1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah membuat suatu aplikasi yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu mendeteksi penyakit tamanan tembakau Nicotiana tabacum L yang terjadi
di lapangan.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Membantu praktisi lapangan pengelola perkebunan tembakau dalam hal penegakan pendeteksian penyakit tembakau yang terjadi di lapangan.
2. Membantu petani tembakau untuk mengetahui jenis penyakit tembakau dengan melihat gejala yang dialami tanaman.
1.6 Metode Penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Studi Literatur Tahapan ini dilakukan dengan mempelajari sumber-sumber atau buku-buku
referensi yang berkaitan dengan skripsi ini, baik dari text book atau internet.
2. Pengumpulan Data Pada tahapan pengumpulan data ini dilakukan wawancara pada pakar untuk
mengetahui bagaimana mendeteksi gejala awal penyakit tembakau di lapangan.
3. Analisis data Tahapan ini dilakukan dengan menganalisis batasan-batasan tiap variabel sebagai
indikator penentu penyakit tanaman tembakau yang diterapkan dengan metode backpropagation.
Universitas Sumatera Utara
4. Perancangan Perangkat Lunak Pada tahapan ini dilakukan gambaran sistem baik berupa diagram alir, masukan,
keluaran, DFD Data Flow Diagram, antarmuka dan struktur data.
5. Implementasi Aplikasi Penentuan jenis penyakit tanaman. Pada tahapan ini dilakukan penerapan rancangan yang dibuat dalam suatu
program.
6. Pengujian Aplikasi Pada tahapan ini dilakukan pengujian akan perangkat lunak yang telah dibuat
untuk mengetahui kesalahan dan memperbaiki kesalahan yang ada serta mengukur ketepatan output dari perangkat lunak terhadap keadaaan sebenarnya.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bagian utama sebagai berikut:
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang pemilihan judul skripsi “ Implementasi Jaringan Saraf Tiruan untuk Mendeteksi Penyakit Tembakau Nicotiana tabacum L
dengan Metode Backpropagation ”, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB 2 : LANDASAN TEORI
Bab ini membahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan perancangan sistem implementasi jaringan saraf tiruan untuk menentuan penyakit tembakau Nicotiana
tabacum L dan teori lainnya yang mendukung pembuatan aplikasi.
BAB 3 : ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
Bab ini terdiri dari analisis sistem dan perancangan sistem untuk penentuan penyakit tembakau Nicotiana tabacum L. Pada bagian analisis sistem dimuat uraian tentang
Universitas Sumatera Utara
analisis data sistem dan komponen sistem. Pada bagian perancangan sistem, membahas tentang perancangan variabel yang akan diberi bobot sebagai neuron yang
akan diolah dalam jaringan saraf tiruan untuk penegakan penyakit tembakau Nicotiana tabacum L dan perancangan form yang akan diimplementasikan pada
sistem.
BAB 4 : IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
Bab ini membahas bagaimana mengimplementasikan aplikasi yang telah dirancang ke dalam bahasa pemprograman dan menguji aplikasi yang telah dibangun.
BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memuat kesimpulan dari keseluruhan uraian bab-bab sebelumnya dan saran-
saran yang diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Jaringan Saraf Tiruan JST
Saat ini, komputer modern dengan teknologi canggih merupakan sebuah kekuatan bagi perkembangan zaman. Meskipun demikian banyak hal yang masih tetap belum
dapat diselesaikan dengan menggunakan komputer, baik karena algoritmanya yang belum diketahui ataupun walaupun algoritma penyelesaiannya sudah diketahui
namun run time nya masih sangat lama. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi para ahli untuk mendapatkan metode lain untuk memecahkan masalah ini, sehingga
kegiatan manusia bahkan yang paling sederhana dapat dikerjakan secara komputasi. Cara kerja jaringan saraf manusia menjadi inspirasi untuk menyelesaikan masalah
tersebut [5].
Minat yang sangat besar pada jaringan saraf tiruan yang terjadi baru-baru ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, pola training yang telah
dikembangkan menjadi sebuah model jaringan yang lebih pintar yang dapat mengatasi masalah. Kedua, komputer digital dengan kecepatan tinggi membuat
simulasi proses jaringan lebih mudah dikerjakan. Ketiga, teknologi zaman sekarang menyediakan hardware yang spesifik untuk jaringan saraf. Bagaimanapun, pada saat
yang bersamaan perkembangan pada komputasi tradisional telah membuat pembelajaran jaringan saraf tiruan lebih mudah, keterbatasan yang dihadapi oleh
komputer tradisional telah memotivasi beberapa arah dari penelitian mengenai jaringan saraf tiruan [3].
