TEORI ADMINISTRASI PUBLIK DAN PELAKSANAA

TEORI ADMINISTRASI PUBLIK DAN PELAKSANAANNYA
MELALUI
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Kondisi Birokrasi Saat ini
Reformasi yang sudah dilakukan sejak terjadinya krisis multidimensi tahun 1998 telah berhasil
meletakkan landasan politik bagi kehidupan demokrasi di Indonesia. Berbagai perubahan
dalam sistem penyelenggaraan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, dan pemilihan umum
dilakukan dalam rangka membangun pemerintahan negara yang mampu berjalan dengan baik
(good governance). Dalam bidang ekonomi, reformasi juga telah mampu membawa kondisi
ekonomi yang semakin baik, sehingga mengantarkan Indonesia kembali ke dalam jajaran middle
income countries (MICs). Oleh karena itu, Indonesia dipandang sebagai negara yang berhasil
melalui masa krisis dengan baik. Meskipun demikian, kondisi itu belum mampu
mengangkat Indonesia ke posisi yang sejajar dengan negara-negara lain, baik negara-negara di
Asia Tenggara maupun di Asia. Dalam hal perwujudan pemerintahan yang bersih dan bebas
KKN, masih banyak hal yang harus diselesaikan dalam kaitan pemberantasan korupsi. Hal ini
antara lain ditunjukkan dari data Transparency International pada tahun 2009, Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) Indonesia masih rendah (2,8 dari 10) jika dibandingkan dengan negara-negara di
Asia Tenggara lainnya. Akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, kualitasnya masih perlu
banyak pembenahan termasuk dalam penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintah (SAP). Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan
K/L dan Pemda masih banyak yang perlu ditingkatkan menuju ke opini Wajar Tanpa

Pengecualian (WTP). Dalam hal pelayanan publik, pemerintah belum dapat menyediakan
pelayanan publik yang berkualitas sesuai dengan tantangan yang dihadapi, yaitu perkembangan
kebutuhan masyarakat yang semakin maju dan persaingan global yang semakin ketat. Hal ini
dapat dilihat dari hasil survei integritas yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
pada tahun 2009 yang menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik Indonesia baru mencapai
skor 6,64 dari skala 10 untuk instansi pusat, sedangkan pada tahun 2008 skor untuk unit
pelayanan publik di daerah sebesar 6,69. Skor integritas menunjukkan karakteristik kualitas

JAYA TAMBA NPM 1763002073

1

dalam pelayanan publik, seperti ada tidaknya suap, ada tidaknya Standard Operating Procedures
(SOP), kesesuaian proses pelayanan dengan SOP yang ada, keterbukaan informasi, keadilan dan
kecepatan dalam pemberian pelayanan, dan kemudahan masyarakat melakukan pengaduan.
Reformasi pelayanan publik menjadi titik strategis untukmemulai pengembangan good
governance. Sebab, pertama,pelayanan publik menjadi ranah interaksi antara negara
yangdiwakili pemerintah dan lembaga-lembaga non-pemerintah(masyarakat sipil dan mekanisme
pasar). Dan, kedua, berbagaiaspek good governance dapat diartikulasikan secara lebih
mudahpada ranah pelayanan publik, sekaligus lebih mudah dinilaikinerjanya,

Pelayanan publik dewasa ini menjadi isu yang kian strategis karena kualitas kinerja
birokrasi pelayanan publik memiliki implikasi luas pada berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Perbaikan

kinerja

pelayanan

birokrasi di bidang

ekonomi misalnya,

akan mendorong

terciptanya iklim kondusif bagi kegiatan usaha dan investasi, yang pada gilirannya akan
membuka kesempatan kerja lebih luas. Secara politis, perbaikan kinerja pelayanan birokrasi akan
berdampak tumbuhnya kepercayaan (trust), dan legitimasi terhadap pemerintah sehingga
mendorong partisipasi masyarakat. Pelayanan publik yang berkualitas merupakan salah satu
indikator terjadinya perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang berpihak pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat.


Permasalahan Utama Birokrasi
Ada beberapa permasalahan utama yang berkaitan dengan birokrasi, yaitu:
a. Organisasi
Organisasi pemerintahan belum tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing). Peraturan
perundang-undangan
b. Beberapa peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara masih ada yang tumpang
tindih, inkonsisten, tidak jelas, dan multitafsir. Selain itu, masih ada pertentangan antara
peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya, baik yang sederajat maupun
antara peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan di bawahnya atau antara peraturan pusat

JAYA TAMBA NPM 1763002073

2

dengan peraturan daerah. Di samping itu, banyak peraturan perundang-undangan yang
belum disesuaikan dengan dinamika perubahan penyelenggaraan pemerintahan dan tuntutan
masyarakat.
c. SDM Aparatur
SDM aparatur negara Indonesia (PNS) saat ini berjumlah 4,732,472 orang (data BKN per

Mei 2010). Masalah utama SDM aparatur negara adalah alokasi dalam hal kuantitas,
kualitas, dan distribusi PNS menurut teritorial (daerah) tidak seimbang, serta tingkat
produktivitas PNS masih rendah.

