Kesesuaian pelaksanaan standar pelayanan farmasi di Rumah Sakit Berdasarkan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 di Rumah Sakit umum daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

(1)

ix   

INTISARI  

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu..Adanya tuntutan pasien dan

masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, menyebabkan terjadinya pergeseran secara bertahap pelayanan farmasi yang diberikan. Pergeseran tersebut meliputi perubahan paradigma teknis yang menekankan pada produk obat dan peracikan, menjadi pendekatan yang lebih berorientasi kepada pelayanan pasien dan penanganan penyakit dengan sasaran akhir meningkatnya kualitas hidup pasien. Pada kenyataannya pelayanan farmasi pada sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum berjalan seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu Apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai standar yang ada. Berdasarkan kenyataan tersebut maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kesesuaian pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Instrument yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner diisi oleh apoteker yang berpraktek di Rumah Sakit Umum di Daerah Istimewa Yogyakarta (12 responden). Data diolah secara statistik deskriptif dalam bentuk persentase, ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik/diagram.

Hasi penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta belum menyeluruh. Bagian pelaksanaan yang tidak sesuai adalah Standar Pelayanan Farmasi; Administrasi dan Pengelolaan; Staf Dan Pimpinan; Fasilitas Dan Peralatan; Kebijakan Dan Prosedur; Serta Evaluasi Dan Pengendalian Mutu.

Kata kunci : Kesesuaian, Pelaksanaan, Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

   


(2)

x   

ABSTRACT

Hospital pharmacy service is one of the supporting qualified health service activities in hospital. Qualified pharmacy service which is needed by public and patients cause a sequence of changes of pharmacy services given. Including technique paradigm change that focus on medicines product and compounding medicines, become patient service and illness treatment with increasing qualified patients life oriented approach. In fact, pharmacy service in most of the hospital in Indonesia has not work as expected. Therefore, Pharmacist must carry out their practices agree with the standardization. Based on the fact above, this study is conducted to understand the Suitability of the realization of Hospital Pharmacy Service Standard based on the Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 in General District Hospital in Special District of Yogyakarta.

This research was included in non experimental research with descriptive research design. The research respondents were the General District Hospital Pharmacist in Daerah Istimewa Yogyakarta. The research instrument was questionaire. The data was processed within descriptive statistic in a form of percentage and performed in the form of table and graph/diagram.

Result of the study suggesting that the Suitability of the realization of Hospital Pharmacy Service Standard based on the Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 in General District Hospital in Special District of Yogyakarta was not well performed yet. The deviant elements are pharmacy service standard; administration and management; staff and guidance; facility and equipment; policy and procedure and evaluation and quality-control.

Key word : Suitability, Realization, Hospital Pharmacy Service Standard

     


(3)

i   

KESESUAIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN FARMASI DI RUMAH SAKIT BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Agustina Kurniari Kusuma NIM : 048114050

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii   

KESESUAIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN FARMASI DI RUMAH SAKIT BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Yang diajukan oleh :

Agustina Kurniari Kusuma

NIM : 048114050

telah disetujui oleh

Pembimbing I

Drs. Sulasmono, Apt. Tanggal : 1 Agustus 2008

Pembimbing II

Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. Tanggal : 1 Agustus 2008


(5)

iii   

KESESUAIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN FARMASI DI RUMAH SAKIT BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh :

Agustina Kurniari Kusuma NIM : 048114050

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 6 Agustus 2008

Mengetahui, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Dekan,

Rita Suhadi, M.Si., Apt.

Tanda tangan

Pembimbing I :

Drs. Sulasmono, Apt. ……… Pembimbing II :

Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. ………

Panitia Penguji :

1. Drs. Sulasmono, Apt. ………

2. Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. ………

3. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. ………


(6)

iv   

PERSEMBAHAN

ku

… because God is always at work in you to make you willing and able

to obey His own purpose. (Filipi 2 : 13 TEV)

Dan di sini, di debu dan tanah kotor, Oh disinilah Bunga bakung cinta-NYA tumbuh

-George Herbert-

Awitdene samubarang kabeh iku saka Panjenengane, krana Panjenengane sarta kagem Panjenengane; kamulyan kagema Panjenengane salawas-lawase ! Amin. (Roma 11 : 36)

Karya ini kupersembahkan kepada :

Yesus Kristus yang menyelamatkan dan

membawaku hidup berkelimpahan

Bapak, ibu, adik dan mas yang

menopangku dengan kasih

Sahabat serta Almamater yang ku sayangi


(7)

v   


(8)

v   

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA  

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Juni 2008

Penulis


(9)

vi   

PRAKATA

Segala hormat, puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih-NYA

yang mencukupkan penulis untuk memulai, mengerjakan hingga menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul “KESESUAIAN PELAKSANAAN STANDAR

PELAYANAN FARMASI DI RUMAH SAKIT BERDASARKAN KEPUTUSAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

1197/MENKES/SK/X/2004 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DI PROVINSI

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA” 

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Farmasi (S. Farm.) Fakutas Farmasi di Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya dukungan dan

bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. selaku pembimbing I yang mengajarkan

kedisiplinan, memberikan waktu, semangat, kritik dan saran hingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku pembimbing II yang juga telah,

mengajarkan kedisiplinan, memberikan waktu semangat, kritik dan saran


(10)

vii   

dosen penguji yang telah memberikan waktu, saran serta kritikan hingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Rita Suhadi M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan

waktu, saran serta kritikan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Mas Narto, Bapak Mu’min, Bapak Tatmo, Lidia Kristalia, Bapak Totok dan Ibu

Sari untuk bantuannya.

7. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan setiap Pemerintah

Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atas izin penelitian yang

diberikan, bapak dan ibu Apoteker yang berpraktek di Rumah Sakit Umum

Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang bersedia menjadi

responden penelitian ini.

8. Bapak Waris atas perhatian, doa, semangat, materi, dan kasih sayang.

9. Ibu Tris untuk doa, kasih sayang, semangat, dan masakan yang bergizi.

10. Wawan untuk doa, canda tawa, dukungan, sikap sayang dan usil seorang adek.

11. Deon_Surya untuk tenaga, doa, kasih sayang, dan pengertian seorang kekasih.

12. Om Paminto dan keluarga atas bantuan dan kesabaran.

13. Rekan doa (KAMBIUM, Mba Tyas, Mba Ida, Mba April, Mba Jade, Mba Nina,

Mas Nugi, Mas Jeffry dan Ega,); KTB Kompa; teman-teman di GKJ


(11)

viii   

penunjang. Maya dan Jody yang menerjemahkan abstract.

15. Teman-teman Fakultas Farmasi USD khususnya kelas Komunitas Klinis’04

(Nana, Keke, Angel, Dika, Ika, Erlin, DS, Cicil, Rina, Ayu, Wida, dll) untuk

dorongan dan kebersamaan selama ini, juga untuk teman-teman KKN USD

angkatan XXXV kelompok 36 untuk doa dan sukacitanya.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang juga telah

membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Akhir

kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, bagi dunia

kesehatan dan khususnya bagi pelayanan farmasi.

Prambanan, Juni 2008


(12)

ix   

INTISARI  

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu..Adanya tuntutan pasien dan

masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, menyebabkan terjadinya pergeseran secara bertahap pelayanan farmasi yang diberikan. Pergeseran tersebut meliputi perubahan paradigma teknis yang menekankan pada produk obat dan peracikan, menjadi pendekatan yang lebih berorientasi kepada pelayanan pasien dan penanganan penyakit dengan sasaran akhir meningkatnya kualitas hidup pasien. Pada kenyataannya pelayanan farmasi pada sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum berjalan seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu Apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai standar yang ada. Berdasarkan kenyataan tersebut maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kesesuaian pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Instrument yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner diisi oleh apoteker yang berpraktek di Rumah Sakit Umum di Daerah Istimewa Yogyakarta (12 responden). Data diolah secara statistik deskriptif dalam bentuk persentase, ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik/diagram.

Hasi penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta belum menyeluruh. Bagian pelaksanaan yang tidak sesuai adalah Standar Pelayanan Farmasi; Administrasi dan Pengelolaan; Staf Dan Pimpinan; Fasilitas Dan Peralatan; Kebijakan Dan Prosedur; Serta Evaluasi Dan Pengendalian Mutu.

Kata kunci : Kesesuaian, Pelaksanaan, Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

   


(13)

x   

ABSTRACT

Hospital pharmacy service is one of the supporting qualified health service activities in hospital. Qualified pharmacy service which is needed by public and patients cause a sequence of changes of pharmacy services given. Including technique paradigm change that focus on medicines product and compounding medicines, become patient service and illness treatment with increasing qualified patients life oriented approach. In fact, pharmacy service in most of the hospital in Indonesia has not work as expected. Therefore, Pharmacist must carry out their practices agree with the standardization. Based on the fact above, this study is conducted to understand the Suitability of the realization of Hospital Pharmacy Service Standard based on the Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 in General District Hospital in Special District of Yogyakarta.

This research was included in non experimental research with descriptive research design. The research respondents were the General District Hospital Pharmacist in Daerah Istimewa Yogyakarta. The research instrument was questionaire. The data was processed within descriptive statistic in a form of percentage and performed in the form of table and graph/diagram.