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Pengertian Jaringan Saraf Tiruan
Jaringan saraf tiruan merupakan implementasi dari teknologi artificial intelligence.
Jaringan saraf tiruan adalah salah satu representasi buatan dari otak manusia yang
selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut [9]. Istilah buatan digunakan karena jaringan saraf ini diimplementasikan
dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran. Jaringan saraf tiruan merupakan
sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf biologi [14]. Menurut Subiyanto [16], jaringan saraf tiruan adalah membuat model
sistem komputasi yang dapat menirukan cara kerja jaringan saraf biologi.
Secara umum Haykin [4] mendefinisikan sebuah jaringan saraf tiruan adalah sebuah mesin yang dirancang untuk mempolakan cara bagaimana otak mengerjakan
sebuah fungsi tertentu. Jaringan biasanya diimplementasikan dengan menggunakan komponen elektronika atau disimulasikan dalam sebuah perangkat lunak pada
komputer digital. Untuk mencapai tampilan yang baik, jaringan saraf tiruan memakai interkoneksi yang sangat besar antara sel-sel komputasi yang disebut “neuron” atau
“unit pemroses”. Sebagai mesin yang adaptif, sebuah jaringan saraf tiruan adalah sebuah prosessor besar terdistribusi yang paralel yang tersusun dari unit pemroses
sederhana yang mempunyai kecenderungan untuk menyimpan pengalaman dan pengetahuan dan membuatnya siap untuk digunakan. Hal itu menyerupai otak dalam
dua aspek:
1. Pengetahuan dibutuhkan oleh jaringan dari lingkungannya melalui proses pembelajaran.
2. Kekuatan koneksi interneuron, dikenal sebagai bobot sinapsis, digunakan untuk menyimpan pengetahuan yang dibutuhkan.
Menurut Fausett [3] sebuah jaringan saraf tiruan adalah sistem pemroses informasi yang mempunyai karakter tampilan tersendiri yang hampir sama dengan
jaringan saraf pada biologi. Jaringan saraf tiruan telah dikembangkan sebagai generalisasai model matematika dari jaringan saraf biologi, berdasarkan asumsi:
Universitas Sumatera Utara
1. Pemrosesan informasi terjadi pada elemen sederhana yang disebut neuron. 2. Sinyal dilewatkan antarneuron melalui link penghubung.
3. Setiap link penghubung mempunyai sebuah bobot dimana pada jaringan saraf tertentu bobot digandakan oleh sinyal yang dipancarkan.
4. Setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi biasanya nonlinear pada jaringan inputnya penjumlahan bobot sinyal input untuk menentukan
sinyal output.
Jaringan saraf tiruan dikarakteristikkan dengan pola koneksi antarneuron yang disebut arsitektur, metode penentuan bobot pada setiap koneksinya yang disebut
training atau learning, algoritma dan fungsi aktivasinya [10].
Jaringan saraf terdiri dari elemen pemroses sederhana yang dinamakan neuron, unit, sel atau node. Setiap neuron terkoneksi dengan neuron yang lain masing-masing
dengan bobot terhubung. Bobot merepresentasikan informasi yang digunakan oleh jaringan untuk menyelesaikan masalah. Jaringan saraf dapat diaplikasikan untuk
masalah yang sangat luas, seperti penyimpanan dan pemanggilan kembali data atau pola, mengklasifikasian pola, menampilkan pemetaan secara umum dari pola input
menjadi pola output, mengelompokkan pola yang sama, atau menemukan solusi untuk mengoptimisasikan masalah [12].
Setiap neuron mempunyai fungsi aktivasi atau level aktivitas, yang merupakan fungsi dari input yang telah diterima. Neuron mengirimkan aktivasinya sebagai
sebuah sinyal ke beberapa neuron yang lain. Sebuah neuron hanya dapat mengirimkan sebuah sinyal dalam satu waktu, walaupun sinyalnya disebarkan pada beberapa
neuron yang lain.
