu (Penaeus monodon).
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah enzim PPO dapat diisolasi dari udang
windu (Penaeus monodon). Tingkat kemurnian enzim PPO mempengaruhi
aktivitas enzim dan kelipatan pemurnian enzim.

3

Udang

Polyphenoloxidase

Karakterisasi enzim
Nilai pH dan suhu optimum
Pengaruh ion logam
Kinetika enzim

Pemurnian enzim
Superdex 200 (Fan et al. 2011).
Q sepharose fast flow ion
exchange (Cong et al. 2005, Fan
et al. 2011).
Sephacryl S-100 (Cong et al.
2005, Fan et al. 2011)
Sepharose 6B (Garcia-carreno et
al. 2008), Sephadex G-25
(Montero et al. 2001)

Sumber enzim
Artemia sinica dari Cina (Fan et al.
2011)
Charybdis japonica dari Cina (Fan et
al. 2009)
Penaeus vannamei dari Meksiko
(Garcia-carreno et al. 2008)
Ruditapes philippinarum dari Cina
(Cong et al. 2005)
Penaeus japonicus dari Jepang dan
Spanyol (Benjakul et al. 2005, Montero
et al. 2001)
Norway lobster (Nephrops
norvegicus) dari Portugal dan Spanyol
(Gimenez et al. 2010)

Ekstraksi Enzim PPO dari Udang Windu (Penaeus
monodon) asal dari Jawa Barat, Indonesia
Karakterisasi :
Nilai pH dan suhu optimum
Pengaruh ion logam
Kinetika enzim

Pemurnian (Sephadex G-150)
Enzim PPO Murni dari Udang Windu (Penaeus
monodon)

Gambar 1 Roadmap penelitian polyphenoloxidase

4

2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2013 sampai Januari 2014 di
Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium
Bioteknologi Hasil Perairan II, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, dan
Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Pendidikan dan Layanan,
Fakultas Kedokteran Hewan; Serta Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi
Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah karapas udang windu
(Penaeus monodon) yang diperoleh dari pasar di daerah Bogor, akuades, bufer
sodium fosfat (pH 7,2) (Merck), NaCl (Merck), Brij 35 (Merck), bufer Tris-HCl
(pH 7,4) (AppliChem), dihydroxylphenylalanine (L-DOPA) (Sigma), amonium
sulfat (teknis), Sephadex G-150, bahan-bahan pengujian elektroforesis, bovine
serum albumin (AppliChem), comassie briliant blue (AppliChem), etanol
(Merck), asam fosfat (Merck)
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sentrifuse (Sorvall),
spektrofotometer (Yamato), pipet mikro (Axygen), kantong dialisis (Sigma),
inkubator (Thermoline), alat elektroforesis, kolom kromatografi dan freezer (LG).
Prosedur Kerja
Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Penelitian tahap pertama meliputi
tahap ekstraksi dan karakterisasi enzim PPO dari udang windu. Karakterisasi
enzim PPO mencakup penentuan pH dan suhu optimum, penentuan konsentrasi
substrat optimum, penentuan kinetika enzim, serta pengujian pengaruh ion logam
terhadap aktivitas enzim
Penelitian tahap kedua mencakup pemurnian enzim PPO dari udang windu.
Pemurnian dilakukan melalui tahap pengendapan dengan amonium sulfat,
dilanjutkan dengan dialisis, dan kromatografi filtrasi gel. Hasil pemurnian filtrasi
gel diuji aktivitas enzim, kadar protein enzim, bobot molekul enzim, dan
zimogram (untuk mengetahui pita protein yang memiliki aktivitas PPO).
Penelitian Tahap Pertama : Ekstraksi dan Karakterisasi Enzim
Ekstraksi enzim PPO
Isolasi dilakukan dengan modifikasi metode Simpson et al. (1987). Sampel
dibuat dalam bentuk bubuk menggunakan nitrogen cair dalam waring blender.
Sampel (50 g) dicampur dengan 150 mL bufer ekstraksi (bufer sodium fosfat
0,05 M, pH 7,2; yang mengandung NaCl 1,0 M dan Brij 35 0,2%). Campuran
diaduk secara kontinu pada suhu 4oC selama 30 menit, diikuti dengan sentrifugasi
berkecepatan 8000xg pada suhu 4oC selama 30 menit menggunakan sentrifuse
dingin.

5

Penentuan metode ekstraksi terbaik
Tahap ekstraksi enzim PPO dilakukan dengan beberapa perlakuan antara
perbandingan sampel dengan bufer ekstraksi (bufer sodium fosfat 0,05 M, pH 7,2;
yang mengandung NaCl 1,0 M dan Brij 35 0,2%). Sampel pertama (SP1)
menggunakan perbandingan sampel dengan bufer ekstraksi 1:1 yang dilakukan
tiga kali ulangan, sampel kedua (SP2) menggunakan perbandingan 1:1, sampel
ketiga (SP3) menggunakan perbandingan 1:2, sampel keempat (SP4)
menggunakan perbandingan 1:3.

