PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS CARING DALAM MENINGKATKAN PERFORMANCE MAHASISWA KEPERAWATAN DI SKILL LABORATORY UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(1)

TESIS

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

DEDEP NUGRAHA 20141050037

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

ii

MENINGKATKAN PERFORMANCE MAHASISWA KEPERAWATAN DI SKILL LABORATORY UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

YOGYAKARTA

TESIS

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

DEDEP NUGRAHA 20141050037

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

(4)

(5)

v Penelitian ini saya persembahkan teruntuk :

1. Ayahanda tercinta yang tak lagi sempat menyaksikan wisuda master ini

2. Ibunda tercinta yang setelah cintaku pada Allah dan Rasulku

3. Kakanda dan sanak saudara

4. Pada Guru dan Dosen yang telah memberikan bekal tak terhingga

5. Keluarga Besar KAUMY NERS, Majelis Anggota KAUMY, Majelis Kehormatan KAUMY, KAUMY Pengda KALTENG

6. Himpunan Mahasiswa Pascasarjana UMY dan HIMAGIKA

7. Adik-adik Keluarga Besar HIMIKA dan NCC EMERGENCY

8. Sahabat – sahabat seperjuangan mahasiswa Magister Keperawatan UMY Peminatan NEDU dan Angkatan V beserta para senior Alumni M.Kep

9. Teman-teman seperjuangan PSIK UMY angkatan 2002, ILMIKI Nasional, ILMIKI Wilayah DIY-JATENG.

10.Insan Keperawatan di seluruh penjuru bumi yang telah memberi inspirasi dan semangat ini tetap terpelihara.


(6)

vi

Puji dan syukur penulis panjatkan kahadirat Allah SWT Tuhan yang maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Pengaruh Pembelajaran Berbasis Caring dalam Meningkatkan Performance Mahasiswa Keperawatan di Skill Laboratory

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan penelitian di pendidikan program studi magister keperawatan pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penyusunan hingga terwujudnya tesis ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Ahmad Nurmandi, M.A sebagai Direktur dan Dr. Muhammad Nurul Yamin, M.SI sebagai Sekretaris Direktur Bidang Akademik Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Fitri Arofiati., S.Kep, Ns., MAN, Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Dr. Elsye Maria Rosa, S.Kp, M.Kep, selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memberikan banyak masukan serta arahan dalam proses penyusunan tesis ini hingga terwujud.

4. Para Penguji Ibu Dr. Titih Huriah, S.Kep, Ns., M.Kep, Sp.Kep.K dan Bapak Moch. Afandi, S.Kep, Ns., MAN serta Ibu Azizah, Khoiriyati, Ns., M.Kep. 5. Seluruh Dosen dan Karyawan Program Studi Magister Keperawatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

6. Ibu Sri Sumaryani, S.Kep, Ns., M.Kep, Sp.Kep. Mat selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan izin dan support penelitian ini.

7. Dosen Penanggung Jawab Blok 12 beserta tim, Asisten Dosen Instruktur serta Laboran Skill Laboratory keperawatan Mini Hospital PSIK UMY.


(7)

vii

membantu kelancaran pengambilan data.

9. Ibunda tercinta dan keluarga yang selalu memberikan do’a dan support. 10. Teman-teman seperjuangan peminatan NEDU, M.Kep angkatan V serta

seluruh Mahasiswa dan Alumni program Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang selalu saling mendoakan dan menguatkan.

11. Teman-teman HIMAGIKA, HMP, HIMIKA, NCC EMERGENCY,

KAUMY NERS, KAUMY Komisariat FKIK, KAUMY PENGDA KALTENG, MA-MK KAUMY serta Panitia MUNAS KAUMY ke-VI. 12. Insan Keperawatan di seluruh penjuru bumi.

Penulis sadar bahwa penulisan tesis ini jauh dari kata sempurna oleh sebab itu kritik dan saran dalam rangka perbaikan tesis ini sangat di harapkan. Demikianlah, semoga penulisan tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 14 September 2016

Peneliti Dedep Nugraha


(8)

viii

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PENGESAHAN ...

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... i

PERSEMBAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan Umum ... 6

2. Tujuan Khusus ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Penelitian Terkait ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

A. Landasan Teori... 16

1. Performance di Skill laboratory ... 16

a. Performance ... 16

1) Performance Assessment... 16

2) Jenis Performance Assessment ... 18

3) Faktor yang mempengaruhi Performance ... 23


(9)

ix

2) Pembelajaran skill laboratory ... 27

3) Model Pembelajaran Skill laboratory... 28

4) Metode PembelajaranSkill laboratory ... 30

5) Kategori Peningkatan Metode Skill laboratory ... 32

b. Evaluasi Skill Laboratory ... 35

2. TeoriCaring ... 37

a. Definisi Caring ... 37

b. Konsep Caring ... 39

b. Asumsi Teori Caring ... 44

d. Faktor Caring ... 46

e. Alat Ukur Caring ... 49

f. Caritas Kreatif Pembelajaran kelas Caring ... 52

g. Struktur Caring ... 53

h. Pembelajaran berbasis Caring ... 55

B. Kerangka Teori... 61

C. Kerangka Konsep ... 62

D. Hipotesis ... 63

BAB III METODE PENELITIAN ... 64

A. Desain Penelitian ... 64

B. Populasi dan Sampel ... 65

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 68

D. Variabel Penelitian ... 68

E. Definisi Operasional ... 68

F. Instrumen Penelitian ... 70

G. Cara Mengumpulkan Data ... 70

H. Alir Penelitian ... 71


(10)

x

K. Etika Penelitian ... 76

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 79

A. Hasil Penelitian ... 79

1. Gambaran umum Pelaksanaan Penelitian ... 79

2. Hasil Data Penelitian ... 80

a. Analisis Univariat ... 80

b. Analisis Bivariat ... 82

B. Pembahasan ... 84

1. Interpretasi dan Diskusi Hasil ... 84

2. Keterbatasan Penelitian... 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...


(11)

xi

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 69

Tabel 3.2 Hasil Conten Validity ROM ... 73

Tabel 3.3 Hasil Conten Validity GALS ... 74

Tabel 4.1 Karakteristik Responden ... 79

Tabel 4.3 Karakteristik Responden dengan Performance Mahasiswa Sebelum Intervensi ... 82

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data ... 82

Tabel 4.5 hasil Uji Perbedaan Performance Mahasiswa pada Kelompok Intervensi dan Kontrol ... 83

Tabel 4.6 Hasil Uji Selisih Perbedaan Performance Mahasiswa pada Kelompok Intervensi dan Kontrol ... 83


(12)

xii

Bagan 2.2 Struktur Caring Swanson ... 53

Bagan 2.3 Kerangka Teori ... 61

Bagan 2.4 Kerangka Konsep ... 62

Bagan 3.1 Desain Penelitian ... 64

Bagan 3.3 Alir Penelitian ... 72


(13)

xiii

Lampiran 1 : Informed Consent Responden

Lampiran 2 : Modul Pembelajaran Berbasis Caring

Lampiran 3 : Cheklist tools assessment performance skill ROM Lampiran 4 : Cheklist tools assessmentperformance skill GALS Lampiran 5 : Surat Ijin Studi Pendahuluan

Lampiran 6 : Surat Ijin Penelitian


(14)

xiv ABSTRAK

Pengaruh Pembelajaran Berbasis Caring dalam Meningkatan Performance Mahasiswa Keperawatan di Skill Laboratory

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dedep Nugraha1, Elsye Maria Rosa2

Latar belakang : Masyarakat semakin menyoroti perawat yang dianggap kurang

performance-nya. Masalah Performance perawat juga terjadi pada mahasiswa

praktikan keperawatan. Kendala pembelajaran skill laboratory keperawatan yaitu mahasiswa yang kurang aktif dan instruktur yang kurang tertata. Caring

merupakan bagian dari performance mahasiswa yang menjadi fokus pendidikan keperawatan.

