PERSEPSI DOKTER DAN PERAWAT TENTANG PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN FARMASI KLINIK DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(1)

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh MUSTIKA RESTRIYANI

20120350071

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

PERSEPSI DOKTER DAN PERAWAT TENTANG PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN FARMASI KLINIK DI RUMAH SAKIT PKU

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh MUSTIKA RESTRIYANI

20120350071

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

iii

NIM : 20120350071

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Judul : Persepsi Dokter dan Perawat tentang Peran Apoteker dalam Pelayanan Farmasi Klinik Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian Akhir Karya Tulis ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 16 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan

Mustika Restriyani NIM:20120350071


(4)

iv

HALAMAN MOTTO

“sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (Q.S al-

insyirah : 6)

“terus berbenah, meski masih ada kesalahan yang

didapatkan”

“ suksesmu hari ini bukan hanya berkat usahamu, namun

juga doamu dan orang-orang yang mendoakanmu,


(5)

v

nasihat, dukungan, dan do’anya sehingga saya bisa menyelaesaikan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai tugas akhir untuk mendapat gelar Sarjana Farmasi 2. Faizal Reza Wahyudi dan Yuliana Asmi selaku Kakak dan juga adik penulis yang turut mendoakan dan menyemangati dalam menyelesaikan Karya Tulis Ini

3. Pembimbing saya, Nurul Maziyyah, M.Sc.,Apt yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing saya demi terselesainya tugas akhir ini dengan tekun dan sabar

4. Teman – teman kontrakan Ama, Isma dan Fera yang membantu dalam menyusun KTI ini, terimakasih sudah menjawab kebingunan saya

5. Teruntuk Asna, Ayin, Linda, Lita, Ila, Eka, Imas, Norma, Kiki yang tidak bosan-bosan menyemangati penulis dalam mengerjakan KTI

6. Seluruh anggota Aspartic 2012, tempat dimana penulis dapat berbagi pengalaman dan belajar

7. Teman teman IMM FKIK UMY, TBO SEDATIF UMY dan DPM KM-UMY terimakasih atas segala ilmu dan kebersamaannya.

Terimakasih kepada semua pihak yang sudah membantu penulis dalam rampungnya Karya Tulis ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT , karena dengan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah yang berjudul :

Persepsi Dokter dan Perawat tentang Peran Apoteker dalam Pelayanan Farmasi Klinik Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta”. Meskipun banyak hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaannya, namun penulis berhasil menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya

Karya tulis ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Ardi Pramono Sp.An.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Sabtanti Harimurti, S.Si., M.Sc., Ph.D., Apt selaku Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Yogyakarta. 3. Nurul Maziyyah, M.Sc.,Apt selaku dosen pembimbing. Terimakasih atas seluruh kesediaanya dalam membagi pengetahuan, memotivasi dan memberikan bimbingan kepada penulis.

4. Indriastuti Cahyaningsih M.Sc.,Apt dan Bangunawati Raharjeng M.Sc.,Apt yang telah bersedia menjadi dosen penguji serta telah banyak memberikan kritik dan saran yang membangun pada karya tulis ilmiah ini. 5. Seluruh bapak dan ibu dosen program studi farmasi UMY yang telah

memberikan banyak ilmu, nasihat dan motivasi selama penulis menuntut ilmu pada Program Studi Farmasi UMY


(7)

vii

6. Nurul Latifah, S.Farm.,Apt selaku pembimbing selama melakukan penelitian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

7. Pihak RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang telah bersedia membantu selama proses penelitian

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun proposal karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Yogyakarta,16 Agustus 2016

Mustika Restriyani NIM: 20120350071


(8)

viii DAFTAR ISI

KARYA TULIS ILMIAH ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Penelitian ... .1

B.Perumusan Masalah ... 4

C.Keaslian Penelitian ... 4

D.Tujuan Penelitian ... 5

E.Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A.Pekerjaan Kefarmasian ... 7

B.Pharmaceutical Care ( Asuhan Kefarmasian) ... 7

C.Farmasi Klinik ... 8

D.Peran Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit ... 10

E.Tenaga Kesehatan ... 11

F.Persepsi ... 13

H.Kerangka Konsep ... 15

I.Hipotesis ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

A.Desain Penelitian ... 17

B.Tempat dan Waktu... 17

C.Populasi dan Sampel ( Subjek Penelitian) ... 17

D.Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 19

E.Variabel Penelitian ... 19

F.Definisi Operasional ... 20

G.Instrumen Penelitian ... 21

H.Cara Kerja ... 22

I.Skema Langkah Kerja ... 23

J.Analisis Data ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A.Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 27

B.Deskriptif Karakteristik Responden ... 29

C.Analisis Persepsi Tenaga Kesehatan Terhadap Peran Apoteker dalam Pelayanan Farmasi Klinik Berdasarkan Persepsi ... 33


(9)

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep ... 15

Gambar 2. Skema Langkah Kerja ... 23

Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Profesi ... 30


(11)

xi

Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 30 Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Masa Kerja ... 31 Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Interaksi dengan Apoteker... 31 Tabel 7. Skor rata-rata kuesioner dan persepsi tenaga kesehatan per item

pernyataan ... 34 Tabel 8. Hasil uji One Way ANNOVA dan Independent Samples T-Test ... 36


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian ... 46 Lampiran 2. Informed Consent ... 47 Lampiran 3. Kuesioner Karakteristik Responden... 48 Lampiran 4. Kuesioner Persepsi Tenaga Kesehatan tentang Peran Apoteker dalam

Pelayanan Farmasi Klinik ... 49 Lampiran 5. Gambaran Persepsi Tenaga Kesehatan terhadap Pelayanan Farmasi

Klinik Di PKU Muhammadiyah Yogyakarta ... 50 Lampiran 6. Uji One Way ANNOVA ... 53 Lampiran 7. Uji Independent Sample T-Test ... 54


(13)

(14)

xiii INTISARI

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada pasien. Konsep ini melibatkan kerjasama antar tenaga kesehatan dan sudah banyak dilakukan oleh rumah sakit di luar Indonesia. Sementara di Indonesia, penerapan farmasi klinik masih terbatas dan belum maksimal. Persepsi tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk mengembangkan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi tenaga kesehatan terhadap peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik serta pengaruh karakteristik tenaga kesehatan terhadap persepsi tersebut di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif non-eksperimental. Penelitian dilakukan selama bulan Agustus 2015 - Maret 2016. Teknik pengambilan sampel menggunakan insidental sampling. Sebanyak 96 perawat dan 17 dokter diberikan kuesioner dengan 11 pernyataan mengenai pelayanan farmasi klinik. Analisis persepsi tenaga kesehatan dilakukan melalui penilaian kuesioner. Sedangkan analisis hubungan karakteristik responden terhadap persepsi menggunakan uji One Way ANNOVA dan Independent Samples T-Test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kesehatan setuju dengan peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik dengan skor rata-rata kelompok perawat sebesar 0,84 sedangkan kelompok dokter sebesar 0,8 dan skor total sebesar 0,83. Adapun nilai signifikansi berdasarkan karakteristik usia responden (0,697), jenis kelamin (0,158), profesi (0,322), lama masa kerja (0,080), interaksi dengan apoteker (0,094) dan bangsal jaga perawat (0,002). Kesimpulan penelitian ini adalah dokter yang mengikuti penelitian dan perawat setuju atas peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik. Karakteristik usia responden, jenis kelamin, profesi, lama masa kerja, interaksi dengan apoteker tidak mempengaruhi persepsi responden terhadap pelayanan farmasi klinik, sedangkan karakteristik bagsal jaga perawat berpengaruh.


(15)

xiv

clinical pharmacy is still limited and is not yet optimal. Health professionals perception is very important to develop clinical pharmacy service in the hospital. This study aims to determine perceptions of health professionals on the role of pharmacist in clinical pharmacy services, and the influence of health personnel characteristics on their perception in PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital.

This study is a descriptive non-experimental study. The study was conducted during August 2015 - March 2016. The sampling technique used was total sampling. A total of 96 nurses and 17 doctors were given questionnaire with 11 statements about clinical pharmacy services. Perception of health professionals was analyzed using questionnaire value, while analysis of relationship between the characteristics and respondent’ perceptions used One Way ANNOVA dan Independent Samples T-Test.

The results showed that health professionals agreed with the role of the pharmacist in clinical pharmacy service with mean score of nurse group was 0,84 while physician groups 0,8 and total mean score 0,83. The value of the significance from characteristic respondents for age (0,697), sexes (0,158), profession (0,322), length of work (0,08) and interaction with the pharmacist (0,094) does not affect the perception of the respondents. While the value of the significance of the characteristics of the work place (0,002) showed an effect on perception. In conclusion, the physicians that involved to the study and nurses are agreed on the role of pharmacist in clinical pharmacy services. Spearman test showed the characteristics of the age, length of work and interaction with a pharmacist affect the perception towards clinical pharmacy service.


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Pelayanan kesehatan masyarakat yang meningkat telah memicu farmasi klinik agar memberikan kontribusi terhadap perkembangan sistem pelayanan kesehatan. Salain itu, adanya kerumitan dalam memanajemen obat menjelaskan perlunya integrasi pelayanan farmasi dalam tim tenaga kesehatan (Hudson, et al., 2007). Farmasi klinik adalah perluasan peran dalam profesi farmasi yang tidak hanya berorientasi kepada obat namun juga kepada pasien dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas terapi obat. Aktifitas farmasi klinik terpusat kepada pasien, bekerja sama dan berkolaborasi antar profesi dengan dokter dan perawat dalam tim pelayanan kesehatan (Hepler, 2004;Miller, 1981).

