Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang Cikampek.

ANALISIS SISTEM DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI
PT PUPUK KUJANG CIKAMPEK

RIZKY ALIFIA WINDARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi mengenai Analisis Sistem
Distribusi Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang Cikampek adalah karya sendiri
dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016


Rizky Alifia Windari
NIM H34134042

ABSTRAK
RIZKY ALIFIA WINDARI. Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi PT
Pupuk Kujang Cikampek. Dibimbing oleh RATNA WINANDI.
Pupuk merupakan input produksi yang mampu mengoptimalkan hasil
produksi pertanian. Penggunaan pupuk menjadi kebutuhan utama bagi petani,
sehingga perlu ditunjang oleh sistem distribusi yang dijalankan produsen. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis sistem distribusi pupuk bersubsidi dan
menganalisis efisiensi distribusi pupuk bersubsidi di tingkat distributor ke
pengecer. Pengolahan data dilakukan dengan model transportasi menggunakan
Software POM. Hasil analisis sistem distribusi menunjukkan mekanisme
distribusi yang dijalankan sesuai dengan SOP penyaluran pupuk bersubsidi.
Jumlah penyaluran pupuk di Karawang sesuai dengan jumlah kebutuhan sehingga
tidak menyebabkan peningkatan harga di atas HET. Namun, dalam beberapa
kondisi pengecer menjual di atas HET karena pembelian eceran, pengantaran
pupuk ke petani dan pembelian kredit di luar ketentuan pemerintah. Berdasarkan
analisis efsiensi distribusi diperoleh nilai optimal cost sebesar Rp 1 693 506 000,

sedangkan biaya total berdasarkan pola distribusi sebesar Rp 1 745 020 000 dan
selisih nilai optimal hanya sebesar tiga persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
penyaluran di tingkat distributor ke kios penyecer tidak menyebabkan terjadinya
kekurangan jumlah pupuk dan peningkatan harga di atas HET. Adapun
peningkatan harga terjadi di tingkat pengecer.
Kata Kunci: efisiensi, model transportasi, pupuk bersubsidi

ABSTRACT
RIZKY Alifia WINDARI. Analysis of Subsidized Fertilizer Distribution System
PT Pupuk Kujang Cikampek. Supervised by RATNA WINANDI.
Fertilizer is the input which can optimize the production of agricultural. The
use of fertilizers become the main requirement for farmers, so it needs supported
by the distribution system run of producer. The purpose of this study was to
analyze the distribution system and analyzed the efficiency of the distribution
conducted by distributor to retailer. Data processed by transportation model used
Software POM. The results of analysis distribution system, showed the
mechanism of distribution in accordance with SOP. Volume of distribution
fertilizer in Karawang according of demand and the increase price above HET
isn’t occur. But , in other condition a retailer sell above HET because the purchase
of retail, delivery fertilizer to farmers and credit outside the government

regulation. Analyzed of the efficiency distribution showed optimal cost amount
Rp 1 693 506 000, whereas total cost of current system amount Rp 1 745 020 000
the difference is only three percent. The result showed that the distribution by
distributor to retailer doesn’t occur of fertilizers and the increase price above HET.
As for the increase occured at the retailer level.
Keywords: efficiency, transportation model, subsidized fertilizer

ANALISIS SISTEM DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI
PT PUPUK KUJANG CIKAMPEK

RIZKY ALIFIA WINDARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

Judul Skripsi : Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang
Cikampek
Nama
: Rizky Alifia Windari
NIM
: H34134042

Disetujui oleh

Dr Ir Ratna Winandi, MS
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan September 2015
ini berjudul Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang
Cikampek.
Berkat bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, Penulis ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku pembimbing
yang telah memberikan arahan, saran, serta bimbingan sehingga penulis
menyelesaikan penelitian dan skripsi ini, serta kepada Dr Amzul Rifin, SP. MM
dan Feryanto SP. Msi selaku penguji.. Terimakasih kepada Dr Ir Anna Fariyanti,
Msi selaku pembimbing akademik dan Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku Ketua
Program Sarjana Alih Jenis yang telah memberikan arahan dan dukungan. Dan
kepada PT Pupuk Kujang Cikampek, distributor dan pengecer yang telah
mengijinkan Penulis untuk melakukan Riset Data.
Karya ilmiah ini Penulis sampaikan kepada kedua orang tua Ayahanda Asep
Dudi Sudiana dan Ibunda Darmi, serta adik Rifqi Mochamad Taufik yang telah
menyayangi, mendidik, memberikan dukungan baik moril maupun materiil dan

selalu memberikan do’anya. Selain itu, ungkapan terimakasih Penulis ucapkan
kepada teman-teman Alih Jenis Agribisnis yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian studi ini. Serta, semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu dan mendukung Penulis sehingga dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak
yang membacanya. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam
penyusunan karya ilmiah. Jika terdapat kesalahan dan kata-kata yang kurang
berkenan dalam penulisan ini, Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Bogor, Januari 2016
Rizky Alifia Windari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Lembaga Distribusi Pupuk Bersubsidi
Sistem Distribusi Pupuk Berubsidi
Efisiensi Distribusi Pupuk Bersubsidi
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Definisi dan Batasan Operasional
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN DISTRIBUTOR
Sejarah dan Perkembangan PT Pupuk Kujang
Organisasi PT Pupuk Kujang
Profil Karyawan PT Pupuk Kujang

Manajemen Distribusi dan Sistem Penjualan Pupuk Bersubsidi
Gambaran Umum Distributor Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lembaga Distribusi Pupuk Bersubsidi
Mekanisme Distribusi Pupuk Bersubsidi
Analisis Volume Distribusi
Analisis Efisiensi Distribusi dengan Model Transportasi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
5

8
8
8
8
8
9
11
12
12
18
20
20
20
20
21
28
28
28
30
31

32
32
34
34
36
39
42
49
49
50
51
54
62

DAFTAR TABEL
1
2

Kapasitas Produksi Pupuk oleh PT Pupuk Indonesia
Produksi Pupuk di Indonesia Tahun 2010 – 2014


2
3

3 Konsumsi Pupuk di Indonesia Tahun 2010 – 2014
4 Rekap Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Jawa Barat Tahun 2015 (Ton)
5 Tabel Matriks Perumusan Model Transportasi
6 Matriks Awal Minimisasi Biaya Transportasi
7 Daftar Pabrik dan Kapasitas Produksi Pabrik PT Pupuk Kujang
8 Daftar Responden Distributor Pupuk Bersubsidi
9 Total Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang di
Tingkat Distributor dan Pengecer
10 Nilai Tebus Distributor dan Pengecer, Harga Eceran Tertinggi dan
Jumlah Minimal Pembelian Pupuk Bersubsidi
11 Jumlah Penyaluran Distributor Pupuk Bersubsidi
12 Jumlah Total Permintaan Pupuk Bersubsidi Tingkat Kecamatan
13 Biaya Distribusi dari Distributor ke Pengecer (Rupiah per Kilogram per
Kilometer)
14 Hasil Analisis Sensitivitas Optimalisasi Distribusi
15 Jumlah Kebutuhan Pupuk Urea, Npk dan Organik Provinsi Tahun 2015
16 Data Alokasi dan Realisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi PT Pupuk
Kujang di Wilayah Jawa Barat Bulan Januari Hingga Agustus 2015
17 Matriks Model Transportasi Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Karawang

