Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI SUBSTITUSI IMPOR JERUK MANDARIN DI INDONESIA DALAM SKEMA ASEAN

CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA)

RAISA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Faktor-faktor yang

Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema

ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) adalah karya saya dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2011

Raisa H44070007


(3)

RINGKASAN

RAISA. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA). Dibimbing Oleh SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA.

Jeruk merupakan komoditas unggulan Indonesia berdasarkan skala usaha karena sudah dikenal luas dan sering dikonsumsi oleh masyarakat khususnya untuk jenis Jeruk Mandarin. Akan tetapi, akibat serangan penyakit CVPD yang disertai dengan gempuran Jeruk Mandarin asal Cina tanpa disertai penanggulangan yang baik terhadap kendala tersebut, maka produksi jeruk Indonesia terus menurun dan hanya mampu bertahan, sehingga kalah saing dengan jeruk asal Cina.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor, membandingkan jumlah dan nilai impor Jeruk Mandarin saat sebelum dan sesudah diberlakukan ACFTA, dan mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam meningkatkan produksi jeruk. Faktor-faktor yang dianggap memengaruhi tingkat substitusi impor yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga konsumen jeruk di pedesaan, PDB, produksi jeruk di Indonesia, harga Jeruk Mandarin impor, substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari BPS, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan dari bulan Januari 2000-Desember 2009. Tahun 2000 hingga 2004 adalah masa sebelum ACFTA atau Pra-EHP dan tahun 2005 sampai 2009 merupakan masa setelah ACFTA atau Pasca EHP. Analisis dilakukan dengan menggunakan model regresi double log, analisis laju pertumbuhan dan pangsa impor, Indeks Grubel-Llyod, dan analisis deskriptif dengan bantuan Microsoft Excel dan Eviews.

Hasil estimasi dengan model regresi double log untuk faktor-faktor yang memengaruhi menunjukkan bahwa substitusi impor dipengaruhi oleh PDB, harga konsumen jeruk di pedesaan, produksi jeruk nasional, dummy ACFTA, dan substitusi impor tahun sebelumnya. Nilai adjusted R2 dari model ini adalah 0,627400 yang artinya ragam dari substitusi impor dapat dijelaskan sebanyak 62,74 % oleh variabel di dalam model dan sisanya sebesar 37,26 % dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Berdasarkan uji ekonometrika, model ini bebas dari pelanggaran asumsi baik itu multikolinearitas, autokorelasi, maupun normalitas.

Analisis laju pertumbuhan untuk nilai dan jumlah impor Jeruk Mandarin menunjukkan bahwa setelah diberlakukannya ACFTA, nilai dan jumlah impor ini memiliki tren positif dibanding sebelum EHP yang sebetulnya sudah negatif. Pangsa impor Cina pun mengungguli negara lain dengan jumlah pangsa sebesar 48,05 % sebelum ACFTA dan 85,94 % setelah ACFTA disepakati. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya-upaya untuk memenuhi substitusi impor secara lebih intensif. Implemantasi kebijakan yang dapat dilakukan antara lain perbaikan kinerja sistem agribisnis melalui pembenahan di subsistem hulu, subsistem hilir, dan subsitem penunjang agar saling mendukung satu sama lain.


(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI SUBSTITUSI IMPOR JERUK MANDARIN DI INDONESIA DALAM SKEMA ASEAN

CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA)

RAISA H44070007

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)

Nama : Raisa NIM : H44070007

Disetujui Dosen Pembimbing,

Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc NIP.19480601 197301 1 001

Diketahui Ketua Departemen,

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP.19660717 199203 1 003


(6)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillahirobbila’lamin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta

alam yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya yang tiada tara sehingga

saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam semoga selalu

terlimpahkan bagi Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri taulaudan

yang sangat berarti bagi saya untuk tidak mudah menyerah dan selalu ingat bahwa

Allah akan memberikan keberhasilan di setiap kerja keras yang didasari niat

karena-Nya. Saya juga mengucapkan terima kasih bagi pihak-pihak yang telah

banyak membantu dalam penulisan skripsi ini yaitu:

1. Kedua orangtua Papa Yaudin Arachman, B.E. dan Mama Teti Setiawati

untuk segala dukungan dan harapan yang merupakan motivasi terbesar bagi

saya, kedua adik saya Ryzmelinda dan M. Putra Yarman yang membuat

saya sangat ingin cepat lulus, serta keluarga besar untuk doa dan kasih

sayangnya.

2. Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M. Sc sebagai pembimbing skripsi

untuk kesabaran, kebaikan, bimbingan, dan nasehatnya yang sangat berarti

bagi saya.

3. Bapak Novindra sebagai dosen penguji utama dan Bapak Adi Hadianto

sebagai dosen wakil Komisi Pendidikan untuk pertanyaan, kritik, dan

sarannya.

4. Mbak Hastuti selaku pembimbing akademik yang selalu memberi saran dan

nasehat serta segala bantuannya.


(7)

6. Teman-teman Dina Ria Ningsih, Indri Puspitasari, Irna Erliana, Sugeng

Utomo, Litha Methika Dhelinthea, Rikhi Ibrahim, Adhitya Wibawa Putra,

dan Ahmad Sanusi untuk kesetiakawanan kita dari SMA.

7. Teman-teman ESL Ratih Trianita, Resti Ariesta Festiani, Nurul Fadilah,

Fenny Kurniawati, Chichi Rizky, Fachrunnisa dan banyak lagi yang tidak

bisa saya sebutkan satu persatu.

8. Teman-teman satu perjuangan, Norita Vibriyanto, Dinda Asyifa Devi, dan

Rizki Amelia yang selalu bersemangat berjuang sampai akhir.

9. Teman-teman Kuliah Kerja Profesi (KKP) Indah Wulandari Nasution, Alfan

Mubaroq Harahap, Trifty Qurrota Aini, Suci Nurul Hidayat, Devina Marcia

Rumanthi, dan Ery Februriani.

10. Pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam skripsi ini.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi saya dan pihak-pihak lain yang

membutuhkan.

Bogor, Mei 2011

Raisa H44070007


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan nikmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi

ini. Tugas akhir ini berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor, pengaruh perdagangan bebas antara

Cina dan ASEAN terutama Indonesia terhadap kondisi perdagangan buah jeruk,

dan mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan guna mengurangi

ketergantungan konsumen lokal terhadap jeruk impor serta memenuhi syarat tugas

akhir.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya bagi

petani jeruk guna meningkatkan produksi dalam rangka menghadapi ACFTA,

bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang memihak petani, serta bagi

masyarakat agar lebih memilih produk jeruk dalam negeri, sehingga permintaan

terhadap jeruk lokal semakin meningkat.

Bogor, Mei 2011

Raisa H44070007


(9)

viii DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ... i

RINGKASAN ... ii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ...x

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...6

1.3 Tujuan ...10

1.4 Manfaat Penelitian ...11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Jeruk (Citrus. sp) ...12

2.2 Deskripsi Kesepakatan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) ...15

2.3 Tarif dan Substitusi Impor Sebagai Salah Satu Kebijakan Perdagangan Internasional ...19

2.4 Definisi dan Batasan Operasional ...22

2.5 Penelitian Terdahulu ...24

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis ...26

3.2 Kerangka Operasional ...31

3.3 Hipotesis Penelitian ...33

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...34

4.2 Jenis dan Sumber Data ...34

4.3 Metode Pengumpulan Data ...34

4.4 M tode Analisis Data 4.4.1 Analisis Deskriptif ...35

4.4.2 Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor dengan Model Regresi Berganda ...36

4.4.3 Metode Interpolasi Spline Kubik...42


(10)

ix 4.4.5 Perbandingan Substitusi Impor Sebelum dan Setelah ACFTA dengan

Analisis Tren Laju Pertumbuhan dan Pangsa Impor ...42

4.4.6 Perbandingan Kinerja Perdagangan Bilateral Indonesia-Cina dengan Indeks Grubel-Llyod ...43

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Pertanian Jeruk di Indonesia ...44

5.2 Kondisi Harga Jeruk di Pasaran ...47

5.3 Perkembangan Nilai Jeruk Impor Mandarin Cina ...49

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Substitusi Impor Jeruk Mandarin ...52

6.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin 6.2.1 Hasil Pengujian Ekonometrika ...55

6.2.2 Analisis Statistik dan Ekonomi 6.2.2.1 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar ...59

6.2.2.2 Harga Konsumen Jeruk di Pedesaan ...60

6.2.2.3 Produk Domestik Bruto (PDB) ...62

6.2.2.4 Produksi Jeruk Nasional ...63

6.2.2.5 Harga Jeruk Mandarin Impor ...64

6.2.2.6 Substitusi Impor Jeruk Tahun Sebelumnya ...67

6.2.2.7 Dummy ACFTA ...68

6.3 Perbandingan Jumlah Impor Jeruk Sebelum dan Sesudah ACFTA ...69

6.4 Implementasi Kebijakan Guna Meningkatkan Substitusi Impor Jeruk Mandarin ...75

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ...81

7.2 Saran ...81

DAFTAR PUSTAKA ...83

LAMPIRAN ...86


(11)

x DAFTAR TABEL

Halaman 1. Perkembangan Impor Non Migas Indonesia Menurut Negara Asal Tahun 2005-

2010 (Juta US$) ...2

2. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Cina Tahun 2006-2010 (US$) ...3

3. Jadwal Penurunan Tarif Program EHP Bilateral Indonesia-Cina ...17

4. Metode Pengumpulan Data dan Analisis ...35

5. Hasil Uji Multikolinearitas dengan VIF ...56

6. Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor ...57

7. PDB dan Pengeluaran Rata-rata di Indonesia Tahun 2000-2009 ...63

8. Tabel Total Impor dan Jumlah Impor Jeruk Mandarin Cina di Indonesia saat Pra dan Pasca EHP Selama Tahun 2000-2009. ...70

9. Perkembangan Indeks Grubel-Llyod Komoditas Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2000-2009 ...75


(12)

xi DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Pangsa Impor Berdasarkan Jenis Jeruk Asal Cina ke Indonesia Tahun

2000-2009 ...4

2. Jumlah Impor Apel, Pir, dan Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2009 ...7

3. Efek dari Tarif Impor ...27

4. Alur Kerangka Operasional Penelitian ...32

5. Jumlah Produksi Jeruk di Indonesia Tahun 2000-2009 ...45

6. Perbandingan Harga Jeruk Impor dan Jeruk Lokal di Indonesia Tahun 2008 ...48

7. Nilai Jeruk Mandarin Impor di Indonesia Tahun 2000-2009 ...50

8. Konsumsi Rumah Tangga Jeruk di IndonesiaTahun 2002-2009 ...53

9. Permintaan Jeruk Nasional di Indonesia Tahun 2000-2009 ...60

10. Grafik Hubungan Antara Total Impor dan Harga Impor Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2000-2009 ...66

