PELAKSANAA PEMAGANGAN PADA PERUSAHAAN DI KOTA YOGYAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia menganut asas hubungan industrial pancasila yang merupakan
prinsip dasar dalam pelaksanaan hubungan hukum ketenagakerjaan. Dalam
pemerintahan orde baru, hubungan industrial indonesia harus didasarkan pada
ideologi negara pancasila yang sesuai dengan spirit kebudayaan indonesia dan cara
pandang orang-orang indonesia1. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan
yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang
terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada
nilai-nilai pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
19452.
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja3. Ketenagakerjaan bagi kaum
muda merupakan prioritas utama bagi pemerintah indonesia, para pengusaha, dan
pekerja. Pemagangan yang berkualitas merupakan hal yang paling penting dalam
mempersiapkan tenaga kerja muda. Sistem magang yang mengkombinasikan antara
pekerjaan yang berbasis di lingkungan kantor dan pelatihan diluar pekerjaan terbukti
dapat mempromosikan pembelajaran dan pembentukan keterampilan, termasuk juga
dapat memfasilitasi ketenagakerjaan dengan menjalin hubungan antara dunia


1

Susetiawan, konflik sosial kajian sosiologis hubungan buruh perusahaan dan negara di
Indonesia,. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000, hlm 176
2

Maimun Hukum, Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Jakarta, pt.paradnya pramita, 2007, hlm

119
3

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat (1)

pendidikan dan pekerjaan. Sistem magang juga memfasilitasi industri baru yang
menggunakan teknologi dan inovasi lainnya. Ini menunjukan bahwa sistem magang
dapat menyediakan sumber daya manusia yang tinggi untuk pertumbuhan ekonomi.
Pelaksanaan hubungan industrial dalam praktik melalui hubungan kerja adalah
hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang
mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah4. Alternatif perjanjian dalam
hubungan kerja yang ditentukan peraturan perundang-undangan diantaranya

perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara
sifatnya yang penyelesaiannya paling lama tiga tahun. Untuk pekerjaan yang bersifat
musiman, untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, perjanjian kerja
harian lepas dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu5.
Angka pengangguran di kalangan kaum muda, terutama laki-laki berada di
antara urutan tertinggi di wilayah asia dengan kisaran 20%6. Dalam kaitan itu,
pemerintah indonesia telah menempatkan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas
dalam prioritas di rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2015-2019.
Walaupun tidak ada solusi yang dapat memecahkan masalah pengangguran
sepenuhnya, pemagangan merupakan cara yang menjanjikan untuk mengurangi
kesenjangan antara permintaan dan penyediaan pekerja-pekerja muda, terutama
mereka yang berusia 15-24 tahun dan tidak mengukur kepada tingkat pendidikan.
4

Soedarjadi, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2008, hlm

05
5

Keputusan menteri tenaga kerja dan transmigrasi republik indonesia nomor:

KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian kerja waktu tertentu.
Artikel “youth unemployment in indonesia: A demograpic bonus or disaster?” oleh indonesia
investment tanggal 17 mei 2014 berdasarkan laporan the world bank “east asia pasific at work:
employment, enterprise, and well-being”
http://www.worldbank.org/content/dam/worldbank/document/EAP/region/east-asia-pacific-at-workfull-report.pdf

6

Pemagangan pada dasarnya merupakan pelatihan yang dilaksanakan oleh
perusahaan kepada calon tenaga kerja di lokasi kerja untuk mendapatkan keterampilan
tertentu. Bagi perusahaan, tujuan pemagangan adalah untuk mendapatkan tenaga kerja
yang memiliki keterampilan sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan oleh
perusahaan.
Peserta pemagangan mengikutinya untuk mendapatkan keterampilan yang
diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keterampilan yang
didapatkannya dalam pemagangan. Maka pemagangan bukan merupakan relasi
pemberi kerja dan pencari kerja, namun relasi antara pencari keterampilan dengan
penyedia keterampilan yang dilakukan di lingkungan pekerjaan. Pemagangan juga
bukan merupakan pelatihan yang diberikan perusahaan kepada siswa sekolah sebagai
prasyarat untuk mendapat keterampilan tertentu sebagai salah satu prasyarat

kurikulum pendidikan.
Realitas kondisi kerja dengan hak-hak legalnya yang umumnya belum
terpenuhi memang masih memprihatinkan. Jika selama ini perhatian kita lebih
terfokus pada pekerja permanen (buruh pabrik, karyawan prusahaan, dan sebagainya),
tetapi lalai dalam memperhatikan hak-hak pekerja magang. Di hotel-hotel berbintang
di jakarta sebagai contohnya, para pekerja magang bekerja dan menjalankan tugas
berikut tanggung jawab layaknya karyawan. mereka tidak mendapatkan upah, kecuali
mendapatkan jatah makan sekali sehari7.
Magang merupakan bagian dari pelatihan kerja, biasanya magang dilakukan
oleh mahasiswa tingkat akhir atau siswa menengah sekolah kejuruan sebagai salah
satu syarat utama untuk menyelesaikan proses pendidikan. Masalah magang juga

7

Erman Suparno, National Manpower Strategi (strategu ketenagakerjaan nasional), Jakarta,
PT.Kompas Media Nusantara, 2009, hlm 49

sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
khususnya Pasal 21-30. Lebih spesifiknya diatur didalam Peraturan Menteri Tenaga
kerja


dan

Transmigrasi

No

Per-22/Men/IX/2009

tentang

penyelenggaraan

pemagangan didalam negeri. Dalam peraturan menteri tersebut, pemagangan diartikan
sebagai bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara
pelatihan dilembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung dibawah bimbingan
dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam proses
produksi barang dan atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan
atau keahlian tertentu.
Kegiatan magang kedua belah pihak saling mendapatkan keuntungan, kedua