3
6
18
26
29
33
40
41
42
43
44
48
54
55
58

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Kerangka Operasional Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi
Diagram Pola Distribusi Berdasarkan Wilayah Tanggung Jawab
Diagram Model Transportasi Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Karawang
Prosedur Mekanisme Penyaluran Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang
Mekanisme Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Karawang
Struktur Organisasi Departemen Pemasaran PT Pupuk Kujang
Pola Rayonisasi Penyaluran Pupuk di Karawang

19
24
25
37
38
56
57

DAFTAR LAMPIRAN
1 Jumlah Kebutuhan Pupuk Urea, NPK dan Organik per Provinsi Tahun
2015
2 Data Penyaluran Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang di Jawa Barat
Bulan Januari hingga Agustus 2015
3 Struktur Organisasi Departemen Pemasaran PT Pupuk Kujang
4 Persyaratan Menjadi Distributor dan Kios Pengecer Resmi PT Pupuk
Kujang
5 Pola Rayonisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi Kabupaten Karawang
6 Matriks Model Transportasi Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Karawang
7 Hasil Output Optimal Model Transportasi pada Iterasi ke – 58
8 Total Biaya Distribusi Berdasarkan Pola Rayonisasi

54
55
56
56
57
58
59
61

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Upaya pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional tidak
terlepas dari peranan sektor pertanian. Peningkatan kinerja pada sektor pertanian
terus dilakukan untuk mencapai hasil produksi pertanian yang dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat, terutama dalam penyediaan kebutuhan beras nasional. Hal
tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi faktor-faktor yang mempengaruhinya,
salah satunya adalah pupuk. Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang
sangat menentukan keberlangsungan usahatani. Pupuk adalah bahan kimia atau
organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi tanaman. (Direktorat
Pupuk dan Pestisida 2011).
Pupuk merupakan input produksi yang mampu mengoptimalkan hasil
produksi pertanian. Estiaty et al (2006) menyatakan bahwa penambahan pupuk ke
dalam tanah sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman yang
tidak dapat dipenuhi oleh tanah. Oleh karena itu, pupuk menjadi input produksi
pertanian yang utama untuk memperoleh hasil yang optimal. Berdasarkan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 130 menyatakan bahwa pupuk dibedakan
menjadi dua jenis yaitu pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk anorganik
adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisika dan biologi yang
merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk. Sedangkan pupuk organik
adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan atau bagian hewan
dan limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat
atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral atau mikroba, yang bermanfaat
untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki
sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Kementrian Pertanian 2014).
Hendrawan et al (2011) menyatakan bahwa pupuk merupakan salah satu
faktor produksi yang sangat menentukan produksi dan produktifitas. Oleh karena
itu, ketersediaan pupuk di pasar baik dari segi kualitas, kuantitas dan harga yang
terjangkau menjadi salah satu syarat yang harus dijamin oleh pemerintah.
Sehingga pemeritah melakukan kebijakan subsidi terhadap pupuk untuk seluruh
sektor pertanian dalam menjamin ketersediaan pupuk bagi petani.
Kebijakan pupuk bersubsidi merupakan upaya pemerintah dalam
menyediakan sarana produksi pertanian dalam jumlah yang relatif mencukupi
dengan harga yang terjangkau di kalangan petani. Hal tersebut diupayakan untuk
mendorong petani dalam meningkatkan hasil pertanian serta meningkatkan
pendapatan petani. Kebijakan subsidi dan distribusi pupuk telah diterapkan secara
komprehensif mulai dari tahap perencanaan kebutuhan, penetapan Harga Eceran
Tertinggi (HET), besaran subsidi hingga sistem distribusi dalam menyalurkan
pupuk ke petani (Rachman dan Sudaryanto 2010).
Pemerintah mengatur kebijakan subsidi terhadap pupuk dengan menetapkan
alokasi kebutuhan dan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) melalui
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 130/Permentan/SR.130/11/2014. Hal tersebut
untuk menjamin kebutuhan pupuk bagi petani dalam jumlah yang dibutuhkan
sesuai harga yang mampu dibayarkan petani. Selain itu, pemerintah juga mengatur
tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dalam Peraturan Menteri

2
Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 untuk menjamin proses penyaluran
pupuk bersubsidi kepada petani. Peraturan Menteri Perdagangan berisikan
penugasan kepada PT Pupuk Indonesia sebagai produsen pupuk untuk
bertanggung jawab dalam ketersediaan dan pendistribusian pupuk hingga sampai
ke kios pengecer di Lini IV.
Berdasarkan penugasan pemerintah, produksi pupuk bersubsidi nasional
dilakukan oleh PT Pupuk Indonesia yang merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Ada lima anak perusahaan pupuk PT Pupuk Indonesia yaitu PT Pupuk
Sriwidjaja (PUSRI), PT Petrokimia Gresik (PKG), PT Pupuk Kujang Cikampek
(PKC), PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) dan PT Pupuk Kalimantan Timur yang
membentuk sebuah Holding Company menjadi PT Pupuk Indonesia. Produksi
kelima pabrik pupuk tersebut wajib memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi dalam
pasar domestik dengan kapasitas produksi pupuk pada masing-masing pabrik
dapat dilihat pada Tabel 1 mengenai jumlah kapasitas produksi pupuk oleh PT
Pupuk Indonesia.
Tabel 1 Kapasitas Produksi Pupuk oleh PT Pupuk Indonesia
No
1
2
3

4
5

Pabrik
PT Pupuk Sriwidjaja Palembang
- Urea
PT Pupuk Kujang Cikampek
- Urea
- NPK Granular I
PT Petrokimia Gresik
- Urea
- NPK Phonska I
- NPK Phonska II & III
- NPK Phonska IV
- NPK I
- NPK II
- NPK III & IV
- NPK Blending
- Pupuk Phosphate
- Pupuk ZA
- Pupuk ZK (KSO4)
PT Pupuk Kalimantan Timur
- Urea
- NPK Pelangi
PT Pupuk Iskandar Muda
- Urea

Kapasitas Produksi
(Ton/Tahun)
2 262 000
1 140 000
100 000
460 000
460 000
1 280 000
600 000
70 000
100 000
200 000
60 000
500 000
650 000
10 000
2 980 000
350 000
1 140 000

Sumber: PT Pupuk Indonesia (2015)

Industri pupuk merupakan salah satu industri yang memiliki peran strategis
dalam menunjang produksi pertanian. Kebutuhan terhadap pupuk menjadi
kebutuhan utama petani untuk mengoptimalkan hasil pertanian. Hal tersebut
mendorong produsen untuk meningkatkan kuantitas produksinya. Perkembangan
industri pupuk di Indonesia terus mengalami peningkatan kuantitas produksi,
seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2 mengenai jumlah produksi pupuk.