Udang

Preparasi udang
Ekstraksi polyphenol oxidase

Enzim kasar

Pengendapan dengan
amonium sulfat







Uji aktivitas enzim (Bono et al. 2010)
Uji kadar protein (Bradford 1976)
pH dan suhu optimum (Bono et al. 2010)
Pengaruh ion logam (Bono et al. 2010)
Konsentrasi substrat optimum (Bono et al.
2010)
 Kinetika enzim (Bono et al. 2010)

Pelet
 Uji aktivitas enzim (Bono et al. 2010)
 Uji kadar protein (Bradford 1976)

Dialisis

Dialisat

Kromatografi Filtrasi Gel

Enzim murni

 Uji aktivitas enzim (Bono et al. 2010)
 Uji kadar protein (Bradford 1976)
 Penentuan bobot molekul (Laemmli 1970)
dan Zimogram (Benjakul et al. 2005)

Gambar 2 Diagram alir penelitian

6

Penentuan kerja optimum enzim
Optimasi kerja enzim dilakukan untuk melihat waktu konversi substrat pada
suhu 30 dan 35°C. Optimasi kerja enzim dilakukan berdasarkan metode Bono
et al. (2010). Sampel diamati setiap 2 menit untuk melihat waktu konversi substrat
pada suhu 30 dan 35°C. Sampel yang telah diinkubasi diukur pada panjang
gelombang 475 nm. Aktivitas enzim ditunjukkan dalam satuan U, dengan 1U
berarti peningkatan absorban 0.001/ menit.
Penentuan suhu optimum
Suhu optimum ditentukan menggunakan metode Bono et al. (2010).
Sebanyak 0,2 mL enzim ditambahkan dengan 2,8 mL L-DOPA 0,01 M yang
dilarutkan dalam bufer fosfat 0,05 M pH 6,5. Campuran reaksi kemudian
diinkubasi pada suhu 30, 35, 40, 45, 50, 55°C selama 5 menit. Sampel yang telah
diinkubasi diukur pada panjang gelombang 475 nm. Aktivitas enzim ditunjukkan
dalam satuan U, dengan 1U berarti peningkatan absorban 0,001/ menit.
Penentuan pH optimum
Nilai pH optimum ditentukan menggunakan metode Bono et al. (2010).
Sebanyak 0,2 mL enzim ditambahkan dengan 2,8 mL L-DOPA 0,01 M yang
dilarutkan dalam bufer fosfat 0,05 M pH 5, 6, 7, 8, 9. Campuran reaksi kemudian
diinkubasi pada suhu optimum yang telah diperoleh sebelumnya selama 5 menit.
Sampel yang telah diinkubasi diukur pada panjang gelombang 475 nm. Aktivitas
enzim ditunjukkan dalam satuan U, dengan 1U berarti peningkatan absorban
0,001/ menit
Pengaruh ion logam dan inhibitor terhadap enzim
Pengaruh ion logam dan inhibitor terhadap enzim ditentukan menggunakan
modifikasi metode Bono et al. (2010). Sebanyak 0,2 mL enzim ditambahkan
dengan 0,2 mL Na+, Cu2+, Ca2+, Zn2+, Mn2+, Co2+, ethylenediaminetetraacetic
acid (EDTA) dilarutkan dalam bufer Tris-HCl 20 mM (pH 7,1) untuk
memperoleh konsentrasi 5 dan 10 mM. Masing-masing campuran diprainkubasi
selama 20 menit pada suhu ruang. Sebanyak 2,6 mL L-DOPA 0,01 M yang
dilarutkan dalam bufer fosfat 0,05 M ditambahkan ke dalam campuran. Campuran
reaksi kemudian diinkubasi pada suhu optimum yang telah diperoleh sebelumnya
selama 5 menit. Sampel yang telah diinkubasi diukur pada panjang gelombang
475 nm. Aktivitas enzim ditunjukkan dalam satuan U, dengan 1U berarti
peningkatan absorban 0,001/ menit
Pengujian kinetika enzim
Kinetika enzim ditentukan menggunakan metode Bono et al. (2010).
Sebanyak 0,2 mL enzim ditambahkan dengan 2,8 mL L-DOPA yang dilarutkan
dalam bufer fosfat 0,05 M dengan pH sesuai pH optimum. Konsentrasi L-DOPA
yang digunakan adalah 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5 mM. Campuran reaksi kemudian
diinkubasi pada suhu optimum yang telah diperoleh sebelumnya selama 5 menit.
Sampel yang telah diinkubasi diukur pada panjang gelombang 475 nm. Aktivitas
enzim ditunjukkan dalam satuan U, dengan 1U berarti peningkatan absorban
0,001/ menit. Konstanta Michaelis-Menten (Km) dan kecepatan maksimum (Vmaks)
ditentukan dengan plot Lineweaver-Burk.

