Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR JERUK
LIMA NEGARA ANGGOTA ASEAN (ASEAN-5) DARI CHINA

HAMID JAMALUDIN MUHRIM

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Hamid Jamaludin Muhrim
NIM H34104008

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait. 

ii

ABSTRAK
HAMID JAMALUDIN MUHRIM. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor
Jeruk Lima Negara Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China. Dibimbing oleh
AMZUL RIFIN.
Perdagangan internasional telah mulai berkembang sejak didirikannya General
Agreement on Tarif and Trade (GATT) pada tahun 1947. GATT ditujukan untuk
memperluas perdagangan internasional. Kemudian berdiri pula World Trade
Organization (WTO) yang merupakan organisasi internasional yang juga bertujuan
untuk membantu perkembangan perdagangan internasional di negara-negara
berkembang. Kegiatan perdagangan internasional antara negara-negara ASEAN

dan China telah dimulai sejak lama dan semakin dipermudah semenjak dibentuknya
sebuah kesepakatan Asean-China Free Trade Area (ACFTA). Salah satu komoditas
yang diperdagangkan antara negara ASEAN dan China adalah jeruk. Kesepakatan
ACFTA telah merubah nilai impor jeruk China di negara ASEAN-5 (Indonesia,
Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand). Oleh karena itu penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi impor jeruk China ke negara ASEAN-5 serta menganalisis
pengaruh penerapan kebijakan ACFTA terhadap aliran perdagangan jeruk China ke
negara ASEAN-5. Penelitian ini menggunakan alat analisis Gravity Model. Hasil
analisa menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap impor
jeruk China adalah variabel jarak ekonomi antara negara China dan negara
ASEAN-5, nilai tukar, GDPriil China dan GDPriil negara ASEAN-5, sedangkan
variabel dummy ACFTA yang merupakan parameter pengaruh penerapan kebijakan
ACFTA pada tahun 2006 tidak berpengaruh signifikan.
Kata kunci : Impor Jeruk, China, ASEAN-5, ACFTA, Gravity Model

ABSTRACT
HAMID JAMALUDIN MUHRIM. Determinant of Five ASEAN Countries
(ASEAN-5) Oranges Import from China. Supervised by AMZUL RIFIN.
International trade has growth since General Agrrement on Tarif and Trade (GATT)

established. Then, World Trade Organization (WTO) was established to develop
international trade on developing country. International trade between China and
ASEAN countries has begun since many years ago, and ACFTA widen the
opportunity of international trade. Oranges is one of the traded comodity between
China and ASEAN countries. ACFTA agreement has changed the China oranges
import value to ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, and
Thailand). The purpose of this study are (1) to determine the determinant of China
oranges import to ASEAN-5 and (2) to analyze the effect of ACFTA policy on
China oranges trade balance to the ASEAN-5. The gravity model that has been used
showed that economic distance, exchanged rate, China real GDP, and ASEAN real
GDP are significantly effected the China oranges import. Meanwhile, ACFTA
membership (dummy variable) as an ACFTA policy parameters is not significantly
effected the China oranges Import.
Keywords: Oranges Import, China, ASEAN-5, ACFTA, Gravity Model

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR JERUK
LIMA NEGARA ANGGOTA ASEAN (ASEAN-5) DARI CHINA

HAMID JAMALUDIN MUHRIM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Program Studi Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

vi

Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara
Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China
Nama
: Hamid Jamaludin Muhrim
NIM
: H34104008

Disetujui oleh

Dr Amzul Rifin, SP MA
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS

Ketua Departemen

Tanggal:

Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara
Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China
Nama
: Hamid J amaludin Muhrirn
: H34104008
NIM

Disetujui oleh

Dr Arnzul Rifin, SP MA
Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal:


26 FEB 2014

viii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini
ialah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara Anggota
ASEAN (ASEAN-5) dari China.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin, SP, MA
selaku pembimbing, Ibu Dr Ir Netti Tinaprila, MM dan Ibu Eva Yolynda, SP,
MM yang telah banyak memberikan saran pada saat ujian sidang skripsi, serta
Ibu Tintin Sarianti, SP, MM yang telah banyak memberikan saran pada saat
kolokium, Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh
pihak yang telah membantu selama pengumpulan data dan proses pembuatan
skripsi ini sampai dengan selesai. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa kajian mengenai karya ilmiah ini masih jauh dari
sempurna. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Februari 2014
Hamid Jamaludin Muhrim

x

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah

6
Tujuan Penelitian
7
Manfaat Penelitian
7
Ruang Lingkup Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
8
Perdagangan Internasional
8
ASEAN-China Free Trade Area
9
Agribisnis Jeruk
11
Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
11
KERANGKA PEMIKIRAN
12
Kerangka Pemikiran Teoritis

12
Teori Perdagangan Internasional
12
Teori Perdagangan Bebas
14
Teori Keunggulan Komparatif
15
Model Gravitasi (Gravity Model)
15
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) 17
Kurs
17
Jarak
17
Model Regresi Panel Data
18
Kerangka Pemikiran Operational
18
Hipotesis Penelitian
19

METODE PENELITIAN
20
Jenis dan Sumber Data
20
Metode Analisis Data
20
Formulasi Model
20
Pengujian Asumsi Dasar Analisis Regresi
22
Normalitas
22
Autokorelasi
22
Heteroskedastisitas
23
Multikolinieritas
23
Pemilihan Model untuk Pengolahan Data Panel
23
Chow Test
24
Hausman Test
24
Pengujian Model
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
25
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk dari China ke Negara
ASEAN-5
25
Estimasi Model Aliran Impor Jeruk dari China ke ASEAN-5
25
Interpretasi Model Aliran Impor Jeruk dari China ke Negara ASEAN-5 27

xii

Jarak Ekonomi China dengan ASEAN-5 (EDij)
Nilai Tukar Yuan Terhadap Local Currency Unit (LCU) (ERij)
Gross Domestic Product China (GDPi)
Gross Domestic Product Negara ASEAN-5 (GDPj)
Pemberlakuan Secara Penuh Kebijakan ACFTA Terhadap
Komoditas yang Termasuk Kategori EHP di Tahun 2006
(dummy ACFTAij)
Implikasi Kebijakan ACFTA terhadap Perdagangan Jeruk China ke
ASEAN-5
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