Ciri utama yang dimiliki oleh jaringan saraf tiruan adalah kemampuannya untuk belajar. Belajar learning pada jaringan saraf tiruan dapat diartikan sebagai
proses penyesuaian parameter pembobot karena keluaran yang diinginkan tergantung pada harga pembobot interkoneksi yang dimiliki oleh sel. Proses belajar akan
dihentikan jika nilai kesalahan atau error sudah dianggap cukup kecil untuk semua
Universitas Sumatera Utara
pasangan data latihan. Jaringan yang sedang melakukan proses belajar disebut berada dalam tahap latihan training. Pada tahap awal pelatihan ini perlu dilakukan terlebih
dahulu sebelum melakukan pengujian suatu objek [21].
Berdasarkan tingkat kemampuannya, jaringan saraf tiruan dapat diterapkan pada beberapa aplikasi yang cocok bila diterapkan pada klasifikasi pola, yakni
memilih suatu input data ke dalam suatu kategori tertentu yang diterapkan. Di samping itu jaringan saraf tiruan dapat diterapkan pada prediksi dan self organizing,
yakni menggambarkan suatu obyek secara keseluruhan hanya dengan mengetahui bagian dari obyek lain dan memiliki kemampuan untuk mengolah data-data tanpa
harus memiliki data sebagai target. Selanjutnya jaringan saraf tiruan juga mampu diterapkan pada masalah optimasi, yakni mencari jawaban atau solusi terbaik dari
suatu masalah [1].
Prosedur yang digunakan untuk menampilkan proses pembelajaran disebut algoritma pembelajaran yang fungsinya memodifikasi bobot sinapsis pada jaringan
dalam sebuah cara yang teratur untuk mencapai rancangan objek yang diinginkan. Modifikasi bobot sinapsis menyediakan sebuah metode untuk merancang jaringan
saraf tiruan. Seperti sebuah pendekatan yang mendekati teori linear adaptif, yang telah didirikan dan sukses diaplikasikan pada bermacam-macam bidang. Bagaimanapun,
sangat mungkin bagi jaringan saraf tiruan untuk memodifikasi topologinya sendiri yang dimotivasi dengan fakta bahwa neuron pada otak manusia dapat mati dan
koneksi sinapsis baru dapat bertumbuh [4].
Kemampuan JST untuk belajar dan memperbaiki dirinya telah menghasilkan banyak algoritma atau aturan belajar alternatif yang dapat digunakan, dari sekian
banyak aturan yang ada, yang paling sering digunakan adalah aturan belajar backpropagation yang termasuk kategori supervised learning yang dapat digunakan
memperbaiki kinerja jaringan saraf tiruan [19].
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Manfaat Jaringan Saraf Tiruan
Sangat jelas jika sebuah jaringan saraf tiruan mendapatkan kekuatan komputasinya melalui stuktur distribusi paralel yang sangat besar dan kemampuannya untuk belajar
dan menggeneralisasikan data. Generalisasi merujuk pada jaringan saraf tiruan yang menghasilkan output yang sesuai walaupun input belum pernah ditemukan
sebelumnya selama pembelajaran training. Kemampuan memproses informasi yang seperti inilah yang memungkinkan jaringan saraf tiruan mampu mencari solusi atas
masalah dalam skala yang besar dan sulit. Dalam prakteknya, jaringan saraf tiruan tidak dapat menyediakan solusi dengan bekerja sendiri. Jaringan saraf tiruan harus
diintegrasikan ke dalam sebuah sistem yang konsisten dengan keahlian teknik, khususnya pada masalah yang kompleks [4]. Jaringan saraf tiruan menawarkan
kemampuan sebagai berikut:
1. Nonlinearity. Sebuah neuron buatan bisa saja linear atau tidak linear. Jaringan saraf tiruan yang terdiri dari interkoneksi neuron yang nonlinear yang
membuat jaringan saraf tersebut nonlinear. Ketidaklinearan adalah sifat yang sangat penting secara khusus jika mekanisme fisik yang berperan untuk
membangkitkan sinyal input bersifat nonlinear.
2. Input-output mapping. Sebuah paradigma populer dari pembelajaran disebut learning with a teacher belajar dengan guru atau supervised learning
pembelajaran terbimbing yang melibatkan modifikasi bobot sinapsis jaringan saraf tiruan dengan mengaplikasikan kumpulan sampel training. Setiap contoh
terdiri dari sebuah input signal yang sangat unik dan respon yang diinginkan. Jaringan dipresentasikan dengan sebuah contoh yang diambil secara acak, dan
bobot sinapsis parameter bebas dari jaringan, dimodifikasikan untuk meminimalisasi perbedaan antara hasil yang diinginkan dengan hasil yang
sebenarnya yang dihasilkan oleh jaringan dengan sinyal input sesuai dengan kriteria statistika. Pelatihan jaringan diulangi sampai mencapai kondisi dimana
tidak ada perubahan yang signifikan pada bobot sinapsis.