belah pihak tersebut disini yakni pemagang dan juga perusahaan, para peserta magang
mendapat keuntungan dengan memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan semua
ilmu yang telah dipelajari saat menjalankan pendidikan, dan kemudian pengalaman
ini dapat menjadi bekal dalam menjalani jenjang karir yang sesungguhnya. Pengusaha
sebagai salah satu pihak yang diuntungkan dengan adanya pemagang yang dapat lebih
meringankan kerja kariawan yang ada tentunya harus tetap menjaga hak-hak yang
perlu diperoleh peserta magang agar terjamin haknya.
Pemilihan peserta magang juga diperlukan langkah-langkah yang sesuai yaitu
melakukan seleksi penerimaan peserta magang, apabila langkah tersebut tidak
terlaksanakan dengan baik maka dapat menimbulkan suatu masalah dalam mencapai
tujuan yang telah ditentukan oleh suatu perusahaan. Apabila terjadi kesalahan dalam
menempatkan peserta magang, maka dapat menimbulkan beberapa akibat, antara lain
keresahan atau ketidaknyamanan. Kurangnya konsentrasi sehingga terjadi kekeliruan
dalam mengerjakan tugasnya, kurang memiliki rasa tanggung jawab, turunnya
semangat kerja dan yang paling parah adalah malas untuk masuk kerja. Selain

berakibat buruk pada peserta magang, kesalahan dalam hal penempatan juga berakibat
buruk terhadap perusahaan. Perusahaan dapat mengalami kerugian keuangan maupun
dapat memperburuk citra perusahaan dimata konsumen. Oleh karena itu seleksi
penerimaan peserta magang menjadi hal yang perlu dilakukan.

Kedua belah pihak dari peserta magang dan juga perusahaan juga perlu
membuat perjanjian pemagangan agar terjaga setiap hak dan kewajiban dari masingmasing pihak, agar tidak hanya pekerja tetap yang di prioritaskan namun juga
menjaga kesejahteraan peserta magang. Peserta magang dan perusahaan perlu
melakukan

perjanjian

tertulis,

Pasal

22

Undang-Undang

Ketenagakerjaan

menjelaskan bahwa dalam hal pemagangan dilakukan tidak melalui perjanjian tertulis,
maka pemagangan tersebut dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi
pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan. Hal ini diperjelas dalam Pasal 12

peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI NO.PER.22/MEN/IX/2009 tahun
2009 tentang penyelenggaraan pemagangan dalam negeri (Permennakertrans
No.22/2009). Didalam perjanjian pemagangan, harus jelas diatur mengenai hak dan
kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan. Dalam hal
pemagangan dilakukan didalam wilayah indonesia, perjanjian pemagangan tersebut
harus diketahui dan disahkan oleh dinas kabupaten/kota setempat.
Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan pemagangan pada perusahaan
di Kota Yogyakarta khususnya yang terkait dengan pemagangan berdasarkan uraian
diatas yang sesuai dengan latarbelakang, maka dalam penelitian ini menggunakan
judul :

“PELAKSANAAN PEMAGANGAN PADA PERUSAHAAN DI KOTA
YOGYAKARTA”

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan pemagangan pada perusahaan di Kota Yogyakarta?
2. Bagaimana upaya pemerintah dalam perlindungan hukum pemagangan?
C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemagangan pada perusahaan di Kota
Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam perlindungan hukum pemagangan.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Teoritis
Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan Hukum Administrasi Negara khususnya berkaitan dengan pelaksanaan
pemagangan pada perusahaan di Kota Yogyakarta.
2. Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan suatu tambahan wawasan atau pun
pengetahuan kepada para karyawan magang atau pun masyarakat mengenai
pelaksanaan pemagangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PELAKSANAAN PEMAGANGAN PADA PERUSAHAAN DI KOTA YOGYAKARTA
A. Pengertian Pemagangan
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara

terpadu antara pelatihan kerja di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung
dibawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih
berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam
rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
Menurut sudjana, magang adalah cara penyebaran informasi yang dilakukan
secara terorganisasi. Menurut rusidi, magang merupakan salah satu mata kuliah yang
harus diselesaikan setiap mahasiswa sebagai cara mempersiapkan diri untuk menjadi
SDM yang siap kerja. Magang adalah proses belajar dari seorang ahli melalui
kegiatan dunia nyata. Selain itu magang adalah proses mempraktikkan pengetahuan
dan keterampilan untuk menyelesaikan problem nyata di sekitar1. Dari pengertian
para pakar diatas dapat disimpulkan bahwa magang merupakan pelatihan atau praktik
untuk menguasai keahlian tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan instruktur
yang berpengalaman.
Berdasarkan peraturan Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
No.22/2009: “bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu
antara pelatihan dilembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah

1

Sumardiono, apa itu homeschooling: 35 gagasan pendidikan berbasis keluarga, 2014, Jakarta,

Panda Media, hlm 119

bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam
proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan dalam rangka menguasai
keterampilan atau keahlian tertentu”2
Pemagangan di indonesia di atur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya disebutkan dalam Pasal 21-30. Dan lebih
spesifiknya diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.Per.22/Men/IX/2009 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di dalam Negeri.
Peraturan Menteri tersebut, pemagangan diartikan sebagai bagian dari sistem
pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga
pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan
instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang
dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian
tertentu. Konteks Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa pemagangan merupakan sub-sistem dari pelatihan kerja.
Pemagangan dalam rangka pelatihan kerja tersebut dapat dibedakan lagi berdasarkan
wilayahnya, yakni pemagangan luar negeri (permenaketrans No.Per-08/Men/V/2008)
dan pemagangan dalam negeri (permenketrans No. Per-22/Men/IX/2009).
Pemagangan menurut Pasal 1 angaka 11 Undang-Undang Ketenagakerjaan
adalah “bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara
pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung dibawah bimbingan
dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam
proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai
keterampilan atau keahlian tertentu”.

2

Bab 1 ketentuan umum pasal 1 ayat (1)

Pemagangan dalam Undang-Undang ketenagakerjaan dimaksudkan untuk
pelatihan kerja dan peningkatan kompetensi kerja, bukan untuk tujuan akademis,
pemenuhan kurikulum/persyaratan suatu profesi tertentu. Pemagangan untuk tujuan
akademis, pemenuhan kurikulum atau persyaratan suatu profesi tertentu, contohnya
adalah :
1. Ketentuan pendidikan dan pelatihan praktik kedokteran (koas/magang)
dalam rangka uji kompetensi dokter indonesia,
2. Pemagangan untuk memenuhi persyaratan menjadi seorang advokat yang
dilakukan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
3.

