Pengaruh Tata Kelola Perusahaan Dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Indeks Kompas100.

PENGARUH TATA KELOLA PERUSAHAAN
DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
TERHADAP KINERJA KEUANGAN
PADA PERUSAHAAN INDEKS KOMPAS100

ANNISA PUTRI CAESARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Tata Kelola
Perusahaan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan pada
Perusahaan Indeks Kompas100 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015

Annisa Putri Caesari
NIM H251130246

ii

RINGKASAN
ANNISA PUTRI CAESARI. Pengaruh Tata Kelola Perusahaan dan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Indeks Kompas100.
Dibimbing oleh ABDUL KOHAR IRWANTO dan MUHAMMAD SYAMSUN.
Kegiatan operasional perusahaan dilakukan dengan tujuan utama untuk
memaksimalkan laba bagi para pemegang saham. Namun selain itu, perusahaan juga
berkewajiban untuk memberikan kontribusi pada pembangunan masyarakat. Untuk
mengakomodasi tujuan dan kewajiban perusahaan tersebut dapat diterapkan suatu
sistem yang disebut tata kelola perusahaan (corporate governance/CG). Perusahaan

dapat menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social
responsibility/CSR) sebagai langkah nyata dalam memberikan kontribusi kepada
pembangunan masyarakat. Penerapan CG dan CSR saling berhubungan karena CSR
merupakan konsekuensi dari penerapan CG.
Penelitian dilakukan pada seratus perusahaan yang terdaftar dalam indeks
Kompas100 untuk mengetahui pengaruh penerapan CG terhadap pengungkapan CSR,
pengaruh penerapan CG terhadap CFP, pengaruh pengungkapan CSR terhadap CFP,
dan pengaruh penerapan CG terhadap CFP dengan pengungkapan CSR sebagai
variabel pemoderasi. Perusahaan indeks Kompas100 dipilih karena perusahaan
tersebut dinilai mempunyai kinerja yang baik yang dapat dilihat pada return
sahamnya dari tahun 2010 sampai tahun 2013 selalu diatas return saham IHSG.
Analisis untuk mengetahui hubungan ketiga variabel tersebut dilakukan dengan
analisis structural equation modeling (SEM) dengan pendekatan partial least square
path modeling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan CG berpengaruh positif
terhadap pengungkapan aktivitas CSR. Namun penerapan CG berpengaruh negatif
terhadap kinerja keuangan perusahaan. Pengungkapan CSR berpengaruh negatif
terhadap kinerja keuangan. Penerapan CG berpengaruh negatif terhadap CFP melalui
pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi.
Kata kunci: CG, CSR, CFP


iii

SUMMARY
ANNISA PUTRI CAESARI. Corporate Governance and Corporate Social
Responsibility Influence to Corporate Financial Performance on Companies of
Kompas100 Index. Supervised by ABDUL KOHAR IRWANTO and MUHAMMAD
SYAMSUN.
The operational activities of a company are conducted to maximize the profits
of shareholders. But beside that, the company also has an obligation to give
contribution to community development. To accommodate the goals and the
obligations of the company, systems called corporate governance (CG) can be
applied. Company also can apply corporate social responsibility (CSR) as a real
action to give a contribution to community development. The implementations of CG
and CSR are related because CSR is the consequence of applying CG.
The research was conducted on one hundred companies listed in the
Kompas100 index in order to know the relation among the implementation of CG, the
exposure of CSR, and CFP. Kompas100 index is chosen because the companies have
a good performance that can be seen in stock return at 2010 until 2013 always above
IHSG stock return. Analysis to know the relation of the three variables was conducted

using analysis of structural equation modeling (SEM).
The result of the research shows that the implementation of CG positively
influenced the exposure of CSR activity. Nevertheless, the implementation of CG is
negatively influenced the performance of the company’s finance. Similarly, the
exposure of CSR is negatively influenced the financial performance. Because CG
negatively influenced CFP and CSR negatively influenced CFP, the implementation
of CG is also negatively influenced CFP through exposure of CSR as the moderating
variable.
Keywords: CG, CSR, CFP

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


v

PENGARUH TATA KELOLA PERUSAHAAN
DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
TERHADAP KINERJA KEUANGAN
PADA PERUSAHAAN INDEKS KOMPAS100

ANNISA PUTRI CAESARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


vi

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Budi Purwanto, ME

viii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga penyusunan tesis yang berjudul Pengaruh Tata Kelola
Perusahaan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan pada
Perusahaan Indeks Kompas100 ini berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc dan Dr Ir
Muhammad Syamsun, MSc selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan
yang luar biasa kepada penulis selama menyusun karya ilmiah ini, serta kepada Dr Ir
Budi Purwanto, ME dan Dr Ir Jono M Munandar yang telah banyak memberikan saran.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga,
teman-teman Program Studi Ilmu Manajemen IPB, karyawan tata usaha Program Studi
Ilmu Manajemen, dan juga pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu
atas segala doa dan dukungannya. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan

manfaat bagi para pembaca. Penulis juga memohon maaf apabila masih terdapat
kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini.

Bogor, September 2015

Annisa Putri Caesari

ix

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN


x

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian


4

Ruang Lingkup Penelitian

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

4

Teori Agensi

4

Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)

5

Prinsip Corporate Governance


6

Tujuan dan Manfaat Corporate Governance

8

Partisipan Corporate Governance

9

Penerapan Corporate Governance

10

Teori Stakeholder

11

Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan)


12

Manfaat Corporate Social Responsibility

13

Penerapan dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility

15

Corporate Financial Performance (Kinerja Keuangan Perusahaan)

17

Indeks Kompas100

19

Penelitian Terdahulu

20

3 METODE PENELITIAN

20

Kerangka Pemikiran

20

Jenis Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data

21

Populasi dan Sampel Penelitian

22

Prosedur Analisis Data

22

Variabel Penelitian

22

Structural Equation Modelling Partial Least Square (SEM PLS)