27
28
29
31

33
33
34
34
35
35
38

DAFTAR TABEL
1 Nilai Perdagangan Negara Anggota ASEAN dengan China.
Tahun 2002-2011 (dalam Milliar US$)
2 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Buah-Buahan China ke Negara
ASEAN-5, Tahun 2008-2011 (dalam US$)
3 Perkiraan Permintaan dan Konsumsi Buah di Indonesia
4 Perbandingan Produksi Jeruk Indonesia dan China
5 Jumlah Ekspor Jeruk China ke Negara ASEAN-5 Tahun 2005-2011 (kg)
6 Sepuluh Negara Produsen Lima Varietas Jeruk Tertinggi di Dunia
Tahun 2010 (Ton)
7 Deskripsi Variabel (N=55)
8 Distribusi Nilai Statistik Durbin-Watson dan Kesimpulannya
9 Hasil Estimasi Model Aliran Perdagangan Impor Jeruk Negara
ASEAN-5 dari China
10 Perbandingan Harga Jeruk Impor China dengan Jeruk Impor Australia
dan Amerika di Negara ASEAN-5 pada Tahun 2006-2012 (US$/Ton)
11 Perkembangan Nilai Tukar Mata Uang Yuan terhadap LCU
(LCU/Yuan)
12 Nilai dan Pertumbuhan GDP riil China serta Pertumbuhan Volume
Impor Jeruk China tahun 2002-2012

3
4
5
5
6
6
21
23
26
28
29
30

DAFTAR GAMBAR
1 Pangsa Ekspor ke China dan Sumber Impor China dari Negara-Negara
ASEAN tahun 2001-2008
2 Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional
3 Dampak Adanya Tarif Terhadap Harga dan Jumlah Barang Impor
4 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
5 Perkembangan Volume Ekspor Jeruk China ke Seluruh Dunia Tahun
2002-2012 (kg/tahun)
6 Perkembangan Volume Impor Jeruk Negara ASEAN-5 Tahun 2006-2012
dari China, Pakistan, Amerika, Spanyol dan Australia (kg/tahun)
7 Pertumbuhan GDPriil Negara ASEAN-5 tahun 2002-2012 (US$)

4
13
15
19
30
32
34

DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji Chow terhadap Model Awal (cross-section: random)
2 Output Hasil Olahan Eviews terhadap Estimasi Model Aliran
Perdagangan Jeruk China di Pasar ASEAN-5
3 Uji Asumsi pada Model
4 Perkembangan Nilai Impor Jeruk China di ASEAN-5 (US$)
5 Perkembangan Jarak Ekonomi China ke Negara ASEAN-5 (US$)
6 Perkembangan GDPriil negara ASEAN-5 (US$)

38
39
40
42
42
42

xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perdagangan internasional telah mulai berkembang sejak didirikannya
General Agreement on Tarif and Trade (GATT) pada tahun 1947. GATT ditujukan
untuk memperluas perdagangan internasional. Kemudian berdiri pula World Trade
Organization (WTO) yang merupakan organisasi internasional yang juga bertujuan
untuk membantu perkembangan perdagangan internasional di negara-negara
berkembang.
Perkembangan teknologi mengakibatkan konektivitas antar daerah mudah.
Hal ini berdampak semakin berkembang dengan pesat perekonomian dunia
sehingga lalu lintas informasi, barang dan jasa antar negara semakin mudah.
Kondisi ini mengakibatkan berubahnya pola hubungan perdagangan antar negara
yang sebelumnya bersifat multilateral, maka saat ini cenderung bersifat bilateral
atau regional.
Era perdagangan bebas di ASEAN salah satunya ditandai dengan adanya
kesepakatan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), hal ini merupakan suatu
kesepakatan antara negara-negara ASEAN dengan China untuk mewujudkan
kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatanhambatan perdagangan barang baik tarif maupun non-tarif. Peningkatan aspek
pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek
kerjasama ekonomi untuk mendorong perkonomian para pihak ACFTA dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China.
Kerangka kerjasama ekonomi secara komprehensif (The Framework
Agreement on Comprehensive Economic Cooperation) sebagai dasar terbentuknya
kesepakatan perdagangan bebas antara ASEAN dan China telah ditandatangani
pada November 2002. Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between ASEAN and The People’s Republic of China bertujuan untuk1:
1) memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan
investasi diantara negara anggota;
2) meliberalisasikan dan mendorong perdagangan barang dan jasa dan juga
menciptakan rezim investasi yang fasilitatif dan transparan;
3) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling
menguntungkan kedua belah pihak;
4) memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru
ASEAN dan menjembatani gap yang ada di antara negara anggota.
Kemudian pada tahun 2004, para pemimpin ASEAN bertemu kembali dengan
China untuk menandatangani Agreement on Trade in Goods of the Framework
Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of
Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China. Perjanjian ini
mencakup pengurangan atau penghapusan tarif barang yang dibagi dalam Normal
Track dan Sensitive Track, diluar Early Harvest Program (EHP), yang mulai
berlaku pada 1 Januari 2005.
1

http://www.asean.org/communities/asean-economic-community/item/framework-agreement-on-comprehensiveeconomic-co-operation-between-asean-and-the-people-s-republic-of-china-phnom-penh-4-november-2002-3.
Diakses
pada tanggal 15 Desember 2012

2

Early Harvest Program (EHP) adalah program penurunan tarif bea masuk
antara ASEAN dan China dengan tujuan mempercepat implementasi penurunan
tarif barang. Program ini mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2004 dan
diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 0% pada tahun 2006. Program ini
telah diimplementasikan oleh Indonesia dengan menerbitkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 355/KMK.01/2004 (EHP ASEAN-China, terdiri dari 527 pos
tarif) dan 356/KMK.01/2004 (EHP Bilateral Indonesia-China, terdiri dari 46 pos
tarif). Tarif bea masuk produk-produk ini akan menjadi 0% pada tahun 2006, baik
di Indonesia maupun di China. Normal Track adalah program penurunan tarif bea
masuk antara ASEAN dan China, yang sudah mulai diberlakukan pada tanggal 1
Juli 2005 dan diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 0% pada tahun 2010
dengan pengecualian sejumlah pos tarif yang dapat diturunkan menjadi 0% pada
tahun 2012. Program normal track diperkirakan meliputi lebih dari 9.000 pos tarif.
Sensitive Track (Normal Sensitive dan Highly Sensitive) adalah program penurunan
tarif bea masuk antara ASEAN dan China yang dilakukan lebih lambat dari normal
track. Sesuai kesepakatan, produk yang masuk sensitive track memiliki tarif
maksimum 20% pada tahun 2012 dan diturunkan secara bertahap sehingga menjadi
5% pada tahun 2018. Sedangkan tarif bea masuk produk highly sensitive tidak boleh
melebihi 50% pada tahun 2015. Program ini dirumuskan bersama-sama dengan
normal track dan akan ditetapkan dalam satu paket sebagai implementasi dari
Agreement on Trade in Goods ASEAN-China FTA yang ditandatangani pada bulan
November 2004 di Vientiane, Laos2.
Produk-produk yang masuk dalam kategori EHP antara lain : binatang hidup,
ikan, dairy products, tumbuhan, sayuran, buah-buahan, kopi, minyak kelapa/CPO,
coklat, barang dari karet, dan perabotan. Produk kategori sensitive list terdiri dari:
barang jadi kulit: tas, dompet; alas kaki: sepatu sport, casual, kulit; alat musik:
tiup, petik, gesek; mainan: boneka; kacamata; alat olah raga; alat tulis; besi dan
baja; spare part; alat angkut; glokasida dan alkaloid nabati; senyawa organik;
antibiotik; kaca; barang-barang plastik. Sedangkan produk pertanian : beras, gula,
jagung dan kedelai; produk industri tekstil dan produk tekstil (ITPT); produk
otomotif; produk ceramic tableware masuk kedalam kategori highly sensitive list3.
Kesepakatan kerjasama ACFTA bagi sebagian pengusaha dan ahli ekonomi
merupakan kesepakatan yang dianggap akan mendatangkan keuntungan, akan
tetapi sebagian lagi menganggap kesepakatan tersebut akan mengakibatkan
kerugian. Produk-produk China yang terkenal murah, menjadi pertimbangan bagi
berbagai pihak yang menentang kebijakan tersebut, karena produk-produk impor
dari China diperkirakan akan menguasai pasaran.
Nilai perdagangan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China
semakin menunjukkan peningkatan akibat adanya kesepakatan perjanjian ACFTA.
Pada Tabel 1 diperlihatkan bahwa pada kurun waktu tahun 2002-2011, nilai
perdagangan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China cenderung
meningkat.

