PROFIL PENERAPAN FARMASI KLINIK DI RUMAH SAKIT AMAL USAHA MILIK MUHAMMADIYAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(1)

DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh Wanti Nur Indah

20120350053

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

PROFIL PENERAPAN FARMASI KLINIK

DI RUMAH SAKIT AMAL USAHA MILIK MUHAMMADIYAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh Wanti Nur Indah

20120350053

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

PROFIL PENERAPAN FARMASI KLINIK

DI RUMAH SAKIT AMAL USAHA MILIK MUHAMMADIYAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disusun oleh Wanti Nur Indah

20120350053

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 9 juni 2015

Dosen Pembimbing

Pinasti Utami, M.Sc., Apt NIK:1 9850318201004173123

Dosen Penguji 2 Dosen Penguji 1

Nurul Maziyah, M.Sc., Apt Dra. Sri Kadarina,Apt NIK: 198810182014101732 31 NIK: 201202 Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt NIK : 19730223201310173127


(4)

xiii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Wanti Nur Indah NIM : 20120350053 Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 20 agustus 2016 Yang membuat penyataan

Wanti Nur Indah 20120350053


(5)

iv MOTTO

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama

kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah

engkau berharap.”

(QS. Al-Insyirah,6-8)

Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orang nya kepada kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi

ahlinya di dunia dan di akhirat -H.R Ar- Rabii’-

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.

- Thomas Alva Edison-

Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka menyukainya

atau tidak

-Aldus Huxley-

Sebuah tantangan akan selalu menjadi beban, jika itu hanya dipikirkan Sebuah cita-cita juga adalah beban, jika itu hanya angan-angan

Sesuatu akan menjadi kebanggan, jika sesuatu itu dikerjakan dan bukan hanya dipikirkan

Sebuah cita-cita akan menjadi kesuksesan, jika kita awali dengan bekerja untuk mencapainya dan bukan hanya menjadi impian

Kerjakanlah, Wujudkanlah, Raihlah Cita-citamu dengan memulainya dari bekerja dan

bukan hanya menjadi beban didalam impianmu


(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Tuhan YME atas segala rakhmat dan hidayahnya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan dan kesabaran untuk ku dalam mengerjakan skripsi ini.

Aku persembahkan cinta dan sayangku kepada Orang tua ku, adik ku yang telah menjadi motivasi dan inspirasi dan tiada henti memberikan dukungan do'anya

buat aku. “Tanpa keluarga, manusia sendiri di dunia, gemetar dalam dingin.”

Terimakasih yang tak terhingga buat dosen-dosen ku, terutama pembimbingku yang tak pernah lelah dan sabar memberikan bimbingan dan arahan kepada ku.

Terimakasihku juga ku persembahkan kepada para sahabatku yang senantiasa menjadi penyemangat dan menemani disetiap hariku. “Sahabat merupakan salah

satu sumber kebahagiaan dikala kita merasa tidak bahagia.”

Teruntuk teman-teman angkatanku yang selalu membantu, berbagi keceriaan dan melewati setiap suka dan duka selama kuliah, terimakasih banyak. "Tiada hari yang indah tanpa kalian semua"

Aku belajar, aku tegar, dan aku bersabar hingga aku berhasil. Terimakasih untuk Semua


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil’alamiin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Profil Penerapan Farmasi Klinik di Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta”.

Karya Tulis Ilmiah ini telah dapat diselesaikan atas bimbingan, arahan, dan bantuan berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dengan setulus-tulusnya kepada :

1. Allah SWT, atas ridho dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik.

2. dr. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes, selaku Dekan Fakltus Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt selaku Kepala Program Studi Ilmu Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Pinasti Utami, M.Sc.,Apt, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing, koreksi serta pengarahannya selama penyusunan penulisan proposal.

5. Dra. Sri Kadarinah, Apt selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang membangun untuk Karya Tulis Ilmiah ini.


(8)

vii

6. Nurul Maziyyah, M.Sc., Apt selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang membangun untuk Karya Tulis Ilmiah ini. 7. Semua bagian IFRS Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, PKU

Muhammadiyah Gamping, PKU Muhammadiyah Bantul dan PKU Muhammadiyah Nanggulan yang telah bersedia membantu selama proses pengambilan data.

8. Kepada kedua orang tuaku, Suyono dan Nurhayati atas segala cinta, kasih sayang, doa dan dukungan untuk penulis yang begitu melimpah dan tidak mungkin tergantikan.

9. Bude dan Pak De yang selama ini membantu dan memberikan kasih sayang serta semangatnya selama berada di kota Pelajar ini.

10. Adikku tersayang, Taufik Arif Maulana dan kak Yopi terima kasih selalu memberikan semangat, do’a dan kasih sayangnya

11. Sahabat-sahabatku Eka, Resita, Nazila yang selama ini setia menemani dari awal perjuangan kita hingga sekarang.

12. Teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu tersusunnya usulan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Masih banyak kekurangan baik dalam segi isi maupun teknik penulisannya, oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.


(9)

viii

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya, sebagai imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuannya. Akhirnya besar harapan penulis semoga usulan ini dapat bermanfaat demi semua pihak, baik dewasa kini maupun masa yang akan datang bagi pembaca umumnya dan tenaga kesehatan khususnya.

Yogyakarta, 20 agustus 2016


(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

INTISARI ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB 1.PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Tujuan Penelitian ... .4

E. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Tingkatan Rumah Sakit... 5

2. Sejarah perkembangan Farmasi Klinik ... 6

a. Definisi Farmasi Klinik ... 6

b. Sejarah Farmasi Klinik ... 9

3. Peran Apoteker Terhadap Pelaksanaan Farmasi Klinik ... 12

4. Konsep Farmasi Klinik ... 13

B. Kerangka Konsep ... 22

C. Hipotesis ... 22

BAB III. METODE PENELITIAN... 23

A. Desain Penelitian ... 23

B. Tempat Dan Waktu ... 23

C. Populasi Dan Sampel ... 23

D. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi ... 24

E. Identifikasi Variabel penelitian dan Definisi Operasional ... 24

F. Instrumen Penelitian ... 25

G. Cara Kerja ... 25

H. Skema Langkah Kerja ... ……26


(11)

x

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

A. Hasil Penelitian ... 28

1. Pelaksanaan Farmasi Klinik Rumah sakit……… .. ………..28

2. Hubungan Tingkatan Rumah Sakit Terhadap Farmasi Klinik………...…30

3. Hubungan Jumlah Apoteker Terhadap Farmasi Klinik………….………...30

B. Pembahsan Umum ... 31

1. Karakteristik Rumah Sakit ... 31

2. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit ... 33

3. Hubungan Tingkatan Rumah Sakit dan Jumlah Apoteker terhadap Farmasi Klinik ... 42

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

A. Kesimpulan ... 46

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(12)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Interpretasi Hasil Uji Korelasi ... 27

Tabel 2. Pelaksanaan Farmasi Klinik Permenkes RI No.58 tahun 2014 ... 29

Tabel 3.Jumlah Pelayanan Farmasi klinik berdasarkan tingkatan rumah sakit ... 30

Tabel 4.Jumlah Pelayanan Farmasi Klinik berdasarkan Jumlah Apoteker ... 31


(13)

xii

Halaman Gambar1. Kerangka Konsep ... 22 Gambar2.Skema Langkah Kerja ... 26


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kuisioner ... 50 Lampiran 2. Data Kuisioner ... 65 Lampiran 3. Hasil Analisis SPSS ... 66


(15)

(16)

(17)

xiv INTISARI

Pelayanan kefarmasian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan di Rumah Sakit yang berorientasi pada pelayanan pasien. Pelayanan kefarmasian yang dimaksud adalah farmasi klinik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan kesesuaian pelayanan kefarmasian terutama farmasi klinik berdasarkan Permenkes RI No.58 tahun 2014 dan melihat hubungan yang signifikan antara tingkatan rumah sakit dan jumlah apoteker terhadap pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) dan analisis data dilakukan dengan metode deskriptif-korelatif. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, PKU Muhammadiyah Gamping, PKU Muhammadiyah Bantul dan PKU Muhammadiyah Nanggulan. Pengumpulan data dimulai dengan wawancara serta memberikan kuisioner kepada Apoteker yang bekerja di Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hasil Penelitian menunjukan bahwa rata-rata pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah istimewa Yogyakarta adalah 74,5%. Pelayanan yang paling banyak dilakukan adalah pengkajian dan pelayanan resep, penulusuran riwayat penggunaan obat, konseling dan pelayanan informasi obat. Hasil uji korelasi menunjukan nilai r= 0,307 (lemah) untuk hubungan jumlah apoteker terhadap pelayanan farmasi klinik dan r=0,465 (sedang) untuk tingkatan rumah sakit terhadap pelayanan farmasi klinik. Hasil uji signifikansi (p>0,05) menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel yang di uji. Kesimpulan penelitian ini adalah Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta belum sepenuhnya sesuai dengan Permenkes RI No.58 tahun 2014 dan tidak terdapat korelasi yang bermakna antara tingkatan rumah sakit dan jumlah apoteker terhadap pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit.