Kolaborasi antara farmasi dengan tenaga kesehatan dalam kegiatan farmasi klinik memiliki manfaat terutama dalam mengurangi kesalahan dan efek samping pengobatan, mengurangi biaya pengobatan dan utility pelayanan kesehatan serta peresepan yang benar (Gillespie, 2012). Farmasi klinik mampu mengidentifikasi masalah penting terkait obat, meningkatkan kepatuhan pasien, memperbaiki peresepan, menyempurnakan hasil klinis, meningkatkan efektifitas biaya dan mempersingkat masa tinggal di rumah sakit. Selain itu, farmasis membantu dalam audit klinis dan penelitian (Aslam, dkk.,2003).

Salah satu yang mendasari dilaksanakannya farmasi klinik dalam pelayanan kesehatan rumah sakit di Indonesia adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan


(17)

kefarmasian di rumah sakit pasal 3 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik. Pengenalan farmasi klinik kepada tim tenaga kesehatan umumnya dokter dan perawat, akan meningkatkan interaksi dengan farmasi secara rutin (Gillespie, 2012). Oleh sebab itu, agar fungsi farmasi dan tenaga kesehatan lain dapat bekerja sama dengan baik maka diperlukan adanya peranan farmasi yang lebih luas. Hubungan kerjasama yang baik juga telah diperintahkan dalam islam, sebagaimana telah dijelaskan dalam Al- Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi :

ىﻮْﻘﱠﺘﻟا َو ِّﺮِﺒْﻟا ﻰَﻠَﻋ اﻮُﻧَوﺎﻌَﺗ َو

ِناوْﺪُﻌْﻟا َو ِﻢْﺛِْﻹا ﻰَﻠَﻋ اﻮُﻧَوﺎﻌَﺗ ﻻ َو

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”

Selain itu, kerjasama yang baik dapat dilihat dari bagaimana persepsi antar tenaga kesehatan terhadap kinerja masing-masing. Pengukuran persepsi dari tenaga kesehatan mengenai peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik ditujukan untuk melihat bagaimana respon dari para tenaga kesehatan terhadap perkembangan peran tersebut (Putra, 2013). Beberapa studi dilakukan untuk menggambarkan sikap dokter terhadap peran farmasi klinik. Di Sudan, dokter menjadi tidak nyaman dengan adanya apoteker yang merekomendasikan peresepan obat untuk pasien meskipun jenis pengobatan tersebut untuk penyakit minor. Namun, di Jordan situasinya berbeda dimana terdapat 63% dokter mengharapkan apoteker untuk mengajari pasien mereka mengenai keamanan dan


(18)

3

ketepatan penggunaan obat. Di samping itu, sebagian dokter menyetujui bahwa apoteker selalu dapat diandalkan sebagai sumber informasi obat.

Meskipun pelayanan dari apoteker mengalami perubahan di banyak negara, namun sebanyak 48,2% dari dokter-dokter di Kuwait tetap kurang nyaman dalam menyusun resep pasien bersama dengan apoteker. Di Libya dan United Arab Emirates (UAE) diketahui sedikit sekali interaksi antara dokter dan apoteker. Berdasarkan temuan dari salah satu penelitian menunjukkan hampir 70- 60% dokter di Libya dan UAE berturut-turut jarang atau tidak pernah melakukan diskusi dengan apoteker mengenai terapi obat yang diperolah pasien. Selanjutnya terlihat kurangnya kepercayaan dokter terhadap apoteker dalam memonitor tekanan darah dan menyediakan terapi pengganti (Abu-Garbieh, et al., 2010).

Penelitian yang serupa dilakukan di RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto dimana sebanyak 50% responden dokter setuju atau sangat setuju pada pernyataan peran apoteker dalam memberikan edukasi kepada pasien termasuk pemilihan obat tanpa resep dan peran apoteker dalam pemberian saran serta evaluasi terhadap resep yang ditulis dokter. Harapan para dokter adalah apoteker menjadi ahli dalam terapi obat dan edukator untuk penggunaan obat yang aman dan tepat (Hidayat dkk, 2014).

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta telah memulai farmasi klinik oleh apoteker pada tahun 1990-an. Kegiatan farmasi klinik berupa pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, pelayanan informasi obat, konseling, kunjungan ke bangsal, pemantauan terapi obat, monitoring efek samping obat, evaluasi penggunaan obat, dan dispensing sediaan


(19)

steril. Pelayanan farmasi klinik melibatkan kolaborasi antar tenaga kesehatan, untuk itu perlu dilakukan studi kepada para tenaga kesehatan mengenai persepsi dasar mereka atas peran apoteker dalam farmasi klinik agar diketahui kegiatan farmasi klinik yang belum mendapatkan persetujuan oleh tenaga kesehatan kemudian menyusun strategi sosialisasi dan pengembangan layanan farmasi klinik yang tepat.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang persepsi tenaga kesehatan terhadap peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi pihak rumah sakit untuk pertimbangan dalam mengembangkan farmasi klinik.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana persepsi dokter dan perawat terhadap peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ? 2. Bagaimana pengaruh karakteristik dokter dan perawat terhadap persepsi

mengenai peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan saat ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Berikut ini perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan :


(20)

5

Tabel 1. Keaslian Penelitian

No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan 1. Aditya

Putra (2013)

Persepsi Tenaga Kesehatan Terhadap Peran Apoteker dalam Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

-Respon positif adanya peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik, namun juga terdapat respon negatif oleh kelompok dokter maupun perawat

-Karakteristik dari responden yang dapat mempengaruhi persepsi antara lain usia, jenis kelamin, lama masa kerja di rumah sakit, dan interaksi responden dengan apoteker.

-Penelitian penulis dilakukan di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta

-Responden yang digunakan adalah Dokter dan Perawat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

-Kuesioner yang digunakan

menggunakan acuan yang berbeda.

2. Zaenuri S Hidayat., TunggulAdi Punruonugr oho, dan Vitis Vini Fera RU (2014)

Analisis Persepsi Dan Harapan Dokter Terhadap Peran Apoteker Di Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

- Mayoritas responden memiliki persepsi dan harapan yang baik terhadap peran apoteker. Responden laki-laki dan dokter spesialis/konsultan memiliki persepsi yang lebih baik.

-Penelitian penulis hanya mengukur persepsi

- Responden yang digunakan peneliti adalah Dokter dan perawat

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui persepsi dokter dan perawat terhadap peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Mengetahui pengaruh karakteristik dokter dan perawat terhadap persepsi mengenai peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.


(21)

E. Manfaat Penelitian 1. Pihak rumah sakit

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran persepsi dokter dan perawat terhadap peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik dan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengembangan pelayanan farmasi klinik ke depannya.

2. Bagi apoteker

Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan peran apoteker dalam pelayanan farmasi di rumah sakit khususnya di bidang farmasi klinik. 3. Bagi masyarakat

Diharapkan penelitian ini mampu mengembangkan sistem pelayanan kesehatan yang akan diterima masyarakat sehingga peningkatan kualitas hidup pasien menjadi lebih baik.

4. Bagi peneliti

Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di rumah sakit serta menjadi bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.


(22)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pekerjaan Kefarmasian

Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian dapat dilakukan di beberapa fasilitas pelayanan kefarmasian , seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat atau praktek bersama (Anonim, 2009).

B. Pharmaceutical Care ( Asuhan Kefarmasian)

Konsep asuhan kefarmasian merupakan sarana untuk meningkatkan manajemen obat terapi dengan melibatkan tim yang lebih besar dalam memantau efek obat yang tidak diinginkan secara terus-menerus, menilai efektifitas obat serta mengedukasi pasien (Hudson et al, 2007). Hepler menyatakan Pharmaceutical care merupakan tujuan awal dari farmasi klinik dan konsep ini dapat digunakan sebagai pedoman farmasi klinik dalam berkoordinasi dan membangun cara yang efektif dalam berkomunikasi (Gillespie, 2012).

Hepler dan Strand mendefinisikan pharmaceutical care sebagai bentuk tanggung jawab dari terapi obat yang diberikan dan bertujuan untuk


(23)

meningkatkan kualitas hidup pasien dengan hasil yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pharmaceutical care bukan hanya tentang apa yang dilakukan apoteker tetapi juga terkait apa yang harus pasien terima. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pharmaceutical care terdiri dari kelompok tenaga kesehatan yang berbeda meliputi farmasi, teknisi, dokter, dan perawat dan ditinjau dari kelompok multiprofesional tersebut maka kualitas pengobatan akan terjamin. Farmasi yang terlibat dalam menjalankan pharmaceutical care harus berusaha untuk mengembangkan praktek mandiri serta meningkatkan sistem yang memungkinkan untuk bekerjasama dengan profesi lainnya. Adapun upaya untuk meningkatkan praktek mandiri, farmasi harus mempunyai kemampuan dalam pemecahan masalah (problem solving) dan kemampuan berkomunikasi yang baik ditambah dengan pengetahuan obat-obatan serta terapi. Farmasi juga harus siap untuk bertanggung jawab lebih besar dalam memastikan pengobatan yang baik kepada pasien (Gillespie, 2012).

C. Farmasi Klinik

Definisi singkat dari American Collage of Clinical Pharmacy (ACCP, 2008), farmasi klinik sebagai suatu bentuk cakupan area baru terkait dengan ilmu pengetahuan dan dalam menggunakan obat yang rasional. Selain itu, farmasi klinik didefinisikan sebagai penerapan ilmu tentang obat untuk kepentingan penderita, dengan memperhatikan kondisi penyakit, penderita dan kebutuhannya untuk mengetahui terapi obat yang akan diberikan. Farmasi klinik memerlukan kedekatan hubungan yang professional antara apoteker, penderita, dokter, perawat


(24)

9

dan tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam memberikan perawatan kesehatan. Dengan kata lain, farmasi klinik adalah pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada penderita, obat dan antar disiplin tenaga kesehatan (Siregar, 2003).

