Pengendalian Kualitas Proses Pengemasan Pupuk Urea Di PT. Pupuk Kujang Cikampek
Bab 1
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
PT. Pupuk Kujang adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan pupuk yang salah satu produknya adalah urea. Bahan baku utama yang digunakan adalah gas alam, air, dan udara. Secara garis besar bahan baku utama tersebut diolah untuk menghasilkan ammonia cair dan karbondioksida. Ammonia cair dan karbondioksida dicampur di unit sintesa. Kemudian urea yang terbentuk dari unit sintesa dimurnikan di unit dekomposisi lalu dipekatkan dan dikristalkan yang kemudian dikirim ke unit pembutiran untuk dibuat urea prill. Selanjutnya, urea prill tersebut ditransfer ke dinas pengantongan untuk dikemas. Urea prill tersebut dikemas dalam karung dengan berat bersih 50 kg.
Suatu proses produksi akan berpeluang menghasilkan suatu produk yang bervariasi sehingga berbeda dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Salah satunya perbedaan dari timbangan berat bersih produk yang tidak sesuai dengan kebijakan perusahaan. Hal tersebut bisa terjadi dengan banyaknya faktor penyebab kesalahan didalam proses produksinya. Dengan persaingan industri di Indonesia yang semakin ketat maka hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Karena suatu produk yang bermutu dan berkualitas tinggi akan berkaitan dengan kepuasan konsumen yang secara langsung akan memberikan keuntungan pada perusahaan.
Pada saat ini metode yang digunakan untuk uji kendali di PT. Pupuk Kujang tepatnya di bagian bagging adalah menggunakan batas berat toleransi ±300 gram untuk berat timbangan urea prill 50 kg. Berdasarkan proses dari observasi ke lapangan langsung ternyata didalam proses produksinya masih ditemukan beberapa kesalahan atau cacat produk yang dihasilkan dari prosesnya tersebut. Pada penelitian ini produk yang akan dijadikan bahan penelitian yaitu urea prill 50kg.
(2)
Salah satu metode yang bisa digunakan untuk meningkatkan mutu kualitas produk agar memiliki kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu dengan menerapkan metode six sigma, six sigma adalah suatu metode yang memiliki tujuan untuk mengurangi cacat hasil produksi dan meminimalkan ongkos produksi. Dari pengertian diatas bisa dikatakan six sigma memiliki tujuan untuk meningkatkan mutu kualitas suatu produk mulai dari pembuatan sampai ongkos pembuatan yang bisa berdampak pada keuntungan perusahaan.
Dari uraian diatas, proses pengendalian kualitas perlu dimaksimalkan oleh PT Pupuk Kujang, yang tujuannya untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas dari urea prill yang dihasilkan agar sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi produk yang ditetapkan berdasarkan kebijakan pimpinan perusahaan. Pengendalian kualitas ini juga merupakan usaha untuk meningkatkan mutu kualitas produk urea agar semua hasilnya memiliki kualitas yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dalam penelitian ini akan dibahas tentang
“Pengendalian Kualitas Proses Pengemasan Pupuk Urea Di PT. Pupuk Kujang Cikampek”
1.2. Identifikasi masalah
a) Jenis cacat apa saja yang terjadi pada saat proses pengemasan di PT Pupuk Kujang?
b) Proses apa saja yang dapat menyebabkan menurunya kualitas proses pengemasan pupuk urea prill di PT Pupuk Kujang?
c) Apakah pengendalian mutu proses pengemasan pada periode agustus 2013
– september 2014 terkendali atau tidak terkendali?
1.3. Tujuan penelitian
Dalam melakukan penelitian pengendalian kualitas menggunakan metode six sigma ini Tujuan yang ingin dicapai adalah:
a) Mengidentifikasikan jenis cacat apa saja yang terjadi pada proses pengemasan di PT Pupuk Kujang.
(3)
b) Mengidentifikasikan proses apa saja yang mempengaruhi mutu pengemasan pupuk urea di PT Pupuk Kujang.
c) Memberikan rekomendasi perbaikan pada proses pengemasan untuk mengurangi kecacatan pada kemasan di PT Pupuk Kujang.
1.4. Asumsi
Dalam melakukan penelitian pengendalian kualitas menggunakan metode six sigma di PT Pupuk Kujang ini diasumsikan semua pekerja di unit bagging dalam kondisi sehat.
1.5. Pembatasan masalah
Agar tidak terjadi penyimpangan dari pokok permasalahan terhadap pengendalian kualitas yang di hadapi di PT. Pupuk Kujang maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut :
a) Penelitian hanya dilakukan pada produk urea prill 50kg di PT Pupuk Kujang Cikampek.
b) Penelitian hanya dilakukan di bagian bagging di PT. Pupuk Kujang Cikampek.
1.6. Sistematika Penulisan
Lembar Pengesahan Lembar Pernyataan Abstrak
Lembar Peruntukan Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran
(4)
Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Bagian ini berisikan tentang asal masalah dari apa yang akan diselesaikan dan metode apa yang dipilih untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
1.2. Identifikasi Masalah
Bagian ini berisikan tentang menentukan atau menspesifikasikan suatu permasalahn yang ada, sehinnga permasalahan yang akan diselesaikan lebih fokus dan terarah
1.3. Tujuan Penelitian
Bagian ini berisikan tentang tujuan dari penelitian ini dilakukan sehingga dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan tempat dilaksanakannya penelitian.
1.4. Asumsi
Begian ini berisikan tentang asumsi penulis tentang yang terjadi di dalam perusahaan tempat dilakukannya penelitian.
1.5. Pembatasan Masalah
Bagian ini berisikan tentang batas-batas permasalahan yang akan diselesaikan si dalam perusahaan, sehingga di dalam menyelesaikannya lebih fokus dan terarah.
1.6. Sistematika Penulisan
Bagian ini berisikan tentang urutan urutan sistematik di dalam pembuatan dan penulisan laporan.
Bab 2 Landasan Teori
Bab ini berisikan tentang teori-teori para ahli yang dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan suatu penelitian atau dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
(5)
Bab 3 Kerangka Pemecahan Masalah
Bab ini berisikan tentang kerangka pemecahan masalah (flowchart) yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dan tentang cara-cara urutan yang sistematik di dalam memecahkan permaslahan.
Bab 4 Pengumpulan Dan Pengolahan Data
Bab ini berisikan proses pengumpulan data dan menganalisis pengendalian kualitas ures prill 50kg di PT. Pupuk kujang.
Bab 5 Analisis
Bab ini berisikan tentang hasil dari pengolahan data yang didapat pada bab sebelumnya tentang hasil menganalisis pengendalian kualitas urea prill 50kg di PT. Pupuk Kujang Cikampek.
Bab 6 Kesimpulan Dan Saran
Bab ini berisikan tentang hasil kesimpulan dari keseluruhan proses penelitian yang telah dilaksanakan di PT.Pupuk Kujang Cikampek dan memberi saran yang bermanfaat atas hasil penelitian untuk peningkatan mutu dan kualitas dari produk yang dihasilkan.
Daftar Pustaka Lampiran
(6)
Bab 2
Landasan Teori
2.1. Pengertian Mutu
Definisi mutu atau kualitas menurut para ahli dikemukakan secara berbeda akan tetapi memiliki maksud yang sama yang berarti mutu atau kualitas adalah tingkat baik buruknya sesuatu; kadar, derajat atau taraf yang artinya secara bebas adalah standar sesuatu sebagai pengukur yang membedakan suatu benda dengan yang lainnya. Dibawah ini pengertian mutu menurut beberapa para ahli:
Dikemukakan oleh Philip B. Crosby (1979:3) bahwa “mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan-persyaratan. persyaratan-persyaratan perlu dispesifikasikan secara jelas sehingga semua orang tahu apa yang diharapkannya”.
Dikemukakan Ahyari (2012:3) bahwa “mutu adalah jumlah dari sifat-sifat produk, seperti daya tahan, kenyamanan pemakaian dan daya guna”.
2.2. Pengertian Pengendalian Mutu
Rudy Priantoro (2012:4) mengemukakan bahwa “pada intinya pengendalian mutu adalah kerja sama dan keterpaduan maksud dan tujuan dalam memproduksi barang atau jasa untuk menghasilkan mutu produk yang tinggi”. Dengan melakukan pengendalian pada cycle, setiap tahap dalam proses produksi yang merupakan gugus mata rantai produksi sehingga dapat dijamin keterpaduan dan kerja sama yang baik antara kelompok karyawan pada tahap produksi dengan managemen, untuk menghasilkan mutu dan hasil kerja kelompok sebagai mata rantai produksi.
2.3. Konsep dan Tujuan Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu merupakan suatu sistem kendali yang efektif untuk mengordinasikan usaha penjagaan kualitas, dan perbaikan mutu dari kelompok-kelompok dalam organisasi produksi, sehingga diperoleh suatu produksi yang
(7)
sangat ekonomis serta dapat memuaskan kebutuhan dan keingian konsumen. Beberapa alasan mengapa pengendalian mutu harus diterapkan oleh suatu perusahaan antara lain:
a) Agar produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh pengguna sebelumnya, sehingga dapat memuaskan konsumen didalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
b) Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dapat dihindarkan sehingga akan menghemat pemakaian bahan baku, dan sumber daya lainnya, serta produk-produk yang cacat atau rusak dapat dikurangi.
2.4. Six sigma
2.4.1. Pengertian Six sigma
Sigma yang berarti standar deviasi yang menggambarkan variasi proses dari nilai rata-rata nilai yang bisa digambarkan dengan arah positif atau negatif. Sigma dalam statistik dikenal sebagai simpangan baku yang menyatakan nilai simpangan terhadap nilai tengah. suatu proses dikatakan baik apabila berjalan pada rentang yang telah disepakati. Rentang tersebut memiliki batas, batas atas atau USL dan batas bawah LSL. Proses yang terjadi diluar rentang disebut cacat.
2.4.2. Dasar Statistik Six sigma
Sig Sigma terbukti menjadi pendekatan yang populer untuk mengusir variabilitas dari proses melalui penggunaan alat statistik. Sigma, (�) adalah simbol yunani untuk pengukuran dispersi statistik yang disebut standar deviasi. Ini adalah pengukuran terbaik dari variabilitas proses, karena lebih kecil deviasi, maka variabilitas akan berkurang dalam proses. para ahli sig Sigma mengatakan, proses jarang tetap terpusat, tetap cenderung bergeser ke atas dan dibawah target, dengan nilai 1,5 Sigma. Nilai 3,4 cacat per juta kesempatan (DPMO) untuk six sigma proses diperoleh dengan asumsi bahwa batas spesifikasinya adalah 6 standar penyimpangan dari nilai proses target dan bahwa proses bisa berubah sebanyak 1,5 Sigma.