24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

26

x

Gambaran Umum Objek Penelitian

26

Evaluasi Model Awal Pengaruh CG, CSR, dan CFP

31

Implikasi Manajerial

40

5 SIMPULAN DAN SARAN

42

Simpulan

42

Saran

42

DAFTAR PUSTAKA

44

LAMPIRAN

49

DAFTAR TABEL
1 Variabel dan indikator penelitian
2 Distribusi populasi penelitian berdasarkan variabel CG
3 Nilai outer loading
4 Nilai internal consistency
5 Nilai cross loading
6 Korelasi variabel laten dan akar AVE
7 Nilai path coefficient bootstrapping

24
28
34
36
36
37
37

DAFTAR GAMBAR
1 Perbandingan return saham indeks Kompas100 dengan IHSG
2 Kerangka pemikiran
3 Model awal SEM
4 Distribusi populasi penelitian berdasarkan sektor
5 Distribusi populasi berdasarkan laporan pengungkapan CSR
6 Grafik pengungkapan CSR per indikator
7 Hasil analisis model awal
8 Hasil analisis model akhir

3
22
26
27
29
30
33
34

xi

DAFTAR LAMPIRAN
1 Matriks penelitian terdahulu
2 Perusahaan penelitian
3 Indikator pengungkapan CSR menurut GRI
4 Skor indikator variabel CG
5 Skor indikator variabel CSR
6 Rasio kinerja keuangan perusahaan penelitian
7 Daftar istilah

49
50
53
58
61
64
67

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya berhubungan dengan
para stakeholder, baik yang berhubungan secara langsung maupun tidak. Stakeholder
terdiri dari para pemegang saham, manajer, karyawan, kreditur, supplier, retailer,
konsumen, pemerintah, masyarakat, dan sebagainya (Chen and Wang 2011).
Kegiatan operasional perusahaan dilakukan dengan tujuan utama memaksimalkan
laba untuk kepentingan para pemegang saham. Namun selain itu, perusahaan juga
berkewajiban untuk berkontribusi pada pembangunan masyarakat. Untuk
mengakomodasi tujuan dan kewajiban perusahaan tersebut dapat diterapkan suatu
sistem yang disebut tata kelola perusahaan (corporate governance/ CG).
CG adalah suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis
perusahaan dengan mengatur pembagian tugas, hak, dan kewajiban pihak-pihak yang
berkepentingan dalam perusahaan yaitu para pemegang saham, dewan pengurus,
manajer, dan stakeholder lainnya (OECD 2007).
Selain melalui penerapan CG, perusahaan juga dapat menerapkan tanggung
jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) sebagai langkah nyata
dalam memberikan kontribusi kepada pembangunan masyarakat. Pengertian CSR
menurut ISO 26000 (2012) adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap
dampak dari keputusan dan kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan. Kegiatan
CSR diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan
pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
CSR juga merupakan suatu konsekuensi dari penerapan CG. Penerapan CG
sesuai pedoman umum yang dikemukakan oleh Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) berpegang pada prinsip utama yaitu transparency,
accountability, responsibility, independence, dan fairness yang juga dikenal dengan
prinsip TARIF. Melalui CSR, perusahaan dapat mengintegrasikan kelima prinsip
tersebut yaitu dengan melakukan pengungkapan yang transparan, akurat, wajar, dan
bertanggung jawab. CG dan CSR tidak dapat berdiri sendiri maupun diterapkan salah
satunya. CG tidak akan berjalan efektif tanpa diterapkannya upaya CSR dalam
merespon kebutuhan setiap stakeholder (Huang 2010).
Selain CG dan CSR yang saling berhubungan, CG dan CSR juga saling
berhubungan dengan kinerja keuangan (corporate financial performance/CFP).
Menurut Mihaela (2009), CG memainkan peran utama dalam meningkatkan kinerja
keuangan perusahaan dengan cara meningkatkan kemampuan perusahaan dalam
memasarkan produknya, mempermudah akses perusahaan ke pasar modal,
meningkatkan kepercayaan investor, dan menciptakan iklim investasi yang menarik
dengan karakteristik peningkatan daya saing perusahaan dan pasar modal yang
efisien.
CG juga memainkan peran dalam internal perusahaan yaitu untuk
mensejajarkan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham agar tidak terjadi
konflik kepentingan yang dikenal dengan istilah agency theory. Penerapan prinsip

2

CG secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan
mengurangi aktivitas menyimpang seperti rekayasa isi laporan keuangan yang tidak
menggambarkan nilai yang sebenarnya (Kaihatu 2006). Manajemen perusahaan akan
bertindak demi kepentingan para pemegang saham bukan hanya untuk
kepentingannya sendiri. Pengungkapan informasi perusahaan yang transparan, akurat,
bertanggung jawab, dan jelas akan menghasilkan pengambilan keputusan yang tepat.
Sedangkan hubungan antara CSR dan CFP masih dalam perdebatan para ahli
selama lebih dari tiga dekade (Chen and Wang 2011). Berdasarkan studi-studi yang
telah dilakukan sebelumnya, hubungan CSR dan CFP masih belum menemukan satu
titik temu apakah CSR dapat meningkatkan nilai, menurunkan nilai, atau bahkan
tidak berpengaruh sama sekali (Jo and Harjoto 2011). Menurut Friedman dalam Chen
and Wang (2011), jika perusahaan lebih memfokuskan sumberdayanya untuk
kepentingan sosial bukan untuk memaksimalkan keuntungan maka hal tersebut dapat
menurunkan efisiensi mekanisme pasar dan menyebabkan perusahaan gagal
mencapai alokasi sumber daya yang optimal. Sedangkan bagi pihak yang mendukung
penerapan CSR, berpendapat bahwa melalui CSR perusahaan dapat meningkatkan
citra perusahaan, membangun hubungan yang baik dengan masyarakat dan
pemerintah, menciptakan lebih banyak peluang, dan menggali lebih dalam potensi
pasar (Davis dalam Chen and Wang 2011) sehingga dapat menciptakan keuntungan
jangka panjang.
Jo and Harjoto (2011) yang melakukan penelitian untuk membuktikan pengaruh
CSR terhadap CFP menyimpulkan bahwa kegiatan CSR dapat meningkatkan kinerja
perusahaan selama perusahaan tidak melakukan over investasi dalam kegiatan CSR.
Namun jika perusahaan melakukan over investasi maka kegiatan CSR tersebut dapat
menurunkan kinerja perusahaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bertujuan untuk melakukan
penelitian mengenai pengaruh antara penerapan CG, pengungkapan CSR, dan CFP
pada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia dengan memfokuskan
penelitian pada perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100. Perusahaan
yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 dipilih karena perusahaan-perusahaan
tersebut dinilai mempunyai kinerja yang baik dibanding perusahaan-perusahaan
lainnya.

