Konsumsi Serat Makanan Pada Murid-Murid Sekolah Dasar

KONSUMSI SERAT MAKANAN PADA MURID-MURID SEKOLAH DASAR
Juliandi Harahap* *Departemen Kedokteran Komunitas FK USU
Pendahuluan Serat atau roughage adalah komponen makanan yang berasal dari tumbuhan yang
resisten terhadap enzim pencernaan manusia di usus halus.Serat dapat diklasifikasikan menjadi serat yang larut dalam air (soluble fibre) dan serat yang tidak larut dalam air (insoluble fibre). Sumber makanan yang tinggi serat antara lain sayur-sayuran, buah-buahan, sereal, biji-bijian, kacang-kacangan, dan polong-polongan.
Meskipun tidak dikategorikan sebagai zat gizi, serat makanan (dietary fiber) terbukti sangat bermanfaat bagi kesehatan. Serat makanan bermanfaat menjaga kesehatan tubuh dan mencegah penyakit-penyakit seperti konstipasi, wazir, kanker usus besar serta bermanfaat juga untuk menurunkan berat badan. Serat atau roughage adalah komponen makanan yang berasal dari tumbuhan yang resisten terhadap enzim pencernaan manusia di usus halus.
Rata-rata konsumsi serat penduduk Indonesia dewasa di atas 20 tahun adalah 10,5 gram per hari. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru memenuhi kebutuhan serat makanannya sekitar ⅓ dari kebutuhan ideal rata-rata yaitu 30 gram setiap hari.
Rendahnya angka konsumsi serat ini tidak terlepas dari pengaruh gaya hidup yang dilakukan para orangtua sehingga anak-anaknya juga mempunyai kebiasaan pola makan yang kurang baik, yaitu suatu trend yang menunjukkan pola makan fast food yang kurang ataupun tidak mengandung unsur serat makanan seperti sayur-sayuran atau buah-buahan. Oleh karena itu diperlukan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran sedini mungkin bagi murid-murid sekolah dasar agar mau mengkonsumsi serat makanan disamping kebutuhan protein, karbohidrat dan lemak sebagaimana mestinya.
Konsumsi Serat dan Pola Makan Anak Konsumsi serat makanan adalah jumlah asupan dan jenis bahan pangan sumber serat
yang dikonsumsi per hari (Sulistijani, 2001). Walaupun konsumsi serat makanan berpengaruh positif bagi tubuh dan sangat dianjurkan, namun harus memperhatikan nilai kecukupannya bagi tubuh. Sebab, mengkonsumsi serat makanan secara berlebihan akan berdampak negatif
Universitas Sumatera Utara