Tujuan : Menganalisis perbedaan performance mahasiswa sebelum dan setelah dilakukan intervensi pembelajaran berbasis caring di skill laboratory Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Metode : Penelitian kuantitatif dengan quasy-experiment. Penelitian dilakukan selama 2 minggu dengan 2 skill pembelajaran kepada kelompok intervensi dengan adanya kelompok kontrol. Sebelum intervensi dilakukan mahasiswa diberikan modul pembelajaran. Asisten dosen instruktur skill laboratory memberikan pembelajaran dengan struktur caring pada mahasiswa yang dibagi dalam kelompok kecil.

Hasil : Adanya perbedaan hasil performance mahasiswa keperawatan sebelum dan setelah intervensi dilakukan pembelajaran berbasis caring di skill laboratory

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Namun tidak terdapat perbedaan

performance antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hal ini

dibuktikan hasil uji t-test Kelompok intervensi dan kontrol dengan nilai p value =

0,063 (p value ≥ 0,05).

Kesimpulan : Metode pembelajaran berbasis caring merupakan inti dari keperawatan yang bisa diterapkan pada pembelajaran mahasiswa keperawatan. Dengan menggunakan pembelajaran berbasis caring dapat meningkatkan

performance mahasiswa keperawatan.

Kata Kunci : Pembelajaran, Caring, Peformance Mahasiswa, Skill Laboratory.

1. Mahasiswa Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2. Dosen Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(15)

xv

PERFORMANCE OF NURSING STUDENTS AT THE SKILL

LABORATORY OF UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Dedep Nugraha1, Elsye Maria Rosa2

Background : Society give an attention to the poor performance of nurses. Performance problem of nurses also happens in the practicum students of nursing. The obstacle in nursing skill laboratory learning are the lack of less active students and disorganized instructors. Caring is part of students performance that becomes the focus of nursing education.

Objective : To analyze the difference of students performance before and after intervention withcaring-based learning at the skill laboratory of Universitas Muhammadiyah Yogykarta.

Method : This research used quantitative method with quasy experiment approach. The research was conducted for two weeks using two learning skills to intervention group and control group. Before intervention, students were given a learning module. A lecturer assistant of the skill laboratory conducted learning with caring structure to students who were divided into four groups.

Results : There is a different performance result of nursing students before and after intervention. However, there is no different performance between the intervention group and the control group. It is shown with the result of t-test of intervention group and control group, with p value = 0.063 (p value ≥ 0.05).

Conclusion : Caring-based learning method is an essential thing in nursing that can be applied in the learning process aof nursing students. By using caring-based learning, the performance of nursing students can be improved.

Key words : learning, caring, students performance, skill laboratory

1

Nursing students at Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2


(16)

(17)

Dedep Nugraha1, Elsye Maria Rosa2

Latar belakang : Masyarakat semakin menyoroti perawat yang dianggap kurang

performance-nya. Masalah Performance perawat juga terjadi pada mahasiswa

praktikan keperawatan. Kendala pembelajaran skill laboratory keperawatan yaitu mahasiswa yang kurang aktif dan instruktur yang kurang tertata. Caring

merupakan bagian dari performance mahasiswa yang menjadi fokus pendidikan keperawatan.

Tujuan : Menganalisis perbedaan performance mahasiswa sebelum dan setelah dilakukan intervensi pembelajaran berbasis caring di skill laboratory Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Metode : Penelitian kuantitatif dengan quasy-experiment. Penelitian dilakukan selama 2 minggu dengan 2 skill pembelajaran kepada kelompok intervensi dengan adanya kelompok kontrol. Sebelum intervensi dilakukan mahasiswa diberikan modul pembelajaran. Asisten dosen instruktur skill laboratory memberikan pembelajaran dengan struktur caring pada mahasiswa yang dibagi dalam kelompok kecil.

Hasil : Adanya perbedaan hasil performance mahasiswa keperawatan sebelum dan setelah intervensi dilakukan pembelajaran berbasis caring di skill laboratory

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Namun tidak terdapat perbedaan

performance antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hal ini

dibuktikan hasil uji t-test Kelompok intervensi dan kontrol dengan nilai p value =

0,063 (p value ≥ 0,05).

Kesimpulan : Metode pembelajaran berbasis caring merupakan inti dari keperawatan yang bisa diterapkan pada pembelajaran mahasiswa keperawatan. Dengan menggunakan pembelajaran berbasis caring dapat meningkatkan

performance mahasiswa keperawatan.

Kata Kunci : Pembelajaran, Caring, Peformance Mahasiswa, Skill Laboratory.

1. Mahasiswa Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2. Dosen Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(18)

ii

THE EFFECTS OF CARING-BASED LEARNING ON IMPROVING THE PERFORMANCE OF NURSING STUDENTS AT THE SKILL

LABORATORY OF UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Dedep Nugraha1, Elsye Maria Rosa2

Background : Society give an attention to the poor performance of nurses. Performance problem of nurses also happens in the practicum students of nursing. The obstacle in nursing skill laboratory learning are the lack of less active students and disorganized instructors. Caring is part of students performance that becomes the focus of nursing education.

Objective : To analyze the difference of students performance before and after intervention withcaring-based learning at the skill laboratory of Universitas Muhammadiyah Yogykarta.

Method : This research used quantitative method with quasy experiment approach. The research was conducted for two weeks using two learning skills to intervention group and control group. Before intervention, students were given a learning module. A lecturer assistant of the skill laboratory conducted learning with caring structure to students who were divided into four groups.

Results : There is a different performance result of nursing students before and after intervention. However, there is no different performance between the intervention group and the control group. It is shown with the result of t-test of intervention group and control group, with p value = 0.063 (p value ≥ 0.05).

Conclusion : Caring-based learning method is an essential thing in nursing that can be applied in the learning process aof nursing students. By using caring-based learning, the performance of nursing students can be improved.

Key words : learning, caring, students performance, skill laboratory

1

Nursing students at Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat semakin menyoroti perawat yang dianggap kurang

performance-nya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Smith & Crawford (2002) dalam Klein et al., (2009), di negara maju seperti Amerika Serikat terdapat 49% perawat dilaporkan melakukan kesalahan prosedur, 75% melakukan kesalahan pemberian obat. Hal itu meningkatkan kekhawatiran mengenai jumlah kesalahan medis yang akan berdampak pada keselamatan klien. Ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara standar minimum praktek dan performance perawat. Masalah performance perawat juga terjadi pada mahasiswa praktikan keperawatan, penelitian yang dilakukan oleh Faleriani (2010), menyatakan bahwa persepsi perawat senior di rumah sakit terhadap mahasiswa profesi Ners dalam hal performance didapatkan dua point yaitu pasif dan kurang terampil.

Caring merupakan bagian dari performance mahasiswa yang menjadi

fokus penelitian pendidikan keperawatan, mulai dari masalah alat ukur hingga metode (Gregor (2007) dalam Petito, (2010)). Mahasiswa keperawatan belajar tentang caring, performance dan keyakinan perkembangan pendidikan. Para mahasiswa belajar berfikir kritis tentang caring melalui studi kasus dan simulasi sebagai pengalaman dalam meningkatkan performance untuk


(20)

menghadapai situasi klinis. Konsep caring di eksplorasi sebagai penghubung dengan teknologi dalam pembelajaran simulasi. Hasil Penelitian Petito (2010), menunjukkan terdapat perubahan persepsi mahasiswa keperawatan terhadap

caring dalam performance yang dipengaruhi oleh partisipasi dalam

pembelajaran simulasi.

Caring yang diterapkan dalam proses pembelajaran akan menciptakan

lingkungan yang kondusif bagi mahasiswa, situasi ini akan merangsang tubuh melepaskan hormon endorfin yang berasal dari kelenjar pituari atau hipofisis. Hormon endorfin ini dilepaskan ke pembuluh darah dan ditangkap oleh sel. Hal ini berefek ke organ yaitu melancarkan aliran darah (vasodilatasi), meningkatkan kadar oksigen dalam darah, menurunkan tekanan darah, suhu dan pH akan optimal, maka setiap enzim berada pada puncak performa. Hal ini akan membantu mengoptimalkan reaksi biokimia di organ yaitu otak, jantung, lambung, dan pankreas. Kondisi ini akan membuat otot rangka, otot polos, dan jantung akan meningkatkan kinerja motorik kasar dan halus. Peningkatan performa motorik ini akan meningkatkan performance

mahasiswa (Starr. 2010).