Gambar 1 Perbandingan return saham indeks Kompas100 dengan IHSG

3

Seperti dapat dilihat pada Gambar 1, return saham indeks Kompas100 dari
tahun 2010 sampai tahun 2013 selalu lebih tinggi dibandingkan dengan return saham
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Penggunaan IHSG sebagai pembanding
dikarenakan IHSG merupakan gambaran keadaan pasar wajar dari seluruh perusahaan
yang tercatat di bursa. Return saham indeks Kompas100 yang lebih tinggi
dibandingkan return saham IHSG menandakan bahwa perusahaan dalam indeks
tersebut mempunyai kinerja yang baik. Berdasarkan data tersebut, peneliti ingin
melihat apakah kinerja yang baik tersebut dipengaruhi oleh penerapan CG dan
pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan.
Perumusan Masalah
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara penerapan tata kelola
perusahaan (CG), pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan
kinerja keuangan (CFP) pada perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100.
Ketiga variabel penelitian merupakan variabel laten dimana masing-masing variabel
direfleksikan ke dalam beberapa indikator. Selain menguji pengaruh antara ketiga
variabel laten tersebut, penelitian ini juga menganalisis pola hubungan antara variabel
laten dengan indikatornya. Pengaruh antar variabel yang diuji dalam penelitian ini
bersifat multiple relationship sehingga satu variabel dapat berfungsi sebagai variabel
eksogen maupun sebagai variabel endogen.
Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Apakah penerapan CG berpengaruh terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan
penelitian?
2. Apakah penerapan CG berpengaruh terhadap CFP pada perusahaan penelitian?
3. Apakah pengungkapan CSR berpengaruh terhadap CFP pada perusahaan
penelitian?
4. Apakah penerapan CG berpengaruh terhadap CFP melalui pengungkapan CSR
sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan penelitian?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini
dilakukan dengan tujuan:
1. Menganalisis pengaruh penerapan CG terhadap pengungkapan CSR pada
perusahaan penelitian.
2. Menganalisis pengaruh penerapan CG terhadap CFP pada perusahaan penelitian.
3. Menganalisis pengaruh pengungkapan CSR terhadap CFP pada perusahaan
penelitian.
4. Menganalisis pengaruh penerapan CG terhadap CFP dengan pengungkapan CSR
sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan penelitian.

4

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi perusahaan
Sebagai bahan pertimbangan dalam penerapan CG dan pengungkapan informasi
CSR guna meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
2. Bagi pemerintah
Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait CG dan CSR.
3. Bagi investor
Sebagai referensi dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan yang
telah menerapkan CG dan CSR.
4. Bagi masyarakat umum/akademis
Memberikan informasi yang bermanfaat serta dapat menambah pengetahuan dan
bukti empiris terkait CG, CSR, dan CFP. Penelitian juga dapat dijadikan referensi
untuk melakukan penelitian selanjutnya.
5. Bagi penulis
Menambah pengetahuan penulis mengenai CG, CSR, dan CFP.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian menguji pengaruh antara CG, CSR, dan CFP pada perusahaan yang
memenuhi kriteria sebagai populasi penelitian dan tidak meneliti semua perusahaan
yang telah menerapkan CG dan CSR sehingga hasil penelitian belum dapat
merepresentasikan penerapan CG dan CSR pada perusahaan di Indonesia secara
keseluruhan. Dokumentasi waktu yang digunakan dalam penelitian ini hanya selama
satu tahun yaitu tahun 2013 sehingga hasil jangka panjang dari penerapan CG dan
CSR tidak diperhatikan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Teori Agensi
Perusahaan merupakan kumpulan kompleks interaksi antara beberapa pihak.
Interaksi terbentuk ketika satu pihak (prinsipal) melibatkan pihak lain (agen) untuk
melakukan beberapa kepentingan atas namanya dan pihak tersebut juga
mendelegasikan pengambilan keputusan tertentu yang mewakili dirinya. Interaksi
yang terbentuk tersebut dinamakan hubungan agensi (Fontrodona and Sison 2006).
Konsep dasar hubungan agensi berasal dari teori agensi yang telah berkembang sejak
empat dekade yang lalu. Bermula pada dekade 60 dan 70 ketika isu pembagian risiko
muncul dan membuka perdebatan tanpa akhir di antara prinsipal dan agen. Muncullah
pemikiran Jensen and Meckling (1976) berupa teori agensi yang membahas konflik
dalam pencapaian tujuan di antara prinsipal dan agen dan juga pembagian risiko yang
diterima sejalan dalam usaha pencapaian tujuan tersebut.