Manajemen sumber daya manusia aparatur belum

dilaksanakan secara optimal untuk meningkatkan profesionalisme, kinerja pegawai,

dan

organisasi. Selain itu, sistem penggajian pegawai negeri belum didasarkan pada bobot
pekerjaan/jabatan yang diperoleh dari evaluasi jabatan. Gaji pokok

yang

ditetapkan

berdasarkan golongan/pangkat tidak sepenuhnya mencerminkan beban tugas dan tanggung
jawab. Tunjangan kinerja belum sepenuhnya dikaitkan dengan prestasi kerja dan tunjangan
pensiun belum menjamin kesejahteraan.

d. Kewenangan
Masih adanya praktek penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan dan belum mantapnya akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah.
e. Pelayanan public
Pelayanan

publik

belum

dapat

mengakomodasi

kepentingan

seluruh

lapisan


masyarakat dan belum memenuhi hak-hak dasar warga negara/penduduk. Penyelenggaraan
pelayanan publik

belum sesuai dengan harapan bangsa berpendapatan menengah yang

semakin maju dan persaingan global yang semakin ketat.
f. Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set)
Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) birokrat belum sepenuhnya mendukung
birokrasi yang efisien, efektif dan produktif, dan profesional. Selain itu, birokrat belum benarbenar memiliki pola pikir yang melayani masyarakat, belum mencapai kinerja yang lebih baik
(better performance), dan belum berorientasi pada hasil (outcomes).
JAYA TAMBA NPM 1763002073

3

Prinsip-Prinsip Reformasi Birokrasi
Beberapa prinsip dalam melaksanakan reformasi birokrasi dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Outcomes oriented
Seluruh program dan kegiatan yang dilaksanakan dalam kaitan dengan reformasi birokrasi
harus dapat mencapai hasil (outcomes) yang


mengarah pada peningkatan kualitas

kelembagaan, tatalaksana, peraturan perundang-undangan, manajemen SDM aparatur,
pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, perubahan pola pikir (mind set) dan
budaya kerja (culture set) aparatur. Kondisi ini diharapkan akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat

dan

membawa pemerintahan

Indonesia menuju pada pemerintahan kelas

dunia.
b. Terukur
Pelaksanaan reformasi birokrasi yang dirancang dengan outcomes oriented harus dilakukan
secara terukur dan jelas target serta waktu pencapaiannya.
c. Efisien
Pelaksanaan reformasi birokrasi yang dirancang dengan


outcomes oriented

harus

memperhatikan pemanfaatan sumber daya yang ada secara efisien dan profesional.
d. Efektif
Reformasi birokrasi harus dilaksanakan secara efektif sesuai dengan target pencapaian sasaran
reformasi birokrasi.
e. Realistik
f. Outputs dan outcomes dari pelaksanaan kegiatan dan program ditentukan secara realistik
dan dapat dicapai secara optimal.

JAYA TAMBA NPM 1763002073

4

g. Konsisten
Reformasi birokrasi harus dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu, dan mencakup
seluruh tingkatan pemerintahan, termasuk individu pegawai.

h. Sinergi
Pelaksanaan program dan kegiatan dilakukan secara sinergi. Satu tahapan kegiatan harus
memberikan dampak positif bagi tahapan kegiatan lainnya, satu program harus memberikan
dampak positif bagi program lainnya. Kegiatan yang dilakukan satu instansi pemerintah
harus memperhatikan keterkaitan dengan kegiatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah
lainnya, dan harus menghindari adanya tumpang tindih antarkegiatan di setiap instansi.
i. Inovatif
j. Reformasi birokrasi memberikan ruang gerak yang luas bagi K/L dan Pemda untuk
melakukan inovasi-inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pertukaran pengetahuan,
dan best practices untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik.
k. Kepatuhan
Reformasi birokrasi harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
l. Dimonitor
Pelaksanaan reformasi birokrasi harus dimonitor secara melembaga untuk memastikan semua
tahapan dilalui dengan baik, target dicapai sesuai dengan rencana, dan penyimpangan segera
dapat diketahui dan dapat dilakukan perbaikan2