Result of the study suggesting that the Suitability of the realization of Hospital Pharmacy Service Standard based on the Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 in General District Hospital in Special District of Yogyakarta was not well performed yet. The deviant elements are pharmacy service standard; administration and management; staff and guidance; facility and equipment; policy and procedure and evaluation and quality-control.

Key word : Suitability, Realization, Hospital Pharmacy Service Standard

     


(14)

xi   

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………...……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……… iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… v

PRAKATA……… vi

INTISARI . ……….. ix

ABSTRACT…………..……….. x

DAFTAR ISI………. xi

DAFTAR TABEL………. xv

DAFTAR GAMBAR………...………. xvii

DAFTAR LAMPIRAN………..………….. . xviii

BAB I PENGANTAR……….………... 1

A. Latar Belakang………... 1

1. Perumusan masalah……… 4

2. Keaslian penelitian………... 5

3. Manfaat penelitian………. 6


(15)

xii   

A.Rumah Sakit………...……….………….. 8

1. Tinjauan Umum Rumah Sakit………..……….…… 8

2. Kegiatan Pelayanan Rumah Sakit……….………… 9

3. Klasifikasi Rumah Sakit Umum (RSU) Pemerintah …….………… 12

4. Struktur Organisasi………...…….……… 13

5. Sumber Daya Manusia……….………….……… 14

B.Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit (Berdasarkam Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004)……….. 15

1. Tujuan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit..……… 15

2. Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit…..………….……… 16

3. Administrasi dan Pengelolaan………...……..………… 19

4. Staf dan Pimpinan………..………...…..………… 21

5. Fasilitas dan Peralatan……….…….……….………..………… 22

6. Kebijakan dan Prosedur………….………...……..………… 23

7. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan………....…..………… 24

8. Evaluasi dan Pengendalian Mutu…..……….………..………… 24

C.Pelayanan Farmasi Klinik………. 25

D.Keterangan Empiris……….. 27

BAB III METODE PENELITIAN……..………..………… 28


(16)

xiii   

C. Subyek Penelitian………. 29

D. Instrumen………. 29

E. Tata Cara Pengumpulan Data ……….. 30

1. Analisis situasi…………..………... 30

2. Pembuatan kuesioner………. 31

3. Pengujian kuesioner..……… 32

4. Penyebaran kuesioner……… 23

5. Pengumpulan kuesioner ………... 34

6. Wawancara……… 34

F. Analisis Data………...……… 35

G. Kesulitan Penelitian……….. 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………... 36

A.Data Responden……… 36

B.Kesesuaian Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004………..…….. 38

C.Rangkuman Kesesuaian Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit……….…….. 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….... 57

A.Kesimpulan………..…….…….. 57


(17)

xiv   

LAMPIRAN……….. 62


(18)

xv   

DAFTAR TABEL

Tabel I. Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit………. 18

Tabel II. Panitia Farmasi dan Terapi……… 20

Tabel III. Apoteker di Rumah Sakit Umum Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta………... 30

Tabel IV. Apoteker di Rumah Sakit Umum Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta...………... 30

Tabel V. Jabatan responden saat ini di rumah sakit... 36

Tabel VI. Lama pengalaman responden dalam mengemban jabatan saat ini……… 37

Tabel VII. Lama pengalaman responden bekerja sebagai apoteker…….…… 37

Tabel VIII. Kesesuaian Pelaksanaan Tujuan Penyelenggaraan Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit... 38

Tabel IX. Kesesuaian Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit... 43

Tabel X. Kesesuaian Pelaksanaan Administrasi dan Pengelolaan... 44

Tabel XI. Kesesuaian Pelaksanaan Staf dan Pimpinan... 46

Tabel XII. Kesesuaian Pelaksanaan Fasilitas dan Peralatan... 47


(19)

xvi   

Pendidikan……… 50

Tabel XV. Kesesuaian Pelaksanaan Evaluasi dan Pengendalian


(20)

xvii   

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pemerintah tipe C…. 1 3

Gambar 2. Struktur Organisasi Instalansi Farmasi Rumah Sakit…………. 13

Gambar 3. Beberapa Tugas Instalansi Farmasi Rumah Sakit……..……… 16


(21)

xviii   

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian……… 62

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian……… 70

Lampiran 3. Sumpah/Janji Apoteker……….... 71

Lampiran 4. Kode Etik Apoteker Indonesia……… 73


(22)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal bagi masyarakat. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana

kesehatan, merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama

menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi

pasien (Anonim, 2004c).

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit

yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar

Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit

adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit

yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk

pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Anonim,

2004c).

Pelayanan Instalansi Farmasi Rumah Sakit dipengaruhi oleh

apoteker-apoteker sebagai tenaga pengelola maupun pelaksana. Apoteker di Instalansi Farmasi

Rumah Sakit dalam menjalankan profesinya harus berpedoman pada Standar


(23)

Indonesia, salah satu standar prosedur operasional apoteker di rumah sakit hal

manajemen praktis farmasi adalah merancang, membuat, mengetahui, memahami dan

melaksanakan regulasi di bidang farmasi. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah

dengan menampilkan semua kegiatan operasional kefarmasian di farmasi rumah sakit

berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku dari tingkat lokal, regional,

nasional maupun internasional. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan

bahwa salah satu kewajiban apoteker di Intalansi Farmasi Rumah Sakit adalah

melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada semua kegiatan

operasional kefarmasian di rumah sakit, termasuk di dalamnya melaksanakan

Kepmenkes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 sebagai pedoman praktek apoteker

di Intalansi Farmasi Rumah Sakit.

Berkembangnya pelayanan farmasi yang mengarah pada farmasi klinik,

merupakan peluang bagi apoteker Instalansi Farmasi Rumah Sakit untuk

menunjukkan eksistensinya di bidang profesi farmasi sehingga pelayanan Instalansi

Farmasi Rumah Sakit yang diberikan lebih optimal karena selama ini peran apoteker

Instalansi Farmasi Rumah Sakit lebih banyak sebagai tenaga manajemen

(Yusmainita, 2002). Dokter-dokter umum di Rumah Sakit Umum Daerah di Daerah

Istimewa Yogyakarta memiliki harapan pelayanan apoteker Instalansi Farmasi

Rumah Sakit lebih berorientasi pada pasien (93%), terlibat dalam penyusunan

formularium obat (86%), dan penggunaan obat (95%), serta dalam pemantauan

penggunaan obat pada pasien (79%) menjadi peluang apoteker Instalansi Farmasi


(24)

Eunike (2006) dokter-dokter umum di Rumah Sakit Swasta kota Yogyakarta

memiliki harapan akan pelayanan Instalansi Farmasi Rumah Sakit dalam lingkup

yang berorientasi pada pasien (100%), pengelolaan obat dan alat kesehatan (100%),

serta pelayanan pemantauan penggunaan obat (96%). Pada kenyataannya pelayanan

farmasi pada sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum berjalan seperti yang

diharapkan, terutama pada rumah sakit milik pemerintah. Hampir semua Instalasi

Farmasi Rumah Sakit Pemerintah di Indonesia masih pada pelayanan farmasi

non-klinik, itupun belum optimal (Yusmainita, 2003).

Apoteker di Instalansi Farmasi Rumah Sakit harus memberikan pelayanan

yang profesional pada masyarakat sesuai Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan

barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian

praktek kefarmasian di Rumah Sakit harus dijalankan sesuai standar yang berlaku,

yaitu Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 sehingga masyarakat terhindar dari pelayanan yang tidak

profesional.

Oleh karena itu untuk dapat memulai pelayanan farmasi yang optimal baik

dalam pelayanan klinik maupun non klinik diperlukan pelaksanaan pelayanan farmasi

di rumah sakit yang sesuai dengan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit


(25)

Berdasarkan keterangan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana

kesesuaian pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan

Kepmenkes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 di Rumah Sakit Umum Daerah di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan

gambaran kesesuaian pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 di Rumah Sakit Umum

Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan dapat dipergunakan oleh

pihak-pihak yang membutuhkan.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka terdapat

permasalahan yang akan diungkap melalui penelitian ini, yaitu:

a. Seperti apa kesesuaian pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah

Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 di

Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

b. Bagian manakah dari 8 bagian Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

yang tidak sesuai pelaksanaannya dengan Kepmenkes RI Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah


(26)

2. Keaslian penelitian

Pernah dilakukan penelitian mengenai “Pendapat Dokter Umum Rumah di

Sakit Umum Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap Peran Apoteker

(Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004

Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit)” oleh Regziana (2006).

Perbedaan dengan penelitian ini ialah pada penelitian Regziana menekankan pada

penerimaan dokter umum terhadap peran apoteker berdasarkan Kepmenkes Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 dan harapan dokter umum terhadap peran apoteker di masa

mendatang dengan menggunakan subyek uji penelitian adalah dokter umum sedangkan

penelitian ini menekankan pada kesesuaian pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi

di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 di

Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan subyek

uji apoteker-apoteker Instalansi Farmasi Rumah Sakit.