5

Tiga asumsi yang mendasari teori agensi yaitu pertama, konflik tujuan di antara
prinsipal dan agen ketika keduanya berusaha memaksimalkan utilitasnya masingmasing. Kedua, berkaitan dengan efisiensi prinsipal dalam melakukan pengawasan
terhadap agen. Terakhir, mengenai pembagian risiko yang muncul ketika prinsipal
dan agen memiliki preferensi yang berbeda terhadap risiko (Jam et al. 2010). Ketiga
asumsi tersebut didasarkan pada asumsi bahwa individu bersifat oportunis yaitu
individu secara konstan akan melakukan sesuatu yang dapat memaksimalkan
kepentingannya dan menghindari sesuatu yang dapat merugikannya (Bohren 1998).
Maka dari itu, hubungan agensi sering kali tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Permasalahan yang timbul di dalam hubungan agensi akan berdampak pada
efektivitas kegiatan operasi dan kesuksesan perusahaan.
Untuk itu diperlukan suatu mekanisme yang dapat mengawasi dan mengontrol
pihak agen agar melakukan fungsinya sesuai dengan kewajiban dan haknya.
Muncullah konsep tata kelola perusahaan (corporate governance) yang juga berakar
dari teori agensi. Melalui mekanisme corporate governance diklaim dapat
menyelaraskan kepentingan agen dengan kepentingan prinsipal (Mustapha and
Ahmad 2011).
Corporate Governance
(Tata Kelola Perusahaan)
Kata “governance” berasal dari bahasa Prancis yaitu “gubernance” yang
memiliki arti pengendalian. Dari kata tersebut muncul suatu istilah corporate
governance (CG) yang dipergunakan dalam konteks perusahaan atau organisasi.
Terminologi CG memiliki pengertian dasar yaitu suatu sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan kegiatan perusahaan (Sutojo dan Aldridge 2008). Dalam konteks
Indonesia, CG dikenal dengan istilah tata kelola perusahaan.
Muncul berbagai pengertian CG yang diungkapkan para ahli maupun organisasi
yang fokus terhadap CG dari pengertian dasar tersebut. Pengertian CG yang sering
dikutip para peneliti dan penulis yaitu pengertian dari Cadbury (1992) yang
menyatakan CG sebagai suatu sistem dimana perusahaan diarahkan dan dikendalikan
oleh dewan direksi sebagai suatu tanggung jawab yang diberikan para pemegang
saham dengan tujuan memuaskan kepentingan pemegang saham. Teori CG muncul
sebagai jawaban atas permasalahan keagenan di antara prinsipal (pemegang saham)
dan agen (perusahaan/dewan direksi/manajer) yang mempunyai kepentingan berbeda.
Namun ternyata konflik yang dihadapi perusahaan semakin melebar. Konflik
perusahaan tidak hanya berhenti di lingkup internal perusahaan, pihak eksternal baik
yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung juga berpotensi menimbulkan
konflik. Pihak eksternal tersebut dikenal dengan istilah pemangku kepentingan
(stakeholder).
Berdasarkan kondisi tersebut, perspektif CG semakin meluas yang
berlandaskan pada stakeholder theory. Cadbury pun merevisi pengertian CG menjadi
suatu prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan

6

pertanggungjawaban kepada para pemegang saham khususnya dan stakeholder pada
umumnya (Cadbury dalam Dewi dan Widagdo 2012).
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), suatu lembaga yang
bertujuan meningkatkan dan mensosialisasikan CG pada komunitas bisnis di
Indonesia, mendefinsikan CG sebagai seperangkat aturan pengarahan dan
pengendalian yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, manajer, pihak
kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemangku kepentingan internal dan
eksternal lainnya (FCGI 2013).
Sedangkan menurut Warsono et al. (2009), CG adalah suatu sistem yang terdiri
dari fungsi-fungsi yang dijalankan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam
rangka memaksimalkan penciptaan nilai perusahaan sebagai entitas ekonomi maupun
entitas sosial melalui penerapan prinsip-prinsip dasar yang diterima umum. Fungsifungsi dan pihak-pihak yang terkait dalam penerapan CG adalah:
a. Oversight (perhatian secara bertanggung jawab) oleh dewan direksi
b. Enforcement (penegakan) oleh pejabat eksekutif
c. Advisory (pemberian saran) oleh dewan komisaris
d. Assurance (penjamin) oleh komite audit
e. Monitoring (pemantauan) oleh stakeholder
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa CG bekerja
dengan cara mendefinisikan hak dan kewajiban setiap partisipan, kemudian diadakan
pengendalian agar partisipan bekerja sesuai porsinya sehingga tujuan akhir dapat
tercapai yang akan menguntungkan setiap partisipan yang terlibat.
Prinsip Corporate Governance
Prinsip CG merupakan salah satu pilar utama di dalam penerapan CG. Prinsip
ini akan menuntun perusahaan dalam memilih dan menetapkan aktivitas-aktivitas
yang harus dilakukan ketika perusahaan menerapkan CG (Warsono et al. 2009).
Secara umum, prinsip CG terdiri dari lima prinsip yaitu transparency (transparansi),
accountability (akuntabilitas), responsibility (pertanggungjawaban), independence
(kemandirian), dan fairness (keadilan dan kewajaran). Kelima prinsip tersebut sering
disingkat menjadi TARIF.
Transparency yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi. Informasi yang
disampaikan haruslah sesuai dengan substansi yang sesungguhnya dan perusahaan
juga harus menjadikan informasi tersebut dapat diakses dan dipahami dengan mudah
oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Accountability yaitu perusahaan harus dapat mempertanggung- jawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar melalui kejelasan fungsi dan pelaksanaan
sehingga pengelolaan perusahaan dapat terlaksana secara efektif. Selain pengelolaan
yang efektif, pengelolaan perusahaan juga harus dilaksanakan secara benar dengan
tidak hanya memperhatikan kepentingan perusahaan saja melainkan juga kepentingan
para pemegang saham dan stakeholder lainnya. Berdasarkan prinsip ini, perusahaan
direkomendasikan untuk menetapkan kode etik secara jelas.