Optimalisasi Pelayanan dengan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia
Sebenarnya perdebatan mengenai optimalisasi pelayanan publik oleh pemerintah telah lama

berkembang dalam studi administrasi publik. Sejak beberapa dekade lalu, polemik sudah terjadi
dikalangan para pakar mengenai cara untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan efisien,
tanggap, dan akuntabel. Masing-masing pakar memaparkan teori dan atau membantah dan
memperbaiki teori yang ada sebelumnya. Teori yang mapan menjadi paradigma dan

JAYA TAMBA NPM 1763002073

5

di"mitos"kan, kemudian muncul teori baru untuk mendemistifikasi teori yang mapan tersebut.
Teori

Reinventing

Government

yang tergolong pada The New Public Management

merupakan demistifikasi atas The Old Public Management. Dan sebenarnya sekarang telah
muncul demistifikasi atas The New public Management dengan munculnya konsep The New

Public service.
Para

ilmuwan

politik,

misalnya,

telah

memperdebatkan

kemungkinan

mengembangkan good government dan representative government, sejak awal abad 20an.
Bahkan tidak hanya itu, Woodrow Wilson pada tahun 1987 dalam The Study of Administration
telah mengemukakan konsep dikotomi politik dan administrasi untuk menciptakan pemerintahan
yang efisien. Selain Wilson, ada Max weber (1922) dengan teori The Ideal Type of Bureucracy,
Luther gullick (1937) dengan konsep POSDCORB, Frank J. Goodnow (1900) dengan
konsepnya yang tertuang dalam makalahnya Politics and Administration, Frederick W. Taylor
(1912) dengan konsepnya Scientific Management, Herbert A. Simon (1946) dengan konsepnya
The Proverbs of Administration dan masih banyak lagi yang ikut memberikan kontribusi
konsep dan teori dalam optimalisasi pelayanan publik. Sedangkan gagasan Reinventing
Government yang dicetuskan oleh David osborne dan Ted Gaebler (1992) adalah gagasan
mutakhir yang mengkritisi dan memperbaiki konsep-konsep dan teori-teori klasik tersebut untuk
optimalisasi pelayanan publik. Gagasan David Osborne dan Ted Gaebler tentang Reinventing
Government tertuang dalam karyanya yang berjudul Reinventing Government: How the
Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector yang dipublikasikan pada tahun
1992

dan Banishing Bureaucracy: The Five Strategies for Reinventing Government, buku

terakhir ini ditulis oleh David Osborne dan Peter Plastik yang dipublikasikan pada tahun 1997.
Gagasan ini muncul sebagai respon atas buruknya pelayanan publik yang terjadi di pemerintahan
Amerika sehingga timbul krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Bahkan di penghujung tahun
1980-an, majalah Time pada sampul mukanya menanyakan: "Sudah Matikah Pemerintahan?". Di
awal tahun 1990-an, jawaban yang muncul bagi kebanyakan orang Amerika adalah "Ya".
Buruknya pelayanan publik ini dibuktikan dengan menurunya kualitas pendidikan, sekolahsekolah di negeri AS adalah yang terburuk di antara negara-negara maju. Sistem pemeliharaan

JAYA TAMBA NPM 1763002073

6

kesehatan tidak terkendali. Pengadilan dan rumah tahanan begitu sesak, sehingga banyak
narapidana menjadi bebas. Banyak kota dan negara bagian yang dibanggakan pailit dengan
defisit multi-milyaran dolar sehingga ribuan pekerja diberhentikan dari kerja6. Gagasan-gagasan
Osborne dan Gaebler tentang Reinventing Government mencakup 10 prinsip untuk
mewirausahakan birokrasi.
Adapun 10 prinsip tersebut adalah pertama, pemerintahan katalis: mengarahkan ketimbang
mengayuh. Artinya, jika pemerintahan diibaratkan sebagai perahu, maka peran pemerintah
seharusnya sebagai pengemudi yang mengarahkan jalannya perahu, bukannya sebagai
pendayung yang mengayuh untuk membuat perahu bergerak. Pemerintah entrepreneurial
seharusnya lebih berkonsentrasi pada pembuatan kebijakan- kebijakan strategis (mengarahkan)
daripada disibukkan oleh hal-hal yang bersifat teknis pelayanan

(mengayuh).