Dilakukan juga penelitian oleh Eunike (2006) dengan judul “Persepsi dan

Harapan Dokter Umum Rumah Sakit Swasta di Kota Yogyakarta terhadap

Perkembangan Peran Farmasis Klinik”. Penelitian ini menitikberatkan pada bahasan

mengenai peran farmasis klinik sebagai Health Care Team sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004. Pada penelitian Eunike digunakan kriteria

rumah sakit swasta di kota Yogyakarta yang minimal memiliki 2 apoteker dan telah

melakukan praktek pelayanan farmasi klinik sedangkan penelitian yang dilakukan

peneliti menggunakan seluruh Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah


(27)

serta telah melakukan pelayanan farmasi klinik, dengan menitik beratkan pada

kesesuaian pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan

Kepmenkes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 di Rumah Sakit Umum Daerah di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Memberikan gambaran mengenaikesesuaian pelaksanaan Standar Pelayanan

Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta dan bagian pelaksanaan yang tidak sesuai dengan Standar

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai :

1) bahan evaluasi bagi pihak-pihak yang terkait berkenaan dengan pelaksanaan

Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit seperti Dinas Kesehatan Provinsi dan

Dinas Kesehatan Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta .

2) gambaran kesesuaian pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit bagi

mahasiswa farmasi atau para calon apoteker yang tertarik dalam pelayanan di


(28)

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kesesuaian pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 di Rumah Sakit

Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

2. Mengetahui bagian yang tidak sesuai dari pelaksanaan Standar Pelayanan

Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor

1197/MENKES/SK/X/2004 di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah


(29)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit

1. Tinjauan umum

Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan

rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya

kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem

Kesehatan Nasional menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia

seperti yang tertera dalam mukadimah Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945 alinia keempat diselenggarakanlah program pembangunan

nasional yang didalamnya terdapat pembangunan kesehatan. Berdasarkan pasal 28H

ayat 1 dan pasal yang ke-34 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945 Amandemen IV maka setiap Warga Negara Indonesia berhak

untuk mendapat pelayanan kesehatan dan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan

tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah Indonesia. Dalam pelayanan di

sarana kesehatan, ketersediaan obat tidak tergantikan. Kepmenkes RI Nomor

189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional bab I bagian Latar

Belakang menyatakan bahwa akses terhadap obat terutama obat esensial merupakan

salah satu hak azasi manusia. Setiap penduduk berhak mendapat pelayanan yang


(30)

obat esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah dan lembaga pelayanan

kesehatan baik publik maupun swasta. Dalam Permenkes RI Nomor

085/Menkes/Per/I/1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan/atau

Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan pasal 4 menyebutkan

bahwa dokter yang bertugas di rumah sakit pemerintah diharuskan menulis resep obat

esensial dengan nama generik bagi semua pasien. Obat esensial menurut Kepmenkes

RI Nomor 497/Menkes/SK/VII/2006 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2005 bab

I adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup

upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia pada

unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. Kepmenkes RI Nomor

189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional Bab III bagian Landasan

Kebijakan juga menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas

ketersediaan, keterjangkauan, dan pemerataan obat esensial yang dibutuhkan

masyarakat.

1. Kegiatan pelayanan rumah sakit

Pelayanan Rumah Sakit termasuk Rumah Sakit Umum Daerah harus sesuai

dengan Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Menurut

Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan bab I yang dimaksud

dengan :

a. Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis memindahkan organ dan atau

jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri


(31)

tidak berfungsi dengan baik. Sesuai pengertian tersebut maka apoteker

seharusnya berperan dalam kegiatan ini.

b. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.

c. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu

sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat,

pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,

serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.

Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 10

menyebutkan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Pasal 22 ayat 2 dan 3 menyebutkan “kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap

lingkungan umum, lingkungan kerja dan kesehatan lingkungan tersebut meliputi

pengendalian vector penyakit.” Pada pasal 41 ayat 2 menyebutkan “panandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan

objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan” serta pasal 53 ayat 2 tertulis

bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi

standar profesi dan menghormati hak pasien.

Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah berorientasi kepada

pasien/masyarakat sebagai konsumen yang tidak menyimpang dari Undang-Undang

RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang RI


(32)

a. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat.

b. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik

sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan

usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Pasal 4, hak konsumen adalah :

a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa;

b. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa;

c. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

Pasal 7, beberapa yang termasuk kewajiban pelaku usaha adalah:

a. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur memberi penjelasan

pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

a. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

b. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau


(33)

2. Klasifikasi Rumah Sakit Umum (RSU) Pemerintah

Menurut Kepmenkes RI Nomor 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman

Organisasi Rumah Sakit Umum, klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah

didasarkan pada perbedaan tingkatan kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat

disediakan, yaitu:

a. RSU Kelas A, yaitu apabila pada rumah sakit tersebut tersedia pelayanan

medis spesialistik dan sub spesialis yang luas.

b. RSU Kelas B (pendidikan dan non-pendidikan), yaitu apabila dalam

pelayanan rumah sakit tersebut terdapat pelayanan spesialistik luas dan sub

spesialistik terbatas.

c. RSU Kelas C, yaitu apabila dalam pelayanan rumah sakit tersebut terdapat

minimal 4 pelayanan spesialistik yaitu penyakit dalam, kesehatan anak,

bedah, dan obstetri ginekologi.

d. RSU Kelas D, yaitu apabila dalam pelayanan rumah sakit tersebut hanya

bersifat dasar dan dokter umum.

Dalam penelitian ini Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta termasuk dalam RSU Pemerintah Kelas C. Menurut Permenkes

RI Nomor 159/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit bab 7 pasal 25 menyatakan

bahwa setiap rumah sakit harus melakukan fungsi sosial dengan antara lain

menyediakan fasilitas untuk merawat penderita yang tidak dan kurang mampu, untuk


(34)

4. Struktur organisasi

a. Rumah Sakit Umum (RSU) Pemerintah Kelas C

Gambar 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pemerintah

b. Struktur Organisasi Instalansi Farmasi Rumah Sakit:

Direksi

Ka. Instalansi : mengurusi bagian manajerial, logistik & SDM

Keuangan

1. Pelayanan Pasien 2. Distribusi & Gudang

3. Askes ; Jamsos ; Jamkes ; Askeskin

Gambar 2. Struktur Organisasi Instalansi Farmasi Rumah Sakit

Dewan  Penyantun 

Seksi 

Keperawatan 

Seksi  

Pelayanan 

Sub.Bag.  Kesekretariatan  dan Rekam Medis

Sub.Bag. Keuangan  dan Program Satuan 

Pengawas  Intern

Instalansi 

Direktur

Komite  Medis  Dan Staf Medis 


(35)

5. Sumber Daya Manusia (SDM)

Setiap pelaksana/tenaga kerja di Rumah Sakit Umum Daerah berlaku

Undang-Undang RI No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan

Pemerintah RI Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan bagi tenaga kerja

yang termasuk tenaga kesehatan.

Undang-Undang RI No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal ke 11

menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau

meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat,

minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja dan pasal 12 menyebutkan

“pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi

pekerjanya melalui pelatihan kerja.” Pada pasal 77 ayat 2 Undang-Undang RI No 13

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tertera bahwa waktu kerja dalam sehari adalah 7

(tujuh) jam 1 (hari) dan pada bab X pasal 86 menyebutkan “setiap pekerja

mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan kerja.”

Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga

Kesehatan menyebutkan dalam pasal 1yang dimaksud dengan :

a. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan;

b. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan


(36)

c. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau

masyarakat;

d. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

Pasal 2 :

a. Tenaga kesehatan terdiri dari : tenaga medis; tenaga keperawatan; tenaga

kefarmasian; tenaga kesehatan masyarakat; tenaga gizi; tenaga keterapian

fisik; tenaga keteknisian medis.

b. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.

c. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.

d. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.

B. Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit (BerdasarkanKeputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004)

1. Tujuan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

a. Sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan farmasi di rumah sakit

b. Untuk memperluas fungsi dan peran apoteker farmasi rumah sakit

c. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional

(Anonim, 2004c)

Tujuan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit terdukung pula apabila

Apoteker yang menjalankan menjunjung tinggi Kode Etik Apoteker Indonesia dan


(37)

Kompetensi Farmasis Indonesia. Kode Etik Apoteker Indonesia pasal 12

menyebutkan bahwa setiap apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk

meningkatkan kerjasama yang baik sesama apoteker di dalam memelihara keluhuran

martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam

menunaikan tugasnya. Dalam Sumpah/Janji apoteker pasal 2 ayat 1 menyatakan

bahwa apoteker membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan,

terutama dalam bidang kesehatan.

2. Standar pelayanan farmasi rumah sakit

Dalam Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit terdapat tugas dan fungsi

Instalansi Farmasi Rumah Sakit

Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

ƒ Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi

ƒ Melakukan penelitian dan peningkatan metoda

Gambar 3. Beberapa Tugas Instalansi Farmasi Rumah Sakit

      Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien

ƒ       Melakukan penyiapan nutrisi parenteral

ƒ Melakukan pencatatan setiap kegiatan

       Melaporkan setiap kegiatan 

Gambar 4. Beberapa Fungsi Instalansi Farmasi Rumah Sakit

(Anonim, 2004c)

Banyak kegiatan yang dilakukan Instalansi Farmasi Rumah Sakit antara lain

produksi dan penyiapan nutrisi parenteral.