3
Tabel 2 Produksi Pupuk di Indonesia Tahun 2010 – 2014
Jenis Pupuk
1. Urea
2. Fosfat/SP-36
3. ZA/AS
4. NPK
5. Organik

2010
6 721 947
636 207
792 917
1 853 172
260 705

Tahun (Ton/Tahun)
2011
2012
2013
6 743 422
6 907 237
6 698 349
441 223
521 486
517 757
816 377
812 123
827 225
2 213 491
2 893 868
2 528 347
341 476
761 657
787 516

2014
6 742 366
400 508
816 001
2 715 098
580 120

Sumber: Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (2015).

Berdasarkan data produksi pupuk di Indoensia, secara umum relatif terjadi
peningkatan jumlah produksi untuk pupuk Urea dan NPK. Sedangkan untuk
pupuk Fosfat/SP-36, ZA/AS dan Organik relatif berfluktuasi, berdasarkan
keterangan Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (2015) menyatakan bahwa jenis
pupuk Fosfat/SP-36 dan ZA/AS berbahan dasar zat kimia yang berasal dari luar
negeri (impor), sehingga produksi kedua pupuk tersebut sangat bergantung pada
ketersediaan bahan baku serta kondisi ekonomi yang sedang terjadi. Sedangkan
pupuk Organik masih terkendala teknologi. Peningkatan jumlah produksi terus
dilakukan, hal tersebut didorong dengan terus meningkatnya kebutuhan pupuk
dalam negeri baik pupuk anorganik maupun pupuk organik di kalangan petani.
Data jumlah konsumsi pupuk di Indonesia secara umum terjadi peningkatan
jumlah konsumsi pupuk dalam negeri seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Konsumsi Pupuk di Indonesia Tahun 2010 – 2014
Jenis Pupuk
1. Urea
2. Fosfat/SP-36
3. ZA/AS
4. NPK
5. Organik

2010
5 717 512
634 883
739 198
1 804 413
235 455

Tahun (Ton/Tahun)
2011
2012
2013
5 744 731
5 546 892
5 216 797
723 177
858 719
830 638
969 344
1 051 281
1 106 362
2 124 474
2 478 399
2 443 456
386 063
742 198
766 691

2014
5 589 484
798 816
1 011 141
2 672 052
753 761

Sumber: Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (2015).

Berdasarkan data konsumsi pupuk di Indonesia untuk kebutuhan pupuk
Urea dan NPK jumlah produksi pupuk tersebut lebih tinggi dari jumlah konsumsi.
Hal tersebut karena kapasitas produksi yang dimiliki PT Pupuk Indonesia untuk
Urea dan NPK cukup tinggi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan
untuk pupuk Fosfat/SP-36, ZA/AS dan Organik jumlah konsumsinya lebih besar
dari jumlah produksi dalam negeri. Sehingga kebutuhan pupuk tersebut masih
mengandalkan impor pupuk untuk mencukupi kebutuhan pupuk tersebut (Asosiasi
Produsen Pupuk Indonesia 2015).
Adanya permintaan terhadap pupuk yang cukup tinggi mendorong produsen
meningkatkan jumlah produksi pupuk anorganik maupun pupuk organik, serta
melakukan penyesuaian kebijakan perdagangan pupuk dalam upaya menjaga
kontinuitas pasokan pupuk dalam negeri, sehingga hasil produksi pertanian dapat

4
dioptimalkan. Berdasarkan jumlah kebutuhan pupuk yang ditetapkan Menteri
Pertanian untuk Tahun 2015 (dapat dilihat pada Lampiran 1), Jawa Barat
merupakan salah satu provinsi dengan kebutuhan pupuk yang cukup tinggi. Hal
tersebut mendorong produsen pupuk yang bertanggung jawab terhadap
ketersediaan pupuk di Jawa Barat untuk berupaya menjamin pengadaan dan
penyaluran pupuk bersubsidi di wilayah tersebut.
Berdasarkan surat penugasan dari PT Pupuk Indonesia Holding Company
No. U-1308/A00000.UM/2012 tanggal 8 Oktober 2012 perihal wilayah tanggung
jawab pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi, seluruh wilayah Jawa Barat
merupakan tanggung jawab PT Pupuk Kujang. Perusahaan yang berlokasi di
Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat ini memiliki dua unit pabrik pupuk
urea dengan kapasitas produksi sebanyak 1 140 000 Ton urea per tahun dan pupuk
NPK Granular I sebanyak 100 000 Ton per tahun. Selain memproduksi pupuk
anorganik, PT Pupuk Kujang juga memproduksi pupuk organik sebanyak 120 000
Ton per tahun (PT Pupuk Kujang 2015).
PT Pupuk Kujang bertanggung jawab dalam menjamin pengadaan dan
ketersediaan stok pupuk bersubsidi di seluruh wilayah Jawa Barat untuk sektor
pertanian mulai dari Lini II sampai Lini IV. Penentukan jumlah alokasi pupuk
sesuai wilayah ditetapkan oleh Gubernur dan Walikota setempat kemudian
diajukan kepada Kementerian Pertanian dan ditetapkan ke dalam Rencana
Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Pengadaan pupuk bersubsidi dilakukan
berdasarkan rencana kebutuhan sesuai RDKK yang ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Pertanian.
Pupuk bersubsidi Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 130 adalah
pupuk yang merupakan barang dalam pengawasan yang pengadaan dan
penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan kelompok tani
dan petani di sektor pertanian. Sistem distribusi pupuk bersubsidi diatur melalui
sistem rayonisasi, dimana setiap produsen bertanggung jawab memenuhi
permintaan di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya mulai dari Lini II sampai
Lini IV (Kementrian Pertanian 2014).
Pola Rayonisasi ditetapkan supaya wilayah yang ditunjuk dapat terpenuhi
kebutuhan pupuk bersubsidi dengan HET yang telah ditentukan. Bila produsen
memasarkan pupuk di luar wilayah tanggung jawabnya maka kebutuhan pupuk
menjadi tidak terjamin. Hal tersebut memicu terjadinya kekurangan pupuk
bersubsidi di wilayah tersebut dan kekurangan tersebut akan dipenuhi oleh
produsen lainnya meskipun jaraknya cukup jauh, sehingga harga yang diterima
petani menjadi lebih mahal (Rini 2006).
Penyaluran pupuk bersubsidi harus tepat sasaran sesuai alokasi kebutuhan
dan HET yang telah ditetapkan. Sistem distribusi yang dijalankan dalam
penyaluran pupuk bersubsidi sangat mempengaruhi tersalurnya pupuk bersubsidi
ke petani sesuai dengan jumlah dan HET. Selain itu, pengawasan dan pemantauan
pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini II sampai Lini
IV menjadi kewajiban produsen pupuk dan di tingkat daerah menjadi tanggung
jawab gubernur/bupati/walikota melalui Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida
(KP3) provinsi/kabupaten/kota.
Menurut Sudjono (2011) menyatakan bahwa distribusi pupuk merupakan
salah satu indikator utama dalam menjamin tercapainya penyaluran pupuk
bersubsidi. Sistem distribusi pupuk yang kuat sangat menunjang keberhasilan di