Kata kunci : Farmasi klinik, Permenkes RI N0.58 tahun 2014, Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah


(18)

xv

ABSTRACT

Pharmaceutical care is cannot be separated from caring system in a hospital which oriented on patient care. Nowadays, Pharmaceutical care had been changed from drug oriented become patient oriented. The pharmaceutical care is intended on clinic pharmacy. The purpose of this study is finding out whether the pharmaceutical care especially clinic pharmacy has been appropriate with the standard of Permenkes RI NO.58 tahun 2014 and finding out the significant difference between hospital level and total number of the pharmacist with the implementation of clinic pharmacy service in the hospital.

The kind of this study is analytical research with cross sectional approach. In analyzing the data the writer used descriptive-correlative method. This study was done at some hospitals; PKU Muhammadiyah Yogyakarta, PKU Muhammadiyah Gamping, PKU Muhammadiyah Bantul dan PKU Muhammadiyah Nanggulan. The data was collected by interviewing and giving questionnaires to the pharmacist at Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah in Yogyakarta.

The study indicated that mean score of clinic pharmacy at Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah in Yogyakarta was 74,5%. The services are mostly done are inspection and prescription service, investigation of medicine using history, counseling and medicine information service. Meanwhile result of correlation test towards the influence of hospital level was r = 0,465 and r =0,307 for the influence of the total number of pharmacist. It means there is no significant correlation between hospital level and total number of pharmacist with the implementation of clinic pharmacy service in the hospital. In conclusion, the service of clinic pharmacy in the hospital has been appropriate with the standard of Permenkes RI NO. 58 tahun 2014, but the level of hospital and total number of pharmacist did not influence towards clinic pharmacy service in the hospital.

Keywords: clinical pharmacy, Permenkes RI N0.58 tahun 2014, Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah


(19)

1 A. Latar Belakang Penelitian

Rumah Sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan kefarmasian yang memiliki peran sangat penting dalam meningkatkan mutu kesehatan masyarakat. Rumah Sakit menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, maka rumah sakit harus terus-menerus memberikan pelayanan bermutu kepada setiap pasien. Semakin banyaknya rumah sakit maka secara tidak langsung setiap rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik dan bermutu agar terus bertahan dan bersaing dengan rumah sakit lainnya. Hal tersebut dijelaskan dalam firman Allah SWT yang berbunyi :

ل ت ل هَ م ة حر ا بف رفغتسا م ع فعاف كل ح م ا ُضف ا بلقلا ظيلغ اًظف ت ك ل م

( يلّك ت لا ُبحي هَ ه إ هَ ىلع لهك تف تمزع اذإف رمأا يف مهر اش م ل ٩٥١

)

Artinya : “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,

tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah

mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan


(20)

maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai

orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS.Al-imran : 159 )

Farmasi klinik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit yang berorientasi pada pelayanan pasien. Farmasi klinik bertujuan mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan masyarakat terkait pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented)

menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) (Paryitno,2003).

Farmasi klinik menurut Permenkes RI No.58 tahun 2014 merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkann outcame terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek samping obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) lebih terjamin. Fungsi dari farmasi klinik adalah memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko, meminimalkan biaya dan menghargai pendapat pasien.

Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien


(21)

agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum.

Dengan munculnya kegiatan pelayanan farmasi klinik berdasarkan Permenkes RI No.58 tahun 2014, maka peneliti melakukan penelitian ini untuk melihat apakah Rumah Sakit di Daerah Istimewa Yogyakarta sudah menerapkan farmasi klinik. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah dikarenakan penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada organisasi khususnya Muhammadiyah terutama di bidang kesehatan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Rumah Sakit sudah melakukan kegiatan farmasi klinik sesuai dengan Permenkes RI NO.58 tahun 2014 ?

2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara tingkatan rumah sakit dan jumlah apoteker terhadap pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit ?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai profil penerapan farmasi klinik telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain pada tahun 2001 oleh Moch Yusuf Zain di beberapa Rumah Sakit Umum di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari hasil penelitian sebelumnya, Rumah Sakit Umum yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta baru menerapkan 22,22% pelayanan farmasi klinik, sedangkan 66,67% kegiatan farmasi klinik baru dapat dilakukan dengan cara konseling dan konsultasi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya


(22)

terletak pada waktu dan tempat. Pada penelitian sebelumnya dilakukan di Rumah Sakit Umum yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan pada penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran dan kesesuaian pelayanan farmasi klinik berdasarkan Permenkes RI No.58 tahun 2014.

2. Untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara tingkatan rumah sakit dan jumlah apoteker terhadap pelaksanaan farmasi klinik di rumah sakit.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi keilmuan

Dapat menjadi bahan studi untuk pengembangan ilmu dalam meningkatkan mutu pelayanan farmasi klinik.

2. Bagi Rumah Sakit

Dapat menjadi bahan masukan untuk pihak manajemen Rumah Sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan farmasi klinik.

3. Bagi pasien.

Mendapatkan pelayanan farmasi yang bermutu yang sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah.


(23)

5

1. Tingkatan Rumah Sakit.

Berdasarkan kepmenkes RI No. 983/ MENKES/ SK XI/ 1992 tentang pedoman organisasi rumah sakit umum, rumah sakit umum daerah, rumah sakit umum pusat diklasifikasikan :

a) Rumah Sakit Umum Kelas A

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dan subspesialistik luas, kapasitas tempat tidur lebih dari 1000 buah.

b) Rumah Sakit Umum Kelas B

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas dengan kapasitas tempat tidur 500-1000 buah.

c) Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemapuan pelayanan medis spesialistik dasar, kapasitas tempat tidur 150-500 buah. d) Rumah Sakit Umum Kelas D

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar dengan kapasitas tempat tidur 50-150 buah.


(24)

2. Sejarah Perkembangan Farmasi Klinik a. Definisi Farmasi Klinik

Farmasi klinik merupakan ilmu kefarmasian yang relatif baru berkembang di Indonesia. Istilah farmasi klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika. Tujuan farmasi klinik adalah untuk memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko, meminimalkan biaya pengobatan, serta menghormati pilihan pasien (Prayitno,2003).

Definisi dari Francke, pelayanan farmasi klinik dimana farmasis menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam penerapan ilmu kefarmasian untuk mewujudkan penggunaan obat yang tepat dan aman bagi atau oleh penderita dengan bekerjasama anggota tim perawat penderita.

The American Association of College of Pharmacy :

Farmasi klinik termasuk kedalam kurikulum farmasi yang menyangkut perawatan penderita dengan penekanan pada terapi obat (drug therapy). Farmasi klinik mencoba mengembangkan sikap orientasi pasien (patient oriented). Keterampilan berkomunikasi antar profesi dan penderita (interprofessional and patient communication ).

Mc.Leod mengatakan bahwa misi utama farmasi klinik adalah peningkatan dan jaminan dari terapi obat yang rasional dan aman yang dilaksanakan bersama-sama dengan tenaga medis kesehatan lainnya.

Menurut Siregar (2004) farmasi klinik didefinisikan sebagai suatu keahlian ilmu kesehatan yang bertanggung jawab untuk memastikan


(25)

penggunaan obat yang aman dan sesuai dengan kebutuhan pasien, melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan pasien yang memerlukan pendidikan khusus atau pelatihan yang terstruktur. Dapat dirumuskan tujuan farmasi klinik yaitu memaksimalkan efek terapeutik obat, meminimalkan resiko/toksisitas obat, meminimalkan biaya obat.

Farmasi klinik menurut Clinical Resourceand Audit Group (1996) didefinisikan sebagai : “ A discipline concerned with application of pharmaceutical expertise to help maximise drug efficacy and minimise

drug toxicity in individual patients “ , yang dalam menjalankan praktek pelayanannya memerlukan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam memberikan pelayanan kepada pasien, sedangkan menurut Helper dan Strand (1990) Pharmaceutical Care didefinisikan sebagai : ‘ The responsible provision of drug therapy for the purpose of achieving definite

outcomes that improve a patient’s quality of life “ , yang kemudian pada tahun 1998 definisi ini disempurnakan oleh Cipolle, Strand dan Morley menjadi : “ A practice in which the practitioner takes responsibility for a

patient’s drug therapy needs, and is held accountable for this

commitment”. Definisi ini dipergunakan sebagai acuan terhadap pelayana pasien yang dihasilkan oleh praktek farmasi klinik.