7

Penelitian Tahap Kedua : Pemurnian Enzim
Pengendapan dengan amonium sulfat
Amonium sulfat padat ditambahkan dalam supernatan untuk mendapatkan
kejenuhan 30-80% dan didiamkan pada suhu 4°C selama 30 menit. Lapisan
endapan dikumpulkan dengan sentrifugasi berkecepatan 12.500xg pada suhu 4°C
selama 30 menit. Pelet yang diperoleh dilarutkan dalam bufer sodium fosfat
0,05 M pH 7,2 dan didialisis dengan 50 kali volume bufer konsentrasi 0,01 M.
Pengendapan amonium sulfat terbaik ditentukan dengan melihat tingkat
kejenuhan yang memberikan aktivitas spesifik tertinggi. Waktu dialisis terbaik
ditentukan dengan membandingkan aktivitas spesifik antara waktu dialisis 4 jam
dengan 8 jam. Waktu dialisis yang menghasilkan aktivitas spesifik tertinggi
ditentukan sebagai waktu dialisis terbaik.
Pemurnian enzim PPO
Pemurnian enzim dilakukan menggunakan Sephadex G-150. Fraksi
dikumpulkan sebanyak 3 mL per tabung. Serapan ultraviolet diamati pada panjang
gelombang 280 nm. Fraksi yang dihasilkan kemudian diukur aktivitas enzim dan
aktivitas proteinnya. Fraksi yang memiliki aktivitas tinggi dikumpulkan dan
disebut sebagai fraksi filtrasi gel.
Penentuan bobot molekul
Ekstrak kasar, hasil dialisis, dan fraksi filtrasi gel diuji menggunakan
elektroforesis untuk mendapatkan elektroforegram dan zimogram guna
menentukan bobot molekul enzim polyphenoloxidase (PPO). Penentuan bobot
molekul dilakukan berdasarkan metode Laemmli (1970) sedangkan zimogram
dilakukan berdasarkan metode Benjakul et al. (2005).
Analisis
Pengujian Aktivitas Polyphenoloxidase (Bono et al. 2010)
Aktivitas polyphenoloxidase ditentukan dengan mereaksikan 0,2 mL enzim
ditambahkan dengan 2,8 mL L-DOPA 0,01 M yang dilarutkan dalam bufer fosfat
0,05 M pH 6,5. Campuran reaksi kemudian diinkubasi pada suhu 35oC selama
5 menit. Sampel yang telah diinkubasi diukur pada panjang gelombang 475 nm.
Aktivitas enzim ditunjukkan dalam satuan U, dengan 1U berarti peningkatan
absorban 0,001/ menit.
Pengujian Konsentrasi Protein (Bradford 1976)
Persiapan pereaksi Bradford dilakukan dengan cara melarutkan 10 mg
coomasive briliant blue G-250 dalam 5 mL etanol 95%, lalu ditambahkan dengan
10 ml asam fosfat 85% (b/v). Akuades ditambahkan hingga 250 mL jika telah
larut sempurna dan disaring dengan kertas saring Whatman 1 sesaat sebelum
digunakan.
Konsentrasi protein ditentukan menggunakan metode Bradford. Sebanyak
0,1 mL sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 5 mL
pereaksi Bradford. Campuran kemudian diinkubasi selama 5 menit dan diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Nilai absorbansi

8

sampel yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam kurva standar bradford
untuk menentukan konsentrasi protein yang terkandung dalam sampel.
Larutan standar juga diberikan perlakuan seperti larutan sampel. Larutan
standar bovine serum albumin (BSA) dibuat dengan konsentrasi 0,01-0,1 mg/mL
dari larutan stok BSA konsentrasi 2 mg/ml yang disajikan pada Lampiran 1.
Larutan standar digunakan untuk membuat kurva standar BSA.
Pengukuran Bobot Molekul (Laemmli 1970) dan Zimogram (Benjakul et al.
2005)
Metode SDS-PAGE yang dikerjakan dalam penelitian ini menggunakan 4%
stacking gel dan 8% gel akrilamid. Konsentrasi akrilamid yang digunakan dalam
analisis ini adalah 8%. Pewarnaan yang dilakukan adalah Coomassie blue
staining. Deteksi SDS-PAGE dilakukan dengan melepaskan gel hasil
elektroforesis dari cetakan dan diukur jarak migrasi bromphenol blue. Komposisi
pembuatan gel penahan dan pemisah SDS-PAGE dapat dilihat pada Lampiran 2.
Fraksi enzim dicampur dengan bufer yang mengandung 1,5M βME dengan
perbandingan 1:1 (v/v). Campuran (20 µg protein) dimasukkan ke dalam cetakan
gel 7,5%. Elektroforesis dijalankan dengan voltase 120 V menggunakan Conpact
PAGE. Setelah pemisahan, satu dari dua gel yang sama direndam dalam bufer
McIlvaine pH 6,5 bersisi L-DOPA 15 mM selama 15 jam pada suhu 25°C. Zona
yang menunjukkan aktivitas enzim berwarna hitam. Marker dengan molekul
tinggi digunakan untuk memperkirakan berat molekul.
Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan analisis deskriptif. Rata-rata dan
standar deviasi ditentukan menggunakan software microsoft excel. Penelitian
dilakukan menggunakan ulangan sebanyak 3 kali.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap Ekstraksi dan Karakterisasi Enzim Polyphenoloxidase
Ekstrak Enzim Polyphenoloxidase
Enzim polyphenoloxidase (PPO) diekstraksi menggunakan bufer sodium
fosfat yang mengandung NaCl dan Brij 35. Sampel dihomogenisasi terlebih
dahulu sebelum ditambahkan bufer ekstraksi. Sampel udang didinginkan
menggunakan nitrogen cair untuk melindungi protein dan mempermudah
penghancuran sampel selama proses homogenisasi. Ekstraksi enzim dilakukan
menggunakan metode pemisahan dengan sentrifugasi.
Beberapa bagian udang digunakan untuk mengekstraksi enzim PPO.
Bagian-bagian udang yang digunakan untuk menghasilkan ekstrak PPO antara
lain daging, karapas, dan abdominal eksoskeleton. Hasil pengujian aktivitas
ekstrak enzim dari beberapa bagian tubuh udang dapat dilihat pada Gambar 3.
Hasil penelitian menunjukkan karapas udang memiliki enzim dengan aktivitas
tertinggi dibandingkan dengan daging dan abdominal eksoskeleton sebesar 1,2 U.