11. Persentase Impor Jeruk 5 Negara Pengimpor Terbesar di Indonesia Pra-EHP Tahun 2000-2004 ...72

12. Persentase Impor Jeruk 5 Negara Pengimpor Terbesar di Indonesia Pasca– EHP Tahun 2005-2009 ...72

13. Laju Pertumbuhan Jumlah dan Nilai Impor Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2001-2009 ...73


(13)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Uraian Kelompok Produk Kode HS 4 Digit yang Mendominasi Ekspor dan Impor Indonesia dan Cina (1996-2003) ...87 2. Gambar Tampilan Kulit Buah Jeruk Lokal dan Mandarin di Indonesia ...89 3. Sentra Produksi Jeruk Berdasarkan Angka Kabupaten Tanaman Buah-buahan

2008 ...90 4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Tentang Tarif Bea Masuk

dalam Rangka EHP ...91 5. Tabulasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin..95 6. Substitusi Impor Jeruk Mandarin (Ribu kg) 2000-2009 ...100 7. Hasil Regresi double log Model Substitusi Impor dengan Eviews 6 ...102 8. Hal Pengujian Ekonometrika ...103


(14)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jeruk Mandarin adalah salah satu jenis jeruk yang sempat menjadi

unggulan perdagangan hortikultura di Indonesia. Buah ini memiliki keunggulan

berdasarkan skala usaha karena sudah dikenal dan dikonsumsi dalam jumlah besar

oleh masyarakat Indonesia (Agromedia 2009). Sentra penanaman Jeruk tersebar di

berbagai pelosok dengan jenis jeruk yang paling terkenal adalah Jeruk Pontianak,

Jeruk Medan, dan Jeruk Garut. Jeruk lokal sangat diminati oleh masyarakat pada

saat itu karena rasa yang manis, walaupun kulit buah tipis dan rata-rata berwarna

hijau. Akan tetapi, keadaan ini tidak berlangsung lama akibat serangan penyakit

CVPD (Citrus Vein Phloen Degeneration) dan kurangnya perhatian pihak-pihak

terkait terutama pemerintah terhadap kesejahteraan petani jeruk. Akibatnya, Jeruk

Mandarin asal Cina pun menjadi primadona baru yang merajai perdagangan jeruk

baik di dalam negeri maupun internasional karena berhasil menggeser preferensi

konsumen, sehingga lebih menyukai buah jeruk mereka.

Cina adalah salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi paling pesat

saat ini. Seluruh sektor di negara tersebut berkembang sangat baik, karena

didukung oleh kebijakan pemerintah dan investasi dari berbagai negara yang

menilai bahwa prospek penanaman modal di negara tersebut memberi keuntungan

besar. Produk berbasis teknologi dan berbasis non sumberdaya merupakan produk

unggulan Cina. Akibatnya, Cina menjadi negara yang mendominasi dalam

perdagangan untuk kegiatan ekspor dan memerlukan kerja keras bagi negara lain


(15)

2 ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan

perdagangan bebas antara Cina dan ASEAN yang telah resmi diberlakukan sejak

tahun 2004. Penerapan Kesepakatan ini menandai awal liberalisasi perdagangan

yang harus dijalankan oleh negara-negara peserta (Contracting parties).

Hambatan tarif direduksi dan dinolkan, sehingga komoditas-komoditas dari

berbagai sektor dapat masuk tanpa terkena bea masuk. Keadaan ini

mengakibatkan pasar Indonesia semakin dibanjiri oleh produk Cina, seperti:

komoditas pertanian, produk industri, dan lain sebagainya.

Akibat dari hal ini terlihat pada impor Cina ke Indonesia melonjak naik

terutama pada tahun 2009 sebesar US$ 13.491,4 juta melebihi negara-negara

lainnya seperti Jepang dan Singapura yang justru mengalami penurunan pada

tahun tersebut. Selama kurun waktu 2010 pun Cina tetap menempati urutan

pertama dengan jumlah US$ 19.688 juta. Data mengenai hal tersebut dijelaskan

dalam Tabel sebagai berikut.

Tabel 1. Perkembangan Impor Non Migas Indonesia Menurut Negara Asal Tahun 2005- 2010 (Juta US$)

No. Negara 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Cina 4.551,3 5.502,0 7.957,3 14.947,9 13.491,4 19.688,0 2 Jepang 6.892,4 5.488,0 6.472,7 14.864,7 9.810,5 16.910,7 3 Singapura 2.936,9 3.733,4 3.908,3 11.095,6 9.236,6 10.053,3 4 USA 3.810,6 3.968,2 4.711,8 7.731,5 7.037,6 9.299,4 5 Thailand 3.082,0 2.962,3 4.194,8 6.269,9 4.570,8 7.420,6 6 Korea Selatan 1.685,0 1.699,8 1.994,5 4.792,4 3.807,8 5.593,0 7 Australia 2.246,4 2.680,3 2.817,1 3.980,5 3.374,1 4.092,9 8 Malaysia 1.385,1 1.604,7 2.149,9 3.931,2 3.184,2 4.521,8 Sumber: BPS 2010, dikelola oleh Departemen Perdagangan

Keberadaan ACFTA juga dimaksudkan agar ASEAN dapat meningkatkan

volume ekspor ke negara Cina. Produk-produk unggulan terutama produk

pertanian diharapkan dapat memperoleh pangsa pasar yang lebih besar dengan

ditiadakannya bea masuk. Akan tetapi, manfaat ini hampir tidak terlalu terasa di


(16)

3 Jumlah peningkatan ekspor tidak sebesar peningkatan impor produk Cina yang

membanjiri berbagai sektor.

Hal ini terlihat dari jumlah impor Cina ke Indonesia yang semakin

meningkat dan hanya sedikit menurun pada tahun 2009 yaitu sebesar US $

14.002.170,5. Neraca perdagangan Indonesia pun terus mengalami defisit selama

3 tahun berturut-turut dari tahun 2008 hingga 2010 akibat meningkatnya impor

non-migas. Adapun data yang menunjukkan neraca perdagangan antara Indonesia

dan Cina yang semakin meningkat dalam kegiatan impor dijelaskan dalam Tabel

berikut.

Tabel 2. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Cina Tahun 2006-2010 (US$)

Uraian 2006 2007 2008 2009 2010

Total Perdagangan

14.980.466,4 18.233.389,8 26.883.672,6 25.501.497,8 36.116.829,3 Migas 4.011.873,8 3.612.035,6 4.148.600,9 3.090.052,2 2.347.861,2 Non Migas 10.968.592,6 14.621.354,3 22.735.071,7 22.411.445,5 33.768.968,1 Ekspor 8.343.571,3 9.675.512,7 11.636.503,7 11.499.327,3 15.692.611,1 Migas 2.876.961,3 3.011.412,8 3.849.335,3 2.579.242,8 1.611.661,3 Non Migas 5.466.610,0 6.664.099,9 7.787.168,4 8.920.084,4 14.080.949,9 Impor 6.636.895,1 8.557.877,1 15.247.168,9 14.002.170,5 20.424.218,2 Migas 1.134.912,5 5.600.622,7 7 299.265,6 510.809,4 736.200,0 Non Migas 35.501.982,6 7.957.254,4 14.947.903,3 13.491.361,1 19.688.018,3 Neraca

Perdagangan

1.706.676,2 1.117.635,6 -3.610.665,2 -2.502.843,2 -4.731.607,1 Migas 91.742.048,8 2.410.790,1 13.550.069,7 2.068.433,4 875.461,3 Non Migas -35.372,5 -1.293.154,5 -7.160.734,9 -4.571.276,6 -5.607.068,4 Sumber: BPS 2010, dikelola oleh Departemen Perdagangan

Salah satu sektor yang terkena dampak secara signifikan akibat dari

disepakatinya ACFTA ini adalah sektor pertanian, seperti buah-buahan terutama

jeruk dengan jenis Jeruk Mandarin atau di Indonesia lebih dikenal dengan Jeruk

Keprok dan Jeruk Siam. Jeruk Mandarin merupakan jenis jeruk yang menjadi

komoditas impor utama negara Cina. Hal ini dapat dilihat dari pangsa impor jeruk

tersebut ke Indonesia yang jauh lebih besar dari jenis jeruk lain yaitu sebesar


(17)

4 90.75%

9.25%

Jeruk Mandarin

Jenis Lainnya

selama tahun 2000 hingga 2009, sehingga jenis jeruk inilah yang harus mendapat

fokus untuk disubstitusi oleh jeruk lokal karena menjadi pilihan banyak konsumen

jeruk saat ini. Selain itu, jeruk jenis Mandarin dapat berkembang dengan baik di

Indonesia karena dapat ditanam di daerah dengan iklim tropis dan subtropis serta

sempat menjadi komoditas unggulan. Berbeda dengan orange fresh atau Jeruk

Manis yang lebih cocok ditanam di daerah Eropa atau Amerika. Berikut adalah

Diagram dari pangsa impor jeruk Cina dari tahun 2000 hingga 2009.

Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS 2000-2009.

Gambar 1. Pangsa Impor Berdasarkan Jenis Jeruk Asal Cina ke Indonesia Tahun 2000-2009

Kondisi agribisnis jeruk di Indonesia belum sepenuhnya didukung oleh

inovasi teknologi yang memadai, sehingga mutu dari buah jeruk lokal tidak sebaik

mutu buah impor khususnya buah jeruk keprok yang kalah saing dengan jeruk

mandarin dengan harga lebih murah namun berpenampilan menarik. Buah jeruk

ini merupakan salah satu komoditas Early Harvest Package (EHP) yang terkena

ACFTA paling awal karena telah diterapkan sejak tahun 2004. Berdasarkan nilai

impor komoditas menurut kode HS empat digit yaitu dalam kelompok HS 0805

untuk buah jeruk dan HS 0808 bagi buah pir, menunjukkan fenomena bahwa


(18)

5 waktu 1996-2003 hanya pada tahun 1999 serta 2001 saja Indonesia mempunyai

andil dalam perdagangan tersebut. Nilai impor jeruk menunujukkan

kecenderungan naik, sementara untuk pir nilai impor cenderung menurun.

Saat ini Indonesia menjadi negara pengimpor jeruk terbesar di ASEAN,

kedua setelah Malaysia (Sinar Tani 2008). Kondisi nilai impor jeruk mandarin

Cina yang terus meningkat terus terjadi hingga Kuartal I 2009, impor jeruk

mandarin Cina tercatat US$ 107,3 juta. Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan

periode sama tahun lalu, sebesar US$ 56,3 juta. Peningkatan ini merupakan

lanjutan naiknya impor jeruk mandarin Cina yang terjadi sejak beberapa tahun

terakhir. Jika pada 2006 nilai impor jeruk mandarin US$ 36 juta, maka tahun 2007

sudah naik menjadi US$ 62,9 juta, dan di tahun 2008 nilainya naik lagi menjadi

US$ 84,7 juta1.