bagi tubuh. Tubuh akan mengalami defisiensi mineral dan perut menjadi kembung. Kondisi ini terjadi akibat menumpuknya serat di dalam kolon sehingga menyebabkan fermentasi serat di dalam kolon. Fermentasi ini lalu memicu timbulnya gas, seperti gas metan, hidrogen, dan karbondioksida di dalam sekum dan kolon yang terbentuk dari kerja enzim-enzim bakteri yang memetabolisme serat. Jumlah gas yang dihasilkan tergantung dari serat makanan yang dikonsumsi dan flora bakterial (Isselbacher, 2000).
Kelebihan volume serat juga dapat mengurangi absorpsi mineral, seng, besi dan kalsium. Meskipun ada bakteri di dalam usus besar yang berangsur-angsur akan beradaptasi dengan adanya asupan serat makanan. Namun, asupan serat yang terlalu tinggi tetap tidak dapat menghilangkan rasa kembung di dalam perut. Lebih jauh Wirakusumah (1993) menambahkan bahwa konsumsi serat makanan yang terlalu banyak dapat menghalangi absorpsi vitamin B12, A, D, E, dan K, oleh karena adanya pektin. Terhalangnya absorpsi vitamin sering dijumpai pada para vegetarian. Asam fitat di dalam lambung para vegetarian ini mampu mengikat serat. Defisiensi vitamin-vitamin itu sendiri bermula dari serat makanan yang larut air mengikat dan menyingkirkan asam empedu yang berfungsi mencerna lemak di dalam tubuh (Sulistijani, 2001).
Agar jumlah serat yang dikonsumsi tidak kurang maupun berlebih, maka dianjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi secara bervariasi, seperti kacangkacangan, biji-bijian, sayuran, dan buah-buahan. Konsumsi serat sebaiknya tidak dipenuhi dari suplemen serat. Jika tidak sangat diperlukan, konsumsi suplemen serat makanan tidak perlu dilakukan. Namun apabila seseorang tidak suka mengkonsumsi sayuran maupun buahbuahan, maka usahakan menggunakan suplementasi serat, baik dalam bentuk tablet fiber, bubuk psyllium, atau agar-agar sehingga kebutuhan seratnya dapat terpenuhi (Arisman, 2004).
Dalam hal anjuran konsumsi, belum ada Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang pasti untuk konsumsi serat makanan. Namun, untuk diet 2000 kalori pada orang dewasa, paling sedikit 1000 sampai 2000 kalori harus berasal dari karbohidrat kompleks. Diet serat yang dianjurkan adalah 25 sampai 30 gram per hari untuk orang dewasa dan 10 sampai 15 gram untuk anak-anak cukup untuk pemeliharaan tanpa efek negatif terhadap kesehatan (Baliwati et al, 2004).
Data Biro Pusat Statistik tahun 1990 menunjukkan bahwa komposisi konsumsi energi makanan rata-rata sehari orang Indonesia 9,6% berasal dari protein, 20,6% dari lemak dan 68,6% dari karbohidrat. Konsumsi energi rata-rata di Indonesia pada tahun 1996 adalah 73,3% berasal dari makanan pokok, 5,8% dari pangan hewani, 3,0% dari kacang-kacangan,
Universitas Sumatera Utara

5,4% dari gula, 11,98% dari minyak dan lemak, dan 2,2% dari sayur dan buah-buahan. WHO (1990) menganjurkan rata-rata konsumsi energi makanan sehari adalah 10-15% berasal dari protein, 15-30% dari lemak, dan 55-75% dari karbohidrat (Baliwati et al, 2004).
Sedangkan dari hasil analisis data konsumsi makanan penduduk Indonesia dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, menunjukkan bahwa secara keseluruhan hanya 6,4% penduduk Indonesia yang cukup mengkonsumsi serat. Di Provinsi Sumatera Utara, khususnya Kota Medan, juga hampir sama, hanya 5,5% penduduk yang termasuk dalam kategori cukup mengkonsumsi serat. Hasil tersebut cukup menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia memiliki masalah konsumsi serat rendah. Beberapa faktor seperti status ekonomi, pengetahuan tentang makanan berserat, ketersediaan makanan berserat, serta pola dan kebiasaan makan akan mempengaruhi konsumsi serat seseorang.


Tabel 1. Angka Kebutuhan Serat yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari)

Golongan Umur

Serat (gram)

Laki-laki

19-21 tahun

38 gram

Perempuan

19-21 tahun

25 gram

Sumber : National Academy Sciences (2007)