5
sektor pertanian. Lemahnya sistem distribusi pupuk bersubsidi dapat
menyebabkan terjadinya kekurangan jumlah pupuk atau penyimpangan dari
sasaran (petani/kelompok tani). Apabila terjadi gangguan pada sistem distribusi
dapat menyebabkan petani kesulitan memperoleh pupuk. Kelangkaan pupuk di
tingkat petani bukan disebabkan kurangnya jumlah produksi pupuk melainkan
disebabkan karena lemahnya sistem distribusi. Demikian pula masalah-masalah
lain dalam penyaluran, penyimpanan dan pemasaran pupuk bersubsidi disebabkan
karena sistem distribusi yang belum terkoordinasi dengan baik.
Peran lembaga distribusi yang terlibat dalam penyaluran pupuk bersubsidi
menentukan keberhasilan produsen pupuk dan pemerintah dalam menyediakan
dan menjamin ketersediaan pupuk dengan baik. Oleh karena itu, pentingnya
sistem distribusi pupuk yang efisien sehingga ketersediaan pupuk bersubsidi yang
dibutuhkan petani sesuai dengan jumlah dan harga yang diharapkan dapat
dinikmati petani.

Perumusan Masalah
Distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang dilaksanakan berdasarkan
Peraturan Menteri tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk
wilayah Jawa Barat. Sistem distribusi yang dijalankan mengacu pada aturan
distribusi yang ditetapkan pemerintah untuk menunjang kegiatan pertanian dalam
menyediakan sarana produksi pertanian. Distribusi pupuk bersubsidi melalui
beberapa Lini distribusi mulai dari Lini II hingga Lini IV. Lini II adalah gudang
produsen pupuk PT Pupuk Kujang, pada Lini III yaitu gudang penyangga di
tingkat kabupaten dan kota. Lini IV merupakan gudang pengecer di tingkat
kecamatan. Distributor pupuk bersubsidi ditentukan oleh produsen pupuk secara
resmi, sedangkan kios pengecer ditentukan oleh distributor pada wilayah
kewenangannya.
Berdasarkan kondisi geografis wilayah Jawa Barat dan sentra produksi
pertanian yang menyebar, mendorong PT Pupuk Kujang berupaya untuk tetap
menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai dengan jumlah dan HET. Produsen
menerapkan sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi dengan menggunakan Rencana
Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang dibuat oleh kelompok-kelompok
tani sebagai dasar penebusan pupuk ke kios-kios resmi. Hal tersebut dilakukan
untuk menjamin distribusi pupuk bersubsidi dan mencegah terjadinya
penyimpangan penyaluran di lapangan, (Pupuk Indonesia, 2015). Namun,
menurut Hendrawan et al (2011) berdasarkan kenyataan dilapangan, dalam
mendapatkan pupuk bersubsudi, petani masih menghadapi beberapa masalah
antara lain: terjadinya kelangkaan pupuk akibat kurangnya jumlah pupuk yang
tersalurkan dan harga pupuk diatas HET.
Kekurangan jumlah pupuk bersubsidi masih terjadi di wilayah Jawa Barat.
Berdasarkan hasil Rekap Penyaluran Pupuk Bersubsidi oleh Pupuk Indonesia
untuk Provinsi Jawa Barat hingga bulan September 2015, didapatkan jumlah
Realisasi pupuk bersubsidi untuk wilayah Jawa Barat masih dibawah jumlah
alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi yang telah ditetapkan. Pengadaan dan
Penyaluran jenis pupuk Urea, NPK dan Organik di wilayah Jawa Barat

6
sepenuhnya merupakan tanggung jawab PT Pupuk Kujang. Berikut data Rekap
Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4:
Tabel 4 Rekap Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Jawa Barat Tahun 2015 (Ton)
Jenis Pupuk
Urea
NPK
Organik

Januari – September
Alokasi
Realisasi
408 031
360 537
66 805
35 266
77 051
32 631

Presentase Realisasi
(%)
88.36
52.78
42.35

Sumber: PT Pupuk Kujang (2015)

Berdasarkan data tersebut, diketahui masih adanya kekurangan jumlah
pupuk bersubsidi yang disalurkan di bawah jumlah kebutuhan pupuk untuk
wilayah Jawa Barat. Seperti yang terjadi di Kabupaten Indramayu, Menurut
Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu (2015)
menyatakan bahwa terjadi kekurangan pupuk bersubsidi yang diterima petani jika
dibandingkan dengan jumlah alokasi pupuk yang telah ditetapkan dalam RDKK
untuk Kabupaten Indramayu1.
Selain Kabupaten Indramayu, beberapa Kabupaten lainnya juga mengalami
kekurangan pupuk berusbsidi yang dapat dilihat pada Lampiran 2, mengenai data
Alokasi dan Realisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang pada setiap
Kabupaten dan Kota di Jawa Barat bulan Januari hingga September 2015.
Berdasarkan hasil rekap tersebut, jumlah Realisasi pupuk pada setiap Kabupaten
di Jawa Barat masih di bawah Alokasi kebutuhan pupuk. Sehingga dalam
mencukupi kebutuhan pupuk, petani harus membeli pupuk dengan harga non
subsidi atau membeli pupuk bersubsidi dengan harga di atas HET.
Rini (2006) menyatakan bahwa kenaikan harga pupuk yang terjadi akibat
kekurangan jumlah pupuk yang diterima kios pengecer, memicu kios membeli
pupuk ke distributor lain meskipun jaraknya lebih jauh dari distributor yang biasa
menjadi langganannya. Sehingga biaya distribusi menjadi lebih mahal dan harga
yang diterima kios pengecer lebih tinggi menyebabkan kios menjual dengan harga
yang lebih tinggi ke petani. Adanya kekurangan terhadap kebutuhan pupuk
bersubsidi dikalangan petani diduga dapat menyebabkan harga pupuk bersubsidi
melonjak dari HET yang ditetapkan pemerintah.
Berdasarkan Permentan RI Nomor 130 Tahun 2014, HET pupuk bersubsidi
yang ditetapkan untuk pupuk Urea sebesar Rp 1 800 per kilogram, pupuk NPK
sebesar Rp 2 300 per kilogram dan pupuk Organik sebesar Rp 500 per kilogram,
dengan pembelian kemasan 50 kilogram untuk Urea dan NPK serta 40 kilogram
untuk pupuk Organik. Namun, petani masih mendapatkan harga pupuk bersubsidi
di atas HET yang telah ditentukan pemerintah.
Menurut keterangan petani Desa Cikanca yang dikutip dalam Radar Cianjur
Online (2015), mengatakan bahwa harga pupuk bersubsidi jenis Urea di kios
pupuk resmi mencapai harga Rp 110 000 per 50 kilogram atau sebesar Rp 2 200
per kilogram2 yang seharusnya harga pupuk Urea yaitu Rp 1 800 per kilogram.
Selain di Cianjur, lonjakan harga pupuk juga terjadi di Kabupaten Subang dan
Karawang. Menurut keterangan petani di Kabupaten Subang yang dikutip dalam
1
2