Dasar Hukum dalam penyelengaraan pelayanan farmasi klinis di Indonesia, yaitu : SK MenKes No. 436 / MenKes / SK / VI / 1993 tentang :


(26)

Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis. Jangkauan farmasi klinik yang dapat dilakukan meliputi :

1. Melakukan konseling

2. Monitoring efek samping obat

3. Pencampuran obat suntik secara aseptis 4. Menganalisis efektivitas biaya

5. Penentuan kadar obat dalam darah 6. Penanganan obat sitostatika 7. Penyiapan total parenteral nutrisi 8. Pemantauan penggunaan obat 9. Pengkajian penggunaan obat

Ruang lingkup farmasi klinik menurut Permenkes RI NO.58 (2014) meliputi :

1. pengkajian dan pelayanan Resep 2. Penelusuran riwayat penggunaan Obat 3. Rekonsiliasi Obat 4. Pelayanan Informasi Obat (PIO) 5. Konseling 6. Visite 7. Pemantauan Terapi Obat (PTO) 8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) 9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


(27)

10. Dispensing sediaan steril 11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

b. Sejarah Farmasi Klinik

Farmasi Klinik pertama kali muncul di Amerika Serikat pada tahun 1960. Disiplin ilmu ini muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Perkembangan farmasi klinik terbagi atas beberapa periode, diantaranya:

1. Periode Tradisional (sebelum era 60an)

Pada periode ini tugas Apoteker adalah menyediakan, meracik/membuat dan menditribusikan produk obat. Apoteker sangat dibutuhkan sebagai peracik obat saja. Periode ini mulai goyah saat terjadi revolusi industri dimana terjadi perkembangan industri tidak terkecuali industri farmasi. Ketika itu sediaan obat dibuat dalam jumlah besar-besaran oleh industri farmasi. Dengan beralihnya sebagaian besar pembuatan obat oleh industri, maka tugas dan fungsi Apoteker berubah. Dalam pelayanan resep, Apoteker tidak lagi melakukan peracikan obat karena obat yang tertulis diresep sudah dalam bentuk obat jadi yang tinggal diserahkan kepada pasien. Dengan demikian peran Apoteker semakin menyempit.

2. Periode Transisional (1960-1970)

Periode ini sudah banyak terjadi perkembangan antara lain: ilmu kedokteran cenderung semakin spesialistis serta ditemukannya obat-obat baru yang lebih efektif. Seiring dengan semakin pesatnya jumlah


(28)

obat, semakin meningkat pula permasalahn yang timbul terkait penggunaan obat yaitu munculnya masalah kesehatan akibat efek samping obat, interaksi antar obat, teratogenesis dll. Selain itu biaya kesehatan semakin meningkat akibat penggunaan teknologi canggih di bidang kesehatan yang sangat mahal, meningkatnya permintaan pelayanan kesehatan secara kualitatif maupun kuantitatif, disertai dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat untuk pelayanan medis dan farmasi yang bermutu tinggi. Kecenderungan tersebut mengakibatkan adanya suatu kebutuhan yang meningkat terhadap tenaga profesional yang memiliki pengetahuan komprehensif mengenai pengobatan yang tidak lain adalah farmasis (apoteker). Akibat situasi tersebut akhirnya muncullah istilah pelayanan farmasi klinik.

3. Periode Masa Kini ( dimulai tahun 1970 )

Pada periode ini mulai terjadi pergeseran paradigma yang semula pelayanan farmasi berorientasi pada produk, beralih ke pelayanan farmasi yang berorientasi lebih pada pasien. Farmasis ditekankan pada kemampuan memberian pelayanan pengobatan rasional. Terjadi perubahan yang mencolok pada praktek kefarmasian khususnya di rumah sakit, yaitu dengan ikut sertanya tenaga farmasi di bangsal dan terlibat langsung dalam pengobatan pasien.

Karakteristik pelayanan farmasi klinik di rumah sakit adalah : 1. Berorientasi kepada pasien


(29)

2. Terlibat langsung di ruang perawatan di rumah sakit

3. Bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah pengobatan dimulai dan memberikan informasi bila diperlukan

4. Bersifat aktif, dengan memberi masukan kepada dokter sebelum pengobatan dimulai, atau menerbitkan bulletin informasi atau pengobatan.

5. Bertanggung jawab atas semua saran atai tindakan yang dilakukan

6. Menjadi mitra atau pendamping dokter.

Dalam sistem pelayanan kesehatan pada konteks farmasi klinik, farmasis adalah ahli pengobatan dalam terapi. Mereka bertugas melakukan evalusi pengobatan dan memberikan rekomendasi pengobatan, baik kepada pasien maupun tenaga kesehatan lain. Farmasis merupakan sumber utama informasi ilmiah terkait dengan penggunaan obat yang aman, tepat dan cost effective.

4. Periode Masa Akan Datang

Gagasan ini masih dalam proses pengembangan. Proses pelayanan kefarmasian dibagi menjadi 3 komponen :

a) Penilaian ( assessment )

Untuk menjamin bahwa semua terapi obat yang diberikan kepada pasien terindikasikan, berkhasiat, aman dan sesuai, serta


(30)

untuk mengidentifikasi setiap masalah terapi obat yang muncul, atau memerlukan pencegahan dini.

b) Pengembangan perencanaan perawatan (Development of a care a plan )

Secara bersama-sama pasien dan praktisi membuat suatu perencanaan untuk menyelesaikan dan mencegah masalah terapi obat untuk mencapai tujuan terapi.

c) Evaluasi

Mencatat hasil terapi, untuk mengkaji perkembangan dalam pencapaian tujuan terapi dalam menilai kembali masalah baru (C.K Tan, 2003).

3. Peran Apoteker Terhadap Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit

Farmasi Klinik masuk ke Indonesia pada tahun 1993 dan mulai berkembang pada tahun 2000an. Dalam hal ini apoteker memiliki peran penting dalam memajukan farmasi klinik di Indonesia.

Peran Apoteker dalam Farmasi Klinik di Rumah Sakit meliputi :

a. Pelayanan Teknis, yaitu penyiapan sediaan sitostatika, sediaan nutrisi parenteral, penyiapan radiofarmasi dan penyiapan bahan tambahan sediaan intarvena (iv).

b. Pelayanan pasien, yaitu peracikan, konseling dan pelayanan informasi obat.


(31)

d. Penelitian dan pengembangan (Aslam,2003). 4. Konsep Farmasi Klinik

Berdasarkan Permenkes RI No.58 tahun 2014 konsep kegiatan farmasi klinik di Rumah Sakit meliputi :

1. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Menurut Permekes RI NO. 58 tahun 2014, Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error). Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep. Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

Menurut Permenkes RI NO.58 tahun 2014 Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.


(32)

Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat:

a. membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan Obat

b. melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan

c. mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)

d. mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat

e. melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat

f. melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan

g. melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang digunakan

h. melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat i. melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat

j. memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan minum Obat (concordance aids)

Kegiatan penelusuran riwayat penggunaan obat menurut Permenkes RI NO. 58 tahun 2014 :

a. penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya b. melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien.


(33)

3. Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi Obat menurut Permenkes RI NO.58 (2014) merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.

Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:

a. memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan pasien.

b. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter .

c. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.

Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu: a. Pengumpulan data

Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang pernah terjadi. Khusus untuk


(34)

data alergi dan efek samping Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan.

Data riwayat penggunaan Obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya.

Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun Obat bebas termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi. b. Komparasi

Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep.

c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi.


(35)

4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) menurutu Permenkes RI No.58 tahun 2014 merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar

Kegiatan PIO meliputi : a. Menjawab pertanyaan

b. Menerbitkan leaflet, brosur, poster, newsletter

c. menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit d. bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit

(PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap

e. melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya

f. melakukan penelitian 5. Konseling

Konseling Obat menurut Permenkes RI NO.58 (2014) adalah suatu aktivitas pemberian nasehat atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter,


(36)

keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.

Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan resiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).

6. Visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.

Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).

7. Pemantauan Terapi Obat

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.


(37)

Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Kegiatan dalam PTO meliputi:

a. pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) b. pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat c. pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat 8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) berdasarkan Permenkes RI No.58 tahun 2014 merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.