Persyaratan magang bagi calon notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan
berturut-turut.3

Menurut Undang-undang ketenagakerjaan, pemagangan diartikan sebagai
bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatih
di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan
pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses
produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan
atau keahlian terntentu. Pemagangan dapat dilaksanakan di perusahaan sendiri atau di
tempat penyelenggara pelatihan kerja, atau perusahaan lain, baik di dalam maupun di
luar wilayah indonesia4. Untuk pemagangan yang dilakukan di luar wilayah
indonesia, harus memperoleh izin dari menteri. Selain itu, penyelenggara pemagangan
di luar wilayah indonesia tersebut harus berbentuk badan hukum indonesia5.

3

http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c6cb635d9527/esensi-perjanjian-pemaganganagar-tidak-menyalahi-aturan
4

Pasal 24 Undang-undang Ketenagakerjaan

5

Pasal 25 Undang-undang Ketenagakerjaan

Pemagangan dilakukan dengan perjanjian tertulis antara peserta magang dan
perusahaan. Dalam hal pemagangan dilakukan tidak melalui perjanjian pemagangan,
maka pemagangan tersebut dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi
pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan6. Lebih lanjut, di dalam pemagangan,
harus jelas diatur mengenai hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka
waktu pemagangan. Dalam hal pemagangan dilakukan di dalam wilayah indonesia,
perjanjian pemagangan tersebut harus diketahui dan disahkan oleh dinas
kabupaten/kota setempat7. Mengenai jangka waktu pemagangan, dalam hal
pemagangan yang dilakukan diwilayah indonesia, jangka waktunya paling lama 1
(satu) tahun. Dalam hal untuk mencapai kualifikasi kompetensi tertentu akan
memerlukan waktu lebih dari 1 (satu) tahun, maka harus dituangkan dalam perjanjian
pemagangan baru dan dilaporkan kepada dinas kabupaten/kota setempat8. Mengenai
hal-hal yang didapat oleh peserta magang dalam suatu perusahaan, yaitu :
1. Pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga
sertifikasi (Pasal 23 uu ketenagakerjaan);
2. Uang saku dan/atau uang transportasi (penjelasan Pasal 22 uu
ketenagakerjaan);
3. Jaminan sosial tenaga kerja (penjelasan Pasal 22 uu ketenagakerjaan).
Mengenai hal ini, khusus untuk tenaga kerja yang magang, berdasarkan
Pasal 8 ayat (2) huruf a UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja hanya diwajibkan ikut jamsostek untuk program jaminan

6

Pasal 22 Undang-undang Ketenagakerjaan

7

Pasal 13, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI NO.PER.08/MEN/V/2008
Tahun 2008 tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Pemagangan di Luar Negeri.
8

Pasal 7, ayat (4) dan ayat (5) Pemennakertrans No.22/2009

kecelakaan kerja (jkk) saja. Artinya, tidak wajib ikut program jaminan
kematian (jk) dan jaminan hari tua (jht) serta jaminan pelayanan kesehatan
(jpk).
Menurut Rusidi, selama magang mahasiswa ataupun peserta magang bekerja
sebagai tenaga kerja di instansi/perusahaan sehingga mampu menyerap berbagai
pengalaman kerja yang sesungguhnya. Magang dilaksanakan untuk memberikan
pengalaman praktis kepada mahasiswa dengan cara ikut bekerja sehari-hari pada suatu
instansi atau perusahan pemerintah maupun swasta, secara khusus tujuan magang
adalah :
1. Meningkatkan

kemampuan

untuk

menerapkan

pengetahuan

dan

keterampilan yang dimiliki;
2. Meningkatkan pengetahuan dalam kerja baik dalam hal keilmuwan
maupun pengalaman kerja;
3. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi dengan
kalangan masyarakat di perusahaan:
4. Memacu motivasi mahasiswa yang berminat menjadi calon tenaga kerja
yang handal dan siap kerja;
5. Membuka peluang untuk memperoleh pengalaman praktis dalam kerja
bagi mahasiswa;
6. Menciptakan keterkaitan dan kesepadanan antara perguruan tinggi dengan
dunia kerja;
7. Menciptakan kerja sama antara perguruan tinggi dan dunia usaha dan
industri;
B. Manfaat Pemagangan

Magang merupakan syarat utama untuk melalui proses pendidikan. Magang
merupakan bagian dari pelatihan kerja, biasanya magang dilakukan oleh mahasiswa
tingkat akhir atau siswa kelas 3 SMK sebagai salah satu syarat utama untuk
menyelesaikan proses pendidikan. Sedangkan pelatihan kerja biasanya diikuti oleh
pekerja yang sudah menandatangani kontrak dengan perusahaan dalam rangka untuk
mengembangkan kompetensi kerja dan produktifitas sang karyawan.
Kegiatan magang dapat memiliki kesempatam untuk mengaplikasikan semua
ilmu yang telah dipelajari di bangku kuliah dan mempelajari detail tentang seluk
beluk standar kerja yang profesional. Pengalaman ini kemudian menjadi bekal dalam
menjalani jenjang karir yang sesungguhnya. Kegiatan magang juga dapat menambah
wawasan mengenai dunia industri dan perkantoran juga meningkatkan keterampilan
serta keahlian praktik kerja.
Pemagangan menjadi peran yang penting karena di dalam pemagangan
terdapat tujuan yaitu mempromosikan formasi pembelajaran dan keterampilan, serta
memfasilitasi tenaga kerja dengan menjembatani antara dunia pendidikan dan dunia
kerja juga pemagangan dapat membantu perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan
tenaga kerja dan menyediakan pelatihan keterampilan bagi kaum muda untuk
mempersiapkan mereka dalam menghadapi dunia kerja. Manfaat yang didapatkan
dalam pelaksanaan pemagangan juga tidak hanya dirasakan pihak perusahaan yang
dapat menghasilkan tenaga kerja sesuai dengan standar industri dan kebutuhan
perusahaan, namun juga pihak dari pemagang itu sendiri mendapatkan kesempatan
untuk menerima pelatihan, bukan hanya untuk mengasah keterampilan yang sesuai
dengan standar industri/perusahaan, namun juga untuk mendapatkan secara langsung
pelatihan secara teknikal dan keterampilan kerja inti yang dapat meningkatkan kinerja
mereka.