9

Satu Unit memiliki arti terjadi peningkatan absorban sebesar 0,001/menit pada
panjang gelombang 475 nm.
1.60
1.200
1.40

Aktivitas (U)

1.20

0.933

1.00
0.80

0.533

0.60
0.40
0.20
0.00
Daging

Karapas

Abdomen eksoskeleton

Sampel

Gambar 3 Aktivitas ekstrak PPO dari beberapa bagian udang
Enzim PPO diekstraksi dari karapas udang windu (Penaeus monodon).
Ekstraksi enzim PPO menggunakan karapas udang karena aktivitas tertinggi
diperoleh dari bagian karapas udang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Montero et al. (2001) yang menyatakan PPO banyak ditemukan
pada bagian karapas udang. Aktivitas enzim pada karapas menunjukkan hasil
yang tinggi. Namun ketika karapas dan kutikel digabung, aktivitas yang
dihasilkan menjadi lebih kecil. PPO pada kutikel berada di daerah ventral di
pleuron dekat pleopod. Hasil penelitian Zamorano et al. (2009) juga menyebutkan
PPO tertinggi ditemukan pada karapas, kemudian diikuti oleh abdominal
eksoskeleton, cephalothorax, pleopod, dan telson. Oleh karena itu ekstraksi enzim
PPO menggunakan bagian karapas udang.
Daging memiliki aktivitas PPO yang lebih rendah dibandingkan dengan
karapas dan abdominal eksoskeleton. Aktivitas PPO yang terdapat pada daging
diduga disebabkan oleh kekeruhan pada sampel. Hasil yang sama ditunjukkan
oleh Zamorano et al. (2009) yang menyebutkan aktivitas PPO pada daging
disebabkan oleh kekeruhan sampel. Zamorano et al. (2009) menyebutkan setelah
dilakukan pemurnian sebagian, aktivitas PPO pada daging mengalami penurunan.
Ekstraksi enzim kasar dilakukan melalui beberapa tahap optimasi. Tahapan
ini merupakan modifikasi dari metode yang dilakukan oleh Simpson et al. (1987).
Metode tersebut menggunakan perbandingan sampel dengan bufer sebesar 1:3.
Modifikasi perbandingan sampel dengan bufer pada penelitian ini adalah
menggunakan perbandingan 1:1 yang dilakukan secara berulang (SP1),
perbandingan 1:1 (SP2), perbandingan 1:2 (SP3), perbandingan 1:3 (SP4).
Hasil penelitian menggambarkan ekstrak SP1 menghasilkan aktivitas
spesifik yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak SP2, SP3, dan SP4
(Gambar 4). Hal ini diduga karena dengan metode berulang jumlah protein
(enzim) yang terekstrak lebih banyak dibandingkan metode ekstraksi tunggal.
Pelet hasil ekstraksi tahap pertama masih menyisakan protein dan protein ini yang
terekstrak pada tahap ekstraksi berikutnya.

10

Ekstrak enzim SP1 selanjutnya diuji untuk mengetahui aktivitas spesifik
dari masing-masing tingkatan ekstraksi. Hasil uji memperlihatkan bahwa dari
masing-masing tahap ekstraksi aktivitas spesifik yang diperlihatkan masih tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa pada ekstraksi tahap pertama belum terekstrak
seluruh protein pada sampel, sehingga pada ekstraksi tahap kedua dan ketiga
masih ditemukan aktivitas spesifik yang tidak berbeda jauh dengan ekstrak tahap
pertama.

Aktivitas spesifik (U/mg)

6.00

5.21

5.20

5.00
3.28

4.00
3.00

1.41

2.00
1.00
0.00
SP1

SP2

SP3

SP4

Sampel

Gambar 4 Aktivitas
spesifik
dari
beberapa
ekstrak
enzim
polyphenoloxidase menggunakan perbandingan bufer yang
berbeda (SP1 : perbandingan sampel dengan bufer 1:1 secara
berulang, SP2 : perbandingan sampel dengan bufer 1:1, SP3 :
perbandingan sampel dengan bufer 1:2, SP4 : perbandingan
sampel dengan bufer 1:3
Aktivitas spesifik antara SP1 dengan SP2 memiliki nilai yang hampir sama.
Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan aktivitas pada SP1 akibat
lamanya pengadukan. Chen et al. (1997) menyatakan bahwa pengadukan selama
30 menit menghasilkan aktivitas spesifik yang lebih baik. Semakin meningkat
waktu pengadukan aktivitas spesifik mengalami penurunan. Jaringan udang
mengalami pemisahan selama ekstraksi dan selama proses tersebut reaksi
browning terjadi. Pembentukan pigmen juga terjadi selama ekstraksi.
Pembentukan pigmen tersebut dapat menyebabkan pengendapan dan enzim
menjadi inaktif.
Hasil pengujian total protein yang terdapat pada ekstrak enzim PPO
menunjukkan bahwa ekstrak SP1 memiliki yield yang paling tinggi dibandingkan
dengan SP2, SP3, dan SP4. Yield SP1 sebesar 100%, sedangkan yield SP2, SP3,
dan SP4 berturut-turut adalah sebesar 32,43%, 28,83%, dan 21,62%. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan melakukan ekstraksi secara berulang protein yang
diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan ekstraksi tunggal. Zamorano et al.
(2009) menyebutkan semakin lama proeses ekstraksi jumlah protein yang
terekstrak akan semakin meningkat, namun rentan terjadi penurunan aktivitas,
sehingga harus ditambahkan bahan-bahan pelindung selama ekstraksi seperti