MESO bertujuan :

a. Menemukan efek samping obat

b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menyebabkan

efek samping obat


(38)

9. Evaluasi Penggunaan Obat

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) menurut Permenkes RI.No 58 tahun 2014 merupakan program evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.

Tujuan EPO yaitu :

a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat

b. Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu

c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat d. Menilai intervensi atas pola penggunaan obat

10. Dispensing sediaan steril

Dispensing sediaan steril menurut Permenkes RI NO.58 (2014) harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.

Dispensing sediaan steril bertujuan:

a. menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan

b. menjamin sterilitas dan stabilitas produk c. melindungi petugas dari paparan zat berbahaya


(39)

Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi : a. Pencampuran obat suntik

b. Penyiapan Nutrisi Parenteral c. Penanganan sediaan sitistatika

11. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)

Menurut Permnekes RI No.58 tahun 2014 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.

PKOD bertujuan:

a. mengetahui Kadar Obat dalam Darah; dan

b. memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat. Kegiatan PKOD meliputi :

a. melakukann penelitian kebutuhan pasien terkait PKOD b. mendiskusikan kepada dokter untuk pesersetujuan melakukan

PKOD


(40)

B. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka konsep

C. Hipotesis

1. Rumah sakit sudah melaksanakan farmasi klinik sesuai dengan standar Permenkes RI No. 58 tahun 2014

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkatan rumah sakit dan jumlah apoteker terhadap pelaksanaan pelayanan farmasi klinik.

Rumah Sakit

Pelayanan Farmasi Klinik

1. Pengkajian dan Pelayanan Resep

2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat 3. Rekonsiliasi Obat

4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

5. Konseling

6. Visite

7. Pemantauan Terapi Obat 8. Monitoring Efek Samping

Obat (MESO)

9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

10. Dispensing Sediaan Steril 11. Pemantauan Kadar Obat


(41)

23

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) dan analisis data dilakukan dengan metode deskriptif-korelatif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit dan dilanjutkan dengan uji korelasi untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu PKU Muhammadiyah Yogyakarta, PKU Muhammadiyah Gamping, PKU Muhammadiyah Bantul dan PKU Muhammadiyah Nanggulan. Penelitian ini dimulai dari persetujuan judul, studi kepustakaan, penelitian terhitung dari bulan Mei-Juli 2015.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sampel dalam penelitian ini adalah Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta yang sesuai dengan kriteria inklusi.


(42)

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah yang berlokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2) Mempunyai instalasi farmasi yang dipimpin langsung oleh seorang apoteker.

2. Kriteria Eksklusi

Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah yang melakukan pelayanan medik khusus.

E. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas (Variabel independen) a) Tingkatan rumah sakit

b) Jumlah Apoteker

b. Variabel tergantung (Variabel dependen) a) Kegiatan farmasi klinik

2. Definisi Operasional

a. Tingkatan rumah sakit adalah tingkatan rumah sakit yang diberikan oleh pemerinath berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.983/ MENKES/ SK IX/ 1992, yang terdiri atas :

1) Rumah Sakit Tipe A 2) Rumah Sakit Tipe B


(43)

3) Rumah Sakit Tipe C 4) Rumah Sakit Tipe D

b. Jumlah Apoteker adalah sejumlah apoteker yang bekerja di rumah sakit.

c. Standar farmasi klinik adalah standar yang digunakan dalam pelaksanaan farmasi klinik dalam hal ini digunakan Permenkes RI No.58 tahun 2014.

F. Instrumen Penelitian

Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : 1. Kuisioner

Kuisioner berjumlah 20 soal berdasarkan acuan dari penelitian sebelumnya oleh Moch Yusuf Zain dengan beberapa perubahan sesuai dengan Permenkes RI No.58 tahun 2014.

2. Standar Permenkes RI No.58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data konsep Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Data tentang gambaran pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di Rumah Sakit.

G. Cara kerja

Langkah kerja dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pengambilan data. Tahap persiapan yaitu tahap penulis


(44)

mengajukan judul dan pembutan proposal, terkahir penulis mengajukan izin ke direktur rumah sakit yang akan diteliti. Tahap pengambilan data penelitian, dimulai dari penulis memberikan penjelasan mengenai latar belakang, maksud dan tujuan penelitian kepada responden dan memandu responden dalam menjawab kuisioner, kemudian melakukan pemantauan langsung di Rumah sakit dan terakhir mencari studi kepustakaan yang terkait dengan penelitian.

H. Skema langkah kerja

Gambar 2. Skema langkah kerja I. Analisis data

1. Jumlah Pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini deskriptif-korelatif yang bertujuan untuk melihat gambaran pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit berdasarkan Permenkes RI No.58 tahun 2014.

Berikut ini rumus yang digunakan untuk melihat persentase jumlah pelaksanaan farmasi klinik di Rumah Sakit.

Tahap

pengambilan data

melakukan wawancara,kuisioner, pemantauan langsung di

Rumah Sakit dan studi kepustakaan

Melakukan pengolahan

data

persiapan

izin ke direktorat Rumah Sakit


(45)

2. Analisis Uji Korelasi

Pada penelitian ini digunakan uji korelasi dan regresi untuk melihat hubungan korelasi antara kedua variabel dan signifikansi antara kedua variabel. Korelasi digunakan untuk mendukung gambaran profil penerapan farmasi klinik di Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta, apakah terdapat hubungan yang signifikan antara tingkatan rumah sakit dan jumlah apoteker terhadap pelaksanaan farmasi klinik di Rumah Sakit. Interpretasi hasil uji korelasi didasarkan pada nilai p (sig) dan r (kekuatan korelasi ). Tabel 1. Interpretasi Hasil Uji Korelasi

No Parameter Nilai Interpretasi 1 Kekuatan

Korelasi (r) 0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,00 Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat kuat 2 Nilai p (sig) P<0,05

p>0,05

Terdapat korelasi yang bermakna antara kedua variabel yang di uji. Tidak terdapat korelasi yang bermakna anatra kedua variabel yang diuji.

3 Arah Korelais + (positif)

-(negatif)

Searah, semakin besar nilai satu variabel semakin besar pual nilai variabel lainnya.

Berlawanan arah, semakin besar nilai satu variabel, semakin kecil pula nilai variabel lainnya.


(46)

28

1. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit.

Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta,diantaranya PKU Muhammadiyah Yogyakarta, PKU Muhammadiyah Gamping, PKU Muhammadiyah Bantul dan PKU Muhammadiyah Nanggulan. Ada dua rumah sakit yang masuk kedalam kriteria eksklusi, dikarenakan tidak memenuhi syarat yang sesuai dengan penelitian ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai pelayanan farmasi klinik berdasarkan Permenkes RI NO.58 tahun 2014 dan melihat hubungan yang signifikan antara tingkatan rumah sakit dan jumlah Apoteker terhadap pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit. Meskipun ada beberapa rumah sakit yang belum memiliki konsep farmasi klinik, tidak menutup kemungkinan ada bagian-bagian item yang dilaksanakan oleh Apoteker.

Penelitian dimulai pada bulan Mei hingga Juli 2015 dan dilakukan perizinan terlebih dahulu ke setiap Direktur Rumah Sakit. Setelah perizinan dikeluarkan, penelitian dilakukan dengan memberikan kuisioner yang sesuai dengan Permenkes RI No.58 tahun 2014. Kuisioner ini berjumlah 20 soal dan dibuat berdasrakan acuan pada penelitian sebelumnya dan disesuaikan


(47)

kembali oleh penulis berdasarkan standar Permenkes RI No.58 tahun 2014, yang meliputi :

1. pengkajian dan pelayanan Resep 2. Penelusuran riwayat penggunaan Obat 3. Rekonsiliasi Obat 4. Pelayanan Informasi Obat (PIO) 5. Konseling 6. Visite 7. Pemantauan Terapi Obat (PTO) 8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) 9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) 10. Dispensing sediaan steril 11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Tabel 2. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit berdasarkan Permenkes RI No.58 tahun 2014

Nama Rumah Sakit Kode pelayanan Farmasi Klinik

Jumlah Persentase PKU Muhammadiyah

Yogyakarta

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 10 91% PKU Muhammadiyah

Gamping

1,2,3,4,5,6,7,8,9 9 81% PKU Muhammadiyah

Bantul

1,2,3,4,5,7,8,9 8 72% PKU Muhammadiyah

Nanggulan

1,2,3,4,5,7 6 54% Rata-rata pelaksanaan

farmasi klinik


(48)

2. Hubungan Tingkatan Rumah Sakit terhadap Pelaksanaan Farmasi Klinik.

Tingkatan rumah sakit diharapkan dapat berpengaruh terhadap pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. Dengan tingkatan rumah sakit yang semakin tinggi, diharapkan memiliki pelayanan farmasi klinik yang baik. Untuk itu tingkatan rumah sakit sebagai objek penelitian perlu diketahui.