Universitas Sumatera Utara
3. Adaptivity. Neural network memiliki kemampuan untuk menyesuaikan bobot sinaptik mereka terhadap perubahan pada lingkunganya. Secara khusus,
jaringan saraf dilatih untuk beroperasi pada lingkungan tertentu terlebih dalam menghadapi perubahan kecil yang terjadi dalam kondisi lingkungan operasi.
Arsitektur alami jaringan saraf untuk klasifikasi pola, pemrosesan sinyal dan aplikasi kontrol, ditambah dengan kemampuan adaptif jaringan, membuatnya
menjadi alat yang berguna dalam klasifikasi pola adaptif, pengolahan kemampuan adaptif dan kontrol adaptif. Secara umum, dapat dikatakan bahwa
semakin adaptif kita membuat sebuah sistem memastikan bahwa sistem akan semakin stabil dan semakin kuat daya gunanya ketika sistem diperlukan untuk
beroperasi di lingkungan nonstasioner. Harus ditekankan, bagaimanapun adaptivitas tidak selalu menimbulkan kekuatan, sebaliknya dapat berlawanan.
Misalnya. sistem adaptif dengan konstanta waktu yang singkat cenderung untuk merespon gangguan palsu, menyebabkan penurunan drastis pada kinerja
sistem.
4. Evidential Response. Dalam konteks klasifikasi pola, jaringan saraf dapat dirancang untuk memberikan informasi tidak hanya tentang pola yang khusus,
tetapi juga kepercayaan confidence tentang keputusan yang dibuat. Informasi yang terakhir ini dapat digunakan untuk menolak pola ambigu, dengan
demikian meningkatkan kinerja klasifikasi jaringan.
5. Contextual Information. Pengetahuan direpresentasikan oleh struktur dan aktivasi dari jaringan saraf. Setiap neuron dalam jaringan berpotensi
dipengaruhi oleh aktivitas global semua neuron lain dalam jaringan. Akibatnya, informasi kontekstual ditangani dengan secara alami oleh jaringan
saraf.
6. Fault Tolerance. Jaringan saraf yang diimplementasikan pada bentuk hardware, memiliki potensi untuk bersifat fault tolerant toleran terhadap
kesalahan, dalam arti bahwa kinerjanya menurun dalam kondisi operasi buruk. Contohnya, jika neuron atau link penghubung rusak, pemanggilan pola
Universitas Sumatera Utara
yang tersimpan akan terganggu kualitasnya. Berhubungan dengan sifat distribusi informasi yang tersimpan dalam jaringan, kerusakan harus segera
diperbaiki sebelum respon keseluruhan jaringan menurun secara drastis. Pada prinsipnya, sebuah jaringan saraf menunjukkan penurunan dalam kinerjanya.
Ada beberapa bukti empiris untuk komputasi yang kuat, tetapi biasanya hal ini tidak terkendali. Untuk memastikan bahwa jaringan saraf toleran terhadap
kesalahan, mungkin perlu untuk membuat pengukuran korektif dalam merancang algoritma yang digunakan untuk melatih jaringan.
7. VLSI Implementability. Sifat dasar dari jaringan saraf tiruan yang paralel membuatnya berpotensi untuk mengkomputasikan tugas-tugas tertentu dengan
cepat. Fitur yang sama ini membuat jaringan saraf tiruan tepat pada implementasi penggunaan teknologi VLSI very large scale integrated. Salah
satu manfaat dari VLSI adalah menyediakan sebuah cara untuk mendapatkan sebuah tingkah laku yang kompleks dalam sebuah kebiasaan yang hirarki.
8. Uniformity of Analysis and Design. Pada dasarnya, jaringan saraf tiruan dikenal sebagai pemroses informasi. Dikatakan demikian sama dengan notasi
yang digunakan pada semua domain yang melibatkan aplikasi jaringan saraf tiruan. Fitur ini memanifestasikan dirinya dengan cara yang berbeda:
a. Neuron, antara satu dengan yang lain, merepresentasikan sebuah bahan yang sama terhadap semua jaringan saraf tiruan.
b. Keadaan yang sama ini membuat jaringan saraf tiruan mungkin untuk berbagi teori dan algoritma pembelajaran dalam aplikasi yang berbeda.
c. Jaringan modular dapat dibangun melalui integrasi tanpa hubungan pada modul-modul.