2
3

http://www.tarif.depkeu.go.id/Data/Article/mfn.htm. Diakses pada tanggal 10 Februari 2013
http://ditjenkpi.kemendag.go.id/Umum/Regional/Win/ASEAN%20-%20China%20FTA.pdf. Diakses pada tanggal 10
Februari 2013

3

Tabel 1
Negara
Indonesia
Malaysia
Singapura
Thailand
Filipina
Myanmar
Brunei
Darussalam
Kamboja
Viet Nam
Laos
Ekspor
ASEAN
Indonesia
Malaysia
Singapura
Thailand
Filipina
Myanmar
Brunei
Darussalam
Kamboja
Viet Nam
Laos
Impor
ASEAN

Nilai Perdagangan Negara Anggota ASEAN dengan China Tahun 20022011 (dalam Milliar US$)
2002
57.16
93.28
125.04
66.11
35.21
2.45

2003
61.06
104.98
159.90
80.45
36.23
4.46

2004
71.58
126.51
198.55
97.36
39.68
1.99

2005
85.66
140.47
229.80
109.62
41.25
3.12

2006
100.80
157.23
271.61
121.58
47.41
3.51

2007
114.10
176.21
299.30
153.57
50.47
5.93

2008
137.02
194.50
338.18
174.97
49.03
6.62

2009
116.51
156.89
269.83
152.50
38.33
6.34

2010
157.78
198.61
351.18
193.31
51.43
7.60

2011
203.50
228.24
409.45
222.58
48.04
8.13

2.69
1.92
0.00
0.00

3.21
2.12
0.00
0.14

5.06
2.51
26.02
0.11

6.37
3.09
28.58
0.17

7.62
3.51
37.03
0.40

7.65
3.91
48.29
0.38

10.27
4.36
61.78
0.83

7.15
4.99
56.69
1.24

8.84
5.60
72.24
1.55

12.44
6.70
96.91
1.75

383.85
31.29
78.80
116.34
62.73
35.43
2.12

452.56
32.55
83.52
136.22
75.76
37.50
1.84

569.37
46.52
105.28
173.54
95.30
44.04
1.93

648.15
57.70
114.21
200.16
117.99
47.42
1.63

750.71
61.07
128.32
238.48
127.11
51.77
2.12

859.80
74.47
146.91
263.15
139.97
55.51
2.79

977.54
129.20
144.30
319.78
177.57
56.65
3.79

810.47
96.83
123.33
245.78
133.77
45.53
3.85

1048.15
135.66
164.62
310.39
182.92
58.23
4.20

1237.72
177.44
187.59
365.72
228.79
62.74
8.57

1.60
1.66
0.00
0.00

1.35
2.91
0.00
0.34

1.51
2.00
31.83
0.50

1.50
2.82
32.59
0.70

1.49
2.92
40.24
0.59

2.10
3.68
61.69
0.71

2.51
4.42
79.58
1.80

2.45
3.90
69.23
1.72

2.44
4.80
84.84
1.91

2.94
6.12
106.75
2.21

329.96

371.98

502.48

576.74

654.10

750.98

919.59

726.41

950.01

1148.86

Sumber: ASEANstats, ASEAN Secretariat 2012

Gambar 1 memperlihatkan bahwa China termasuk mitra dagang penting
bagi negara anggota ASEAN sebagai negara tujuan ekspor. Rata-rata pangsa ekspor
ke Cina oleh negara ASEAN dari 2001-2008 bervariasi namun secara umum cukup
tinggi. Pangsa pasar ekspor Indonesia ke Cina tercatat sebesar 7%. Sedangkan
negara anggota ASEAN juga merupakan mitra dagang penting bagi China terutama
untuk pasokan bahan baku. Pangsa impor China dari Singapura tercatat sebesar
35% dari total impor dari ASEAN atau merupakan pangsa tertinggi di antara negara
ASEAN lainnya. Sementara pangsa impor barang dari Indonesia sebesar 13% dari
total impor dari ASEAN. Perdagangan antara ASEAN dan Cina mempunyai
kecenderungan untuk terus meningkat hal ini menunjukkan pentingnya menjaga
aktivitas perdagangan antara ASEAN dan China bagi. Dengan demikian adanya
ACFTA merupakan salah satu gerbang terciptanya potensi perdagangan yang
semakin besar.
Salah satu produk yang diperdagangkan antara China dan negara-negara
ASEAN yaitu buah-buahan. Jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang
menjadi komoditas unggulan China untuk diekspor ke negara lain. Seiring dengan
dibukanya jalur perdagangan bebas ACFTA dan penetapan tarif 0% bagi komoditas
yang termasuk ke dalam kategori EHP pada tahun 2006 bagi lima negara anggota
ASEAN, maka pemenuhan permintaan masyarakat akan buah jeruk semakin dapat
dengan mudah dipenuhi. Hal ini karena produk buah-buahan dari China semakin
mudah ditemui di pasar domestik sehingga mengakibatkan persaingan antara
produk lokal dan produk impor semakin tinggi (Tabel 2).