(8)
Kalau pada umumnya standar kualitas dinyatakan dalam ±3 Sigma, maka six sigma menggunakan ±6 Sigma. Nemun demikian, jika kita hitung berapa banyak produk yang akan berada diluar batas penerimaan atau produk cacat berdasarkan statistik, angkanya jauh lebih kecil daripada 3,4 DPMO. Jumlah produk cacat 3,4 dalam satu juta produk atau potensinya sebenarnya sudah sangat kecil.
Ukuran 6 Sigma (six sigma) pada kurva normal mewakili tingkatan utilitas jumlah produk yang harus dalam kondisi baik dengan probabilitas 0,9999996660 (probabilitas defect yang diijinkan berarti 1 - 0,9999996660), yang artinya hanya diijinkan jumlah produk yang cacat adalah 3,4 per satu juta produk. Atau dengan kata lain enam Sigma adalah tingkatan yang setara dengan variasi proses sejumlah setengah dari yang ditoleransi oleh tahap desain dan dalam waktu yang sama memberi kesempatan agar rata-rata produksinya bergeser sebanyak 1,5 defiasi standar dari target. Gambar 2.1 menjelaskan konsep enam Sigma dalam kurva normal.
(9)
Jika rata-rata atau target dijaga maka kemungkinan terjadinya cacat diluar wilayah yang 6 Sigma kedua arah hanyalah satu per satu milyar kejadian. Jika pergeseran terjadi kedua arah, makakemungkinan cacat pafa tingkatan enam Sigma paling banyak hanyalah 3,4 per satu juta kejadian, dan jika pergeseran terjadi pada target distribusi, maka jumlah cacat hanyalah dua per satu milyar kejadian.
Dengan cara yang sama dapat definisi kualitas 3 Sigma, kualitas 5 Sigma dan seterusnya, cara termudah mempelajari konsep ini adalah dengan membayangkan jarak dari target kebatas atas atau batas bawah spesifikasi (setengah batas toleransi) yang diukur oleh deviasi standar variasi yang terlibat pada tingkatan Sigma. Level kualitas (Sigma) bisa ditemukan dengan bantuan excel dengan rumus sebagai berikut:
=NORMSINV (1 – DPMO/1.000.000) + SHIFT
Pada tabel 2.1 menunjukan perubahan nilai atau tingkat kualitas setiap pergeseran standar deviasi atau Sigma per satu juta pada satu ekor distribusi normal.
Tabel 2.1 Tingkat Kualitas Sigma Yields
(probabilitas tanpa cacat)
DPMO
(defect per million opportunitiy) Sigma
30,9% 690.000 1
69,2% 308.000 2
93,3% 66.800 3
99,4% 6.210 4
99,98% 320 5
(10)
Dalam banyak kasus, penendalian proses agar sesuai dengan target merupakan pilihan yang lebih murah dibandingkan mengurangi variabilitas proses. tingkatan Sigma dapat dengan mudah dihitung dengan excel, menggunakan formula:
=NORMSINV (1 – Jumlah Cacat/Jumlah Kemungkinan) + SHIFT
Tidak semua proses harus beroperasi pada tingkatan kualitas six sigma, itu semua bergantung pada seberapa penting suatu proses secara strategis serta biaya perbaikan jika dibandingkan dengan keuntungan yang didapatkan. Tebel 2.2 menunjukan perbedaan level kualitas pada 3 Sigma dan 6 Sigma di perusahaan.
Tabel 2.2 Level Kualittas Pada 3 Sigma Dan 6 Sigma Di Perusahaan
3 sigma 6 sigma
Biaya kegagalan 10-15% dari penjualan Biaya kegagalan 5% dari penjualan 66.067 defect per satu juta CTQ 3.4 defect per satu juta kemungkinan Tergantung pada deteksi untuk temukan defect Fokus pada proses, bukan menghasilkan defect
Percaya kalau kualitas yang tinggi itu mahal Menghasilkan kualitas tinggi, dan menciptakan biaya rendah
Tidak tersedia pendekatan sistematik Menggunakan pengukuran analisis, perbaikan dan kontrol
Membandingkan dengan pesaing terbaik dunia Definisi CTQ secara eksternal (dari costumer)
2.4.3. Metrik dan Pengukuran Six sigma
Six sigma dimulai dengan penekanan cara pengukuran kualitas yang berlaku secara umum. Dalam terminologi six sigma, sebuah cacat (defect) atau ketidakcocokan (nonconformance) adalah kekeliruan atau kesalahan yang diterima pelanggan. Unit kerja adalah outpu suatu proses atau tahapan proses. kualitas output diukur dalam tingkat kecacatan per unit (defect per unit – DPU).
Tingkat Kecacatan Per Unit = Jumlah Cacat Yang Ditemukan/Jumlah Unit Yang Diproduksi
(11)
Akan tetapi jenis pengukuran output seperti ini cenderung lebih berfokus pada produk akhir, buka pada proses yang menghasilkan produk tersebut. Selain itu, cara ini sulit diterapkan pada proses dengan tingkat kesulitan yang berbeda, terutama aktivitas jasa. Dua proses yang berbeda bisa saja memiliki jumlah peluang kesalahan yang amat berbeda, sehingga menyulitkan perbandingan konsep. Six sigma mendefinisikan ulang pengertian kinerja kualitas sebagai tingkat kecacatan per juta kemungkinan. (defect per million opportunities – DPMO).
� � = � � � �× � � ×
Keterangan:
Deffect: Jumlah cacat yang ditemukan
Unit inspected: Jumlah unit yang diproduksi
Deffectopportunity: Kemungkinan kesalahan
2.4.4. Metodologi Six sigma
Didalam implementasinya metode six sigma memerlukan sejumlah tahap yang dikenal dengan DMAIC, yaitu:
1. Define
Langkah awal dalam pelaksanaan metodologi six sigma adalah proses define. Dimana manajemen perusahaan yaitu pimpinan-pimpinan perusahaan yang ingin mencoba six sigma, yang pertama perusahaan atau manajemen harus mengidentifikasi secara jelas problema-problema yang dihadapi. Tidak menutup kemungkinan, manajemen harus memetakan proses kegiatan guna memahami dan melokalisir masalah. Kedua, memilih sebuah alternatif tindakan sebagai proyek untuk menanggulangi meluasnya problema atau menyelesaikannya. Ketiga, perusahaan perlu merumuskan tolak ukur atau parameter keberhasilan proyek yang dipilih menyangkut luasnya ruang gerak, tingkat penyelesaian masalah sebagai sasaran yang dibidik, tersedianya alat-alat atau perlengkapan dan tenaga pelaksana, waktu serta biaya.
(12)
Define bertujuan untuk mengidentifikasi produk atau proses yang akan diperbaiki dan menentukan sumber-sumber (resources) apa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proyek. Untuk memperoleh tingkat kualitas tertentu dari sebuah hasil yang diinginkan, manajemen perusahaan bisa mengukur, mengkaji, mengendalikan dan menyempurnakan faktor-faktor kunci yang amat berpengaruh terhadap hasil tersebut.
2. Measure
Pada tahap ini, terlebih dulu manajemen harus memahami proses internal perusahaan yang sangat potensial mempengaruhi mutu output (disebut critical to quality/ CTQ). Kemudian mengukur besaran penyimpangan yang terjadi dibandingkan dengan baku mutu yang telah ditetapkan pada CTQ. Artinya dalam tahap ini kita harus mengetahui kegagalan atau cacat yang terjadi dalam produk atau proses yang akan kita perbaiki. Secara umum tahap Measure bertujuan untuk mengetahui CTQ dari produk atau proses yang ingin kita perbaiki, selanjutnya mengumpulkan beberapa informasi dasar (baseline information) dari produk atau proses dan terakhir kita menetapkan target perbaikan yang kita ingin capai.
Penyimpangan merupakan karakteristik yang dapat diukur yang dijumpai pada proses atau output, namun tidak berada di dalam batas-batas penerimaan pelanggan. Setelah besaran penyimpangan teridentifikasi, manajemen bisa menghitung penghematan dana yang diperoleh jika penyimpangan tersebut tereliminasi. Selanjutnya manajemen perlu membandingkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan proyek penanggulangan simpangan dengan penambahan laba sebagai akibat dari penghematan yang diperoleh. Jika biaya proyek lebih besar atau sama dengan penghematan yang diperoleh, maka six sigma ditolak, dan jika lebih kecil daripada penghematan yang diperoleh, maka six sigma harus diwujudkan.
(13)
Pada saat menelusuri atau mengukur proses internal yang mempengaruhi CTQ, pengumpulan data harus dilakukan dengan benar, untuk itu di bawah ini beberapa pertanyaan untuk membantu pada saat pengumpulan data:
1. Pertanyaan apa saja yang harus dijawab?
2. Data jenis apa yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan? 3. Siapa yang dapat menyediakan data tersebut?
4. Bagaimana mengumpulkan data yang optimal tanpa melakukan kesalahan?
3. Analyze
Disini manajemen berupaya memahami mengapa terjadi penyimpangan dan mencari alasan-alasan yang mengakibatkannya. Maka dari tiu, manajemen harus mengembangkan sejumlah asumsi sebagai hipotesis. Hipotesis atau dugaan-dugaan sementara mengenai faktor-faktor penyebab penyimpangan harus diuji. Jika hasil uji terhadap hipotesis diterima berarti faktor-faktor penyebab simpangan berpengaruh secara signifikan terhadap penyimpangan yang ada. Apabila hasil uji terhadap hipotesis ditolak berarti faktor-faktor tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penyimpangan yang ada. Setelah mendata faktor-faktor yang dominan mengakibatkan penyimpangan, manajemen harus melangkah ke tahap improve.
4. Improve
Pada tahap improve setlah sumber-sumber dan akr penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi, maka dilakukanlah penetapan rencana tindakan untuk melaksanakan usaha peningkatan kualitas six sigma. Pengembanan rencana tindakan merupakan salah satu aktivitas yang penting dalam program peningkatan kualitas six sigma, yang berarti bahwa dalam tahap ini tim peningkatan kualitas six sigma harus memutuskan apa yang akan dicapai (berkaitan dengan target yang ditetapkan), mengapa rencana tindakan itu harus dilakukan, dimana rencana tindakan itu akan dilakukan, bagaimana melaksanakan rencana perbaikan itu, dan siapa yang akan bertanggung jawab pada pelaksanaan rencana tindakan itu. Analisis menggunakan
(14)
metode 5w+1h dapat digunakan pada tahap pengembangan dan pemberian usulan perbaikan pada rencana perbakan yang akan dilakukan.