Produksi dapat berupa peracikan, melakukan pengemasan ulang,

pengenceran dan pelarutan. Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang

telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB (Anonim, 2006). Dalam Farmakope

Beberapa Fungsi Beberapa


(38)

Indonesia edisi IV setiap sediaan dengan satu atau lebih zat aktif dengan berat 50 mg

harus dilakukan keseragaman sediaan baik dengan keseragaman bobot dan

keseragaman kandungan.

Dalam kegiatan penyiapan nutrisi parenteral peran apoteker meliputi

penanganan pencampuran dan stabilitas formulasi, kondisi penyimpanan,

kontaminasi mikroba, penambahan zat ke dalam kantong nutrisi parenteral, dan

pengemasannya (Aslam dkk, 2003).

Kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan obat juga terdapat dalam

Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Menurut Standar Kompetensi Farmasis

Indonesia kompetensi Manajemen Praktis Farmasi, farmasis bertanggung jawab

dalam merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien.

Kepmenkes RI Nomor 189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional

bab III bagian Strategi menyatakan bahwa strategi penggunaan obat yang rasional

antara lain dilakukan dengan penerapan Daftar Obat Esensial Nasional dalam setiap

upaya pelayanan kesehatan dan pendekatan farmako ekonomi melalui analisis

biaya-efektif dengan biaya-manfaat pada seleksi obat di semua tingkat pelayanan kesehatan.

Kepres RI Nomor 40 tahun 2001 pasal 6 menyatakan bahwa rumah sakit daerah

mempunyai kewenangan di bidang pengelolaan personil, keuangan, dan perlengkapan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(39)

Tabel I. Standar pelayanan farmasi rumah sakit

Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit

Beberapa bagian yang termasuk

Administrasi dan Pengelolaan

Ka. Ins. Farmasi harus terlibat perencanaan manajemen. penentuan anggaran dan penggunaan sumber daya. Instalasi Farmasi menyelenggarakan rapat pertemuan Apoteker IFRS menjadi sekretaris komite/panitia. Dokumentasi yang rapi, rinci dan evaluasi setiap 3 tahun.

Ka. Ins. Farmasi harus terlibat langsung dalam perumusan segala keputusan.

Staf dan Pimpinan

IFRS dipimpin Apoteker

Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola apoteker yang berngalaman minimal 2 tahun.

Apoteker dibantu oleh Tenaga Ahli Madya Farmasi (D-3) dan Tenaga Menengah Farmasi (AA).

Ka. Ins. Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi

Fasilitas dan Peralatan

Fasilitas produksi obat yang memenuhi standar Fasilitas pendistribusian obat

Fasilitas informasi dan edukasi Fasilitas penyimpanan arsip resep

Tempat penyimpanan obat di ruang perawatan Tempat penyimpanan obat yang bersifat adiksi

Kebijakan dan Prosedur

Kriteria kebijakan dan prosedur dibuat oleh Ka. Ins. Farmasi,K/PFT serta para apoteker.

Obat diberikan setelah mendapat pesanan dari dokter dan apoteker menganalisa secara kefarmasian

Obat adalah bahan berkhasiat dengan nama generik. Adanya Kebijakan dan prosedur yang tertulis.

Terdapat sistem pendokumentasian penggunaan obat yang salah dan atau mengatasi masalah obat

Pengembangan Staf dan Program Pendidikan

Apoteker memberi masukan program pengembangan staf.

Evaluasi dan Pengendalian Mutu

Fasilitas produksi obat. Fasilitas pendistribusian obat. Fasilitas informasi dan edukasi. Fasilitas penyimpanan arsip resep.

Tempat penyimpanan obat di ruang perawatan. Tempat penyimpanan obat yang bersifat adiksi.


(40)

3. Administrasi dan pengelolaan

Administrasi perbekalan farmasi merupakan kegiatan yang berkaitan dengan

pencatatan manajemen perbekalan farmasi serta penyusunan laporan yang berkaitan

dengan perbekalan farmasi secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan,

triwulanan, semesteran atau tahunan. Pelaporan adalah kumpulan catatan dan

pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan

kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan. Proses pendataan dan

pelaporan dapat dilakukan secara tulis tangan, mesin tik dan otomatisasi dengan

menggunakan soft ware komputer (Anonim, 2004c).

Selain struktur organisasi yang sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi

Rumah Sakit Umum, terdapat beberapa peran lintas terkait pelayanan farmasi rumah

Sakit adalah :

a. Panitia Farmasi dan Terapi

Salah satu peran Panitia Farmasi dan Terapi berkaitan dengan formularium

rumah sakit. Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Panitia

Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap

batas waktu yang ditentukan. Peran apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi sangat

strategis dan penting karena semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan

menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar

dapat mengemban tugasnya secara baik dan benar, para apoteker harus secara


(41)

farmako epidemologi, dan farmako ekonomi dan ilmu-ilmu lain yang sangat

dibutuhkan untuk memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas

kesehatan lain di rumah sakit.

Tabel II. Panitia Farmasi dan Terapi

b. Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit

Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri dari

staf medis, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan

lainnya. Salah satu tujuan adalah melaksanakan penelitian (surveilans) infeksi

nosokomial di rumah sakit. Menurut Siregar, J.P. Charles dan Kumolosasi, E., (2006)

surveilan infeksi yang dilakukan Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit memiliki

salah satu tujuan untuk mengurangi tingkat infeksi yang dapat dihindari,

Organisasi dan Kegiatan

PFT harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) Dokter, Apoteker dan Perawat

PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali

Fungsi dan Ruang Lingkup

Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat

Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik yang sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta

Formularium Rumah Sakit

Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi

Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh dokter untuk mendiagnosa dan mengobati pasien


(42)

mengidentifikasi pasien resiko tinggi agar tindakan selektif dapat diajukan, dan dapat

dipastikan pengendalian berhasil maksimum dengan biaya paling efektif.

c. Panitia Lain, salah satunya tim transplantasi

4. Staf dan pimpinan

Dalam pengelolaan Apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki

kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil

keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri

sebagai menempatkan pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola

SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi

pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Anonim,

2004a).

Instalansi Farmasi Rumah Sakit harus dipimpin oleh apoteker yang

mempunyai kemampuan untuk melihat masalah, menganalisa dan memecahkan

masalah sebagai pemimpin serta mampu mengelola manajemen praktis farmasi

sebagai tenaga fungsional. Apoteker dalam menjalankan tugas terutama yang

berperan dalam fungsi pelayanan baik bagi pasien rawat jalan maupun rawat inap,

harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. Apoteker juga harus

mengarahkan pelayanan menuju pelayanan yang berkembang, misal pelayanan

kefarmasian bagi pasien rawat inap adalah 30 tempat tidur tanggung jawab 1

Apoteker dan untuk apoteker harus melakukan skrining resep untuk setiap resep yang


(43)

bagi tenaga lain yang disesuaikan dengan tugas serta mengawasi setiap jenis

pelayanan yang diberikan, termasuk pelayanan produksi obat.

5. Fasilitas dan peralatan

Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apotek sebagai tempat tertentu, tempat dilakukan

pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya

kepada masyarakat harus memiliki tempat mendisplai informasi bagi pasien,

termasuk penempatan brosur/materi informasi dan ruangan tertutup untuk konseling

bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan

catatan medikasi pasien.

Adanya stabilitas yang berbeda-beda dari sediaan farmasi maka diperlukan

ruang penyimpanan khusus yang menjamin bahwa sediaan farmasi yang akan

diberikan dalam kondisi stabil. Misal : bahan yang mudah menguap disimpan dalam

wadah tutup rapat, suppositoria disimpan dalan refrigerator. Sediaan farmasi yang diterima dalam kondisi tidak stabil akan merubah sediaan farmasi yang disimpan baik

secara fisik maupun kemanfaatan. Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bab II pasal 3 ayat 2 menyebutkan

bahwa semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan

menjamin kestabilan bahan. Mengacu akreditasi RS dan SK Dirjen Yanmed nomor

0428/YAPI/LED/RSKS/K/1989 bab II pasal 9 ayat 1 (cit.,Yusmainita, 2003), sebagai


(44)

Instalasi Farmasi Rumah Sakit berkewajiban dan harus mampu mengelola

obat-obatan secara berdaya guna dan berhasil guna.

Pelayanan kefarmasian harus ditunjang dengan fasilitas dan peralatan yang

memadai sehingga setiap pelayanan dapat dijalankan dengan optimal. Kepmenkes RI

Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

menyatakan bahwa Instalansi Farmasi Rumah Sakit memiliki fasilitas dan peralatan

berupa ruang produksi yang dipisahkan antara produksi sediaan non steril dan

produksi sediaan steril, ruang penyimpanan kondisi umum dan kondisi khusus, ruang

pelayanan informasi, ruang konsultasi, pembuangan limbah serta memiliki kereta

dorong trolley untuk memudahkan distribusi. Fasilitas dan peralatan yang disediakan

juga harus memenuhi peraturan yang berlaku, misal bagi ruang produksi harus sesuai

Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik dan ruang penyimpanan bahan bersifat

adiktif sesuai Permenkes RI Nomor 28/MENKES/Per/I/71978 tentang Penyimpanan

Narkotika pasal 5 seharusnya penyimpanan narkotika memiliki persyaratan : dibuat

dari bahan kayu atau bahan lain yang kuat, mempunyai kunci yang kuat, dibagi dua

bagian dengan kunci yang berlainan (untuk petidin/morfin serta narkotika lain yang

dipakai sehari-hari), ukuran lemari minimal 40x80x100 cm, bila kurang harus dibuat,

lemari tidak boleh untuk penyimpanan barang lain, anak kunci dipegang oleh

penanggung jawab, lemari diletakkan pada tempat yang tidak terlihat umum.