4

Gambar 1 Pangsa Ekspor ke China dan Sumber Impor China dari Negara-Negara
ASEAN Tahun 2001-2008
Sumber : Ibrahim et al., 2010

Sebagai contoh, angka total impor produk buah-buahan Indonesia sebesar
US$ 735 juta pada tahun 2011. Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) impor Indonesia terhadap komoditi jeruk mandarin dari China
mengalami peningkatan yang signifikan yaitu senilai US$85 352 866 pada JanuariMaret 2011, sedangkan pada periode yang sama tahun 2010 masih sebesar US$68
103 952. Hal tersebut menunjukkan peningkatan impor sebesar 25.32 persen4.
Tabel 2 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Buah-Buahan China ke Negara
ASEAN-5, Tahun 2008-2011 (dalam US$)
Negara
Malaysia
Thailand
Singapura
Filipina
Indonesia

2008
3 295 320
8 007 091
314 863
316 049
74 073

2009
3 579 610
30 595 502
157 452
316 847
872 123

2010
6 241 916
42 303 699
212 135
719 855
645 671

2011
13 415 164
54 495 524
571 562
2 635 278
1 059 696

Sumber: UN Comtrade 2012

Peningkatan nilai impor jeruk dari China ini disebabkan karena harga jual
jeruk dari China yang lebih rendah dibandingkan jeruk lokal Indonesia. Harga jual
jeruk China yang rendah disebabkan China sudah memiliki kawasan produksi buahbuahan dan sayuran yang memadai, baik dari sisi luas maupun teknologi
penanamannya. Sehingga mereka bisa memproduksi buah-buahan dan sayuran
terus-menerus sepanjang tahun tanpa harus terhambat masalah cuaca. Pada tahun
2008 harga jeruk segar sebesar $0.57 per pound. Sedangkan harga jual jeruk lokal
Indonesia ditetapkan berdasarkan pola kemitraan usaha yang closed system, yaitu
petani peserta proyek/plasma diharuskan menjual hasil produksi jeruk kepada pihak
inti (mitra) dengan harga yang disepakati melalui nota kesepakatan/perjanjian
kerjasama dengan berpedoman pada harga pasar dan atau perpatokan pada biaya
produksi ditambah keuntungan petani sebesar 10% dari biaya produksi. Hal ini
dimaksudkan untuk memperbesar margin pasar yang dapat dinikmati oleh petani,
yang selama ini hanya menikmati 22 - 29% dari harga yang dibayar oleh konsumen
4

http://rkpfmwonogiri.com/2012/03/import-buah-china-semakin-menggila. Diakses pada tanggal 9 November 2012

5

(Kasus di Kalimantan Barat). Untuk jeruk hasil produksi di lahan basah (dataran
rendah) harga jual ditingkat petani yang digunakan sebagai dasar perhitungan
dalam aspek keuangan dibedakan atas 3 grade yaitu grade A Rp 2 100 per Kg,
grade B Rp 2 000 per Kg dan grade C Rp1 250. Untuk analisis keuangan harga
jeruk dataran tinggi diasumsikan rata-rata sebesar Rp 1 300 per Kg (Balitjestro,
2013).
Jika besaran konsumsi buah perkapita sebesar 57.92 Kg per minggu pada
tahun 2010 dengan perkiraan 78.74 Kg per minggu pada tahun 2015, maka
konsumsi jeruk penduduk Indonesia diperkirakan naik dari 1 390.08 (1000 ton)
pada tahun 2010 menjadi 2 000.00 (1000 ton) pada tahun 2015 (Tabel 3).
Berdasarkan anjuran FAO, untuk memenuhi kebutuhan buah-buahan per kapita
pertahun minimal 60 Kg. Atas dasar anjuran FAO tersebut maka konsumsi buahbuahan di Indonesia masih sangat rendah yakni hanya 57.92 Kg perkapita pada
tahun 2010.
Tabel 3 Perkiraan Permintaan dan Konsumsi Buah di Indonesia
Tahun
2005
2010
2015

Total buah
Populasi
Penduduk
Konsumsi
Total Konsumsi
(Juta)
/kapita (Kg)
(1000 ton)
227 000
45.70
10 373.90
240 000
57.92
13 900.80
254 000
78.74
19 999.96

Konsumsi Jeruk 10%
dari Buah Total (1000
ton)
1 037.39
1 390.08
2 000.00

Sumber: PKBT-IPB 2005

Jika melihat kondisi jumlah produksinya, produksi jeruk China jauh lebih
besar dari jumlah jeruk lokal Indonesia (Tabel 4). Oleh karena itu, jeruk China
banyak yang menjadi komoditas ekspor.
Tabel 4 Perbandingan Produksi Jeruk Indonesia dan China
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Indonesia (ton)
691 433
968 132
1 529 824
2 071 084
2 214 019
2 565 543
2 625 884
2 467 632
2 131 768
2 028 904
1 818 949
1 611 784

Sumber : BPS 2013 dan USDA 2013
Ket : NA= data tidak tersedia

China (ton)
11 607 000
11 990 000
13 454 000
14 958 000
15 919 000
17 898 000
20 583 000
23 313 000
25 211 020
26 452 000
NA
NA

6

Perumusan Masalah
Kegiatan perdagangan antar negara terjadi karena adanya kebutuhan untuk
memenuhi permintaan pasar akan suatu produk dari suatu negara karena produk
tersebut tidak dapat dipenuhi oleh produksi dari dalam negeri itu sendiri dan juga
karena adanya kemampuan negara lain untuk memproduksi lebih banyak barang
tersebut. Pemenuhan kebutuhan akan produk tersebut salah satunya dilakukan
dengan cara mengimpor dari negara yang menghasilkan lebih banyak produk
tersebut.
Banyak sekali bentuk kerjasama antar negara dalam rangka pemenuhan
kebutuhan negaranya. Salah satunya yaitu adanya kerjasama ASEAN-China Free
Trade Area (ACFTA). Kerjasama ini melibatkan negara China dan negara-negara
anggota ASEAN dimana kerjasama ini mengakibatkan berbagai dampak yang dapat
dirasakan oleh kedua belah pihak baik oleh negara-negara anggota ASEAN maupun
China.
Penerapan ACFTA bagi negara-negara anggota ASEAN akan sangat
berdampak terhadap perekonomian masing-masing negara sehingga kemampuan
bersaing dari produk dalam negeri harus ditingkatkan demi menghadapi masuknya
produk dari China. Peningkatan nilai perdagangan antar negara-negara ASEAN dan
China merupakan salah satu indikator karena adanya penerapan perjanjian ACFTA.
Salah satu produk China yang nilai perdagangannya mengalami peningkatan yaitu
jeruk (Tabel 5), dimana China merupakan salah satu produsen jeruk utama hampir
pada semua jenis jeruk dalam produksi jeruk dunia (Tabel 6)
Tabel 5 Jumlah Ekspor Jeruk China ke Negara ASEAN-5 Tahun 2005-2011 (kg)
Negara
Indonesia
Malaysia
Singapura
Filipina
Thailand