Selain menguasai keterampilan teknis, manfaat pemagangan juga membentuk
keterampilan non-teknis (soft-skill) peserta pemagangan. Dan menumbuhkan suasana
kerja yang mendorong terciptanya inovasi dari peserta magang atau pekerja di
perusahaan yang bersangkutan.
Berikut merupakan beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan
program pemagangan di perusahaan :
1. Pemahaman peraturan perundang-undangan tentang pemagangan;
2. Kebutuhan perusahaan akan tenaga kerja yang memenuhi kualifikasi;
3. Menyusun program pemagangan;
4. Kesepakatan antara perusahaan dengan pemagang yang dituangkan dalam
perjanjian pemagangan;
5. Berkoordinasi

dengan

pihak

pemerintah

yang

membidangi

ketenagakerjaan;
6. Memanfaatkan sumber pengetahuan dan informasi yang ada, diantaranya
didapat dari forum pemagangan dan lainnya.
Pemagangan terdapat beberapa kelebihan dan juga kelemahan, kelebihan
magang antara lain :
1. Biaya murah, ditinjau dari segi pembiayaan, magang merupakan cara
melatih dengan biaya yang sangat murah bahkan mungkin tanpa biaya.
Peserta magang yang mengikuti progam pemagangan ini mau tidak
dibayar atau dibayar sangat rendah karena tujuan utamanya untuk belajar;
2. Memerlukan manajemen sederhana, dari segi pengelolaan, magang
menggunakan manajemen sederhana sehingga sangat membantu dan tidak
merepotkan pengelola;

3. Lebih matang, para peserta melalui pengalaman magang ini akan lebih
matang dalam menjalankan tugasnya. Hal ini disebabkan mereka langsung
menghadapi pekerjaan yang ditangani sehingga lebih dapat menghayati
dan menekuni pekerjaan tersebut;
4. Loyalitas, bila perusahaan pada akhirnya ingin menggunakan peserta
sebagai karyawan tetap perusahaan, para peserta akan memiliki loyalitas
yang tinggi karena sudah banyak mengenal lebih banyak perusahaan
tempat mereka magang tersebut;
Kelemahan magang sebagai berikut :
1. Terlalu lambat, untuk menjadi ahli melalui proses magang memerlukan
waktu cukup lama apalagi bila peserta magang ingin segera memperoleh
pekerjaan yang diinginkan dengan segera;
2. Statis dan pengaruh lingkungan, tuntutan zaman yang lebh cepat menuntut
para peserta magang untuk mengikuti perkembangan zaman. Bila dalam
mengikuti kegiatan magang aspek lingkungan kurang kondusif, sikap
pemagang akan memperoleh pengalaman belajar dan bekerja yang kurang
baik;
Untuk mempersiapkan tenaga kerja indonesia yang mampu bersaing di pasar
kerja, maka pelatihan pemagangan sangat dibutuhkan. Pelatihan pemagangan
diselenggarakan

dan

diarahkan

untuk

membekali,

meningkatkan,

dan

mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas,
dan kesejahteraan.
Peningkatan kesejahteraan adalah kesejahteraan bagi tenaga kerja yang
diperoleh karena terpenuhinya kompetensi kerja, sedangkan yang dimaksud dengan

kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
Pelatihan pemagangan adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas,
disiplin, sikap, dan etis kerja pada tingkat keterampilan, dan keahlian tertentu sesuai
dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. Pelatihan pemagangan
dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di
dalam maupun diluar hubungan kerja. Pelatihan pemagangan diselenggarakan
berdasarkan progam pelatihan yang mengacu pada standar kompetensi kerja, dan
dilakukan secara berjenjang. Jenjang pelatihan pemagangan pada umumnya terdiri
atas tingkat dasar, terampil, dan ahli. Untuk itu menteri harus menerbitkan keputusan
menteri yang mengatur mengenai tata cara penetapan standar kompetensi kerja
dengan mengikut sertakan sektor terkait.
Setiap tenaga kerja berhak untuk memproleh dana dan atau meningktakan dan
atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya melalui pelatihan pemagangan. Pengusaha bertanggungjawab atas
peningkatan dan atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan
pemagangan. Pengguna tenaga kerja terampil adalah pengusaha, oleh karena itu
pengusaha

bertanggung

jawab

mengadakan

pelatihan

pemagangan

untuk

meningkatkan kompetensi pekerjanya. Di samping itu peningkatan dan atau
pengembangan harus diwajibkan kepada pengusaha, karena perusahaanlah yang akan
memperoleh manfaat hasil kompetensi pekerja/buruh.

Setiap pekerja atau buruh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti
pelatihan pemagangan sesuai dengan bidang tugasnya. Pelaksanaan pelatihan
pemagangan disesuaikan dengan kebutuhan serta kesempatan yang ada di perusahaan
agar tidak menggangu kelancaran kegiatan perusahaan. Pelatihan pemagangan
diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah dan atau lembaga pelatihan
kerja swasta (juga termasuk lembaga pelatihan kerja perusahaan) dan dapat dilakukan
kerja sama antara lembaga pelatihan kerja pemerintah dengan lembaga pelatihan kerja
swasta. Pelatihan pemagangan dapat diselenggarakan ditempat pelatihan atau tempat
kerja. Lembaga pelatihan kerja swasta dapat berbentuk badan hukum indonesia atau
perorangan, namun harus mendapat izin atau mendaftar ke instansi yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dikabupaten/kota.
Pelanggaran atas ketentuan ini (mendapat izin atau mendaftar ke instansi yang
bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan) dan dapat dikenakan sanksi pidana
denda paling sedikit Rp.5.000.000 (lima juta rupiah) dan paling banyak
Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah), dan tindak pidana tersebut tergolong
pelanggaran (vide Pasal 188 UU No.13 Tahun 2003).
Demikian pula lembaga pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh instansi
pemerintah harus mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang bertanggungjawab
dibidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota. Ketentuan mengenai tata cara perizinan
dan pendaftaran lembaga pelatihan kerja diatur dengan keputusan menteri.
Penyelenggara pelatihan kerja wajib memenuhi persyaratan :
1. Tersedianya tenaga pelatihan;
2. Adanya kurikulum sesuai dengan tingkat pelatihan;
3. Tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja; dan

4. Tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan latihan
kerja;
Pelanggaran atas ketentuan di atas ( mengenai persyaratan ) dapat dikenakan
sanksi administratif berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 beserta
peraturan pelaksanaannya berupa (vide Pasal 190 Undang-undang Nomor 13 Tahun
2003) sanksi tersebut berupa :
1. Teguran;
2. Peringatan tertulis;
3. Pembatasan kegiatan usaha;
4. Pembekuan kegiatan usaha;
5. Pembatalan perjanjian;
6. Pembatalan pendaftaran;
7. Penghentian sementara, sebagian, atau seluruh alat produksi;
8. Pencabutan izin usaha;
Ketentuan mengenai sanksi administratif diatur lebih lanjut oleh menteri.
Lembaga pelatihan kerja swatsa yang telah terdaftar dapat memperoleh akreditasi dari
lembaga akreditasi. Lembaga akreditasi tersebut harus bersifat independen, dan terdiri
dari unsur masyarakat dan pemerintah yang ditetapkan dengan keputusan menteri.
Instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan dikabupaten/kota
dapat menghentikan sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja, apabila
dalam pelaksanaannya, ternyata :

1. Tidak sesuai dengan arah pelatihan yaitu membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan
produktifitas dan kesejahteraan;
2. Tidak memenuhi persyaratan yang dimaksud tentang :
a. Tersedianya tenaga pelatihan;
b. Adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan;
c. Tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja; dan
d. Tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggara pelatihan
kerja;
Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja harus
disertai alasan dan saran perbaikan dan berlaku paling lama 6 bulan. Manakala dalam
6 bulan tidak memperbaiki apa yang disyaratkan dapat dikenakan sanksi penghentian
progam pelatihan. Penyelenggara pelatihan yang tetap membandel walaupun progam
pelatihan kerjanya telah dihentikan, maka kepadanya dapat dicabut izin dan
pembatalan pendaftaran. Ketentuan mengenai tata cara penghentian sementara,
penghentian, pencabutan izin, dan pembatalan pendaftaran diatur dengan keputusan
menteri.
Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah
mengikuti pelatihan pemagangan yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja
pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan ditempat kerja, melalui
sertifikasi kompetensi kerja. Sertifikasi kompetensi adalah proses pemberian sertifikat
yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi yang mengacu
kepada standar kompetensi nasional dan internasional. Sertifikasi ini dapat pula
diberikan kepada tenaga kerja yang sudah berpengalaman. Untuk melaksanakan

sertifikasi kompetensi tersebut, harus dibentuk badan nasional sertifikasi profesi yang
independen dengan peraturan pemerintah.
Khusus pelatihan kerja bagi tenaga kerja penyandang cacat dilaksanakan
dengan memperhatikan jenis, derajat kecacatan, dan kemampuan tenaga kerja
penyandang cacat yang bersangkutan.
Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka pembangunan
ketenagakerjaan dikembangkan suatu sistem pelatihan kerja nasional yang merupakan
acuan pelaksanaan pelatihan kerja di semua bidang dan atau sektor. Sistem pelatihan
kerja nasional adalah berkaitan dan keterpaduan berbagai unsur pelatihan kerja yang
antara lain meliputi peserta, biaya, sarana, prasarana, tenaga kepelatihan, progam, dan
metode, serta lulusan. Dengan adanya sistem pelatihan kerja nasional, semua unsur
dan sumber daya pelatihan kerja nasional yang tersebar di instansi pemerintah,
swasta, dan perusahaan dapat dimanfaatkan secara optimal.
Pelatihan kerja dapat dilakukan dengan sistem pemagangan. Pemagangan
adalah sistem dari pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara
pelatihan dilembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung dibawah bimbingan
dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam
proses produksi barang dan atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai
keterampilan atau keahlian tertentu. Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian
pemagangan antara peserta dan pengusaha yang dibuat secara tertulis, yang sekurangkurangnya memuat ketentuan hak dan kewajiban peserta pemagangan dan pengusaha
serta jangka waktu pemagangan.
Hak peserta pemagangan antara lain memperoleh uang saku dan atau
transport, memperoleh jaminan sosial tenaga kerja, memperoleh sertifikat apabila