Cara

ini

membiarkan pemerintah beroperasi sebagai seorang pembeli yang terampil, mendongkrak
berbagai produsen dengan cara yang dapat mencapai sasaran kebijakannya. Wakil-wakil
pemerintah tetap sebagai produsen jasa dalam banyak hal, meskipun mereka sering harus
bersaing dengan produsen swasta untuk memperoleh hak istimewa. Tetapi para produsen jasa
publik ini terpisah dari organisasi manajemen yang menentukan kebijakan. Upaya mengarahkan
membutuhkan orang yang mampu melihat seluruh visi dan mampu menyeimbangkan berbagai
tuntutan yang saling bersaing untuk mendapatkan sumber daya. Upaya mengayuh membutuhkan
orang yang secara-sungguh-sungguh memfokuskan pada satu misi dan melakukannya dengan
baik.
Kedua, pemerintahan milik rakyat: memberi wewenang ketimbang melayani. Artinya, birokrasi
pemerintahan yang berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan ketergantungan dari rakyat. Hal
ini bertentangan dengan kemerdekaan sosial ekonomi mereka. Oleh karena itu, pendekatan
pelayanan harus diganti dengan menumbuhkan inisiatif dari mereka sendiri. Pemberdayaan
masyarakat, kelompok-kelompok persaudaraan, organisasi sosial, untuk menjadi sumber dari
penyelesaian masalah mereka sendiri. Pemberdayaan semacam ini nantinya akan menciptakan
iklim partisipasi aktif rakyat untuk mengontrol pemerintah dan menumbuhkan kesadaran bahwa
pemerintah sebenarnya adalah milik rakyat. Ketika pemerintah mendorong kepemilikan dan

JAYA TAMBA NPM 1763002073

7

kontrol ke dalam masyarakat, tanggung jawabnya belum berakhir. Pemerintah mungkin tidak
lagi memproduksi jasa, tetapi masih bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhankebutuhan telah terpenuhi.
Ketiga, pemerintahan yang kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan.
Artinya, berusaha memberikan seluruh pelayanan tidak hanya menyebabkan risorsis pemerintah
menjadi habis terkuras, tetapi juga menyebabkan pelayanan yang harus disediakan semakin
berkembang melebihi kemampuan pemerintah (organisasi publik), hal ini tentunya
mengakibatkan buruknya kualitas dan efektifitas pelayanan publik yang dilakukan mereka. Oleh
karena itu, pemerintah harus mengembangkan kompetisi (persaingan) di antara masyarakat,
swasta dan organisasi non pemerintah yang lain dalam pelayanan publik. Hasilnya diharapkan
efisiensi yang lebih besar, tanggung jawab yang lebih besar dan terbentuknya lingkungan yang
lebih inovatif. Di antara keuntungan paling nyata dari kompetisi adalah efisiensi yang lebih besar
sehingga mendatangkan lebih banyak uang, kompetisi memaksa monopoli pemerintah (atau
swasta) untuk merespon segala kebutuhan pelanggannya, kompetisi menghargai inovasi, dan
kompetisi membangkitkan rasa harga diri dan semangat juang pegawai negeri.
Keempat, pemerintahan yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh
peraturan. Artinya, pemerintahan yang dijalankan berdasarkan peraturan akan tidak efektif dan
kurang efisien, karena bekerjanya lamban dan bertele-tele. Oleh karena itu, pemerintahan harus
digerakkan oleh misi sebagai tujuan dasarnya sehingga akan berjalan lebih efektif dan efisien.
Karena dengan mendudukkan misi organisasi sebagai tujuan, birokrat pemerintahan dapat
mengembangkan sistem anggaran dan peraturan sendiri yang memberi keleluasaan kepada
karyawannya untuk mencapai misi organisasi tersebut. Di antara keunggulan pemerintah yang
digerakkan oleh misi adalah lebih efisien, lebih efektif, lebih inovatif, lebih fleksibel, dan lebih
mempuyai semangat yang tinggi ketimbang pemerintahan yang digerakkan oleh aturan.
Kelima, pemerintahan yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan masukan. Artinya, bila
lembaga-lembaga pemerintah dibiayai berdasarkan masukan (income), maka sedikit sekali alasan
mereka untuk berusaha keras mendapatkan kinerja yang lebih baik. Tetapi jika mereka dibiayai
berdasarkan hasil (outcome), mereka menjadi obsesif pada prestasi. Sistem penggajian dan

JAYA TAMBA NPM 1763002073

8

penghargaan, misalnya, seharusnya didasarkan atas kualitas hasil kerja bukan pada masa kerja,
besar anggaran dan tingkat otoritas. Karena tidak mengukur hasil, pemerintahan-pemerintahan
yang birokratis jarang sekali mencapai keberhasilan. Mereka lebih banyak mengeluarkan untuk
pendidikan negeri, namun nilai tes dan angka putus sekolah nyaris tidak berubah. Mereka
mengeluarkan lebih banyak untuk polisi dan penjara, namun angka kejahatan terus meningkat.
Keenam, pemerintahan berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan
boirokrasi. Artinya, pemerintah harus belajar dari sektor bisnis di mana jika tidak fokus dan
perhatian pada pelanggan (customer), maka warga negara tidak akan puas dengan pelayanan
yang ada atau tidak bahagia. Oleh karena itu, pemerintah harus menempatkan rakyat sebagai
pelanggan yang harus diperhatikan kebutuhannya. Pemerintah harus mulai mendengarkan secara
cermat para pelanggannya, melaui survei pelanggan, kelompok fokus dan berbagai metode yang
lain. Tradisi pejabat birokrasi selama ini seringkali berlaku kasar dan angkuh ketika melayani
warga masyarakat yang datang keistansinya. Tradisi ini harus diubah dengan menghargai mereka
sebagai warga negara yang berdaulat dan harus diperlakukan dengan baik dan wajar. Di antara
keunggulan sistem berorientasi pada pelanggan adalah