Secara lengkap, farmasi klinik adalah disiplin ilmu kesehatan yang menyediakan pelayanan kepada pasien dengan mengoptimalisasi terapi pengobatan dan meningkatkan kesehatan serta pencegahan suatu penyakit. Praktek farmasi klinik merupakan salah satu wujud pemikiran dari pharmaceutical care (pelayanan kefarmasian) dengan menggabungkan orientasi pelayanan dan kemampuan khusus yang meliputi pengetahuan, pengalaman, serta pengamatan untuk tujuan menjamin outcome yang terbaik bagi pasien. Sebagai salah satu disiplin ilmu kesehatan, farmasi klinik juga mempunyai kewajiban untuk berkontribusi kepada perkembangan ilmu pengetahuan yang memajukan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat (ACCP, 2008).

Farmasi klinik memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai pengobatan yang digabungkan dengan pemahaman mengenai konsep biomedis, pharmaceutical, sociobehavioral, dan pengetahuan klinik. Tujuan terapi yang diinginkan oleh farmasi klinik dicapai dengan menggunakan pedoman terapi yang evidence-based (berdasarkan bukti), perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi terbaru, undang-undang yang bersangkutan, etika, sosial, budaya, ekonomi dan prinsip profesional (ACCP, 2008).

Berkenaan dengan hal itu, farmasi klinik mempunyai tanggung jawab untuk mengelola terapi pengobatan secara langsung dalam melayani pasien,


(25)

praktek dengan bebas atau berkonsultasi maupun berkolaborasi dengan profesi kesehatan lainnya. Peneliti farmasi klinik harus mampu menghasilkan, menyebarkan dan menerapkan ilmu pengetahuan baru yang berkontribusi untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Farmasi klinik merupakan seseorang yang ahli dalam menggunakan obat di lingkungan sistem pelayanan kesehatan. Secara rutin menyediakan evaluasi terapi pengobatan dan merekomendasikan kepada pasien dan profesi kesehatan lainnya. Farmasi klinik merupakan sumber informasi utama dengan berdasarkan bukti ilmiah, menjamin keamanan, tepat dan cost effective digunakan untuk pengobatan (ACCP, 2008).

D. Peran Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi dua kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan. Dalam pelaksanaannya apoteker juga harus mempertimbangkan faktor resiko (Anonim, 2014).

Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit menjelaskan pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien(quality of life) terjamin.


(26)

11

Pelayanan farmasi klinik di rumah sakit meliputi : a. Pengkajian dan pelayanan resep

b. Penelusuran riwayat penggunaan c. Rekonsiliasi obat

d. Pelayanan informasi obat (PIO) e. Konseling

f. Visite

g. Pemantauan terapi obat

h. Monitoring efek samping obat (MESO) i. Evaluasi penggunaan obat (EPO) j. Dispensing sediaan steril

k. Pemantauan kadar obat dalam darah

E. Tenaga Kesehatan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 pasal 1 ayat 1 tentang tenaga kesehatan yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Anonim, 1996) . Selain itu, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 1 ayat 6 tenaga kesehatan didefinisikan sebagai setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang


(27)

kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Anonim, 2009).

Tenaga kefarmasian merupakan salah satu tenaga kesehatan berdasarkan pasal 2 ayat 1 butir C di Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Selain itu, dalam pasal 2 ayat 4 menjelaskan tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker. Pada Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bahwa “Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan”, Ayat (2) ”Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan keahlian yang dimiliki”. Pasal 24 ayat (1) ”Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional”. Ayat (3)”Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri”.

Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pada Pasal 4 ayat (1), bahwa ”Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan memiliki izin dari menteri”. Berikut ini jenis tenaga kesehatan sesuai peraturan mentri kesehatan tersebut :


(28)

13

a. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi. b. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.

c. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.

d. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entemolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, adsministrator kesehtan dan sanitarian.

e. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.

f. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.

g. Tenaga keteknisian medis meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfuse dan perekam medis (Anonim, 1996) .

F. Persepsi

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2007), definisi persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Persepsi diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui ,mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati baik yang ada diluar maupun di dalam individu. Rangsangan tersebut diteruskan ke otak dan kemudian individu baru menyadari sesuatu yang dinamakan persepsi (Sunaryo, 2004).


(29)

Robbin dan Judge dalam bukunya (2008) mendefinisikan persepsi adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Adapun beberapa faktor yang mampu membentuk dan mengubah persepsi, antara lain:

a. Faktor dalam diri pembentuk persepsi : sikap, motif, minat, harapan dan pengalaman.

b. Faktor dalam diri objek : sesuatu yang baru, gerakan, suara, ukuran, latar belakang, kedekatan, kemiripan

c. Faktor situasi : waktu, keadaan kerja, keadaan sosial

G. Review Pelaksanaan Farmasi Klinik

Persentase pelayanan farmasi klinik yang disetujui oleh dokter dan perawat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yakni sebanyak 72% , sedangkan 26% menyatakan sangat setuju. Adapun pelayanan farmasi klinik di rumah sakit tersebut yaitu apoteker terlibat dalam pemilihan obat kepada pasien, mengetahui obat-obatan yang pernah atau sedang digunakan pasien, mengetahui data klinis dan penyakit pasien, mengidentifikasi profil pengobatan pasien, terlibat dalam penentuan dosis, memberikan informasi dan edukasi obat yang diberikan kepada pasien, mengawasi kemungkinan efek samping obat, melakukan kunjungan ke bangsal-bangsal untuk mengetahui perkembangan pasien, pusat informasi obat bagi tenaga kesehatan yang lain, melakukan penelitian terkait pengobatan di rumah sakit untuk mendukung pengobatan yang rasional, berpartisipasi dalam unit gawat darurat, dan membuat


(30)

15

buku pedoman terapi untuk rumah sakit serta memberikan pendidikan terkait obat dlingkungan rumah sakit. . Karakteristik responden yang dapat mempengaruhi persepsi antara lain usia, jenis kelamin, lama masa kerja di rumah sakit, dan interaksi responden dengan apoteker. Sedangkan karakteristik profesi, institusi dokter dan pembagian bangsal jaga perawat tidak mempengaruhi persepsi responden mengenai peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik (Putra, 2013).

Sedangkan di RSUD PROF. DR. Margono Soekarjo Purwokerto > 50% dokter setuju terkait dengan peran apoteker untuk memberikan edukasi kepada pasien, termasuk pemilihan obat tanpa resep untuk pasien, pemberian saran dan evaluasi terhadap resep yang ditutlis dokter (Hidayat dkk., 2014).

H. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep Faktor Dalam :

- Usia

- Jenis kelamin - Profesi

- Interaksi dengan apoteker

- Lama masa kerja

Faktor Situasi : - bangsal jaga

perawat Persepsi

Pelayanan Farmasi Klinik

Dokter Perawat


(31)

I. Hipotesis

1. Dokter dan perawat setuju terhadap peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.


(32)

17

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan rancangan penelitian non-eksperimental dan bersifat deskriptif. Data diambil melalui pemberian kuesioner kepada tenaga kesehatan yang bekerja di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Data tersebut berupa data primer dan termasuk data kuantitatif. Penyajian data dalam bentuk tabel atau diagram.

B. Tempat dan Waktu

1. Tempat : penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Waktu : penelitian dilakukan selama bulan Agustus 2015- Maret 2016.

C. Populasi dan Sampel ( Subjek Penelitian)

1. Populasi

Populasi adalah dokter dan perawat yang terdiri dari 40 dokter tetap dan 132 perawat bangsal yang bekerja di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.


(33)

2. Sampel

Sampel yang digunakan adalah dokter dan perawat yang bersedia menjadi responden. Adapun perhitunngan minimal sampel menggunakan rumus Slovin sebagai berikut (Umar, 2005) :

= 1 + Keterangan :

n : ukuran sampel N : ukuran populasi

e : persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir (10%)

N dokter = 40 e = 10%

=1 + 40.0,1 = 2840 N perawat = 132

e = 10%

= 132

1 + 132.0,12= 57

Berdasarkan perhitungan di atas sampel minimal untuk dokter adalah 28 orang. Sedangkan sampel minimal untuk perawat adalah 57 orang.

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik insidental sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila


(34)

19

dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2009).

D. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

1. Kriteria Inklusi

a. Dokter dan perawat yang bekerja di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

b. Dokter dan perawat yang pernah berinteraksi dengan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

c. Dokter dan perawat yang bersedia menjawab kuesioner. 2. Kriteria Eksklusi

Dokter dan perawat yang tidak dapat menyelesaikan kuesioner.

E. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin, profesi, lama masa kerja, interaksi dengan apoteker, dan bangsal jaga perawat serta pelaksanaan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2.Variabel terikat penelitian ini adalah persepsi tenaga kesehatan terhadap pelayanan farmasi klinik oleh apoteker.


(35)

F. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik dalam penelitian ini adalah perkembangan dari bentuk tugas dan tanggung jawab apoteker sesuai dengan pedoman farmasi klinik yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit.

2. Profesi tenaga kesehatan adalah pekerjaan responden di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan terbagi dalam 2 kategori yaitu dokter dan perawat.

3. Persepsi yang dimaksud adalah pandangan dari dokter dan perawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta terhadap peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik melalui pengisian kuesioner dengan menjawab setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan yang diberikan.