Tabel 2.3 Penggunaan Metode 5w+1h Untuk Rencana Tindakan Perbaikan
Jenis 5W+1H Deskripsi Tindakan
Tujuan Utama What Apa yang menjadi target
tujuan dari perbaikan Merumuskan target sesuai dengan kebutuhan pelanggan Alasan
Kegunaan Why
Mengapa rencana tindakan itu diperlukan
Lokasi Where Dimana rencana tindakan
itu akan dilakukan Mengubah urutan aktivitas atau mengkombinasikan
aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan bersama Urutan Proses
Waktu When
Kapan rencana tindakan itu akan dilakukan
Orang Who
Siapa yang akan mengerjakan dan terkena dampak rencana tindakan
pebaikan
Metode How
Bagaimana mengerjakan aktivitas rencana tindakan
perbaikan itu
Menyederhanakan aktivitas-aktivitas
rencana tindakan yang ada
5. Control
Pada tahap terakhir ini, manajemen harus mempertahankan perubahan-perubahan yang telah dilakukan terhadap variabel-variabel x dalam rangka melestarikan hasil (Y) yang senantiasa memuaskan pelanggan. Secara berkala manajemen tetap wajib membuktikan kebenaran sambil memantau proses kegiatan yang sudah disempurnakan melalui alat-alat ukur dan metode yang telah ditentukan sebelumnya untuk menilai kapabilitas perusahaan.
(15)
2.5. Seven Tools
Didalam membantu pelaksanaanya metode six sigma didalamnya terdapat alat-alat bantu yang bisa membantu memaksimalkan kegunaan metode tersebut, seven tools adalah alat bantu yang bisa digunakan untuk memetakan suatu persoalan sengan cara menyusun data di dalam suatu diagram agar lebih mudah dimengerti dan dipahami serta untuk mengetahui inti penyebab dari suatu permasalahan.
2.5.1 Check Sheet
Lembar pengamatan adalah lembar yang digunakan untuk mencatat data produk termasuk juga waktu pengamatan, permasalahn yang dicari, dan jumlah cacat pada setiap permasalahan.
Tabel 2.4 checksheet
JAM KERJA
DEFECT 1 2 3 4 5 6 7 8 TOTAL A B C D E TOTAL
2.5.2 Scatter Diagram
Scatter Diagram adalah grafik yang menampilkan hubungan antar dua variabel apakah hubungan antara dua variabel tersebut kuat atau tidak, yaitu antara faktor proses yang mempengaruhi proses dengan kualitas. Pada sumbu x menunjukan nilai variabel independen, sedangkan Pada sumbu y menunjukan nilai variabel dependen.
(16)
Gambar 2.3 scatter diagram
2.5.3 Fishbone Diagram
Diagram sebab akibat juga sering disebut ishikawa diagram karena diagram ini diperkenalkan oleh dokter Kaoru Ishikawa pada tahun 1943. Diagram ini terdiri dari sebuah panah horizontal yang panjang dengan deskripsi masalah. Penebab-penyebab masalah digambarkan dengan garis radial dari garis panah yang menunjukan masalah. Kegunaan dari diagram sebab akibat adalah:
1. Menganalisis sebab dan akibat suatu masalah 2. Menentukan penyebab permasalahan.
3. Menyediakan tampilan yang jelas untuk mengetahui sumber-sumber variasi.
Problem
Gambar 2.4 diagram sebab akibat
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0 20 40 60 80 100 120
Qu
al
it
y
Price
(17)
2.5.4 Pareto Chart
Fungsi dari pareto diagram adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah utama peningkatan kualitas. Diagram ini menunjukan seberapa besar frekuensi berbagai maca tipe permasalahan yang terjadi dengan daftar masalah pada sumbu x dan jumlah atau frekuensi kejadian pada sumbu y. Kategori masah diidentifikasikan sebagai masalah utama dan maslah yang tidak penting. Prinsip pareto adalah 80% masalah (ketidaksesuaian atau cacat) disebabkan oleh 20% penyebab. Pronsip pareto ini sangat penting karena prinsip ini mengidentifikasi kontribusi terbesar variasi proses yang menyebabkan performansi yang jelek seperti cacat. Pada akhirnya, diagram pareto membantu pihak manajemen untuk secara cpat menemukan permasalahan yang kritis yang membutuhkan perhatian secepatnya sehingga dapat segera diambl kebijakan untuk mengatasinya.
Gambar 2.5 Diagram Pareto
2.5.5 Stratifikasi
Stratifikasi adalah suatu upaya untuk mengurai atau mengklasifikasi persoalan menjadi kelompok atau golongan sejenis yang lebih kecil atau menjadi unsur-unsur tunggal dari persoalan.
2.5.6 Histogram
Histogram adalah diagram batang yang menunjukan tabulasi dari data yang diatur berdasarkan ukurannya. Tabulasi data ini umumnya dikenal sebagai distribusi
0,00% 50,00% 100,00% 150,00%
0 5.000 10.000 15.000 20.000
A B C
Pareto Chart
(18)
frekuensi. Histogram menunjukan karakteristik dari data yang dibagi-bagi menjadi kelas-kelas. Ada histogram frekuensi, sumbu x menunjukan nilai pengamatan nilai dari tiap kelas. Histogram dapat berbentuk normal atau berbentuk seperti lonceng yang menunjukan bahwa banyak data yang terdapat pada nilai rata-ratanya. Bentuk histogram yang miring atau tidak simetris menunjukan bahwa banyak data yang tdak berada pada nilai rata-ratanya, tetapi kebanyakan datanya berada pada batas atas atau bawah.fungsi dari histogram adalh sebagi berikut:
1. Menentukan apakah suatu produk dapat diterima atau tidak. 2. Menentukan apakah proses produk sudah sesuai atau belum. 3. Menentukan apakah diperlukan langkah-langkah perbaikan.
Gambar 2.6 Histogram
2.5.7 Control Chart
Peta kendali merupakan sekumpulan data yang ditulis dalam bentuk grafik dan digunakan unuk membuat penilaian status pengendalian kualitas pada sebuah proses produksi.
X chart adalah jenis kontrol chart yang menggunakan angka rata-rata dari contoh yang diambil dari suatu paket produk output yang akan diukur variabel atau atribut dalam angka untuk mengetahui status proses produksi atau tingkat pengendalian
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
ju
m
lah
ca
cat
periode
(19)
kualitas dan biasa dinamakan sample average. X chart mempunyai tiga parameter penting yang ditentukan dengan cara perhitungan dari data-data historis, yaitu:
Nilai rata-rata
Batas pengendalian atas
Batas pengendalian bawah
Gambar 2.7 Peta Kendali
2.6.Istilah-Istilah Dalam Konsep Six sigma
Sebelum membahas lebih jauh tentang konsep six sigma, perlu dikemukakan beberapa istilah yang berlaku dalam metode six sigma agar untuk selanjutnya metode ini lebih dipahami. Istilah-istilah itu antara lain adalah critical to quality (CTQ), defect, defect per opportunity (DPO), defect per milion opportunities (DPMO).
Critical To Quality (CTQ)
Atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Merupakan elemen dari suatu produk, proses, atau praktek-praktek yang berdampak pada kepuasan pelanggan.
Defect
(20)
Defect Per Opportunity (DPO)
Ukuran kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas six sigma, yang menunjukan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan. Dihitung menggunakan formula: DPO = banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan dibagi dengan (banyak unit yang diperiksa dikalikan banyaknya CTQ potensial yang menyebabkan cacat atau kegagalan itu).
Defect Per Milion Opportunities (DPMO)
Ukuran kegagalandalam program peningkatan kualitas six sigma,yang menunjukan kegagalan per sejuta kesemparan. Target dari pengendalian kualitas Six sigma sebesar 3,4 DPMO seharusnya tidak diinterprestasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterprestasikan sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik CTQ (critical-to-quality) adalah hanya 3,4 kegagalan per satu juta kesempatan (DPMO).
2.7. Teori Kemasan
Kemasan adalah suatu metode pemasaran yang digunakan dalam perindustrian untuk menjaga produk yang dikemas didalamnya agar mutu dan kualitas didalamnya tetap terjaga sebelum sampai ditangan konsumen atau dipasarkan. Kemasan yang di desain dengan menarik secara langsung akan menarik perhatian konsumen untuk membeli produk yang berada di dalamnya. Selain menarik kemasan juga harus bisa melindungi isi dari produk didalamnya. Diantaranya tujuan dari kemasan dipakai adalah sebagai berikut:
Melindungi produk dari luar.
Membedakan suatu produk dengan produk lainnya.
Menarik perhatian dari konsumen.
(21)
Bab 3
Kerangka Pemecahan Masalah
3.1 Flowchart Pemecahan Masalah
Kerangka pemecahan masalah (flowchart) yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dan tentang cara-cara urutan yang sistematik di dalam memecahkan permaslahan. Proses langkah-langkah dalam menyelesaikan permasalahan ini dibuat kedalam kerangka pemecahan masalah pada gambar dibawah ini.
Mulai
Pendahuluan Dan Identifikas i Mas alah
Tujuan Penelitian Dan Pembatasan Masalah
Pengolahan Data 1. Define 2. Measur e
3. Analyze 4. Improve
Analisis
Kes impulan Dan Saran
selesai
Pengumpulan Data Proses Dan Hasil Produks i
Studi Lapangan
Studi Literatur
(22)
1.2. Langkah-langkah Pemecahan Masalah
Langkah-langkah dalam pemecahan masalah penelitian adalah sebagai berikut:
1.2.1. Mulai.
1.2.2. Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan langkah awal dalam menentukan suatu permasalahan yang akan dikaji dan dijadikan penelitian. Studi lapangan langsung mendatangi perusahaan PT Pupuk Kujang cikampek. Studi lapangan ini dilakukan pada unit bagging dan rendal produksi. Yang selanjutnya penelitian ini lebih terfokus pada unit bagging sebelum produk akan dipasarkan. Sampai pada akhirnya ditemukan bahwa terdapat permasalahan pada proses yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan.
1.2.3. Studi Literatur
Studi literatur merupakan langkah selanjutnya dari penelitian dalam menentukan metode yang akan digunakan untuk memecahkan permasalahan yang terjadi di PT Pupuk Kujang Cikampek. Studi literatur dilakukan dengan mempelajari teori-teori dan konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang terjadi. Sumber dari studi literatur ini bisa didapatkan dalam buku, jurnal dan skripsi atau penelitian yang telah dilakukan. Setiap pemecahan masalah yang akan diselesaikan akan selalu dilandasi oleh sebuah metode yang dianggap sesuai dengan permasalahan yang terjadi di PT Pupuk Kujang cikampek. Six sigma merupakan suatu metode yang bisa digunakan untuk mengendalikan kualitas sebuah proses produksi sehingga menghasilkan produk yang berkualitas. Dengan menggunakan konsep six sigma diharapkan tidak terjadi lagi kesalahan dalam proses produksi yang dapat merugikan perusahaan.
1.2.4. Pendahuluan dan Identifikasi Masalah
Melakukan proses tanya jawab dengan bagian penimbangan setelah itu dilanjut proses selanjutnya mengidentifikasi permasalahan yang kemudian difokuskan
(23)
dalam suatu bahasan yang lebih spesifik yang tujuannya agar maslah yang dituju lebih terarah dan terfokuskan.
1.2.5. Tujuan Penelitian
Dalam melakukan penelitian pengendalian kualitas menggunakan metode six sigma ini Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan hasil produksi agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan untuk meningkatkan keuntungan bagi perusahaan.