11

inhibitor. Yield enzim PPO dari beberapa ekstrak enzim menggunakan
perbandingan bufer yang berbeda ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Yield enzim PPO yang diekstrak menggunakan perbandingan bufer yang
berbeda

Sampel
SP1
SP2
SP3
SP4

Volume
(ml)

Kadar
protein
(mg/ml)

150
50
100
150

0,71
0,69
0,49
0,57

Total
Protein
(mg)

Aktivitas
(U/ml)

Total
aktivitas
(U)

3,70
3,60
1,60
0,80

555,00
180,00
160,00
120,00

106,61
34,58
48,81
84,82

Aktivitas
spesifik
(U/mg)

Yield
(%)

5,21 100,00
5,20 32,43
3,28 28,83
1,41 21,62

Metode ekstraksi terbaik untuk memproduksi enzim PPO udang windu
(Penaeus monodon) adalah menggunakan perbandingan bufer 1:1 yang dilakukan
secara berulang. Kesimpulan ini ditarik dengan mempertimbangkan aktivitas
spesifik yang dihasilkan dan yield protein enzim.
Optimasi Kerja Enzim
Optimasi kerja enzim dilakukan untuk mengetahui waktu konversi substrat
L-DOPA menjadi produk. Absorban sampel diukur pada panjang gelombang
475 nm selama beberapa menit. Absorban dipantau sampai laju konversi substrat
menjadi produk mengalami penurunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semakin lama waktu inkubasi nilai absorban sampel akan semakin besar. Namun
rasio perubahan absorbansi dengan waktu semakin lama semakin menurun, yang
berarti bahwa jumlah substrat yang bisa dikonversi menjadi produk semakin kecil.
Peningkatan absorban sampel pada suhu 30 dan 35°C ditunjukkan pada Gambar 5.
0,000

0.015

Absorban (λ475)

Absorban (λ475)

0.020

0.010

0.005

0,000
0,000
0,000
0,000
0,000

0.000
0

5

Waktu (menit)

10

0

5

10

15

20

Waktu (menit)

(A)
(B)
Gambar 5 Peningkatan absorbansi sampel yang diinkubasi pada suhu 30°C
(A) dan suhu 35°C (B)
Kecepatan awal reaksi antara substrat dengan enzim pada awalnya tinggi
namun menurun seiring dengan penambahan waktu inkubasi. Hasil pengujian

12

menunjukkan konversi substrat menjadi produk tidak mengalami fase lag. Hal ini
memberikan informasi bahwa produk langsung diubah menjadi quinon. Garciacarreno et al. (2008) menyebutkan fase lag muncul pada reaksi enzim oleh
tirosinase dan tidak muncul pada oksidasi L-DOPA menjadi quinon.
Suhu inkubasi berpengaruh terhadap peningkatan absorbansi sampel. Suhu
35°C memberikan laju peningkatan yang lebih besar dibandingkan suhu 30°C.
Laju peningkatan absorbansi di dua menit pertama untuk suhu 35°C adalah 0,004
sedangkan pada suhu 30°C sebesar 0,003. Laju peningkatan absorbansi sampel
berhubungan dengan suhu optimum aktivitas enzim. Semakin tinggi suhu inkubasi
maka pergerakan partikel enzim dengan substrat akan makin besar sehingga
peluang untuk bereaksi makin tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Benjakul
et al. (2005) menyebutkan phenoloxidase (PO) dari cephalothorax kuruma prawn
(Penaeus japonicus) memiliki aktivitas maksimum pada suhu 35°C.
Suhu Optimum Ekstrak Enzim PPO
Suhu merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam reaksi
enzimatis. Suhu dapat meningkatkan pergerakan partikel dan memperbesar
peluang antara substrat dan enzim untuk bereaksi. Peningkatan suhu inkubasi
mampu meningkatkan aktivitas namun pada suhu tertentu aktivitas akan menurun
akibat perubahan konformasi enzim dan substrat. Hampir semua enzim
mengalami denaturasi apabila dipanaskan diatas suhu fisiologisnya. Aktivitas
mengalami penurunan akibat adanya denaturasi (Leskovac 2004).
Suhu inkubasi mempengaruhi aktivitas enzim PPO. Peningkatan aktivitas
enzim terlihat ketika suhu dinaikkan menjadi 35°C, namun mengalami penurunan
aktivitas ketika enzim diinkubasi diatas suhu 35°C (Gambar 6). Enzim PPO
diduga masih stabil pada kisaran suhu tersebut sehingga penurunan aktivitas yang
ditunjukkan tidak terlalu jauh.
7.00