Tabel 3. Jumlah pelayanan farmasi klinik berdasarkan tingkatan rumah sakit.

Nama Rumah Sakit Tingkatan Rumah

sakit

Persentase Hasil Uji Korelasi PKU Muhammadiyah

Yogyakarta

B 91% r= 0,465

p>0,05 PKU Muhammadiyah

Gamping

C 81% PKU Muhammadiyah

Bantul

C 72% PKU Muhammadiyah

Nanggulan

C 54%

3. Hubungan Jumlah Apoteker terhadap Pelayanan Farmasi Klinik. Peran Apoteker sangat berpengaruh terhadap pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. Tanpa peran dari seorang Apoteker, farmasi klinik di rumah sakit tidak akan terlaksana dengan baik. Dengan jumlah Apoteker yang banyak, diharapkan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit semakin baik. Berikut tabel hasil dari hubungan jumlah apoteker terhadap pelaksanaan farmasi klinik di Rumah Sakit.


(49)

Tabel 4. Pelayanan Farmasi Klinik berdasarkan Jumlah Apoteker Nama Rumah sakit Jumlah

Apoteker

Persentase Hasil Uji Korelasi PKU Muhammadiyah

Yogyakarta

6 91% r= 0,307

p>0,05 PKU Muhammadiyah

Gamping

2 81% PKU Muhammadiyah

Bantul

6 72% PKU Muhammadiyah

Nanggulan

2 54%

B. Pembahasan Umum

1. Karakteristik Rumah Sakit

Karakteristik tiap rumah sakit berbeda-beda, seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Karakteristik Rumah Sakit Fasilitas dan kelengkapan PKU Yogyakarta PKU Gamping PKU Bantul PKU Nanggulan Tipe Rumah Sakit

B C C C

Jumlah Apoteker

6 2 6 2

Jumlah Dokter 108 11 17 17 Jumlah Dokter

Spesialis

81 11 11 11 Jumlah Tempat

Tidur

160 59 139 37

a. PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang termasuk kedalam rumah sakit tipe B dan memiliki apotker 6 mampu melaksanakan farmasi klinik 91%. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta memiliki


(50)

beberapa fasilitas, diantaranya rumah sakit ini memiliki 160 tempat tidur, 25 diantaranya berkelas VIP keatas. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta memiliki 108 dokter, 81 diantaranya merupakan dokter spesialis dan memiliki 48 tenaga kefarmasian. Pelayanan farmasi di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta berlangsung selama 24 jam. b. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping

Rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping adalah rumah sakit swasta dengan tipe C dan memilik apoteker 2, mampu melaksanakan farmasi klinik 81%. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping adalah rumah sakit pengembangan baru dari rumah sakit Muhmmadiyah yang ada di Yogyakarta. Rumah sakit ini memiliki 59 tempat tidur dengan 10 diantaranya merupakan kelas VIP. Jumlah dokter di rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping masih tergolong sedikit, jika dibandingkan dengan rumah sakit lainnya, yaitu 11 Dokter umum dan 11 Dokter spesialis.

c. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul

Rumah sakit PKU Muhammdiyah Bantul merupakan rumah sakit swasta Muhammadiyah di tingkat kabupaten. Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit tipe C dan memiliki apoteker 6 mampu melaksankan pelayanan farmasi kliniknya 72%. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul memiliki 139 tempat tidur. 14 diantaranya merupakan kelas tipe II


(51)

dan 25 nya adalah kelas VIP. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul memiliki 17 dokter umum dan 43 dokter spesialis.

d. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Nanggulan

Rumah sakit PKU Muhmmadiyah Nanggulan merupakan rumah sakit Muhammadiyah yang berada di tingkat kabupaten, yaitu kabupaten Kulonprogo. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Nanggulan adalah rumah sakit swasta tipe C. Rumah sakit ini melaksanakan farmasi klinik 54%. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Nanggulan memiliki tempat tidur rawat inap lebih sedikit dibandingkan dengan rumah sakit lainnya, karena rumah sakit ini tergolong kecil jika dibandingkan dengan rumah sakit lainnya. Jumlah tempat tidur di rumah sakit PKU Muhammadiyah Nanggulan adalah 37 tempat tidur rawat inap dengan jumlah dokter 17. 2. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit

Dari beberapa rumah sakit yang diteliti, tiap rumah sakit mempunyai pelayanan farmasi klinik yang berbeda-beda. Hal ini terlihat dari hasil penelitian ynag telah dijelaskan sebelumnya. Berikut gambaran profil pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah berdasarkan item kegiatan farmasi klinik.

a. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pengkajian dan pelayanan resep merupakan pelaksanaan pelayanan farmasi klinik yang paling banyak dilakukan di Rumah Sakit Swasta Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta,


(52)

dengan persentase pelaksanaan adalah 100%. Umumnya pengkajian dan pelayanan resep adalah hal yang paling pertama yang harus dilakukan oleh Apoteker dalam melakukan penerimaan resep dari dokter. Pengkajian dan pelayanan resep dilakukan untuk mencegah terjadinya kelalaian pencantuman informasi, penulisan resep yang buruk dan penulisan resep yang tidak baik (Arhayani,2007).

Berdasarkan Permenkes RI No.58 tahun 2014 pengkajian dan pelayanan resep meliputi seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, PKU Muhammadiyah Gamping, PKU Muhammadiyah Bantul dan PKU Muhammadiyah Nanggulan melakukan pengkajian dan pelayanan resep telah sesuai dengan peraturan dan teori yang ada. Apoteker telah melakukan telaah resep atau skrining resep, meliputi : administrasi, farmasetik dan klinik. Apoteker juga melakukan dispensing dan penyerahan obat kepada pasien secara baik.

b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

Pelaksanaan penelusuran riwayat penggunaan obat di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, PKU Muhammadiyah Gamping, dan PKU Muhammadiyah Bantul dilakukan dengan cara tanya jawab dengan pasien, ataupun keluarga pasien dan melihat data rekam medis atau SIM rumah sakit. Jika sudah diperoleh data, maka Apoteker akan membandingkan dengan data yang ada di rekam medis. Data yang


(53)

harus diperoleh adalah nama obat, indikasi obat, frekuensi, bentuk sediaan, lama penggunaan obat, reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riway alergi dan kepatuhan penggunaan obat (Aslam,2004).

Rumah Sakit Rumah sakit PKU Muhammadiyah Nanggulan melakukan penelusuran riwayat penggunaan obat dengan cara mengkaji penggunaan obat yang ada direkam medis, serta menanyakan kepada pasien mengenai penggunaan obat sebelumnya.

Dari beberapa penjelasan, terlihat bahwa rumah sakit PKU Muhammadiyah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta sudah melakukan penelusuran riwayat penggunaan obat sesuai dengan aturan yang ada. Hanya saja belum terlalu sempurna, hal ini dikarenakan setiap rumah sakit kekurangan tenaga kerja, sehingga akan memakan waktu yang lama jika harus melakukan semua poin yang ada, akan tetapi untuk kedepannya setiap rumah sakit akan memperbaikai dan mulai merubah cara mereka demi kepentingan pasien.

c. Rekonsiliasi Obat

Pelaksanaan rekonsiliasi obat di beberapa rumah sakit hampi sama dengan pelaksanaan penelusuran riwayat penggunaan obat. Tujuan dari Rekonsiliasi obat adalah memastikan informasi yang akurat tentang obat, mengidentifikasi ketidaksesuaian informasi obat dari dokter (Yusuf,2015). Berdasarkan Permenkes RI No.58 tahun 2014


(54)

Rekonsiliasi Obat dilakukan dengan cara pengumpulan data, komparasi dan konfirmasi informasi dari dokter. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, PKU Muhammadiyah Gamping dan PKU Muhammadiyah Bantul melakukan rekosnsiliasi obat telah sesuai dengan teori yang ada, yaitu dengan cara menanyakan kepada pasien, apakah pasien membawa obat dari rumah kemudian membandingkan dengan pengobatan di rumah sakit. Jika pasien membawa obat dari rumah, maka obat-obatan tersebut diperiksa kelayakannya, apakah telah sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Jika terjadi ketidaksesuain maka Apoteker akan menghubungi dokter yang menangani pasien tersebut. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Nanggulan belum melakuakan kegiatan ini. Dikarenakan kurangnya jumlah tenaga kerja yang ada di rumah sakit ini.

d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Pelayanan Informasi Obat di lakukan dengan beberapa cara, yang pertama yaitu pelayanan informasi obat yang diberikan kepada pasien seperti KIE,

yang kedua pelaksanaan informasi kesehatan bagi masyarakat seperti penyulahan kepada masyarakat, dimana Apoteker di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakata terlibat dalam kegiatan penyulahan. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat adalah kegiatan yang meliputi


(55)

tanya jawab mengenai informasi obat tidak hanya kepada pasien tetapi terhadap tenaga kesehatan lainnya, menerbitkan bulletin, melakukan penelitian, memberikan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kerja kefarmasian ataupun tenaga kesehatan lainnya (Permenkes RI,2014).