Watson (2010), mengemukakan bahwa caring sangat erat kaitannya dengan performance perawat dan pembelajaran. Hal ini terlihat dari caratif faktor caring, yaitu peningkatan pembelajaran interpersonal dimana caring

bersifat healthogenic dan curing, perilaku caring dapat berjalan dengan efektif apabila dilakukan melalui hubungan interpersonal. Tujuh asumsi yang


(21)

mendasari konsep caring menurut Watson (2010), asumsi bahwa caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktikkan secara interpersonal, caring

yang efektif akan membentuk lingkungan yang penuh caring, keluarga serta lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam memilih tindakan terbaik.

Menurut Hastuti (2010), terdapat beberapa kendala dalam pembelajaran

skill laboratory yaitu perencanaan pembelajaran laboratorium keperawatan

yang belum terencana dengan baik dan sistematis. Kendala lainnya yaitu masih adanya mahasiswa yang kurang aktif dan kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran skill laboratory keperawatan pada saat redemonstrasi serta kesibukan pengampu sehingga menyebabkan pengampu sering datang terlambat. Penelitian Widyandana & Rahmawati (2008) didapatkan beberapa kekurangan instruktur skill laboratory dalam hal kurang tepat waktu, kurang sesuai jadwal, penatalaksanaan waktu dan hubungan antara instruktur dengan mahasiswa terlihat kurang akrab.

Pendidikan caring yang dikembangkan oleh Lee-Hsieh et al., (2007) melalui penelitiannya dengan judul “An action research on the development of a caring curriculum in Taiwan”. Peneliti merencanakan, mengembangkan, melaksanakan, dan mengevaluasi efektivitas pemberian materi dan pelatihan

caring selama 5 tahun didapatkan bahwa adanya peningkatan pengetahuan


(22)

Pengembangan kurikulum caring oleh Hills dan Watson (2011) berupa karya

inovative dan guide line yang bijaksana dalam pembuatan kurikulum. Hal

tersebut tergambarkan dalam buku yang berjudul “Creating A Caring Science

Curriculum” mengenai sebuah persepsi revolusi kurikulum. Penyusunan buku tersebut telah melalui debat dan diskusi tentang caring science seperti dasar dan philosofi keperawatan dan juga mengungkapkan pendekatan pedagogy sebagai sebuah jalan untuk mengubah pendidikan keperawatan.

Studi pendahuluan di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, bahwa performance mahasiswa tahap awal profesi masih kurang, namun saat masuk dunia kerja hanya sebagian kecil mahasiswa yang mendapat kendala dalam performance ini. Proses pembelajaran skill laboratory didapatkan data bahwa tingkat ketidaklulusan mahasiswa masih cukup tinggi, yaitu mencapai 61% mahasiswa pada angkatan 2014 atau semester 4, angka ini hampir merata di angkatan lain. Beberapa upaya untuk mengatasi hal ini telah dilakukan oleh pengelola skill

laboratory Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta berupa seleksi lebih ketat bagi asisten Dosen instuktur skill laboratory dengan standart syarat yang lebih tinggi, kontrak kerja berjangka untuk menjaga komitmen dan bekerja fulltime, mengadakan workshop asisten dosen instruktur skill laboratory, memasukan metode try and error, praktikum dengan pendekatan skenario, ujian menggunakan klien simulasi, menjadwalkan belajar mandiri, terus melakukan perbaikan modul,


(23)

memperketat aturan seperti kehadiran 100% dan keterlambatan maksimal 15 menit baik mahasiswa maupun asisten dosen instruktur skill laboratory.

Pimpinan program studi menyampaikan bahwa seharusnya caring

menjadi ruh dan dasar dari seluruh aktifitas keperawatan baik di layanan maupun pendidikan, institusi menginginkan mendesain caring menjadi inti pembelajaran. Hasil diskusi dengan koordinator asisten dosen instruktur skill

laboratory menyampaikan bahwa diperlukan pembekalan dan pelatihan

tentang psikologi pembelajaran bagi asisten dosen instruktur skill laboratory. Hasil diskusi dengan mahasiswa diperoleh informasi bahwa caring

mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta hanya diberikan pada semester awal, berupa praktek komunikasi terapeutik dan kuliah teori keperawatan didalamnya terdapat teori caring, selanjutnya dalam pembelajaran skill laboratory fokus pada kemampuan keterampilan. Mereka mengatakan memerlukan contoh atau role model caring dari para pengajar.

Untuk menganalisis apakah ada pengaruh pembelajaran berbasis caring

dalam meningkatkan performance mahasiswa. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti mengenai “Pengaruh pembelajaran berbasis caring dalam meningkatkan performance mahasiswa keperawawatan di skill laboratory

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta”.


(24)

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh pembelajaran berbasis caring dalam meningkatkan performance mahasiswa Keperawatan di skill laboratory

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis caring dalam proses pembelajaran skill laboratory keperawatan dalam meningkatkan kemampuan

performance mahasiswa.

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis caring dalam meningkatkan performance mahasiswa keperawatan di skill laboratory

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisis perbedaan performance mahasiswa di skill

laboratory sebelum penerapan pembelajaran berbasis caring.

b. Untuk menganalisis perbedaan performance mahasiswa di skill

laboratory setelah penerapan pembelajaran berbasis caring.

c. Menganalisis perbedaan pembelajaran berbasis caring dalam meningkatkan performance mahasiswa di skill laboratory.


(25)

D. Manfaat

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini masuk dalam bidang nursing education peminatan skill laboratory. Penelitian ini berguna sebagai referensi terkait skill laboratory, khususnya tentang aplikasi pembelajaran berbasis caring dalam proses pembelajaran skill

laboratory keperawatan.

2. Manfaat Praktis

A. Bagi Institusi Tempat Penelitian

Manfaat penelitian ini sebagai masukan dan bahan eveluasi kepada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakrata, dalam melakukan pengembangan strategi yang tepat untuk dapat meningkatkan performance dan

caring dalam proses pembelajaran keperawatan.

B. Bagi Mahasiswa di Lokasi Penelitian

Manfaat penelitian ini bagi mahasiswa program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dapat memacu dan memotivasi mahasiswa dalam meningkatkan


(26)

C. Bagi Asisten Dosen Instruktur Skill Laboratorium

Manfaat penelitian pembelajaran berbasis caring ini dapat menjadi motivasi dan pengalaman dalam strategi dan metode pembelajaran bagi para asisten dosen instruktur skill laboratory Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Asisten dosen mendapat bekal tambahan dalam strategy pembelajaran dengan menggunakan inti keilmuan keperawatan, dengan mengembangkan diri untuk membimbing mahasiswa.

D. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan solusi untuk pemecahan suatu masalah yang didukung dengan teori sehingga dapat memberikan pola pikir yang terstruktur dalam memecahkan suatu permasalahan serta dapat menambah khasanah akademik sehingga berguna untuk pengembangan ilmu keperawatan dengan menggunakan inti keilmuan, khususnya bidang nursing education.