9. Neurobiological Analogy. Rancangan jaringan saraf tiruan dianalogikan dengan otak manusia, yang merupakan bukti nyata bahwa toleransi terhadap
kesalahan pada pemrosesan paralel tidak hanya mungkin tetapi juga cepat dan kuat.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Struktur Dasar Jaringan Saraf Tiruan
Out m
Out 2
Out 1
Internal processing
In 1 In 1
In n
Gambar 2.1 Jaringan Feedforward
Gambar 2.1 diatas mengilustrasikan struktur jaringan saraf tiruan secara umum. Biasanya terdapat satu atau lebih masukan. Gambar di atas juga menunjukkan bahwa
neuron input terkoneksi dengan neuron output melalui sebuah proses dalam “kotak”. Model jaringan yang sebenarnya menentukan sifat dari kotak ini. Susunan ini sangat
umum, namun bukanlah satu-satunya. Beberapa model menghilangkan media penghubung dan langsung menghubungkan neuron input dengan neuron output.
Dalam kasus ini, seluruh beban dari jaringan diambil alih oleh proses yang dikerjakan oleh neuron output. Model yang lain memperbolehkan neuron output
terkoneksi satu sama lain sabagaimana dengan lapisan sebelumnya. Hanya model lain tidak membedakan secara jelas antara neuron input dan neuron output. Jika neuron
masukan telah masuk, jaringan mengolah neuron sampai kepada sebuah kesimpulan dimana neuron input telah menjadi neuron output.
Sebuah jaringan saraf tiruan biasanya dilatih dalam dua metode. Yang paling umum adalah pelatihan terbimbing supervised training. Setiap contoh pada pelatihan
ini secara lengkap menspesifikasikan semua input sebagaimana output yang diinginkan ketika input direpresentasikan. Kemudian kita memilih subset dari
Universitas Sumatera Utara
pelatihan dan merepresentasikan contoh pada subset pada jaringan pada waktu yang sama. Untuk setiap contoh, kita membandingkan output yang dihasilkan jaringan
dengan output yang kita harapkan untuk dihasilkan. Setelah semua subset pelatihan telah diproses, kita memperbaharui bobot yang mengkoneksikan neuron dalam
jaringan. Pembaharuan ini dilakukan dengan harapan mengurangi error pada hasil jaringan.
Metode pelatihan lain adalah pelatihan tak terbimbing unsupervised training. Sebagaimana pelatihan terbimbing, kita juga harus memasukkan contoh input. Tetapi
tidak menyediakan output target untuk jaringan. Diasumsikan setiap input berasal dari kelas yang berbeda-beda, dan output jaringan adalah identifikasi dari kelas dimana
input berasal. Proses dari pelatihan yaitu, menemukan fitur yang menonjol pada pelatihan dan menggunakannya untuk mengelompokkan input dalam kelas-kelas dan
menemukan perbedaannya. Pelatihan tak terbimbing biasanya tidak digunakan sepopuler pelatihan terbimbing.
Dan yang ketiga adalah metode pelatihan hibrid. Gabungan antara pelatihan terbimbing dan tak terbimbing. Tak terbimbing dikarenakan output target tidak
dispesifikasikan. Disebut terbimbing dikarenakan pada waktu yang bersamaan, jaringan memberikan respon pada pelatihan dimana responnya baik atau buruk.
Sangat sulit melatih sebuah jaringan dan langsung menggunakannya. Kompetensinya harus diuji terlebih dahulu. Proses pengujian sebuah pelatihan disebut
validasi. Pelatihan digunakan untuk melatih jaringan sedangkan validasi digunakan untuk menguji jaringan yang telah dilatih. Validasi tidak dapat diangggap remeh.
Dalam banyak bidang, validasi yang baik lebih penting daripada pelatihan yang baik.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Arsitektur Jaringan
Menurut Fausett [3], sering kali sangat tepat memvisualisasikan neuron sebagai lapisan. Umumnya, neuron-neuron pada lapisan yang sama berkelakuan sama. Faktor
kunci untuk menentukan perilaku dari sebuah neuron adalah dengan fungsi aktivasinya dan pola koneksi dengan neuron yang lain sehingga neuron dapat
mengirim dan menerima sinyal. Lebih spesifik lagi, pada banyak jaringan saraf tiruan, neuron pada sebuah lapisan bisa saja terkoneksi sepenuhnya atau tidak terkoneksi
sama sekali. Jika setiap neuron pada sebuah lapisan misalkan lapisan tersembunyihidden layer terkoneksi dengan neuron pada lapisan yang lain misalkan
lapisan output maka setiap unit tersembunyi terkoneksi dengan setiap unit output.