Muhammad Ashari. Januari 2015. http://www.pikiran-rakyat.com/node/312236 . [29/08/2015]
Harga Pupuk Langkahi Aturan Menteri. Agustus 2015. http://pojokjabar.id. [29 Agustus 2015].

7
Tempo Online (2015), menyatakan bahwa harga pupuk yang diterima petani di
Kabupaten Subang untuk pupuk Urea sebesar Rp 230 000 per kwintalnya atau
sebesar Rp 2 300 per kilogram 3 . Sedangkan Kepala UPTD Pertanian Jatisari
(2015), menyatakan bahwa petani di wilayah Jatisari membeli pupuk urea dengan
harga antara Rp 230 000 hingga Rp 250 000 per kwintalnya4. Penjualan pupuk
bersubsidi dengan harga di atas HET yang ditetapkan pemerintah telah
bertentangan dengan ketentuan HET pupuk bersubsidi yang telah ditetapkan.
Kariyasa dan Yusdja (2006) mengemukakan bahwa fakta dilapangan
menunjukkan kasus kelangkaan pupuk merupakan fenomena yang berulang-ulang
setiap tahunnya sehingga memicu lonjakan harga pupuk di tingkat petani diatas
HET. Sedangkan jumlah produksi pupuk oleh para produsen pupuk selalu diatas
kebutuhan pupuk domestik. Hal tersebut disebabkan karena adanya penyimpangan
maupun masalah yang dihadapi oleh distributor dalam menyalurkan pupuk
bersubsidi.
Distribusi merupakan suatu proses kegiatan pemasaran yang bertujuan
untuk mempermudah kegiatan penyaluran barang dari produsen ke konsumen
(Tjiptono 2008). Distribusi meruakan usaha-usaha yang dilakukan produsen dan
lembaga pemasaran untuk menjamin ketersediaa produk bagi pasar sasaran pada
saat yang dibutuhkan (Suharno 2009). Sistem distribusi yang dilakukan produsen
pupuk menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan penyaluran pupuk
bersubsidi yang sesuai dengan jumlah dan HET yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian permasalahan dalam sistem distrisbusi pupuk bersubsidi,
diduga adanya peran lembaga distribusi yang bertugas dalam penyalurkan pupuk
dapat menentukan keberhasilan penyaluran pupuk, baik dari gudang Lini III ke
kios pengecer maupun kios pengecer ke petani. Masalah yang dihadapi distributor
baik dalam jangkauan jarak yang menyebabkan perbedaan biaya distribusi,
infrastruktur jalan maupun keterbatasan fasilitas yang dimiliki distributor dalam
menyalurkan pupuk ke kios pengecer. Sehingga perlu diamati sistem distribusi
yang dijalankan PT Pupuk Kujang dan peran lembaga distribusi dalam
menyalurkan pupuk bersubsidi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis terhadap sistem distribusi pupuk
dari produsen hingga ke kios pengecer dan peran lembaga distribusi dalam
menjalankan fungsinya. Sehingga dapat diketahui apakah sistem distribusi pupuk
bersubsidi yang dijalankan sesuai dengan peraturan pemerintah dalam menjamin
ketersediaan pupuk bersubsidi maupun HET, sebagaimana tujuan subsidi pupuk
yang diberikan pemerintah untuk mendukung kegiatan pertanian. Berdasarkan
uraian tersebut didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang?
2. Bagaimana efisiensi distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang pada Lini
III dan Lini IV?
3. Apa penyebab harga pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi?

3

Harga Pupuk Bersubsidi Tembus Rp 230 Ribu. Januari 2015. http://nasional.tempo.co. [26
Juli 2015].
4
TNI Harus Kawal Distribusi Pupuk Bersubsidi. Maret 2015. http://republika.co.id. [29 Agustus
2015].

8
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan, adapun
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis sistem distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang.
2. Menganalisis tingkat efisiensi distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang
pada Lini III dan Lini IV
3. Menganalisis penyebab harga pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran
Tertinggi

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan
informasi mengenai sistem distribusi pupuk bersubsidi, seperti yang telah
dipaparkan dalam tujuan penelitian. Terutama bagi pihak instansi terkait yaitu PT
Pupuk Kujang Cikampek dalam rangka mengambil langkah-langkah yang tepat
untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses penyaluran pupuk
bersubsidi serta perbaikan terhadap sistem distribusi yang telah dilakukan

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Pupuk Kujang Cikampek yang beralamat di Jl.
Jend. A. Yani No 39, Karawang, Jawa Barat 41373. Pemilihan tempat penelitian
secara sengaja (purposive) dengan kriteria bahwa PT Pupuk Kujang sebagai
produsen pupuk yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan pupuk bersubsidi
untuk wilayah Jawa Barat, dimana Jawa Barat merupakan salah satu provinsi
sentra produksi pertanian dengan permintaan kebutuhan pupuk yang cukup tinggi.
Berdasarkan pemasalahan dan tujuan penelitian aspek yang dianalisis dalam
penelitian ini mecakup seluruh aspek yang berpengaruh terhadap sistem distribusi
pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang. Adapun ruang lingkup dari penelitian ini
terdiri dari: (1) Analisis sistem distribusi yang dilakukan langsung di perusahaan
produsen pupuk bersubsidi yaitu PT Pupuk Kujang; (2) Analisis dilakukan
terbatas pada satu kabupaten dengan kebutuhan pupuk terbanyak yaitu Kabupaten
Karawang; dan (3) Analisis efisiensi distribusi dilakukan terbatas pada Lini III
dan Lini IV.