2005
929 055
4 377 185
1 559 968
745 135
614 484

2006
438 740
8 079 877
1 075 083
127 950
339 530

2007
1 266 040
15 223 247
3 393 043
887 820
493 969

Tahun
2008
2009
2010
2011
3 273 738
4 605 695 5 347 885
4 080 100
23 331 532 29 781 402 28 664 021 14 766 864
3 660 456
3 596 325
2 240 248
776 777
1 766 255
3 226 255
3 351 260
4 356 261
1 507 475
529 880
1 334 887
1 350 566

Sumber: UN Comtrade 2013

Tabel 6 Sepuluh Negara Produsen Lima Varietas Jeruk Tertinggi di Dunia Tahun
2010 (Ton)
Tangerines,
Grapefruit (inc.
Citrus fruit, nes
pomelos)
Mandarins, Clem.
Negara
Produksi
Negara
Produksi
Negara
Produksi
China
10 142 430 China
4 888 588 China
2 884 820
Spanyol
1 708 200 Nigeria
3 488 400 Amerika
112 100
Brazil
1 122 730 India
781 800 Meksiko
400 934
Afrika
Turki
858 699 Kolombia
730 000
343 055
Selatan
Mesir
796 867 Guinea
236 400 Thailand
294 949
Jepang
786 000 Syria
205 200 India
260 600
Korea
614 871 Filipina
188 340 Turki
213 768
Pakistan
559 000 Arab Saudi
135 000 Israel
204 408
Amerika
540 682 Sierra Leone
108 400 Argentina
188 820
Maroko
472 834 Kenya
104 700 Sudan
183 000

Sumber : FAOSTAT 2010

Lemons and Limes

Oranges

Negara
India
Meksiko
Argentina

Produksi
Negara
2 629 200 Brazil
1 891 400 Amerika
1 113 380 India

China

1 058 105 China

5 003 289

Brazil
Amerika
Turki
Iran
Spanyol
Italia

1 020 350
800 137
787 063
706 800
578 200
522 377

4 051 630
3 120 000
2 401 020
2 393 660
2 028 900
1 710 500

Meksiko
Spanyol
Mesir
Italia
Indonesia
Turki

Produksi
18 101 700
7 477 920
5 966 400

7

Konsumsi akan buah jeruk di masing-masing negara berbeda-beda, sebagai
contoh konsumsi jeruk di Indonesia, berdasarkan hasil penelitian Desain dan
Analisis Agribisnis Jeruk IPB, perkiraan konsumsi jeruk di Indonesia sebesar
2 000 (1000 ton) pada tahun 2015. Kebutuhan ini belum bisa terpenuhi karena
produksi jeruk lokal di Indonesia sebesar 1 611,784 ton pada tahun 2012. Oleh
karena itu untuk memenuhi kebutuhan jeruk di Indonesia maka dilakukan impor
jeruk dari China
Tabel 5 menunjukkan peningkatan ekspor komoditas jeruk China ke lima
negara anggota ASEAN (ASEAN-5). Berdasarkan tabel tersebut, perubahan jumlah
ekspor jeruk China ke lima negara ASEAN-5 sangat dimungkinkan dipengaruhi
oleh berbagai faktor, baik faktor yang dipengaruhi oleh China ataupun oleh negara
ASEAN-5. Selain itu dengan adanya peningkatan jumlah ekspor jeruk China
kemungkinan besar jeruk dari China akan dapat mendominasi pasar di lima negara
tersebut apabila tidak mampu diimbangi oleh keberadaan jeruk lokal ataupun jeruk
impor dari negara lain.
Berdasarkan pemaparan diatas maka perlu dilakukan analisis mengenai
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi impor jeruk China di lima negara
ASEAN serta pengaruh kebijakan ACFTA terhadap aliran perdagangan jeruk China
ke lima negara anggota ASEAN. Pemilihan lima negara ASEAN tersebut diatas
didasari atas status negara tersebut sebagai negara yang telah sepenuhnya
menerapkan kebijakan ACFTA terhadap komoditas kategori EHP pada tahun 2006.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka tujuan
yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi impor jeruk negara ASEAN-5 dari China.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta sebagai
referensi bagi pihak-pihak berkepentingan sebagai berikut :
1. Pengambil kebijakan strategis baik di tingkat makro seperti Pemerintah dan di
tingkat mikro seperti para forecaster bisnis sebagai bahan dalam pengambilan
kebijakan baik yang bersifat ekspansif ataupun preventif.
2. Akademisi dan para pembaca umumnya yang membutuhkan informasi
mengenai aliran perdagangan jeruk China ke lima negara anggota (ASEAN-5).

Ruang Lingkup Penelitian
Untuk mempersempit pemaparan hasil analisis pada penelitian ini, maka
penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup perubahan nilai perdagangan komoditas
jeruk antara China dan lima negara anggota ASEAN sebelum dan sesudah
diberlakukannya ACFTA untuk komoditas kategori EHP pada tahun 2006.
1. Periode tahun analisis yang digunakan yaitu 11 tahun terakhir dari tahun 2002
sampai 2012.

8

2. Komoditas jeruk yang dianalisis dalam penelitian ini tidak membedakan jenis
jeruk.
3. Kode HS yang digunakan dalam analisis perdagangan jeruk China di pasar
internasional adalah HS 080510 dengan deskripsi oranges, fresh or dried.
4. Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini antara lain GDPriil
China, GDPriil negara ASEAN-5, nilai tukar, jarak ekonomi, dan keanggotaan
ACFTA dengan nilai impor jeruk China sebagai variabel tak bebasnya.
5. Negara pengimpor jeruk China yang dianalisis adalah Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura, dan Thailand.

TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional
Pemenuhan kebutuhan masyarakat pada suatu negara tidak semuanya dapat
dipenuhi sendiri oleh negara tersebut sehingga hal ini memicu adanya perdagangan
internasional melalui kegiatan ekspor-impor antar negara yang saling
membutuhkan. Selain hal tersebut, perdagangan internasional juga timbul karena
adanya keinginan dari suatu negara untuk dapat memperluas jaringan pemasaran,
dan memperbesar pendapatan negara.
Proses perdagangan internasional muncul akibat perbedaan sumber daya yang
dimiliki setiap negara di dunia. Dengan asumsi bahwa seluruh faktor produksi
domestik seperti lahan, tenaga kerja, dan modal adalah konstan, maka suatu negara
yang memiliki sumberdaya melimpah akan memperoleh keuntungan dengan
mengekspornya ke negara lain, serta mengimpor sumberdaya yang langka dari
negara lain (Muttaqin dan Suroso, 2004).
Pelaksanaan perdagangan internasional seringkali dibatasi oleh adanya
penerapan pajak dan pemberlakuan regulasi tarif pada barang impor. Akibat adanya
pembatasan-pembatasan melalui peraturan yang diberlakukan pada proses
perdagangan internasional maka muncullah kerjasama-kerjasama antar negara
berupa perdagangan bebas dengan tujuan untuk mempermudah proses perdagangan
internasional dari satu negara ke negara lainnya.
Terdapat beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya perdagangan bebas,
yaitu tersedianya pasar internasional yang luas selain dapat memperluas pasar
produk domestik juga dapat memacu pelaku usaha domestik untuk selalu berinovasi
dengan efisien dan efektif agar dapat bersaing di pasar dunia (Bowo, 2012).
Meiri (2013) melakukan penelitian dengan judul Analisis Daya Saing dan
Perdagangan Kopi Indonesia di Pasar Internasional menggunakan analisis RCA
untuk mengetahui daya saing kopi Indonesia di pasar internasional, analisis korelasi
rank spearman untuk mengetahui tingkat persaingan antar negara eksportir kopi
dunia, analisis data panel menggunakan gravity model untuk mengetahui faktorfaktor yang memengaruhi perdagangan atau aliran ekspor kopi Indonesia ke
sepuluh negara tujuan, dan rasio potensi perdagangan untuk mengetahui potensi
perdagangan kopi di setiap negara tujuan ekspor. Variabel yang digunakan pada
analisis data panel dengan menggunakan gravity model yaitu GDP riil per kapita

9

negara Indonesia dan sembilan negara tujuan ekspor, jarak ekonomi, kurs rupiah
terhadap sembilan mata uang negara tujuan ekspor dan dummy keanggotaan WTO.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kopi Indonesia masih memiliki keunggulan
komparatif atau daya saing di pasar internasional. Variabel-variabel yang
berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor kopi Indonesia antara lain GDP riil
per kapita Indonesia, GDP riil per kapita negara tujuan, jarak ekonomi antara
indonesia dengan negara tujuan ekspor, dan keanggotaan negara tujuan ekspor
dalam WTO.
Martha (2011) melakukan penelitian dengan judul Analisis Potensi Ekspor
Crude Palm Oil (Cpo) Indonesia ke Empat Negara Mitra Dagang Utama dengan
Pendekatan Gravity Model menggunakan variabel GDP negara eksportir dan
importir, jarak, kurs, dan harga. Variabel yang berpengaruh signifikan adalah GDP
Indonesia dan GDP empat negara mitra dagang utama, nilai tukar Indonesia
terhadap empat negara mitra dagang utama, sedangkan yang tidak berpengaruh
adalah variabel jarak dan harga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan
pengurangan tarif impor CPO Indonesia oleh empat negara mitra dagang utama
sebagai salah satu kebijakan WTO dalam mengurangi hambatan perdagangan
internasional CPO secara umum membawa efek positif bagi negara Indonesia
sebagai negara eksportir karena akan memberikan pengurangan penurunan
kesejahteraan nasional akibat adanya penetapan tarif. Sedangkan potensi pasar
ekspor CPO Indonesia terbesar adalah India dan Malaysia.
Yeboah et al. (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Does the WTO
Increase Trade? The Case of U.S. Cocoa Imports from WTO-Member Producing
Countries dengan menggunakan gravity model memperoleh hasil bahwa
keanggotaan dalam WTO memberikan dampak yang positif terhadap perdagangan
kakao antara Amerika dan negara pengekspor. Variabel yang digunakan yaitu GDP
negara pengekspor dan negara pengimpor, paritas daya beli dan dummy
keanggotaan dalam GATT/WTO dan FTA, variabel-variabel tersebut berpengaruh
signifikan.
Permadi (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Peramalan dan
Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Jeruk di Indonesia. Penelitian tersebut
menduga faktor-faktor yang memengaruhi impor jeruk Indonesia untuk periode Januari
tahun 2000 sampai dengan November 2006, dengan variabel yang berpengaruh nyata
adalah harga impor, pendapatan nasional, nilai tukar lag impor, dan dummy triwulan.
Impor jeruk juga memiliki pola berfluktuasi dan acak dari bulan ke bulan akibat faktor
yang memengaruhi impor juga berfluktuasi

ASEAN-China Free Trade Area
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara
negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan
perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan
perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa,
peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi
untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China (DKRDKPI, 2010).

10

ACFTA menghasilkan berbagai dampak bagi negara-negara yang terlibat
didalamnya, baik dampak positif maupun dampak negatif. Bowo (2012) melakukan
penelitian mengenai dampak penerapan ACFTA terhadap nilai perdagangan
Indonesia atas China dengan menggunakan model regresi dengan pendekatan data
panel. Variabel-variabel yang digunakan yaitu GDPriil China, Kurs, dan dummy
variabel ACFTA dimana semua variabel tersebut berpengaruh signifikan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberlakuan ACFTA berpengaruh positif
terhadap nilai ekspor Indonesia ke China karena rata-rata nilai ekspor beberapa
komoditas terpilih ke China setelah pemberlakuan ACFTA lebih besar
dibandingkan dengan sebelum pemberlakuan ACFTA. Sedangkan nilai impor juga
positif karena nilai impor Indonesia dari China setelah pemberlakuan ACFTA lebih
besar dibandingkan dengan sebelum pemberlakuan ACFTA.
Wibowo (2009) pada penelitiannya yang membahas mengenai Dampak
Perdagangan Bebas ASEAN-China Terhadap Kinerja Ekonomi Indonesia,
khususnya sektor pertanian dan kehutanan melakukan penelitian dengan
menggunakan metode dan database Global Trade Analysis Project, memperoleh
hasil bahwa manfaat ekonomi yang diperoleh Indonesia dari Free Trade Agreement
ASEAN-China akan bertambah besar apabila liberalisasi perdagangan tersebut
dikombinasikan dengan kebijakan domestik melalui penurunan biaya transaksi
perdagangan dan investasi di sektor pertanian dan kehutanan. Kedua kebijakan
tersebut dapat mengurangi dampak negatif dari FTA di tingkat produsen (petani)
dan konsumen sebab dapat menambah output produksi, tingkat upah dan
permintaan tenaga kerja sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran dan
kemiskinan.
Penelitian Nugroho (2011) dengan menggunakan analisis SWOT dalam
skripsinya yang berjudul Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA)
Terhadap Pemasaran Mebel di Kota Bogor menunjukkan bahwa kebijakan ACFTA
dengan masuknya mebel impor dari China tidak terlalu mengakibatkan dampak
yang berpengaruh terhadap perdagangan mebel di kota Bogor karena konsumen
masih lebih memilih produk lokal.
Raisa (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN
China Free Trade Area (ACFTA) dengan menggunakan metode model regresi
berganda dan metode interpolasi kubik spline menjabarkan bahwa kesepakatan
ACFTA sangat menguntungkan bagi Cina karena dapat menurunkan permintaan
impor jeruk dari negara lainnya. Faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor
jeruk Indonesia periode Januari 2000 hingga Desember 2009 yang berpengaruh
nyata yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga konsumen jeruk di pedesaan,
PDB, produksi jeruk nasional, harga jeruk impor, substitusi impor tahun
sebelumnya, dan dummy ACFTA. Jumlah impor sebelum ACFTA saat tarif impor
belum 0% selama tahun 2000-2004, meningkat dengan pesat setelah
diberlakukannya EHP tahun 2005. Pangsa impor Cina pun mengungguli negara
pengimpor lainnya selama periode pasca EHP.