Aktivitas (U)

6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
30

35

40

45
Suhu (°C)

50

55

60

Gambar 6 Suhu optimum aktivitas enzim polyphenoloxidase
Montero et al. (2001) menyebutkan PPO menunjukkan aktivitas tertinggi
antara suhu 40 dan 60°C, tetapi stabil pada suhu 35°C. Gimenez et al. (2010)
menyatakan aktivitas PPO yang ditemukan pada karapas dan ekstrak jeroan
Norway lobster (Nephrops norvegicus) meningkat sebanding dengan peningkatan
suhu hingga 60°C. Ekstrak karapas menunjukkan kestabilan pada suhu 45°C.
Zamorano et al. (2009) melaporkan tidak ada kisaran maksimum yang jelas pada

13

suhu 15-60°C tetapi stabilitas yang tinggi dicapai pada suhu 30-35°C.
Cong et al. (2005) menyatakan PO dari hemolymph Ruditapes philippinarum
memiliki aktivitas tertinggi pada suhu 40°C.
Pengujian aktivitas enzim di atas suhu 55°C tidak dilakukan karena enzim
mengalami otooksidasi. Zamorano et al. (2009) menyebutkan bahwa suhu
inkubasi diatas 60°C sebaiknya dihindari karena meningkatkan oksidasi L-DOPA
tanpa keberadaan enzim PPO. Stabilitas PPO tertinggi diperoleh pada kisaran
suhu 30-35°C, dan tidak ada aktivitas ketika diinkubasi pada suhu 70°C.
Penelitian yang dilakukan oleh Manheem et al. (2012) menunjukkan bahwa
kehilangan aktivitas PPO tertinggi ditemukan ketika enzim dipanaskan pada suhu
80°C dan 90°C. Ketika suhu yang digunakan berkisar antara 50-70°C penurunan
aktivitas yang terjadi tidak berbeda nyata. Namun peningkatan aktivitas terjadi
ketika enzim dipanaskan pada suhu 40°C. Manheem et al. (2012) menyebutkan
bahwa terdapat hubungan antara protease dengan enzim PPO dimana protease
meningkatkan aktivitas PPO pada suhu 40°C. PPO merupakan enzim yang stabil
terhadap panas dan berperan terhadap terjadinya melanosis selama penyimpanan.
Nilai pH Optimum Ekstrak Enzim PPO
Semua reaksi enzim dipengaruhi oleh pH medium tempat reaksi terjadi.
Oleh karena itu pada setiap percobaan dengan enzim diperlukan bufer untuk
mengontrol pH reaksi. Penentuan pH optimum merupakan tahap awal untuk
menentukan bufer yang tepat untuk reaksi enzim. Kekuatan penyangga dari bufer
baik ketika mendekati pK maka bufer harus digunakan mendekati nilai tersebut
(Stoll dan Blanchard 2009).
Enzim PPO diinkubasi pada bufer dengan nilai pH yang berbeda-beda.
Bufer sodium fosfat pH 5-9 digunakan untuk melarutkan substrat dan diinkubasi
bersama enzim PPO. Hasil penelitian menunjukkan enzim PPO mencapai
aktivitas optimum pada pH 7. Aktivitas enzim diatas atau dibawah nilai pH
tersebut menunjukkan nilai yang lebih kecil (Gambar 7). Montero et al. (2001)
menyebutkan enzim PPO tidak stabil pada pH dibawah 5. Hal ini menggambarkan
bahwa PPO mampu dihambat pada pH asam.
5

Aktivitas (U)

4
3
2

1
0
5

6

7
Nilai pH

8

9

Gambar 7 pH optimum aktivitas enzim polyphenoloxidase
PPO merupakan enzim yang tidak stabil pada pH rendah dan inaktif pada
pH dibawah 3. Perbedaan pH optimum disebabkan oleh perbedaan sumber enzim,

14

perbedaan kematangan sumber enzim, dan perbedaan substrat. pH berhubungan
dengan konsentrasi substrat karena pH memberikan efek pada stabilitas substrat.
Konsentrasi substrat dapat mengalami pernurunan akibat pemecahan oleh pH.
Benjakul et al. (2005) menyebutkan enzim PO dari cephalothorax kuruma
prawn (Penaeus japonicus) memiliki aktivitas maksimum pada pH 6,5 dan stabil
pada kisaran pH 3-10. Montero et al. (2001) menyatakan polyphenoloxidase
menunjukkan aktivitas spesifik yang berbeda pada beberapa lokasi di tubuh tiger
prawn dan aktif pada pH 5 serta 8. Zamorano et al. (2009) melaporkan
karakterisasi dan distribusi jaringan PPO pada deepwater pink shrimp
(Parapenaeus longirostris) setelah mati. Enzim memiliki aktivitas tertinggi pada
pH 4,5 serta stabil pada pH 4,5 dan 9,0. Cong et al. (2005) menyatakan PO dari
hemolymph Ruditapes philippinarum optimum pada pH 7. Simpson et al. (1987)
menyatakan bahwa enzim PO yang diekstraksi dari Penaeus setiferus aktif pada
pH 6,5-7,5 stabil pada pH 8, dan tidak stabil pada pH asam. Perbedaan kondisi
optimum enzim phenoloxidase bergantung pada sumber enzim dan substrat yang
digunakan.