memaksa pemberi jasa untuk

bertanggung jawab kepada pelanggannya, mendepolitisasi keputusan terhadap pilihan pemberi
jasa, merangsang lebih banyak inovasi, memberi kesempatan kepada warga untuk memilih di
antara berbagai macam pelayanan, tidak boros karena pasokan disesuaikan dengan permintaan,
mendorong untuk menjadi pelanggan yang berkomitmen, dan menciptakan peluang lebih besar
bagi keadilan.
Ketujuh,

pemerintahan

wirausaha:

menghasilkan

ketimbang

membelanjakan. Artinya,

sebenarnya pemerintah mengalami masalah yang sama dengan sektor bisnis, yaitu keterbatasan
akan keuangan, tetapi mereka berbeda dalam respon yang diberikan. Daripada menaikkan pajak
atau memotong program publik, pemerintah wirausaha harus berinovasi

bagaimana

menjalankan program publik dengan dengan sumber daya keuangan yang sedikit tersebut.
Dengan melembagakan konsep profit motif dalam dunia publik, sebagai contoh menetapkan
biaya untuk public service dan dana yang terkumpul digunakan untuk investasi membiayai

JAYA TAMBA NPM 1763002073

9

inoasi-inovasi di bidang pelayanan publik yang lain. Dengan cara ini, pemerintah mampu
menciptakan nilai tambah dan menjamin hasil, meski dalam situasi keuangan yang sulit.
Kedelapan, pemerintahan antisipatif: mencegah daripada mengobati. Artinya, pemerintahan
tradisional yang birokratis memusatkan pada penyediaan jasa untuk memerangi masalah.
Misalnya, untuk menghadapi sakit, mereka mendanai perawatan kesehatan. Untuk menghadapi
kejahatan, mereka mendanai lebih banyak polisi. Untuk memerangi kebakaran, mereka membeli
lebih banyak truk pemadam kebakaran. Pola pemerintahan semacam ini harus diubah dengan
lebih memusatkan atau berkonsentrasi pada pencegahan. Misalnya, membangun sistem air dan
pembuangan air kotor, untuk mencegah penyakit; dan membuat peraturan bangunan, untuk
mencegah kebakaran. Pola pencegahan (preventif) harus dikedepankan dari pada pengobatan
mengingat persoalan- persoalan publik saat ini semakin kompleks, jika tidak diubah (masih
berorientasi pada pengobatan) maka pemerintah akan kehilangan kapasitasnya untuk
memberikan respon atas masalah-masalah publik yang muncul.
Kesembilan, pemerintahan desentralisasi: dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja. Artinya,
pada saat teknologi masih primitif, komunikasi antar berbagai lokasi masih lamban, dan pekerja
publik relatif belum terdidik, maka sistem sentralisasi sangat diperlukan. Akan tetapi, sekarang
abad informasi dan teknologi sudah mengalami perkembangan pesat, komunikasi antar
daerah yang terpencil bisa mengalir seketika, banyak pegawai negeri yang terdidik dan kondisi
berubah dengan kecepatan yang luar biasa, maka pemerintahan desentralisasilah yang paling
diperlukan. Tak ada waktu lagi untuk menunggu informasi naik ke rantai komando dan
keputusan untuk turun. Beban keputusan harus dibagi kepada lebih banyak orang, yang
memungkinkan

keputusan

dibuat

"ke

bawah"

atau

pada

"pinggiran"

ketimbang

menngonsentrasikannya pada pusat atau level atas. Kerjasama antara sektor pemerintah, sektor
bisnis dan sektor civil socity perlu digalakkan untuk membentuk tim kerja dalam pelayanan
publik.
Prinsip kesepuluh adalah pemerintahan berorientasi pasar: mendongkrak perubahan melalui
pasar. Artinya, daripada beroperasi sebagai pemasok masal barang atau jasa tertentu,