TINJAUAN PUSTAKA
Lembaga Distribusi Pupuk Bersubsidi
Lembaga distribusi, perantara atau penyalur adalah individu atau lembaga
organisasi yang melaksanakan seluruh atau sebagian kegiatan penyampaian
barang dari produsen hingga ke konsumen. konsumen dalam penyaluran pupuk ini
adalah petani. Lembaga distribusi yang terlibat dalam proses penyaluran pupuk

9
bersubsidi merupakan lembaga resmi yang ditunjuk produsen pupuk bersubsidi
sesuai dengan kriteria dan prosedur yang ditentukan produsen pupuk. Lembaga
distribusi dalam penyaluran pupuk bersubsidi yaitu distributor di tingkat
kabupaten dan pengecer di tingkat kecamatan.
Lembaga distribusi yang terbentuk dalam sistem distribusi pupuk bersubsidi
adalah lembaga resmi yang berbadan hukum dan memiliki surat ijin secara resmi
sebagai penyalur pupuk bersubsidi. Distributor di tingkat kabupaten ditentukan
oleh produsen pupuk tersebut sesuai dengan kriteria yang ditentukan produsen
pupuk. Sedangkan kios pengecer ditentukan oleh distributor pada wilayah
tanggung jawabnya. Jumlah lembaga distribusi cenderung tetap dengan tanggung
jawab wilayah sesui aturan rayonisasi yang ditetapkan pemerintah dan produsen
pupuk.
Burhan et al (2011) mengemukakan bahwa konsentrasi pembeli dan penjual
didesain berdasarkan wilayah tanggung jawab kabupaten dan kecamatan. Di
tingkat pengecer masih memberi peluang membeli pada pengecer tertentu,
sehingga masih memungkinkan terjadi perebutan konsumen antar pengecer.
Secara umum distribusi informasi pasar relatif sama diantara pelaku pasar tetapi
masih terdapat ketidak adilan distribusi informasi yang diterima disebabkan ada
peluang asymmetric information antar level lembaga distribusi.
Safitri (2002) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa lembaga distribusi
yang terbentuk dalam sistem distribusi pupuk bersubsidi merupakan lembaga
yang ditunjuk oleh produsen dan dalam pelaksanaan tanggung jawabnya diatur
dalam Surat Perjanjian Jual-Beli (SPJB) yang mengacu pada Peraturan Menteri
Perdagangan tetang Penyaluran Pupuk Bersubsidi, sehingga lembaga distribusi
pupuk bersubsidi yang terbentuk berbeda dengan lembaga pemasaran komoditas
pertanian. Menurut Sirait (2008) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa
lembaga distribusi pupuk bersubsidi melakukan tujuh fungsi distribusi yaitu
pembelian, penjulan, penyimpanan, transportasim pembiayaan, penanggungan
risiko dan informasi pasar.
Setiap saluran distribusi yang terbentuk akan memberikan keuntungan yang
berbeda kepada masing-masing lembaga distribusi yang terlibat dalam kegiatan
penyaluran pupuk tersebut. Proses penyaluran pupuk yang dilakukan produsen
atau industri berbeda dengan proses produk pertanian. Hal tersebut karena dalam
proses menyalurkan pupuk berusbsidi, lembaga distribusi hanya menjalankan
fungsinya dalam mendistribusikan produk tanpa melakukan kegiatan penambahan
nilai pada produk (Limbong dan Sitorus 1987).
Muhammad (2014) dan Heriyanto (2006) membuktikan dalam penelitiannya
mengenai distribusi pupuk bahwa setiap sistem distribusi akan membentuk
saluran yang berbeda-beda dan menghasilkan tingkat keuntungan yang berbeda.
Hal tersebut dipengaruhi seberapa baik lembaga distribusi yang terlibat dalam
penyaluran pupuk bersubsidi, serta faktor lainnya yang mempengaruhi kegiatan
yang dilakukan dalam saluran distribusi.

Sistem Distribusi Pupuk Berubsidi
Distribusi merupakan proses pemindahan barang-barang dari tempat
produksi ke berbagai tempat atau daerah yang membutuhkan. Menurut Kotler

10
(2002) mengemukakan bahwa distribusi mencakup perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan arus bahan dan dengan memperoleh produk final dari tempat
produksi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dengan memperoleh keuntungan.
Sedangkan tujuan distribusi adalah membawa barang dalam jumlah tepat, pada
waktu yang tepat dan biaya serendah mungkin. Distribusi penting untuk alasanalasan biaya, menjaga kesetiaan konsumen dan berbagai kaitan lain dari fungsifungsi distribusi terhadap perusahaan (Firdaus 2008).
Sistem distribusi pupuk bersubsidi di Indonesia diatur berdasarkan
Peraturan Menteri mengenai Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi.
Pengaturan sistem distribusi pupuk dengan harapan supaya petani dapat
memperoleh pupuk bersubsidi sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dan harga
yang sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
Keberhasilan dalam sistem distribusi pupuk bersubsidi salah satunya dapat dilihat
adanya kesesuaian antara rencana penyaluran dengan realisasi.
Proses distribusi pupuk bersubsidi masih mengalami beberapa kendala
sehingga distribusi pupuk yang sesuai dengan jumlah kebutuhan dan HET belum
tercapai. Beberapa masalah dalam menyalurkan pupuk besubsdi antara lain: (1)
besarnya biaya transportasi yang dikeluarkan lembaga distribusi berbeda-beda
sesuai dengan jarak antar gudang. Hal ini menyebabkan harga jual lembaga
distribusi sulit mencapai atau sama dengan HET yang ditetapkan; (2) kedatangan
pupuk bersubsidi yang tidak tepat waktu dari distributor kabupaten ke pengecer;
(3) jumlah pupuk bersubsidi yang tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan;
(4) belum tepat harga; dan (5) adanya penyusutan bongkar muat dan
pendistribuasian pupuk. Penyusutan tersebut menyebabkan jumlah pupuk yang
sampai ke pengecer lebih sedikit dibanding jumlah yang di beli dari gudang
distributor (Kariyasa dan Yusdja 2006).
Fitriana (2008) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa sejumlah
permasalah yang dihadapi dalam distribusi pupuk bersubsdi adalah besarnya biaya
transportasi yang harus dikeluarkan, pendistribusian pupuk yang belum sesuai
dengan prinsip enam tepat terutama belum tepat waktu, tepat jumlah dan tepat
harga serta adanya biaya penyusutan akibat proses bongkar muat pupuk saat
distribusi pupuk berlangsung, serta infrastruktur dan keterbatasan fasilitas masih
menjadi kendala yang dihadapi penyalur di Lini IV.
Permasalahan dalam proses penyaluran dan realisasi penyaluran dibawah
jumlah kebutuhan pupuk bersubsidi dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan
dan lonjakan harga di atas Harga Eceran Tertinggi. Kariyasa dan Yusdja (2006)
mengemukakan dalam penelitiannya bahwa realisasi penyaluran pupuk di atas
rencana pada bulan-bulan tertentu akan menyebabkan kekurangan pasokan dan
lonjakan harga pada bulan-bulan lainnya, mengingat jumlah pupuk urea
bersubsidi telah ditentukan sebelumnya. Demikian juga, realisasi penyaluran
pupuk pada beberapa kabupaten sudah di atas rencana menyebabkan terjadinya
langka pasok dan lonjakan harga di kabupaten lainnya. Selain masalah jumlah
dan harga, enam azaz tepat dapat dipastikan tidak dapat terpenuhi dengan adanya
ketidaksesuaian antara rencana dan realisasi penyaluran. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa sistem penyaluran pupuk bersubsidi yang diterapkan belum
cukup efektif dalam upaya memebuhi prinsip enam tepat yang menjadi target
pemerintah dan para lembaga penyalur dalam menyalurkan pupuk ke petani.