4. Data Karakteristik Responden

a.Usia adalah umur responden saat pengisian kuesioner yang dinyatakan dalam tahun, berdasarkan penelitian sebelumnya (Putra, 2013) kemudian dikategorikan ke dalam kelompok sebagai berikut :

1) <25 tahun 2) 25-34 tahun 3) 35-44 tahun 4) > 44 tahun


(36)

21

b. Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden yang terbagi menjadi kelompok laki-laki dan perempuan.

c. Lama masa kerja adalah seberapa lama pengalaman responden bekerja di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang dibagi ke dalam kelompok sebagai berikut :

1) 1 tahun 2) 1 - 5 tahun 3) >5 tahun

d. Interaksi dengan apoteker adalah gambaran frekuensi interaksi antara responden dengan apoteker dalam melakukan pelayanan kesehatan untuk pasien. Pilihan jawaban yang diberikan yaitu sering, jarang, dan tidak pernah.

e. Bangsal jaga perawat adalah bangsal tempat responden (perawat) bertugas di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

G. Instrumen Penelitian

Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner persepsi terhadap apoteker dalam penelitian ini diadaptasi dari kuesioner yang telah digunakan dan divalidasi dari peneliti sebelumnya di United Arab Emirate (UAE) oleh Abu-Garbieh et al pada tahun 2010 serta kuesioner yang telah digunakan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten (Putra, 2013). Responden memberikan centang (√) pada kolom pilihan jawaban yang telah disediakan dalam kuesioner.


(37)

Kuesioner terdiri dari dua bagian, yaitu :

1. Bagian pertama mengenai karakteristik responden seperti usia, jenis kelamin, lama masa kerja, profesi, interaksi responden dengan apoteker, dan bangsal jaga perawat.

2. Bagian kedua berisi pernyataan-pernyataan bentuk peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik.

H. Cara Kerja

1. Tahap persiapan yaitu tahap menyiapkan proposal penelitian, survey pendahuluan untuk memperoleh data yang diperlukan, studi literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian dan perizinan.

2. Tahap pelaksanaan yang dimulai dengan uji validitas dan reliabilitas kuesioner.

3. Tahap pengumpulan dan penelitian, meliputi kegiatan menemui sumber data atau responden untuk memperoleh data dengan menggunakan kuesioner. Setelah kuesioner terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data dan uji statistik.

4. Tahap penyusunan laporan dan penyajian hasil penelitian. Meliputi laporan hasil penelitian


(38)

23

I. Skema Langkah Kerja

Gambar 2. Skema Langkah Kerja J. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Selain itu, dapat menyajikan data yang mudah dipahami oleh khalayak.

1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Kuesioner yang akan disebarkan ke responden sebelumnya perlu pengujian validitas dan reliabilitas. Responden yang digunakan sebanyak 30 orang dari total 172 tenaga kesehatan (dokter dan perawat) untuk uji validitas

Uji validitas dan reliabilitas kuesioner

Penyebaran kuesioner

Pengolahan dan anlisis data

Pembuatan laporan hasil penelitian Pembuatan proposal, survey, studi literatur dan


(39)

dan reliabilitas diambil secara acak. Perbandingan jumlah dokter dan perawat adalah 7:23 orang.

Uji validitas dan reliabilitas dengan cara membandingkan r-hitung dengan r-tabel. Menurut Ghozali (2013), suatu item pernyataan dikatakan valid bila r- hitung positif dan lebih besar dari r-tabel. Nilai r-tabel untuk uji dua sisi dengan signifikansi 10% dapat dicari berdasarkan jumlah responden (N). Jumlah N= 30 didapat r tabel sebesar 0,3061. Dengan demikian suatu item pertanyaan dikatakan valid apabila memiliki harga koefisien korelasi lebih besar dari 0,3061.

Reliabilitas kuesioner diuji menggunakan metode cronbach’s alpha, dimana terdapat ketentuan dalam menentukan reliabilitas yaitu suatu variabel dapat dikatakan valid apabila memberikan nilai Cronbach’s Alpha >0,70 (Ghozali, 2013).

2. Analisis Statistik Deskriptif

.Proporsi masing-masing kelompok responden yang setuju dan tidak setuju dengan masing-masing pernyataan dihitung menggunakan analisis deskriptif. Karakteristik responden dilihat dari usia, jenis kelamin, profesi, lama masa kerja di rumah sakit, interaksi responden dengan apoteker serta bangsal jaga (untuk perawat) kemudian diukur menggunakan analisis statistik deskriptif. Sebaran digambarkan dalam bentuk diagram pie atau tabel.


(40)

25

a. Editing

Kuesioner yang sudah diisi oleh responden diperiksa kelengkapannya. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner yang diisi lengkap oleh responden.

b. Scoring

Penilaian kuesioner dilakukan dengan cara memberikan skor 1 untuk pernyataan yang disetujui oleh dokter dan perawat, sedangkan pernyataan yang tidak disetujui diberi skor 0.

c. Analyzing

Pengolahan data menggunakan SPSS. d. Interpretasi kuesioner

Pernyataan dikatakan setuju oleh dokter dan perawat apabila skor rata-rata kuesioner ≥ 0,5. Sedangkan skor rata-rata kuesioner yang tidak disetujui oleh dokter dan perawat apabila bernilai <0,5.

4. Analisis Uji One Way ANNOVA dan Independent Samples T-Test

Hubungan tiap karakteristik dengan persepsi responden dianalisis menggunakan uji One Way ANNOVA dan Independent Samples T-Test. Karakteristik yang akan dianalisis menggunakan uji One Way ANNOVA yaitu usia, lama masa kerja dan bangsal jaga perawat. Sedangkan uji Independent Samples T-Test digunakan untuk menganalisis karakteristik jenis kelamin, profesi dan interaksi dengan apoteker.


(41)

Pengambilan keputusan dilihat dari nilai signifikansi. Apabila nilai p < 0,05 maka terdapat perbedaan antar kelompok. Sedangkan jika nilai p > 0,05 maka tidak ada perbedaan antar kelompok.


(42)

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Responden yang digunakan untuk uji validitas sebanyak 30 tenaga kesehatan, terdiri dari 7 dokter dan 23 perawat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta di luar sampel yang akan digunakan . Suatu item pernyataan dikatakan valid bila r-hitung positif dan lebih besar dari r-tabel ( Ghozali, 2013). Nilai r-tabel untuk uji dua sisi dengan signifikansi 10% dapat dicari berdasarkan jumlah responden (N). Jumlah N= 30 didapat r-tabel sebesar 0,3061. Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa 11 item pernyataan dikatakan valid karena lebih besar dari r-tabel (0,3061). Adapun hasil uji validitas dapat dilihat pada tabel 2.

2. Uji Reliabilitas

Selain harus valid, instrument penelitian juga harus dapat dipercaya

(reliable). Pengujian reliabilitas kuesioner kali ini menggunakan Cronbach’s

Alpha. Dimana terdapat ketentuan dalam menentukan reliabilitas yaitu suatu

variabel dapat dikatakan valid apabila memberikan nilai Cronbach’s Alpha >0,70 (Ghozali, 2013). Hasil pengujian reliabilitas memperoleh nilai

Cronbach’s Alpha sebesar 0,705, sehingga kuesioner tersebut dapat dikatakan


(43)

Tabel 2. Hasil Uji Validitas Kuesioner

No Pernyataan hitung r- tabel r - Keterangan 1 Tenaga kesehatan bersedia untuk bekerja sama

dengan farmasi klinik a 0.3061 Tidak valid

2 Farmasi klinik adalah bagian penting dalam tim

Clinical Ward a 0.3061 Tidak valid

3 Farmasi klinik dapat meningkatkan kualitas

pelayanan pasien di rumah sakit a 0.3061 Tidak valid

4 Farmasi klinik dapat memperoleh pelatihan terkait topik medis tertentu untuk membantu melakukan

konseling pada pasien a 0.3061 Tidak valid

5 Farmasi klinik dalam tim Clinical Ward adalah syarat

untuk akreditasi rumah sakit a 0.3061 Tidak valid

6 Farmasi klinik mampu meminimalisir medication

error dan meningkan out come terapi 0.122 0.3061 Tidak valid

7 Terdapat peningkatan kebutuhan terhadap pelayanan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta a 0.3061 Tidak valid

8 Perwakilan farmasi klinik dalam komite terapi dan

kunjungan klinik di bangsal disukai 0.658 0.3061 Valid

9 Farmasi klinik mempunyai peran dalam edukasi

pengobatan pasien 0.696 0.3061 Valid

10 Farmasi klinik telah berperan penuh di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta 0.444 0.3061 Valid

11 Farmasi klinik secara rutin memberikan informasi mengenai alternatif obat yang Cost effective bagi

pasien 0.692 0.3061 Valid

12 Farmasi klinik perlu mengetahui data klinis dan

penyakit pasien dalam menangani pasien 0.483 0.3061 Valid

13 Farmasi klinik mengawasi kemungkinan terjadinya

interaksi antar obat 0.626 0.3061 Valid

14 Farmasi klonik melakukan monitoring efek samping

obat 0.525 0.3061 Valid

15 Farmasi klinik memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tenaga kesehatan lain untuk mendukung terapi obat rasional

dan efektif 0.366 0.3061 Valid

16 Farmasi klinik menjadi pusat informasi obat di rumah

sakit bagi para tenaga kesehatan lain 0.558 0.3061 Valid

17 Apoteker perlu melakukan studi atau penelitian terkait pengobatan di rumah sakit untuk mendukung

pengobatan yang rasional 0.352 0.3061 Valid

18 Apoteker berpartisipasi dalam pengelolaan perawatan

darurat medik ( Unit Gawat Darurat ) 0.452 0.3061 Valid

Keterangan : a: nilai konstan

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas, maka terdapat 11 item pernyataan yang dapat digunakan dalam penelitian ini.


(44)

29

B. Deskriptif Karakteristik Responden

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Berdasarkan 113 kuesioner responden yang terdiri dari 96 perawat dan 17 dokter. Jumlah sampel dokter yang digunakan kurang dari minimal sampel karena responden sulit untuk ditemui, selain itu peneliti tidak bisa langsung bertemu dengan dokter, karena prosedur rumah sakit harus melalui supervisor dari bagian poliklinik dan UGD. Berikut ini hasil data sebaran karakteristik responden berdasarkan usia.