JAYA TAMBA NPM 1763002073

10

pemerintahan atau organisasi publik lebih baik berfungsi sebagai fasilitator dan pialang dan
menyemai pemodal pada pasar yang telah ada atau yang baru tumbuh. Pemerintahan
entrepreneur merespon perubahan lingkungan bukan dengan pendekatan tradisional lagi, seperti
berusaha mengontrol lingkungan, tetapi lebih kepada strategi yang inovatif untuk membentuk
lingkungan yang memungkinkan kekuatan pasar berlaku. Pasar di luar kontrol dari hanya
institusi politik, sehingga strategi yang digunakan adalah membentuk lingkungan sehingga pasar
dapat beroperasi dengan efisien dan menjamin kualitas hidup dan kesempatan ekonomi yang
sama. Dalam rangka melakukan optimalisasi pelayanan publik, 10 prinsip di atas seharusnya
dijalankan oleh pemerintah sekaligus, dikumpulkan semua menjadi satu dalam sistem
pemerintahan, sehingga pelayanan publik yang dilakukan bisa berjalan lebih optimal dan
maksimal. 10 prinsip tersebut bertujuan untuk menciptakan organisasi pelayanan publik yang
smaller (kecil, efisien), faster (kinerjanya cepat, efektif) cheaper (operasionalnya murah) dan
kompetitif.
Dengan demikian, pelayanan publik oleh birokrasi kita bisa menjadi lebih

optimal dan

akuntabel.

Kompetensi Inti dalam Pelayanan Publik
Kualitas pelayanan publik yang prima sangat ditentukan oleh perangkat birokrasi ditingkat
operasional. Institusi birokrasi pada jenjang ini dituntut memiliki kemampuan dan keterampilan
terutama

menyangkut

pelayanan

keamanan dan ketertiban.

di

bidang

pendidikan,

kesehatan, pelayanan sosial,

Upaya meningkatkan birokrasi sangat terkait dengan peranan

pemerintah , hubungan warga-klien, dan para professional. Di samping itu menempa ketrampilan
birokrasi menuntut adanya komitmen kepemimpinan yang besar karena memerlukan sinergi
sumber daya yang ada.
Sejak tahun 1970, terdapat konsep yang umum di gunakan menyangkut inti pelayanan dalam
sektor privat dengan pengertian yang hampir sama, seperti halnya kompetensi inti (core

JAYA TAMBA NPM 1763002073

11

competence) kemampuan inti (core capability). Dalam kenyataannya dengan konsep tersebut
perusahaan adalah sebagai entitas kehidupan, sebagai komunitas pekerjaan yang memiliki
struktur dari dalam (inner structure), sebuah kekuatan dinamis dari dalam
force),

ketrampilan

inti

(core

skill)

(inner dynamic

yang memungkinkan perusaan tersebut berfungsi.

Perusahaan tersebut memiliki rancangan organis yang mencerminkan kekuatan dalam
lingkungan eksternal dan pasar yang kompetitif (Moch Ichsan, 1998:23).
Core Competence dapat dipahami sebagai pengetahuan, ketrampilan, dan kebiasaan kolektif
menyangkut kekuatan pasar dan teknologi yang saling terkait, yang diperlukan oleh kader
manajerial dan teknik apabila perusahaan ingin bertahan dalam sebuah pasar yang kompetitif.
Konsepsi

pentingnya

peranan

pemerintah

dalam memberikan

pelayanan

publik.

Penggunaan konsep tersebut secara teoritis dapat dilakukan sebagaimana pendapat Agus D
bahwa pelayanan public yang berkulitas perlu mengadopsi nilai-nilai privat (privat value) ke
dalam sektor public. Selanjutnya juga dikemukakan bahwa pelayanan publik dapat dikelola oleh
organisasi publik, organisasi privat, dan organisasi publik quasi privat.Dalam mengembangkan
core skill adalah diawali dengan adanya fungsi dasar yang harus dimiliki organisasi (perusahaan)
yaitu pemasaran, operasional dan finansial. Atas fungsi dasar tersebut dikembangkan core skill
yang saling terkait dengan fungsi-fungsi yang lain. Sebagaimana oleh Moch Ichsan(1998:22)
bahwa membangun dan menciptakan core skill adalah menyangkut berbagai substansi yang
secara sinergis harus dapat dilakukan oleh individu atau kelompok.
Beberapa substansi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, di
mana hal ini sudah biasa dilakukan administrasi bisnis adalah meliputi:
1.

Core sklills, pengetahuan dan ketrampilan yang harus dimiliki perangkat birokrasi baik
menyangkut

2.

profesionalisme

individu

maupun

perubahan teknologi dan pasar secara kompetitif.
Echnicians, adalah kemampuan birokrat untuk

kolektif

untuk

mengantisipasi

menguasai

aspek

teknis

secara

professional di bidang pekerjaan sehingga menunjukkan kinerja yang penuh rasa tanggung
jawab (responsibility).