(27)

E. Penelitian Terkait

Berdasarkan penelusuran kepustakaan penulis menemukan beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan yang berhubungan dengan caring, antara lain :

1. Midarsih, E. (2015), yang berjudul “Hubungan penggunaan skill

laboratory dengan penampilan mahasiswa praktik keterampilan dasar

praktik klinik di lapangan”. Metode yang digunakan analisis

observasional, berupa studi cross sectional. Hasil penelitian bahwa frekuensi penggunaan skill laboratory lebih dari lima kali akan meningkatkan penampilan praktik di lapangan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dalam hal tujuan metode dan variabel penelitian. 2. Klein, C. J., & Fowles, E. R., (2009), dengan judul “Investigasi

kompetensi perawat dan kompetensi hasil kinerja dengan pendekatan

laporan persepsi mahasisswa tingkat akhir”. Tujuan penelitian ini

untuk mengukur konstruksi kompetensi mahasiswa keperawatan di program studi yang berbeda. Metode penelitian eksplorasi noneksperimen, komparatif dengan membandingkan mahasiswa keperawatan dari program yang berbeda, sampel dengan puposive. Hasil dari penelitian ini bahwa mahasiswa keperawatan kurang percaya diri, kepemimpinan, pembelajaran dan kolaborasi. Perubahan kurikulum perlu dilakukan untuk meningkatkan pembelajaran


(28)

psikomotor teknis dan kepemimpinan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dalam variable, tujuan dan metode penelitian yang digunakan. 3. Widyandara & Rahmawaty, E., (2008), yang berjudul “Persepsi

mahasiswa terhadap instruktur keterampilan medik di skill

laboratorium Fakultas Kedokteran Univesitas Gadjah Mada”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui persepsi mahasiswa terhadap peran instruktur dalam proses pembelajaran di skills laboratorium

FakultasmKedokteran Universitas Gadjah Mada”. Metode yang

digunakan deskriptif kualitatif dengan rancangan cross-sectional study,

dan menggunakan data-data sekunder di skill laboratoryb Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Hasil penelitian ini diperoleh beberapa kekurangan instruktur skill laboratory dalam hal kurang tepat waktu, kurang sesuai jadwal, penatalaksanaan waktu dan hubungan antara instruktur dengan mahasiswa terlihat kurang akrab. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dalam variable bebas, metode dan sampel penelitian.

4. Petito, J.G. (2010). Persepsi mahasiswa terhadap caring, sebelum dan sesudah pembelajaran dengan simulasi dalam pendidikan keperawatan. Metode yang di gunakan deskriptip kuantitatif, tujuan penelitian ini untuk mengukur dan mendeskripsikan persepsi caring mahasiswa dalam pendidikan keperawatan yang makin komplek. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa terhadap caring,


(29)

dipengaruhi oleh partisipasi dalam pembelajaran simulasi, terjadi perubahan pre dan post terkait aspek teknis, dan caring. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dalam hal tujuan, metode dan variabel penelitian.

5. Priambodo, G., (2014), yang berjudul “Caring dalam asuhan keperawatan penyusunan, pembakuan dan penerapan alat ukur caring

sesuai dengan budaya”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

mixed method dengan tahap pertama metode kualitatif, tahap kedua

dengan metode kuantitatif. Tahap terakhir action research. Tujuan penetian ini untuk membuat alat ukur caring perawat yang valid dan

reliable berdasarkan budaya. Hasil dari penelitian ini berupa alat ukur

caring perawat yang dapat disusun secara valid dan reliable dan dapat

diterapkan sesuai dengan budaya. Alat ukur berupa cover caring

priambodo yang terdiri dari 8 kategori caring dan dijabarkan menjadi

27 item. Persamaan dengan penelitian ini adalah caring, namun berbeda dalam variabel, metode dan objek penelitiannya.

6. Fang Ma, et.al (2014) yang berjudul : Persepsi mahasiswa diploma keperawatan tentang caring dalam pembelajaran keperawatan di China : studi deskripstif kualitatif. Desain Penelitian deskriptif kualitatif menggunakan 4 fokus kelompok wawancara dengan studi fenomenologi. Tujuan penelitian ini mengeksplorasi perspektif mahasiswa diploma keperawatan tentang caring di dua perguruan


(30)

tinggi Provinsi Yunnan, China. Hasilnya bahwa belajar caring

memerlukan peran model baik dari kejadian yang dialami maupun peran, diperlukan lingkungan belajar yang kondusif untuk belajar

caring, kurangnya direktif sebagai hambatan belajar caring, kurangnya

kompetensi mahasiswa dalam memahami budaya lain sebagai hambatan dalam belajar caring. Penelitian ini menyarankan untuk pembelajaran caring dalam dunia pendidikan keperawatan sebaiknya konsep caring dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Persamaan penelitian ini adalah tentang caring di pendidikan keperawatan namun berbeda dalam metode dan objek penelitian.

7. Mulyaningsing (2013), dengan judul : Peningkatan perilaku caring melalui kemampuan berfikir kritis perawat. Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Tujuan penelitian ini tidak di sajikan secara eksplisit. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara berpikir kritis dengan perilaku caring perawat, tingkat pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti juga mempunyai hubungan yang bermakna dengan perilaku caring perawat. Variabel berpikir kritis merupakan faktor yang paling berhubungan dengan perilaku caring

perawat. Persamaan dengan penelitian ini meneliti caring, namun berbeda dalam variabel, metode dan objek penelitiannya.


(31)

8. Sukesi (2013), yang berjudul “Upaya peningkatan caring terhadap kepuasan pasien diruang rawat inap RS Permata Medika Semarang”. Desain yang digunakan analitik observasional dengan metode penelitian cross sectional. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan adanya hubungan caring perawat dengan kepuasan klien. Kesimpulan dari penelitian ini adanya gambaran perilaku caring perawat yang dipersepsikan oleh klien bahwa perawat yang berperilaku caring lebih dari separuh berperilaku kurang caring. Gambaran kepuasan yang dipersepsikan klien adalah lebih dari separuh klien menyatakan tidak puas. Ada hubungan caring perawat dengan kepuasan klien, artinya bila perawat berperilaku caring yang baik maka dapat meningkatkan kepuasan klien. Persamaan penelitian dengan penelitian ini adalah tentang caring. Perbedaanya dalam hal ranah penelitian, objek dan metode yang digunakan.

9. Rahman et,al (2013) yang berjudul “Hubungan persepsi perilaku

caring perawat dengan loyalitas paien rawat inap kelas III Rumah

Sakit Paru Jember”. Desain penelitian menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara persepsi perilaku

caring perawat dengan loyalitas klien rawat inap. Kesimpulan yang

dihasilkan terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi perilaku


(32)

Paru Jember. Penerapan perilaku caring perawat dapat meningkatkan loyalitas klien rawat inap terhadap pelayanan. Penelitian ini menyarankan bagi instansi pendidikan untuk mengintegrasikan aspek

caring pada poin penilaian setiap praktikum mata kuliah keperawatan,

memperbanyak praktikum mengenai komunikasi terapeutik, mengadakan kurikulum pembelajaran lapangan mengenai penerapan aspek caring, dan mengadakan praktik komunikasi terapeutik pada klien. Persaaman penelitian ini dalam tema tentang caring, namun berbeda dalam ranah penelitian, metode dan objek penelitianya.

10.Charalambous & Kaite (2013), yang berjudul “Caring mahasiswa sarjana keperawatan dalam merawat klien kanker : wawasan fenomenologis hermeneutic dari pengalaman mereka”. Desain penelitian ini menggunakan fenomenologis hermeneutika berdasarkan penyelidikan filosofis. Tujuan penelitian ini untuk menafsirkan pengalaman mahasiswa yang tatap muka dengan perawatan kanker selama penempatan stase klinis. Hasil penelitian ini menunjukan interpretasi yang menghasilkan tema-tema berikut : menjadi bagian dari kehidupan pusat itu, menjadi simpatik, dihadapkan oleh orang lain, menjadi diri reflektif, menjadi terjebak dalam sistem, menjadi peduli terhadap keluarga dan menjadi lebih baik dalam praktek klinis. Kesimpulan dan saran dari penelitian ini agar para mahasiswa menekankan perlunya persiapan yang tepat baik pada teori dan pada


(33)

tingkat klinis, untuk lebih menghadapi situasi yang melibatkan kematian dan sekarat serta teknik pembelajaran bagi krisis manajemen. Persamaan penelitian ini dalam hal tema caring, ranah pendidikan dan objek penelitian mahasiswa keperawatan, namun berbeda variabel, metode dan cara penelitian.