6. Kebijakan dan prosedur

Pentingnya kegiatan pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan


(45)

Kegiatan pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan

sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan,

penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out) (Anonim, 2004).

Menurut Kepmenkes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit pengelolaan perbekalan farmasi meliputi

pemilihan, perencanaan, pengadaan, produksi, penerimaan, penyimpanan, dan

pendistribusian. Yang termasuk dalam pelayanan kefarmasian dalam penggunaan

obat dan alat kesehatan adalah pengkajian resep, dispensing, pemantauan dan

ronde/visite pasien serta pengkajian penggunaan obat.

7. Pengembangan staf dan program pendidikan

Setiap apoteker memiliki peran sebagai manager, apoteker di Instalansi Farmasi Rumah Sakit berperan mengatur Sumber Daya Manusia yang ada terlebih

dahulu melalui pendidikan dan pelatihan yang meningkatkan pemahaman tentang

farmasi rumah sakit dan mampu mengatur penelitian tentang biaya keuntungan

cost-benefit dalam pelayanan farmasi.

8. Evaluasi dan pengendalian mutu

Setiap pelayanan farmasi yang dilakukan harus sesuai dengan standar yang

berlaku dan dievaluasi secara berkala sesuai dengan indikator dan kriteria yang

hendak dicapai. Terdapat tim audit (pengawas) yang bertugas untuk mengawasi setiap

proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar atau belum maupun dilakukan


(46)

langsung dapat pula menjadi salah satu metoda evaluasi pelayanan farmasi yang

diberikan (Anonim, 2004c).

Apoteker yang berpraktek di Rumah Sakit dilibatkan dalam merencanakan

program pengendalian mutu, termasuk didalamnya dilibatkan dalam kegiatan umpan

balik. Umpan balik adalah hasil tindakan harus secara teratur diinformasikan kepada

staf (Anonim, 2004c).

B. Pelayanan Farmasi Klinik

Menurut Aslam dkk (2003) profesi farmasi mengalami berbagai tahap

perubahan. Perubahan perubahan dalam profesi farmasi dapat dibagi dalam 4 periode,

yang terdiri dari: periode tradisional, periode transisi, periode masa kini, dan periode

masa depan (pharmaceutical care). Pada periode tradisional fungsi apoteker meliputi menyediakan, membuat,dan mendistribusikan produk yang berkhasiat obat. Periode

transisi merupakan masa perubahan yang cepat dari perkembangan fungsi dan

jenis-jenis pelayanan profesional, konsep farmasi klinik muncul pada periode ini. Pada

periode masa kini pelayanan farmasi rumah sakit dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Pelayanan teknik dan non-klinik

Pelayanan teknik meliputi penyiapan nutrisi parenteral total, penyiapan

bahan tambahan sediaan intravena, pembuatan (manufacturing) dan kontrol kualitas. Pelayanan non klinik terdiri dari pengadaan, pegelolaan, dan distribusi obat serta alat

kesehatan, selain itu juga termasuk penelitian dan pengembangan, terhadap stabilitas


(47)

2. Pelayanan farmasi klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan suatu praktek kefarmasian yang

berorientasi kepada pasien lebih dari orientasi kepada produk. Merupakan suatu

disiplin yang terkait dengan penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi dalam

membantu memaksimalkan efek obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara

individual.

Ruang lingkup fungsi farmasi klinik meliputi pemantauan terapi obat,

konsultan keliling (mengunjungi pasien), berpartisipasi dalam Komite Farmasi dan

Terapi, pemberian informasi obat, ikut aktif dalam pengendalian infeksi, pemantauan

kadar obat terapetik (Terapeutic Drug Monitoring), pencatatan riwayat pengobatan pasien, konseling pasien, pemantauan efek samping obat, dan promosi kesehatan dan

pendidikan kesehatan mengenai pencegahan penyakit dan perlindungan kesehatan.

Filosofi pelayanan farmasi klinik menurut Prof. Nicholas Barber (1990),

adalah bertujuan untuk memenuhi 4 hal yang berkaitan dengan proses peresepan yang

baik, yaitu: memaksimalkan efek terapetik, meminimalkan resiko, meminimalkan

biaya dan menghormati pilihan pasien. Memaksimalkan efek terapetik meliputi

efektivitas terapi, yaitu ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan obat dan pengaturan

dosis yang sesuai dengan kebutuhan pasien, serta mengevaluasi terapi.

Meminimalkan resiko atau ketidakamanan pemakaian obat meliputi efek samping,

dosis interaksi, dan kontraindikasi. Meminimalkan biaya adalah memastikan jenis

obat yang dipilih paling efektif dalam hal biaya maupun rasional, terjangkau oleh


(48)

memberikan manfaat dan keamanan yang sama. Menghormati pilihan pasien

diperlukan karena keterlibatan pasien dalam proses pengobatan akan menentukan

keberhasilan terapi. Oleh karena itu hak pasien harus diakui dan diterima semua pihak

(Aslam, 2003).

C. Keterangan Empiris

Pada penelitian ini diharapkan didapat gambaran mengenai kesesuaian

pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI

Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga dapat dilakukan tindakan-tindakan yang dapat


(49)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan

penelitian deskriptif. Penelitian non eksperimental adalah penelitian yang

observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri subyek menurut keadaan apa adanya,

tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti (Praktiknya, 2001). Rancangan

penelitian deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian yang saat

sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi,

1998).

B. Definisi Operasional Penelitian

1. Apoteker dalam penelitian ini adalah apoteker yang melakukan pekerjaan

kefarmasian di Rumah Sakit Umum Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Pelaksanaan adalah penerapan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit di

Rumah Sakit Umum Daerah tempat responden melakukan praktek berdasarkan

Kepmenkes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004.

3. Kesesuaian adalah ada/tidaknya pelaksanaan dari masing-masing bagian Standar

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 yang dikelompokkan melalui jawaban kuesioner yang


(50)

4. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah ukuran/patokan pelaksanaan

pelayanan kefarmasian, dalam penelitian ini berdasarkan Kepmenkes RI Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004. Kesesuaian pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di

Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 telah

menyeluruh jika persentase jawaban 60% atau lebih.

5. Periode penelitian adalah bulan April–Juni 2008. Terdiri dari proses perijinan

selama bulan April 2008 dan pengambilan data bulan Mei-Juni 2008.

C.Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah apoteker-apoteker di Rumah Sakit Umum Daerah

di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

D.Instrumen

Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner. Pembuatan kuesioner

didasarkan pada perumusan masalah dan tujuan penelitian yang disajikan dalam

bentuk pertanyaan berstruktur. Kuisioner yang digunakan dibagi menjadi dua bagian,

bagian pertama mengenai karakteristik maupun data responden yang meliputi :

jabatan responden, lama responden mengemban jabatan, dan lama responden bekerja

sebagai apoteker. Bagian kedua kuesioner terdiri pertanyaan-pertanyaan, yang

mengarah pada tujuan penelitian yaitu mengetahui kesesuaian pelaksanaan Standar

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah


(51)

E. Tata Cara Pengumpulan Data

1. Analisis situasi

Dilakukan dengan mencari data dari Dinas Kesehatan Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta tentang jumlah apoteker di Rumah Sakit Umum Daerah di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan penelusuran pustaka. Pada analisis situasi

juga dilakukan pencarian data jumlah apoteker secara langsung di setiap Rumah Sakit

Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pemastian data yang

diperoleh sebelumnya. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta adalah :

Tabel I. Apoteker di Rumah Sakit Umum Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta

No. Nama rumah sakit Jumlah apoteker (populasi) 1 RSUD Kota Yogyakarta 3

2 RSUD Sleman 2

3 RSUD Wonosari 3

4 RSUD Wates 2

5 RSU Penembahan Senopati Bantul 2

Total 12

Data jumlah apoteker melalui pencarian langsung adalah :

Tabel II. Apoteker di Rumah Sakit Umum Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta

No. Nama rumah sakit Jumlah apoteker (populasi)

Jumlah yang bersedia diteliti

(responden) 1 RSUD Kota Yogyakarta 5 5

2 RSUD Sleman 2 2

3 RSUD Wonosari 3 3

4 RSUD Wates 2 2

5 RSU Penembahan Senopati Bantul

2 0


(52)

Pencarian data subyek penelitian dilakukan setelah mendapatkan ijin dari

Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta cq. BAPEDA Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta dan kemudian ijin dari setiap Pemerintah Daerah yang ada di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Perijinan dilakukan bulan April 2008 dan

terdapat salah satu Rumah Sakit Umum Daerah yang tidak bersedia untuk diteliti

tanpa memberikan alasan yang yang jelas. Penolakan penelitian dikomunikasikan

melalui telepon, 2 minggu setelah proses pemasukkan syarat-syarat.