Sejak penandatanganan ACFTA, penurunan tarif telah dilakukan mulai

tahun 2004. Berawal dari 5 %, kini tarif bea masuk jeruk mandarin Cina sudah

turun menjadi 0 %. Penerapan bea masuk 0 % pada awal tahun 2005 semakin

menambah tingkat ekspansi buah jeruk Cina ke Indonesia dan berdampak serius

bagi pasar domestik. Kecenderungan peningkatan impor ini menandakan adanya

segmen pasar tertentu yang menghendaki jenis dan mutu buah jeruk prima yang

tidak bisa dipenuhi oleh produsen dalam negeri. Keadaan tersebut semakin

diperparah dengan rendahnya substitusi impor jeruk Indonesia dibanding Cina,

sehingga daya saing lokal dalam mengimbangi impor Cina semakin rendah.

Kesepakatan ACFTA justru lebih banyak menaikkan volume impor,

terutama terlihat dalam membanjirnya buah jeruk Cina dari mulai pedagang kaki

1 Asnil Bambani Amri “Impor Jeruk Mandarin Terus Meningkat”


(19)

6 lima hingga supermarket besar. Peningkatan ini sebenarnya dapat menjadi

peluang pasar sekaligus pengembangan jeruk keprok nasional seiring dengan

peningkatan preferensi konsumen terhadap buah jeruk bermutu. Akan tetapi,

karena minimnya dukungan pemerintah serta kurangnya inovasi teknologi

mengakibatkan konsumen justru lebih memilihi jeruk impor.

Keadaan ini harus segera diperbaiki dengan mempersiapkan inovasi

teknologi agribisnis jeruk yang lebih baik dengan kriteria spesifik lokasi, efektif,

mudah diaplikasikan, murah, dan sarana pendukung mudah diperoleh (Supriyanto,

2010) yang lebih baik dalam menghadapi ACFTA. Salah satu caranya adalah

dengan meningkatkan substitusi impor agar dapat menghasilkan produk buah

jeruk terutama Jeruk Keprok karena bentuknya relatif mirip dengan jeruk

mandarin dalam jumlah besar, berharga murah, dengan kualitas yang tetap

terjamin melalui penggunaan bibit yang baik serta tahan terhadap CVPD (Citrus

Vein Phloen Degeneration), sehingga jeruk impor yang mendominasi pasar dapat

tersubstitusi dengan berimbang pula oleh jeruk lokal. Jika setiap usaha tani jeruk

menerapkan persipan yang matang dan berdaya saing tinggi, maka produsen lokal

dapat merebut kembali pasar jeruk Indonesia, sehingga kesepakatan ini juga akan

menguntungkan bagi kedua negara.

1.2 Perumusan Masalah

Kesepakatan ACFTA telah mengakibatkan perubahan tata niaga dalam

perdagangan internasional. Penghapusan bea masuk telah menyebabkan

masuknya produk Cina secara besar-besaran dan sulit untuk dikontrol. Sektor

pertanian dengan teknologi tinggi dan ketersediaan bibit yang baik merupakan


(20)

7 0

10000000 20000000 30000000 40000000 50000000 60000000 70000000

Apel Pir Jeruk Mandarin

merupakan tanaman asli Cina. Jeruk mandarin diproduksi dalam partai sangat

besar dan diekspor ke negara-negara yang merupakan mitra dagang Cina dengan

harga murah, jenis menarik, walaupun rasa tidak begitu manis. Akibatnya,

penetapan jeruk sebagai komoditas EHP merupakan hal yang menguntungkan

bagi Cina karena bea masuk produk unggulan mereka telah diturunkan sejak awal

kesepakatan.

Produk hortikultura terutama buah-buahan merupakan produk ekspor

unggulan Cina. Buah-buahan yang menjadi komoditas utama Cina yaitu apel, pir,

dan Jeruk Mandarin. Indonesia termasuk negara yang paling banyak mengimpor

komoditas tersebut, terutama untuk buah Jeruk Mandarin dibanding apel dan pir.

Hal ini sangat ironis mengingat Jeruk Mandarin adalah jenis jeruk yang juga dapat

diproduksi di Indonesia yang memiliki iklim tropis, berbeda dengan apel dan pir

yang hanya cocok ditanam di wilayah beriklim sedang dan subtropis. Berikut

adalah impor 3 jenis buah-buahan yang paling banyak diimpor Indonesia yang

umumnya berasal dari Cina pada tahun 2009.

Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS 2009

Gambar 2. Jumlah Impor Apel, Pir, dan Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2009

Kondisi ini akan sangat berpengaruh bagi substitusi impor buah jeruk


(21)

8 guna menjaga kinerja produksi mereka. Masuknya produk Cina menuntut

pertanian domestik agar melakukan usaha ekstra agar produk mereka tetap

menguasai pangsa pasar di dalam negeri. Melindungi kestabilan modal dan

meningkatkan daya saing diperlukan dalam menjaga tingkat produktivitas agar

tetap bertahan. Hal ini penting karena persaingan akan menambah biaya dan

munculnya opportunity cost.

Rendahnya dukungan pemerintah kepada petani lokal juga telah

menimbulkan kesulitan bagi mereka untuk melakukan minimisasi biaya sebagai

salah satu upaya guna meningkatkan daya saing. Lain halnya dengan pemerintah

Cina yang memberikan dukungan serta subsidi yang sangat besar bagi petani,

sehingga mereka dapat menigkatkan produktivitas dengan harga buah yang sangat

murah. Pemerintah cenderung berat sebelah dalam menyepakati ACFTA karena

hanya memikirkan kepentingan pihak-pihak tertentu yang dinilai dapat

memberikan penerimaan yang lebih besar bagi negara, sehingga petani kecil

kurang diperhatikan. Kurangnya dana berupa biaya riset dari pemerintah kepada

peneliti bibit unggul terutama dengan kriteria rasa dan bentuk yang tidak kalah

menarik, namun bebas CVPD juga menghambat upaya peningkatan produksi

dalam negeri karena tanaman jeruk banyak yang rusak akibat penyakit ini.

Tingginya biaya ekonomi dari mulai biaya produksi hingga biaya

distribusi membuat harga jeruk lokal semakin mahal pula. Biaya produksi untuk

membeli pupuk dan bibit berkualitas cukup tinggi. Penyaluran jeruk dari sentra

produksi hingga tempat pemasaran juga besar karena sarat akan pungutan liar


(22)

9 mengimpor dan menyalurkan jeruk tersebut dari Tanjung Priok lebih murah

dibandingkan menyalurkan jeruk dari Medan misalnya.

Kurangnya sosialisasi informasi mengenai ACFTA dan minimnya bantuan

pemerintah dengan memberikan subsidi pupuk, menjamin ketersediaan jeruk

berkualitas, dan lain sebagainya menyebabkan ketidaksiapan petani, sehingga

tidak bisa berbuat terlalu banyak dalam melawan gempuran jeruk asal Cina.

Akibatnya, pendapatan mereka semakin menurun karena pangsa pasar yang

semakin terbatas serta penurunan permintaan konsumen yang saat ini cenderung

memilih buah jeruk impor.

Kurangnya inovasi teknologi juga mengakibatkan tingkat produksi

usahatani jeruk di Indonesia sulit untuk mengimbangi produksi jeruk impor Cina,

sehingga kebutuhan jeruk lokal sangat tergantung pada pasokan buah jeruk impor.

Selain itu, teknologi yang masih minim menyebabkan pula para petani tidak dapat

memenuhi selera konsumen yang lebih menyukai buah jeruk yang berwarna

oranye walaupun rasa sedikit asam namun tetap berharga murah. Akibatnya, jeruk

lokal yang biasanya berwarna hijau menjadi kurang dilirik konsumen karena

harganya mahal dan dinilai kurang berkelas oleh masyarakat dibanding jeruk

impor.

Setiap hal yang dapat memengaruhi tingkat substitusi impor harus

diperhatikan agar dampak negatif dari diberlakukannya ACFTA ini dapat dicegah

dan tidak membuat usahatani collapse. Buah jeruk di pasar domestik akan

semakin didominasi oleh jeruk impor tanpa ada usaha yang berarti dari petani

lokal untuk menyubstitusi kebutuhan terhadap jeruk impor tersebut. Apabila


(23)

10 kesejahteraan petani jeruk serta semakin mengurangi devisa negara dan

merosotnya tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara jangka panjang, Cina

akan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, sedangkan petani jeruk Indonesia

akan semakin terpuruk dengan peningkatan ekspor yang tidak signifikan

dibanding impor Cina sehingga substitusi impor pun sulit dilakukan.

Masyarakat yang umumnya berada pada golongan ekonomi menengah ke

bawah akan cenderung memilih produk yang lebih murah guna menyesuaikan

dengan pendapatan mereka. Keadaan ini akan merugikan produsen lokal yang

tidak bisa memproduksi jeruk dengan harga yang lebih murah namun tampilan

buah tetap menarik. Pemberlakuan ACFTA lebih banyak akan merugikan

sebagian besar petani jeruk, meskipun tetap ada konsumen yang memilih produk

lokal.

Dampak dari kesepakatan ACFTA sangat berpengaruh bagi substitusi

impor dan keberlangsungan usahatani jeruk Indonesia serta kontribusinya dalam

pertumbuhan ekonomi negara menjadikan masalah ini penting untuk diteliti.

Adapun perumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi substitusi impor jeruk di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh kesepakatan ACFTA terhadap jumlah dan nilai

impor Jeruk Mandarin?

3. Bagaimana cara meningkatkan produksi jeruk lokal?

1.3 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari dilakukannya


(24)

11 1. Mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor jeruk di

Indonesia.

2. Membandingkan jumlah dan nilai impor Jeruk Mandarin saat sebelum dan

sesudah diberlakukan ACFTA.

3. Mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah dan

pihak-pihak terkait dalam meningkatkan produksi jeruk.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari dilakukannya penelitian ini dapat dirasakan oleh berbagai

pihak yaitu:

1. Bagi pemerintah dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam

pengambilan keputusan yang terkait dengan upaya-upaya yang harus

dilakukan guna melakukan substitusi impor Jeruk Mandarin dalam

menghadapi dampak ACFTA.

2. Bagi petani jeruk dapat menjadi acuan dalam memilih upaya apa saja yang

seharusnya dilakukan dalam menghadapi ACFTA.

3. Bagi masyarakat dapat menjadi sumber informasi mengenai dampak yang


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Jeruk (Citrus. sp)

Tanaman jeruk adalah tanaman buah yang berasal dari Asia dengan Cina

sebagai tempat yang dipercaya merupakan tempat dimana jeruk pertama kali

tumbuh. Jeruk telah sejak lama dibudidayakan atau tumbuh secara alami di

Indonesia. Tanaman jeruk yang berada di Indonesia adalah peninggalan orang

Belanda yang mendatangkan jeruk manis (Citrus sinensis) dan jeruk keprok

(Citrus nobilis) dari Amerika dan Itali. Klasifikasi botani tanaman jeruk adalah

sebagai berikut:

Divisi: Spermatophyta

Sub divisi: Angiospermae

Kelas: Dicotyledonae

Ordo: Rutales

Keluarga: Rutaceae

Genus: Citrus

Spesies: Citrus sp.

Jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk keprok

dengan salah satu anggota yang paling menguasai pasar sebesar 60 % yaitu jeruk

siam (Citrus nobilis var. microcarpa). Budidaya jeruk ini dilakukan pertama kali

di Kalimantan Barat pada tahun 1940 sehingga terkenal pula dengan nama Jeruk

Pontianak. Jeruk siam memiliki ciri khas yang tidak dimiliki jeruk keprok lainnya.

Dilihat sekilas memang tidak jauh berbeda. Perbedaannya terletak pada kulit yang

tipis dan licin mengilap. Di samping itu, kulit jeruk siam menempel lebih lekat


(26)

13 yang lebih jelas. Ukurannya cukup ideal, tidak terlalu besar dan tidak terlalu

kecil.2

Jeruk lokal lain yang dibudidayakan adalah jeruk manis. Jeruk ini disebut

juga sebagai jeruk peras dengan nama ilmiah Citrus sinensis (L.). Pada mulanya,

jeruk manis dimakan sebagai buah segar atau sebagai pencuci mulut setelah

makan. Akan tetapi, karena kulitnya tebal dan sulit dikupas, seringkali orang

memerasnya untuk diambil airnya. Air buah jeruk ini dapat dikonsumsi dalam

bentuk air buah segar, didinginkan lebih dahulu, atau dipasteurisasi supaya lebih

tahan lama. Ada pula yang dipekatkan menjadi tepung.3 Spesies jeruk yang

terdapat di Indonesia dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Kelompok Mandarin (Tangerine, Satsuma, dan Clementine) adalah jeruk

keprok dan jeruk siam. Jeruk keprok biasanya dikembangkan di dataran tinggi

dan memiliki kandungan gula yang besar. Warna kulit buah biasanya

kekuningan, berbeda dengan jeruk siam yang berwarna hijau, kulitnya tipis,

agak lengket, dan kandungan gulanya relatif rendah.

b. Kelompok Lime dan Lemon adalah jeruk nipis. Kandungan asamnya tinggi,

biasanya digunakan untuk menambah rasa asam pada masakan dan membuat

minuman segar. Selain jeruk nipis, juga tengah dikembangkan jeruk lemon

yang memiliki ukuran lebih besar.

c. Kelompok Pummelo dan Grapefruit adalah jeruk besar (C. grandis). Terdapat

delapan varietas yang dikembangkan di Indonesia, antara lain: Jeruk Bali,

Jeruk Cikoneng, Jeruk Pandan Wangi, Jeruk Pandan, Jeruk Delima, Jeruk

Adas, Jeruk Gulung, dan Jeruk Nambangan. Saat ini, hanya Jeruk Nambangan

2 Tim Penulis PS “Peluang Usaha dan Pembudidayaan Jeruk Siam”


(27)

14 yang berkembang pesat serta menguasai pasar jeruk besar di Jakarta dan

sekitarnya. Grapefruit pernah ditanam dalam skala kecil, namun karena

kurangnya permintaan pasar dan lokasi penanaman, jenis ini menjadi kurang

berkembang.

d. Kelompok Orange atau jeruk manis merupakan jeruk yang paling banyak

diproduksi di dunia, namun kurang cocok ditanam di Indonesia karena

merupakan tanaman sedang dan subtropis. Komoditas ini dikembangkan di

daeran Pacitan dengan nama Jeruk Baby. Jeruk ini dibawa oleh Belanda guna

ditanam di dataran tinggi. Kulit jeruk yang telah matang berwarna hijau serta

memiliki kandungan gula tinggi dan kandungan asam yang rendah.

e. Kelompok Citroen adalah jeruk sukade. Jeruk ini disebut jeruk papaya karena

memiliki bentuk seperti buah papaya. Kulit buah yang tebal digunakan untuk

membuat manisan. Jenis ini pun kurang berkembang di Indonesia.

Akibat serangan penyakit CVPD (Citrus Vein Phloen Degeneration),

beberapa sentra penanaman mengalami penurunan produksi yang diperparah oleh

sistem monopoli tata niaga jeruk yang sudah tidak berlaku. Penyebab lainnya

adalah tingginya biaya distribusi jeruk yang mengakibatkan harga jeruk lokal

semakin mahal. Belum lagi jeruk impor yang terus membanjir dan berakibat pada

semakin berkurangnya sentra produksi jeruk di Indonesia.

Tanaman jeruk manis dan juga jeruk jenis lainnya pada umumnya dapat

ditanam di daerah antara 400 LU dan 400 LS, namun tanaman jeruk paling banyak

ditemui di daerah 200-400 LU dan 200-400 LS. Tanaman jeruk di daerah subtopis

ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 m dpl, sedangkan di daerah


(28)

15 siam yang harus ditanam di dataran rendah. Penanaman pada ketinggian lebih dari

900 m dpl menyebabkan rasa jeruk siam menjadi sedikit asam (Tim Penulis PS

2003).

Buah jeruk dapat dipanen pada saat masa masak optimal, biasanya

berumur antara 28-36 minggu tergantung jenis atau varietasnya. Rata-rata setiap

pohon dapat menghasilkan 300-400 buah per tahun, kadang-kadang dapat

menghasilkan hingga 500 buah per tahun. Produksi jeruk di Indonesia sekitar 5,1

ton /ha masih di bawah produksi negara subtropis yang bisa mencapai hingga 40

ton/ha.

Penyakit yang paling sering melanda perkebunan jeruk di Indonesia adalah

CVPD yang disebabkan oleh Bacterium like organism dengan vektor kutu loncat

(Diaphorina citri) dengan bagian yang diserang adalah silender pusat (phloem)

batang. Gejala yang timbul adalah daun sempit, kecil, lancip, buah kecil, asam.

Biji rusak, dan pangkal buah oranye. Penyakit ini telah mengakibatkan banyak

petani jeruk merugi karna menimbulkan gagal panen untuk berbagai jenis varietas

jeruk.

2.2 Deskripsi Kesepakatan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) ACFTA merupakan sebuah kesepakatan untuk memberlakukan sistem

perdagangan bebas antara Cina dan ASEAN dengan reduksi serta pembebasan

tarif impor hingga 0 % yang diterapkan sejak Januari 2010. Tarif impor adalah

jumlah tetap per unit (tarif spesifik) atau persentase tetap dari harga barang impor

(tarif pajak berdasarkan nilai barang) (Anindita dan Reed 2008).

Pemerintah Republik Indonesia bersama negara ASEAN menandatangani


(29)

16

Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China pada

4 November 2002. Melalui perjanjian ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)

ini, maka ASEAN mulai melakukan pasar bebas di kawasan Cina-ASEAN. Dan

khusus negara ASEAN-6 (Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina dan

Brunai) telah mulai menerapkan bea masuk 0 % per Januari 2004 untuk beberapa

produk4.

Kemudian di tahun 2004, perjanjian tersebut dilanjutkan dengan

persetujuan mengenai tahapan penurunan tarif komoditas yang hendak

diperdagangkan. Tahapan penurunan dan eliminasi tarif antara Indonesia dan Cina

itu terbagi tiga, yaitu Early Harvest Package (EHP), Normal Track (untuk

produk-produk non sensitif), diikuti Sensitive Track (contoh: sepatu, besi dan

baja, mainan, barang-barang dari kulit, dll. yang mencakup 304 komoditas).

Normal track terbagi menjadi dua model yaitu Normal Track I dan Normal

Track II, sedangkan Sensitive Track terbagi menjadi Sensitive List dan Highly

Sensitive Track (contoh: tekstil, produk tekstil, beras, gula, jagung, kedelai, dll.

yang mencakup 47 komoditas). Penurunan tarif bea masuk terjadi dalam 3

tahapan, yaitu:

1. Tahap I: Early Harvest Package (EHP) yang dimulai pada 1 Januari 2004.

Selama tiga tahun tarif-tarif ini diturunkan secara bertahap, sehingga pada

tahun 2006 menjadi 0 % dan diberlakukan untuk kawasan perdagangan

bebas Indonesia dengan Cina (Hutabarat et al., 2006). Produk EHP terdiri

dari Produk-produk dalam Chapter 01 sampai dengan Chapter 08 yaitu:

hewan hidup, daging dan produk daging dikonsumsi, ikan, susu dan

4Echwan “Indonesia vs Cina : Studi Komparatif Bisnis Ekonomi dalam ACFTA 2010”

http://nusantaranews.wordpress.com/2009/12/30/indonesia-vs-Cina-studi-komparatif-bisnis-ekonomi-ACFTA/ (20 Mei 2010)


(30)

17 produk susu (dairy products), tumbuhan, sayuran, buah-buahan dan

kacang-kacangan. Jumlah Kelompok EHP ini 530 pos tarif (HS 10 digit).

Jumlah Kelompok EHP ini 46 pos tarif (HS 4 digit).

Tabel 3. Jadwal Penurunan Tarif Program EHP Bilateral Indonesia-Cina

Kategori Produk

Deskripsi Tidak

Lebih dari 1/1/2004 Tidak Lebih dari 1/1/2005 Tidak Lebih dari 1/1/2006 1 Produk dengan tingkat tarif

umum lebih tinggi dari 15 % untuk Cina dan Indonesia

10 % 5 % 0 %

2 Produk dengan tingkat tarif umum antara 5 % - 15 % untuk Cina dan Indonesia

5 % 0 % 0 %

3 Produk dengan tingkat tarif umum lebih rendah dari 5 % untuk Cina dan Indonesia

0 % 0 % 0 %

Sumber: beacukai.go.id dalam Hutabarat et al. 2006

2. Tahap II: Normal Track yang diterapkan pada 1 Januari 2010. Bea masuk

ditetapkan 0 % sejak 1 Januari 2010. Diantaranya produk coal (HS 2701),

polycarboxylic acids (HS 2917), wood (HS 4409), kawat tembaga (copper

wire‐HS 7408) dan sebagian bahan yang terbuat dari kulit binatang. Sebagian Tekstil dan Produk Tekstil juga masuk dalam skema Normal

Track ini, terutama pakaian yang terbuat dari serat sintetis dan pakaian

dalam. Sedangkan produk tekstil yang terbuat dari kapas masih dikenai

bea masuk antara 5‐15 %.