Tabel 3. Karakteristik responden berdasarkan usia

Usia Profesi Total

Perawat Dokter

< 25 tahun 12 (12,5%) 0(0%) 12(10,6%)

25-34 tahun 31(32,3%) 8(47,1%) 39(34,5%)

35-44tahun 47(48,9%) 4(3,4%) 51(45,1%)

>44tahun 6(6,3%) 5(4,2%) 11(9,7%)

Total 96(100%) 17(100%) 113(100%)

Tabel 3 menunjukkan bahwa usia responden paling banyak berada pada rentang 35-44 tahun dengan 45,1%, kemudian selanjutnya usia 25-34 sebanyak 34,5 %, usia <25 tahun 10,6%, usia > 44 tahun 9,7%. Berdasarkan data perawat, sebanyak 12 orang berada di rentang usia <25 tahun, 31 orang pada rentang usia 25-34 tahun, 47 orang pada rentang usia 35-44 tahun, enam orang pada rentang usia >44tahun. Sedangkan dari 17 responden dokter, terdapat delapan orang berada di rentang usia 25-34 tahun, empat orang pada rentang usia 35-44 tahun, serta lima orang pada rentang >44 tahun.


(45)

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Profesi Total

Perawat Dokter

Laki –laki 21 (21,9%) 10(58,8%) 31(27,4%)

Perempuan 75(78,1%) 7(41,2%) 82(72,6%)

Total 96(100%) 17(100%) 113(100%)

Berdasarkan tabel 4, responden didominasi oleh perempuan sebanyak 72,6%, sedangkan responden laki-laki sebanyak 27,4%. Persentase perawat perempuan sejumlah 78,1% dan perawat laki-laki sejumlah 21,9%. Berbeda dengan kelompok perawat, responden dokter terdiri dari lebih banyak laki-laki yaitu 58,8%, sedangkan jumlah dokter perempuan yaitu 41,2%.

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Profesi

Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Profesi

Perbedaan karakteristik profesi dari responden bisa dimungkinkan dapat mempengaruhi persepsi yang dimiliki oleh setiap individu. Berdasarkan gambar 3, dari 113 responden mayoritas adalah perawat sejumlah 96 orang( 85%) dan dokter sebanyak 17 orang (15%).

85% 15%

Profesi Perawat Dokter


(46)

31

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Masa Kerja Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Masa Kerja

Lama masa kerja Profesi Total

Perawat Dokter

1 tahun 9(9,4%) 0(0%) 9(8%)

1-5 tahun 9(9,4%) 6(35,3%) 15(13,3%)

>5 tahun 78(81,3%) 11(64,7%) 89(78,8%)

Total 96(100%) 17(100%) 113(100%)

Dari data yang diperoleh, mayoritas dari total responden sudah bekerja lebih dari 5 tahun (78,8%). Berdasarkan tabel 5, baik dokter maupun perawat, menunjukkan bahwa kelompok responden dengan masa kerja kurang dari satu tahun memiliki jumlah responden terkecil (8%) sementara kelompok masa kerja 1-5 tahun mempunyai jumlah responden sebanyak 13,3%.

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Interaksi dengan Apoteker

Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Interaksi dengan Apoteker

Interaksi dengan

apoteker Perawat Profesi Dokter Total

Sering 73 (76%) 12(70,6%) 85(75,2%)

Jarang 23(24%) 5(29,4%) 28(24,8%)

Total 96(100%) 17(100%) 113(100%)

Interaksi antara responden dengan apoteker dibagi menjadi tiga kriteria, yaitu sering, jarang dan tidak pernah. Sebanyak 75,2% responden mengakui sering berinteraksi dengan apoteker, sementara 24,8% menyatakan jarang. Jumlah perawat yang sering berintekasi dengan apoteker yaitu 73 ( 76%), sedangkan sebanyak 23(24%) jarang. Dari tujuh belas responden dokter yang diperoleh, 12 responden (70,6%) mengaku sering berinteraksi dengan apoteker dan 5 responden (29,4%) mengaku jarang.


(47)

6. Karkteristik Responden Berdasarkan Bangsal Jaga

Perawat yang dipilih dalam penelitian ini berasal dari bangsal yang berbeda-beda. Pembagian bangsal berdasarkan kelas, namun juga terdapat bangsal yang menyediakan beberapa kelas, antara lain :

a. Bangsal kelas 1 yaitu Muzdalifah

b. Bangsal kelas 2 yaitu Raudhoh dan Multazam c. Bangsal kelas 3 yaitu Arofah

d. Bangsal VIP yaitu Zam-zam dan Shofa e. Bangsal Marwah untuk kelas 3 dan VIP f. Bangsal ibnu sina untuk kelas 1, 2, 3 dan VIP

g. Bangsal Hemodialisa khusus untuk pasien yang melakukan cuci darah h. Bangsal KBY diperuntukan bagi bayi yang baru lahir dan bayi

berisiko tinggi

i. Bangsal sakinah untuk Obstetrik dan Ginekologi j. Bangsal Mina untuk pasien IMC (intermediate care)

Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Bangsal Jaga

9% 1%

7% 12% 14% 11%

7% 10% 9%

1% 7%

12%

Bangsal Arofah Hemodialisa Ibnu sina KBY Marwah Mina Multazam Muzdalifah Raudhoh Sakinah Shofa Zam-zam


(48)

33

Gambar 4 menunjukkan bahwa 9 responden berasal dari bangsal Arofah (9%), 1 responden berasal dari bangsal Hemodialisa (1%), 7 responden berasal dari bangsal Ibnu Sina (7%), 11 responden berasal dari bangsal KBY (12%), 13 responden berasal dari bangsal Marwah (14%), 10 responden berasal dari bangsal Mina (11%), 7 responden berasal dari bangsal Multazam (7%), 10 responden berasal dari bangsal Muzdalifah (10%), 9 responden berasal dari bangsal Raudhoh (9%), 1 responden berasal dari bangsal Sakinah (1%), 7 responden berasal dari bangsal Shofa (7%), dan 11 responden berasal dari bangsal Zam-zam (12%).

C. Analisis Persepsi Tenaga Kesehatan Terhadap Peran Apoteker dalam

Pelayanan Farmasi Klinik Berdasarkan Persepsi

Skor kuesioner diperoleh dengan cara meminta responden untuk mengisi kuesioner. Pernyataan yang disetujui responden diberi skor 1 sedangkan yang tidak disetujui diberi skor 0. Hasil skor dari setiap item pernyataan kemudian dijumlahkan kemudian dicari nilai rata-rata dengan cara membagi skor tiap item dengan total skor yang disetujui responden berdasarkan kelompok perawat dan dokter. Adapun hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel 7.

Skor rata-rata tiap kelompok dari seluruh pernyataan menunjukkan bahwa tenaga kesehatan setuju terhadap peran apoteker dalam farmasi klinik. Nilai rata-rata untuk data kelompok perawat terhadap seluruh pernyataan adalah 0,84 (setuju), sedangkan untuk kelompok dokter adalah 0,8 (setuju) dan keseluruhan data perawat dan dokter yaitu 0,83 (setuju).


(49)

Tabel 7. Skor rata-rata kuesioner dan persepsi tenaga kesehatan per item pernyataan

No Pernyataan Skor rata-rata kuesioner dan persepsi per item Perawat Dokter Total

1 Pernyataan 1 0,94 Setuju 1 Setuju 0,95 Setuju 2 Pernyataan 2 0,91 Setuju 1 Setuju 0,92 Setuju 3 Pernyataan 3 0,52 Setuju 0,35 Tidak setuju 0,5 Setuju 4 Pernyataan 4 0,56 Setuju 0,29 Tidak setuju 0,52 Setuju 5 Pernyataan 5 0,93 Setuju 1 Setuju 0,94 Setuju 6 Pernyataan 6 0,85 Setuju 1 Setuju 0,88 Setuju 7 Pernyataan 7 0,77 Setuju 0,94 Setuju 0,8 Setuju 8 Pernyataan 8 0,88 Setuju 0,82 Setuju 0,87 Setuju 9 Pernyataan 9 0,93 Setuju 0,71 Setuju 0,89 Setuju 10 Pernyataan 10 0,97 Setuju 1 Setuju 0,97 Setuju 11 Pernyataan 11 0,96 Setuju 0,65 Setuju 0,91 Setuju Rata-rata tiap kelompok 0,84 Setuju 0,8 Setuju 0,83 Setuju Bila dilihat pada tabel 7 hasil persepsi yang diperoleh berdasarkan Namun ,bila dilihat pada tiap pernyataan secara detail, terdapat dua pernyataan yang tidak disetujui oleh kelompok dokter, yaitu :

1. Pernyataan 3, yaitu farmasi klinik telah berperan penuh di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Dilihat dari skor rata-rata pada kelompok dokter yaitu 0,35 menunjukkan bahwa kelompok dokter tidak setuju apabila farmasi klinik telah berperan penuh di rumah sakit tersebut. Perkembangan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sudah sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun terdapat pelayanan kefarmasian yang belum optimal yaitu kunjungan apoteker ke bangsal masih dilakukan secara mandiri karena apoteker yang tersedia masih sedikit serta belum dilaksanakannya pemantauan kadar obat dalam darah karena belum tersedianya alat.


(50)

35

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdalla,2015 berjudul “Physicians' Perception About The Role Of Clinical Pharmacists And Potential Barriers To Clinical Pharmacy”, adanya farmasi klinik dan dokter saat berkunjung ke pasien akan meningkatkan nilai dari tim klinis tersebut. Terutama dengan adanya konseling obat, waktu dispensing obat serta monitoring pengobatan yang baik. Oleh sebab itu pelayanan farmasi klinik ini perlu dikembangkan, terutama saat berkunjung ke bangsal tidak dilakukan secara mandiri, melainkan berdampingan dengan dokter.