Sevilla, Ochave, Punsalon, Regala, and Uriarte (1993) menyebutkan bahwa ukuran minimum jumlah subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian

deskriptif adalah 10% dari populasi, untuk populasi yang sangat kecil diperlukan

minimum 20%. Namun demikian tidak ada satu formula pun yang dapat digunakan

secara umum untuk semua penelitian (Pratiknya, 2001).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka subyek penelitian sebanyak 12 apoteker telah

memenuhi persyaratan.

2. Pembuatan kuesioner

Kuesioner merupakan suatu instrumen pengumpulan data dalam penelitian

sosial. Dengan kuesioner tersebut peneliti menggali informasi dari responden (orang

yang menjadi subyek penelitian) (Adi, 2004).

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang di

dalamnya memuat sejumlah pertanyaan yang disesuaikan dengan rumusan masalah


(53)

3. Pengujian kuesioner

a. Uji validitas isi

Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur

dalam melaksanakan fungsi ukurnya. (Azwar, 2003). Suatu alat ukur dikatakan valid

(benar/sahih) jika alat ukur tersebut jitu untuk mengukur konsep/variabel yang diukur

(Adi, 2004). Validitas yang diukur dalam kuesioner ini adalah validitas isi. Validitas

isi merupakan tingkat representativitas isi atau substansi pengukuran terhadap konsep

(pengertian) variabel sebagaimana dirumuskan (Praktiknya, 1991). Validitas isi

merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes/kuisioner

dengan analisis rasional atau lewat professional judgment. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah “sejauh mana pertanyaan dalam tes/kuisioner

mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur” atau sejauh mana isi

tes/kuisioner mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur. Isi dari kuisioner

tersebut tidak saja harus komprehensif akan tetapi harus pula memuat hanya isi yang

relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur (Azwar, 2003). Sebelum kisi-kisi

dijadikan pedoman penyusunan butir-butir soal instrumen penelitian, terlebih dahulu

harus ditelaah dan dinyatakan baik. Penelaah harus dilakukan oleh orang yang

berkompeten di bidang yang bersangkutan, atau yang dikenal dengan istilah penilaian

oleh ahlinya (Expert judgment) (Nurgiyantoro, 2002). b. Uji pemahaman bahasa

Merupakan uji pendahuluan yang berfungsi untuk mengetahui sejauh mana


(54)

dipahami oleh responden, termasuk di dalamnya kesalahan pengetikan, pengejaan

kata-kata dan susunan kalimat. Uji pemahaman bahasa diasumsikan telah terwakili

dengan dilakukan uji validitas isi.

c. Uji reliabilitas

Suatu alat ukur dikatakan reliable (dapat dipercaya) jika alat ukur tersebut mantap, tepat dan homogen. Suatu alat ukur dikatakan mantap apabila dalam

mengukur sesuatu berulang kali, alat ukur tersebut memberikan hasil yang sama,

dengan syarat kondisi pengukuran tidak berubah. Suatu pertanyaan (alat ukur)

dikatakan tepat apabila pertanyaan tersebut mudah dimengerti dan terperinci. Suatu

alat ukur dikatakan homogen apabila pertanyaan-pertanyaan yang dibuat untuk

mengukur suatu karakteristik mempunyai kaitan yang erat satu sama lain (Adi, 2004).

Reliabilitas kuesioner penelitian ini tidak perlu diuji lagi karena pertanyaan

dalam angket/kuesioner berupa pertanyaan yang langsung terarah pada informasi

mengenai data yang hendak diungkap yang berpedoman pada Kepmenkes RI Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004.

4. Penyebaran kuesioner

Kuesioner langsung disebarkan kepada responden sesuai jadwal yang

disepakati oleh responden dan peneliti. Peneliti dapat menunggu jika responden

menginginkan agar dapat dilakukan wawancara setelah pengisian kuesioner. Jika

responden berhalangan mengisi saat itu juga, maka kuesioner tersebut akan ditinggal


(55)

5. Pengumpulan kuesioner

Kuesioner langsung dikumpulkan saat itu juga atau diambil setelah beberapa

waktu. Periode penyebaran hingga pengumpulan kuisioner yaitu Mei-Juni 2008.

Jumlah kuesioner yang dikumpulkan kembali sebanyak 12, sama dengan jumlah

kuesioner yang disebarkan.

6. Wawancara

Wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan

sejumlah pertanyaan lisan, untuk dijawab secara lisan pula (Nawawi, 1998).

Wawancara dapat dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh (Mardalis, 2006).

Pada penelitian ini dilakukan wawancara tentang hambatan pelayanan farmasi dan

wawancara yang meliputi pekerjaan apoteker pada fungsi pelayanan maupun fungsi

manajerial serta wawancara terbuka yang dapat memperjelas jawaban kuisioner.

Dilakukan wawancara kepada 2 responden masing-masing Rumah Sakit Umum

Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil wawancara dapat dilihat pada

bagian lampiran 5 dan pembahasan.


(56)

F. Analisis Data

Teknik analisis yang umumnya digunakan untuk menganalisis data pada

penelitian-penelitian deskriptif ialah dengan menggunakan tabel dan grafik (Kontour,

2003). Penelitian ini menggunakan analisis data statistik deskriptif dalam bentuk

persentase dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik/diagram. Analisis data

dimulai dengan mengelompokkan data menurut tiap-tiap pertanyaan dalam kuisioner

kemudian menghitung jumlah total untuk tiap alternatif jawaban. Dikatakan telah

melaksanakan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes

RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 apabila persentasenya sama atau lebih dari 60%

dan jika kurang dari 60% maka dikatakan belum melaksanakan Standar Pelayanan

Farmasi di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 tersebut.

G.Kesulitan Penelitian

Terdapat Rumah Sakit Umum Daerah tertentu yang tidak bersedia diteliti

sehingga semua apoteker yang berpraktek di rumah sakit umum daerah tersebut tidak


(57)

36 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Responden

Berdasar hasil penelitian didapatkan data responden yang meliputi jabatan saat ini di Rumah Sakit, lama pengalaman dalam mengemban jabatan, dan lama pengalaman bekerja sebagai Apoteker.

1. Jabatan responden saat ini di Rumah Sakit.

Adanya jabatan responden yang berbeda, berpengaruh pada jawaban kuesioner yang diberikan responden. Sebagian besar responden dengan jabatan kepala IFRS dan yang menjabat sebagai kepala IFRS sekaligus sekretaris K/PFT pertanyaan kuesioner yang tidak dijawab lebih sedikit dibanding dengan pertanyaan kuesioner yang tidak dijawab oleh responden yang menjabat sebagai apoteker bagian.

Tabel V. Jabatan responden saat ini di Rumah Sakit

No. Jabatan saat ini Jumlah

responden

Persentase (%)

1 Kepala IFRS 1 8,33

2 Sekretaris K/PFT 0 0

3 Kepala IFRS sekaligus Sekretaris

K/PFT 3 25

4 Apoteker bagian... 8 66,67

Total 12 100

2. Lama pengalaman responden dalam mengemban jabatan saat ini.

Lama pengalaman responden mengemban jabatan tidak berpengaruh pada jawaban kuesioner namun pada Rumah Sakit Umum Daerah yang memiliki lebih dari 2 responden hanya responden yang telah mengemban jabatan lebih dari  


(58)

   

3 tahun yang dipilih oleh Instalansi Farmasi Rumah Sakit untuk mendapat kesempatan wawancara.

Tabel VI. Lama pengalaman responden dalam mengemban jabatan saat ini

No. Lama mengemban jabatan saat ini Jumlah responden

Persentase (%)

1 Kurang dari 1 tahun 0 0

2 1-2 tahun 3 25

3 2-3 tahun 2 16,67

4 Lebih dari 3 tahun 7 58,33

Total 12 100

1. Lama pengalaman responden bekerja sebagai Apoteker.

Tabel VII. Lama pengalaman responden bekerja sebagai Apoteker

No. Lama bekerja sebagai Apoteker Jumlah

responden Persentase (%)

1 Kurang dari 1 tahun 0 0

2 1-3 tahun 2 16,67

3 3-5 tahun 2 16,67

4 Lebih dari 5 tahun 8 66,66

Total 12 100

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi menyebutkan bahwa pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh apoteker yang minimal memiliki pengalaman selama 2 tahun. Dari data 10 responden telah berpengalaman lebih dari 2 tahun, dan 2 responden berpengalaman antara 1-3 tahun.


(59)

   

B. Kesesuaian Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004

Standar pelayanan farmasi di Rumah Sakit terdiri dari 8 bagian, yaitu tujuan penyelenggaraan standar pelayanan farmasi rumah sakit; standar pelayanan farmasi rumah sakit; administrasi dan pengelolaan, staf dan pimpinan; fasilitas dan peralatan; kebijakan dan prosedur; pengembangan staf dan program pendidikan; evaluasi dan pengendalian mutu.

1. Tujuan penyelenggaraan standar pelayanan farmasi rumah sakit

Tabel VIII. Kesesuaian Pelaksanaan Tujuan Penyelenggaraan Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit

Semua pelaksanaan kegiatan kefarmasian di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit sesuai dengan tujuan penyelengaraan yang tertera pada Kepmenkes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004.