7

Responsibility yaitu tanggung jawab perusahaan dalam pembuatan keputusan
dengan tidak melanggar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pembuatan
keputusan perusahaan juga harus mempertimbangkan semua pihak yang terlibat yang
didasarkan pada informasi yang memadai dan tepat.
Independence yaitu pengelolaan perusahaan yang dilakukan secara profesional
dengan menghindarkan berbagai kemungkinan benturan kepentingan dari semua
pihak yang terlibat. Oleh karena itu, pengelolaan perusahaan harus dilakukan secara
independen sehingga masing-masing pihak yang terlibat tidak saling mendominasi
dan tidak saling mengintervensi.
Fairness yaitu perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan
berbagai pihak yang terlibat dengan perusahaan mulai dari pemegang saham dan
stakeholder lainnya melalui perlakuan yang adil dan wajar dalam memenuhi hak
mereka berdasarkan perjanjian dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Selain kelima prinsip TARIF tersebut masih banyak prinsip CG yang
berkembang, baik yang dikembangkan oleh lembaga seperti Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD), International Corporate
Governance Network (ICGN), Sarbanes Oxley Act (SOA), Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG), maupun yang dikembangkan oleh pemerintah dalam
bentuk peraturan dan perundang-undangan. Namun pada dasarnya sebagian besar
prinsip yang dikembangkan tersebut memiliki pemikiran yang sama.
Seperti dapat dilihat pada survei Corporate Governance Perception Index
(CGPI) yang menambahkan delapan aspek selain lima prinsip utama tersebut yang
digunakan sebagai indikator untuk mengukur kualitas penerapan CG pada suatu
perusahaan. Kedelapan aspek tersebut yaitu komitmen; kompetensi; visi, misi dan
tata nilai; kepemimpinan; kerjasama; strategi dan kebijakan; etika bisnis; dan budaya
risiko (Suprayitno et al.2012).
Komitmen adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan komisaris dan
direksi untuk mengintegrasikan berbagai unsur yang terkait dengan visi, misi, tata
nilai, moral, etika bisnis, etika kerja, etika profesional, dan prinsip-prinsip CG, yang
berorientasi risiko dalam upaya mewujudkan tata kelola bisnis yang tumbuh secara
berkelanjutan. Kompetensi adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan
komisaris dan direksi dalam berkomitmen untuk memiliki pengetahuan yang relevan
dengan bidang tugasnya.
Visi, misi dan tata nilai adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan
komisaris dan direksi untuk mengkaji kembali dan mengintegrasikan visi, misi, dan
tata nilai perusahaan agar sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan.
Kepemimpinan adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan komisaris dan
direksi dalam mendorong anggota perusahaan untuk bekerjasama dan meningkatkan
kualitas interaksi antar anggota perusahaan.
Kerjasama adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan komisaris,
direksi, dan seluruh anggota perusahaan bekerjasama secara bermartabat. Strategi dan
kebijakan adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan komisaris dan direksi
memetakan strategi perubahan dalam rangka merumuskan kebijakan perusahaan yang
mengeksploitasi faktor-faktor pendorong dan mengatasi faktor-faktor penghambat.

8

Etika bisnis adalah aspek yang menunjukkan kesungguhan dewan komisaris
dan direksi dalam upaya menangkal terjadinya risiko akibat pengelolaan perusahaan
yang menyimpang dengan mengembangkan perilaku etis. Budaya risiko adalah aspek
yang menunjukkan kesungguhan dewan komisaris dan direksi dalam meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemauan seluruh anggota perusahaan untuk selalu
melakukan identifikasi, analisis, dan evaluasi potensi risiko.
Tujuan dan Manfaat Corporate Governance
Menurut Sutojo dan Aldridge (2008), penerapan CG mempunyai lima tujuan
utama, yaitu:
1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.
2. Melindungi hak dan kepentingan stakeholder non pemegang saham.
3. Meningkatkan nilai perusahaan dan pemegang saham.
4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dewan pengurus atau board of
directors dan manajemen perusahaan.
5. Meningkatkan mutu hubungan board of directors dengan manajemen senior
perusahaan.
Berdasarkan hasil studi empiris yang dilakukan para peneliti telah ditemukan
bukti-bukti bahwa CG memberikan kontribusi positif bagi perusahaan. Melalui
kontribusi positif tersebut dapat tercapailah tujuan perusahaan di dalam menerapkan
CG. Beberapa hasil studi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Brown and Caylor (2004) ditemukan bahwa perusahaan dengan good
corporate governance menghasilkan laba yang lebih tinggi, memiliki risiko bisnis
yang lebih rendah, dan menuai return saham yang lebih tinggi jika dibandingkan
perusahaan dengan bad corporate governance.
2. Penelitian Gompers et al. (2003) dengan menggunakan governance index
menyimpulkan bahwa kinerja perusahaan yang “democracies” menggungguli
kinerja perusahaan yang “dictatorships” baik dalam ukuran profitabilitas maupun
ukuran perusahaan. Selain itu, pertumbuhan investasi di perusahaan
“democracies” lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan investasi di perusahaan
“dictatorships”. Perusahaan dikategorikan “democracies”, jika kekuasaan aktual
atas perusahaan berada di tangan para pemegang saham. Sebaliknya perusahaan
dikategorikan “dictatorships”, jika kekuasaan aktual atas perusahaan berada di
tangan manajemen.
3. Studi empiris yang dilakukan di Jerman menunjukkan bahwa perusahaan dengan
good corporate governance lebih mampu meningkatkan market-to-book ratio-nya
yang berarti perusahaan dapat meningkatkan kapitalisasi pasarnya (Drobetz et al.
2003).
4. Penelitian Coombes and Watson (2000) menyimpulkan bahwa investasi
dipertimbangkan lebih aman dan terlindungi jika dilakukan pada perusahaan yang
menerapkan CG.
5. Newell and Wilson (2002) menyatakan bahwa investor membutuhkan standar
tinggi terhadap CG sehingga mereka bersedia membayar lebih tinggi untuk sahamsaham pada perusahaan yang menerapkan CG.

9

Namun terlepas dari manfaat yang telah diungkapkan diatas, manfaat optimal
CG akan berbeda dari satu perusahaan terhadap perusahaan lainnya. Hal ini
dikarenakan perbedaan faktor-faktor intern perusahaan, termasuk riwayat perusahaan,
jenis usaha, jenis risiko, strukur permodalan, dan struktur manajemen. Oleh karena
itu, perusahaan harus memodifikasi penerapan CG yang disesuaikan dengan kondisi
perusahaannya.
Partisipan Corporate Governance
Partisipan CG merupakan organ perusahaan yang berperan untuk menegakkan
CG di perusahaan dan melaksanakannya secara efektif. Partisipan CG terdiri dari
pemegang saham, dewan komisaris, dewan direksi, komite audit, dan stakeholder
lainnya. Masing-masing partisipan akan menentukan arah perkembangan dan
kebijakan perusahaan dalam penerapan CG melalui tugas dan tanggung jawabnya.
Dengan kata lain, kualitas penerapan CG dapat diukur berdasarkan apa yang
dilaksanakan partisipan dan bagaimana partisipan berupaya untuk menjalankan
fungsinya sesuai dengan prinsip-prinsip CG (Warsono et al.2009).
Pemegang saham sebagai bagian dari partisipan CG memiliki hak dan tanggung
jawab atas perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Zarkasyi (2008), dalam melaksanakan hak dan tanggung jawab dari
pemegang saham perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Pemegang saham harus menyadari bahwa dalam melaksanakan hak dan tanggung
jawabnya harus diperhatikan juga kelangsungan hidup perusahaan.
2. Perusahaan harus menjamin dapat terpenuhinya hak dan tanggung jawab
pemegang saham atas dasar asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan anggaran dasar
perusahaan.
Kepemilikan saham di dalam suatu perusahaan dapat mempengaruhi penerapan
CG tergantung dari bentuk kepemilikannya. Kepemilikan saham diantaranya dapat
berbentuk kepemilikan manajerial dan kepemilikan terkonsentrasi. Kepemilikan
manajerial merupakan saham yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan.
Kepemilikan terkonsentrasi merupakan kepemilikan saham dimana lebih dari 50%
saham perusahaan dimiliki oleh satu pihak baik perorangan maupun lembaga.
Dewan komisaris adalah organ perusahaan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum maupun khusus kepada dewan direksi dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan anggaran dasar. Sedangkan dewan direksi adalah organ
perusahaan yang berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan
dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan.
Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 pasal 108
ayat 5 dijelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk perseroan terbatas wajib memiliki
paling sedikitnya 2 (dua) anggota dewan komisaris. Dewan Komisaris terdiri dari
komisaris independen dan komisaris nonindependen. Komisaris independen adalah
komisaris yang tidak termasuk ke dalam anggota manajemen, pemegang saham,
pemasok, pelanggan, dan harus bebas dari kepentingan maupun bisnis apapun yang
berhubungan dengan perusahaan. Komposisi dari komisaris independen telah diatur