3. Tahap III: Sensitive Track dibagi lagi menjadi dua bagian, yakni Sensitive

List dan Highly Sensitive List. Program penurunan tarif untuk Sensitive

List akan dimulai pada 2012. Tarif bea masuk maksimum pada 2012

adalah 20 %. Mulai 2018, tarif bea masuknya menjadi 0‐5 %. Produk‐produk dalam Sensitive List adalah sebesar 304 Pos Tarif (HS 6


(31)

18 digit), yang terdiri atas barang jadi kulit, kacamata, alat musik, mainan,

alat olahraga, alat tulis, besi dan baja, spare parts, dll.

Highly Sensitive List dimulai pada 2015, dengan penjadwalan bahwa pada

2015 tarif bea masuk maksimum 50 %. Produk‐produk dalam Highly Sensitive List adalah sebesar 47 pos tarif (HS 6 digit), yang antara lain

terdiri atas produk pertanian, seperti beras, gula, jagung, dan kedelai,

produk industri tekstil dan produk tekstil, produk otomotif, dan produk

ceramic tableware.

Kesepakatan dalam CEC merupakan gabungan dari 3 elemen, yaitu:

liberalisasi, fasilitasi, dan kerjasama ekonomi. Sebagai program awal, bea masuk

0 % mulai diterapkan pada Januari 2004 untuk komoditas yang termasuk Early

Harvest Package (EHP) yaitu daging, ikan, sayuran, buah, kacang, dan

produk-produk yang mengalami proses pemanenan lainnya.

Pemberlakuan tarif impor 0 % dengan Cina untuk semua produk tidak

sama bagi seluruh negara anggota ASEAN. ASEAN-6 yang terdiri dari Brunei

Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore dan Thailand memulai

sejak tahun 2010, sedangkan untuk Negara yang terhitung baru bergabung dengan

ASEAN yaitu Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam akan memulai pada tahun

2015.

Tarif impor yang ditetapkan pemerintah mengalami perubahan apabila

terjadi perubahan kesepakatan dalam perdagangan terutama dalam era Free Trade

Area (FTA) saat ini. Salah satu bentuknya adalah ACFTA yang menerapkan

sesuai dengan skema Early Harvest Package (EHP) yang dimulai sejak tahun


(32)

19 ACFTA tahap II, sebanyak 2.528 pos tarif dari 17 sektor industri akan dihapuskan

bea masuknya pada 1 Januari 2010. Kelompok produk dengan mayoritas satu arah

aliran produk dari Cina (100 atau hampir 100 % Indonesia tergantung pasokan

dari Cina) antara lain adalah HS 0502, 0703, 0805, 0808, 1001, 1005, 1006, 1101,

1201, 1202, 1702, 2401, 4011, 4012, dan 4104 (Lampiran Tabel 1). Diantara

kelompok produk dalam satu arah aliran dari Cina ke Indonesia yaitu chapter 1-8,

telah termasuk di dalam daftar produk EHP Indonesia-Cina. Oleh karena itu,

intensitasnya masih dapat dibatasi dengan menerapkan tarif bea masuk di

Indonesia sebagai langkah antisipatif terhadap banjir impor. Sementara kelompok

kedua, dengan mayoritas aliran barang dari Indonesia ke Cina antara lain produk

kode HS 0803, 1507, 1513, 1801, 4001, 4002, dan 4106 (Lampiran Tabel 1).5

2.3 Tarif dan Substitusi Impor Sebagai Salah Satu Kebijakan Perdagangan Internasional

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor merupakan berbagai

tindakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik langsung maupun

tidak langsung yang akan memengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha

untuk melindungi atau mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan

penghematan devisa. Perdagangan internasional sendiri menurut Adam Smith

akan menghasilkan manfaat dan meningkatkan kemakmuran apabila terdapat free

trade (perdagangan bebas) dan melakukan spesialisasi berdasarkan keunggulan

absolute (absolute advantage) yang dimiliki.

Kebijakan Tarif Barrier atau TB merupakan salah satu bentuk tarif impor

berupa bea masuk dengan ketentuan sebagai berikut:

5Hutabarat et al. “ Posisi Indonesia dalam Perundingan Perdagangan Internasional di Bidang Pertanian, Analisis Skenario


(33)

20 1. Pembebasan bea masuk atau tarif rendah adalah 0 % sampai dengan 5 % yang

dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti: beras, mesin-mesin

vital, alat-alat militer atau pertahanan atau keamanan, dan lain-lain.

2. Tarif sedang antara lebih dari 5 % sampai dengan 20 % yang dikenakan untuk

barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup diproduksi di

dalam negeri.

3. Tarif tinggi di atas 20 % yang dikenakan untuk barang-barang mewah dan

barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan

barang kebutuhan pokok.

Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang

masuk untuk dipakai atau dikonsumsi habis di dalam negeri. Dalam

pelaksanaannya, sistem atau cara pemungutan tarif bea masuk ini dapat dibedakan

sebagai berikut:

a. Bea harga (Ad Valorem Tarif) dengan menentukan besarnya pungutan bea

masuk atas barang impor ditentukan oleh tingkat presentase tarif dikalikan harga

CIF yaitu harga barang tersebut ditambah biaya pelabuhan.

b. Bea spesifik (Spesific Tarif) berupa pungutan yang didasarkan pada ukuran atau

satuan tertentu dari barang impor. Jeruk merupakan salah satu komoditas yang

dikenakan tarif jenis ini dengan bea sebesar Rp. 500/kg pada tahun 1991.

c. Bea campuran (Compound Tarif) merupakan kombinasi antara bea harga dan

bea spesifik.6

Penentuan tarif impor dibuat berdasarkan pos-pos tarif yang tercantum

dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) melalui kode HS. Semakin


(34)

21 besar kode HS suatu komoditas maka semakin spesifik pula jenis produk.

Komoditas jeruk yang banyak diimpor dari Cina adalah Kelompok Mandarin

dengan kode HS 10 digit 0805200000 yang berada di Bab 8 yaitu komoditas buah

dan buah bertempurung yang dapat dimakan.

Selain kebijakan tarif, terdapat pula upaya substitusi impor dengan

mengurangi kebutuhan domestik yang berasal dari luar negeri melalui

peningkatan sumberdaya yang digunakan dalam memproduksi komoditas

tersebut. Pelaksanaan substitusi ini membutuhkan banyak devisa untuk

mengimpor dan memicu dinaikkannya pendapatan sektor ekspor. Apabila negara

tidak berhasil menaikkan pendapatan ekspor, maka pinjaman luar negeri terpaksa

harus dilakukan.

Pertanian di negara berkembang pada awalnya didasarkan atas pasar

dalam negeri dalam bentuk usaha mencapai swasembada (self sufficiency) pangan

bidang pertanian. Adanya pasar tersebut seharusnya mendorong substitusi impor

berkembang lebih pesat saat terjadi dominasi produk impor dari luar negeri

apabila disertai suatu proteksi sehingga akan menghemat penggunaan devisa.

Subsitusi impor adalah jumlah barang yang diimpor yang harus digantikan dan

dipenuhi oleh produksi barang domestik. Devisa yang dihemat dapat digunakan

untuk mengimpor barang kapital dan barang lainnya yang belum dapat diproduksi

sendiri.

Usaha substitusi impor dapat dilakukan dengan didasari motif-motif

sebagai berikut:

1. Bagi negara berkembang, substitusi impor dimaksudkan untuk mengurangi atau


(35)

22 2. Substitusi impor timbul bila pemerintah suatu negara berusaha memperbaiki

neraca pembayarannya, baik melalui kuota maupun tarif.

3. Beberapa negara mengadakan industrialisasi dengan tujuan memenuhi

kebutuhan dalam negeri dan adanya semangat kemerdekaan cinta produk dalam

negeri.

4. Anggapan bahwa industri subtitusi impor bukan untuk mengurangi atau

mengganti barang impor, namun karena pemerintah bertujuan untuk

mengembangkan perekonomian dalam negeri.

2.4 Definisi dan Batasan Operasional

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian memiliki definisi

tertentu sesuai dengan teori yang ada. Selain itu, terdapat pula beberapa batasan

dari definisi tersebut yang akan terkait dengan pembahasan. Berikut definisi dan

batasan operasional di dalam penelitian ini.

1. Jeruk yang dimaksudkan dalam penelitian adalah jenis Jeruk Mandarin

atau di Indonesia lebih dikenal dengan Jeruk Keprok. Sebagai komoditas

perdagangan, komoditas ini memiliki kode HS 0805200000 yang terdiri

dari Mandarins Fresh (080520110), Mandarins Dried (080520120),

Mandarins Fresh (080520910), dan Clementines, wilkings dried

(080520920).

2. Substitusi impor (Kg) adalah sejumlah komoditas impor yang harus

digantikan oleh komoditas lokal guna memenuhi kebutuhan domestik

dengan jumlah yang sama.

3. Nilai tukar (Rp/US $) adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar sebagai


(36)

23 Nilai tukar atau kurs yang digunakan adalah kurs nominal berupa harga

relatif dari mata uang kedua negara.

4. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai keseluruhan seluruh barang

dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu

tertentu (Wikipedia, 2011). PDB yang digunakan adalah PDB riil atau

PDB berdasarkan harga konstan melalui koreksi harga PDB nominal

dengan memasukkan pengaruh harga. PDB merupakan salah satu metode

untuk menghitung pendapatan nasional. Data PDB asli merupakan data

triwulan, sehingga menggunakan metode interpolasi guna mengisi

data-data yang kosong akibat mengubah data-data menjadi bulanan.

5. Produksi jeruk nasional (Ton) adalah jumlah produksi Jeruk Siam dan

Jeruk Keprok selama periode tertentu secara nasional. Data produksi jeruk

asli merupakan data triwulan, sehingga menggunakan metode interpolasi

guna mengisi data-data yang kosong akibat mengubah data menjadi

bulanan.

6. Harga jeruk lokal (Rp) adalah harga jeruk berdasarkan harga konsumen

pedesaan yang dianggap mewakili harga jeruk lokal yaitu Jeruk Siam dan

Jeruk Keprok karena dekat dengan sentra produksi dibanding perkotaan

sebelum ditambah biaya distribusi.

7. Harga jeruk impor (US $/kg) didekati dengan membagi nilai jeruk impor

(US $) dengan berat jeruk yang diimpor (Kg), sehingga diperoleh harga


(37)

24 8. Dummy ACFTA adalah pengaruh ACFTA terhadap substitusi impor yang

dinilai dengan angka 1 pada masa pasca EHP dan angka 0 pada masa

sebelum EHP.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai ACFTA dan industri TPT terutama terkait dengan

kondisi setelah diterapkannya perdagangan bebas telah banyak dilakukan

sebelumnya. Dewitari, et al. (2009) mengkaji kesepakatan ASEAN China Free

Trade Area (ACFTA) dan dampaknya terhadap ekonomi ASEAN. ACFTA

menyepakati mengenai skema penurunan dan penghapusan tarif yaitu Normal

Track yang terdiri dari Normal Track I dan Normal Track II serta Sensitive Track

yang terbagi atas Sensitive List dan High Sensitive List. Dampak dari kesepakatan

ini lebih banyak merugikan bagi ASEAN karena kekuatan ekonomi Cina yang

sangat besar sehingga lonjakan impor Cina jauh lebih besar dibanding

peningkatan ekspor ASEAN.