1.2.6. Pengumpulan Data
Pada proses tahapan ini yaitu melakukan pengumpulan data, dimana seluruh data yang didapatkan dari perusahaan tempat dilaksanakannya penelitian dikumpulkan adapun data yang diperoleh data hasil produksi.
1.2.7. Pengolahan Data
Setelah data perusahaan telah dikumpulkan maka proses selanjutnya yaitu proses pengolahan data yang terdiri dari:
1. Define
Pada tahap define bertujuan untuk mengidentifikasi produk atau proses yang akan diperbaiki dan menentukan sumber-sumber dalam pelaksanaan. Pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui sumber-sumber penyebab terjadinya cacat pada hasil akhir penimbangan urea. Pada tahap ini digunakan sebuat alat dari pengendalian kualitas yaitu checksheet yang bertujuan untuk memudahkan proses pengumpulan data agar lebih mudah diteliti dan dianalisis.
2. Measure
Pada tahap ini sumber-sumber cacat kemudian diurutkan mulai dari yang kecil sampai yang paling besar tingkat pengaruhnya. Setelah itu dilakukan pengukuran nilai sigma dengan perhitungan DPMO (Deffect per Million Opportunities). Tahap
(24)
pengukuran level sigma untuk mengetahui kapabilitas proses produk sepatu yang dapat diketahui menggunakan rumus :
� � = � � � �× � � ×
3. Analyze
Pada tahap analis ini dilakukan proses menganalisis dan mengidentifikasi menggunakan diagram sebab akibat (fishbone) untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi cacat serta memberikan ususlan dan rekomendasi untuk dalam upaya peningkatan kualitas. Menganalisis hasil dari pengukuran level sigma pada proses penimbangan, menganalisis faktor-faktor ketidaksesuaian berat urea pada proses penimbangan menggunakan diagram sebab akibat dan memberikan usulan perbaikan untuk perbaikan hasil akhir produksi.
4. Improve
Pada tahap improve dilakukan memberikan rekomendasi perbaikan yang bertujuan untuk mengurangi jumlah cacat yang terjadi dari hasil implementasi six sigma. Kemudian menganalisis hasil implementasi perbaikan. Metode yang dipakai untuk tahap ini yaitu dengan menggunakan 5W + 1H (what, when, where, who, why, how). metode ini merupakan tahap selanjutnya dari diagram sebab akibat yang hasilnya telah diketahui pada tahap analyze. Metode 5W +1H ini merupakan penjabaran dari:
1. What: merupakan maksud dari apa yang menjadi pokok permasalahan yang akan diperbaiki.
2. When: kapan pelaksanaan perbaikan akan dilaksanakan 3. Where: dimana rencana perbaikan akan dilaksanakan
4. Who: siapa yang akan bertanggung jawab melaksanakan perbaikan
5. Why: mengapa perbaikan perlu dilakukan dengan membandingan apakah hasil produk yang dihasilkan sesuai dengan standar perusahaan
6. How: merupakan penjelasan bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan perbaikan ini dikerjakan.
(25)
1.2.8. Analisis
Selanjutnya setelah proses pengolahan data selesai maka proses selanjutya yaitu menganalisis hasil pengolahan data agar bisa diketahui penyebab dari masalah proses penimbangan apakah ada atau tidak.
1.2.9. Kesimpulan dan Saran
Proses menarik kesimpulan dari proses penelitian secara keseluruhan yang didapatkan dari hasil menganalisis hasil dari pengolahan data yang telah dilakukan serta memberikan sara-saran yang bermanfaat bagi kemajuan persahaan.
1.2.10. Selesai.
(26)
Bab 4
Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.1 Pengumpulan Data
4.1.1.Unit Produksi PT Pupuk Kujang
PT Pupuk Kujang Cikampek dalam proses produksinya mulai dari bahan baku sampai produk yang siap dipasarkan memiliki 5 unit produksi yang saling berkaitan dan bekerja sama didalam prosesnya. Terdiri dari unit pembangkit uap, unit pembangkit listrik, unit penjernihan air, unit amonia, dan unit urea.
1. Unit Pembangkit Uap
Unit pembangkit uap di pabrik Kujang 1A terdiri dari satu unit Waste Heat Boiler dengan kapasitas 97 ton/jam dan dua unit Package Boiler dengan kapasitas 100 ton/jam/unit. Unit pembangkit uap di pabrik Kujang 1B terdiri dari satu unit Waste Heat Boiler dengan kapasitas 30 ton/jam dan satu unit Package Boiler dengan kapasitas 100 ton/jam.
2. Unit Pembangkit Listrik
Baik Kujang 1A maupun Kujang 1B masing-masing memiliki unit pembangkit listrik tersendiri. Unit pembangkit listrik di Kujang 1A terdiri dari satu unit Gas Turbin Generator kapasitas 15 MW. Tiga unit Diesel Standby Generator kapasitas 750 KW/unit dan satu unit Diesel Emergency Generator kapasitas 375 KW.
3. Unit Penjernihan Air
Unit pengolahan air di Kujang 1A mengolah air baku menjadi air bersih untuk berbagai keperluan antara lain Air Pendingin kapasitas 573 m3/jam; Air minum kapasitas 75 m3/jam; Air Bebas Mineral kapasitas 180 ton/jam; Air Bersih untuk Perusahaan Patungan 125 m3/jam. Sedangkan unit pengolahan air di Kujang 1B memiliki kapasitas terpasang sebesar 650 m3/jam. Air yang sudah diolah kemudian dimanfaatkan atau diproses lebih lanjut antara lain untuk Air Pendingin kapasitas
(27)
360 m3/jam; Air Bebas Mineral kapasitas 180 ton/jam. Selain keperluan di atas, unit pengolah air juga memasok kebutuhan air hydran di area Pupuk Kujang.
4. Unit Amonia
Unit Amonia Kujang 1A dan Kujang 1B menghasilkan Amonia dengan kapasitas terpasang masing-masing sebesar 1000 MT/hari. Selain itu dihasilkan juga produk samping berupa gas Karbondioksida yang digunakan untuk bahan baku pembuatan Urea.
5. Unit Urea
Amonia dan Karbondioksida yang diperoleh dari unit Amonia kemudian diproses di unit Urea. Pabrik Urea Kujang 1A dan 1B memiliki kapasitas terpasang yang sama yaitu masing-masing 1.725 MT/hari atau sebesar 570.000 MT/tahun sehingga kapasitas total produksi Urea Pupuk Kujang sebesar 1.140.000 MT/tahun.
4.1.2. Proses Produksi Urea
Bahan baku utama dalam proses produksi urea adalah gas alam, air, dan udara. Ketiga bahan baku tersebut kemudian diolah menhasilkan nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan karbondioksida (CO2). Amonia dibuat dalam pabrik amonia dan merupakan hasil dari reaksi gas nitrogen dan hidrogen. Pabrik amonia kujang 1A dirancang oleh Kellog Overseas Corp. Dari Amerika Serikat sedangkan untuk Kujang 1B dibangun oleh Toyo Engineering Corporation.
Secara keseluruhan tahapan proses produksinya urea prill 50 kg ini mengalami beberapa proses untuk kemudian menjadi urea yang siap dipasarkan. Tahapan-tahapan yang terjadi dalam prosesnya adlah sebagai berikut:
1. Proses pencampuran bahan kimia CO2 dan NH3. Dimana proses ini terjadi pada unit sintesa. Pada proses awal ini urea mulai terbentuk akibat reaksi kimia yang terjadi.
(28)
2. Tahap selanjutnya kemudian gas yang terbentuk dari proses campuran gas dari CO2 dan NH3 dipisahkan untuk menjadi kemudian diolah menjadi amonia. Proses ini terjadi pada unit dekomposisi.
3. Pada tahap ini gas-gas yang terbentuk pada tahap kedua akan tetapi hasilnya belum bisa digunakan kemudian diserap oleh reaktor menggunakan larutan karbamat dan steamcondensate. dekomposisi untuk di recycle menjadi gas amonia yang dapat digunakan.
4. Pada tahap keempat ini amonia yang terjadi pada unit dekomposisi maupun amonia yang didapatkan dari hasil rework diserap dan dikondensikan sebagai umpan yang berguna untuk proses absurbent. Proses ini terjadi pada unit dekomposisi.
5. Pada tahap kelima ini urea yang mengalir dari unit dekomposisi setelah dipisahkan dengan gas. Kemudian urea tersebut dipisahkan kristal urea dari larutannya. Seteah kristal urea dipisahkan kemudian urea dikirim ke unit pengeringan (prilling).
6. Pada tahap keenam kemudian urea yang telah dikristalkan kemudian dilelehkan mencapai titik lelehnya agar menjadi bentuk butiran urea. Setelah urea mendapatkan bentuk sempurna lalu urea dikirimkan ke unit pengemasan (bagging) untuk siap dikemas. Proses ini terjadi di unit pengemasan.
7. Pada tahap ketujuh setelah urea tersebut dikemas oleh karung. Kemudian urea ada yang langsung dipasarkan dan ada yang disimpan dahulu kedalam gudang.
8. Tahap terakhir untuk urea yang disimpan dalam gudang, sebelum urea tersebut siap untuk dikirimkan ke konsumen urea tersebut dipindahkan dari dalam gudang kedalam truk melalui proses loading truk.
(29)
4.1.3. Proses Pengemasan Urea di Unit Bagging
Tahap terakhir dari proses produksi yaitu proses pengemasan, setelah tahap pengemasan dilakukan maka urea siap untuk dipasarkan. Urea yang telah siap untuk dijual atau dipasarkan keluar diterima oleh divisi bagging untuk dikemas kedalam kemasan 50kg. Kemudian di dalam pengemasannya dilakukan pembagian kembali menjadi 3 jenis sistem pengemasan, yaitu:
1. Bulk handling system
Bulk handling system adalah suatu alat transfer untuk butiran urea curah yang akan dikirimkan dari pabrik urea ke unit pengantongan untuk dikemas dengan karung plastik dan kemudian dijahit.
Tabel 4.1. Tujuh Alat Pada Bulk Handling System No Nama Alat
1 Transfer Conveyor 2 Transfer Conveyor 3 Surge Hopper 4 Vibrating Feeder 5 Travelling Tripper 6 Transfer Conveyor 7 Bin Storage
Sumber: Unit Bagging PT Pupuk Kujang
Dari ketujuh alat diatas memiliki kegunaan dan cara kerjanya masing-masing yaitu:
Transfer Conveyor yang memilikikegunaan untuk menerima butiran urea curah.
Surge Hopper untuk menampung urea secara sementara dan sambil digetarkan menggunakan vibrating feeder.
Kemudian urea curah dialirkan kembali menggunakan transfer conveyor.
Kemudian akhirnya butiran urea curah didistribusikan dan dibagikan ke bin storage yang dioprasikan oleh travelling tripper.
(30)
2. Bagging system
Bagging system merupakan peralatan yang bertugas untuk mengemas butiran urea curah kedalam karung dengan berat ±50 kg secara otomatis.