Pelayanan informasi obat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping, PKU Muhammadiyah Bantul dan PKU Muhammadiyah Nanggulan di lakukan pada saat penyerahan obat kepada pasien, seperti cara penggunaan obat, lama penggunaan obat serta penyimpanan obat. Dari keempat rumah sakit yang termasuk kedalam penelitian, yang medekati dengan teori yang ada hanya Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

e. Konseling

Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas pelayanan, tetapi dipengaruhi pula oleh perilaku pasien (Muliawan,2008). Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien adalah dengan cara konseling (Depkes RI,2008). Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, PKU Muhammadiyah Gamping dan PKU Muhammadiyah Bantul konseling dilakukan dengan cara Apoteker memberikan penejelasan bagaimana cara penggunaan obat. Apoteker memberikan konsultasi kepada pasien dan didokumentasikan pada buku konsultasi obat, tanpa blanko tertulis dari pasien. Hasil konseling sebaiknya didokumentasikan pada buku konsultasi obat agar


(56)

tidak terjadi kesalahan pada pengobatan berikutnya (Permenkes RI,2014). Konseling di rumah sakit PKU Muhammadiyah Nanggulan belum dilakukan secara baik, konseling yang dilakukan hanya memberikan informasi singkat mengenai cara penggunaan obat, efek samping obat dan fungsi dari obat itu sendiri. Permintaan konseling secara tertulis belum dilakukan di rumah sakit PKU Muhammadiyah Nanggulan, dikarenakan jumlah dari tenaga kerja di rumah sakit ini masih kurang.

f. Visite

Visite adalah kegiatan farmasi klinik yang sangat jarang dilakukan, dikarenakan kurangnya tenaga kerja yang berkompeten untuk melakukan kegiatan ini di rumah sakit. Visite dapat dilakukan secara mandiri oleh apoteker atau dilakukan secara tim dengan tenaga kesehatn lain ( Kemenkes RI,2011). Visite di Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta hanya dilakukan di beberapa bangsal saja, belum kesemua bangsal. Rumah sakit PKU Muhammadiya Gamping

visite hanya dilakukan pada pasien rawat inap yang membutuhkan perhatian khusus, untuk memantau terapi penggunaan obat serta efek samping dari obat yang diguanakan contohnya penggunaan antibiotik. Kegiatan masih sebatas pemantauan terapi obat, sampai dengan menentukan obat yang sesuai untuk pasien, dan hanya sekedar memberikan saran kepada pasien mengenai obat yang sesuai untuk


(57)

kondisi pasien. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul belum melakukan visite secara sempurna, akan tetapi rumah sakit ini sudah berencana untuk melakukan kegiatan ini. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Nanggulan belum melakukan visite, dikarenakan kurangnya tenaga kerja yang berkompeten serta sarana dan prasarana yang kurang di rumah sakit ini.

g. Pemantauan Terapi Obat

Pemantauan terapi obat merupakan salah satu kegiatan farmasi klinik yang sudah banyak dilakukan di beberapa rumah sakit, hanya saja pelaksanaan ini belum dilakukan secara sempurna dan belum sesuai dengan aturan yang ada. Tatalaksana pemantauan terapi obat di Rumah Sakit yang baik dan benar adalah dimulai dari seleksi pasien, pengumpulan data pasien, identifikasi masalah terkait obat, rekomendasi terapi dan rencana pemantauan (Binfar,2009).

Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogykarta, Rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping dan Rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul pemantauan terapi obat tidak lakukan kepada semua pasien, hanya kepada pasien dengan penyakit yang perlu perhatian khusus, seperti pendertai gagal jantung atau TB. Hal ini dilakukan karena keterbatasan tenaga kerja. Sedangkan untuk pelayanan farmakokinetik klinik belum dilakukan, dikarenakan belum mempunyai alat yang menunjang untuk melakukan kegiatan ini. Rumah sakit PKU


(58)

Muhammadiyah Nanggulan pemantaun terapi obat dilakukan dengan mencatat hasil terapi pasien di rekam medis pasien. Pemantauan terapi obat belum dilakukann secara langsung kepada pasien.

h. Monitoring Efek Samping Obat

Monitoring efek samping obat sangat penting untuk dilakukan. Monitoring efek samping obat di Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakrta dilakukan jika ada laporan terjadinya efek samping obat, maka Apoteker akan mengidentifikasi dan melakukan monitoring efek samping obat. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping dan Rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul monitoring efek samping obat hanya dilakukan kepada pasien rawat inap saja. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Nanggulan Monitoring efek samping obat di rumah sakit ini belum dilakukan, hanya saja dicatat pada kertas MESO , kemudian Apoteker akan memantau jika terjadi efek samping obat pada pasien. Monitoring efek samping obat yang benar adalah dicatat pada lembar MESO yang kemudian akan ditandatangani oleh dokter, kemudian akan dikirimkan secara ke pusat MESO Indonesia, yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Jakarta (Purwantiastuti,2015).

i. Evaluasi Penggunaan Obat

Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, PKU Muhammadiyah Gamping dan PKU Muhammadiyah Bantul


(59)

melakukan evalusai penggunaan obat kepada pasien rawat inap saja. Pelaksanaanya seperti evaluasi pada pasien yang menggunakan antibiotik. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Nanggulan belum melakukan evaluasi penggunaan obat. Pentingnnya melakukan evaluasi penggunaan obat adalah untuk memastikan penggunaan obat secara rasional pada pasien, terutama penggunaan antibiotik (Siregar,2014).

Dari keempat rumah sakit yang termasuk kedalam penelitian ini, belum melakukan kegiatan evaluasi penggunaan obat yang sesuai dengan aturan yang ada, yaitu melakukan evaluasi penggunaan obat secara kualitatif maupun kuantitatif kepada semua penggunaan obat (Depkes RI,2014). Kegiatan yang dilakukan hanya sebatas evaluasi sederhana seperti penggunaan antibiotik, belum melakukan evaluasi penggunaan obat secara menyeluruh.

j. Dispensing Sediaan Steril

Dispensing sediaan steril dari beberapa rumah sakit yang diteliti, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang hanya melakukan kegiatan ini, sedangkan untuk rumah sakit lainnya belum melakukan kegiatan ini karena belum memiliki alat yang menunjang untuk melakukan kegiatan ini. Pendukung untuk terlaksananya kegiatan dispensing sediaan steril yaitu, sarana dan prasarana serta apoteker ataupun petugas yang ahli di bidangnya (Siregar,2004).


(60)

k. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)

Pemantauan kadar obat dalam darah belum dilakukan di semua rumah sakit yang termasuk kedalam penelitian ini, dikarenakan belum memiliki alat yang menunjang untuk melakukan kegiatan ini. Pentingnya melakukan pemantauan kadar obat dalam darah adalah untuk memastikan pemberian obat yang optimal berdasarkan konsentrasi target, sehingga dengan demikian penyesuaian dosis dapat dilakukan (Usman,2007).

3. Hubungan Tingkatan Rumah Sakit dan Jumlah Apoteker terhadap Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik.

Analisis Regresi dan Kolerasi ini untuk mendukung gambaran/profil penerapan farmasi klinik di Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu : pertama, adakah hubungan yang signifikan antara pelayanan farmasi klinik dengan tingkat rumah sakit. Kedua, adakah hubungan yang signifikan antara pelayanan farmasi klinik dengan jumlah Apoteker.