Analisis ACFTA dan dampaknya bagi perekonomian Indonesia dilakukan

oleh Mukhlishina, et al. (2010). ACFTA memberikan dampak positif dan negatif

bagi Indonesia. Dampak positif berupa peningkatan ekspor produk-produk

pertanian dan memotivasi masyarakat agar lebih mandiri secara ekonomi. Selain

itu, dampak negatif dari kesepakatan ini adalah meningkatkan pengangguran,

mematikan industri dan Usaha Kecil Menengah (UKM), ketergantungan terhadap

Cina meningkat, volume impor naik, serta melemahnya indusri manufaktur.

Penelitian ACFTA untuk industri besi dan baja Indonesia juga telah

dilakukan oleh Harjakusumah (2010) dengan judul Industi Besi Baja Indonesia


(38)

25 Asean China Free Trade Area (ACFTA). Industri besi dan baja Indonesia

menunjukkan perkembangan yang relatif kurang baik walaupun jumlah produksi

dan utilitas kapasitas produksi menunjukkan trend meningkat, karena neraca

perdagangan produk besi dan baja menunjukkan nilai defisit setiap tahunnya.

Berdasarkan hasil analisis keunggulan komparatif, industri ini pun masih berdaya

saing lemah dalam perdagangan internasional.

Analisis impor untuk buah jeruk sendiri telah dilakukan oleh Permadi

(2007) dengan judul Analisis Peramalan dan Faktor-faktor yang Memengaruhi

Impor Jeruk di Indonesia. Penelitian tersebut menduga faktor-faktor yang

memengaruhi impor jeruk Indonesia untuk periode Januari tahun 2000 sampai

dengan November 2006 yang berpengaruh nyata adalah harga impor, pendapatan

nasional, nilai tukar lag impor, dan dummy triwulan. Impor jeruk juga memiliki

pola berfluktuasi dan acak dari bulan ke bulan akibat faktor yang memengaruhi

impor juga berfluktuasi.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu karena mengkaji

mengenai faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor Jeruk Mandarin di

Indonesia yang disertai dengan perbandingan jumlah dan nilai impor jeruk setelah

diberlakukannya ACFTA. Upaya-upaya yang harus dilakukan guna meningkatkan

produksi jeruk lokal dalam rangka substitusi juga diteliti, baik dari tingkat hulu

sampai ke hilir dengan dukungan sistem penunjang. Hasil dari penelitian

diharapkan dapat dijadikan acuan oleh berbagai pihak yang memiliki andil dalam


(39)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis

Usahatani jeruk di Indonesia merupakan usahatani yang masih tertinggal

dalam segi inovasi bibit dan teknologi dibanding usahatani dengan komoditas lain

seperti padi. Hal ini menyebabkan produksi menjadi tidak optimal dan

penggunaan tenaga kerja pun kurang efisien. Iklim persaingan komoditas

pertanian yang semakin ketat di tengah era perdagangan bebas seperti ACFTA

mengharuskan peningkatan produktivitas melalui kenaikan output dengan

memberdayakan seluruh jenis input bukan hanya tenaga kerja.

Kesepakatan ACFTA mengharuskan pengaturan tarif impor baru bagi

negara peserta. Tarif impor adalah jumlah tetap per unit (tarif spesifik) atau

persentase tetap dari harga barang impor (tarif pajak berdasarkan nilai barang).

(Anindita dan Reed 2008). Penurunan tarif bahkan sampai 0 % bagi komoditas

tertentu diterapkan guna mendukung perdagangan bebas diantara ASEAN dan

Cina. Dampak yang hilang dari penghapusan tarif bagi negara pengimpor dan

negara pengekspor adalah proteksi bagi petani domestik.

Efek yang seharusnya dirasakan akibat penerapan tarif oleh negara

pengimpor dengan asumsi mengimpor produk dalam jumlah besar adalah

menurunkan kelebihan permintaan (excess demand) bagi barang sensitif dan

industri baru (invant industry). Harga di negara impor akan lebih tinggi dibanding

harga dunia (Pw) akibat ditambah pajak (Pw + t), sehingga lebih mahal dan

permintaan pun menurun serta berakibat pada melimpahnya barang tersebut di

negara asal dengan harga yang lebih murah. Tarif impor bertujuan untuk


(40)

27

adalah Pw’ + tax dan Pw’ untuk harga negara pengekspor. Perubahan

kesejahteraan yang terjadi di negara pengimpor berdasarkan surplus konsumen

adalah terjadi kehilangan seluas a b c d, terjadi pertambahan surplus produsen

sebesar a, dan surplus government seluas c e. Jadi, perubahan welfare adalah

sebesar e-b-d dan b-d adalah nilai deadweight loss. Harga dunia adalah Pw’ dan perubahan welfare menunjukkan penurunan kesejahteraan akibat tarif khusus

untuk barang yang tidak sensitif.

Perubahan kesejahteraan di negara pengekspor berdasarkan surplus

konsumen adalah terjadi peningkatan seluas 1 dan penurunan surplus produsen

sebesar 1 2 3 4. Tidak terjadi surplus government dan perubahan kesejahteraan

adalah penurunan seluas 2-3-4 dengan dwl sebesar 2-4, sehingga perubahan

welfare dunia bersih adalah sebesar –b-d-2-4. Berikut adalah Gambar efek dari penerapan tarif impor.

Sumber: Tweeten, 1992 dalam Hartman et al., 1999

Gambar 3. Efek dari Tarif Impor

Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna mengatasi dampak negatif

dari penurunan tarif adalah dengan melakukan subsitutusi impor. Substitusi impor


(41)

28 kuantitas jeruk yang diimpor dengan ditunjang oleh faktor-faktor pendukung.

Faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor diantaranya adalah produk

domestik bruto, tarif impor, harga konsumen jeruk di pedesaan, harga impor,

produksi jeruk domestik, konsumsi jeruk, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar.

Produk domestik bruto (PDB) berpengaruh positif bagi substitusi impor.

Peningkatan pendapatan akibat kenaikan PDB ditandai dengan bertambahnya

daya beli masyarakat. Keadaan ini berakibat pada kenaikan permintaan

masyarakat terhadap produk-produk pangan yang bersifat pendamping seperti

buah-buahan terutama jeruk. Permintaan terhadap jeruk yang semakin besar sulit

untuk dipenuhi oleh produsen lokal. Jadi, pemerintah pun akan melakukan impor

yang lebih banyak, sehingga substitusi impor yang harus dipenuhi oleh produsen

jeruk lokal semakin meningkat.

Kenaikan harga konsumen jeruk di pedesaan berkorelasi positif terhadap

substitusi impor. Kenaikan ini akan mengakibatkan konsumen mencari jeruk lain

dengan harga yang lebih murah. Jeruk impor pun menjadi pilihan karena harga

tetap murah, namun cocok dengan selera konsumen. Dampaknya, volume jeruk

impor pun akan ditambah guna memenuhi permintaan konsumen, sehingga

substitusi jeruk lokal dengan harga bersaing dengan jeruk impor semakin

meningkat.

Sebaliknya, kenaikan harga jeruk impor berpengaruh negatif bagi

substitusi impor. Harga jeruk yang semakin mahal akan membuat konsumen

kembali mengkonsumsi jeruk lokal. Hal ini akan menguntungkan bagi petani


(42)

29 dikurangi. Volume impor yang terus menurun menyebabkan substitusi impor

jeruk pun berkurang.

Produksi jeruk domestik yang semakin meningkat berkorelasi negatif

dengan substitusi impor. Kenaikan produksi menunjukkan peningkatan

kemampuan produsen lokal dalam mengimbangi kebutuhan jeruk masyarakat

yang selama ini dipenuhi oleh jeruk impor. Jumlah jeruk yang diimpor pun dapat

dikurangi, sehingga substitusi pun semakin menurun.

Faktor lainnya yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar yang apabila terjadi

peningkatan maka akan berkorelasi negatif bagi substitusi impor. Kenaikan nilai

tukar rupiah mengakibatkan harga jual barang luar negeri menjadi lebih mahal.

Oleh karena itu, pemerintah pun akan mengurangi impor barang-barang yang

tidak terlalu sensitif seperti jeruk. Jumlah jeruk impor pun berkurang, sehingga

substitusi impor juga mengalami penurunan.

Faktor selanjutnya adalah substitusi impor tahun sebelumnya. Jumlah

substitusi impor yang sama dengan jumlah impor sangat tergantung dengan

jumlah impor tahun sebelumnya. Apabila jumlah impor sebelumnya lebih besar

dan permintaan tinggi, maka jumlah impor tahun ini akan semakin ditambah yang

berdampak pada kenaikan substitusi impor jeruk lokal oleh produsen domestik.

Jadi, kenaikan jumlah substitusi impor tahun sebelumnya akan berpengaruh

positif pada nilai substitusi impor di tahun berikutnya.

Dampak ACFTA terhadap substitusi impor jeruk dapat dilihat melalui

faktor-faktor tersebut dengan membandingkan antara sebelum dan sesudah

berlakunya ACFTA yang diwakili dengan variabel dummy ACFTA. Apabila


(43)

30 pengaruh positif bagi substitusi impor karena penetapan tarif nol % akan membuat

harga jeruk impor semakin murah dan meningkatkan jumlah permintaan, sehingga

Jeruk Mandarin Cina yang masuk akan semakin berlimpah dan tidak terkontrol.

Faktor yang diperlukan pada proses produksi jeruk sendiri adalah kapital, tenaga

kerja, bahan baku, dan energi. Berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut, juga

dapat diketahui bagaimana cara yang tepat dalam meningkatkan substitusi impor,

sehingga petani jeruk lokal walaupun minoritas dapat siap dan bertahan dalam

melawan gempuran buah jeruk Cina.

Perbandingan jumlah impor saat masa sebelum dan setelah ACFTA yang

berbanding lurus dengan substitusi impor Jeruk Mandarin dilihat berdasarkan laju

pertumbuhan dan pangsa impor. Laju pertumbuhan setelah ACFTA memiliki tren

positif karena jumlah impor tidak bisa dikendalikan. Pangsa impor Jeruk

Mandarin asal Cina juga akan lebih mendominasi, baik dari segi komoditas

maupun negara pengimpor lain karena dihapuskannya tarif impor sehingga harga

ke negara tujuan impor menjadi lebih murah.

Upaya untuk meningkatkan produksi jeruk merupakan cara untuk

memenuhi substitusi impor. Produksi jeruk dapat ditingkatan dengan

memperbaiki fungsi subsistem agribisnis dalam sistem agribisnis.