11. Vioneri (2014), yang berjudul “Penerapan prinsip enam benar

pemberian obat melalui intravena dalam mencegah kejadian medical

error dengan pendekatan nursing as caring diruang rawat inap

Instalasi Bedah Seruni RSUD dr. M. Yunus Bengkulu”. Metode yang digunakan kualitatif deskriptif dengan case study. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penerapan prinsip enam benar pemberian obat melalui intravena dalam mencegah kejadian medical error dengan pendekatan nursing as Caring. Hasil penelitian ini adalah penerapan prinsip enam benar pemberian obat dengan pendekatan nursing as

caring jika dijalankan dengan baik, dapat mencegah kejadian

medication error. Persamaan penelitian ini dalam hal caring, namun


(34)

16 A. Landasan Teori

1. Performance di Skill Laboratory a. Performance

1) Performance Assessment

Definisi kompetensi dan performance sangat mirip dan tidak dapat dipisahkan (Murphy et al. (1994); dalam Anema & McCoy, 2010). Menurut Nursalam, (2013), Performance mahasiswa merupakan hasil pembelajaran (output) baik secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seseorang dalam suatu pembelajaran dalam kurun waktu tertentu.

Suatu hasil pembelajaran dapat dikatakan baik apabila hasil tersebut dapat mengukur proses dari pembelajaran. Penilaian performance adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengukur proses pembelajaran karena penilaian

performance mengharuskan mahasiswa memperlihatkan

kemampuannya (Palm, 2008 dalam Triscahyaningrum, 2014). Salah satu upaya yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terdapat pada perkuliahan serta untuk mengukur peningkatan performance mahasiswa dalam strategi mengajar adalah dengan mengimplementasikan instrumen penilaian.


(35)

Instrumen penilaian meliputi lembar observasi dan rubrik penilaian yang telah memenuhi syarat. Rubrik merupakan alat penskoran yang terdiri atas daftar kriteria atau apa saja yang harus dihitung (Tricahyaningrum, 2014).

Penilaian berbasis performance umumnya terkait dengan keterampilan psikomotor. Misalnya, menunjukkan kompetensi dalam mengukur tanda-tanda vital dan melaksanakan perawatan langsung adalah keterampilan yang mahasiswa pelajari dan harus melakukan dengan benar sebelum melakukan pada klien. Pendekatan holistik untuk penilaian performance mencakup pengetahuan umum dan khusus, keterampilan, dan nilai.

Lenburg (1999) dalam Anema (2010), menyatakan bahwa penilaian performance meliputi kompetensi hasil yang relevan dengan keperawatan dan profesi kesehatan lainnya yaitu penilaian dan intervensi, komunikasi, berpikir kritis, pengajaran, hubungan antar manusia, manajemen, kepemimpinan dan integrasi pengetahuan

Konsep kedelapan hal ini dapat digunakan untuk mengembangkan dan mengevaluasi penilaian performance. Ada peluang untuk menjadi kreatif ketika mengembangkan beragam jenis penilaian performance. Tujuannya adalah untuk mengembangkan penilaian performance dan dicocokkan dengan kompetensi yang terkait.


(36)

2) Jenis Penilaian Performance

a) Cheklist

Cheklist digunakan untuk keterampilan psikomotorik

seperti kegiatan perawatan klien. Evaluator mengamati mahasiswa mendemonstrasikan keterampilan yang benar. Sebuah checklist biasanya memiliki skala lulus atau gagal. Setiap langkah dalam performance perlu ditetapkan bobot dan standar kelulusan. Misalnya, saat mengukur tekanan darah, ada langkah-langkah penting yang harus dilakukan. Dua langkah penting yang benar memompa manset dan menentukan pembacaan yang tepat. Critical poin bisa berbobot lebih dari yang lain. Mahasiswa harus lulus semua

critical point untuk memenuhi atau melampaui standar

kelulusan. Hal ini juga memungkinkan untuk menggunakan rekaman video.

b) Rating Scale

Sebuah skala rating untuk menilai aspek yang berbeda dari performance. Skala nol sampai satu atau tiga sampai lima poin yang umum digunakan dan dapat membuat perbedaan. Hal ini diperlukan untuk mengatur performance

minimal yang diperlukan untuk setiap elemen pada skala. Semakin jelas skala yang ditentukan, makin dapat diandalkan (Jacobs & Chase, 1992 dalam Anema 2010). Contohnya


(37)

mengukur tekanan darah, skala penilaian bisa menunjukkan ya – tidak atau dengan skala tidak memuaskan, marjinal, memuaskan, dan sangat baik. Rubrik akan menentukan apa yang dimaksud oleh masing-masing deskriptor skala. Jika seorang mahasiswa menerima skor marginal di area tertentu, rubrik akan menyatakan apa yang hilang. Hal ini bermanfaat untuk memfokuskan upaya perbaikan.

c) Portofolio

Portofolio digunanakan sebagai kumpulan karya

mahasiswa di seluruh program, terutama berguna pada akhir program. Rubrik harus spesifik untuk memastikan kompetensi dalam bidang tertentu. Data dikumpulkan selama periode waktu dan dapat menunjukkan kemajuan. Portofolio sangat berguna pada akhir program untuk penilaian hasil, karena item menyediakan sampel dari seluruh program dan juga dapat menunjukkan kemajuan mahasiswa di seluruh program. Misalnya, pilihan pekerjaan mahasiswa, yang berkaitan dengan berpikir kritis, pengetahuan, atau manajemen, dari awal program sampai akhir, dapat menunjukkan peningkatan tingkat kompetensi di masing-masing area.


(38)

d) Simulation

Simulation merupakan jenis penilaian yang lebih

available dan mutakhir serta berdedikasi dari pada di masa lalu. Mahasiswa dapat melaksanakan beberapa keterampilan pada manekin dan melihat hasil yang menunjukkan apakah mereka melakukan prosedur dengan benar. Simulasi berbasis komputer menyediakan semua jenis situasi. Mahasiswa kemudian harus membuat pilihan bersama mengambil keputusan. Setiap keputusan membawa mereka ke arah tertentu. Pengetahuan dasar berfungsi sebagai dasar untuk membuat keputusan. Misalnya, tanda dan gejala, riwayat kesehatan, dan nilai-nilai laboratorium, analisis kritis dan sintesis pengetahuan diperlukan. Seperti setiap keputusan dibuat, mahasiswa menerima umpan balik dan memiliki kesempatan untuk memilih tindakan lain. Jika ada hasil positif di akhir situasi, mahasiswa telah menunjukkan kompetensi. Jika tidak, dapat digunakan untuk melihat kesalahan yang dibuat dan ada kesempatan untuk terus berlatih. Simulasi dapat digunakan untuk situasi manajemen, pengajaran klinis dan mencakup semua kompetensi utama, serta tiga domain pembelajaran. Sebagai contoh, simulasi yang digunakan dalam lingkungan pelatihan kegawat daruratan, tanggapan afektif, berkaitan dengan nilai-nilai dan


(39)

keyakinan yang dinilai. Keterampilan kepemimpinan juga dinilai melalui simulasi bermain peran. Mahasiswa membuat pilihan dan menerima umpan balik untuk meningkatkan kompetensi dalam domain afektif (Adkins, 2004 dalam Anema 2010).

e) Journal

Jurnal digunakan untuk menunjukkan integrasi pembelajaran. Refleksi dan penilaian diri sangat penting untuk menilai performance sepanjang program. Mahasiswa di semua situasi dapat menggunakan jurnal untuk mengungkapkan perasaan mereka dan bagaimana mereka mencapai tujuan. Pedoman jurnal dapat terstruktur, terbuka, atau diantaranya. Mahasiswa dalam program pendidikan formal dapat fokus pada apa yang mereka pelajari, bagaimana hal itu akan mengubah pemikiran mereka saat berinteraksi dengan orang lain, dan bagaimana mereka akan mengubah praktek mereka saat ini. Jurnal mungkin tidak terstruktur atau memiliki pedoman yang luas. Misalnya, orang yang baru didiagnosis dengan diabetes bisa menulis tentang dampak fisik, emosional, dan gaya hidup dari diagnosis. Menetapkan tujuan untuk diri mengelola perawatan mereka sangat membantu. Kompetensi menilai dapat dilakukan dengan mengukur hasil fisik seperti glukosa darah, berat badan, dan