Tabel 4.2. Alat Pada Bagging System No Nama alat
1 Bagging Machine 2 Baging Line Conveyor 3 Sewing Machine 4 Accumulator Conveyor Sumber: Unit Bagging PT Pupuk Kujang
Dari ketiga alat diatas memiliki kegunaan dan cara kerjanya masing-masing yaitu:
Bagging Machine memiliki kegunaan utuk menakar butiran urea curah dengan berat 50 kg secara otomatis untuk dikirim dengan menggunakan baging line conveyor.
Sewing Machine memiliki kegunaan untuk menjahit karung yang akan digunakan sebagai kemasan urea.
Accumulator Conveyor memiliki kegunaan untuk mengirim karung yang telah dijahit untuk diloading ke dalam truk atau disimpan didalam gudang.
3. Bag handling system
Bag handling system merupakan suatu alat untuk mengirim urea yang telah dikemas didalam kemasan karung untuk disimpan didalam truk atau disimpan kedalam gudang persediaan melalui conveyor.
Tabel 4.3. Alat Pada Bag handling system
No Nama Alat
1 Accumulator Conveyor 2 Short Conveyor 3 Floor Conveyor 4 Over Head Conveyor
(31)
No Nama Alat 5 Stacking Unit Conveyor
6 Fork Lift
7 Pallet
Sumber: Unit Bagging PT Pupuk Kujang
Dari ketujuh alat diatas memiliki kegunaan dan cara kerjanya masing-masing yaitu:
Accumulator Conveyor memiliki kegunaan untuk mengirim karung yang telah dijahit untuk diloading ke dalam truk atau disimpan didalam gudang.
Short Conveyor memiliki kegunaan mengalirkan urea dari truk kedalam gudang.
Floor conveyor memiliki kegunaan mengalirkan urea dalam sistem bag handling
Over head conveyor memiliki kegunaan mengirimkan urea dalam unit bagging secara vertikal
Stacking conveyor memiliki kegunaan mengirimkan urea dalam unit bagging
Fork lift memiliki kegunaan untuk transportasi urea dari satu tempat ke tempat lainnya.
pallet memiliki kegunaan menahan beban produk dan sebagai alas penyimpanan logistik didalam gudang.
Dari ketiga sistem yang telah dilakukan oleh PT Pupuk Kujang khususnya unit bagging ini secara keseluruhan yaitu untuk menghasilkan produk yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dari ketiga sistem yang telah dilalui ini secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
(32)
Bin storage
Bagging machine
Bagging line
Sewwing machine
Short conveyor Bag handling conveyor
storage Loading truck/pallet
stacking
Accumulator conveyor
Gambar 4.1. Aliran Proses Pengemasan Urea Prill 50 Kg Sumber: Unit Bagging PT Pupuk Kujang Cikampek
4.1.4. Klasifikasi Produk Cacat Unit Bagging
Didalam proses produksinya unit bagging membuat klasifikasi untuk produk yang dinyatakan cacat. Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel (4.4) dibawah ini.
Tabel 4.4. Klasifikasi Cacat Unit Bagging
Nomor Jenis cacat
1 Kemasan Sobek
2 Jahitan kemasan terbuka
3 Berat timbangan tidak sesuai
Terdapat 3 jenis cacat yang diklasifikasikan oleh unit bagging diantaranya adalah kemasan yang sobek atau bolong, jahitan kemasan yang terbuka, dan berat timbangan yang tidak sesuai.
(33)
Kemasan sobek diantaranya dikarenakan kemasan yang bergesekan dengan mesin bagging pada saat proses pengemasan dan bergesekan dengan forklift pada saat pembongkaran gudang.
Gambar 4.2. contoh cacat kemasan sobek
Jahitan kemasan terbuka diantaranya dikarenakan jahitan kemasan yang kurang rapih pada saat proses pengemasan sehingga mudah terlepas.
Gambar 4.3. Contoh Cacat Jahitan Yang Terbuka
Berat timbangan tidak sesuai diantaranya dikarenakan takaran yang berlebihan pada saat proses pengisian urea.
(34)
4.1.5. Data Produksi Urea dan Reject Urea Prill 50 Kg
Pada tabel (4.5) dibawah ini terdapat data produksi urea prill 50 kg dan data produk cacat di unit bagging Periode September 2013 – Agustus 2014.
Tabel 4.5. Data Produksi Urea Dan Reject Urea Prill 50 Kg Periode September 2013 – Agustus 2014
DATA PRODUKSI UREA (UNIT) SEPTEMBER 2013 - AGUSTUS 2014
Periode Produksi (Ton) Unit Reject (Ton) Unit
Sep-13 30.024,50 600.490 84,48 1.688
Okt-13 40.043,00 800.860 149,05 2.980
Nop-13 38.327,00 766.540 130,65 2.612
Des-13 37.963,00 759.260 82,50 1.649
Jan-14 39.901,50 798.030 161,45 3.229
Feb-14 33.050,50 661.010 102,60 2.051
Mar-14 30.980,00 619.600 87,51 1.749
Apr-14 33.063,50 661.270 99,91 1.997
Mei-14 41.693,90 833.878 88,07 1.760
Jun-14 38.435,00 768.700 62,73 1.254
Jul-14 32.623,00 652.460 71,91 1.438
Agu-14 30.459,55 609.191 86,50 1.729
Total 425.721,27 8.531.289 1207,36 24.145
Dari tabel (4.5) diatas dapat dilihat bahwa masih terdapatnya produk cacat yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Pada gambar (4.4) dibawah ini akan ditampilkan persentase cacat urea prill 50 kg periode September 2013 – Agustus 2014.
Gambar 4.4. Data Persentase Produk Cacat Urea Pril 50kg
0,28 0,37
0,34
0,22 0,40
0,31
0,28 0,30
0,21 0,16
0,22 0,28
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45
(35)
Dari tabel (4.6) akan diperlihatkan data jumlah masing-masing jenis cacat di unit bagging PT. Pupuk Kujang Cikampek periode September 2013 – Agustus 2014.
Tabel 4.6 Jenis Cacat Unit Bagging Periode September 2013 – Agustus 2014
Periode
Kemasan Sobek
(unit)
Jahitan Kemasan
Terbuka (unit)
Berat Timbangan Tidak Sesuai
(unit)
Sep-13 1064 84 540
Okt-13 1848 89 1043
Nov-13 1541 78 993
Des-13 1105 82 462
Jan-14 1873 226 1130
Feb-14 1231 41 779
Mar-14 997 87 665
Apr-14 1099 159 739
Mei-14 933 158 669
Jun-14 765 75 414
Jul-14 935 72 431
Agu-14 1003 69 657
4.2 Pengolahan Data
Pada pengolahan data untuk membantu memecahkan permasalahannya akan menggunakan metode DMAIC (define, measure, analyze, improve, control).
4.2.1. Define
Pada tahap define bertujuan untuk mengidentifikasi produk atau proses yang akan diperbaiki dan menentukan sumber-sumber dalam pelaksanaan. Pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya cacat pada kemasan urea prill 50 kg. Dalam proses di unit bagging ini urea yang dialirkan dari unit pengeringan kemudian dialirkan melalui conveyor pada bulk handling system untuk kemudian siap dimasukan kedalam kemasan. Setelah itu urea yang telah siap dikemas dialirkan ke mesin bagging untuk diisi kedalam karung secara otomatis
(36)
dan dijahit kemasannya. selanjutnya yang telah dikemas ditimbang beratnya agar sesuai dengan ketetapan standar perusahaan dengan berat ±50 kg. Kemudian tahap terakhir urea yang telah dikemas dikirim untuk disimpan kedalam gudang atau di kirim kedalam truk dengan proses loading truk untuk langsung dijual.
Gambar 4.5. Aliran Proses Pengemasan Unit Bagging
4.2.1.1.Histogram
Grafik histogram ini dipakai untuk mengetahui faktor cacat apa saja yang terdapat di unit bagging. Dalam diagram histogram jenis cacat ini juga akan terlihat jenis-jenis cacat dan jumlah cacat tiap periodenya dalam kurun waktu 1 tahun.
(37)
Gambar 4.6. Histogram Jenis Cacat periode september 2013 – agustus 2014 Dari gambar (4.6) dapat dilihat bahwa terdapat 3 jenis klasifikasi produk cacat di unit bagging yaitu, kemasan yang sobek, jahitan pada kemasan yang terbuka, berat timbangan yang tidak sesuai dengan ketetapan perusahaan. Dalam grafik histogram ini dapat terlihat juga jumlah cacat yang memiliki jumlah cacat yang dominan setiap periodenya.
4.2.1.2. Identifikasi Critical To Quality (CTQ)
Pada (tabel 4.7) bisa dilihat bahwa klasifikasi jenis cacat pada urea 50kg yaitu terdapat 3 jenis jenis cacat yaitu, kemasan yang sobek, jahitan pada kemasan yang terbuka, dan berat timbangan yang tidak sesuai dengan ketetapan perusahaan. Dari hasil histogram jenis produk cacat maka tahap sekanjutnya adalah critical to quality (CTQ).
Tabel 4.7 Tabel Urea Reject Periode September 2013 – Agustus 2014 Periode Kemasan
Sobek (unit)
Jahitan Kemasan Terbuka (unit)
Berat Timbangan Tidak Sesuai
(unit)
Sep-13 1064 84 540
Okt-13 1848 89 1043
Nov-13 1541 78 993
Des-13 1105 82 462
Jan-14 1873 226 1130
Feb-14 1231 41 779
0 500 1000 1500 2000
ju
m
lah
cacat
periode
Histogram Jenis Cacat
Kemasan Sobek (unit)
Berat Timbangan Tidak Sesuai (unit) Jahitan Kemasan Terbuka (unit)
(38)
Periode Kemasan Sobek (unit)
Jahitan Kemasan Terbuka (unit)
Berat Timbangan Tidak Sesuai
(unit)
Mar-14 997 87 665
Apr-14 1099 159 739
Mei-14 933 158 669
Jun-14 765 75 414
Jul-14 935 72 431
Agu-14 1003 69 657
Total 14.394 1.220 8.522
4.2.2. Measure
Pada tahap ini jenis cacat yang telah didapat pada tahap define kemudian diurutkan mulai dari yang besar sampai yang paling kecil tingkat pengaruhnya. Setelah itu dilakukan pengukuran nilai sigma dengan perhitungan DPMO (Deffect per Million Opportunities).
4.2.2.1 Menentukan Cacat Dominan Pada Urea Prill 50kg
Tahap pertama yang dilakukan pada bagian ini yaitu, setelah kita mengetahui apa saja jenis cacat yang didapat pada tahap define. Setelah itu pada tahap ini kita urutkan jenis cacat yang paling dominan dari yang terbesar sampai yang terkecil pengaruhnya.