11
Efisiensi Distribusi Pupuk Bersubsidi
Kinerja produsen pupuk bersubsidi dalam menyalurkan pupuk bersubsidi
sesuai dengan kebutuhan dan HET sangat berhubungan dengan pembiayaan dalam
proses penyaluran yang dilakukan oleh distributor, terutama biaya pengangkutan
dan transportasi. Adanya biaya distribusi yang berbeda antar lembaga distribusi
dapat menyebabkan adanya tindakan menaikan harga pupuk bersusbidi diatas
Harga Eceran Tertinggi yang telah ditetapkan. Jarak dan jangkauan wilayah yang
menjadi tanggung jawab lembaga distribusi berbeda-beda antar lembaga distribusi
sehingga memicu lembaga distribusi menaikkan harga untuk mendapatkan
keuntungan yang memadai. Sirait (2008) membuktikan berdasarkan hasil
penelitiannya bahwa adanya perbedaan biaya distribusi pada masing-masing
lembaga distribusi mengakibatkan harga yang diterima petani tidak sesuai dengan
Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
Fitriana (2008) mengemukakan bahwa biaya distribusi yang dikeluarkan
oleh lembaga distribusi berbeda-beda sesuai dengan jarak yang ditempuh antar
gudang distributor. Distributor mengeluhkan besarnya biaya transportasi yang
harus dikeluarkan untuk mengangkut pupuk dari gudang Lini pembelian ke
gudang mereka, terlebih adanya kenaikan bahan bakar. Hal tersbeut menyebabkan
lembaga distribusi sulit mencapai harga yang sesuai dengan HET yang ditetapkan
pemerintah. Sehingga menyebabkan harga jual lembaga distribusi diatas harga
yang telah ditetapkan. Pendistribusian pupuk yang belum sesuai dengan prinsip
enam tepat terutama belum tepat waktu, tepat jumlah dan tepat harga serta adanya
biaya penyusutan akibat proses bongkar muat pupuk saat distribusi pupuk
berlangsung.
Heriyanto (2006) mengemukakan berdasarkan hasil analisis efisiensi
distribusi pupuk urea bersubsidi diketahui bahwa penyaluran pupuk urea
bersubsidi belum efisien. Hal tersebut disebabkan karena biaya-biaya distribusi
yang dikeluarkan distributor terutama biaya transportasi masih cukup tinggi.
Tingginya biaya transportasi karena pada Lini III (Kabupaten) masih banyak yang
tidak memiliki gudang penyimpanan, sehingga harga pupuk urea yang diterima
petani menjadi lebih tinggi. Burhan et al (2011) menyatakan bahwa kinerja
penyaluran pupuk bersubsidi sangat bergantung pada kegiatan penyaluran yang
dijalankan oleh lembaga distribusi. Perbedaan biaya penyaluran antar lembaga
distribusi memicu adanya peningkatan harga diatas HET yang telah ditetapkan.
Hal tersebut dilakukan karena lembaga distribusi yang menginginkan keuntungan
yang memadai
Perencanaan selalu digunakan dalam menetapkan jumlah pasokan dan
teknologi optimasi untuk menentukan optimalisasi distribusi. Namun, dalam
pelaksanaan sistem distribusi masih menemui beberapa kendala sehingga
pendistribusian yang optimal masih seringkali tidak mencapai hasil yang optimal
(Firdaus 2008). Penentuan optimalisasi distribusi menggunakan model
transportasi program linear untuk mengetahui pola distribusi yang optimal.
Metode ini bertujuan untuk menentukan minimisasi biaya distribusi yaitu biaya
transportasi sehingga dapat diketahui hasil optimal dengan efisiensi distribusinya.
Anggraeni (1998) membuktikan dalam penelitiannya mengenai analisis
sistem pengadaan dan optimasi distribusi pupuk di wilayah Jawa Barat. Tujuan
dari penelitian tersebut adalah mengidentifikasi sistem penyaluran pupuk

12
berdasarkan biaya distribusi minimal. Metode yang digunakan adalah Model
Transportasi untuk meminimisasi biaya distribusi yang di analisis dengan Linear
Programming oleh Software LINDO. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa pla distribusi pupuk urea yang optimum memiliki nilai fungsi tujuan
Rp6.02 Milyar, sedangkan dengan alokasi yang dilakukan oleh PT Pusri biayanya
adalah Rp 7.02 Milyar. Terjadi selisih nilai yang cukup besar menjelaskan bahwa
terdapat kekurangan penyaluran pupuk urea sebesar nilai selisih tersebut.
Bestisara (2003) membuktikan dalam penelitiannya mengenai opimalisasi
distribusi pupuk urea di wilayah Jawa Barat dengan pengolahan oleh program
LINDO. Pada model rasionalisasi permintaan menghasilkan nilai fungsi tujuan
(total biaya transportasi) sebesar Rp 1 231 643 000. Biaya distribusi yang
dialokasikan PT Pusri tahun 2002 sebesar Rp 156 347 360, sedangkan pemenuhan
kebutuhan pupuk dari 20 Kabupaten yang ada di Jawa Barat hanya 60 persen
Kabupaten yang permintaannya dapat dipenuhi sedangkan 40 persen Kabupaten
lainnya permintaannya tidak terpenuhi. Hasil optimal diperoleh pada iterasi ke-16
menunjukkan adanya slack yag berarti tidak terpenuhinya demand pada wilayah
tersebut. Hasil pengolahan model keseimbangan dan solusi optimal distribusi
pupuk urea dianalisis dengan model transportasi menunjukkan bahwa pola
distribusi pupuk urea yang optimal diperoleh dari hasil iterasi ke-36 dengan nilai
fungsi tujuan Rp 1 081 343 000 sedangkan alokasi PT Pusri Rp 1 387 990 360.
Selisih biaya distribui perencanaan PT Pusri dan hasil optimal menunjukkan
bahwa belum efisiennya sistem distribusi pupuk urea di Jawa Barat.
Yugo (2003) dalam penelitiannya mengenai optimalisasi distribusi pupuk
urea di wilayah Jawa Barat, menunjukkan bahwa pola distribusi optimal pupuk
Urea di Jawa Barat menghasilkan nilai fungsi tujuan Rp 22.82 Milyar.
Berdasarkan hasil optimal diperoleh bahwa pola yang dibuat oleh PT Pupuk
Kujang menghasilkan biaya distribusi lebih besar dari pola buatan PT Pusri yang
lebih efisien yaitu sekitar 9.23 peren dari total biaya distribusi PT Pupuk Kujang.
Analisis optimalisasi distribusi menggunakan Program Linear Model Transportasi
dengan pengolahan data oleh Software LINDO.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Pemasaran
Definisi pemasaran secara sosial merupakan suatu proses sosial yang
dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas
mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Produk tersebut
diciptakan untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan manusia, sehingga terjadi
proses pertukaran untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia, sehingga
terjadi proses pertukaran untuk mendapatkan produk yang diinginkan atau
kebutuhan usaha dari tangan produsen ke tangan konsumen, sedangkan untuk
definisi secara manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai seni menual