Langkah-langkah yang dilakukan perlu mencakup subsistem perusahaan agribisnis hulu

dengan fungsi untuk menyediakan sarana dan prasarana produksi pertanian

terbaik guna menghasilkan produk yang berkualitas, subsistem perusahaan

usahatani yang berfungsi melakukan kegiatan teknis produksi agar produk yang

dihasilkan prima baik dari segi kualitas maupun kuantitas, subsistem hilir dengan


(44)

31 sesuai selera konsumen serta memperlancar pemasaran hasil, dan subsistem jasa

penunjang yang secara aktif maupun pasif berfungsi untuk menyediakan layanan

bagi kebutuhan pelaku agribisnis untuk memperlancar aktivitas perusahaan yang

biasanya merupakan tanggung jawab pemerintah.

3.2 Kerangka Operasional

Analisis dampak ACFTA terhadap substitusi impor jeruk lokal dapat

dikaji dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor

jeruk itu sendiri, perbandingan jumlah impor setelah dan sebelum ACFTA, serta

upaya yang harus dilakukan guna meningkatkan substitusi impor. Faktor yang

dinilai berpengaruh signifikan akan meningkatkan atau menurunkan substitusi

apabila mengalami perubahan yang dalam hal ini diakibatkan oleh adanya

perubahan aktivitas perdagangan akibat ACFTA. Perubahan jumlah jeruk impor

juga akan memengaruhi jumlah produksi jeruk guna memenuhi substitusi impor,

sehingga upaya peningkatan produksi jeruk yang melibatkan pihak-pihak yang

terkait sangat perlu untuk dilakukan.

Faktor-faktor tersebut akan berperan dalam membandingkan tingkat

substitusi impor jeruk lokal sebelum dan sesudah diterapkannya ACFTA. Faktor

ini akan menjadi dasar dalam menentukan upaya yang tepat guna mengatasi

gempuran jeruk impor dari Cina dengan target menggantikan kebutuhan akan

Jeruk Mandarin dengan jeruk lokal karena petani lokal memiliki potensi besar

dalam melakukan hal tersebut dan menyelamatkan petani jeruk lokal dengan


(45)

32

Gambar 4. Alur Kerangka Operasional Penelitian Kenaikan Tingkat

Substitusi Impor Jeruk Indonesia

Peningkatan Teknologi, Kualitas SDM, dan Daya Saing

Mengkaji Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor

Mendeskripsikan Upaya untuk Meningkatkan Produksi

Jeruk Lokal

Mencanangkan Kebijakan yang Memihak Petani

Jeruk

Merancang Teknologi Baru yang Lebih Baik

dan Efisien

Minimisasi Biaya Produksi dan Biaya Distribusi Membandingkan

Substitusi Impor antara Sebelum dan Sesudah

ACFTA Penghapusan Tarif


(46)

33 3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka

pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan suatu

hipotesis. Hipotesis didasarkan pada fungsi substitusi impor jeruk di Indonesia.

Fungsi ini memiliki dugaan bahwa terdapat beberapa peubah yang saling

berpengaruh baik secara positif maupun negatif. Hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Substitusi impor dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu Produk Domestik

Bruto (PDB), harga konsumen jeruk di pedesaan, substitusi impor tahun

sebelumnya, dummy ACFTA, harga jeruk impor, produksi jeruk domestik,

dan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Faktor yang berpengaruh secara

positif adalah Produk Domestik Bruto (PDB), harga konsumen jeruk di

pedesaan, substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA. Faktor

lain yang berpengaruh negatif yaitu harga jeruk impor, produksi jeruk

domestik, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

2. Laju pertumbuhan jumlah dan nilai impor setelah ACFTA akan

mengalami tren positif dan pangsa impor Jeruk Mandarin asal Cina ke


(47)

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di berbagai badan pemerintahan dan

kementerian yang memiliki data-data yang diperlukan guna mengkaji dampak

ACFTA terhadapa substitusi impor jeruk di Indonesia. Penentuan lokasi ini

ditentukan secara purposive dengan alasan bahwa ACFTA merupakan

kesepakatan yang memiliki pengaruh secara luas sehingga diperlukan data

keseluruhan yang merupakan gabungan dari beberapa sentra penanaman jeruk di

Indonesia agar lebih representatif. Pemilihan ini juga didasari oleh semakin

meningkatnya produk impor jeruk hingga menguasai hampir seluruh pasar

domestik mulai dari pasar tradisional hingga supermarket. Waktu pengambilan

data ini dilakukan dari Maret-Mei 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder diperoleh dari kumpulan data yang dimiliki lembaga pengolah data dan

disusun secara time series. Data tersebut menunjukkan perkembangan usahatani

jeruk di Indonesia dalam angka dan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Selain

data tersebut, digunakan pula data PDB dan nilai tukar rupiah dari Kementerian

Perdagangan serta data produksi jeruk nasional, jumlah dan nilai impor, juga

harga konsumen jeruk yang berasal dari BPS.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi dilakukan secara purposive dengan studi

data sekunder dari instansi-instansi terkait. Data yang dibutuhkan berasal dari


(48)

35 dalam penelitian. Observasi data yang digunakan berjumlah 120 dengan range

data dari bulan Januari 2000 hingga Desember 2009. Penggunaan data dibagi

menjadi dua bagian yaitu pra-EHP dan pasca-EHP. Pra-EHP dimulai dari tahun

2000 sampai 2004, dan pasca-EHP diberlakukan dengan tarif 0 % untuk Jeruk

Mandarin dari tahun 2005 hingga 2009.

Tabel 4. Metode Pengumpulan Data dan Analisis

No. Tujuan Penelitian Data yang Diperlukan Sumber Data Metode Analisis

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor

Produk domestik bruto, harga domestik, produksi jeruk, harga impor, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan jumlah impor Jeruk Mandarin BPS, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan Analisis deskriptif dan regresi berganda double log

2. Membandingkan substitusi impor setelah dan sebelum diberlakukannya ACFTA

Jumlah dan Nilai impor Jeruk Mandarin Cina

BPS Indeks Grubel-Llyod, Analisis Trend, dan pangsa impor

3. Mendeskripsikan upaya peningkatan produksi jeruk lokal agar dapat melakukan substitusi

Kebijakan pemerintah dan kondisi pertanian jeruk secara umum

BPS, Kementerian Pertanian

Analisis deskriptif

4.4 Metode Analisis Data

Analisis data diperoleh secara kualitatif dan kuantitatif dengan mengolah

data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews dan

Microsoft Excel.

4.4.1 Analisis Deskriptif

Analisis ini digunakan dalam menjelaskan hasil dari penelitian agar tidak

hanya terbatas pada data statistik yang kaku guna menghasilkan kesimpulan yang

lebih menarik. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dalam menjelaskan


(49)

36 apakah layak secara ekonomi maupun statistik serta menjelaskan mengenai

kondisi substitusi impor jeruk pada saat sebelum dan setelah kesepakatan ACFTA

diterapkan

Analisis ini juga digunakan dalam menjelaskan upaya-upaya apa saja yang

secara nyata dapat diterapkan guna meningkatkan produksi jeruk, sehingga dapat

melakukan substitusi impor dengan mengurangi dominasi jeruk impor dan

menggantinya dengan jeruk lokal. Hasil yang diperoleh harus berdasarkan kondisi

sebenarnya dan didukung oleh data-data yang valid.

4.4.2 Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor dengan Model Regresi Berganda

Model regresi berganda yang digunakan adalah model double-log. Variasi

ini dipilih karena mengubah variabel ke fungsi logaritma dengan Ln. Ln membuat

jarak antar data menjadi tidak terlalu lebar, sehingga dapat terhindar dari

heterokedastisitas dan ketidakstasioneran. Hasil regresi pun berupa presentase

yang telah mencerminkan elastisitas variabel X terhadap variabel Y.

1. Spesifikasi model ditetapkan sesuai persamaan yang apabila merupakan

model double-log menjadi:

Ln Y1 = β0 + β1 LnX1i + β2 LnX2i + β3 LnX3i + … + βk LnXki

2. Peubah Xk merupakan peubah non-stokastik (fixed), artinya sudah

ditentukan, bukan peubah acak. Selain itu, tidak ada hubungan linear

sempurna antar peubah bebas Xk.

3. a) Komponen sisaan εi mempunyai nilai harapan sama dengan nol, dan ragam konstan untuk semua pengamatan i. E(εi)=0 dan Var(εi)=σ2.

b) Tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antara sisaan εi sehingga Cov(εi,εj)=0, untuk i≠j.


(50)

37 c) Komponen sisaan menyebar normal.

Menurut dalil Gauss-Markov, jika asumsi 1, 2, 3a, dan 3b dipenuhi maka

pendugaan parameter koefisien regresi menggunakan metode OLS akan

menghasilkan penduga tak bias linier terbaik (BLUE = Best Linier Unbiased

Estimator) (Juanda 2009).

Persamaaan faktor-faktor dibuat dengan memasukkan variabel-variabel

tertentu ke dalam model. Model regresi berganda adalah persamaan regresi

dengan satu peubah tak bebas atau dependent variable (P) dengan lebih dari satu

peubah bebas atau independent variable (X1, X2,…, Xn). Fungsi persamaan adalah sebagai berikut:

[P = f (PDB, TI, HKJD, HJI, PJD, KJ, NT)]

Model untuk pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor dengan

dibuat berdasarkan metode regresi double-log adalah sebagai berikut:

Ln SIJt= β0 - β1 LnNTR+ β2 LnHKJ + β3 LnPDB - β4 LnPJL - β5 LnHJI + β6 LnSIJt-1 + β7 DC + εi

Atau dalam bentuk eksponensial menjadi:

SIJ = β0 NTRβ1 HKJβ2 PDBβ3 PJLβ4 HJIβ5 SIJt-1β6 DCβ7 eu dimana:

β0 : Intersep

β1, β2,...β5 : Koefisien regresi

LnSIJ : Substitusi Impor periode ke-t (kg)

LnNTR : Nilai tukar rupiah terhadap dolar (Rp/US $)

LnHKJ : Harga konsumen jeruk di pedesaan periode ke-t (Rp/kg)


(51)

38 LnPJL : Produksi jeruk Indonesia pada periode ke-t (ton/bulan)

LnHJI : Harga jeruk impor periode ke-t (Rp/kg)

LnSIJt-1 : Substitusi impor tahun periode t-1 (kg)

DC : Dummy pengaruh ACFTA terhadap impor jeruk

εi : Error term periode ke-t

Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah: β2,β5,β6,β7>0 dan β1,β3,β4,<0. Variabel substitusi impor merupakan variabel dependen yang memiliki

jumlah yang sama dengan impor jeruk lokal terutama yang berasal dari Cina.

Metode statistik yang digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat antara

substitusi impor dan faktor-faktor yang dianggap dapat memengaruhi adalah

regresi linier dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS).

Model double-log yang memiliki kelebihan yaitu sebuah koefisien regresi

individual dapat diinterpretasikan sebagai elastisitas.

Model regresi dalam analisis data diuji kebenaran tanda dan besarannya

pada setiap koefisien dugaan berdasarkan teori ekonomi yang digunakan. Apabila

tanda pada model sesuai dengan teori ekonomi maka model tersebut dinyatakan

layak dan dapat diterima secara ekonomi. Pengujian terhadap model adalah

sebagai berikut:

1. Pengujian terhadap model

Pengujian dilakukan guna mengetahui apakah model penduga yang

diajukan sudah layak untuk menduga parameter dan fungsi substitusi impor di

Indonesia. Uji Fisher atau Uji F dalam Juanda (2009) merupakan pengujian model


(52)

39 H0: β1 = β2= … = βt = 0 t = 1,2,..,n

H1: Minimal ada satu βt yang tidak sama dengan 0 Perhitungan nilai Fhitung menggunakan rumus:

Keterangan:

Dbr = Derajat bebas regresi Dbe = Derajat bebas error KTR = Kuadrat Tengah Regresi KTS = Kuadrat Tengah Sisaan

Kriteria keputusan jika menggunakan taraf nyata α misalnya 5 %. Apabila

Fhitung lebih dari Ftabel maka terima H1 atau probability F statistic kurang dari taraf

nyata, artinya variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel

tidak bebas, begitu pula sebaliknya.

2. Pengujian untuk tiap-tiap parameter

Uji t merupakan uji variabel secara parsial untuk menguji kesignifikanan

setiap faktor terhadap produktivitas (Juanda 2009). Uji t yang dilakukan

merupakan uji satu sampel dengan uji dua arah yang menggunakan hipotesis

sebagai berikut:

H0: βt = 0 t = 1,2,…,n H1: βt≠ 0

Perhitungan nilai Thitung menggunakan rumus:

Keterangan:

Bl = parameter dugaan


(53)

40 Kriteria keputusan jika menggunakan taraf nyata α misalnya 5 %. Apabila

Thitung lebih dari Ttabel maka terima H1 artinya variabel bebas dalam model

berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata 5 %, begitu pula

sebaliknya. Selain menggunakan t hitung, nilai p value juga telah menunjukkan

kemampuan variabel independen (Xi) dalam menjelaskan variabel dependen (Y).

Apabila p value kurang dari taraf nyata, maka tolak H0 yang berarti variabel Xi

berpengaruh nyata terhadap variabel Y.

3. Pengujian tingkat keragaman model

Koefisien determinasi (R2) sering diinterpretasikan sebagai proporsi total

keragaman Y yang dapat dijelaskan oleh model regresi X terhadap Y (Juanda,

2009). Uji ini bertujuan utnuk mengetahui seberapa besar keragaman variabel tak

bebas yaitu substitusi impor jeruk yang dapat diterangkan oleh variabel bebas.

Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKT = Jumlah Kuadrat Total

Apabila R2 semakin mendekati 1, maka semakin besar pula keragaman substitusi

impor jeruk yang dapat diterangkan oleh variabel dalam model.

4. Pengujian terhadap Multikolinearitas

Salah satu asumsi dari model regresi berganda adalah bahwa tidak ada

hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut atau tidak

ada multikolinearitas (Juanda 2009). Ada atau tidaknya multikolinearitas dalam


(1)

100

Lampiran 6 Substitusi Impor Jeruk Mandarin (Ribu kg) 2000-2009

2000 Januari 5662,706 2001 Januari 15495,795 2002 Januari 3389,978 2003 Januari 7649,476 Februari 3754,498 Februari 8906,103 Februari 4299,215 Februari 8461,076 Maret 3755,287 Maret 10552,463 Maret 3915,155 Maret 7866,445

April 4749,349 April 8291,557 April 3686,373 April 1004,034

Mei 3926,552 Mei 3453,893 Mei 4076,190 Mei 1256,081

Juni 1805,878 Juni 1080,987 Juni 4284,822 Juni 721,705

Juli 2913,993 Juli 1860,581 Juli 9319,987 Juli 499,157

Agustus 3395,812 Agustus 1926,209 Agustus 4433,422 Agustus 169,200 September 7288,818 September 1449,830 September 3619,044 September 652,370 Oktober 3730,915 Oktober 2662,165 Oktober 1274,780 Oktober 308,153 November 6894,515 November 2568,904 November 3909,526 November 916,088 Desember 11862,501 Desember 4495,976 Desember 8672,908 Desember 3397,991 2004 Januari 9712,196 2005 Januari 5972,694 2006 Januari 16861,802 2007 Januari 12349,434

Februari 3702,237 Februari 7830,002 Februari 8331,736 Februari 13112,670 Maret 10431,773 Maret 10258,754 Maret 13492,415 Maret 17490,420

April 6944,500 April 10185,160 April 10673,836 April 13696,356

Mei 2038,730 Mei 3149,358 Mei 4015,830 Mei 4803,495

Juni 877,554 Juni 1343,102 Juni 1890,320 Juni 2952,526

Juli 1101,733 Juli 931,957 Juli 1198,238 Juli 2085,639

Agustus 1371,310 Agustus 1120,522 Agustus 1432,055 Agustus 2704,162 September 686,873 September 1307,306 September 1377,515 September 1925,911 Oktober 1654,285 Oktober 2969,215 Oktober 771,178 Oktober 1100,721 November 1988,893 November 2054,233 November 2109,309 November 3455,803 Desember 2959,742 Desember 6536,431 Desember 6381,140 Desember 13448,330


(2)

101

2008 Januari 20902,777 2009 Januari 31859,544

Februari 11466,941 Februari 20551,927 Maret 13914,008 Maret 42679,906 April 20359,757 April 25783,323

Mei 11735,932 Mei 15098,816

Juni 1936,824 Juni 2153,641

Juli 1707,069 Juli 1338,103

Agustus 1889,538 Agustus 1786,628 September 2216,569 September 2645,941 Oktober 1370,239 Oktober 2406,197 November 3579,495 November 9974,842 Desember 18519,010 Desember 32677,383 Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, 2000-2009


(3)

102

Lampiran 7 Hasil Regresi

double log

Model Substitusi Impor dengan

Eviews 6

Dependent Variable: LNSIJ

Method: Least Squares Date: 06/03/11 Time: 19:30

Sample (adjusted): 2000M02 2009M12 Included observations: 119 after adjustments Convergence achieved after 10 iterations

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std, Error t-Statistic Prob,

LNPJL -1,178011 0,361157 -3,261771 0,0015 LNPDB -7,401002 2,191209 -3,377589 0,0010 LNNTR -3,042880 1,294217 -2,351136 0,0205 LNHKJ 1,365364 0,518093 2,635367 0,0096 LNHJI 0,765782 0,207951 3,682518 0,0004 DC 2,828943 0,576226 4,909436 0,0000 C 80,86910 19,59042 4,127991 0,0001 AR(1) 0,629408 0,075207 8,369061 0,0000

R-squared 0,649503 Mean dependent var 8,233061 Adjusted R-squared 0,627400 S,D, dependent var 1,059692 S,E, of regression 0,646846 Akaike info criterion 2,031444 Sum squared resid 46,44350 Schwarz criterion 2,218276 Log likelihood -112,8709 Hannan-Quinn criter, 2,107310 F-statistic 29,38479 Durbin-Watson stat 1,631267 Prob(F-statistic) 0,000000


(4)

103

Lampiran 8 Hal Pengujian Ekonometrika

Uji Multikolinearitas

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 38,46 11,72 3,28 0,001 LNNTR -0,807 1,164 -0,69 0,489 1,6 LNHKJ 1,0604 0,2993 3,54 0,001 2,8 LNPDB -4,012 1,261 -3,18 0,002 5,8 LNPJL -1,1162 0,2690 -4,15 0,000 3,5 LNHJI 0,5838 0,1840 3,17 0,002 1,9 DC 2,1197 0,3865 5,48 0,000 5,8

Uji Heterokedastisitas

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1,463114 Prob, F(35,83) 0,0809 Obs*R-squared 45,40583 Prob, Chi-Square(35) 0,1119 Scaled explained SS 37,78422 Prob, Chi-Square(35) 0,3432

Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 2,448173 Prob, F(3,108) 0,0676 Obs*R-squared 7,577281 Prob, Chi-Square(3) 0,0556

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 06/03/11 Time: 20:23 Sample: 2000M02 2009M12 Included observations: 119

Presample missing value lagged residuals set to zero,

Variable Coefficient Std, Error t-Statistic Prob,

LNPJL 0,399059 0,412572 0,967247 0,3356 LNPDB -1,913003 2,740360 -0,698084 0,4866 LNNTR 0,520187 1,448918 0,359018 0,7203 LNHKJ 0,040576 0,463081 0,087623 0,9303 LNHJI 0,088587 0,269036 0,329276 0,7426 DC 0,221729 0,675942 0,328029 0,7435 C 6,208834 23,42969 0,264999 0,7915 AR(1) -0,267232 0,153341 -1,742728 0,0842 RESID(-1) 0,413896 0,163159 2,536768 0,0126 RESID(-2) 0,041376 0,124453 0,332458 0,7402 RESID(-3) 0,056086 0,111528 0,502890 0,6161

R-squared 0,063675 Mean dependent var 1,05E-11 Adjusted R-squared -0,023022 S,D, dependent var 0,627367 S,E, of regression 0,634547 Akaike info criterion 2,016072 Sum squared resid 43,48623 Schwarz criterion 2,272966 Log likelihood -108,9563 Hannan-Quinn criter, 2,120388 F-statistic 0,734452 Durbin-Watson stat 2,004837 Prob(F-statistic) 0,690602


(5)

104


(6)

105

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Raisa yang lahir pada tanggal 15 Desember 1989. Penulis

adalah anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Teti Setiawati dan Yaudin

Arachman B,E. Jenjang pendidikan penulis dilalui dengan baik, dari mulai Taman

Kanak-kanak, menamatkan sekolah dasar di SDN Pengadilan 2 Bogor pada tahun

2001, menyelesaikan sekolah menengah pertama SMP Negeri 4 Bogor tahun

2004, hingga menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 7 Bogor pada

tahun 2007.

Pada tahun 2007 ini, penulis juga mendapatkan Undangan Seleksi Masuk

IPB (USMI) untuk jurusan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, sehingga

selepas SMA penulis langsung memasuki jenjang Strata 1 (S1). Selama berkuliah

di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan baik di luar departemen,

seperti menjadi panitia penyambutan mahasiswa baru untuk mahasiswa baru,

maupun di dalam departemen seperti panitia masa perkenalan fakultas dan

departemen, acara-acara himpunan profesi REESA, dan lain sebagainya. Penulis

juga mendapatkan beasiswa selama 4 tahun masa pendidikan dari IPB yang

berasal dari Perhimpunan Orangtua Mahasiswa (POM) dan Pertamina

Foundation

hingga lulus.