Pertanyaan (%)

Ya

(%) Tidak Apakah SPFRS digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan pelayanan farmasi di Rumah Sakit

100 0 Apakah SPFRS digunakan untuk memperluas

fungsi dan peran apoteker farmasi di Rumah Sakit

100 0

Apakah SPFRS digunakan untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak


(60)

   

2. Standar pelayanan farmasi rumah sakit

Dari hasil penelitian (tabel IX) sebesar 8% responden tidak mengisi jawaban pertanyaan mengenai :

a. Pengkajian instruksi pengobatan/resep pasien oleh apoteker.

Dikarenakan tidak mengetahui pasti apoteker yang bertugas pada pelayanan melakukan/tidak pengkajian instruksi pengobatan/resep pasien.

b. Penyiapan nutrisi parenteral oleh apoteker.

Dikarenakan selama ini apoteker tidak dilibatkan dalam kegiatan nutrisi parenteral.

c. Terdapat label obat pada kebijakan dan prosedur obat tertulis.

Dikarenakan pemberian label obat termasuk kegiatan penyiapan obat sehingga tidak diperlukan prosedur tertulis.

d. Terdapat prosedur tertulis yang harus ditaati bila terjadi kontaminasi.

Dikarenakan Rumah Sakit Umum Daerah tidak menggunakan obat-obat yang bersifat sitostatika sehingga sangat kecil kemungkinan dapat terjadi kontaminasi. Bagi pasien yang memerlukan obat yang bersifat sitostatika akan dirujuk pada rumah sakit lainnya.

Dari hasil penelitian juga terdapat jawaban pertanyaan yang tidak sesuai dengan pelaksanaan Kepmenkes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 yaitu : a. Dilakukan produksi perbekalan farmasi oleh IFRS

Semua IFRS melakukan produksi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Setiap bentuk produksi di rumah sakit tidak dapat memenuhi prosedur yang telah ditetapkan yaitu Farmakope Indonesia edisi IV.


(61)

   

Hal ini dapat dicontohkan pada resep puyer permintaan dokter anak (misal : luminal, klorfeniramina maleat, siproheptadina hidroklorida, fenilhidrazina dan parasetamol) dengan dosis kurang dari 50 mg. Prosedur keseragaman sediaan tidak mungkin dilakukan di Instalansi Farmasi Rumah Sakit baik dari segi sumber daya manusia dan peralatan. Ketentuan CPOB juga tidak dapat dilakukan dalam farmasi rumah sakit sehingga seharusnya produksi tidak dapat dilakukan pada IFRS.

b. Penyiapan nutrisi parenteral oleh apoteker

Sebagian besar apoteker Rumah Sakit Umum Daerah tidak dilibatkan dalam penyiapan nutrisi parenteral. Penanganan nutrisi parenteral oleh apoteker rumah sakit juga berkaitan dengan pencegahan kemungkinan adanya resiko interaksi antara nutrisi parenteral dan obat lain yang dikonsumsi pasien yang dapat mengakibatkan kegagalan terapi. Pentingnya peran apoteker dalam penyiapan nutrisi parenteral seharusnya menjadi alasan utama diperlukannya apoteker dalam kegiatan ini.

c. Apoteker harus terlibat langsung dalam perumusan keputusan tentang pelayanan farmasi dan penggunaan obat

Semua apoteker yang berpraktek di Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terlibat langsung dalam perumusan keputusan tentang pelayanan farmasi dan penggunaan obat. Keadaan ini tidak sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 bahwa hanya apoteker kepala IFRS yang terlibat secara langsung pada perumusan keputusan tentang pelayanan farmasi dan penggunaan obat


(62)

   

d. Jumlah dan kualifikasi staf farmasi disesuaikan dengan masing-masing keadaan rumah sakit

Sebagai pengelola dan pelaksana, apoteker IFRS dapat menyusun jumlah kebutuhan dan kualifikasi staf farmasi agar pelayanan farmasi rumah sakit dapat optimal dan sesuai kebutuhan pelayanan farmasi. Pada kenyataan, penyusunan jumlah kebutuhan dan kualifikasi staf farmasi di sebagian besar Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ditentukan oleh pihak rumah sakit dan permintaan penambahan jumlah dan kualifikasi staf farmasi sangat sulit dilakukan.

e. Tersedia fasilitas penyimpanan obat yang bersifat adiksi untuk menjamin keamanan setiap staf di farmasi rumah sakit

Obat-obat bersifat adiksi telah disimpan dalam tempat tersendiri namun tempat penyimpanan tidak sesuai persyaratan dikarenakan jumlah obat terbatas sehingga pemantauan mudah dilakukan meskipun tanpa tempat penyimpanan yang sesuai persyaratan.

f. Obat hanya dapat diberikan setelah mendapat pesanan dari dokter dan setelah apoteker menganalisa secara kefarmasian

Adanya analisis kefarmasian oleh apoteker dapat mencegah terjadinya medication error sehingga kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen dalam mengkonsurnsi obat terpenuhi.

Apoteker dalam melaksanakan kewajibannya harus mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam dan juga memperhatikan waktu pelayanan yang tidak terlalu lama untuk setiap pasien. Banyaknya pasien pada


(63)

   

waktu praktek dokter yang bersamaan menjadi alasan apoteker tidak menganalisis obat yang diminta oleh dokter.

g. Bahan berkhasiat obat ditulis dengan nama generik

Dalam IFRS terdapat beberapa resep yang masuk dengan berisi nama obat-obat dagang, sesuai dengan permintaan dokter sebagai penulis resep. Dokter yang berpraktek di rumah sakit pemerintah berkewajiban menuliskan resep dengan nama generik untuk pasien dan unit pelayanan kesehatan milik pemerintah berkewajiban menyediakan obat generik.

h. Terdapat prosedur tertulis yang harus ditaati bila terjadi kontaminasi staf. Adanya prosedur dapat menjamin keamanan dan keseelamatan kerja staf yang bekerja.

i. Adanya sistem yang mendokumentasikan penggunaan obat yang salah

Kegiatan dokumentasi penggunaan obat yang salah diperlukan sebagai data evaluasi penggunaan obat. Kegiatan ini terlaksana apabila terdapat partisipasi masyarakat/pasien kepada apoteker. Sebagian besar masyarakat yang termasuk pasien tidak menginformasikan tentang penggunaan obat yang salah sehingga beberapa responden menyatakan kegiatan dokumentasi penggunaan obat yang salah belum pernah dilakukan. Apabila terjadi kejadian tersebut pasien berkonsultasi dengan dokter dan tidak terdapat komunikasi dengan apoteker.

j. Apoteker melakukan penyusunan program pengembangan staf.

Terbatasnya jumlah staf yang tidak sebanding dengan banyaknya pelayanan menjadi alasan responden menyatakan bahwa program pengembangan staf hampir tidak dilakukan.


(64)

   

Tabel IX. Kesesuaian Pelaksanaan Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit

Pertanyaan Ya Tidak (%) (%)

Apakah pernah dilaksanakan penelitian di bidang farmasi dan

peningkatan metoda 100 0

Apakah telah dilaksanakan KIE 100 0

Apakah IFRS memproduksi perbekalan farmasi 58 42 Apakah IFRS mendistribusikan perbekalan farmasi 83 17

Apakah apoteker mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien 83 17 Apakah apoteker melakukan penyiapan nutrisi parenteral 9 83 Apakah apoteker melakukan pencatatan dan pelaporan

kegiatan 83 17

Apakah IFRS melakukan penyebarluasan hasil pertemuan 92 8 Apakah tidak harus dilakukan evaluasi terhadap pelayanan

farmasi tiap 3 tahun 17 83

Apakah semua apoteker harus terlibat langsung dalam

perumusan keputusan 100 100

Apakah IFRS dipimpin oleh Apoteker 100 0 Apakah dalam pelayanan farmasi Apoteker dibantu oleh

Tenaga Ahli Madya Farmasi (D-3), Tenaga Menengah Farmasi (AA), dan tenaga administrasi

100 0

Apakah jumlah dan kualifikasi staf farmasi disesuaikan dengan

keadaan rumah sakit 50 50

Apakah di IFRS tersedia fasilitas pemberian informasi dan

edukasi 83 17

Apakah di IFRS tersedia fasilitas penyimpanan arsip resep 83 17 Apakah di IFRS tersedia fasilitas penyimpanan obat yang

bersifat adiksi 54 46

Apakah setiap prosedur yang tertulis tidak harus dibuat Ka. Ins.,

P/KFT serta apoteker 25 75

Apakah obat hanya diberikan setelah mendapat pesanan dari

dokter dan setelah apoteker menganalisa secara kefarmasian 58 42

Apakah bahan berkhasiat obat ditulis dengan nama generik 58 42 Apakah label obat termasuk kebijakan dan prosedur tertulis 83 9

Apakah CPOB termasuk kebijakan dan prosedur obat tertulis 75 25 Apakah terdapat prosedur tertulis yang harus ditaati bila terjadi

kontaminasi terhadap staf 42 50

Apakah ada sistem dokumentasi penggunaan obat yang salah 25 75 Apakah apoteker menyusun program pengembangan staf 58 42