Pemantauan kadar obat dalam darah berperan penting dalam pengembangan terapi obat yang aman dan efektif bagi setiap individu ( Kang,

et al., 2009). Apabila belum memungkinkan untuk melakukan pemantauan

kadar obat dalam darah menggunakan alat maka pemantauan dapat dilakukan dengan melihat parameter efektifitas dan toksisitas yang lain.

2. Pernyataan 4, yaitu farmasi klinik secara rutin memberikan informasi mengenai alternatif obat yang cost-effective bagi pasien. Kelompok dokter menunjukkan tidak setuju dengan pernyataan ini. Adapun skor rata-ratanya yaitu 0,29. Di tingkat rumah sakit, dengan adanya data obat yang

cost-effective dapat membantu dalam menyusun formularium rumah sakit (Trisna,

2008). Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, pemilihan obat melibatkan dokter dan apoteker melalui rapat Panitia Farmasi dan Terapi, sehingga dalam meresepkan obat pun dokter sesuai dengan obat yang dipilih oleh PFT. Oleh sebab itu apoteker dirasa tidak perlu lagi terlibat pada saat dokter meresepkan obat. Namun apoteker masih dilibatkan apabila terdapat masalah mengenai


(51)

dosis yang lebih atau kurang, adanya interaksi obat serta munculnya efek samping obat.

D. Analisis Pengaruh Karakteristik Responden Terhadap Persepsi

Uji One Way ANNOVA dan Independent Samples T-Test digunakan

untuk menganalisis pengaruh karakteristik responden dan pengaruhnya terhadap persepsi dokter dan perawat mengenai peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik. Karakteristik responden yang diuji berupa usia, jenis kelamin, profesi, lama masa kerja, seberapa sering berinteraksi dengan apoteker serta bangsal jaga. Pengambilan keputusan dengan cara melihat nilai signifikansinya. Apabila nilai p < 0,05 maka terdapat perbedaan antar kelompok. Sedangkan jika nilai p > 0,05 maka tidak ada perbedaan antar kelompok. Tabel 8 menunjukkan hasil uji One Way ANNOVA dan

Independent Samples T Test pengaruh karakteristik responden terhadap

persepsi.

Tabel 8. Hasil uji One Way ANNOVA dan Independent Samples T Test

No Karakteristik P Interpretasi hasil 1. Usia 0,697* Tidak terdapat perbedaan 2. Jenis kelamin 0,158** Tidak terdapat perbedaan 3. Profesi 0,322** Tidak terdapat perbedaan 4. Lama masa kerja 0,080* Tidak terdapat perbedaan 5. Interaksi dengan apoteker 0,094** Tidak terdapat perbedaan 6. Bangsal jaga perawat 0,02* Terdapat perbedaan

Ket :

* : One Way ANNOVA ** : Independent Samples T-Tst


(52)

37

1. Usia

Berkenaan dengan usia, banyaknya pengalaman dan pengetahuan yang diterima pemuda, orang dewasa dan pensiun dapat mempengaruhi persepsi dalam mengambil keputusan (Hershey & Wilson, 1997). Pemuda cenderung kurang mempertimbangkan faktor dalam mengambil keputusan dan kompleksitasnya. Sedangkan pada orang dewasa dan pensiun banyak faktor yang harus dipertimbangkan untuk mengambil keputusan serta menyusun strategi untuk menilai hasil keputusannya. Seiring bertambahnya usia maka kinerja dari memori akan menurun sehingga hal ini berpengaruh dalam pengambilan keputusan (Charness & Bieman-Copland, 1992; Craik & Salthouse, 1992). Berdasarkan hasil uji One Way

ANNOVA pada tabel 8, tidak ada perbedaan persepsi yang dihasilkan pada

antar kelompok usia responden. Hal ini dikarenakan tidak terdapat pengelompokan usia pada saat bertugas di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sehingga usia tidak mempengaruhi keputusan persepai.

2. Jenis kelamin

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sanz de Acedo et al (2007), terdapat perbedaan yang signifikan dalam membuat keputusan antara laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki-laki-laki dalam membuat keputusan lebih tegas, objektif, dan realistis (Wood, 1990). Sebaliknya pada wanita cenderung terpengaruh oleh lingkungan, mencari informasi lebih lanjut dan membutuhkan waktu yang banyak untuk membuat keputusan (Gill et al 1987). Namun hasil uji Independent Samples T-Test menunjukkan tidak


(53)

ada perbedaan persepsi yang dihasilkan pada antar kelompok jenis kelamin responden. Kemungkinan hal ini karena pengaruh dari lingkungan sekitar yang sama sehingga antara laki-laki dan perempuan mempunyai pola pikir yang sama terhadap farmasi klinik.

3. Profesi

Uji Independent Samples T-Test antara karakteristik profesi

responden terhadap persepsi menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan (0.309). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2013) diketahui bahwa adanya perbedaan profesi responden juga tidak mempengaruhi persepsi yang dihasilkan. Dokter dan perawat RS PKU Muhammadiyah sering berinteraksi dengan apoteker sehingga persepsi yang terbentuk mengenai pelayanan farmasi klinikpun sama.

4. Lama Masa Kerja

Lama masa kerja dan pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan masing-masing profesi (As’ad, 2000). Berdasarkan tabel 8, tidak ada perbedaan persepsi antar kelompok karakteristik lama masa kerja. Hal ini kemungkinan disebabkan karena farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta berlangsung setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 58 Tahun 2014, tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit sehingga walaupun lama masa kerja responden di rumah sakit bervariasi, namun interaksi dengan farmasi klinik dimulai secara hampir bersamaan.


(54)

39

Menurut Paul A. Bell (1978), persepsi terbentuk karena adanya interaksi dengan objek. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Chartrand & Bargh pada tahun 1999 diketahui bahwa interaksi dapat mempengaruhi persepsi mengenai tingkah laku seseorang. Oleh sebab itu, semakin seringnya berinteraksi dengan apoteker dapat menambah pengetahuan terkait peran apoteker pula. Uji Independent Samples T-Test pada interaksi dengan apoteker menunjukkan hasil yang tidak signifikan (0,197). Sehingga dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi yang dihasilkan antar kelompok dokter dan perawat mengenai peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik. Persamaan persepsi ini dapat diakibatkan karena >75% responden mempunyai frekuensi yang sama dalam berinteraksi dengan apoteker.

6. Pembagian Bangsal Jaga Perawat

Bargh & Chartrand (1999) dalam teorinya menyebutkan bahwa pola pikir atau tingkah laku terbentuk karena pengaruh lingkungan. Interaksi perawat di dalam satu unit bangsal biasanya lebih kuat dari pada bangsal lain. Hal ini dapat melahirkan pemikiran yang berbeda-beda karena tiap bangsal memiliki pemikiran yang berbeda pula. Bangsal yang sering berinteraksi dengan dengan apoteker tentunya memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih mengenai farmasi klinik (Putra,2013). Berdasarkan uji One Way

ANNOVA didapatkan hasil sebesar 0,02. Hal ini menunjukkan bahwa

perbedaan bangsal jaga perawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta mempengaruhi persepsi responden mengenai peran apoteker dalam pelayanan


(55)

farmasi klinik. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Bargh dan Chartrand.


(56)

41 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Dokter yang mengikuti penelitian dan perawat setuju atas peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Karakteristik responden yang mempengaruhi persepsi adalah bangsal jaga perawat, sedangkan karakteristik usia, jenis kelamin, profesi, lama masa kerja, dan interaksi dengan apoteker tidakberpengaruh terhadap persepsi.

B. SARAN

1. Bagi pihak Rumah Sakit

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik banyak mendapat persetujuan dari dokter dan perawat. Diharapkan peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik dapat ditingkatkan.

2. Bagi peneliti selanjutnya

a. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat memuat pernyataan yang lebih terperinci mengenai pelaksanan farmasi klinik.


(57)

responden mudah mendapatkan penjelasan pada pernyataan yang sulit dipahami dan data yang didapatkan lebih baik.


(58)

43

DAFTAR PUSTAKA

Abdala, A.A., Adwi, G.M.E., Al-Mahdi, A.F, (2015), Physicians' Perception About The Role Of Clinical Pharmacists And Potential Barriers To

Clinical Pharmacy, World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical

Sciences, 4, 61-72.

Abu-Gharbieh, E., Fahmy,S.,Rasool,B.A., Abduelkarem,A., & Basheti,I., 2014 Attitudes And Perceptions Of Healthcare Providers And Medical Students

Towards Clinical Pharmacy Services In United Arab Emirates, Trop J

Pharm Res.,5: 421-430.

American College of Clinical Pharmacy, 2008, The Definition of Clinical

Pharmacy, Pharmacotherapy, ACCP, 28(6): 816–817.

Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

Anonim, 1996, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996, Tentang Tenaga Kesehatan, Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009,

Tentang Kesehatan, Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2014,Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 58 Tahun

2014, Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim,2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009,

Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Republik Indonesia, Jakarta. As'ad, M., 2000, Psikologi Industri (4th Edition ed.), Liberty, Yogyakarta.

Aslam, Muhammad., Tau, Chik Kaw., Prayitno, Adji., (Eds.), 2003, Farmasi

klinik (Clinical Pharmacy) Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Bargh, J., dan Chartrand, T., 1999, The Unbearable Automacity Of Being, American Psychologist, 54: 462-479.

Bell, Paul A., 1978, Environmental Psychology, Sounders (W.B) Co Ltd,

Charness N & Bieman-Copland S, 1992, The Learning Perspective: Adulthood In RJ Sternberg & CA Berg (Eds.), Intellectual development (pp. 301-327). Cambridge University Press, New York.