lulus akhir progam. Hak pengusaha antara lain berhak atas hasil kerja atau jasa peserta
pemagangan, merekrut pemagangan sebagai pekerja atau buruh bila memenuhi
persyaratan.
Kewajiban peserta pemagangan antara lain mentaati perjanjian pemagangan,
mengikuti tata tertib program pemagangan, dan mengikuti tata tertib perusahaan.
Adapun kewajiban pengusaha antara lain menyediakan uang saku dan atau uang
transportasi bagi peserta pemagangan, menyediakan fasilitas pelatihan, instruktur, dan
perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja.
Jangka waktu pemagangan bervariasi sesuai dengan jangka waktu yang
diperlukan untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam program
pelatihan pemagangan. Pemagangan yang disertakan tidak melalui perjanjian
pemagangan, dianggap tidak sah, dan status peserta berubah menjadi pekerja/buruh
perusahaan yang bersangkutan. Dengan status pekerja atau buruh diperusahaan yang
bersangkutan, maka berhak atas segala hal yang diatur dalam peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja sama.
Tenaga kerja yang telah mengikuti program pelatihan pemagangan berhak atas
pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi.
Sertifikasi dapat dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang dibentuk dan atau
diakreditasi oleh pemerintah bila programnya bersifat khusus.
Pemagangan dapat dilaksanakan diperusahaan sendiri atau ditempat
penyelenggaraan pelatihan kerja, atau diperusahaan lain, baik didalam maupun diluar
wilayah indonesia. Pemagangan yang dilakukan diluar wilayah indonesia wajib
mendapat izin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. Untuk memperoleh izin
penyelenggaraan pemagangan harus berbentuk badan hukum indonesia sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku semua ini diatur dengan
keputusan menteri. Untuk melakukan pemagangan diluar wilayah indonesia hal-hal
ini harus diperhatikan :
1. Harkat dan martabak bangsa indonesia;
2. Penguasaan kompetensi yang lebih tinggi;
3. Perlindungan dan kesejahteraan peserta;
Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan pelaksanaan pemagangan diluar
wilayah indonesia apabila didalam pelaksanaannya ternyata tidak sesuai dengan apa yang
tertulis diatas. Menteri dapat mewajibkan kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan
untuk melaksanakan progam pemagangan.
Pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah melakukan pembinaan pelatihan kerja dan
pemagangan. Pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan ditunjukan kearah peningkatan
relevansi, kualitas, dan efisiensi penyelenggaraan pelatihan kerja dan produktivitas.
Peningkatan produktivitas dilakukan melalui pengembangan budaya produktif, etis kerja,
teknologi, dan efisiensi kegiatan ekonomi, menuju terwujudnya produktifitas nasional. Untuk
meningkatkan produktifitas nasional, melalui kepperes dibentuk suatu lembaga produktifitas
yang bersifat nasional yang berbentuk jejaring kelembagaan pelayanan peningkatan
produktifitas, yang bersifat lintas sektoral.
C. Pihak-pihak yang terlibat dalam pemagangan
1. Perusahaan
a. Bentuk usaha yang berbadan hukum/tidak, milik orang perseorangan, milik
persekutuan,

milik

badan

hukum,

milik

swasta/milik

negara

yang

mempekerjakan pekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain;

b. Usaha sosial/lainnya yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang
lain dengan membayar imbalan dalam bentuk lain;
Pasal 1 angka 20 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 yang dimaksud
dengan peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh
pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
Pasal 1 angka 1 Permenakertrnskop Nomor 02/MEN/1978 yang dimaksud
dengan peraturan perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat secara tertulis yang
memuat ketentuan-ketentuan tentang syarta-syarat kerja serta tata tertib perusahaan.
Peraturan pengusaha atau peraturan perusahaan atau yang oleh Prof Imam
Soepomo,SH disebut sebagai peraturan perburuhan-majikan9, dibuat sendiri oleh
majikan atau pengusaha secara sepihak. Dengan demikian maka majikan atau
pengusaha memasukan apa saja yang dikehendakinya dalam suatu peraturan
pengusaha/majikan asalkan tidak melanggar Undang-undang atau peraturan,
ketertiban umum, dan melanggar tata asusila yang telah dibuat sebelumnya.
Tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
adalah tidak boleh lebih rendah kualitas maupun kuantitasnya dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan apabila ternyata bertentangan, maka yang
berlaku adalah peraturan perundang-undangan.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah
disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk dan pelaksanaannya dilakukan
secara bertahap. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 2 ayat (1) keputusan Menteri

9

Imam Soepomo SH, Prof, Opcit,Halaman 73

Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi Nomor 02/MEN/1978 yang berbunyi
bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan sejumlah dua puluh lima orang atau
lebih wajib membuat peraturan perusahaan. Pada dasarnya kewajiban untuk memiliki
peraturan perusahaan diberlakukan untuk semua perusahaan. Mengingat kondisi tiap
perusahaan tidak sama, maka kewajiban ini perlu dilaksanakan secara bertahap.
Peraturan perusahaan disusun dan menjadi tanggungjawab dari pengusaha
yang bersangkutan. Peraturan perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan
pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Dalam hal
diperusahaan yang bersangkutan telah terbentuk serikat/buruh maka wakil
pekerja/buruh sebagaimana dimaksud adalah pengurus sertifikat pekerja/buruh.
Manakala diperusahaan yang bersangkutan belum berbentuk serikat pekerja/buruh,
maka wakil pekerja atau buruh yang dimaksud adalah pekerja/buruh yang dipilih
secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh perusahaan yang
bersangkutan.
Pembuatan peraturan perusahaan, pengusaha mengadakan konsultasi terlebih
dahulu dengan buruh/buruhnya atau serikat buruh, disamping itu dapat pula
berkonsultasi dengan pegawai dari dektorat jenderal perlindungan dan perawatan
tenaga kerja. Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat :
a. Hak dan kewajiban pengusaha;
b. Hak dan kewajiban pekerja;
c. Syarat kerja;
d. Tata tertib perusahaan;
e. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan;

Yang dimaksud dengan syarat kerja pada point ke tiga adalah hak dan
kewajiban pengusaha dan pekerja yang belum diatur oleh peraturan perundangundangan.
Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan peraturan perusahaan
kepada pekerja perusahaan yang bersangkutan. Pemberitahuan dilakukan dengan cara
membagikan salinan peraturan perusahaan kepada setiap pekerja, menempelkan
peraturan perusahaan ditempat tempat yang mudah dibaca oleh para pekerja, dan
memberikan penjelasan langsung kepada pekerja.
Disamping itu pengusaha dilarang mengganti PKB dengan peraturan
perusahaan, sepanjang diperusahaan yang bersangkutan masih ada sertifikat
pekerja/buruh. Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja dan PKB
diganti dengan peraturan perusahaan, maka ketentuan yang ada dalam peraturan
perusahaan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada didalam PKB.
Pengesahan peraturan perusahaan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk
harus sudah diberikan dalam waktu 30 hari kerja sejak naskah peraturan perusahaan
diterima apabila waktu 30 hari kerja sudah terlampawi dan peraturan perusahaan
belum disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuknya, maka peraturan
perusahaan tersebut dapat langsung diberlakukan dan dianggap telah mendapat
pengesahan.
Peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
oleh Pasal 111 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, yaitu
mengenai muatan peraturan perusahaan dan bahwa peraturan perusahaan tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menteri