11

Agribisnis Jeruk
Rokhmawati (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Strategi
Pemasaran Berdasar pada Segmentasi dan Preferensi Konsumen Terhadap Jeruk
Lokal serta Jeruk Impor menjabarkan bahwa preferensi konsumen yang dianalisis
dengan menggunakan metode chi-square dan segmentasi pasar yang dianalisis
dengan menggunakan Cluster Analysis dengan metode non-hierarki menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan preferensi konsumen jeruk lokal terhadap semua atributatribut yang ada pada buah jeruk lokal. Namun pada buah jeruk impor, preferensi
konsumen, pada atribut warna memiliki persamaan preferensi yaitu berwarna
oranye, sedangkan untuk atribut-atribut lainnya memiliki preferensi yang berbeda.
Segmentasi pasar sendiri, diperoleh hasil bahwa konsumen buah jeruk lokal dan
buah jeruk impor memiliki ciri-ciri karakteristik konsumen yang hampir sama.
Penelitian Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap
Komoditas Jeruk Siam di Kabupaten Garut yang dilakukan oleh Dewanata (2011)
dengan menggunakan policy analysis matrix (PAM) menunjukkan bahwa
pengusahaan komoditas jeruk siam dengan teknologi modern memiliki keunggulan
komparatif lebih besar dibandingkan dengan komoditas jeruk siam teknologi
tradisional. Sedangkan secara keseluruhan kebijakan pemerintah yang berlaku
masih belum mendukung dalam hal pengembangan dan peningkatan keunggulan
komparatif dan keunggulan kompetitif pengusahaan komoditas jeruk siam di
Kabupaten Garut.
Shanti (2007) pada penelitiannya yang berjudul Analisis Keputusan
Konsumen dalam Mengkonsumsi Jeruk Lokal dan Jeruk Impor di Ritel Modern
(Kasus Konsumen Giant Botani Square Bogor) dengan menggunakan analisis
deskriptif, analisis regresi logistik (logit), dan Importance Performance Analysis
(IPA) menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi keputusan mengkonsumsi
jeruk lokal dan jeruk impor adalah variabel rasa, penampilan, jenis kelamin, dan
tingkat pendapatan.

Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Hasil yang didapat pada penelitian terdahulu mengenai perdagangan
internasional menunjukkan bahwa sebagian besar peneliti menggunakan alat
analisis data panel dengan gravity model dalam melakukan penelitiannya. Hal ini
sama dengan alat analisis yang akan digunakan oleh penulis. Akan tetapi walaupun
alat analisis yang digunakan sama, terdapat perbedaan antara penelitian-penelitian
terdahulu dengan penelitian yang penulis lakukan, perbedaannya yaitu pada
variabel yang digunakan. Variabel yang digunakan oleh penulis sebagian besar
sama dengan variabel pada penelitian terdahulu akan tetapi, pada penelitian ini
penulis menggunakan variabel dummy ACFTA untuk komoditas yang termasuk
kedalam kategori EHP, dimana komoditas yang termasuk pada kategori tersebut
sudah sepenuhnya menerapkan kebijakan tarif 0% pada tahun 2006. Salah satu
komoditas yang masuk kategori EHP yaitu jeruk. Penggunaan variabel-variabel
tersebut bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi
perdagangan jeruk antara China dan lima negara anggota ASEAN (ASEAN-5),
serta dengan adanya variabel dummy ACFTA ditujukan untuk mengetahui apa

12

dampak kebijakan ACFTA terhadap perdagangan komoditas kategori EHP
khususnya jeruk antara China dan negara ASEAN-5. Sedangkan perbedaan
penelitian ini dengan penelitian tentang ACFTA pada penelitian terdahulu yaitu
pada alat analisis yang digunakan dimana penelitian ini menggunakan analisis data
panel dengan grafity model.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Perdagangan Internasional
Adanya perbedaan dalam hal sumberdaya antar satu negara dan negara lain
dan juga perbedaan penguasaan teknologi mengakibatkan kebutuhan suatu negara
tidak semua dapat dipenuhi oleh negara itu sendiri. Sehingga hal ini mengakibatkan
adanya hubungan saling membutuhkan dari masing-masing negara dalam hal
pemenuhan kebutuhannya. Perdagangan internasional merupakan suatu proses
pertukaran barang atau jasa antar negara dimana suatu negara akan memperoleh
keuntungan dari perdagangan dengan negara lain apabila negara tersebut
berspesialisasi dalam komoditas yang dapat diproduksi dengan lebih efisien dan
mengimpor komoditas yang kurang efisien.
Teori modern perdagangan internasional menurut Salvatore (1997) yaitu
sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak
menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam
waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan
sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara itu.
Perdagangan internasional antar negara dilakukan karena merupakan sumber
bagi terciptanya keuntungan perdagangan bagi pihak-pihak yang terlibat
didalamnya. Negara-negara berdagang karena terdapat perbedaan antara negara
tersebut. Negara-negara di dunia selalu berupaya untuk memperoleh keuntungan
dari perbedaan diantara mereka. Hal tersebut dilakukan melalui pengaturan yang
dibentuk sedemikian rupa sehingga setiap pihak yang terlibat dalam perdagangan
internasional mampu melakukan sesuatu dengan lebih baik. Selain itu dengan
adanya perdagangan internasional, setiap negara akan didorong untuk mampu
membatasi kegiatan produksinya untuk menghasilkan sejumlah barang tertentu
saja. Maka, setiap negara memiliki peluang untuk lebih fokus dan menggunakan
seluruh sumber daya yang dimiliki dalam menghasilkan barang-barang tersebut
dengan skala yang lebih besar (Krugman dan Obstfeld, 2000).
Ketika harga suatu komoditas di suatu negara lebih tinggi dibandingkan
dengan harga di dunia, maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk
mengimpor komoditas tersebut. Begitupun sebaliknya, ketika harga suatu
komoditas di suatu negara lebih rendah dibandingkan harga yang terjadi di dunia,
maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk mengekspor produk yang
merupakan kelebihan produksi atas permintaan dalam negeri. Kondisi tersebut
diilustrasikan melalui keseimbangan parsial perdagangan internasional yang
disajikan pada Gambar 2. Kurva Dx dan kurva Sx dalam panel A dan C pada Gambar
2 masing-masing melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk

13

komoditas X di negara 1 dan negara 2. Sumbu vertikal pada ketiga panel tersebut
mengukur harga-harga relatif untuk komoditas X (Px/Py) atau dengan kata lain
jumlah komoditas Y yang harus dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka
memproduksi satu unit tambahan komoditas X. Sedangkan, sumbu horizontal di
ketiga panel mengukur kuantitas komoditas X.
Px/Py

Px/Py

Px/Py
Sx

A”

P3
Sx

Ekspor

B’

E*

E

B

P1

A’

S
B*

P2

P3

E’

Impor

A

A*

D

Dx

Dx
0

X

(Panel A)

0

X

(Panel B)

0

X

(Panel C)

Gambar 2 Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional
Keterangan: Panel A = Pasar di negara 1 untuk komoditas X
Panel B = Hubungan perdagangan internasional dalam komoditas X
Panel C = Pasar di negara 2 untuk komoditas X
Sumber : Salvatore, 1997.

Panel A menunjukkan bahwa negara 1 akan melakukan produksi dan
konsumsi di titik A (kuantitas komoditas X yang ditawarkan akan sama dengan
kuantitas yang diminta oleh konsumen di negara 1 berdasarkan harga relatif P1). Hal
ini memunculkan titik A* pada kurva penawaran komoditas X negara 2 di panel B.
Sedangkan negara 2 pada panel C juga akan berproduksi dan mengkonsumsi
komoditas X di titik A’ (kuantitas komoditas X yang ditawarkan akan sama dengan
kuantitas yang diminta oleh konsumen di negara 2 berdasarkan harga relatif P3).
Hal tersebut memunculkan titik A” yang terletak pada kurva permintaan impor
komoditas X negara 2 yang berada di panel B.
Jika di negara 1 pada panel A berdasarkan harga relatif P2, maka akan terjadi
kelebihan penawaran apabila dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk
komoditas X sebesar BE. Kuantitas sebesar BE itulah yang merupakan kuantitas
komoditas X yang akan diekspor oleh negara 1 pada harga relatif P2. Begitu halnya
untuk negara 2 pada panel C jika berdasarkan harga relatif P2 akan terjadi kelebihan
permintaan yang lebih besar dari penawarannya, yaitu sebesar B’E’. Kelebihan itu
sama artinya dengan kuantitas komoditas X yang akan diimpor oleh negara 2
berdasarkan harga relatif P2. Kuantitas impor komoditas X yang diminta oleh
negara 2 (sebesar B’E’ dalam Panel C) akan dipenuhi dengan kuantitas ekspor
komoditas X yang ditawarkan oleh negara 1 (sebesar BE dalam Panel A). Hal
tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah
komoditas X diperdagangkan di antara kedua negara yang ditunjukkan pada panel B.

14

Teori Perdagangan Bebas
Perluasan akses pasar untuk pengembangan ekspor dapat ditopang oleh
kebijakan-kebijakan perdagangan bebas dengan menghapuskan hambatanhambatan perdagangan sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hambatan-hambatan dalam
perdagangan bebas biasanya berupa adanya pemberian tarif terhadap barang,
pembatasan jumlah barang atau kuota serta peraturan administrasi lainnya yang
berbeda di masing-masing negara.
Perdagangan bebas (laissez-faire) atau liberalisasi perdagangan (trade
liberalization) adalah konsep ekonomi yang merujuk kepada sistim perdagangan
barang dan jasa antar negara tanpa adanya intervensi pemerintah dalam bentuk tarif
dan hambatan perdagangan lainnya, seperti: kuota, subsidi, dan pajak. (Krugman
dan Obstfeld, 2000; Husted dan Melvin, 2004).
Perdagangan bebas memiliki beberapa keuntungan. Seperti dijelaskan oleh
Budiono (2001) dalam Hardono et al. (2004) yaitu:
1. Perdagangan bebas membuka akses pasar lebih luas sehingga memungkinkan
diperoleh efisiensi karena liberalisasi perdagangan cenderung menciptakan
pusat-pusat produksi baru yang menjadi lokasi berbagai kegiatan industri yang
saling terkait dan saling menunjang sehingga biaya produksi dapat diturunkan,
2. Iklim usaha menjadi kompetitif sehingga mengurangi kegiatan yang bersifat rent
seeking dan mendorong pengusaha untuk meningkatkan produktivitas dan
efisiensi dalam penggunaan sumberdaya,
3. Arus perdagangan dan investasi yang lebih bebas mendorong terjadinya alih
teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi,
4. Perdagangan yang lebih bebas memberikan signal harga yang “benar” sehingga
meningkatkan efisiensi investasi,
5. Dalam perdagangan yang lebih bebas, kesejahteraan konsumen baik ditingkat
individu maupun perusahaan akan meningkat
Perdagangan bebas secara resmi dimulai sejak adanya kesepakatan GATT
pada tahun 1947. Sejak tanggal 1 Januari 1995, GATT digantikan dengan lembaga
perdagangan multilateral yang disebut WTO (World Trade Organization).
Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Area/FTA) adalah sebuah kawasan
preferensi perdagangan dimana negara-negara anggotanya menghapuskan tarif dan
kuota antar negara anggota, namun masing-masing negara tetap menerapkan tarif
mereka masing-masing terhadap negara bukan anggota. Sedangkan kawasan
preferensi perdagangan adalah blok perdagangan yang memberikan keistimewaan
untuk produk-produk tertentu dari negara tertentu dengan melakukan pengurangan
tarif, namun tidak menghilangkannya sama sekali. (Balassa, 1961).
Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara
tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah. Tujuan utama
pengenaan tarif bukan hanya untuk memperoleh pendapatan, tetapi juga untuk
melindungi sektor-sektor tertentu di dalam negeri seperti hasil pertanian dari
persaingan impor. Tarif meningkatkan harga barang di negara pengimpor sehingga
menurunkan jumlah barang yang diimpor (Krugman dan Obstfeld, 2002).

15

Harga, P

S

PW + t
PW

D

S1

S2

D2

D1

Kuantitas, Q

Gambar 3 Dampak Adanya Tarif Terhadap Harga dan Jumlah Barang Impor
Keterangan: S1 – D1 : Jumlah barang yang diimpor sebelum adanya tar