10

oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) per tanggal 1 juli 2000 bagi perusahaan yang listing
di bursa dengan proporsi minimal 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris.
Komposisi dewan komisaris yang dibentuk haruslah mendukung proses pengambilan
keputusan yang efektif, tepat, dan cepat.
Penerapan Corporate Governance
Selama tahun 1990-an, isu mengenai CG hampir tidak terdengar. Ketika
keuntungan dan harga saham perusahaan naik secara substansial, investor lupa
mengenai pentingnya CG. Namun di akhir tahun 1990 dan di awal tahun 2000,
investor kembali tersadar ketika pasar saham jatuh dan perusahaan-perusahaan besar
runtuh akibat tidak menerapkan CG dengan baik (Proimos 2005). Bisa kita lihat
skandal spektakuler yang mengejutkan bagaimana perusahaan kelas dunia seperti
Enron, Worldcom, Tyco, London & Commonwealth, Poly Peck, dan Maxwell
mengalami keruntuhan akibat praktek curang dari manajemen puncak tidak terdeteksi
dalam waktu yang cukup lama karena lemahnya penerapan CG. Tindakan tersebut
tidak hanya merugikan pihak perusahaan dan pemegang saham, namun juga pihak
lain yang terkait seperti kreditur, pegawai, dan masyarakat. Selain berdampak pada
menurunnya harga saham perusahaan, para pekerja juga berpeluang kehilangan
pekerjaan, dan yang lebih ekstrim adalah perusahaan dapat menjadi pailit (Santosa
2008).
Lemahnya penerapan CG juga terjadi di Indonesia yang menyebabkan
terjadinya krisis pada tahun 1997 yang telah menghancurkan berbagai sektor
perekonomian. Melihat dampak yang sangat besar tersebut, penerapan CG kembali
digiatkan sebagai suatu langkah preventif untuk mengawasi dan mengontrol kegiatan
perusahaan. Langkah pemerintah Indonesia dalam menggiatkan CG di antaranya
dengan pembentukan komite dan mengeluarkan regulasi terkait CG.
Pada tahun 2004 melalui keputusan Menteri Koordinator Perekonomian RI No.
KEP-49/M.EKON/11/TAHUN 2004 dibentuk Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) dengan misi mendorong dan meningkatkan efektivitas
penerapan good governance di Indonesia dalam rangka membangun kultur yang
berwawasan good governance, baik di sektor publik maupun korporasi (KNKG
2013). Kemudian pada tanggal 15 Agustus 2007 pemerintah juga mengeluarkan
Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) No. 40 yang menuntut perusahaan untuk
menerapkan CG sebagai bagian dari kewajiban.
Dalam penerapan CG sangat penting bagi perusahaan untuk melakukan tahapan
yang cermat berdasarkan analisis situasi, kondisi, dan tingkat kesiapan perusahaan
sehingga penerapan CG dapat berjalan lancar dan optimal serta mendapatkan
dukungan dari seluruh partisipan dalam perusahaan. Pada umumnya perusahaanperusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CG menggunakan tahapan-tahapan
sebagai berikut (Kaihatu 2006):
1. Tahap Persiapan
Tahap ini terdiri dari awareness building, CG assessment, dan CG manual
building. Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun
kesadaran mengenai arti penting CG dan komitmen bersama dalam penerapannya.

11

CG assessment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dalam
penerapan CG saat ini. CG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspekaspek apa saja yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu dan langkahlangkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya. Langkah selanjutnya, CG
manual building yaitu penyusunan manual atau pedoman implementasi CG yang
dilakukan berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya
identifikasi prioritas dalam penerapannya.
2. Tahap Implementasi
Tahap ini terdiri dari sosialisasi, implementasi, dan internalisasi. Sosialisasi
yaitu upaya memperkenalkan kepada seluruh perusahaan mengenai berbagai aspek
yang terkait dengan implementasi CG khususnya mengenai pedoman penerapan
CG. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman CG
yang telah ditetapkan. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam
implementasi yang mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CG di dalam
seluruh proses bisnis perusahaan dan berbagai peraturan perusahaan.
3. Tahap evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahapan mengukur sejauh mana efektivitas penerapan
CG telah dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan audit
implementasi dan scoring atas praktik CG yang dilakukan.
Teori Stakeholder
Awal mula konsep teori stakeholder (pemangku kepentingan) berasal dari
literatur ilmu bisnis yang dikembangkan oleh Freeman pada tahun 1984. Teori
stakeholder tersebut dikembangkan dari empat bidang ilmu utama yaitu sosiologi,
ekonomi, politik, dan etika dengan memfokuskan pada literatur mengenai
perencanaan perusahaan, teori sistem, tanggung jawab sosial perusahaan, dan teori
organisasi (Meinardes et al. 2011). Tujuan Freeman mengembangkan teori
stakeholder adalah untuk memberikan suatu alternatif bentuk manajemen strategis
sebagai respon terhadap meningkatnya daya saing, globalisasi, dan kompleksitas
pertumbuhan operasional perusahaan dengan menawarkan cara baru bagi perusahaan
dalam mengatur tanggung jawabnya kepada semua pihak yang berkepentingan.
Menurut Minoja (2012), ada tiga asumsi yang mendasari teori stakeholder.
Pertama, perusahaan merupakan suatu set hubungan yang terbentuk dari sekumpulan
stakeholder yang bersifat saling ketergantungan. Kedua, tujuan perusahaan tidak
hanya memaksimalkan nilai pemegang saham tetapi juga menciptakan dan
mendistribusikan nilai kepada seluruh stakeholder. Ketiga, pencapaian tujuan
perusahaan ditentukan pada kerjasama dan dukungan dari para stakeholder. Dari sana
timbulah suatu permasalahan, mengelola beberapa stakeholder yang mempunyai
kepentingan berbeda bukanlah suatu hal yang mudah (Sundaram and Inkpen 2004).
Pihak manajemen harus pintar memilah dan merumuskan arah dan tujuan perusahaan
serta dalam pengalokasian sumberdaya yang dimiliki perusahaan agar sesuai dengan
tujuan dari seluruh stakeholder dengan demikian konflik kepentingan antar
stakeholder dapat terhindarkan.