atau pejabat yang ditunjuk harus memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha
mengenai perbaikan peraturan perusahaan.
Yang dimaksud dengan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku adalah peraturan perusahaan tidak boleh lebih
rendah kualitas dan kuantitasnya dari peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dan apabila bertentangan maka yang berlaku adalah ketentuan perundang-undangan.
Waktu paling lama 14 hari kerja sejak tanggal pemberitahuan diterima oleh
pengusaha, pengusaha wajib menyampaikan kembali peraturan perusahaan yang telah
diperbaiki kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Perubahan peraturan perusahaan sebelum berakhirnya jangka waktu
berlakunya hanya dapat dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil
pekerja/buruh. Peraturan perusahaan hasil perubahan harus mendapat pengesahan dari
menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan
naskah

peraturan

perusahaan

atau

perubahannya

kepada

pekerja/buruh.

Pemberitahuan dilakukan dengan cara membagikan salinan peraturan perusahaan
kepada setiap pekerja/buruh, menempelkan ditempat yang mudah dibaca oleh para
pekerja/buruh, atau memberikan penjelasan langsung kepada pekerja/buruh.
Ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan diatur
dengan keputusan menteri.
2. Pemagang
Terdiri dari pencari kerja, siswa LPK, dan tenaga kerja yang akan ditingkatkan
kompetensinya dengan syarat:

a. Usia minimal 18 tahun;
b. Memiliki bakat, minat, dan memenuhi persyaratan yang sesuai dengan
program pemagangan;
c. Menandatangangi perjanjian pemagangan;
3. Lembaga Pelatihan Keterampilan (LPK)
Instansi pemerintah, badan hukum, atau perseorangan yang memenuhi persyaratan
untuk menyelenggarakan pelatihan kerja. “Bagi perusahaan yang memiliki
departemen/ divisi pelatihan, dapat melaksanakan program pelatihan sendiri tanpa
bekerjasama dengan LPK”.
Pemagangan dalam Hukum Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan sub-sistem dari pelatihan kerja.
Pemagangan dalam rangka pelatihan kerja tersebut dapat dibedakan lagi berdasarkan
wilayahnya,

yakni

pemagangan

luar

negeri

(Permenekertrans

No.

Per-

08/Men/V/2008) dan pemagangan dalam Negeri (Permenekertrans No. Per22/Men/IX/2009).
Pemagangan menurut Pasal 1 angka 11 UU Ketenagakerjaan adalah “bagian
dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan
dilembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan
pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses
produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan
atau keahlian tertentu”. Jadi pemagangan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan
dimaksudkan untuk pelatihan kerja. Produk akhir dari pemagangan dalam rangka
pelatihan kerja adalah sertifikasi kompetensi kerja. Hal ini diakui dalam Pasal 23
Undang-Undang Ketenagakerjaan “tenaga kerja yang telah mengikuti progam

pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau
lembaga sertifikasi”.
Kontrak magang dalam rangka pelatihan kerja, diatur dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan jo permenkertrans No. Per-22/Men/IX/2009, berikut penjelasan dari
Undang-Undang Ketenagakerjaan :
1. Hak peserta pemagangan antara lain memperoleh uang saku dan/atau uang
transpor, memperoleh jaminan sosial tenaga kerja, memperoleh sertifikat
apabila lulus di akhir program.
2. Hak pengusaha antara lain berhak atas hasil kerja/jasa peserta
pemagangan, merekrut pemagang sebagai pekerja/buruh bila memenuhi
persyaratan.
3. Kewajiban

peserta

pemagangan

antara

lain

mentaati

perjanjian

pemagangan, mengikuti tata tertib program pemagangan, dan mengikuti
tata tertib perusahaan.
4. Kewajiban pengusaha antara lain menyediakan uang saku dan/atau uang
transpor bagi peserta pemagangan, menyediakan fasilitas pelatihan,
menyediakan instruktur, dan perlengkapan keselamatan dan kesehatan
kerja.
5. Jangka waktu pemagang bervariasi sesuai dengan jangka waktu yang
diperlukan untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam
program pelatihan pemagangan.
Yang perlu diingat, bahwa peserta pemagangan bukan lah pekerja/atau buruh
pada perusahaan tempat pemagangan dilakukan, hal ini tercantum dalam Pasal 22 ayat
(3) pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dianggap tidak sah dan status peserta berubah

menjadi pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan dan penjelasannya ayat (3)
dengan status sebagai pekerja/atau buruh di perusahaan yang bersangkutan, maka
berhak atas segala hal yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
sama. Hak dan kewajiban peserta magang dan perusahaan.
1. Hak peserta magang :
a. Memperoleh fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja selama mengikuti
pemagangan;
b. Memperoleh uang saku dan/ atau uang transportasi;
c. Memperoleh perlindungan dalam bentuk jaminan kecelakaan kerja dan
kematian;
d. Memperoleh sertifikat pemagangan apabila dinyatakan lulus;
2.Kewajiban peserta magang :
a. Mentaati perjanjian pemagangan;
b. Mengikuti program pemagangan sampai selesai;
c. Mantaati tata tertib yang berlaku diperusahaan penyelenggara pemagangan;
d. Menjaga nama baik perusahaan penyelenggara pemagangan;
3. Hak perusahaan dalam hal pemagangan antara lain :
a. Memanfaatkan hasil kerja peserta pemagangan;
b. Memberlakukan tata tertib dan perjanjian pemagangan;
4. Kewajiban perusahaan dalam hal pemagangan antara lain :
a. Membimbing peserta pemagangan sesuai dengan program pemagangan;
b. Memenuhi hak peserta pemagangan sesuai dengan perjanjian pemagangan;

c. Menyediakan alat pelindung diri sesuai dengan persyaratan keselamatan
(k3);
d. Memberikan perlindungan dalam bentuk asuransi kecelakaan kerja kepada
peserta magang;
e. Memberikan uang saku dan/atau uang transportasi peserta magang;
f. Mengevaluasi peserta pemagangan;
g.