Analisis regresi korelasi dilakukan dengan menggunakan uji regresi dan korelasi dimana diperoleh nilai r= 0,307 dan sig= 0,446 untuk pengaruh jumlah apoteker terhadap pelaksanaan farmasi klinik dan diperoleh hasil r= 0,465 dan sig= 0,318 untuk pengaruh tingkatan rumah sakit terhadap pelaksanaan kegiatan farmasi klinik di Rumah Sakit. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa nilai untuk jumlah apoteker adalah


(61)

0,307 yang artinya lemah dan diperoleh nilai r=0,465 untuk tingkatan rumah sakit yang artinya kekuatan korelasi antar dua variabel sedang. Dan jika dilihat dari nilai sig yaitu p>0,05 yang artinya tidak terdapat korelasi yang bermakna antara kedua variabel.

Pada hasil r untuk pengaruh jumlah apoteker adalah 0,307 yang artinya 30,7% jumlah pelayanan farmasi klinik dipengaruhi oleh jumlah apoteker. Pada tingkatan rumah sakit diperoleh nilai r= 0,465 yang artinnya 46,5% pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit dipenagruhi oleh tingkatan rumah sakit itu sendiri.

Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkatan rumah sakit dan jumlah Apoteker tidak berpengaruh terhadap pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit. Tuntutan rumah sakit dengan akreditasi yang baik, menuntut rumah sakit untuk selalu meningkatkan pelayanannya di rumah sakit. Apoteker sangat berperan penting dalam mendukung pelayanan farmasi klinik ini. Dari penelitian yang telah dilakukan tiap rumah sakit memiliki apoteker yang berperan dalam melakukan pelayanan kefarmasian, tetapi pelayanan yang diberikan berbeda-beda.

Beberapa rumah sakit yang termasuk kedalam penelitian ini yang berpengaruh terhadap penyebab tidak terlaksananya pelayanan farmasi klinik adalah kurangnya tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang berkompeten untuk melakukan kegiatan farmasi klinik. Kurangnya sarana dan prasaran juga sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pelayanan


(62)

farmasi klinik, contohnya dispensing sediaan steril dan pemantuan kadar obat dalam darah.

Pengetahuan untuk pelayanan farmasi klinik sebenarnya sudah mulai berkembang untuk di Daerah Istimewa Yogyakarta, akan tetapi kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar serta sarana dan prasarana yang menunjang untuk melakukan kegiatan farmasi klinik.

Pelaksanaan Farmasi klinik di rumah sakit belum optimal. Namun, keempat rumah sakit tersebut sudah memiliki upaya untuk melakukan perbaikan dan mengikuti aturan Permenkes RI No.58 tahun 2014. Untuk itu agar kondusif dan cepat terlaksana perlu dukungan dari lingkungan rumah sakit. Ada beberapa hal sebagai faktor pendukung dan hambatan.

Faktor pendukung terlaksananya farmasi klinik di lingkungan rumah sakit, meliputi :

a. Konsep program farmasi klinik dan dukungan dari manager rumah sakit

b. Peran Apoteker di Rumah Sakit c. Sarana dan prasarana

Penerapan farmasi klinik di rumah sakit ( Tan, 1998 ) secara umum dapat dilakukan dengan beberapa strategi yang memungkinkan terlaksananya farmasi klinik, seperti :

1. Mempertinggi kemampuan dan memperdayakan Apoteker rumah sakit.


(63)

2. Diperlukan bantuan dan latihan teknis dari pakar-pakar di Indonesia dan luar negeri.

3. Memperkenalkan praktek farmasi klinik kepada Apoteker serta tenaga kesehatan lain di Rumah sakit.

4. Kepentingan dan tujuan kegiatan farmasi klinik perlu dipahamai dan dimengerti oleh seluruh tenaga kesehatan lain yang ada di Rumah Sakit.

5. Mendorong atau mendukung Apoteker rumah sakit dengan kegiatan farmasi klinik.

6. Pimpinan rumah sakit harus mendukung pelayanan farmasi klinik. 7. Menjalinn hubungan yang baik dengan tenaga kesehatan lain

Misalnya, Apoteker bekerjasama dengan Dokter, sehingga pasien mendapatkan terapi yang baik dan aman.

8. Menentukan tujuan-tujuan yang jelas, latihan dan resources yang diperlukan dan rencana kerja.

Pada Penelitian ini, analisis yang dilakukan belum dapat membandingkan pelaksanaan farmasi klinik antar rumah sakit. Jadi hanya dapat menggambarkan sejauh mana pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. Perlu adanya uji kuantitatif secara mendalam terhadap ketercapaian pelayanan farmasi klinik di tiap rumah sakit dengan memberikan range atau skor nilai sehingga diketahui rumah sakit mana yang lebih baik melakukan pelayanan farmasi klinik.


(64)

(65)

(66)

46

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

1. Penerapan pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta belum sepenuhnya sesuai dengan Permenkes RI No.58 tahun 2014 dengan rata-rata penerapan sebesar 74,5%.

2. Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara tingkatan rumah sakit dan jumlah apoteker terhadap pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit. B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan maka ada beberapa saran yang perlu penulis sampaikan bagi penelitian berikutnya :

1. Menggunakan rumah sakit lainnya, seperti Rumah Sakit Negeri yang ada di Yogyakarta.

2. Memperluas responden, tidak hanya kepala instalasi farmasi di Rumah Sakit.

3. Menggunakan uji kuantitatif secara mendalam terhadap ketercapaian pelayanan farmasi klinik dengan membuat ceklist untuk setiap item kegiatan farmasi klinik.


(67)

(68)

50

LAMPIRAN KUISIONER

JUDUL KTI : PROFIL PENERAPAN FARMASI KLINIK DI RUMAH SAKIT SWASTA AMAL

USAHA MILIK MUHAMMADIYAH DI WILAYAH YOGYAKARTA

Nama Rumah Sakit : Nama Responden : Umur : Waktu Mulai Kerja : Jumlah Apotker yang ada : Tingkatan Rumah Sakit :

Petunjuk Pengisian Kuisioner !

a. Lingkarilah jawaban yang telah tersedia dari pertanyaan di bawah ini dengan kenyataan yang benar-benar terjadi

b. Isilah titik-titik jika jawaban anda adalah ada 1. Adakah Program Farmasi Klinik di Rumah Sakit anda ?

a. Ya b. Tidak c. Baru rencana

Jika Ya, seperti apa ! ………

……… ……… Jika Tidak, mengapa ! ………...


(69)

……… ……… Jika Baru rencana, mengapa ! ……….. ……… ………

2. Adakah Penyajian Informasi Obat Kepada Tenaga Ahli Kesehatan lain ? contoh : Apoteker memberikan informasi obat kepada Dokter.

a. Ya b. Tidak c. Baru rencana

Jika Ya, seperti apa ! ……… ………... ……… Jika Tidak, mengapa ! ……….. ……… ……… Jika Baru rencana, mengapa ! ……….. ………


(70)

a. Ya b. Tidak c. Baru rencana

Jika Ya, seperti apa ! ……… ……… ……… Jika Tidak, mengapa ! ……….. ……… ……… Jika Baru rencana, mengapa ! ……….. ……… ………

4. Apakah Apoteker melakukan pelayanan resep ? contoh : melakukan skrining resep

a. Ya b. Tidak c. Baru rencana

Jika Ya, seperti apa ! ………. ……… ……… Jika Tidak, mengapa ! ………. ………


(1)

W a n t i N u r I n d a h [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 7 klinik di rumah sakit. Diperoleh hasil

korelasi r=0,465 yang artinya kekuatan korelasi sedang dan nilai signifikansi (sig) p>0,05 yang artinya tidak terdapat korelasi yang bermakna antar kedua variabel. 3. Hubungan Jumlah Apoteker

terhadap pelaksanaan Farmasi Klinik.

Peran Apoteker sangat berpengaruh terhadap pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. Tanpa peran dari seorang Apoteker, farmasi klinik di rumah sakit tidak akan terlaksana dengan baik. Dengan jumlah Apoteker yang banyak, diharapkan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit semakin baik. Berikut tabel hasil dari hubungan jumlah apoteker terhadap pelaksanaan farmasi klinik di Rumah Sakit.

Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat

diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Tabel 2. Pelayanan Farmasi Klinik

berdasarkan Jumlah Apoteker Nama Rumah

sakit

Jumlah Apoteke

r

Persen tase

Hasil Uji Korel

asi PKU

Muhammadiyah Yogyakarta

6 91% r=

0,307

p>0,0 5 PKU

Muhammadiyah Gamping

2 81%

PKU Muhammadiyah

Bantul

6 72%

PKU Muhammadiyah

Nanggulan

2 54%

Dari tabel 2 diatas, PKU Muhammadiyah Yogyakarta memiliki apotker sejumlah 6 mampu melaksanakan pelayanan farmasi klinik sebesar 91%. PKU Muhammadiyah Gamping mampu memiliki apoteker 2 mampu melaksankan pelayanan farmasi klinik sebesar 81%, PKU Muhammadiyah

Bantul dengan apoteker 6 mampu

melaksankan pelayanan farmasi klinik sebesar 72% dan PKU Muhammadiyah Nanggulan dengan apoteker 2 mampu melaksankan pelayanan farmasi klinik sebesar 54%. Dari data yang diperoleh


(2)

W a n t i N u r I n d a h [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 8 dilakukan uji korelasi untuk melihat pakah

terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah apoteker dengan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. Diperoleh hasil korelasi r=0,307 yang artinya kekuatan korelasi antar variabel yang di uji lemah. Hasil signifikansi (sig) p>0,05 yang artinya tidak terdapat korelasi yang bermakna antara kedua variabel yang di uji.

Pengetahuan untuk pelayanan farmasi

klinik sebenarnya sudah mulai

berkembang untuk di Daerah Istimewa Yogyakarta, akan tetapi kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar serta sarana dan prasarana yang menunjang untuk melakukan kegiatan farmasi klinik. Pelaksanaan Farmasi klinik di rumah sakit belum optimal. Namun, keempat rumah sakit tersebut sudah memiliki upaya untuk melakukan perbaikan dan mengikuti aturan Permenkes RI No.58 tahun 2014. Untuk itu agar kondusif dan cepat terlaksana perlu dukungan dari lingkungan

rumah sakit. Ada beberapa hal sebagai faktor pendukung dan hambatan.

Faktor pendukung terlaksananya farmasi klinik di lingkungan rumah sakit, meliputi :

a. Konsep program farmasi klinik dan dukungan dari manager rumah sakit

b. Peran Apoteker di Rumah Sakit c. Sarana dan prasarana

KETERBATASAN PENELITIAN Pada Penelitian ini, analisis yang dilakukan belum dapat membandingkan pelaksanaan farmasi klinik antar rumah sakit. Jadi hanya dapat menggambarkan sejauh mana pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. Perlu adanya uji kuantitatif secara mendalam terhadap ketercapaian pelayanan farmasi klinik di tiap rumah sakit dengan memberikan range atau skor nilai sehingga diketahui rumah sakit mana yang lebih baik melakukan pelayanan farmasi klinik.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN


(3)

W a n t i N u r I n d a h [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 9 1. Penerapan pelayanan farmasi klinik di

Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta belum sepenuhnya sesuai dengan Permenkes RI No.58 tahun 2014 dengan rata-rata penerapan sebesar 74,5%.

2. Tidak terdapat korelasi yang

bermakna antara tingkatan rumah sakit dan jumlah apoteker terhadap pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan maka ada beberapa saran yang perlu penulis sampaikan bagi penelitian berikutnya :

1. Menggunakan rumah sakit lainnya, seperti Rumah Sakit Negeri yang ada di Yogyakarta.

2. Memperluas responden, tidak hanya kepala instalasi farmasi di Rumah Sakit.

3. Menggunakan uji kuantitatif secara mendalam terhadap ketercapaian

pelayanan farmasi klinik dengan membuat ceklist untuk setiap item kegiatan farmasi klinik.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y. 2002. Manajemen

Administrasi Rumah Sakit (ed kedua). Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

American Pharmaceutical Association. AphA Princple of Practice for Pharmaceutical Care. Washington DC : American Pharmaceutical Association. 1995.

American Society of Health-System Pharmacist. ASHP guidelines on a

standardized method of

pharmaceutical care. Am J Health-Syst Pharm 1996;53:1713-1716. American Society of Health-System

Pharmacist. ASHP statement on pharmaceutical care. Am J Hosp Pharm 1993;50:1720-1723.

Arhayani, 2007, Perencanaan dan

Penyiapan Pelayanan Konseling Obat Serta Pengkajian Resep Bagi Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit

Imanuel Bandung,

(http//www.ITBcentralibrary.ac.id) 5 Oktober 2010

Aslam Mohamed, Chik Kaw Tan dan Adji Prayitno, Farmasi Klinik, Jakarta: PT. Elex Komputindo, 2003.

Azwar, A., 1996, Menjaga Mutu

Pelayanan Kesehatan, Jakarta: Sinar Harapan


(4)

W a n t i N u r I n d a h [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 10 Brown, T.R., Barber N.D., Mc. Kee M,.

(1992), Survey of Clinical Pharmacy Service In United Kingdom Health Service Hospitals, Health-Syst, Pharm, 2676-2684. Cipolle RJ, Strand LM, Morley PC. The

assessment. Dalam:

Pharmaceutical Care Practice: The Clinician’s Guide, 2nd ed. New York: McGraw-Hill, 2004;118-169.

Cipolle, R. J., Strand, L. M., Morley, P. C., 1998, Pharmaceurical Care

Practice, Mc Graw-Hill Companies, New York.

Currie JD. Documentation. Dalam: Rovers JP, Currie JD. A Practical Guide to Pharmaceutical Care, 3rd ed.

Washington, DC: American

Pharmaceutical Association, 2007;139-160.

Currie JD. The case for pharmaceutical care. Dalam: Rovers JP, Currie JD. A Practical Guide to Pharmaceutical Care, 3rd ed.

Washington, DC: American

Pharmaceutical Association,

2007;3-21.

Dajan, Anton., 2000, Pengantar Metode Statistik, Jakarta: LP3ES

Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1992, Keputusan

Menteri Kesehatan Republik

IndonesiaNo. 983/ Menkes/ SK XI/ 1992 tentang Pedoman organisasi Rumah Sakit, Jakarta: Depkes RI Departemen Kesehatan RI, 1999, SK

Menkes No 1333 tentang Standar

pelayanan

Departemen Kesehatan RI, 2004,

Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 1197/ Menkes/ SK

X/ 2004 tentang standar pelayanan farmasi di RS, Jakarta: Depkes RI

Departemen Kesehatan RI, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Jakarta : Depkes RI

Departemen Kesehatan RI, 2014,

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 58 Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, Jakarta: Depkes RI

Dipiro, TJ, 2002, Encyclopedia of Clinical Pharmacy, Dekker, hl 900.

Hepler, C.D.,. (2004), Clinical Pharmacy, Pharmaceutical Care and the Quality of Drug. Journal of Hospital Pharmacy, 533-543. Ikawati, Zulies., 2010, Pelayanan

Farmasi Klinik di Era Genomik, http://ikawatizulies.wordpress.com , diakses tanggal 19 februari 2010. Muliawan, B. T., 2008, Pealayanan

Konseling Akann Meningkatkan Kepatuhan Pasien pada Terapi

Obat, 15 Januari 2008,

(http://www.binfar.depkes.go.id/de f_menu.php), 9 Juni 2011.

Notoadmojo, S., 2005, Metodelogi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta

Prayitno, Adji. (2003), Pelayanan Farmasi Klinik, Jakarta: Gramedia.

Rovers JP. Identifying drug therapy problems. Dalam: Rovers JP, Currie JD. A Practical Guide to Pharmaceutical Care, 3rd ed.

Washington, DC: American

Pharmaceutical Association, 2007;23-45.


(5)

W a n t i N u r I n d a h [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 11 Siregar, C.J.P. (2004), Farmasi Rumah

Sakit dan Penerapan, Jakarta: EGC.

Siregar, C.J.P., dan Amalia, L., 2004, Farmasi Rumah Sakit dan Teori Praktek, Jakarta: EGC.

Siregar, C.J.P., dan Kumolosari, E., 2006, Farmai Klinik Teori dan Penerapan, Jakarta: EGC.

Tan, C.K.,. (2003), Farmasi Klinis ( Clinical Pharmacy ), Jakarta: Gramedia.

Trisna, Yulia., 2010, RSUP Dr. Cipto Mangunkusomo, Pharmaceutical Care, Jakarta.

Usman,Elly., 2007, Pemakaian Obat Dengan margin of safety yang sempit Seharusnya Memerlukan Therapy Drug Monitoring, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang

Wijaya, H., 2012, Analisis Pelaksanaan Pelayanan Minimal ( SPM ) Rumah Sakit Bidang Farmasi di Instalasi Farmasi di Rumah Sakit Tugu Ibu, Tesis, Fakultas Magister

Administrasi Rumah sakit

Universitas Indonesia, Depok Yusuf, M.H., 2001, Profil Penerapan

Farmasi Klinik di Rumah Sakit Umum di Wilayah Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi

Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Yusuf, H., 2015, Pengaruh Rekonsiliasi Obat terhadap Rendahnya kejadian medication error di Rumah Sakit, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang.


(6)