12

0.30

10

0.25

8

0.20

1/V (U)

Aktivitas (U)

Kinetika Enzim PPO
Enzim merupakan protein yang memiliki sifat unik. Enzim bersifat spesifik
terhadap substrat tertentu. Sifat spesifik tersebut menyebabkan enzim hanya dapat
bereaksi untuk menghasilkan produk dengan substrat yang cocok. Kinetika enzim
dipelajari untuk melihat mekanisme reaksi antara enzim dan substrat yang cocok
(Whitaker 2003).
Konsentrasi substrat yang menghasilkan aktivitas kerja enzim optimum
adalah sebesar 7,5 mM. Konsentrasi substrat dibawah 7,5 mM menunjukkan
aktivitas enzim yang terus meningkat, namun ketika konsentrasi substrat
dinaikkan diatas konsentrasi 7,5 mM aktivitas enzim mengalami penurunan
(Gambar 8A). Penurunan aktivitas tersebut diduga disebabkan oleh penghambatan
produk sebagai hasil reaksi enzimatis.

6
4
2

y = 0.5333x + 0.043
R² = 0.99

0.15
0.10
0.05

0
0.0

2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0
Konsentrasi Substrat (mM)

0.00
0.00

0.20
0.40
1/S (mM)

0.60

(A)
(B)
Gambar 8 Konsentrasi substrat optimum untuk aktivitas enzim
polyphenoloxidase (A) dan plot Lineweaver-burk untuk enzim
polyphenoloxidase (B)
Kinetika enzim berhubungan dengan kecepatan reaksi enzim. Kecepatan
reaksi enzim berhubungan dengan konsentrasi substrat yang ditambahkan.
Konsentrasi substrat yang rendah menyebabkan kecepatan reaksi meningkat

15

seiring dengan penambahan substrat. Kecepatan reaksi konstan (bahkan menurun)
ketika konsentrasi substrat sudah jenuh (Whitaker 2003).
Kinetika enzim berdasarkan persamaan Lineweaver-Burk menunjukkan
bahwa Km App enzim PPO dari Penaeus monodon sebesar 1.24 mM dengan Vmaks
App 23,26 U (Gambar 8B). Beberapa penelitian menunjukkan informasi
mengenai Km dari enzim PPO misalnya pada Ruditapes philippinarum sebesar 2,2
mmol/L (Cong et al. 2005), Charybdis japonica sebesar 2,90 mM (Fan et al.
2009), Penaeus vannamei sebesar 1,47 mM (Garcia-Carreno et al. 2008),
Parapenaeus longirostris sebesar 1,85 mM (Zamorano et al. 2009). Nilai Km
dipengaruhi oleh ekstrak enzim PPO masih kasar sehingga diduga pengotor
didalamnya masih banyak. Metode pemurnian dapat digunakan untuk
meningkatkan aktivitas spesifik enzim PPO.
Substrat yang digunakan untuk pengujian kinetika enzim adalah L-DOPA
dengan berbagai konsentrasi. L-DOPA memiliki kemampuan berikatan yang lebih
baik dibandingkan dengan substrat lain. Cong et al. (2005) menyebutkan bahwa
afinitas L-DOPA dengan enzim lebih tinggi dibandingkan dengan substrat lain,
yaitu tirosin. Hal ini dibuktikan dari nilai Km untuk substrat L-DOPA lebih kecil
dibandingkan dengan tirosin.
Polyphenoloxidase (1,2-benzenediol : Oxygen Oxidoreductase; EC.
1.10.3.1) merupakan enzim yang mengandung Cu, yang juga dikenal dengan
catechol oxidase, catecholase, diphenol oxidase, o-diphenolase, phenolase, dan
tyrosinase (Martinez dan Whitaker 1995). Polyphenoloxidase bertanggung jawab
untuk mengkatalis terjadinya dua reaksi dasar. Enzim mengkatalis hidroksilasi ke
posisi O yang berdekatan dengan hidroksil yang lain menggunakan substrat
berupa fenol dan O2. Reaksi kedua adalah oksidasi dari diphenol menjadi obenzoquinon, yang selanjutnya teroksidasi menjadi melanin (produk berwarna
coklat) biasanya melalui mekanisme non enzimatis (Kim et al. 2000).
Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Enzim
Ion logam dapat mempengaruhi aktivitas enzim PPO. Ion logam dapat
meningkatkan atau menurukan aktivitas enzim setelah berinteraksi dengan enzim.
Ion logam yang meningkatkan aktivitas enzim disebut dengan aktivator sedangkan
yang menurunkan aktivitas enzim disebut dengan inhibitor. Ion logam yang
mempengaruhi kerja aktivitas enzim PPO dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 menunjukkan pengaruh beberapa logam terhadap enzim PPO.
Aktivitas PPO dihambat oleh ion logam Na+, Ca2+, Zn2+, dan EDTA dengan
konsentrasi 5 dan 10 mM; Cu2+ dengan konsentrasi 10 mM; dan Mn2+ dengan
konsentrasi 5 mM. Aktivitas PPO mengalami peningkatan setelah ditambahkan
dengan Cu2+ 5 mM, Mn2+ 10 mM, serta Co2+ dengan konsentrasi 5 dan 10 mM.
Pengkelat logam EDTA mampu menurunkan aktivitas enzim dengan
penghambatan sebesar 30% (konsentrasi 5 mM) dan 41% (konsentrasi 10 mM).
EDTA merupakan pengkelat logam yang kuat. Kompleks yang stabil dapat
terbentuk akibat reaksi antara EDTA dengan ion logam seperti besi, tembaga, dan
kalsium. Kemampuan mengkelat logam semakin tinggi pada pH tinggi.
Penghambatan oleh EDTA disebabkan oleh terikatnya ion Cu2+ yang diperlukan
oleh enzim PPO.
Garam-garam halida mampu menghambat aktivitas PPO. NaF merupakan
inhibitor yang potensial diikuti oleh NaCl, NaBr, dan NaI. Penghambatan oleh