12

Oleh karena itu, Phillips et al. (2003) menyarankan penting untuk menciptakan
suatu metode yang dapat menyelaraskan kepentingan di antara berbagai stakeholder
yang terlibat khususnya di antara pihak perusahaan dengan stakeholder lainnya. Salah
satu metode yang dapat digunakan adalah tanggung jawab sosial perusahaan atau
corporate social responsibility (CSR) yaitu suatu konsep yang berusaha
menjembatani kepentingan perusahaan dengan stakeholder-nya melalui suatu upaya
maupun pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan.
Corporate Social Responsibility
(Tanggung Jawab Sosial Perusahaan)
World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), sebuah forum
yang memfasilitasi pimpinan perusahaan untuk saling berbagi pandangan dan
pengalaman dalam menganalisis aspek-aspek pembangunan berkelanjutan,
mendefinisikan CSR sebagai suatu komitmen berkelanjutan dari pelaku bisnis untuk
berkontribusi pada pembangunan ekonomi sekaligus juga meningkatkan kualitas
hidup karyawan dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat pada
umumnya (WBCSD 2013).
Untung (2009) mendefinisikan CSR sebagai suatu komitmen bisnis untuk
melakukan kegiatannya secara beretika dan berkontribusi pada pembangunan yang
berkelanjutan melalui kerja sama dengan para pemangku kepentingan. Kedua definisi
tersebut mempunyai makna yang hampir sama, namun Untung menambahkan nilainilai etika bisnis sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan perusahaan. Etika bisnis
merupakan penerapan dari prinsip-prinsip etika pada umumnya, yaitu sebagai
pedoman dalam menilai yang baik dan yang tidak, benar dan salah, dan mengandung
unsur-unsur moral dan kemanusiaan.
Beberapa prinsip dalam etika bisnis secara umum menurut Keraf (1998),
diantaranya:
1. Prinsip otonomi dan tanggung jawab
2. Prinsip kejujuran
3. Prinsip tidak berbuat jahat dan prinsip berbuat baik
4. Prinsip keadilan
5. Prinsip menghormati diri sendiri
6. Prinsip saling menguntungkan
7. Prinsip integritas moral
Di Indonesia, konteks CSR secara etimologis diterjemahkan menjadi Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 1
Ayat 3 tentang Perseroan Terbatas diartikan sebagai suatu komitmen perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,
komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Dari ketiga pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa CSR
mempunyai satu tujuan dasar yaitu pembangunan berkelanjutan melalui
keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Yang mana pembangunan
berkelanjutan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa

13

mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka
(Commission on Environment and Development 2006).
Perusahaan di dalam melaksanakan aktivitasnya tidak boleh mendasarkan
keputusannya hanya pada aspek keuangan semata, yaitu lebih berorientasi jangka
pendek melainkan juga harus berdasarkan pada aspek sosial dan lingkungan untuk
saat ini maupun untuk jangka panjang. Hal ini dikarenakan aspek keuangan saja tidak
cukup menjamin perusahaan dapat tumbuh berkelanjutan.
Keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dikembangkan oleh John
Elkington sekitar tahun 1997 sebagai kerangka kerja pengukuran “keberlanjutan”
yang disebut Triple Bottom Line (TBL). Dimensi TBL juga sering disebut 3P yaitu
profit, people, dan planet (Slaper and Hall 2011). Dalam melakukan aktivitasnya
untuk menghasilkan keuntungan (profit), perusahaan juga harus memperhatikan
kepentingan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga
kelestarian lingkungan (planet).
Praktik CSR selama ini kebanyakan diukur dari sudut berapa besar uang yang
dikeluarkan oleh perusahaan, namun sebenarnya ada nilai intangible lain yang lebih
penting yang tidak dapat diukur dengan uang yang dikeluarkan perusahaan. Nilai
intangible tersebut adalah ukuran sejauh mana perusahaan aktif dan proaktif terhadap
masyarakat dan lingkungan sekitarnya (Untung 2009). Jika perusahaan ingin
melakukan sesuatu, perusahaan harus tahu apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan
lingkungan. Oleh karena itu, komunikasi dua arah harus terjalin sebelum program
direncanakan dan dilakukan.
Manfaat Corporate Social Responsibility
Beberapa perusahaan kini telah meyakini bahwa CSR merupakan suatu
investasi yang memberikan manfaat berupa pertumbuhan dan keberlanjutan
perusahaan. CSR tidak lagi dipandang sebagai sentra biaya melainkan sebagai sentra
laba di masa mendatang (Wibisono 2007).
Branco dan Rodrigues membahas manfaat CSR secara lebih mendalam dalam
artikelnya yang berjudul Corporate Social Responsibility and Resource-Based
Perception yang dikaitkan dengan keunggulan kompetitif dari sebuah perusahaan
dilihat dari sisi internal maupun eksternal (Mursitama et al.2011). Manfaat CSR dari
sisi internal meliputi beberapa hal yaitu:
a. Pengembangan aktivitas yang berkaitan dengan sumber daya manusia.
Serangkaian aktivitas pengembangan sumber daya manusia dapat dicapai dengan
menciptakan karyawan yang memiliki keterampilan tinggi. Untuk menciptakan
karyawan yang berketerampilan tinggi dibutuhkan praktik-praktik ketenagakerjaan
yang bertanggung jawab secara sosial, misalnya pemberian upah yang sesuai,
lingkungan kerja yang aman dan nyaman, tindakan demokrasi dan keadilan, dan
sebagainya. Kepuasan atas terpenuhinya hak-hak karyawan ini akan menciptakan
loyalitas dan memicu peningkatan produktivitas karyawan.
b. Adanya pencegahan polusi dan reorganisasi proses produksi dan aliran bahan
baku, serta hubungan dengan pemasok yang berjalan baik.