(40)

aktivitas. tindakan afektif dapat mengidentifikasi suasana hati, rasa percaya diri, dan pandangan hidup.

f) Esai

Esai sering digunakan untuk menunjukkan pemikiran kritis dan sintesis. Mahasiswa dapat memiliki studi kasus atau skenario klinis yang mengharuskan mereka untuk berbagi apa yang akan mereka lakukan dalam praktek. Esai dapat digunakan untuk menentukan keterampilan organisasi, kemampuan menulis, dan analisis kritis. Ini adalah pendekatan yang umum digunakan dalam pendidikan tinggi, kriteria holistik melihat semua elemen dapat menentukan kompetensi dalam kertas itu sendiri dan proses berpikir yang masuk ke mengembangkan topik. Keterampilan tambahan, seperti mencari dan memilih sumber, mengutip dengan benar, mengatur informasi dalam urutan yang logis, dan mendukung argumen penting. Misalnya, mahasiswa harus menulis pada topik reformasi perawatan kesehatan dan pilih posisi. Apa jenis dari sistem perawatan kesehatan harus kita miliki di Amerika Serikat? Penelitian untuk mendukung posisi dan presentasi logis dari ide-ide yang diperlukan untuk mendemonstrasikan kompetensi.


(41)

g) Rekaman video

Rekaman video merupakan rekaman apa yang mahasiswa lakukan dalam situasi tertentu. Kinerja mereka di bidang keterampilan, komunikasi, sikap, dan keputusan yang dinilai. Pendekatan ini berguna karena menyampaikan apa yang mahasiswa benar-benar melakukan. Evaluator dan mahasiswa melihat tindakan yang sama dan bersama-sama dapat meninjau rekaman itu. Mahasiswa dapat melihat area yang perlu perbaikan. Untuk evaluator, ada catatan

performance manahsiswa. Teknologi video ini sangat

berguna dalam jarak pendidikan. Mahasiswa dapat berada ditempat berbeda dengan Dosennya dan evaluator dapat benar-benar melihat apa yang mereka lakukan (Billings & Halstead, 2005 dalam Anema 2010).

3) Faktor Yang Mempengaruhi Performance Mahasiswa

Tiga faktor yang mempengaruhi performance, Gibson et al. (1997) dalam Nursalam (2013) yaitu :

a) Faktor Individu

Faktor individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik), latar belakang (keluarga, tingkat sosial, pengalaman) dan demografis (umur, etnis, jenis kelamin).


(42)

b) Faktor Psikologis

Faktor psikologis yaitu Persepsi, kesiapan, kepribadian, belajar dan motivasi.

c) Faktor Organisasi

Faktor organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan

b. Skill Laboratory

1) Pengertian

Nursalam dan Efendi (2008), menyatakan bahwa laboratorium adalah tempat dimana peserta didik mempergunakan pendekatan pemecahan masalah untuk mengembangkan berbagai teknik dalam mengontrol lingkungan belajar. Nurini (2002) dalam Susanti (2010) menjelaskan bahwa laboratorium keterampilan medik / skill laboratory merupakan fasilitas dimana tempat mahasiswa dapat berlatih keterampilan-keterampilan medik yang mereka perlukan dalam situasi latihan di laboratorium, bukan dalam suasana kontak antara perawat-klien di rumah sakit.

Laboratorium merupakan suatu tempat, atau ruangan yang dilengkapi dengan peralatan tertentu untuk melakukan suatu percobaan atau penyelidikan (Margono, 2000 dalam Samsudin 2012). Dalam melakukan kegiatan laboratorium bukan hanya kemampuan yang berkaitan dengan keterampilan, tetapi sikap


(43)

terhadap performance ilmiah justru perlu mendapatkan tekanan. Laboratorium berperan sebagai tempat untuk memberikan suatu ilustrasi materi teoritik. Laboratorium juga berperan sebagai tempat mahasiswa untuk mendapatkan kesempatan melakukan pengalaman langsung dalam memecahkan masalah yang diangkat dari teori yang mereka pelajari.

Berkaitan dengan metode laboratorium ini, maka kegiatan laboratorium dirancang dengan tujuan utamanya melatih mahasiswa untuk meningkatan performance mahasiswa dalam berpraktikum dan meningkatkan motivasi belajar mereka (Samsudin, 2012). Selain hal itu, performance assessment

(penilaian kinerja) direkomendasikan sebagai penilaian yang sesuai dengan hakikat sains yang mengutamakan proses dan produk. Performance assessment merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan mahasiswa dalam melakukan sesuatu. Mahasiswa melakukan observasi, mengikuti prosedur, melakukan belajara secara mandiri, belajar berkelompok, mengolah data, dan menyimpulkan. Pada kenyataanya, kondisi ideal tersebut belum tercapai yaitu

performance praktikum dan sikap mahasiswa dalam

berpraktikum masih rendah. Mahasiswa hadir di laboratorium hanya sekedar untuk menggugurkan kewajibannya saja, tanpa


(44)

memperhatikan esensi dan tujuan berpraktikum untuk mempraktekan apa yang telah mereka dapatkan di kuliah.

Skill laboratory merupakan suatu kegiatan di laboratorium dimana mahasiswa diajarkan keterampilan klinik. Kegiatan di

skill laboratorium bertujuan menunjang pencapaian kompetensi

klinis. Skill laboratorium merupakan metode pembelajaran bagi mahasiswa untuk belajar keterampilan klinis yang mereka perlukan dengan setting seperti antara perawat-klien namun dilakukan dalam suasana latihan. Pembelajaran di skill

laboratory bukan dimaksudkan untuk menggantikan praktik

klinik, tetapi menyiapkan mahasiswa agar lebih siap ketika melaksanakan asuhan keperawatan secara nyata di tatanan klinik. Dalam skill laboratory mahasiswa dilatih berbagai macam keterampilan keperawatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi klien yang unik sehingga nantinya mahasiswa benar-benar siap dalam menghadapi klien. Sarana pendidikan dalam skill

laboratory dapat berupa : alat-alat kesehatan, setting, alat

bantuan audio visual, model (manekin), klien simulasi, puskesmas, rumah sakit dan masyarakat (Nurini, dkk, 2002). 2) Pembelajaran di skill laboratory

Pembelajaran praktikum merupakan pengintegrasian antara teori / pengetahuan dasar professional, sehingga dalam pelaksanaannya dikelola secara terintegrasi (Nursalam dan


(45)

Efendi, 2008). Pembelajaran praktik sebagai salah satu strategi pembelajaran perlu mendapat perhatian yang serius karena dapat membelajarkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara bersama.

Proses pembelajaran skill laboratory menurut Nurini, dkk (2002) bisa dilakukan dengan cara : 1) Mahasiswa sebelum praktik mempelajari teori yang berkaitan dengan keterampilan yang akan dipelajari dan melihat demonstrasi yang diperagakan oleh instruktur atau melihat audio visual; 2) Mahasiswa berlatih dengan temannya mengenai prosedur yang sederhana dan tidak menimbulkan resiko; 3) Beberapa keterampilan dilakukan pada

manekin, misalnya injeksi, pemasangan infus, dan lain-lain ; 4) Pada tingkat yang lebih lanjut dapat dilakukan pada klien simulasi yang telah dididik sebelumnya; 5) Apabila memungkinkan mahasiswa dapat dihadapkan pada klien dengan keadaan yang tidak beresiko.

Uraian mengenai pembelajaran skill laboratory yang diberikan kepada mahasiswa adalah sebagai berikut :

a) Fase perkenalan

Fase perkenalan ini dimulai dengan salam terapeutik, evaluasi/validasi dan kontrak (topik, waktu dan tempat).