Chartrand, T.L., dan Bargh, J.A., 1999, The Chameleon Effect: The PerceptionBehavior Link and Social Interaction, Journal of Personality and Social Psychology, 76(6): 893-910.


(59)

Craik FIM dan Salthouse TA ,1992, The Handbook of Aging and Cognition. Hillsdale, NJ, Erlbaum.

Ghozali, I., 2013, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program Edisi Ketujuh,

Badan Penerbit Universitas Diponogero, Semarang

Gill S, Stockard J, Johnson M dan Williams S, 1987, Measuring Gender Differences: The Expressive Dimension and Critique Of Androgyny Scales.Sex Roles,17, 375-400.

Gillespie,U., 2012, Universitatis Upsulanensis. Digital Comprehensive Summaries Of Uppsula Disertation From The Faculty Of Pharmacy

154.58pp, Upsula , ISBN 978-91-554-8262-6

Hershey DA dan Wilson JA ,1997, Age Differences in Performance Awareness on

a Complex Financial Decision-making Task, Experimental Aging

Research, 23, 257-273.

Hepler,C.D., 2004, Clinical Pharmacy, Pharmaceutical Care, And The Quality Of

Drug Therapy., Pharmacotherapy,24(11):1491–1498)

Hepler, C.D., dan Strand L.M., 1990, Opportunities and Responsibilities in

Pharmaceutical Care, Am J Hosp Pharm, 47(3): 533-543.

Hidayat, Z. S., Purwonugroho, T.A dan Fera RU,V.V.,2014, Analisis Persepsi

Dan Harapan Dokter Terhadap Peran Apoteker Di

RSUD.Prof.DR.Margono Soekarjo Purwokerto, Supplemen Majalah

Kedokteran Andalas,1,37.

Hudson, S.A., McAnaw, J.J., dan Johnson, B.J., 2007, The Changing Roles Of Pharmacists In Society, IeJSME, 1(1): 22-34.

Kang, Ju-Seop dan Lee, Min-Ho, 2009, Overview of Therapeutic Drug Monitoring, KJIM, 24(1): 1–10.

Miller RR, 1981, History Of Clinical Pharmacy And Clinical Pharmacology. Journal of Clinical Pharmacology. 21:195.

Putra, A., 2013, Persepsi Tenaga Kesehatan terhadap Peran Apoteker dalam Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Robbins,S.P. dan Judge,T.A.,2008, Perilaku Organisasi Edisi 2, Salemba Empat,

Jakarta

Sanz de Acedo, M,J., Sanz de Acedo, M.T., dan Cardelle-Elawar, M., 2007. Factors than Affect Decision Making : gender and ages differences,


(60)

45

International Journal of Psychology and Phychological Therapy, 7(3):381-391

Siregar, Charles J.P.,2003, Farmasi Rumah Sakit : Teori Dan Penerapan, EGC,

Jakarta.

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung .

Sunaryo., 2004,Psikologi Untuk Keperawatan, EGC, Jakarta.

Trisna, Y., 2008, Aplikasi Farmakoekonomi, Farmasi Nasional, Diakses 25 Mei 2016,darihttp://www.ikatanapotekerindonesia.net/news/pharmaupdate/ap likasi-farmakoekonomi

Umar,Husein., 2005, Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi, PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wood, JT .1990. Gendered lives: Communication, gender, and culture. Belmont,


(61)

(1)

Mustika Restriyani [Farmasi FKIK UMY] 4

Tabel1. Distribusi responden berdasarkan karakteristik responden No Karakteristik Kelompok Persentase

1 Usia < 25 tahun 12(10,6%) 25-34 tahun 39(34,5%) 35-44tahun 51(45,1%) > 44 tahun 11(9,7%) 2 Jenis kelamin Laki –laki 31(27,4%)

Perempuan 82(72,6%)

3 Profesi Dokter 15%

Perawat 85% 4 Lama masa kerja 1 tahun 9(8%)

1-5 tahun 15(13,3%) >5 tahun 89(78,8%) 5 Interaksi dengan apoteker Sering 85 (75,2%) Jarang 28 (24,8%) 6 Bangsal jaga perawat Arofah 9%

Hemodialisa 1% Ibnu sina 7%

KBY 12%

Marwah 14% Mina 11% Multazam 7% Muzdalifah 10%

Raudoh 9% Sakinah 1% Shofa 7% Zam-zam 12%

Berdasarkan tabel 1 dapat dketahui mayoritas usia responden yang mengikuti penelitian ini berusia 35-44 tahun.Berkenaan dengan usia, banyaknya pengalaman dan pengetahuan yang diterima pemuda, orang dewasa dan pensiun dapat mempengaruhi persepsi dalam mengambil keputusan (Hershey & Wilson, 1997).

Sedangkan pada kategori jenis kelamin, responden didominasi oleh kelompok perempuan.Pada penelitian yang dilakukan oleh Sanz de Acedo et al (2007), terdapat perbedaan yang signifikan dalam membuat keputusan antara laki-laki dan perempuan.

Pada karakteristik profesi, mayoritas responden berasal dari kelompok perawat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Putra (2013) diketahui bahwa adanya perbedaan profesi responden tidak mempengaruhi persepsi yang dihasilkan..

Responden dalam penelitian mayoritas telah bekerja lebih dari lima tahun dan mengaku sering berinteraksi dengan apoteker.Lama masa kerja dan pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan masing-masing profesi (As’ad, 2000).

Chartrand & Bargh pada tahun 1999 diketahui bahwa interaksi dapat mempengaruhi persepsi mengenai tingkah laku seseorang. Oleh sebab itu, semakin seringnya berinteraksi dengan apoteker dapat menambah pengetahuan terkait peran apoteker pula. Pada karakteristik bangsal jaga perawat, mayoritas responden bersal dari bangsal jaga marwah. Bargh &


(2)

Mustika Restriyani [Farmasi FKIK UMY] 5 Chartrand (1999) dalam teorinya

menyebutkan bahwa pola pikir atau tingkah laku terbentuk karena pengaruh lingkungan.

Persepsi Dokter dan Pearawat Terhadap Peran Apoteker

Berdasarkan tabel 2, skor rata-rata tiap kelompok dari seluruh pernyataan menunjukkan bahwa tenaga kesehatan setuju terhadap peran apoteker dalam farmasi klinik. Nilai rata-rata untuk data kelompok perawat terhadap seluruh pernyataan adalah 0,84 (setuju), sedangkan untuk kelompok dokter adalah 0,8 (setuju) dan keseluruhan data perawat dan dokter yaitu 0,83 (setuju).Bila dilihat pada tabel 7 hasil persepsi yang diperoleh berdasarkan Namun ,bila dilihat pada tiap pernyataan secara detail, terdapat dua pernyataan yang tidak disetujui oleh kelompok dokter, yaitu :

1. Pernyataan 3, yaitu farmasi klinik telah berperan penuh di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Dilihat dari skor rata-rata pada kelompok dokter yaitu 0,35 menunjukkan bahwa kelompok dokter tidak setuju apabila farmasi klinik telah berperan penuh di rumah sakit tersebut. Perkembangan farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sudah sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun terdapat pelayanan kefarmasian yang belum optimal yaitu kunjungan apoteker ke bangsal masih dilakukan secara mandiri karena apoteker yang tersedia masih sedikit serta belum dilaksanakannya pemantauan kadar obat dalam darah karena belum tersedianya alat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdalla,2015 berjudul

“Physicians' Perception About The Role

Of Clinical Pharmacists And Potential

Barriers To Clinical Pharmacy”, adanya

farmasi klinik dan dokter saat berkunjung ke pasien akan meningkatkan nilai dari tim klinis tersebut. Terutama dengan adanya konseling obat, waktu dispensing obat serta monitoring pengobatan yang baik. Oleh sebab itu pelayanan farmasi klinik ini perlu dikembangkan, terutama saat berkunjung ke bangsal tidak dilakukan secara mandiri, melainkan berdampingan dengan dokter.

Pemantauan kadar obat dalam darah berperan penting dalam pengembangan terapi obat yang aman dan efektif bagi setiap individu ( Kang, et al., 2009). Apabila belum memungkinkan untuk melakukan pemantauan kadar obat dalam darah menggunakan alat maka pemantauan dapat dilakukan dengan melihat parameter efektifitas dan toksisitas yang lain.

2. Pernyataan 4, yaitu farmasi klinik secara rutin memberikan informasi mengenai alternatif obat yang cost-effective bagi pasien. Kelompok dokter menunjukkan tidak setuju dengan pernyataan ini. Adapun skor rata-ratanya yaitu 0,29. Di tingkat rumah sakit, dengan adanya data obat yang cost-effective dapat membantu dalam menyusun formularium rumah sakit (Trisna, 2008). Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, pemilihan obat melibatkan dokter dan apoteker melalui rapat Panitia Farmasi dan Terapi, sehingga dalam meresepkan obat


(3)

Mustika Restriyani [Farmasi FKIK UMY] 6 pun dokter sesuai dengan obat yang

dipilih oleh PFT. Oleh sebab itu apoteker dirasa tidak perlu lagi terlibat pada saat dokter meresepkan obat. Namun

apoteker masih dilibatkan apabila terdapat masalah mengenai dosis yang lebih atau kurang, adanya interaksi obat serta munculnya efek samping obat.