Tabel 4.8 Tabel Jenis Cacat Kumulatif Urea Prill 50kg
Penyebab Cacat Jumlah Cacat (unit)
Persentase Cacat Kumulatif
Kemasan yang sobek 14.394 59,62% Berat timbangan yang tidak sesuai 8.522 35,30% Jahitan terbuka 1.220 5,08%
Total 24.145 100%
Contoh Perhitungan:
Cacat Kumulatif = (jumlah cacat/total jumlah cacat)+persentase jenis cacatn1
Cacat kumulatif kemasan yang sobek = .
. ∗ + = , %
Cacat kumulatif timbangan yang tidak sesuai = .
. ∗ + = , %
Cacat kumulatif jahitan kemasan yang terbuka = .
(39)
Dari data perhitungan diatas maka diagram pareto yang dihasilkan sebagai berikut:
Gambar 4.7. Diagram Pareto Persentase Cacat Kumulatif Urea Pril 50kg
Dari diagram pareto pada gambar (4.7) terlihat bahwa cacat akibat kemasan yang sobek pada saat memiliki dampak paling dominan yang menghasilkan jumlah cacat hingga 14.394 unit atau mencapai persentase sebesar 59,62% dari keseluruhan jumlah cacat yang terjadi dan berpengaruh pada kualitas urea prill 50kg yang tidak memenuhi standard yang telah ditetapkan.
4.2.2.2 Menentukan Level Sigma
Tahap selanjutnya setelah mengetahui penyebab cacat yang paling dominan yaitu menghitung nilai sigma dengan cara menghitung defect per million opportunity (DPMO) yang berarti menghitung jumlah kesalahan persejuta kesempatan, yang selanjutnya nilai tersebut dikonversikan kedalam nilai sigma.
Tabel 4.9 Tabel Level Sigma Periode September 2013 – Agustus 2014 Periode Jumlah Produksi
(unit)
Jumlah Reject
(unit) %Cacat Ctq Dpmo
Sigma Level
Sep-13 600.490 1.689 0,28% 3 938 4,61 Okt-13 800.860 2.981 0,37% 3 1.241 4,53 Nov-13 766.540 2.613 0,34% 3 1.136 4,55
14.397
8.525
1.223 59,62%
94,92% 100,00%
0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00% 120,00%
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000
Kemasan yang sobek Berat timbangan yang tidak sesuai
Jahitan terbuka
% Cacat Kumulatif
(40)
Periode Jumlah Produksi (unit)
Jumlah Reject
(unit) %Cacat Ctq Dpmo
Sigma Level
Des-13 759.260 1.650 0,22% 3 724 4,68 Jan-14 798.030 3.229 0,40% 3 1.349 4,50 Feb-14 661.010 2.052 0,31% 3 1.035 4,58 Mar-14 619.600 1.750 0,28% 3 941 4,61 Apr-14 661.270 1.998 0,30% 3 1.007 4,59 Mei-14 833.878 1.761 0,21% 3 704 4,69 Jun-14 768.700 1.254 0,16% 3 544 4,77 Jul-14 652.460 1.438 0,22% 3 735 4,68 Agu-14 609.191 1.730 0,28% 3 947 4,61
Total 8.531.289 24.145 3 943 4,61
Contoh:
� � = �
� � � × � � �×
� � Agustus = .
. × × =
Contoh Perhitungan Sigma Level Dengan Excel:
Sigma Level = NORM.S.INV(1-DPMO/1000000) +1,5
Sigma Level Agustus 2014 = NORM.S.INV(1-947/1000000) +1,5 = 4,61
Sigma Level Total = NORM.S.INV(1-943/1000000) +1,5 = 4,61
4.2.3. Analyze
Pada tahap analyze ini dilakukan proses menganalisis dan mengidentifikasi menggunakan diagram sebab akibat (fishbone), setelah pada tahap sebelumnya diketahui jenis cacat yang dominan yaitu kemasan yang sobek dengan jumlah cacat mencapai 14.394 unit atau persentase sebesar 59,62%, berat timbangan yang tidak sesuai sebanyak 8.522 unit atau sebesar 35,30%, dan cacat jahitan kemasan yang terbuka sebanyak 1223 unit atau sebesar 5,08 %. maka pada tahap selanjutnya akan mengklasifikasikan jenis-jenis proses penyebab cacat menggunakan diagram sebab akibat dengan cara membaginya kedalam beberapa sumber penyebab terjadinya cacat yaitu manusia (man), mesin (machine), material dan metode (method). Diagram sebab akibat dari cacat proses penimbangan bisa dilihat pada gambar dibawah sebagai berikut:
(41)
1. Cacat Kemasan Sobek
Kemasan Sobek
Bahan kemasan buruk
Kemasan mudah sobek Pekerja kurang paham
standar prosedur Kurang keahlian
skill
Metode menyimpan dan menumpuk dalam gudang
yang tidak sesuai Menggunakan
gancu
Penggunaan alat bantu yang
salah
Kurangnya Pelatihan
Rajutan kemasan tidak rapi Rajutan kemasan buruk
Gambar 4.8 Diagram Sebab Akibat Cacat Kemasan Yang Sobek
Dari gambar (4.8) diagram sebab akibat terjadinya kemasan yang sobek dapat diketahui bahwa terdapat 4 faktor utama yaitu material, manusia, metode, dan mesin.
2. Cacat Berat Timbangan Yang Tidak Sesuai
Berat Timbangan Tidak Sesuai
Kurang teliti
Tingkat konsentrasi
Pengisian takaran urea tidak stabil Kelelahan Faktor fisik Kebocoran oli Mesin Bekerja Tidak Stabil Kurang pengalaman skill Penjadwalan mesin 1 tahun Penjadwalan perawatan mesin Bahan Kemasan Yang buruk Mudah sobek Rajutan buruk Rajutan kemasan Yang tidak rapi
Katup mesin yang bekerja tidak optimal
(42)
Dari gambar (4.9) diagram sebab akibat terjadinya berat kemasan yang tidak sesuai dapat diketahui bahwa terdapat 4 faktor utama yaitu mesin, manusia, metode, dan material.
3. Cacat Jahitan Yang Terbuka
Jahitan Kemasan Terbuka
Jahitan tidak rapi
Kurang keahlian skill
Bahan Kemasan yang buruk Kemasan mudah
sobek
Pengerjaan tergesa-gesa Jahitan jarum tidak stabil Kondisi mesin tua Penjadwalan
pergantian mesin 24 jam
rajutan kemasan buruk Rajutan kemasan
tidak rapi
Kebocoran oli Mesin bekerja kurang
optimal
Gambar 4.10 Diagram Sebab Akibat Cacat Jahitan Kemasan Yang Terbuka
Dari gambar (4.10) diagram sebab akibat terjadinya cacat kemasan yang terbuka dapat diketahui bahwa terdapat 4 faktor utama yaitu mesin, material, manusia, dan metode.
4.2.4. Improve
Pada tahap improve dilakukan memberikan rekomendasi perbaikan yang bertujuan untuk mengurangi jumlah cacat yang terjadi dari hasil implementasi six sigma. Kemudian menganalisis hasil implementasi perbaikan. Metode yang dipakai untuk tahap ini yaitu dengan menggunakan 5W + 1H (what, when, where, who, why, how). metode ini merupakan tahap selanjutnya dari diagram sebab akibat yang hasilnya telah diketahui pada tahap analyze.
(43)
Tabel 4.10 Tabel 5W+1H Cacat Kemasan Sobek
Prioritas Perbaikan What Why Where When Who How
bahan kemasan yang mudah sobek
Pemilihan bahan kemasan yang harus
lebih selektif
Agar kualitas kemasan yang
dipilih tidak mudah sobek
Unit Bagging, Bagian pengemasan urea dan gudang
Pada saat proses pengemasan, pembongkaran
gudang, dan proses loading
truk
Pekerja pengemasan urea
di unit bagging, buruh, dan Biro
material
Pemilihan kemasan yang lebih selektif oleh
biro material.
Rajutan kemasan yang tidak rapi
Pemilihan kemasan yang harus lebih
selektif Agar kualitas kemasan yang dipilih bisa menjaga kualitas produk didalamnya
Unit Bagging, Bagian pengemasan urea dan gudang
Pada saat proses pengemasan, pembongkaran
gudang, dan proses loading
truk
Pekerja pengemasan urea
di unit bagging, buruh, dan Biro
material
Pemilihan kemasan yang lebih selektif oleh
biro material.
Pekerja kurang paham SOP
Pemahaman akan pentingnya kualitas
terhadap suatu produk yang akan
diproduksi
Agar pekerja yang akan menjadi pekerja unit bagging memahami standar prosedur pekerjaan
Unit Bagging, Bagian pengemasan urea dan gudang
Pada saat proses pengemasan urea,
pembongkaran gudang dan proses
loading truk
Pekerja pengemasan urea
di unit bagging,
bagian PPSDM dan buruh
Pemberian pemahaman tentang SOP di
unit bagging
kepada pekerja dan buruh
Skill karena kurangnya kemampuan
Peningkatan kemampuan pekerja
unit bagging
Agar pekerja yang bekerja di unit
bagging bekerja secara optimal
Unit Bagging, Bagian pengemasan urea
Pada saat proses pengemasan urea dan proses loading truk Pekerja pengemasan urea
di unit bagging,
buruh, dan bagian PPSDM Pemberian pelatihan proses pengemasan terhadap pekerja bagian pengemasan urea
di PT Pupuk Kujang.
(44)
Prioritas Perbaikan What Why Where When Who How
Kurangnya pelatihan kepada pekerja unit bagging
Peningkatan kemampuan pekerja
unit bagging
Agar pekerja yang bekerja di unit
bagging bekerja secara optimal
Unit Bagging, Bagian pengemasan urea
dan bagian gudang
Pada saat proses pengemasan urea,
proses pembongkaran gudang dan proses
loading truk
Pekerja pengemasan urea
di unit bagging,
buruh, dan bagian PPSDM Pemberian pelatihan proses pengemasan terhadap pekerja bagian pengemasan dan pelatihan menggunakan alat bantu berupa
forklift dan pallet
Metode penumpukan dalam gudang yang tidak optimal
Pembuatan standar tumpukan dalam
gudang bagging
yang lebih optimal
Agar tumpukan dalam gudang
mempunyai standar tumpukan
yang tepat dan tidak merusak
produk
Unit Bagging, Bagian gudang
Pada saat proses pembongkaran
gudang
Buruh di gudang dan mandor Pembuatan standar batas tumpukan maksimal didalam gudang
Penggunaan alat bantu yang salah dengan menggunakan gancu
Pemilihan alat bantu lebih tepat dan tidak merusak
produk
Agar kemasan yang dipindahkan
tidak mengalami sobek karena alat
bantu
Unit Bagging, Bagian gudang
Pada saat proses pembongkaran
gudang dan loading truk
Buruh di gudang dan mandor Pemberian peringatan berupa teguran terhadap buruh yang bekerja diluar prosedur yang ditetapkan dan pelatihan terhadap penggunaan alat bantu berupa
(45)
Tabel 4.11 Tabel 5W+1H Cacat Timbangan Yang Tidak Sesuai
Prioritas Perbaikan What Why Where When Who How
Pengisian takaran urea Tidak stabil
Mengurangi jumlah urea yang tercecer
di unit bagging
Unit Bagging, Bagian pengisian
urea
Pada saat proses pengisisan urea
oleh mesin
bagging
Pekerja pengisisan urea di
unit bagging
Membuat jadwal perawatan mesin secara berkala untuk membantu
dan mengontrol mesin bagging
Agar proses pengisian urea kedalam kemasan tidak mengalami pemborosan takaran
Mesin bekerja tidak stabil
Perbaikan dan perawatan pada mesin yang bekerja
tidak optimal
Agar mesin yang akan dipakai tidak
terjadi kebocoran oli pada saat akan
dipakai
Unit Bagging, Bagian pengisian
urea
Pada saat proses pengisisan urea
oleh mesin
bagging
Pekerja pengisisan urea di
unit bagging dan bagian perawatan mesin Membuat jadwal perawatan mesin secara berkala untuk membantu dan mengontrol mesin bagging
Tingkat konsentrasi pekerja
Peningkatan optimalisasi kinerja
pekerja unit
bagging
Agar pekerja yang bekerja di unit
bagging bagian pengisian urea bekerja secara
optimal
Unit Bagging, Bagian pengisian
urea
Pada saat proses pengisisan urea
oleh mesin
bagging
Pekerja pengisisan urea di
unit bagging
Penjadwalan istirahat bagi
pekerja unit
bagging agar lebih diperhatikan.