Penyusunan neuron pada lapisan-lapisan dan pola koneksinya dalam dan antarlapisan disebut arsitektur jaringan. Banyak jaringan memiliki lapisan input yang
aktivasi dari setiap unitnya sama dengan sinyal input external. Jaringan saraf diklasifikasikan sebagai lapisan tunggal dan lapisan banyak. Dalam menentukan
jumlah dari lapisan, unit input tidak terhitung sebagai lapisan karena unit tersebut tidak melakukan proses komputasi. Atau bisa dikatakan bahwa jumlah lapisan pada
jaringan ditentukan berdasarkan lapisan yang berisikan bobot antar koneksi dari kumpulan neuron-neuron. Hal inilah yang mendasari bahwa bobot pada jaringan saraf
berisikan informasi yang sangat penting.
Sebuah lapisan adalah kumpulan dari neuron-neuron yang berbagi input yang sama. Setiap neuron pada sebuah lapisan mempunyai dendrit yang berhubungan
dengan axon pada neuron pada lapisan sebelumnya. Lapisan pertama sebagai lapisan input dimana neuron tidak mempunyai dendrit. Neuron tersebut hanya sebagai
placeholder atau penopang sehingga lapisan berikutnya dapat menyadap nilai inputnya sama dengan cara kerja lapisan berikutnya. Lapisan terakhir merupakan
lapisan output. Lapisan diantara lapisan input dan lapisan output disebut lapisan tersembunyi atau “hidden layer”. Lapisan pertama hanya memberikan nilai input pada
jaringan. Pada lapisan berikutnya, neuron ditugasi untuk mengidentifikasi karakter dari input [8]. Adapun jenis arsitektur jaringan yang sering dipergunakan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Jaringan berlapis tunggal Jaringan berlapis tunggal mempunyai satu lapisan bobot terkoneksi. Pada
lapisan ini, unit input dapat dibedakan dengan unit output. Dimana unit input merupakan unit yang menerima sinyal dari dunia luar sedangkan unit output adalah
unit dimana respon dari jaringan dapat terlihat. Pada Gambar 2.2 jelas terlihat bahwa unit input sepenuhnya terkoneksi dengan unit output, sedangkan unit input dengan
masing-masing unit input tidak terkoneksi demikian juga pada antara unit output dengan unit output yang lain tidak terkoneksi.
Gambar 2.2 Topologi jaringan lapis tunggal
2. Jaringan berlapis banyak Jaringan berlapis banyak adalah jaringan dengan satu atau lebih lapisan
diantara lapisan input dan lapisan output yang biasa disebut lapisan tersembunyi hidden layer. Jaringan berlapis banyak dapat memecahkan masalah yang lebih
kompleks daripada jaringan berlapis tunggal, namun pada pelatihannya akan lebih sulit. Pada beberapa kasus, pelatihan pada jaringan ini lebih baik karena
memungkinkan bagi jaringan untuk memecahkan masalah yang tidak dapat X
Y X
Yj Xi
Y
W1j Wi1
Wn1 W1j
Wij Wnj
W1 Wim
Wnm
Universitas Sumatera Utara
diselesaikan jaringan berlapis tunggal karena jaringan tidak dapat dilatih untuk menampilkan secara benar.
W11
X 1
Y 1
V11 Wj1
Vi1
Z1
Gambar 2.3 Topologi jaringan berlapis banyak
3. Jaringan dengan lapisan kompetitif Bentuk lapisan kompetitif merupakan jaringan saraf tiruan yang sangat besar.
Interkoneksi antarneuron pada lapisan ini tidak ditunjukkan pada arsitektur seperti jaringan yang lain. Prinsip dari prosesnya adalah winner-take-all atau yang menanglah
yang mengambil bagiannya.
Y m
Z Zj
Xi Y
k
Wn1 Vn1
V1j W1k
Vij Wjk
Vnj Wnk
V1p Vip
W1m Wjm
X
Vnp Wpm
Universitas Sumatera Utara
1 1
Gambar 2.4 Topologi Jaringan dengan Lapisan Kompetitif
2.2 Backpropagation