Tabel 2. Skor rata-rata kuesioner dan persepsi tenaga kesehatan per item pernyataan

No Pernyataan Skor rata-rata kuesioner dan persepsi per item

Perawat Dokter Total

1 Perwakilan Farmasi klinik dalam komite terapi

dan kunjungan klinik di bangsaldisukai 0,94 Setuju 1 Setuju 0,95 Setuju 2 Farmasi klinik mempunyai peran dalam edukasi

pengobatan pasien 0,91 Setuju 1 Setuju 0,92 Setuju

3 Farmasi klinik telah berperan penuh di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta 0,52 Setuju 0,35

Tidak

setuju 0,5 Setuju 4 Farmasi klinik secara rutin memberikan informasi

mengenai alternativ obat yang cost-effective bagi pasien

0,56 Setuju 0,29 Tidak

setuju 0,52 Setuju 5 Farmasi klinik perlu mengetahui data klinis dan

penyakit pasien dalam menangani pasien 0,93 Setuju 1 Setuju 0,94 Setuju 6 Farmasi klinik mengawasi kemungkinan

terjadinya interaksi antar obat 0,85 Setuju 1 Setuju 0,88 Setuju 7 Farmasi klinik melakukan monitoring efek

samping obat 0,77 Setuju 0,94 Setuju 0,8 Setuju

8 Farmasi klinik memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tenaga kesehtan lain untuk mendukung terapi obat rasional dan efektif

0,88 Setuju 0,82 Setuju 0,87 Setuju 9 Farmasi klinik menjadi pusat informasi obat di

rumah sakit bagi para tenaga kesehatan lain 0,93 Setuju 0,71 Setuju 0,89 Setuju 10 Farmasi klinik perlu melakukan studi atau

penelitian terkait pengobatan di rumah sakit untuk mendukung pengobatan yang rasional

0,97 Setuju 1 Setuju 0,97 Setuju 11 Farmasi klinik berpartisipasi dalam pengelolaan

perawatan darurat medik (Unit Gawat Darurat) 0,96 Setuju 0,65 Setuju 0,91 Setuju Rata-rata tiap kelompok 0,84 Setuju 0,8 Setuju 0,83 Setuju

Pengaruh Karakteristik Responden

Terhadap Persepsi

Pada bagian ini karakteristik responden dicari pengaruhnya terhadap perspepsi. Berdasarkan tabel 3karakteristik responden yang berpengaruh

terhadap persepsi adalah bangsal jaga perawat.

Berdasarkan uji One Way ANNOVA didapatkan hasil sebesar 0,02. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan bangsal jaga

perawat di Rumsh Ssakit PKU MuhammadiyahYogyakartamempengaruhi persepsi responden mengenai peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Bargh dan Chartrand. Hasil uji pengaruh karakteristik responden terhadap persepsi dapat dilihat pada tabel 3.

Pada tabel 3. tidak ada perbedaan persepsi yang dihasilkan pada kelompok usia responden. Hal ini dikarenakan tidak terdapat pengelompokan usia pada saat bertugas di


(4)

Mustika Restriyani [Farmasi FKIK UMY] 7 RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

sehingga usia tidak mempengaruhi keputusan persepsi.

Hasil uji Independent Samples T-Test menunjukkan tidak ada perbedaan persepsi yang dihasilkan pada antar kelompok jenis kelamin responden. Kemungkinan hal ini karena pengaruh dari lingkungan sekitar yang sama sehingga antara laki-laki dan perempuan mempunyai pola pikir yang sama terhadap farmasi klinik.

Dokterdan perawat di RS PKU Muhammadiyah sering berinteraksi dengan apoteker sehingga persepsi yang terbentuk mengenai pelayanan farmasi klinikpun sama

Tabel 3. Hasil uji One Way ANNOVA dan Independent Sample T-Test

No Karakteristik P Interpretasi Hasil 1. Usia 0,697* Tidak terdapat

perbedaan 2. Jenis kelamin 0,158** Tidak terdapat

perbedaan 3. Profesi 0,322** Tidak terdapat

perbedaan 4. Lama masa

kerja 0,080

* Tidak terdapat perbedaan 5.

Interaksi dengan apoteker

0,094** Tidak terdapat perbedaan 6. Bangsal jaga

perawat 0,02

* Terdapat perbedaan Keterangan :

* : One Way ANNOVA ** : Independent Samples T-Tst

Berdasarkan tabel 3, tidak ada perbedaan persepsi antar kelompok karakteristik lama masa kerja. Hal ini kemungkinan disebabkan karena farmasi klinik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta berlangsung setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 58 Tahun 2014, tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Rumah Sakit sehingga walaupun lama masa kerja responden di rumah sakit bervariasi, namun interaksi dengan farmasi klinik dimulai secara hampir bersamaan.

Uji Independent Samples T-Test pada

interaksi dengan apoteker menunjukkan hasil yang tidak signifikan (0,197). Sehingga dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi yang dihasilkan antar kelompok dokter dan perawat mengenai peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik. Persamaan persepsi ini dapat diakibatkan karena >75% responden mempunyai frekuensi yang sama dalam berinteraksi dengan apoteker.

KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan, dokter yang mengikuti penelitian dan perawat setuju atas peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Karakteristik responden yang mempengaruhi persepsi adalah bangsal jaga perawat, sedangkan karakteristik usia, jenis kelamin, profesi, lama masa kerja, dan interaksi dengan apoteker tidakberpengaruh terhadap persepsi.

SARAN

1. Bagi pihak Rumah Sakit Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peranapoteker dalam pelayanan farmasi klinik banyak mendapat persetujuan dari dokter dan perawat. Diharapkan peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinik dapat ditingkatkan.

2. Bagi peneliti selanjutnya

a. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat memuat pernyataan yang lebih


(5)

Mustika Restriyani [Farmasi FKIK UMY] 8 terperinci mengenai pelaksanan

farmasi klinik.

b. Melakukan pendampingan saat pengisian kuesioner, sehingga responden mudah mendapatkan penjelasan pada pernyataan yang sulit dipahami dan data yang didapatkan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abdala, A.A., Adwi, G.M.E., Al-Mahdi, A.F, (2015), Physicians' Perception About The Role Of Clinical Pharmacists And Potential Barriers To Clinical Pharmacy, World Journal of

Pharmacy and Pharmaceutical

Sciences, 4, 61-72.

Abu-Gharbieh, E., Fahmy,S.,Rasool,B.A., Abduelkarem,A., & Basheti,I., 2014 Attitudes And Perceptions Of Healthcare Providers And Medical Students Towards Clinical Pharmacy Services In United Arab Emirates,

Trop J Pharm Res.,5: 421-430.

As'ad, M., 2000, Psikologi Industri (4th

Edition ed.), Liberty, Yogyakarta.

Bargh, J., dan Chartrand, T., 1999, The Unbearable Automacity Of Being,

American Psychologist, 54: 462-479.

Chartrand, T.L., dan Bargh, J.A., 1999, The

Chameleon Effect: The

PerceptionBehavior Link and Social Interaction, Journal of Personality

and Social Psychology, 76(6):

893-910.

Ghozali, I., 2013, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program Edisi

Ketujuh, Badan Penerbit Universitas

Diponogero, Semarang

Hepler,C.D., 2004, Clinical Pharmacy, Pharmaceutical Care, And The Quality Of Drug Therapy.,

Pharmacotherapy,24(11):1491–1498)

Hershey DA dan Wilson JA ,1997, Age Differences in Performance Awareness on a Complex Financial Decision-making Task,Experimental

Aging Research, 23, 257-273.

Hidayat, Z. S., Purwonugroho, T.A dan Fera RU,V.V.,2014, Analisis Persepsi Dan Harapan Dokter Terhadap Peran

Apoteker Di

RSUD.Prof.DR.Margono Soekarjo Purwokerto, Supplemen Majalah

Kedokteran Andalas,1,37.

Hudson, S.A., McAnaw, J.J., dan Johnson, B.J., 2007, The Changing Roles Of Pharmacists In Society, IeJSME, 1(1):

22-34.

Kang, Ju-Seop dan Lee, Min-Ho, 2009, Overview of Therapeutic Drug Monitoring, KJIM, 24(1): 1–10. Miller RR, 1981, History Of Clinical

Pharmacy And Clinical

Pharmacology. Journal of Clinical

Pharmacology. 21:195.

Putra, A., 2013, Persepsi Tenaga Kesehatan terhadap Peran Apoteker dalam Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sanz de Acedo, M,J., Sanz de Acedo, M.T., dan Cardelle-Elawar, M., 2007. Factors than Affect Decision Making : gender and ages differences, International Journal of Psychology

and Phychological Therapy,7


(6)

Mustika Restriyani [Farmasi FKIK UMY] 9 Trisna, Y., 2008, Aplikasi Farmakoekonomi,

Farmasi Nasional, Diakses 25 Mei 2016,darihttp://www.ikatanapoteker indonesia.net/news/pharmaupdate/a plikasi-farmakoekonomi


Dokumen yang terkait

GAMBARAN KETERAMPILAN PEMASANGAN INFUS PADA PERAWAT VOKASIONAL DAN PERAWAT PROFESIONAL RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH DI WILAYAH YOGYAKARTA

10 95 78

GAMBARAN PENERAPAN UNIVERSAL PRECAUTION PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 2 78

PERILAKU PERAWAT DALAM MENGHADAPI BURNOUT DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH UNIT II YOGYAKARTA

0 4 84

GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT PKU Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Mutu Pelayanan Keperawatan Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.

0 2 16

PENDAHULUAN Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Mutu Pelayanan Keperawatan Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.

0 4 6

PENDAHULUAN Pengaruh Persepsi Tentang Profesionalisme, Komunikasi Dalam Lingkungan Kerja Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar.

0 1 9

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Persepsi Tentang Profesionalisme, Komunikasi Dalam Lingkungan Kerja Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar.

0 2 4

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Tingkat Stres Dengan Kinerja Perawat Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 10

Pendapat dokter umum di Rumah Sakit Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap peran apoteker : berdasarkan keputusan menteri kesehatan nomor 1197/Menkes/SK/2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit - USD Repository

0 0 112

Persepsi dan harapan dokter umum rumah sakit swasta di Kota Yogyakarta terhadap perkembangan peran farmasis klinik - USD Repository

0 0 123