Kebiasaan makan pada anak dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti faktor sosial ekonomi keluarga, pengetahuan tentang gizi, ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga dan informasi tentang pangan dan gizi. Yang termasuk dalam sosial ekonomi keluarga, yakni pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, besarnya uang saku yang didapat dan lokasi tempat tinggal. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi konsumsi serat pada anak. Sehingga dapat disimpulkan ada dua faktor yang mempengaruhi konsumsi serat anak berdasarkan kebiasaan makannya, yakni faktor secara langsung maupun tidak langsung. Faktor yang secara langsung mempengaruhi adalah kebiasaan makan dari anak, sedangkan faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi adalah karakteristik sosial ekonomi keluarga dan pengetahuan gizi pada anak (Madajinah, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Metode dan Materi Salah satu cara untuk merubah suatu perilaku kesehatan dapat dilakukan dengan
metode advokasi yaitu melalui komunikasi untuk perubahan perilaku (behavioural communication changes). Komunikasi perubahan perilaku ini dapat diterapkan melalui kegiatan penyuluhan dengan menggunakan berbagai metode dan media seperti penyuluhan, role play, penggunaan leaflet, poster, dan model. Pada murid-murid sekolah dasar ini dilakukan penyuluhan tentang pentingnya mengkonsumsi makanan berserat dengan menggunakan audio visual, penggunaan leaflet, poster dan pelatihan keterampilan menentukan kebutuhan akan serat dalam makanan sehari-hari serta demonstrasi menggunakan food model pada murid-murid sekolah dasar.
Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil pretest yang dilakukan terhadap 64 murid sekolah dasar ini,
diperoleh informasi bahwa secara umum murid-murid SD Juara ini mengetahui makanan yang dikonsumsi setiap hari sangat menentukan keadaan kesehatan mereka. Mereka juga mengetahui dengan baik bahwa pola makan yang benar mengikuti prinsip empat sehat lima sempurna dan mereka juga mengetahui bahwa sayuran dan buah-buahan banyak mengandung serat. Dari informasi yang diperoleh ini, pengetahuan murid-murid SD Juara tentang makanan dan serat masih sederhana dan perlu ditingkatkan, terutama menyangkut manfaat serat makanan untuk kesehatan.
Dari hasil pretest juga diperoleh informasi, masih banyak murid-murid yang tidak tahu atau belum mengetahui peran serat makanan untuk kesehatan dan bahaya makanan yang kurang serat terutama makanan cepat saji seperti fried chicken. Masih banyak murid yang menyatakan serat makanan berasal dari hewan seperti daging ayam dan daging sapi atau menyatakan tidak tahu sumber serat, yaitu masing-masing 25% dan 9.4%, tentu saja hal ini tidak tepat karena serat makanan yang dimaksud bersumber dari tumbuhan. Pengetahuan murid-murid tentang peran serat untuk kesehatan juga relatif kurang, antara lain pengetahuan tentang manfaat serat untuk mencegah sulit buang air besar, mayoritas murid-murid tidak mengetahuinya yaitu sebanyak 56.3%. Mayoritas murid juga tidak tahu manfaat serat untuk mencegah wazir/ambaien yaitu sekitar 59.3%, sedangkan untuk mencegah penyakit kanker sebanyak 36% murid-murid tidak mengetahui manfaat tersebut.
Makanan cepat saji (fast food) pada umumnya disukai oleh anak-anak terutama di daerah perkotaan sesuai dengan gaya hidup modern saat ini. Makanan cepat saji ini ditenggarai sebagai makanan yang kurang sehat karena mengandung kadar lemak yang tinggi
Universitas Sumatera Utara