(46)

b) Fase kerja

Fase kerja terdiri dari teknik komunikasi, sikap terapeutik, kesesuaian implementasi dengan intervensi dan pencapaian tujuan dari implementasi.

c) Fase terminasi

Fase terminasi yaitu evaluasi subyektif, evaluasi obyektif, rencana tindak lanjut dan kontrak lanjut (topik, waktu dan tempat).

3) Model pembelajaran skill laboratory

Pembelajaran skill laboratory menekankan pada sikap, tingkah laku dan keterampilan. Pencapaian tersebut diperlukan berbagai model pengembangan pembelajaran, metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Model pembelajaran skill laboratory menurut Nursalam dan Efendi (2008) :

a) Personal System of Instruction (PSI)

Model ini menekankan bahwa pembelajaran dilakukan secara mandiri. Waktu yang sesuai dengan pembelajaran dimanfaatkan mahasiswa untuk memperlancar mempercepat keterampilan.

b) Audio Tutorial Method (ATM)

Menggunakan peralatan audio visual dan petunjuk pembelajaran, memungkinkan peserta bekerja mandiri.


(47)

Mahasiswa melihat video sambil mengikuti tindakan manual, menjawab pertanyaan sebelum praktik, kemudian melakukan keterampilan dan pengkajian terhadap apa yang sudah dilakukan.

c) Computer Assisted Learning (CAL)

Program komputer digunakan sebagai alat instruksional. Mahasiswa dibawa ke situasi praktik dan memberi respon, kemudian diberi umpan balik dan diarahkan melakukan aktifitas, melaporkan serta memasukkan hasil ke komputer.

d) Learning Aids Laboratory (LAL)

Memberi kesempatan belajar praktik tambahan agar mahasiswa memperoleh keterampilan dan pengetahuan tertentu diluar program rutin.

e) Modular Laboratory

Keterkaitan antara teori dan praktik diberikan dalam bentuk modul pembelajaran. Modul terdiri atas ringkasan teori, studi kasus, penugasan, tujuan, arahan, petunjuk praktik dan pengkajian.

f) Integrated Laboratory

Beberapa disiplin ilmu dikombinasikan, misalnya berbagai konsep fisika dalam praktik keperawatan.


(48)

g) Projeck Work

Misalnya pada program keperawatan komunitas, diskusi dan arahan dilakukan di laboratorium sebelum terjun ke masyarakat, institusi atau rumah klien.

h) Participation in Research

Mahasiswa dilibatkan dalam penelitian, hal ini akan membantu mahasiswa menerapkan berbagai keterampilan yang telah dipelajari.

4) Metode Pembelajaran Skill Laboratory

Menurut Nursalam dan Efendi (2008) metode pembelajaran yang dapat digunakan di skill laboratory adalah :

a) Demonstrasi

Metode ini menyajikan prosedur cara menggunakan alat dan cara berinterkasi dengan klien. Pada pelaksanaannya ditekankan tentang tujuan dan pokok-pokok yang merupakan fokus perhatian. Tujuan metode ini untuk mendapatkan gambaran tentang hal-hal yang berhubungan proses mengatur, membuat, proses bekerjanya, proses mengerjakan, membandingkan suatu cara dan mengetahui serta melihat kebenaran sesuatu. b) Simulasi

Metode ini menyajikan pembelajaran dengan menggunakan atau proses nyata, dengan mahasiswa terlibat


(49)

aktif dalam berinteraksi. Mahasiswa mengaplikasikan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya, hal ini berguna untuk memberikan respon. Metode ini bertujuan membantu mahasiswa mempraktikan keterampilan dalam membuat keputusan dan menyelesaikan masalah, mengembangkan kemampuan interaksi, memberi kesempatan berbagai prinsip teori dan meningkatkan kamampuan kognitif, afektif dan psikomotor.

c) Eksperimen

Metode ini menyajikan pembelajaran di mana mahasiswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajarinya. Mahasiswa diberi kesempatan untuk melakukan sendiri, mengikuti dan mengamati proses. Mahasiswa mendapat pengalaman belajar dalam mengatasi masalah dengan pendekatan problem solving melalui eksperimen.

5) Kategori-kategori yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan metode pembelajaran di laboratorium menurut Brown dan Atkins (1988) dalam Riyaningrum (2014) yaitu :

a) Tujuan atau Sasaran

Tujuan dan sasaran dari setiap sesi praktikum perlu dirumuskan dengan jelas. Hal ini untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya suatu keadaan yaitu sasaran yang


(50)

kurang penting tercapai tapi sasaran yang penting tidak tercapai.

b) Petunjuk pelaksanaan

Petunjuk atau perintah pelaksanaan kegiatan harus jelas dan tidak membingungkan. Hal ini harus dirancang agar mahasiswa dapat menangkap dengan jelas gambaran penting tentang peralatan atau bahan-bahan yang diperlukan.

c) Asisten laboratorium

Asisten skill laboratory perlu terlatih sehingga mampu melaksanakan tugas dengan baik. Tugas instruktur laboratorium adalah membantu mahasiswa dalam hal melaksanakan kegiatan sesuai dengan petunjuk, menyelesaikan permasalahan yang muncul, mengatur peralatan, memeriksa fungsi peralatan, mendapatkan, mengamati dan mencatat hasil, mencatat metode atau hasil.

Asisten laboratorium memahami prosedur dan terbiasa dengan peralatan, sehingga bisa membantu mahasiswa. Dosen penanggung jawab blok atau mata kuliah yang bertanggung jawab dalam praktikum harus dapat membantu para asisten untuk menguraikan prosedur secara ringkas dan sebagai petunjuk bagi asisten tentang kegiatan apa yang harus dilaksanakan. Dosen sebaiknya


(51)

juga meluangkan waktu melatih asisten laboratorium untuk meningkatkan kemampuannya.

Beberapa hal yang harus dikuasai asisten laboratorium yaitu : mengamati mahasiswa dalam bekerja, mengantisipasi dan mengenali kesulitan umum dari proses pemahaman, memberi pandangan umum, menguraikan dengan jelas proses dan prosedur praktikum, memberi petunjuk atau perintah, memberi pertanyaan untuk klarifikasi kesulitan dan mengarahkan mahsiswa ke seluruh aktifitas, menjawab pertanyaan mahasiswa secara sederhana, langsung dan tidak mengkritik, memberi dukungan dan dorongan, serta bertindak dengan tepat saat memberi bantuan ke mahasiswa.

d) Cara memfasilitasi

Banyak cara untuk memfasilitasi dan membimbing agar mahasiswa aktif, belajar mandiri, dan saling belajar dengan temannya. Fasilitas yang disediakan ini sebaiknya secara eksplisit berisi tujuan, perintah yang jelas dan diagram cara kerja yang jelas.

e) Pertanyaan dan daftar pengecekan untuk evaluasi diri Hal ini dilakukan untuk mendorong mahasiswa membaca dan berfikir tentang semua aspek aktifitas di laboratorium misalnya dengan memberikan pretest dan


(52)

posttest. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berisi point-point penting, hal ini dapat memotivasi mahasiswa untuk memeriksa apakah mereka sudah melaksanakan prosedur secara benar. Daftar pengecekan untuk evaluasi diri dapat digunakan sebagai alat bantu dalam meningkatkan pembelajaran di laboratorium.

c. Evaluasi Skill Laboratory

Yanti dan Pertiwi (2008) dalam Susanti (2014) menyatakan bahwa untuk menilai kompetensi klinik mahasiswa kesehatan, metode OSCE (Objective Structure Clinical Examination) saat ini merupakan suatu pilihan terbaik. Dikatakan Objective karena menggunakan tes objektif dengan seting nyata yang dihadapi dalam praktik klinik.