(65)

   

3. Administrasi dan pengelolaan 

Tabel X. Kesesuaian Pelaksanaan Administrasi dan Pengelolaan Pertanyaan

(%) Ya

(%) Tidak

Apakah PFT sekurang-kurangnya terdiri dari

3 (tiga) Dokter, Apoteker, dan Perawat 75 17 Apakah yang menjadi Sekretaris PFT adalah

Apoteker IFRS atau apoteker yang ditunjuk 92 0 Apakah sedikitnya 2 (dua) bulan sekali PFT

mengadakan rapat secara teratur 42 50

Apakah PFT berfungsi mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisi formularium tersebut

92 0

Apakah PFT melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat dengan mengkaji medical record dibanding dengan standar diagnosa dan terapi

67 33

Apakah PFT mengumpulkan dan meninjau

laporan mengenai efek samping obat 58 17 Apakah Apoteker membuat formularium

berdasarkan hasil kesepakatan PFT 100 0

Apakah Dokter tidak dapat memilih obat paten tertentu berdasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi

8 92

Apakah Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat yang digunakan mendiagnosis dan mengobati pasien

100 0

Apakah Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit melakukan pendidikan tentang pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit

33 50

Apakah Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit pernah melakukan penelitian (surveilans) infeksi nosokomial di rumah sakit

8 67

Apakah Apoteker tidak harus berperan dalam

tim transplantasi 50 50

Apakah Pendataan dan Pelaporan kegiatan Farmasi dilakukan secara otomatisasi dengan menggunakan komputer ( soft ware)


(1)

BAB IV

Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat Petugas Kesehatan

Lainnya

Pasal 13

Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan.

Pasal 14

Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.

BAB V

Penutup

Pasal 15

Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasian sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.


(2)

Lampiran 5. Hasil Wawancara

Wawancara I

Dalam pelaksanaan pelayanan farmasi rumah sakit setiap kegiatan manajemen dibawah kendali apoteker. Kegiatan seperti perencanaan, pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian dilakukan apoteker dengan staf sebagai pelaksana. Apoteker melakukan perencanaan dengan melakukan pemilihan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan, kemudian dilakukan pendataan yang sebagian besar dilakukan secara manual. Selain manajerial, apoteker farmasi rumah sakit juga bertanggung jawab atas pelayanan kefarmasian yang diberikan dengan dibantu asisten apoteker. Asisten apoteker banyak membantu pada proses pengecekan bagian akhir dari resep sebelum obat diserahkan dan peracikan obat.

Panitia Farmasi dan Terapi dalam rumah sakit tidak menggunakan susunan keorganisasian seperti Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Setiap anggota saling bertanggung jawab atas beban masing-masing. Pemberian Konsultasi, Informasi dan Edukasi belum sepenuhnya dilakukan. Selama ini, masyarakat belum terbuka mengenai permasalahan seputar obat. Kegiatan Konsultasi, Informasi dan Edukasi di rumah sakit juga belum mendapat sarana prasarana khusus sehingga kegiatan Konsultasi, Informasi dan Edukasi dilakukan pada ruang penyerahan obat.

Hambatan peningkatan pelayanan farmasi adalah :


(3)

ƒ Fasilitas yang terbatas, hanya terdapat software untuk billing

ƒ Jam buka poliklinik yang hampir bersamaan sehingga pelayanan farmasi rawat jalan tidak maksimal.

Wawancara II

Pelaksanaan pelayanan farmasi rumah sakit baik kegiatan manajemen maupun pelayanan dikendalikan oleh apoteker. Dikerjakan dengan bersama-sama dan terbuka. Banyaknya pasien yang menggunakan subsidi pemerintah (hampir 80%) berpengaruh pada menurunnya kebutuhan penyusunan formularium oleh apoteker-apoteker yang menjalankan praktek namun tetap ada panduan formularium sebelumnya.

Dalam rumah sakit tidak terdapat Panitia Farmasi Terapi. Setiap medication

error pada pasien rawat jalan diminimalisasi dengan bertahap, yaitu dengan skrining

resep ketika masuk, penyiapan obat, dan pemberian informasi oleh petugas ketika obat diserahkan. Sebagian besar tingkat kalangan pasien yang dilayani adalah menengah kebawah sehingga pelayanan farmasi yang diberikan berpusat pada pemenuhan kebutuhan.

Hambatan peningkatan pelayanan farmasi adalah :


(4)

ƒ Kebutuhan masyarakat yang minimum akan upaya kesehatan

ƒ Jam buka poliklinik yang hampir bersamaan sehingga pelayanan farmasi rawat jalan tidak maksimal.

Wawancara III

Dalam pelayanan, apoteker kepala Instalansi Farmasi Rumah Sakit mengendalikan bagian manajerial. Siklus manajemen diatur oleh apoteker sehingga setiap kegiatan dapat dikendalikan dengan baik. Apoteker selain kepala Instalansi Farmasi Rumah Sakit bertanggung jawab atas pelayanan.

Pasien dengan menggunakan subsidi pemerintah maupun pasien umum berjumlah sebanding. Terdapat Panitia Farmasi dan Terapi di rumah sakit namun tidak melakukan pertemuan selama beberapa tahun. Kegiatan Konsultasi, Informasi dan Edukasi dilakukan jika terdapat masyarakat yang memerlukan dan dengan menarik keluarga pasien tertentu yang memerlukan Konsultasi, Informasi dan Edukasi.

Hambatan peningkatan pelayanan farmasi adalah :

ƒ Sumber Daya Manusia yang tidak memadai (jumlah apoteker sangat minimum)

ƒ Fasilitas yang tidak memadai terutama sistem komputerisasi untuk pendataan.

ƒ Jam buka poliklinik yang hampir bersamaan sehingga pelayanan farmasi rawat jalan tidak maksimal.


(5)

Wawancara IV

Apoteker yang berpraktek, masing-masing bertanggung jawab atas pelayanan dan sistem regulasi manajemen. Apoteker kepala Instalansi Farmasi Rumah Sakit berfungsi utama sebagai penggerak dan pengembang pelayanan.

Terdapat Panitia farmasi Terapi dan tim Instalansi Farmasi dan Terapi yang setiap minggu mengadakan pertemuan dengan melibatkan seluruh bagian pelayanan. Dalam pertemuan dibicarakan masalah yang harus diputuskan bersama, kegiatan yang dilakukan dan pelaporan, serta informasi/masukan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan.

Hambatan peningkatan pelayanan farmasi adalah :

ƒ Belum adanya tenaga apoteker yang berkompeten mengenai farmasi klinik.

ƒ Tidak adanya sistem komputerisasi untuk pendataan.

ƒ Jam buka poliklinik yang hampir bersamaan sehingga pelayanan farmasi rawat jalan tidak maksimal.


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama Agustina Kurniari Kusuma, lahir di kota Yogyakarta pada tanggal 27 Agustus 1986 sebagai anak pertama dari pasangan Waris Bintarto dan Sri Trismiyati. Penulis menyelesaikan sekolah di Taman Kanak-Kanak Pertiwi Prambanan tahun 1992, Sekolah Dasar Negeri II Prambanan tahun 1998, Sekolah Lanjut Tingkat Pertama Negeri I Kalasan tahun 2001, Sekolah Menengah Umum Negeri 6 Yogyakarta tahun 2004, dan melanjutkan studi di  Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2004. Semasa kuliah penulis pernah menjadi tim LITBANG Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta periode 2004-2005, tim Pendamping Kelompok Panitia Tiga Hari Temu Akrab Farmasi 2005-2006, Pembina Pendamping Kelompok Panitia Tiga Hari Temu Akrab Farmasi 2006-2007, dan seksi Acara Persekutuan Mahasiswa Kristen Apostolos tahun 2004-2006.  


Dokumen yang terkait

Pengaruh Anggaran Pemerintah Daerah (Pemda) Terhadap Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie Tahun 2009

1 60 117

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1350/MENKES/SK/XII/2004 tentang Rumah sakit umum daerah Jampangkulon Kabupaten Sukabumi - [PERATURAN]

0 2 2

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13/MENKES/SK/I/2004 Peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah Mataram milik pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat - [PERATURAN]

0 3 2

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 428/MENKES/SK/III/2004 tentang Rumah sakit umum daerah Landak milik pemerintah Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat - [PERATURAN]

0 3 2

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 778/MENKES/SK/VII/2004 tentang Peningkatan kelas rumah sakit umum daerah Pemerintah Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur - [PERATURAN]

0 2 2

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 931/MENKES/SK/2003 Tentang Rumah Sakit Umum Daerah Balung Kabupaten Jember - [PERATURAN]

0 2 2

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 1197/MENKES/ SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH WONOGIRI BULAN JUNI 2008.

0 0 11

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BULAN JULI 2008.

0 2 13

Pendapat dokter umum di Rumah Sakit Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap peran apoteker : berdasarkan keputusan menteri kesehatan nomor 1197/Menkes/SK/2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit - USD Repository

0 0 112

Kesesuaian pelaksanaan standar pelayanan farmasi di Rumah Sakit Berdasarkan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 di Rumah Sakit umum daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta - USD Repository

0 0 99