tanpa ada kandungan serat sehingga dapat menimbulkan penyakit jantung dan diabetes mellitus (sakit gula). Sebanyak 31.2% murid-murid menyatakan tidak mengetahui bahwa makanan cepat saji dapat menyebabkan sakit guna dan 36% menyatakan tidak mengetahui makanan cepat saji dapat menyebabkan penyakit jantung.
Setelah dilakukan penyuluhan tentang pentingnya konsumsi serat makanan dan manfaatnya bagi kesehatan, murid-murid mendapat pengetahuan baru dimana mereka sudah mengerti akan pentingnya mengkonsumsi serat. Dari hasil posttest, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebelumnya pada saat pretest, telah dapat dijawab murid-murid dengan benar. Dengan demikian diharapkan kegiatan penyuluhan kesehatan ini dapat bermanfaat bagi para murid maupun para guru dalam mempraktekkan pola makanan yang sehat.
Kesimpulan dan Saran Konsumsi serat makanan secara umum masih rendah, terutama di kalangan anak-
anak. Berbagai makanan cepat saji serta perubahan gaya hidup saat ini, makin memperburuk kebiasaan masyarakat untuk cenderung kurang ataupun tidak mengkonsumsi serat makanan. Disamping faktor diatas, pengetahuan tentang manfaat serat terhadap kesehatan juga masih rendah. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui kegiatan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya mengkonsumsi serat makanan, terutama perlu ditanamkan pada anak-anak sejak usia dini. Dengan demikian diharapkan pengetahuan yang mereka peroleh dari penyuluhan ini dapat menjadi bekal merekan dalam memilih makanan yang sehat.
Mengingat pentingnya kita mengkonsumsi serat, terutama bagi murid-murid sekolah dasar perlu diberikan pengetahuan dasar tentang makanan yang sehat sehingga mereka dapat memperkirakan kandungan zat gizi yang terdapat pada makanan tersebut dan manfaatnya bagi kesehatan mereka. Para guru diharapkan dapat memberikan dan memasukkan pengetahuan tentang zat gizi dan makanan sehat dalam kegiatan proses belajar mengajar di sekolah.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S., 2004. Karbohidrat. Dalam: Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 44-46. Almatsier, S., 2004. Standar Makanan Khusus. Dalam: Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 69-72. Arisman, 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Astawan, M. dan Kasih, A.L., 2008. Khasiat Pangan Berwarna Putih. Dalam: Khasiat
Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 220-221. Baliwati, Y.F. dan Retnaningsih, 2004. Kebutuhan Gizi. Dalam: Baliwati, Y.F., Khomsan A.
dan Dwiriani C.M., Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya, 64-68. Budiarto, E., 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, 2007. Ilmu Gizi Dasar, Kecukupan Energi dan Zat Gizi. Dalam: Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers, 14-19. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2009. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Drummond, K., dan Brefere, L., 2007. Nutrition for Food Service and Culinary Professionals. 6th ed. USA: John Wiley and Sons, Inc. Effendi, F., dan Makhfudli., 2005. Teori dan Praktik Dalam Keperawatan. Dalam: Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Elex Media Komputindo, 220-221. Institute of Medicine of The National Academies. Dietary Reference Intake for Energy, Carbohidrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein and Amino Acids. Washington DC: The National Academies Press. Available from: http://ods.od.nih.gov/health_information/Dietary_Reference_Intake.aspx. [Accessed 10 April 2011]. Irianto, K. dan Waluyo, K., 2004. Makanan Berserat. Dalam: Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung: Yrama Widya, 46-48.
Isselbacher, K.J., dkk, 2000. Nutrition. Dalam: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 3rd ed. Singapore: Mac Graw Hill, 512-515.
Universitas Sumatera Utara

Khomsan, A., 2002. Gizi dan Penyakit Degeneratif. Dalam: Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Edisi 1. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 59-61.
Madanijah, S., 2004. Pendidikan Gizi. Dalam: Baliwati, Y.F., Khomsan A. dan Dwiriani C.M., Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya, 115-118.
National Institutes of Health. Nutrient Reccomendations: Dietary Reference Intake (DRI). USA: Office of Dietary Supplements. Available from: http://www.iom.edu/Global/NewsAnnouncements/~/media/DRI_tables_macronutrients/p ages.aspx. [Accessed 30 April 2011].
Notoatmodjo, S., 2007. Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Dalam: Promosi Kesehatan & Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, 139-142.
Rusilanti, dan Kusharto, C.M., 2007. Sehat dengan Makanan Berserat. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Sastroasmoro, S. dan Ismael, S., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto.
Sediaoetama, A.D., 2008. Bahan Makanan dan Zat Makanan. Dalam: Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat, 17-20.
Sediaoetama, A.D., 2008. Menilai Kesehatan Gizi Perorangan. Dalam: Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat, 245-253.
Siagian, A., 2010. Pangan dan Zat Gizi. Dalam: Astikawati, R., Epidemiologi Gizi. Jakarta: Erlangga, 12-19.
Sulistijani, D.A., 2001. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta: Trubus Agriwidya.

Universitas Sumatera Utara