Faktor fisik pekerja
Meningkatkan faktor kekuatan dan
ketahanan fisik pekerja
Agar pekerja yang bekerja di unit
bagging bagian pengisian urea bekerja secara
optimal
Unit Bagging, Bagian pengisian
urea
Pada saat proses pengisisan urea
oleh mesin
bagging
Pekerja pengisisan urea di
unit bagging
Pemberian asupan gizi pada pekerja
(46)
Prioritas Perbaikan What Why Where When Who How
Skill pekerja unit bagging
Meningkatkan kemampuan pekerja
dalam proses pengisian urea
Unit Bagging, Bagian pengisian
urea
Pada saat proses pengisisan urea
oleh mesin
bagging
Pekerja pengisisan urea di
unit bagging dan bagian PPSDM
Pemberian pelatihan pada pekerja di unit
bagging
Agar pekerja yang bekerja di unit
bagging bagian pengisian urea bekerja secara
optimal
Penjadwalan perawatan mesin yeng terlalu lama 1 tahun
Meningkatkan kemampuan mesin
pada saat proses pengisian urea dan
mencegah kerusakan mesin
Agar pada saat digunakan mesin
bekerja secara optimal
Unit Bagging, Bagian pengisian
urea
Pada saat mesin akan dan setelah digunakan untuk proses pengisian urea Unit perawatan mesin Pembuatan jadwal perawatan mesin secara berkala agar mesin bisa
diawasi kemampuannya
Penjadwalan penggunaan mesin terlalu lama 24 jam
Mengoptimalkan kemampuan mesin
pada saat proses pengisian urea
Agar pada saat digunakan mesin
bekerja secara optimal
Unit Bagging, Bagian pengisian
urea
Pada saat mesin akan digunakan untuk proses pengisian urea Unit perawatan mesin Pembuatan jadwal penggunaan mesin yang lebih
diperhatikan.
kualitas bahan kemasan yang mudah sobek
Pemilihan kualitas bahan kemasan yang harus lebih
selektif
Agar kualitas kemasan yang dipilih tidak mudah sobek
Unit Bagging, Bagian pengemasan urea dan gudang
Pada saat proses pengemasan, pembongkaran
gudang, dan proses loading
truk
Pekerja penimbangan urea
di unit bagging, buruh, dan Biro
material
Pemilihan kemasan yang lebih selektif.
Rajutan kemasan yang tidak rapi
Pemilihan kemasan yang harus lebih
selektif
Agar kualitas kemasan yang dipilih bisa menjaga
kualitas produk didalamnya
Unit Bagging, Bagian pengemasan
urea dan gudang
Pada saat proses pengemasan, pembongkaran gudang, dan proses
loading truk
Pekerja penimbangan urea
di unit bagging, buruh, dan Biro
material
Pemilihan kemasan yang lebih selektif.
(47)
Tabel 4.12 Tabel 5W+1H Cacat Jahitan Yang Terbuka
Prioritas Perbaikan What Why Where When Who How
Jahitan jarum yang tidak stabil
Mengontrol mesin jahit pengemasan di
unit bagging yang kondisi mesinnya sudah tua Agar proses pengemasan stabil jahitanya dan tidak membuat kemasan sobek
Unit Bagging, Bagian pengemasan urea
Pada saat proses menjahit kemasan
urea
Pekerja unit
bagging, bagian menjahit kemasan, dan Unit perawatan mesin Melakukan kontrol mesin secara berkala terhadap mesin yang akan dipakai
dan setelah dipakai
Mesin bekerja kurang optimal
perawatan pada mesin yang bekerja
tidak optimal
Agar mesin yang akan dipakai bekerja stabil dan
optimal
Unit Bagging, Bagian pengemasan
urea
Pada saat proses menjahit kemasan
Pekerja unit
bagging, bagian menjahit kemasan, dan Unit perawatan mesin Membuat jadwal perawatan mesin secara berkala untuk membantu dan mengontrol mesin bagging
Kualitas bahan kemasan mudah sobek
Pemilihan kualitas kemasan yang harus
lebih selektif
Agar kualitas kemasan yang dipilih tidak mudah sobek
Unit Bagging, Bagian pengemasan
urea
Pada saat proses menjahit kemasan
urea
Pekerja pengemasan urea
di unit bagging
dan biro material
Pemilihan kemasan yang
lebih selektif.
Kurangnya keahlian dan pengalaman pekerja pengemasan
Peningkatan kemampuan pekerja
unit bagging
Agar pekerja yang bekerja di unit
bagging bagian menjahit kemasan
bekerja secara optimal
Unit Bagging, Bagian pengemasan
urea
Pada saat proses menjahit kemasan
urea
Pekerja pengemasan urea
di unit bagging, dan bagian PPSDM Pemberian pelatihan menjahit kemasan terhadap pekerja yang belum memiliki kemampuan dan pengalaman. Penjadwalan pergantian mesin dalam
pengemasan
Mengoptimalkan kemampuan mesin
pada saat proses menjahit kemasan
urea
Agar pada saat digunakan mesin bekerja secara optimal Unit Bagging, Bagian pengemasan urea
Pada saat mesin akan digunakan untuk proses menjahit kemasan urea Unit perawatan mesin Pembuatan jadwal penggunaan mesin yang lebih
(48)
(49)
Bab 5
Analisis
5.1. Analisis Define
Pada tahap define ini dilakukannya tahap mendefinisikan proses pengemaan urea prill yang terjadi di unit bagging yang digambarkan kedalam aliran proses pengemasan yang terjadi di unit bagging serta proses-proses yang bisa mengakibatkan produk termasuk kedalam klasifikasi cacat. proses yang bisa mengakibatkan produk menjadi cacat didalam prosesnya di unit bagging adalah:
Proses pengisian urea kedalam kemasan.
Proses menjahit kemasan yang sudah terisi urea.
Proses pengangkutan urea kedalam truk (loading truk).
Proses menumpuk urea didalam gudang.
Proses memidahkan urea didalam gudang menggunakan forklift.
5.1.1. Analisis Histogram
Dari grafik histogram yang digambarkan dapat dilihat bahwa didalam proses produksi urea prill di unit bagging terdapat 3 buah jenis cacat pada proses pengemasan yang telah ditetapkan di unit bagging yaitu:
Cacat kemasan sobek
Cacat jahitan terbuka
Cacat berat timbangan yang tidak sesuai
5.1.2. Analisis Variabel Critical to Quality (CTQ)
Proses selanjutnya dari tahap define yaitu tahap identifikasi CTQ (Critical to Quality). setelah terlihat dari histogram selanjutnya pada tahap ini mengidentifikasi variabel apa saja yang menjadi kebutuhan konsumen yang dapat berdampak langsung pada kualitas produk yang diinginkan oleh konsumen. Terdapat 3 CTQ pada urea prill yaitu kemasan sobek, jahitan terbuka, dan timbangan berat yang
(50)
tidak sesuai. Dari CTQ ini dapat dilihat juga jumlah cacat pada masing-masing jenis cacat. kemasan yang sobek dengan jumlah 14.394 unit atau persentase cacat sebanyak 59,61%. Kemudian cacat berat timbangan yang tidak sesuai sebesar 8.522 unit atau sebesar 35.30%, dan terakhir cacat karena jahitan yang terbuka sebanyak 1.220 unit atau sebesar 5,08%.
5.2. Analisis Measure
Pada tahap ini dilakukan pengurutan jenis cacat dari yang paling dominan pada produk urea prill, menghitung DPMO, dan menghitung kevel sigma.
5.2.1. Analisis Penentuan Cacat Dominan Urea Prill
Tahap awal pada measure yaitu menentukan cacat dominan dari produk urea prill 50 kg, dari hasil perhitungan persentase cacat yang dilakukan mendapatkan hasil sebagai berikut:
Cacat kumulatif kemasan yang sobek = .
. ∗ + = , %
Cacat kumulatif timbangan yang tidak sesuai = .
. ∗ + = , %
Cacat kumulatif jahitan kemasan yang terbuka = .
. ∗ + = , %
Dari hasil perhitugan dapat dilihat bahwa cacat kemasan yang sobek menjadi faktor yang memiliki pengaruh paling dominan sebesar 14.394 unit dengan persentase cacat sebesar 59,62%, kemudian penyebab kedua cacat berat timbangan yang tidak sesuai sebesar 8.522 unit dengan persentase cacat sebesar 35,30%, dan yang terakhir yaitu cacat jahitan yang terbuka sebesar 1.220 unit dengan persentase cacat sebesar 5,08%.
5.2.2. Analisis Menghitung Level Sigma
Tahap selanjutya setelah menentukan cacat dominan pada tahap measure kemudian menghitung level sigma dengan cara menghitung nilai DPMO terlebih dahulu yang kemudian dikonversikan kedalam level sigma. Dari hasil perhitungan DPMO produk urea prill 50 kg selama periode September 2013 – Agustus 2014 didapatkan
(51)
nilai DPMO sebesar 943. Kemudian pada periode September 2013 – Agustus 2014 bila dikonversikan kedalam nilai sigma didapatkan nilai level sigma sebesar 4,61. Hal ini menunjukan bahwa selama periode ini level sigma yang dihasilkan telah memenuhi standar perusahaan di Indonesia sebesar 4.
5.3. Analisis Tahap Analyze
Pada tahap analyze ini untuk memperjelas dan mengidentifikasikan faktor penyebab cacat akan dibantu dengan sebuah tools berupa diagram sebab akibat (cause-effect diagram). Dalam diagram sebab akibat jenis cacat akan diklasifikasikan berdasarkan sumber penyebabnya yaitu manusia, mesin, material, metode.