14

Bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan diantaranya penggunaan bahan baku
yang dapat didaur ulang, pengelolaan limbah sebelum dibuang, dan sebagainya.
c. Menciptakan budaya perusahaan, kapabilitas sumber daya manusia, dan organisasi
yang baik.
Penerapan CSR diharapkan dapat memunculkan komitmen karyawan terhadap
perusahaan, kemauan untuk terus belajar, dan juga integrasi antar fungsi dalam
perusahaan.
d. Peningkatan kinerja keuangan.
Riset-riset yang telah dilakukan di berbagai belahan dunia walaupun belum
memberikan pola yang seragam menunjukkan bahwa sebagian besar riset
berkesimpulan telah tercipta hubungan mutualis antara CSR dan kinerja keuangan.
Peningkatan kinerja keuangan terutama disebabkan karena harga saham menjadi
lebih baik. Namun selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan The Millenium
Poll on Corporate Social Responsibility pada 25.000 konsumen di 23 negara
disimpulkan dua per tiga dari populasi sampel menyebutkan bahwa tanggung
jawab sosial perusahaan merupakan faktor penting dalam keputusan konsumsi
mereka (Untung 2009). Maka dari itu dengan menerapkan CSR, total penjualan
perusahaan akan meningkat yang mana akan meningkatkan kinerja keuangan
perusahaan.
Sedangkan dari sisi eksternal, manfaat CSR meliputi:
a. Peningkatan reputasi perusahaan.
Reputasi perusahaan yang baik akan meningkatkan loyalitas konsumen terhadap
produk atau jasa yang dihasilkan. Selain itu, juga akan meningkatkan ketertarikan
investor untuk menginvestasikan dananya pada perusahaan dan perbankan pun
akan semakin tertarik untuk memberikan suntikan kredit. Tidak hanya itu,
perusahaan juga dapat menarik pemasok yang berkualitas dan meningkatkan minat
calon karyawan yang potensial untuk bergabung dengan perusahaan disamping
meningkatkan moral, motivasi, dan komitmen dari karyawan yang ada.
b. CSR merupakan suatu bentuk diferensiasi produk yang baik.
Melalui penerapan CSR, produk yang dihasilkan perusahaan dianggap telah
memenuhi persyaratan-persyaratan ramah lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan
dapat membuat harga premium untuk produk-produknya.
c. Penerapan dan pengungkapan CSR merupakan suatu instrumen komunikasi yang
baik.
Melalui CSR, perusahaan dapat membangun hubungan dengan komunitas secara
lebih kohesif dan terintegrasi.
Namun terlepas dari beberapa manfaat yang diberikan CSR tersebut, masih
banyak perusahaan yang kontra mengenai pentingnya CSR. Keengganan penerapan
CSR disebabkan anggapan bahwa CSR dapat menjegal kemampuan bersaing dan
mengurangi laba perusahaan. Banyak perusahaan yang menerapkan CSR hanya
sebagai kedok untuk memenuhi peraturan pemerintah, menarik minat investor dan
konsumen, dan penciptaan citra perusahaan. Sehingga CSR yang diterapkan pun tidak
memberikan manfaat yang seharusnya terhadap aspek sosial dan lingkungan.

15

Penerapan dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Kesadaran tentang pentingnya penerapan CSR telah menjadi tren global seiring
dengan semakin tingginya kepedulian masyarakat terhadap produk-produk yang
ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan
prinsip-prinsip HAM (Untung 2009). Selain itu, berbagai bencana yang terjadi terkait
kerusakan lingkungan baik secara sengaja maupun tidak yang dilakukan oleh
perusahaan telah meningkatkan retensi masyarakat terhadap perusahaan yang tidak
menerapkan aspek CSR. Menurut Haigh and Jones (2006), terdapat enam faktor yang
mempengaruhi penerapan CSR oleh perusahaan. Keenam faktor tersebut yaitu
tekanan internal terhadap manajer bisnis, tekanan dari pesaing bisnis, investor,
konsumen, dan tekanan regulasi yang berasal dari pemerintah dan organisasi nonpemerintah.
Di Indonesia, pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
pasal 74 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang menyatakan bahwa perseroan
yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya
alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Sedangkan untuk
perusahaan yang bergerak di bidang lain belum ada peraturan yang mewajibkan.
Peraturan mengenai CSR juga terdapat dalam berbagai peraturan perundangundangan lainnya yaitu UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER08/MBU/2013 Tahun 2013 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil
dan Program Bina Lingkungan, dan UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal.
Perusahaan di dalam menerapkan program CSR perlu melakukan serangkaian
proses dimulai dari perencanaan, implementasi, monitoring, evaluasi hingga
pembuatan laporan. Melalui serangkaian proses yang terstruktur tersebut diharapkan
penerapan CSR dapat berjalan efektif. Program yang akan diterapkan harus
memenuhi prinsip-prinsip penting dari CSR yaitu harus mampu berjalan secara
berkesinambungan; merupakan aktivitas jangka panjang; mampu menciptakan
dampak positif bagi masyarakat baik secara ekonomi, sosial, dan lingkungan; dan
dana untuk menerapkan program CSR semestinya tidak diambil dari komponen biaya
melainkan dana diambil dari komponen keuntungan atau dana investasi (Mursitama
et al.2011). Di dalam menerapka