Memberikan sertifikat pemagangan bagi peserta magang yang dinyatakan
lulus;10

Mengenai magang atau pemagangan diatur dalam Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) serta beberapa
peraturan pelaksananya. Di dalam UU Ketenagakerjaan, pemagangan diartikan
sebagai bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara
pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan
dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam
proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai
keterampilan atau keahlian tertentu (Pasal 1 angka 11 UU Ketenagakerjaan).
Pemagangan

dapat

dilaksanakan

di

perusahaan

sendiri

atau

di

tempat

penyelenggaraan pelatihan kerja, atau perusahaan lain, baik di dalam maupun di luar
wilayah Indonesia (Pasal 24 UU Ketenagakerjaan). Untuk pemagangan yang
dilakukan di luar wilayah Indonesia, harus memperoleh izin dari Menteri. Selain itu,
penyelenggaraan pemagangan di luar wilayah Indonesia tersebut harus berbentuk
badan hukum Indonesia (Pasal 25 UU Ketenagakerjaan).

10

Bab V, Hak dan Kewajiban, Pasal 15, ayat (1) dan (2) dan, Pasal 16, ayat (1) dan (2)

Pemagangan dilakukan dengan perjanjian tertulis antara peserta magang dan
perusahaan. Dalam hal pemagangan dilakukan tidak melalui perjanjian pemagangan,
maka pemagangan tersebut dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi
pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan (Pasal 22 UU Ketenagakerjaan). Lebih
lanjut, menurut Pasal 12 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.
PER. 22/MEN/IX/2009 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam
Negeri(“Permennakertrans No. 22/2009”), di dalam perjanjian pemagangan, harus
jelas diatur mengenai hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu
pemagangan. Dalam hal pemagangan dilakukan di dalam wilayah Indonesia,
perjanjian pemagangan tersebut harus diketahui dan disahkan oleh dinas
kabupaten/kota setempat. Dalam hal pemagangan dilakukan di luar negeri, menurut
Pasal 13 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER.
08/MEN/V/2008 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan
Pemagangan di Luar Negeri (“Permennakertrans No. 8/2008”), perjanjian
pemagangan tidak hanya antara peserta magang dengan perusahaan, tetapi juga antara
perusahaan tersebut dengan lembaga penerima pemagang di luar negeri.
Penyelenggara pemagangan tersebut harus mendaftarkan secara tertulis pemagangan
tersebut dengan disertai dokumen-dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dalam
Pasal 13 Permennakertrans No. 8/2008, yang salah satunya adalah melampirkan
salinan perjanjian pemagangan serta perjanjian antara perusahaan dan lembaga
penerima pemagang di luar negeri tersebut kepada Direktorat Jenderal yang
bertanggung jawab di bidang pelatihan kerja di lingkungan Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi.

Mengenai jangka waktu pemagangan, dalam hal pemagangan dilakukan di
dalam wilayah Indonesia, jangka waktunya paling lama 1 (satu) tahun. Dalam hal

untuk mencapai kualifikasi kompetensi tertentu akan memerlukan waktu lebih dari 1
(satu) tahun, maka harus dituangkan dalam perjanjian pemagangan baru dan
dilaporkan kepada dinas kabupaten/kota setempat (Pasal 7 ayat (4) dan ayat (5)
Pemennakertrans No. 22/2009). Sedangkan, dalam hal pemagangan di luar negeri
tidak ada ketentuan mengenai jangka waktu pemagangan. UU Ketenagakerjaan
sendiri dalam Penjelasan Pasal 22 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa jangka
waktu pemagangan bervariasi sesuai dengan jangka waktu yang diperlukan untuk
mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam program pelatihan pemagangan.
Mengenai hal-hal yang didapat oleh peserta magang dalam suatu perusahaan, yaitu:

a.

Pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga
sertifikasi (Pasal 23 UU Ketenagakerjaan);

b.

Uang

saku

dan/atau

uang

transport

(Penjelasan

Pasal

22

UU

Ketenagakerjaan);
c.

Jaminan sosial tenaga kerja (Penjelasan Pasal 22 UU Ketenagakerjaan).
Mengenai hal ini, khusus untuk tenaga kerja yang magang, berdasarkan Pasal
8 ayat (2) huruf a UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
hanya diwajibkan ikut Jamsostek untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK) saja. Artinya, tidak wajib ikut program jaminan kematian (JK) dan
jaminan hari tua (JHT) serta jaminan pelayanan kesehatan (JPK).

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Empiris, yaitu merupakan penelitian yang
dilakukan dengan cara bertemu langsung dengan narasumber dan responden untuk
memperoleh data atau informasi dalam masalah yang akan diteliti. Jenis data ini
adalah data primer, yaitu data yang diperoleh berdasarkan informasi yang
dikumpulkan langsung dari narasumber dan juga responden.
B. Jenis Data
1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber hukum
pertama atau objek penelitian. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dengan
menggunakan metode wawancara yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara bertanya langsung terhadap narasumber dan responden untuk
memperoleh jawaban-jawaban yang relevan.
2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
penelitian, data akan diambil dari dokumen yang berkaitan dengan perlindungan
hukum bagi pemagangan.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara mendapatkan data dengan pengajukan
pertanyaan secara langsung atau lisan kepada subjek penelitian, yaitu pihak dari
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta, pengusaha, serta peserta
pemagangan.
2. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah suatu cara memperoleh data dengan cara mengkaji
peraturan perundanag-undangan, buku-buku, literatur, arsip-arsip, laporan-laporan
yang berkaitan dengan objek penelitian.
D. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih dalam penelitian kali ini adalah di wilayah Kota
Yogyakarta.
E. Narasumber dan Responden
1. Narasumber merupakan seseorang yang memberikan pendapat atas obyek
penelitian. Narasumber dalam penelian ini adalah Kepa