JAYA TAMBA NPM 1763002073

12

3.

Management:

kemampuan

birokrat

untuk

dapat

mengelola

pekerjaan

secara

professional baik menyangkut kinerja individual, kinerja tim maupun aspek managerial
4.

dan leadership.
Business knowledge, tuntutan terhadap pemahaman pengetahuan bisnis khususnya
menyangkut nilai-nilai keuntungan (privit making) yang perlu diadopsi kesektor publik

5.

dengan tidak mengabaikan aspek pemertaan dan keadilan.
Skill, ketrampilan khusus yang harus dimiliki oleh setiap aparatur

6.

menyangkut bidang pekerjaanya, termasuk penyesuaian terhadap proses perubahan.
Habits, membiasakan bekerja secara profesional dengan tidak mengabaikan aspek etika

7.

dan moral sehingga akan tercipta kultur kinerja yang kondusif.
Cohesion, membisakan bekerja secara sistemik atau keterpaduan antara berbagai

8.

komponen yang terlihat dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama.
Collective Experience, menjadikan pengalaman individu atau kelompok tentang

9.

keberhasilan atau kegagalan dalam bekerja sebagai penglaman bersama.
Knowledge of environment, menyadari terjadinya perubahan setiap saat dalam suatu

khususnya

lingkungan sehingga pengetahuan tentang lingkungan untuk mengantisipasi perubahan
10.

sangat diperlukan.
Technology, diperlukan penguasaan teknologi sebagaimana persyaratan penting karena
menguasai teknologi dapat diibaratkan menguasai dunia dan perubahan.

Pelayanan Publik yang Berkualitas
Upaya

peningkatan

kualitas

pelayanan

publik

dilakukan

untuk

memenuhi kepuasan

masyarakat.Pelayanan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer- driven
government-Osborne & Gaebler, 1992) merupakan paradigma pelayanan publik yang
direkomendasikan dengan karakteristik sebagai berikut:
a.

Lebih terfokus kepada fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang memfasilitasi

b.

kondisi yang kondusif bagi kegiatan pelayanan publik;
Lebih berorientasi kepada pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai rasa

c.

memiliki yang tinggi terhadap fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama;
Menerapkan sistem kompetisi dalam penyediaan pelayanan public tertentu sehingga
masyarakat dapat memilih pelayanan yang lebih berkualitas;

JAYA TAMBA NPM 1763002073

13

d.

Terfokus pada pencapaian visi, misitujuan, dan sasaran dengan berorientasi kepada hasil

e.

(outcomes) sesuai dengan input yang digunakan;
Lebih mengutamakan kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat,bukan semata-mata

f.

keinginan pemerintah atau pejabat;
Pada beberapa situasi, pemerintah

g.

pelayanan public yang diselenggarakan;
Lebih mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan yang kemungkinan dapat

h.

terjadi; dan
menerapkan

sistem

pasar

juga

berhak

dalam memberikan

memperoleh pendapatan

pelayanan,

antara

dari

lain penyediaan

layanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kesimpulan
Birokrasi pemerintah harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dan
profesional. Birokrasi harus sepenuhnya mengabdi pada kepentingan rakyat dan bekerja untuk
memberikan pelayanan prima, transparan, akuntabel, dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN). Semangat inilah yang mendasari pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah
di Indonesia.
Pada hakekatnya bebarapa prinsip dalam konsep birokrasi yang dikemukakan oleh

Weber

masih representatif untuk diterapkan pada lembaga pelayanan publik, misalnya standar kerja
dan pembagian tugas yang jelas, obyektivitas dan netralitas, profesionalitas dan loyalitas yang
tinggi, dan sistem prestasi kerja dalam karir pegawai. Sebaliknya, beberapa prinsip lainnya
tampaknya harus ditinggalkan karena tidak lagi sesuai
modern,

seperti

monopoli

top-down

dengan

tuntutan

organsiasi

yang tersentralisasi, proses pengambilan keputusan

yang panjang dan berbelitbelit, struktur lembaga yang hirarkis, atau karir pegawai yang
hanya didasarkan kepada sistem senioritas. Dalam hubungan ini beberapa konsep reformasi
birokrasi pelayanan publik dikemukakan para ahli, baik secara individual maupun institusional.
Konsep-konsep seperti Reinventing Government, Banishing Bureaucracy, GoodGovernance, dan
sebagainya cukup memberikan inspirasi bagi perbaikan pelayanan publik. Meskipun demikian,
penerapa secara per se seharusnya tidak dilakukan mengingat bahwa konsepkonsep tersebut
disusun untuk konsumsi masyarakat barat. Perlu beberapa penyesuaian agar konsep-konsep
JAYA TAMBA NPM 1763002073

14

tersebut dapat diterapkan pada tataran budaya Indonesia. Profesionalitas birokrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang sesuai dengan
ditingkatkan.