1. Cacat Kemasan Sobek
Dari hasil pengolahan data tahap analyze menggunakan diagram sebab akibat, maka didapatkan hasil untuk cacat kemasan sobek sebagai berikut:
Material
Penyebab material menjadi faktor dari cacat kemasan sobek dikarenakan kualitas bahan kemasan yang buruk sehingga bahan kemasan mudah sobek dan rajutan kemasan yang tidak rapi sehingga mengakibatkan kemasan yang berlubang.
Manusia
Penyebab manusia menjadi faktor dari cacat kemasan sobek dikarenakan pekerja yang kurang paham standar menumpuk dalam gudang, mengangkut produk kedalam truk, dan kurangnya pengalaman dan pelatihan yang mengakibatkan skill pekerja kurang ahli dalam menjahit kemasan.
Metode
Penyebab metode menjadi faktor dari cacat kemasan sobek dikarenakan kurangnya pemahaman buruh tentang metode batasan maksimal dalam menyimpan dan menumpuk suatu barang didalam gudang
(52)
Mesin
Penyebab mesin menjadi faktor dari cacat kemasan sobek dikarenakan buruh yang memakai alat bantu berupa gancu yang dinilai tidak sesuai. Dikarenakan dapat membuat kemasan menjadi sobek
2. Berat Timbangan Tidak Stabil
Dari hasil pengolahan data tahap analyze menggunakan diagram sebab akibat, maka didapatkan hasil untuk cacat berat timbangan yang tidak sesuai sebagai berikut:
Mesin
Penyebab mesin menjadi faktor dari cacat timbangan yang tidak sesuai dikarenakan tingkat akurasi mesin yang berjalan tidak sesuai standar dan daya mesin yang tidak stabil dikarenakan kebocoran oli didalam mesin
Manusia
Penyebab manusia menjadi faktor dari cacat timbangan yang tidak sesuai dikarenakan tingkat konsentrasi pekerja yang kurang teliti pada saat pengisisan, faktor fisik disebabkan kelelahan dikarenakan berhadapan terus menerus dengan mesin bagging, dan kemampuan pekerja pada saat proses pengisian yang kurang pengalaman.
Metode
Penyebab metode menjadi faktor dari cacat timbangan yang tidak sesuai dikarenakan metode penjadwalan mesin yang terlalu lama 1 tahun dalam sekali perawatan dan metode penjadwalan penggunaan mesin
Material
Penyebab material menjadi faktor dari cacat berat timbangan tidak sesuai dikarenakan kualitas bahan kemasan yang buruk sehingga bahan kemasan mudah sobek dan rajutan kemasan yang tidak rapi sehingga mengakibatkan kemasan yang berlubang.
3. Cacat Jahitan Yang Terbuka
Dari hasil pengolahan data tahap analyze menggunakan diagram sebab akibat, maka didapatkan hasil untuk cacat jahitan yang terbuka sebagai berikut:
(53)
Mesin
Penyebab mesin menjadi faktor dari cacat jahitan yang terbuka dikarenakan jahitan jarum yang tidak stabil mengingat umur mesin yang sudah tua dan daya mesin yang tidak stabil mengakibatkan mesin bekerja kurang optimal.
Material
Penyebab material menjadi faktor dari cacat jahitan yang terbuka dikarenakan kualitas bahan kemasan yang akan dijahit mudah sobek apabila dijahit terlalu tepi atau pinggir dan rajutan kemasan yang tidak rapi mengakibatkan operator mengalami kesulitan pada saat kemasan akan dijahit.
Manusia
Penyebab manusia menjadi faktor dari cacat jahitan yang terbuka dikarenakan kurangnya kehlian pekerja dalam memakai mesin jahit kemasan serta pekerjaan dari pekerja yang tergesa-gesa sehingga tidak rapi
Metode
Penyebab metode menjadi faktor dari cacat jahitan yang terbuka dikarenakan lamanya pergantian shift untuk mesin yang beroprasi mengingat umur mesin yang sudah tua.
5.4. Analisis Improve
Pada tahap improve yang merupakan tahap lanjutan dari analyze yaitu memberikan rekomendasi-rekomendasi perbaikan dari penyebab cacat adalah akibat berat timbangan yang tidak sesuai, kemasan yang sobek, jahitan kemasan yang terbuka, dan urea yang terkontaminasi.. Dalam memberikan hasil rekomendasi menggunakan metode 5w + 1h didapatkan hasil secara keseluruhan sebagai berikut: 1. Orang yang akan menjadi pekerja atau buruh pada unit bagging sebaiknya diberikan pelatihan dan pemahaman tentang kualitas sebuah produk dan standar prosedur dalam tahapan melakukan proses bagging. Agar nantinya pekerja dan buruh yang bekerja pada unit bagging memahami bagaimana tahapan proses pekerjaanya agar hasilnya karyawan dan buruh dapat bekerja lebih optimal, dan dapat memahami pentingnya sebuah mutu dan kualitas yang terdapat pada produk yang akan dipasarkan.
(54)
2. Pemilihan bahan kemasan yang baik agar kemasan tidak mudah sobek dan terbuka pada saat proses produksi sehingga produk yang berada dalam kemasan tidak tumpah bahkan sampai tercecer keluar kemasan.
3. Pembuatan jadwal perawatan mesin yang diperhatikan kembali lamanya periode tiap kali perawatan. Karena hampir seluruh mesin yang dipakai sudah berumur lebih dari 20 tahun.
4. Pembuatan jadwal pemakaian mesin pada unit bagging yang lebih diperhatikan lagi.
5. Pemberian asupan gizi bagi karyawan dan buruh harus diperhatikan dan sesuai dengan tingkat pekerjaannya.
6. Pemahaman kepada buruh tentang batas maksimal tumpukan didalam gudang, karena apabila terlalu banyak tumpukan tersebut dalam mengakibatkan urea yang berada di paling bawah terkontaminasi dan akhirnya menggumpal.
7. Pemberian sanksi atau teguran terhadap buruh yang bekerja tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan.
(55)
Bab 6
Kesimpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di PT Pupuk Kujang maka didapatan hasilnya sebagai berikut:
1. Jenis-jenis cacat di unit bagging PT Pupuk Kujang Cikampekyaitu: a. Cacat berat timbangan yang tidak sesuai.
b. Cacat kemasan yang sobek.
c. Cacat jahitan kemasan yang terbuka.
2. Proses penyebab cacat di unit bagging PT Pupuk Kujang Cikampekyaitu: a) Proses pengisian urea kedalam kemasan.
b) Proses menjahit kemasan yang sudah terisi urea. c) Proses pengangkutan urea kedalam truk (loading truk). d) Proses menumpuk urea didalam gudang.
e) Proses memidahkan urea didalam gudang menggunakan forklift.
3. Dari hasil analisis didapatkan jenis cacat kemasan yang sobek menjadi cacat paling dominan yaitu sebesar 14.394 unit dengan persentase cacat sebesar 59,62%.
4. Pada periode September 2013 – Agustus 2014 PT Pupuk Kujang berada pada angka 943 cacat persejuta kesempatan untuk nilai dpmo dan telah mencapai level sigma sebesar 4,61.
5. Untuk mengatasi penyebab cacat yang terjadi di unit bagging maka rekomendasi yang diberikan untuk perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Diadakannya pelatihan proses pengemasan untuk para pekerja dan buruh yang akan dan telah menjadi pekerja PT Pupuk Kujang agar pekerja memahami pentingnya kualitas dan mutu dari sebuah produk.
b. Penjadwalan perawatan mesin yang sudah tua secara berkala agar mesin yang sudah tua bisa diawasi apabila bekerja tidak maksimal.
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Gaspersz, Vincent. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Admiraldi, Yodia. (2011). Kajian Proses Produksi Dan Pengendalian Mutu Proses Pengemasan Pupuk Urea Di PT Pupuk Kujang. Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Raharja, Indra. (2011). Usulan Perbaikan Kualitas Dengan Mengurangi Jumlah Produk Yang Di Recycle Menggunakan Metode Lean Six Sigma Di PT. Pupuk Kujang Cikampek. Tugas Akhir. Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom.
Syukron, A., & Kholil, M. (2013). Six Sigma Quality for Business Improvement. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Priantoro, Rudy, C. (2012). Konsep Pengendalian Mutu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
(2)
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan ke Hadirat Illahi Rabbi, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini.. Tak lupa pula shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan pada junjunan kita Nabi Muhammad S.A.W. pada keluarganya pada sahabatnya dan pada kita selaku umatnya.
Tujuan penulisan dari Laporan Tugas Akhir ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program S1 Program Studi Teknik Industri Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung. Walaupun dalam penelitian masih menemukan kesulitan, tetapi berkat bantuan moril dan materil peneliti dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir. ini
Atas dasar itulah, dalam kesempatan ini banyak ucapan terima kasih yang ingin peneliti ucapkan kepada pihak–pihak yang telah membantu. Diantaranya adalah: 1. Orang tua, saudara - saudara kami dan segenap keluarga tercinta serta
teman-teman terdekat yang telah banyak memberikan Do’a dan dukungan moril dan
materil tentunya kepada kami selama ini.
2. Bapak Iyan Andriana, MT. selaku Pembimbing Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri Unikom-Bandung.
3. Bapak Asep Saepudin Sebagai pembimbing di perusahaan PT Pupuk Kujang. 4. Ibu Dr. Henny, ST., MT. sebagai Ketua Program Studi Teknik Industri
Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung.
5. Bapak Alam Santosa, MT. selaku Penguji Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri Unikom-Bandung.
6. Kepada kawan-kawan teknik industri 2010 yang telah memberikan dukungan dan bantuannya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan ini.
7. Kepada semua pihak yang telah membantu dan turut terlibat didalam penyusunan penelitian ini yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. Sehingga laporan tugas akhir ini dapat selesai. TERIMA KASIH.
(3)
v
Akhirnya peneliti berharap Risalah ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pihak lain yang memerlukan. Dalam menyusun Laporan Tugas Akhir ini, peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam menyusun Laporan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar dapat memperbaiki dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
Bandung, Februari 2015
(4)
(5)
ii
Lembar Pernyataan
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Garna Wibawa Rainsya NIM : 10310013
Menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul PENGENDALIAN KUALITAS PROSES PENGEMASAN PUPUK UREA DI PT. PUPUK KUJANG
CIKAMPEK adalah hasil karya sendiri dan bukan merupakan duplikasi sebagian
atau seluruhnya dari hasil karya orang lain yang pernah dipublikasikan atau yang sudah pernah dipakai untuk mendapatkan gelar di Universitas lain, kecuali pada bagian dimana sumber informasi dicantumkan dengan cara referensi yang semestinya.
Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya secara sadar dan bertanggung jawab penuh tanpa melibatkan pihak lain serta bersedia menerima sanksi hokum dan akademik apabila terbukti melakukan duplikasi terhadap Tugas Akhir yang sudah ada.
(6)