16

garam-garam halida menurun seiring dengan peningkatan pH. Aktivitas PPO
menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi NaCl. Garam NaCl dan CaCl2
pada konsentrasi 2-4% biasa digunakan sebagai inhibitor PPO untuk mengurangi
browning. ZnCl2 merupakan antibrowning yang efektif ketika ditambahkan
dengan CaCl2, asam askorbat dan asam sitrat (Kim et al. 2000).
120
100

100
80

67

Inhibisi (%)

60

55

60
40
20

46

41

37

33

30

28

-9

-6

-14

0
0
-20
-40

ion logam

Gambar 9 Pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim polyphenoloxidase
(PPO). 5 mM 10 mM
Ion Cu2+, Mn2+, dan Co2+ meningkatkan aktivitas relatif diduga disebabkan
oleh otooksidasi dari substrat setelah ditambahkan logam. Palumbo et al. (1985)
menyebutkan bahwa ion logam dapat menyebabkan hidroksilasi non enzimatis
pada tirosin. Penelitian dilakukan untuk melihat efek Fe3+ pada tirosin.
Hidroksilasi menyebabkan perubahan struktur dari DOPA.
Ion Cu2+ dan Mn2+ memberikan efek pernurunan aktivitas relatif pada
konsentrasi tertentu. Peningkatan aktivitas relatif juga dihasilkan oleh ion logam
tersebut. Hal ini diduga disebabkan oleh konsentrasi dari ion logam yang
diberikan. PPO merupakan enzim yang bergantung pada ion Cu2+, namun
kelebihan ion Cu2+ diduga menimbulkan efek inhibitor. Palumbo et al. (1985)
menjelaskan ion Cu2+ dan Mn2+ memiliki efek inhibitor tetapi tergantung pada
konsentrasi, namun belum diketahui bagaimana mode aksi yang terjadi antara ion
tersebut dengan enzim.
Penelitian yang dilakukan oleh Cong et al. (2005) menyebutkan bahwa
logam Cu2+, Zn2+, Ca2+ menghambat aktivitas kerja enzim PO. Zn2+ menghambat
aktivitas PO Ruditapes tertinggi pada konsentrasi 1 mM. Demikian halnya dengan
EDTA menghambat aktivitas PPO sebesar 100% pada konsentrasi 10 mM.
Penelitian yang dilakukan oleh Fan et al. (2009) menyatakan bahwa Cu, Zn, Ca,
Mg, dan EDTA juga menghambat enzim PPO. EDTA dengan konsentrasi 10 mM
menghambat enzim sampai 100%. Hasil tersebut menyatakan bahwa PPO
merupakan jenis metaloenzim.
Selain beberapa ion logam, enzim PPO juga bisa dihambat oleh beberapa
inhibitor protease. Protease bisa dihambat oleh beberapa ion logam. Ferrer et al.
(1989) menyatakan ekstrak PO kasar umumnya memiliki aktivitas yang rendah.

17

Semua protease inhibitor mencegah aktivasi PO. Benjakul et al. (2006)
menyatakan sistein dan glutation menunjukkan aktivitas penghambatan pada PO
kuruma prawn.
Tahap Pemurnian Enzim Polyphenoloxidase
Fraksi Amonium Sulfat Enzim PPO
Pengendapan dilakukan menggunakan garam amonium sulfat. Keunggulan
menggunakan amonium sulfat adalah memiliki kelarutan tinggi dan umumnya
tidak mempengaruhi struktur protein. Garam dapat menurunkan atau
meningkatkan kelarutan protein. Penambahan garam akan memengaruhi kekuatan
ion dalam larutan, yang berpengaruh terhadap kelarutan protein. Protein dapat
diendapkan menggunakan garam dengan konsentrasi tinggi (salting out)
(Kusnandar 2010).
Pengendapan dengan amonium sulfat dilakukan pada ekstrak kasar enzim
PPO. Supernatan hasil ekstraksi enzim ditambahkan amonium sulfat dengan
kejenuhan tertentu. Tingkat kejenuhan yang digunakan pada saat pengendapan
adalah 30-80%. Hasil pengendapan diukur aktivitas enzim dan kadar protein
untuk menentukan aktivitas spesifik enzim (Gambar