Salah

satu

hambatan

harapan

masyarakat

harus

dalam praktek pelayana prima adalah adanya

ketidakseimbangan antara kewenangan, hak dan tanggung jawab. Ketidakseimbangan ini pada
akhirnya mengakibatkan penyalahgunaan kewenangan dan sikap apatis yang menyebabkan
demotivasi dalam melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik. Oleh karena itu diperlukan
berbagai upaya yang serius dan tegas dalam mencoba memperbaiki birokrasi pelayanan. Dengan
demikian, reformasi birokrasi memang harus dilakukan untuk memperbaiki pelayanan publik.
Perubahan ini dilakukan dengan tujuan untuk tujuan survival. Meskipun demikian, proses
perubahannya sebaiknya dilakukan secara incremental, setahap demi setahap, sesuai dengan
rencana strategis yang telah disusun. Perubahan secara radical dan tanpa rencana rasanya yang
matang dan terstruktur rasanya tidak akan efektif, mengingat ketimpangan dalam
pelayanan publik sudah membudaya.
Beberapa tahapan harus dilakukan dalam proses reformasi pelayanan publik ini: pertama,
melalui tahapan-tahapan manajerial, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi; kedua,
melibatkan semua pihak terkait, mulai dari para ahli pemerintahan, praktisi birokrasi hingga
masyarakat sebagai stakeholders; dan ketiga, kontrol yang intensif dari pimpinan birokrasi agar
semua pihak tetap konsisten terhadap komitmen yang telah dibangun hingga tercapainya
tujuan utama agenda reformasi birokrasi: pelayanan public yang mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Reinventing Government yang digagas oleh David Osborne dan Ted Gaebler menemukan titik
relevansinya dalam konteks peningkatan kualitas pelayanan publik. 10 prinsip yang terkandung
di dalamnya, yakni pemerintah seharusnya lebih berfungsi mengarahkan ketimbang mengayuh,
memberi wewenang ketimbang melayani, menyuktikkan persaingan (kompetisi) dalam
pemberian pelayanan, digerakkan oleh misi bukan peraturan, berorientasi pada hasil (outcome)
bukan masukan (income), berorientasi pada pelanggan bukan pada birokrasi, menghasilkan
ketimbang membelanjakan, mencegah ketimbang mengobati, desentralisasi dan pemerintah
berorientasi pasar, seharusnya diterapkan oleh pemerintah untuk meningkatkan pelayanan publik

JAYA TAMBA NPM 1763002073

15

kepada masyarakat. Pelaksanaan 10 prinsip Reinventing Government, tentu harus disesuaikan
dengan sosio-kultur kita, bisa menjadi solusi alternatif yang efektif untuk menghilangkan
patologi-patologi birokrasi peradilan kita selama ini.

Daftar Pustaka
David Osborne dan Ted Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi, terjemahan. Abdul Rasyid, Jakarta:
Pustaka Binaman Pressindo, 1996.
David

Osborne

dan

Peter

Plastrik,

Memangkas

Birokrasi:

Lima

Strategi

Menuju

Pemerintahan Wirausaha, terjemahan. Abdul Rasyid dan Ramelan, Jakarta: PPM, 2000.
Center For Population And Policy Studies, Public Service Performance, Bureucratic
Corruptionin Indonesia, Gajah Mada University, Yogyakarta, 2001.
Cohen, Steven, 1993, Total Quality Management in Government : “a Practical Guide for theReal
World”, San Fransisco : Jossey Bass Inc.
Janet V. Denhardt dan Robert B. Denhardt, The New Public Service: Serving, not Steering, New
York: ANSI, 2002. Jay M. Shafritz dan Albert C. Hyde, Classics of Public
Administration, USA: Harcourt Brace & company, 1978.

JAYA TAMBA NPM 1763002073

16

John Stuart Mill, Utilitarianism, On Liberty, Consideration on Representative Government,
Vermont: Everyman, 1993. Agus Dwiyanto dan Bevaola Kusumasari "Reformasi
Pelayanan Publik: Apa yang Harus Dilakukan?" dalam Policy Brief, No. II/PB/2003.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 tTahun 2010 Tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025
Weber, Max. The Theory of Social andEconomic Organization, dalam Peter M.Blau dan
Marshall

W.

Meyer,Birokrasi

Dalam

Masyarakat

Modern.Jakarta:

Prestasi

Pustakakarya, 2000.

JAYA TAMBA NPM 1763002073

17