13
produk atau pemasaran merupakan proses perencanaan dan pelaksanaan
pemikiran, penetapan, harga, promosi, dan penyaluran gagasan, barang, jasa,
untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan
organisasi (Kotler 2005).
Pemasaran merupakan serangkaian kegiatan atau aktivitas mengalirkan atau
menyalurkan barang-barang atau jasa dari titik produsen ke titik konsumen. proses
kegiatan menyalurkan tersebut memerlukan beberapa fungsi pemasaran yang
dikelompokkan menjadi tiga fungsi (Limbong dan Sitorus1987), yaitu :
1. Fungsi Pertukaran, yaitu kegiatan yang memperlancar atau memudahkan
perpindahan hak miliki dari barang atau jasa yang dipasarkan. Fungsi
pertukaran terdiri atas fungsi pembelian dan fungsi penjualan.
2. Fungsi Fisik yaitu semua tindakan yang langsung berhubungan dengan
barang atau jasa yang menimnulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan
kegunaan waktu. Fungsi fisik meliputi kegiatan penyimpanan, pengolahan
dan pengangkutan.
3. Fungsi Faisilitas, yaitu semua tindakan yang bertujuan memperlancar
kegaitan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi
fasilitas terdiri dari fungsi strandarisasi dan grading, fungsi penanggulangan
risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar.
Distribusi
Distribusi merupakan proses pemindahan tempat dan kepemilikan barang
yang mencakup juga pengangkutan barang-barang dari tempat asal atau produksi
lanjutan ke tempat penjualan. Dalam hal ini, distribusi mencakup berbagai bidang
manajemen khususnya seperti penjualan, pengiklanan, keuangan, pengangkutan
dan pergudangan (Taff 1994). Sistem distribusi diartikan sebagai rangkaian mata
rantai penghubung antara produsen dan konsumen dalam rangka menyalurkan
produk atau jasa dari produsen hingga sampai ke konsumen secara efisien dan
mudah dijangkau. Sistem distribusi adalah bagian dari totalitas sistem pemasaran
dimana saluran distribusi (distribution channel) dipahami sebagai seperangkat
organisasi yang memungkinkan produk atau jasa tersedia untuk dibeli oleh
konsumen atau bisnis (Hollensen 2010).
Nasruddin (1996) menyatakan bahwa banyak persepsi yang menyamakan
distribusi dengan pemasaran, padahal distribusi atau distribusi fisik khususnya
adalah merupakan bagian dari pemasaran. Distribusi mencakup semua aktivitas
yang terlibat dalam pemindahaan fisik barang dari produsen ke konsumen.
Distribusi fisik meliputi pengaliran barang dari supplier ke pelanggan dalam
jumlah, jenis waktu dan tempat yang tepat.
Distribusi adalah suatu proses penyimpanan barang atau jasa dari produsen
ke konsumen dan para pemakai, sewaktu dan dimana barang tersebut diperlukan.
Dalam menciptakan ketiga faedah tersebut, terdapat dua aspek penting yang
terlibat didalamnya, yaitu : (1) Lembaga yang berfungsi sebagai saluran distribusi
(Channel of distribution/marketing channel); dan (2) Aktivitas yang menyalurkan
arus fisik barang (Physical distribution). Distribusi atau transportasi terkandung
makna yakni adanya perpindahan atau aliran barang dari satu tempat ke tempat
lain (Prawirosentono 2007).
Manajemen distribusi fisik hanyalah satu diantara istilah deskriptif yang
digunakan untuk menggambarkan suatu pengendalian atas pemindahan barang.

14
Namun demikian, apapun istilah yang digunakan konsep dasarnya adalah sama.
Menurut Dharmmesta (1997), menyatakan bahwa kegiatan yang ada dalam
kegiatan distribusi fisik dapat dibagi ke dalam lima macam yaitu:
1. Penentuan lokasi persediaan dan sistem penyimpanannya.
2. Sistem penanganan barang, sistem penanganan barang yang dapat digunakan
antara lain: (1) Paletisasi yang merupakan penanganan barang-barang baik itu
berupa bahan baku maupun barang jadi dipakai suatu alat yang disebut palet;
dan (2) Pengemasan barang-barang yang ditangani ditempatkan dalam suatu
kemasan atau peti kemas baik dari logam, kayu, ataupun bahan yang lain.
3. Sistem pengawasan persediaan yang merupakan aktor penting yang lain
dalam sistem distribusi fisik adalah mengadakan pengawasan secara efektif
terhadap komposisi dan besarnya persediaan..
4. Prosedur memproses pesanan merupakan kegiatan-kegiatan yang harus
dilakukan untuk memproses pesanan antara lain yaitu menyelenggarakan
kegiatan kantor secara teratur, membuat barang dengan baik serta
menyampaikan kepada pembeli.
5. Pemilihan metode pengangkutan. Dalam hal ini, rute dan rit pengangkutan
merupakan faktor yang penting, dan mempunyai hubungan yang erat dengan
pasar atau daerah penjualan, serta lokasi persediaannya. Selain itu fasilitas
pengangkutan yang ada juga merupakan faktor penentu.
Lembaga Distribusi
Lembaga distribusi adalah badan usaha atau individu yang
menyelenggarakan kegiatan pemasaran, menyalurkan barang/jasa dan komoditi
dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan badan usaha
dengan badan usaha lain. Lembaga distribusi ini timbul karena ada keinginan
konsumen untuk produk yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk yang
diinginkan konsumen (Sudiyono 2002).
Adapun lembaga-lembaga yang menjadi bagian dalam menyalurkan barang
atau jasa adalah produsen, perantara dan konsumen akhir. Saluran distribusi dapat
diartikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang men