Development of Balanced Diet Index for Indonesian Adult Males

i

PENGEMBANGAN INDEKS GIZI SEIMBANG
BAGI PRIA DEWASA INDONESIA

ATIKA PRIMADALA AMRIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Indeks
Gizi Seimbang bagi Pria Dewasa Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Atika Primadala Amrin
NIM I151114051

iv

RINGKASAN
ATIKA PRIMADALA AMRIN. Pengembangan Indeks Gizi Seimbang bagi Pria
Dewasa Indonesia. Dibimbing oleh HARDINSYAH dan CESILIA METI
DWIRIANI.

Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah gizi ganda. Tahun 2011
disebutkan bahwa Indonesia menempati urutan kelima negara dengan jumlah
balita stunting terbanyak. Selain itu masalah gizi lebih terus berkembang,

contohnya prevalensi kegemukan pada pria dewasa terus meningkat menjadi
sebanyak 19,7% pada tahun 2013 dari sebelumnya sebesar 13,7% pada tahun
2007. Peningkatan masalah gizi lebih berkaitan erat dengan kejadian penyakit
tidak menular. Untuk mengendalikan perkembangan masalah gizi ganda,
Indonesia telah mengembangkan pedoman gizi seimbang sebagai panduan makan
bagi masyarakat agar mengonsumsi makanan yang bergizi, beragam dan
berimbang. Meskipun telah memiliki pedoman makan, namun Indonesia belum
memiliki instrumen untuk menilai mutu gizi konsumsi pangan secara praktis dan
menyeluruh. Negara-negara lain seperti Amerika, Australia dan Thailand telah
mengembangkan instrumen tersebut yang disebut dengan Healthy Eating Index
(indeks gizi seimbang).
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan indeks gizi seimbang
untuk pria dewasa di Indonesia. Tujuan khusus penelitian ini adalah: (1)
Menganalisis pola konsumsi makanan pria dewasa di Indonesia berdasarkan data
Riskesdas 2010; (2) Mengembangkan beberapa alternatif indeks gizi seimbang
untuk pria dewasa di Indonesia; (3) Menguji validitas dari berbagai alternatif
indeks gizi seimbang dan menentukan indeks gizi seimbang terpilih, dan (4)
Menganalisis faktor determinan indeks gizi seimbang pria dewasa di Indonesia
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang mengembangkan suatu
indeks. Penelitian ini diawali dengan pengembangan indeks gizi seimbang (IGS)

untuk pria dewasa Indonesia. Pengembangan IGS dilakukan melalui penelusuran
pustaka. Validasi IGS yang dikembangkan dilakukan dengan menggunakan data
konsumsi pangan dari Riskesdas 2010. Pengolahan, analisis dan interpretasi data
dilakukan pada bulan Juni-November 2013 di Bogor, Jawa Barat.
Riskesdas 2010 berhasil mengunjungi 69300 rumah tangga dengan jumlah
rumah tangga sebanyak 251388 anggota. Sebanyak 64448 anggota rumah tangga
adalah pria dewasa dengan rentang usia 19-55 tahun. Kriteria cleaning subjek
adalah: (1) Tidak ada data antropometri (BB & TB): 197 orang; (2) Tidak ada data
konsumsi: 84 orang; (3) Subjek dengan kondisi konsumsi yang tidak biasa: 939
orang; (4) Subjek dengan IMT < 13 atau IMT > 40: 74 orang; (5) Subjek dengan
asupan pangan < 0,3 atau > 3 kali kebutuhan energi basal: 2013 orang; dan (6)
Subjek dengan tingkat kecukupan gizi > 400%: 12 orang. Subjek yang disertakan
dalam penelitian ini adalah 61129 pria dewasa.
Penelitian ini mengembangkan 10 alternatif IGS, yang perbedaannya
terletak pada cara pemberian nilai serta komponen penilaian yang disertakan
dalam indeks. Uji korelasi dilakukan antara alternatif IGS dengan nilai MGP, serta
dilakukan penilaian terhadap sensitifitas dan spesifisitas untuk menentukan IGS

v


yang paling sesuai untuk menduga mutu konsumsi pangan pria Indonesia. IGS360 merupakan IGS yang paling sesuai dan praktis (r=0,64; Se & Sp = 145,1)
untuk menilai mutu gizi konsumsi pangan pria dewasa Indonesia. IGS3-60 adalah
indeks dengan cara penilaian tiga tingkat, terdapat 6 komponen penilaian yang
seluruhnya berupa kelompok pangan. Faktor determinan IGS3-60 adalah: daerah
tempat tinggal, status ekonomi, status kawin, pendidikan dan pekerjaan. Pria
dewasa Indonesia berusia 20-49 tahun yang tinggal di pedesaan cenderun
memiliki mutu gizi konsumsi pangan yang lebih baik. Demikian pula pria dewasa
Indonesia dengan status ekonomi menengah ke atas, dengan tingkat pendidikan
setara SMP atau lebih dan memiliku pekerjaan sebagai pegawai negeri atau
pengusaha swasta cenderung memiliki mutu gizi konsumsi pangan yang lebih
baik.
Kata kunci: indeks gizi seimbang, mutu gizi konsumsi pangan, pria dewasa

vi

SUMMARY
ATIKA PRIMADALA AMRIN. Development of Balanced Diet Index for
Indonesian Adult Males. Supervised by HARDINSYAH and CESILIA METI
DWIRIANI.


Indonesia’s having double burden of malnutrition. At 2011, it is stated
Indonesia was at the 5th position of country with the largest number of stunted
toddler. Meanwhile the overnutrition problem growed, at 2013 there were 19,7%
obese Indonesian adult males. The increasing number of overnutrition was proved
to be related with the increasing incidence of non-communicable diseases. To
combat the double burden of malnutrtion, Indonesia has developed a food
guideline. Although the food guideline has been developed, the instrument to
asses the whole eating quality based on the food guideline has not been developed
yet in Indonesia. Other countries such as America, Australia and Thailand had
developed such instrument called Healthy Eating Index (balanced diet index).
The study was aimed to develop the balanced diet index (BDI) for
Indonesian adult males. The spesific purposes of this study were to asses food
consumption pattern of Indonesian adult males, to develop several alternatives of
BDIs and to select the most appropriate BDI for Indonesian adult males, and to
analyse factors affecting the BDI. The design of the study was analytical study to
develop an index. This study developed several alternatives of BDI through
systematic review of literature. The food consumption data from Basic Health
Research in 2010 were used to validate the index. This study were conducted on
June-November 2013.
The data of Basic Health Research 2010 covered 64448 male subjects, and

61129 of them were analyzed in this study. Subjects were excluded if they didn’t
have any consumption or anthropometic data, if their BMI less than 13 or more
than 40, if their energy intake less than 30% or more than 300% of their BMR and
if their nutrient adequacy more than 400%.
There were ten alternatives of BDIs developed based on the food group
and their intake, and also their scoring systems. The gold standard used to validate
the BDI is the mean adequacy ratio (MAR) measured by mean nutrient adequacy
of 16 nutrients. The 16 nutrients consist of Energy, Protein, Fat, Carbohydrate,
Fiber, Water, Sodium, Calcium, Iron, Phosphorus,Potassium, Zinc, vitamin A,
vitamin B1, vitamin B2 and vitamin C. The binary logistic test and the assesment
of Sensitivity and Spesifity score were done to see which alternative of BDI was
the most appropriate for adult males of Indonesia. The result showed the pearson
correlation coefficient of the BDI and MAR range from 0.46 to 0.64; while the
sensitivity and spesifisity score ranged from 120.3 to 147.0. The most appropriate
and practical BDI to asses MAR is BDI3-60 (r=0.64; Se & Sp= 145.1). BDI3-60
consists of six food groups (cereal, legume, animal food, vegetable, fruit and
milk) and implementing 3-level of scoring system. Determinant factors for BDI360 are place of living, economic status, marital status, education and occupation of
subject. Subjects aged 20-49 years old and lived in rural area were more likely to

vii


have better diet quality. Subjects with better economic level, had higher education
level and worked as civil servant or private businessman were more likely to have
better diet quality.
Key words: adult males, balanced diet index, mean adequacy ratio (MAR)

viii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

ix


PENGEMBANGAN INDEKS GIZI SEIMBANG BAGI PRIA
DEWASA INDONESIA

ATIKA PRIMADALA AMRIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

x

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Budi Setiawan, MS


xi

Judul Tesis
Nama
NIM

: Pengembangan Indeks Gizi Seimbang bagi Pria Dewasa
Indonesia
: Atika Primadala Amrin
: I151114051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc
Anggota

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS
Ketua


Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Gizi Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN.

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian : 17 Februari 2014

Tanggal Lulus :

Judul Tesis
Nama
NIM

: Pengembangan Indeks Gizi Seimbang bagi Pria Dewasa
Indonesia

: Atika Primadala Amrin
: I151114051

Disetuj ui oleh
Komisi Pembimbing

M セ@

Dr. Jr. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Gizi Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN.

Tanggal Ujian : 17 Februari 2014

Tanggal Lulus:

0 7 MAR 20 14

xii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulisan tesis yang berjudul
―Pengembangan Indeks Gizi Seimbang bagi Pria Dewasa Indonesia‖ dilakukan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program
Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulisan tesis ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.
Ir. Hardinsyah, MS dan Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku komisi
pembimbing atas arahan, masukan, kritikan, dan dorongan untuk menyelesaikan
tesis; terimakasih kepada Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku penguji luar komisi
dan kepada Dr. Dodik Briawan, MCN selaku kepala program studi S2 atas saran
perbaikan yang diberikan dalam penyusunan tesis ini.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan izin
untuk menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Terimakasih
kepada Lembaga Pengelola Dana Keuangan (LPDP) yang telah memberikan
beasiswa program tesis kepada penulis.
Penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada kedua orang tua tercinta,
kedua adik, Bagus Wahyu F. Purnomo dan keluarga besar penulis yang senantiasa
mendukung dan memberikan semangat serta kepercayaan kepada penulis
sehingga penulisan tesis ini dapat selesai dengan baik.
Karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu dengan
kerendahan hati penulis memohon saran dan masukan dari pembaca karena
pembelajaran adalah proses yang tidak pernah berhenti. Semoga karya ilmiah ini
dapat membawa manfaat.

Bogor,

Maret 2014

Atika Primadala Amrin

xiii

DAFTAR ISI
DAFAR TABEL ................................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................. 1
Tujuan ........................................................................................................... 2
Manfaat ........................................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................
Masalah Gizi Pria Dewasa Indonesia .............................................................4
Konsep Gizi Seimbang ................................................................................. 5
Penilaian konsumsi pangan........................................................................... 6
Mutu gizi konsumsi pangan (MGP)......................................................... 6
Pola pangan harapan (PPH) ..................................................................... 7
Healthy eating index (HEI) ...................................................................... 8
HEI Amerika ..................................................................................... 8
HEI Thailand ................................................................................... 10
HEI Australia ....................................................................................11
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan HEI .............................................12
KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................................14
METODE
Desain, Waktu, dan Tempat..........................................................................16
Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek .........................................................16
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...............................................................17
Pengolahan dan Analisis Data ......................................................................18
Pengembangan indeks gizi seimbang ......................................................18
Karakteristik sosial ekonomi dan status gizi ............................................22
Kebutuhan energi dan zat gizi makro ......................................................23
Kebutuhan vitamin, mineral dan zat gizi lainnya ....................................24
Asupan zat gizi dan tingkat kecukupan zat gizi .......................................25
Perhitungan indeks gizi seimbang (IGS) .................................................25
Perhitungan mutu gizi konsumsi pangan (MGP) .....................................26
Uji statistika .............................................................................................26
Definisi Operasional .....................................................................................27
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sosial Ekonomi Pria Dewasa Indonesia .................................28
Pola Konsumsi Pangan Pria Dewasa Indonesia............................................30
Alternatif Indeks Gizi Seimbang (IGS) dan MGP ........................................33
Faktor-faktor yang mempengaruhi IGS ........................................................38
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .......................................................................................................40

xiv

Saran ............................................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 41
LAMPIRAN .......................................................................................................... 44
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 57

xv

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.

Bobot setiap kelompok pangan di PPH ..........................................................8
Komponen dan penilaian dalan HEI 1995 ....................................................10
Komponen dan penilaian dalam HEI 2005 ...................................................10
Komponen dan penilaian dalam THEI .........................................................11
Komponen Aust-HEI dan skor masing-masing komponen ..........................12
Jenis dan cara pengumpulan data .................................................................18
Alternatif indeks gizi seimbang ....................................................................20
Komponen dan kriteria penilaian IGS tiga tingkat .......................................21
Komponen dan kriteria penilaian IGS empat tingkat ...................................22
Perhitungan kebutuhan energi pria dewasa ..................................................23
Perhitungan kebutuhan protein pria dewasa .................................................24
Angka kecukupan gizi mikro pria dewasa ....................................................25
Sebaran subjek berdasarkan wilayah tempat tinggal
dan status kawin ............................................................................................28
Sebaran subjek berdasarkan pendidikan,
pendapatan dan status ekonomi ....................................................................29
Sebaran subjek berdasarkan status gizi.........................................................30
Rataan, standar deviasi, median konsumsi (gram)
dan tingkat partisipasi konsumsi kelompok pangan .....................................30
Asupan gizi sehari pria dewasa Indonesia ....................................................32
Hasil uji korelasi indeks gizi seimbang dan MGP ........................................34
Nilai sensitifitas dan spesifisitas IGS terhadap MGP ...................................34
Indeks gizi seimbang IGS4-105....................................................................35
Indeks gizi seimbang IGS3-60......................................................................36
Skor indeks gizi seimbang IGS3-60 .............................................................36
Mutu konsumsi pangan subjek berdasarkan IGS3-60 ..................................37
Hasil regresi logistik faktor determinan indeks gizi seimbang .....................38

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Prevalensi obesitas pada pria di setiap kelompok usia ...................................4
Komponen-komponen HEI-1995 ...................................................................9
Kerangka pemikiran penelitian
pengembangan indeks gizi seimbang ...........................................................15
Tahap-tahap cleaning subjek penelitian .......................................................17
Langkah-langkah pengembangan IGS ..........................................................19
Persentase tingkat kecukupan gizi pria dewasa Indonesia ...........................33

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.

Cara pengumpulan data karakteristik, antropometri dan
recall pangan 1x24 jam oleh tim Riskesdas 2010 ........................................44
Hasil perhitungan indeks gizi seimbang sistem tiga tingkat .........................46

xvi

3.

Hasil perhitungan indeks gizi seimbang sistem empat tingkat .................... 48

4.
5.
6.
7.
8.
9.

Berat badan, tinggi badan, dan IMT pria menurut kelompok usia ........... 50
Kebutuhan zat gizi pada pria dewasa menurut kelompok usia ................... 50
Pemenuhan kebutuhan gizi pria dewasa Indonesia ...................................... 51
Persentase tingkat kecukupan gizi pria dewasa Indonesia ........................... 51
Kategori pola makan pria dewasa Indonesia berdasarkan MGP .................. 52
Gambaran pola konsumsi pria dewasa
Indonesia pada setiap kategori IGS3-60 ...................................................... 52
Hasil uji regresi logistik faktor-faktor
yang mempengaruhi IGS3-60 ...................................................................... 53
Hasil uji korelasi Pearson antara IGS3-60 dengan IMT ............................. 56

10.
11.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia saat ini sedang mengalami beban ganda masalah gizi yaitu
masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Indonesia menempati urutan kelima
dengan jumlah balita stunting terbanyak di dunia setelah India, China, Nigeria dan
Pakistan (Tarigan 2012). Sebanyak 35,6% balita di Indonesia mengalami stunting.
Sementara itu masalah gizi lebih terus berkembang. Prevalensi berat badan lebih
dan obesitas pada laki-laki dewasa di Indonesia mencapai 8,5% dan 7,8%;
masalah ini lebih banyak ditemukan pada wanita dewasa Indonesia yaitu 11,4%
wanita memiliki berat badan lebih dan 15,5% wanita dewasa obesitas. Masalah
gizi lebih juga banyak ditemukan pada kelompok usia balita, sebanyak 14% balita
di Indonesia termasuk pada kategori kegemukan (RISKESDAS 2010). Hasil riset
kesehatan dasar pada tahun 2013 menunjukkan prevalensi kegemukan pada pria
dewasa meningkat menjadi 19,7%.
Obesitas berkaitan erat dengan kejadian penyakit degeneratif. Peningkatan
prevalensi obesitas akan meningkatkan angka kematian yang disebabkan
hipertensi dan diabetes (Henry 2011). Data riset kesehatan dasar Indonesia pada
tahun 2007 menunjukkan 3 dari 10 penduduk Indonesia yang berusia di atas 10
tahun menderita hipertensi. Hipertensi mulai banyak dijumpai pada kelompok usia
yang lebih muda yaitu 15-17 tahun sebanyak 8,3%.
Banyak faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi, penyakit
kardiovaskular, diabetes, kanker dan penyakit degeneratif lainnya merupakan
bagian dari gaya hidup yang dapat dicegah. Gaya hidup yang dimaksud seperti
rendahnya tingkat aktivitas fisik, rendahnya konsumsi buah dan sayur, konsumsi
makanan cepat saji serta kebiasaan merokok (Khatib 2004).
Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
perkembangan masalah gizi adalah melalui promosi gizi dan kesehatan. Promosi
gizi dan kesehatan dapat dilakukan dengan cara menyebarkan informasi perilaku
gizi dan kesehatan yang benar, sehingga dapat mendorong perubahan perilaku
kesehatan di dalam masyarakat (Khatib 2004). Indonesia telah mengembangkan
Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) dengan 13 pesan gizi seimbang. Secara
umum PUGS memberikan informasi mengenai konsumsi makanan bergizi dan
beragam dan berimbang, pentingnya aktivitas fisik dan menjaga kebersihan diri
dan lingkungan serta anjuran untuk memantau berat badan secara teratur. PUGS
diharapkan dapat menggiring masyarakat Indonesia agar mengonsumsi makanan
secara baik dan mencegah terjadinya masalah gizi ganda.
Meskipun PUGS telah disosialisasikan sejak tahun 1994, namun instrumen
untuk mengukur kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia berdasarkan
standar PUGS belum dikembangkan. Negara-negara maju dan berkembang selain
Indonesia telah mengembangkan instrumen penilaian kualitas konsumsi pangan
yang disesuaikan dengan pedoman makanan, contohnya adalah Amerika,
Australia dan Thailand. Pada tahun 1995, Amerika melalui Center for Nutrition
Policy and Promotion USDA telah mengembangkan Healthy Eating Index (HEI).
HEI adalah alat ukur untuk mengukur kepatuhan konsumsi makanan dihubungkan
dengan angka kecukupan berdasarkan piramida makanan di Amerika dan

2

berfungsi untuk menyediakan suatu kesimpulan pengukuran kualitas konsumsi
makanan (Guenther et al. 2005). Australia dan Thailand telah mengembangkan
instrumen serupa, mengadopsi pengembangan HEI dari Amerika dan disesuaikan
dengan pedoman makanan yang ada di negara masing-masing.
Lebih dari separuh penduduk Indonesia adalah pria (50,3%) dan lebih dari
separuhnya berada pada rentang usia dewasa (54,7%) (BPS 2010). Kelompok pria
dewasa merupakan penduduk dalam rentang usia produktif yang memiliki peranan
besar dalam menggerakan roda pembangunan bangsa. Oleh karena itu, masalah
gizi yang terjadi pada kelompok ini tidak dapat diabaikan. Data Riskesdas 2010
menunjukkan kejadian overweight dan obesitas pada pria, paling banyak
ditemukan pada rentang usia dewasa. Prevalensi overweight dan obesitas pada
pria di kelompok usia 25 hingga 50 tahun relatif lebih tinggi daripada pria di
kelompok usia remaja maupun lansia. Analisis yang dilakukan berdasarkan data
Riskedas 2007 menunjukkan ada korelasi antara pertambahan usia dengan
kejadian obesitas sentral (Sugianti et al. 2009).
Suatu penelitian di Amerika menunjukkan bahwa wanita cenderung
memiliki sikap dan perilaku kesehatan yang lebih baik daripada pria, sehingga
jumlah pria yang menderita penyakit kardiovaskular lebih banyak dan pria
meninggal 7 tahun lebih cepat daripada wanita (Courtenay 2000). Mortalitas
akibat penyakit jantung koroner lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita
(Lawlor et al. 2001). Pengembangan indeks gizi seimbang untuk pria dewasa di
Indonesia penting, selain karena indeks ini belum dikembangkan di Indonesia,
juga agar kualitas konsumsi makanan secara keseluruhan pada pria dewasa dapat
diketahui. Informasi ini dapat menjadi dasar untuk menentukan strategi perbaikan
pola konsumsi makan pada pria dewasa serta merupakan bagian dari upaya
mengendalikan masalah gizi ganda.

Tujuan
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan indeks
gizi seimbang untuk pria dewasa di Indonesia. Secara khusus penelitian ini
bertujuan:
1. Menganalisis pola konsumsi pangan pria dewasa di Indonesia berdasarkan
data Riskesdas 2010
2. Mengembangkan beberapa alternatif indeks gizi seimbang untuk pria
dewasa di Indonesia
3. Menguji validitas dari berbagai alternatif indeks gizi seimbang dan
menentukan indeks gizi seimbang terpilih
4. Menganalisis faktor determinan indeks gizi seimbang pria dewasa di
Indonesia

3

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola
konsumsi pria dewasa di Indonesia. Indeks gizi seimbang dapat digunakan untuk
menilai mutu gizi konsumsi pangan secara keseluruhan serta dapat digunakan
untuk memonitor perubahan pola konsumsi pangan yang terjadi pada kelompok
usia ini. Jika informasi mengenai pola konsumsi pangan dapat diketahui maka
dapat disusun langkah-langkah untuk mengatasi perkembangan masalah gizi
ganda pada kelompok pria dewasa di Indonesia

4

TINJAUAN PUSTAKA

Masalah Gizi Pria Dewasa Indonesia
Indonesia saat ini sedang menghadapi beban ganda masalah gizi, yaitu
masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Data Riskesdas 2010 menunjukkan
17,9% balita memiliki berat badan kurang, di mana 4,9% termasuk dalam kategori
gizi buruk dan 13% lainnya gizi kurang. Sementara itu, terdapat 14% balita
mengalami kegemukan. Meskipun demikian, masalah gizi tidak hanya terjadi pada
kelompok rawan seperti balita, anak-anak maupun ibu hamil.
Sensus penduduk pada tahun 2010 mencatat jumlah penduduk Indonesia
sebanyak 237.641.326 juta jiwa, dimana 50,3% diantaranya berjenis kelamin pria.
Hasil sensus menunjukkan dari seluruh penduduk pria di Indonesia 33,3% berada
pada rentang usia 20-39 tahun, sedangkan 21,4% lainnya berada pada rentang usia
40-59 tahun. Lebih dari separuh penduduk pria Indonesia berada pada rentang usia
dewasa (BPS 2010). Kelompok pria dewasa merupkan penduduk dalam rentang
usia produktif yang memiliki peranan besar dalam menggerakan roda
pembangunan bangsa. Oleh karena itu, masalah gizi yang terjadi pada kelompok
ini tidak dapat diabaikan.
Data Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi overweight dan obesitas
penduduk Indonesia sebesar 8,5% dan 7,8%. Kejadian overweight dan obesitas
pada pria, paling banyak ditemukan pada rentang usia dewasa (Gambar 1).
Prevalensi overweight dan obesitas pada pria di kelompok usia 25 hingga 50 tahun
relatif lebih tinggi daripada pria di kelompok usia remaja maupun lansia. Analisis
yang dilakukan berdasarkan data Riskedas 2007 menunjukkan ada korelasi antara
pertambahan usia dengan kejadian obesitas sentral (Sugianti et al. 2009).

Gambar 1. Prevalensi obesitas pada pria di setiap kelompok usia
Kelebihan berat badan merupakan faktor resiko dari berbagai penyakit
degeneratif seperti diabetes tipe 2, hipertensi, penyakit jantung dan kanker.
Individu yang mengalami obesitas memiliki peluang 1,5 kali lebih besar

5

mengalami hipertensi dibandingkan individu yang tidak obesitas (Pradono 2010).
Sekitar sepertiga dari penduduk berusia di atas 18 tahun mengalami hipertensi
(30,8%). Resiko mengalami hipertensi akan meningkat seiring dengan
beratambahnya usia. Riskesdas 2007 menunjukkan peluang terkena hipertensi
lebih tinggi 2,4 kali pada kelompok usia >45 tahun.

Konsep Gizi Seimbang
Sejarah perkembangan ilmu gizi di dunia menunjukkan bahwa gizi sangat
terkait dengan kesehatan dan penyakit. Namun, tidak ada satu jenis makanan
yang dapat menyediakan seluruh zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Pemenuhan kebutuhan gizi dapat diperoleh dengan mengonsumsi berbagai jenis
makanan. Oleh karena itu, diperlukan suatu pedoman yang memuat prinsip-prinsip
memilih dan menyusun makanan yang seimbang untuk memenuhi kebutuhan
tubuh manusia.
Istilah ―gizi‖ di Indonesia baru mulai dikenal sekitar tahun 1952-1955
sebagai terjemahan dari bahasa Inggris nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa
Arab ―ghidza‖ yang berarti makanan. Sejak tahun 1950-an, Dokter Poorwo
Soedarmo mengenalkan pedoman Empat Sehat Lima Sempurna (ESLS). Pedoman
ini tidak jauh berbeda dengan pedoman kelompok makanan yng digunakan di
negara lain, seperti Amerika (basic four food guide), Belanda (basic four food
circle) dan Swedia (basic seven food circle). ESLS membagi makanan menjadi 4
kelompok utama, yaitu: 1) makanan pokok (sumber karbohidrat); 2) lauk pauk
(sumber protein dan lemak); 3) sayur-sayuran; dan 4) buah-buahan (sumber
vitamin dan mineral). Keempat kelompok ini dalam suatu hidangan disebut
kelompok Empat Sehat, dan bila ditambahkan dengan segelas susu disebeut
Empat Sehat Lima Sempurna.
Pedoman ESLS sangat dikenal luas dalam masyarakat Indonesia. Beberapa
kelebihan ESLS, antara lain: 1) dikemas dalam poster sederhana dan bunyi slogan
yang menarik ; 2) pesan yang disampaikan mudah dimengerti dan mudah diingat
oleh semua golongan masyarakat; 3) pengelompokan makanan ke dalam 4 sehat
sesuai dengan komposisi dan fungsi dari masing-masing kelompok; dan 4) bahan
makanan yang tercantum dalam poster adalah bahan makanan tradisional yang
mudah diperoleh dan biasa dikonsumsi oleh berbagai golongan masyarakat di
Indonesia (kecuali susu).
Kelemahan ESLS terletak pada penekanan konsumsi susu. Susu
merupakan sumber protein hewani dan tidak ada bedanya dengan makanan
hewani lainnya seperti telur, daging dan ikan. Selain itu, ESLS juga tidak
memberikan pesan mengenai porsi atau jumlah yang harus dimakan untuk
masing-masing kelompok makanan. Seiring dengan perkembangan zaman, ESLS
tidak lagi sesuai dengan paradigma baru pendekatan masalah gizi. Pemecahan
masalah gizi tidak lagi hanya memperhatikan aspek makanan, melainkan juga
memperhatikan aspek lainnya, seperti sanitasi lingkungan, aktivitas fisik,
kebiasaan merokok dan kebiasaan minum alkohol.
Perlunya pedoman gizi seimbang di Indonesia telah dirasakan sejak tahun
1990-an. Diektorat Bina Gizi, Departemen Kesehatan, pada tahun 1995

6

menerbitkan buku panduan ―13 Pesan Dasar Gizi Seimbang‖. Ke-13 pesan adalah
kesepakatan yang didasarkan pada beberapa hasil penelitian Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi Bogor. Ke-13 pesan tersebut adalah: (1) makanlah aneka
ragam makanan; (2) makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi; (3)
makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi; (4) batasi
konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi; (5)
gunakan garam beryodium; (6) makanlah makanan sumber zat besi; (7) berikan
ASI saja kepada bayi sampai usia 6 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya;
(8) biasakan makan pagi; (9) minumlah air bersih yang aman yang cukup
jumlahnya; (10) lakukan aktivitas fisik secara teratur; (11) hindari minum
minuman berakohol; (12) makanlah makanan yang aman bagi kesehatan; dan (13)
bacalah label makanan yang dikemas
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan,
mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan
kandungan gizi pangan. Pasal 60 sampai 62 menjelaskan bahwa
penganekaragaman konsumsi pangan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dan membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi
seimbang, dan aman serta sesuai dengan potensi dan kearifan lokal yang
dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk
mengonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Tercapainya
penganekaragaman konsumsi pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
diukur melalui pencapaian nilai komposisi pola pangan dan gizi seimbang. Gizi
seimbang yang dimaksud dalam UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 didefinisikan
sebagai asupan gizi sesuai kebutuhan seseorang untuk mencegah risiko gizi lebih
dan gizi kurang.

Penilaian Konsumsi Pangan
Indeks yang secara khusus digunakan untuk mengukur gizi seimbang
belum ada, namun untuk mengukur kualitas pola makan dapat didekati dengan
menggunakan pengukuran mutu gizi pangan, pola pangan harapan (PPH) serta
Healthy Eating Index.

Mutu gizi konsumsi pangan (MGP)
Definisi pangan berdasarkan UU No. 18 Tahun 2012 adalah segala sesuatu
yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan,
perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah
yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan
atau minuman.
Peran pangan terhadap status gizi dan kesehatan tidak terlepas dari mutu
gizi konsumsi pangan. Mutu gizi konsumsi pangan (MGP) merupakan suatu
gambaran yang memperlihatkan apakah suatu makanan dapat memenuhi

7

kebutuhan dan tingkat ketersediaan biologis tubuh. MGP dapat diartikan sebagai
persentase asupan zat gizi terhadap kecukupan atau kebutuhan individu.
Pengukuran MGP didasarkan pada jumlah zat gizi yang tersedia untuk dikonsumsi
relatif terhadap kebutuhan dan nilai biologisnya (Hardinsyah & Atmojo 2000,
Jadhav & Vali 2010).
Kandungan gizi dalam makanan yang dikonsumsi dihitung dengan
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). DKBM adalah suatu
daftar yang memuat berbagai jenis makanan beserta kandungan zat gizinya per
100 gram berat makanan yang dapat dimakan (BDD). Setelah diketahui total
asupan zat gizi, dihitung pula tingkat kecukupan zat gizi individu tersebut.
Selanjutnya perhitungan MGP dapat dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

MGP =
Keterangan :
MGP
= Mutu Gizi pangan
TKGi
= Tingkat kecukupan zat gizi ke-i, yaitu (konsumsi zat gizi kei/kecukupan zat gizi ke-i) x 100
n
= Jumlah zat gizi yang dipertimbangkan dalam penilaian MGP

Pola pangan harapan (PPH)
Pola pangan harapan (PPH) atau Desirable Dietary Pattern adalah susunan
beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan
utama (baik secara absolut maupun relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau
konsumsi pangan. FAO-RAPA mendefinisikan PPH sebagai berikut: ―Pola
pangan harapan adalah komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi
dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya‖ (Hardinsyah et al. 2002).
Pendekatan PPH memungkinkan untuk menilai suatu mutu pangan
penduduk berdasarkan skor pangan (dietary score). Semakin tinggi skor mutu
pangan, menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik
komposisi dan mutu gizinya.
Tujuan PPH adalah untuk menghasilkan suatu komposisi standar pangan
untuk memenuhi kebutuhan gizi penduduk, sekaligus juga mempertimbangkan
keseimbangan gizi (nutritional balance) yang didukung oleh cita rasa
(palatability), daya cerna (digestability), daya terima masyarakat (acceptability),
kuantitas dan kemampuan daya beli (affortability).
PPH berguna sebagai instrumen sederhana menilai situasi ketersediaan dan
konsumsi pangan berupa jumlah dan komposisi pangan menurut jenis pangan
secara agregat. PPH juga berguna sebagai basis untuk perhitungan skor PPH yang
digunakan sebagai indikator mutu gizi pangan dan keragaman baik pada tingkat
konsumsi maupun tingkat ketersediaan. Selain itu juga digunakan untuk
perencanaan konsumsi dan ketersediaan pangan.
Metode PPH dapat digunakan untuk menilai mutu pangan berdasarkan
skor pangan (dietary score). Skor pangan ini diperoleh dari hasil perkalian antara
tingkat kontribusi energi kelompok pangan dengan bobotnya. Bobot untuk setiap
kelompok pangan didasarkan kepada konsentrasi kalori, kepadatan kalori, zat gizi

8

esensial, zat gizi mikro, kandungan serat, volume pangan dan tingkat
kelezatannya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka bobot setiap kelompok
pangan adalah sebagai berikut (Tabel 1.) (FAO-RAPA 1989, Hardinsyah et al.
2002).
Tabel 1. Bobot setiap kelompok pangan di PPH
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kelompok Pangan
Padi-padian
Umbi-umbian
Pangan hewani
Minyak dan lemak
Buah/ Biji berminyak
Kacang-kacangan
Gula
Sayur dan Buah
Lain-lain

Bobot
0,5
0,5
2,0
1,0
0,5
2,0
0,5
2,0
0

Healty eating index (HEI)
Healthy Eating Index (HEI) adalah suatu instrumen yang digunakan untuk
menilai kualitas pola makan secara menyeluruh serta dapat digunakan untuk
memonitor perubahan pola makan penduduk di suatu wilayah. HEI juga dapat
digunakan untuk menilai kesesuaian pola makan penduduk dengan pedoman
makan yang berlaku di wilayah tersebut. HEI pertama kali dikembangkan pada
tahun 1995 oleh Center for Nutrition Policy and Promotion USDA. Negara lain
yang telah mengembangkan HEI diantaranya adalah Thailand dan Australia
1. HEI Amerika
Healthy Eating Index (HEI) pertama kali dikembangkan di Amerika pada
tahun 1995 oleh U.S Department of Agriculture (USDA). Tujuan dari
pengembangan indeks ini adalah untuk mengukur kesesuaian pola makan
masyarakat Amerika terhadap pedoman makan yang telah ditetapkan. HEI yang
dikembangkan pada tahun 1995 terdiri atas 10 komponen penilaian yang disusun
berdasarkan Food Guide Pyramid yang berlaku saat itu (Gambar 2).
Komponen 1-5 menilai kesesuaian jumlah konsumsi kelompok pangan
utama terhadap anjuran Food Guide Pyramid yang meliputi kelompok: buahbuahan; sayur-sayuran; biji-bijian serta padi-padian; susu; dan daging. Komponen
6-9 menilai aspek pola makan tertentu yang harus dibatasi jumlah konsumsinya,
meliputi: lemak total; lemak jenuh; kolesterol; dan sodium. Komponen 10
merupakan ukuran dari keberagaman pola makan seseorang. Setiap komponen
dinilai dengan kisaran 0-10, sehingga nilai HEI akan berkisar dari 0 hingga 100.
Nilai HEI diatas 80 dianggap pola makan sudah baik, nilai 51-80 dianggap perlu
perbaikan dalam pola makan serta nilai di bawah 51 dianggap pola makan sangat
buruk. Tabel 2 menyajikan komponen serta sistem penilaian HEI 1995.

9

Sumber: Guenther et al. 2007

Gambar 2. Komponen-komponen HEI – 1995
Pedoman makan di Amerika diperbaiki dan dikembangkan setiap 5 tahun
sekali, sehingga HEI-2005 pun dikembangkan untuk menyesuaikan dengan The
2005 Dietary Guidelines for Americans. HEI-2005 terdiri atas 12 komponen yang
telah disesuaikan dengan The 2005 Dietary Guideline for Americans. Komponen
yang ditambahkan meliputi whole fruit; dark green and orange vegetables and
legume; whole grain; oils; saturated fat; sodium; dan kalori yang berasal dari
solid fat, alcohol and added sugar. Komponen whole fruit ditambahkan karena
terdapat aturan tentang batasan konsumsi buah dalam bentuk jus hingga setengah
dari konsumsi buah secara keseluruhan. Komponen dark green and orange
vegetables and legume ditambahkan karena konsumsi sayuran jenis ini masih
sangat kurang dari jumlah yang direkomendasikan. Komponen whole grain
ditambahkan karena pada pedoman makan terdapat saran untuk mengonsumsi
padi-padian dalam bentuk whole minimal setengah dari jumlah konsumsi padipadian secara keseluruhan. Komponen Oils ditambahkan karena pada 2005
Dietary Guideline for Americans telah mencantumkan rekomendasi konsumsi
minyak, demikian pula dengan jumlah energi yang diperoleh dari asupan lemak
padat, alkohol dan gula tambahan (SoFAAS). HEI 2005 menggunakan standar
densitas, artinya jumlah asupan makanan diukur per 1000 kkal asupan energi.
Keunggulan standar densitas ini adalah dapat diterapkan untuk setiap individu
yang kebutuhan energinya berbeda satu sama lain (Guenther et al 2007). Tabel 3
menyajikan komponen dan sistem penilaian pada HEI 2005.

10

Tabel 2. Komponen dan penilaian dalan HEI 1995
No

Komponen

Skor
0

5

8

10
Poin

1

Total buah

0

2

Total sayur

0

3

Total grain

0

4

Susu

0

5

Daging (dan kacang-kacangan)

0

6
7
8
9
10

Natrium
Lemak jenuh
Lemak total
Kolesterol
Keragaman

≥4.8
≥15
≥45
≥450
≤6

2-4 takaran saji
(sekitar 1-2 gelas)
3-5 takaran saji
(sekitar 1.5-2.5 gelas)
6-11 takaran saji
(sekitar 6-11 oz eq)
2-3 takaran saji (2-3
gelas)
2-3 takaran saji
(sekitar 5.5-7.0 oz eq)
≤2.4 g
≤10% energi
≤30% energi
≤300 mg
≥16 makanan berbeda
selama 3 hari

Tabel 3. Komponen dan penilaian dalam HEI 2005
No
Komponen
Skor
0
5
8
10
20
Poin
1
Total buah
0
≥0.8 gelas eq/1000 kkal
2
Whole fruit
0
≥0.4 gelas eq/1000 kkal
3
Total sayur
0
≥1.1 gelas eq/1000 kkal
4
Sayuran berdaun hijau
0
≥0.4 gelas eq/1000 kkal
dan orange, serta
legumes
5
Total grain
0
≥3.0 oz eq/1000 kkal
6
Whole grains
0
≥1.5 oz eq/1000 kkal
7
Susu
0
≥1.3 gelas
eq/1000 kkal
8
Daging dan kacang0
≥2.5 oz
kacangan
eq/1000 kkal
9
Minyak
0
≥12 g/1000
kkal
10 Lemak jenuh
≥15
10
≤7% energi
11 Sodium
≥2.0
1.1
≤0.7 g/1000
kkal
12 Kalori dari SoFAAS
≥50
≤20% energi

2. HEI Thailand
Healthy Eating Index for Thais (THEI) dikembangkan sebagai instrumen
untuk menilai kualitas pola makan dan memonitor perubahan pola makan secara

11

keseluruhan. THEI dikembangkan berdasarkan modifikasi HEI yang
dikembangkan oleh USDA Amerika. THEI terdiri atas 11 komponen, setiap
komponen mewakili aspek pola makan yang sehat:
 Komponen 1-5 mengukur kesesuaian pola makan individu terhadap
rekomendasi porsi sajian 5 kelompok pangan utama berdasarkan Thailand
Nutrition Flag: beras dan sumber pati (beras, roti, sereal dan pasta), sayursayuran, buah-buahan, susu (susu, yogurt dan keju), dan daging (daging,
unggas, ikan, kacang, telur)
 Komponen 6,7, dan 8 mengukur lemak total, lemak jenuh dan konsumsi
gula tambahan, dalam bentuk persentase per total asupan energi makanan.
 Komponen 9 dan 10 mengukur total kolesterol dan asupan sodium
 Komponen 11 mengukur keragaman diet individu.
Komponen THEI dan sistem penilaiannya dapat dilihat pada Tabel 4.
Kriteria sistem penilaian dikembangkan berdasarkan rekomendasi yang ada pada
pedoman makan Thailand, rekomendasi asupan harian Thailand (Thai RDI),
referensi asupan pangan harian Thailand (DRI), serta berbagai bukti ilmiah
tentang kaitan pola makan dengan penyakit kronis. Setiap komponen indeks
memiliki nilai maksimal 10 dan nilai minimal 0. Nilai di antaranya dihitung secara
proporsional. Total nilai THEI dikelompokan menjadi 3 tingkat: nilai THEI di atas
66 dianggap pola makan sudah baik, nilai 55-66 dianggap perlu perbaikan dalam
pola makan serta nilai di bawah 55 dianggap pola makan sangat buruk.
Tabel 4. Komponen dan penilaian dalam THEI
No

Komponen

1

Konsumsi
karbohidrat
Konsumsi sayur
Konsumsi buah
Konsumsi susu
Konsumsi
daging
Asupan lemak
total
Asupan lemak
jenuh
Konsumsi gula
tambahan
Asupan
kolesterol
Asupan sodium
Keragaman
makanan

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kisaran
skor
0-10

Kriteria untuk skor
maksimum (10)
8-12 sendok nasi

Kriteria untuk skor
minimum (0)
0 dan 14-18 sendok nasi

0-10
0-10
0-10
0-10

4-6 sendok nasi
3-5 porsi
1-2 gelas
6-12 sendok makan

0-10

≤20% total energi

0
0
0
0 dan 12-18 sendok
makan
≥35% total energi

0-10

≤10% total energi

≥15% total energi

0-10

10% total energi

0-10

≤300 mg/hari

≥400 mg/hari

0-10
0-10

≤2400 mg/hari
≥30 jenis/hari

≥3300 mg/hari
≤20 jenis/hari

3. HEI Australia
Aust-HEI juga senada dengan HEI di Amerika dan Thailand yang
menggambarkan kesesuaian pola makan dengan rekomendasi Dietary guidelines
for Australian adults (NHMRC 2003). Komponen Aust-HEI terdiri atas

12

keragaman diet, konsumsi sayur dan buah, dan konsumsi lemak. Keragaman diet
memiliki hubungan dengan terjadinya penyakit kronis (Wahlqvist et al. 1989;
NHMRC 2003), konsumsi buah dan sayur dihubungkan dengan penyakit jantung,
stroke, dan beberapa kanker (Lock et al. 2005), dan konsumsi lemak jenuh
dihubungkan dengan peningkatan kolesterol low density lipoprotein (LDL) plasma
yang berhubungan dengan penyakit jantung dan vascular (AIHW 2004).
Komponen dari Aust-HEI dapat dilihat pada Tabel 5.
No
1

2

3
4
5
6
7

Tabel 5 Komponen Aust-HEI dan skor masing-masing komponen
Komponen
Kriteria untuk skor
Skor
Skor
Sumber
maksimum
minimum maksimum
data
Keragaman
Jumlah
makanan 0 (tidak
10
FFQ
dari masing-masing
ada)
kelompok
pangan
biasanya dimakan
minimal satu kali
seminggu
Pilihan makanan
Makanan
sehat 0 (tidak
10
FFQ
sehat
biasanya dimakan
ada)
minimal satu kali
seminggu
Konsumsi buah
Dua porsi atau lebih 0 (tidak
10
SDQ
per hari
ada)
Konsumsi sayur
Empat porsi atau 0 (tidak
10
SDQ
lebih per hari
ada)
Susu rendah
Susu skim atau 0 (tidak)
5
SDQ
lemak
rendah lemak
Daging rendah
Biasanya (atau tidak 0 (tidak)
5
SDQ
lemak
makan daging)
Konsumsi
Jumlah
makanan
0
10 (tidak
FFQ
makanan tinggi
dimakan satu kali
ada)
lemak jenuh dan
atau lebih seminggu
rendah zat gizi
lain
Total
0
60

Keterangan:
FFQ = food frequency questionnaire; SDQ = short dietary questions

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan HEI
Suatu penelitian mengembangkan model untuk mengukur sejauh apa
pengetahuan gizi serta kesadaran akan kesehatan dapat mempengaruhi Healthy
Eating Index individu. Hasilnya menyatakan bahwa tingkat pengetahuan gizi
individu memiliki pengaruh penting terhadap HEI-nya. Faktor lain yang
mempengaruhi variasi HEI antar individu adalah tingkat pendidikan, ras dan etnis
serta usia. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu akan membuat
pilihan makanan yang lebih sehat (Variyam et al. 1998). Penelitian lain yang

13

dilakukan pada remaja menunjukkan individu yang terlalu menjaga berat badan,
membatasi pola makan (diet) serta sering melewatkan sarapan memiliki nilai HEI
yang lebih rendah daripada remaja yan tidak membatasi pola makannya
(Woodruff et al. 2008). Penelitian yang menghubungkan antara kecakapan
kesehatan dengan HEI menunjukkan peningkatan 1 poin pada kecakapan
kesehatan maka akan meningkatkan nilai HEI sebesar 1,21 poin (Zoellner et al.
2011).

14

KERANGKA PEMIKIRAN
Indonesia sedang mengalami masalah gizi ganda. Data Riskesdas 2010
menunjukkan prevalensi overweight dan obesitas penduduk pria Indonesia sebesar
8,5% dan 7,8%. Prevalensi overweight dan obesitas pada pria di kelompok usia 25
hingga 50 tahun relatif lebih tinggi daripada pria di kelompok usia remaja maupun
lansia. Obesitas berkaitan erat dengan kejadian penyakit degeneratif. Peningkatan
prevalensi obesitas akan meningkatkan angka kematian yang disebabkan
hipertensi dan diabetes (Henry 2011). Data riset kesehatan dasar Indonesia pada
tahun 2007 menunjukkan 3 dari 10 penduduk Indonesia yang berusia di atas 10
tahun menderita hipertensi. Kejadian overweight dan obesitas serta penyakit
degeneratif erat kaitannya dengan gaya hidup, seperti rendahnya tingkat aktivitas
fisik, rendahnya konsumsi buah dan sayur, konsumsi makanan cepat saji serta
kebiasaan merokok.
Indonesia telah mengembangkan PUGS sebagai pedoman makan untuk
menggiring masyarakat Indonesia agar mengkonsumsi makanan yang beragam,
bergizi dan berimbang. Namun instrumen yang praktis untuk menilai keseluruhan
kualitas konsumsi pangan berdasarkan pedoman makan di Indonesia belum ada.
Pengembangan indeks gizi seimbang untuk pria dewasa di Indonesia penting agar
kualitas konsumsi makanan secara keseluruhan pada kelompok ini dapat
diketahui.
Nilai IGS pada dasarnya mencerminkan kualitas pola makan subjek, oleh
karena itu nilai IGS pada subjek dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya adalah karakteristik subjek tersebut yang meliputi usia, jenis kelamin,
pendidikan, maupun jenis pekerjaan. Pengetahuan gizi dan kecakapan kesehatan
yang baik akan menunjang subjek sehingga dapat melakukan pemilihan makanan
yang lebih sehat, dengan demikian juga akan meningkatkan nilai IGS. Kebiasaan
makan yang buruk, seperti membatasi makan secara berlebihan dan melewatkan
sarapan juga akan menurunkan nilai IGS.

15

Karakteristik Individu:
 Usia
 Pendidikan
 Pendapatan

Pengetahuan gizi dan keterampilan
kesehatan

Kebiasaan makan/ Pola makan

Gaya Hidup

Masalah Gizi Ganda

Pengembangan pedoman makan
 PUGS
 Tumpeng gizi seimbang

Alat ukur mutu gizi konsumsi pangan:
 MGP
 PPH
 IGS (belum ada)

Indeks gizi seimbang

Nilai indeks gizi seimbang
(kualitas konsumsi pangan)

Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian pengembangan Indeks Gizi Seimbang

Keterangan:
: Variabel yang tidak diamati
: Variabel yang diamati

16

METODE

Desain, Waktu, dan Tempat
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang mengembangkan suatu
indeks. Indeks gizi seimbang dikembangkan melalui penelusuran pustaka.
Pengujian validitas dari indeks yang dikembangkan menggunakan data konsumsi
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010.
Riskesdas 2010 dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan Indonesia. Pengumpulan data dilakukan oleh
tim pengumpul data Riskesdas sejak bulan Mei-Agustus 2010. Pengolahan,
analisis dan interpretasi data dilakukan pada bulan Juni-November 2013 di Bogor,
Jawa Barat.

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek
Subjek Riskesdas 2010 berasal dari 441 kabupaten/kota yang tersebar di
33 provinsi di Indonesia. Populasi dalam Riskesdas 2010 adalah seluruh rumah
tangga biasa yang mewakili 33 provinsi. Subjek rumah tangga dalam Riskesdas
2010 dipilih berdasarkan listing Sensus Penduduk tahun 2010. Proses pemilihan
rumah tangga dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan two stage
sampling.
Riskesdas mengambil sejumlah blok sensus dari setiap kabupaten/kota
yang termasuk ke dalam kerangka subjek kabupaten/kota. Pemilihan blok sensus
tersebut dilakukan se