Structure berarti menggunakan struktur tertentu secara konsisten

dalam menyusun tes OSCE. Sedangkan Clinical Examination berarti yang dites adalah keterampilan yang terkait dengan manajemen klien klinik. Keunggulan metode OSCE adalah lebih valid, handal, dan objektif dibanding uji lisan, bisa melakukan evaluasi dengan jumlah peserta yang lebih banyak dalam waktu yang lebih pendek serta serentak, menguji keterampilan yang lebih luas dan semua peserta diuji dengan instrumen yang sama.

Evaluasi hasil belajar mahasiswa didefinisikan sebagai suatu proses untuk mendapatkan informasi yang akan digunakan untuk membuat suatu keputusan yang berkaitan dengan mahasiswa,


(53)

kurikulum dan kebijakan pendidikan. Evaluasi merupakan salah satu komponen penting dalam pendidikan. Desain sistem evaluasi hasil belajar mahasiswa harus konkret dengan tujuan pendidikan dan disesuaikan dengan kurikulum yang dipergunakan. Metode/instrument yang digunakan harus memenuhi prinsip validitas, reliabilitas, objektif, diskriminatif, komprehensif, aplikatif dan mempunyai pengaruh yang baik terhadap proses belajar mahasiswa.

Penggunaan format OSCE bersifat fleksibel, dan pengamatan langsung pada tiap mahasiswa dapat dilaksanakan secara terstruktur/terencana.

1) Kompetensi klinik utama

Penentuan komponen kompetensi klinik utama yang akan diujikan disesuaikan dengan learning outcome program pendidikan (DIII dan Ners), meliputi pengkajian riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, ketrampilan prosedural, konseling, dan sikap profesional. Kompetensi klinik harus mepresentasikan setiap konteks pelayanan keperawatan dalam rentang sehat sakit yang meliputi upaya kesehatan promotif sampai dengan rehabilitatif pada semua daur kehidupan dan setting utama pelayanan keperawatan. Pada setiap station disepakati minimal mencakup tiga kategori kompetensi yang diujikan.


(54)

2) Station setting

Kelengkapan station dibutuhkan untuk bisa menggambarkan setting klinis senyata mungkin dari berbagai aspek penting yang harus dikuasai mahasiswa.

3) Penentuan jumlah station

Penentuan jumlah station berdasarkan pemetaan core

competency yang disepakati dan memilki bobot yang tinggi.

Penentuan jumlah station didasarkan atas reliabilitas ujian yang dapat dicapai dan perkiraan kemampuan institusi menyediakan sumberdaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan OSCE.

4) Lama waktu ujian

Lama waktu ujian di dalam station berdasarkan pada kompleksitas tugas dan ketrampilan yang akan diujikan serta nilai realibilitas OSCE yang diharapkan. Perlu dipertimbangkan juga waktu jeda antar station.

2. Teori Caring. a. Definisi Caring.

Keperawatan dalam paradigmanya memandang empat komponen utama : Manusia, perawat, kesehatan dan lingkungan, sehingga dalam pengembangan teori-teori keperawatan selalu berpedoman pada empat komponen ini (Alligood, 2014). Telah banyak pakar yang mengemukakan teori-teori yang mendukung dalam mengembangkan ilmu pengetahuan caring keperawatan. Caring merupakan sebuah nilai


(55)

dan sikap yang pantas, sungguh-sungguh serta tanggung jawab secara konkrit dalam melakukan tindakan dan merupakan inti dalam melakukan tindakan dan inti dalam keperawatan yang menyatukan fokus untuk praktek (Watson, 2009).

Menurut swanson (1991) dalam Potter & Perry (2009), menjelaskan dalam teorinya mengenai caring merupakan suatu jalan pemeliharaan yang akan mendukung untuk menghargai perasaan orang lain sehingga mampu untuk komitmen dan tanggung jawab. Bentuk perilaku caring, yaitu sikap peduli, kasih sayang, cinta dan setia, ingin dan siap membantu, dedikasi, empati, melindungi dan mendukung, memberi rasa aman dan nyaman, kehadiran, sentuhan kasih sayang dan selalu mendengarkan klien. Menurut Boykin dalam Alligood (2014), dalam teori keperawatannya nursing as caring membuat beberapa pernyataan atau bisa disebut juga konsep-konsep utama dalam teori keperawatan yaitu : focus and intention of nursing, perspective of persons as caring, person hood, nursing situation, direct invitation, call of nursing, caring between, nursing respons, story as method for knowing nursing.

Morison & Burnard (2009), menyatakan bahwa caring sebagai suatu proses memberikan kesempatan pada seseorang untuk mempengaruhi kehidupan seseorang dalam cara bermakna dan memicu eksistensi yang lebih memuaskan. Leininger (1991) di dalam Geogre (2008), menyatakan bahwa caring menjadi kebutuhan manusia yang


(56)

esensial, caring adalah keperawatan, caring adalah jantung dan jiwa keperawatan, caring adalah kekuatan, caring adalah penyembuhan,

caring adalah bagian penting yang mudah dikenali sehingga membuat

keperawatan menjadi seperti seharusnya yakni professional dan disiplin.

b. Konsep Caring

Menurut Watson 2011, ada tujuh asumsi yang mendasari konsep

caring. Ketujuh asumsi tersebut adalah :

1) Caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktikkan

secara interpersonal.

2) Caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam

membantu memenuhi kebutuhan manusia atau klien.

3) Caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan

keluarga.

4) Caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak

hanya saat itu saja namun juga mempengaruhi akan seperti apa seseorang itu nantinya.

5) Lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam memilih tindakan terbaik untuk dirinya.

6) Caring lebih komplek dari pada curing, praktik caring memadukan


(57)

manusia yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan dan membantu klien yang sakit.

7) Caring merupakan inti dari keperawatan.

Menurut Watson dalam Alligood (2014) terdapat 10 faktor karatif

caring, yaitu :

1) Pembentukan sistem nilai humanistic dan altruistic

Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien. Pada aplikasi keseharian perawat, nilai ini akan terlihat dari perilaku perawat saat berinteraksi dengan klien. Perawat mampu memberikan kebaikan dan kasih sayang, meminta persetujuan terapi dengan klien, memanggil nama klien, segera datang saat dipanggil, mau mendengar keluhan klien serta tetap menghormati klien apapun kondisinya.

2) Menanamkan kepercayaan-harapan (faith hope)

Aspek ini sangat esensial karena menggabungkan antara proses kuratif dan karatif. Perawat memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Disamping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan. Contoh perilaku pada aspek ini perawat menciptakan suatu hubungan dengan klien dengan cara memperlihatkan kemampuan diri yaitu seperti memberikan pendidikan kesehatan kepada klien.


(58)

3) Menumbuhkan sensitifitas terhadap diri dan orang lain

Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien, sehingga ia sendiri bisa menjadi lebih sensitif, murni dan bersikap wajar pada orang lain. Perawat belajar menerima keberadaan diri sendiri dan orang lain. Aplikasi nilai ini dalam asuhan keperawatan antara lain perawat mendampingi klien dengan sikap sabar dan tenang serta menawarkan bantuan kepada klien dengan ikhlas. Perawat segera datang saat dipanggil, mau mendengarkan keluhan klien.

4) Mengembangkan hubungan saling percaya

Komunikasi menjadi modal utama dalam hal ini. Perawat memberikan informasi dengan jujur dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut merasakan apa yang dialami klien. Sehingga karakter yang diperlukan dalam faktor ini antara lain adalah kongruen, empati, dan kehangantan. Perilaku yang ditunjukkan perawat saat berinteraksi dengan klien dapat berupa mengucapkan salam ketika bertemu, memperkenalkan diri, menyepakati dan menepati kontrak yang dibuat bersama, mempertahankan kontak mata, berbicara dengan usaha lembut, menjelaskan prosedur dan melakukan terminasi.

5) Meningkatkan dan menerima perasaan positif dan negatif

Perawat memberikan waktu untuk mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien. Perawat mampu mendukung dan


(59)

menerima perasaan klien. Dalam berhubungan dengan klien, perawat dapat menunjukkan kesiapan saat memberikan tindakan dan mendorong klien mengungkapkan perasaannya.

6) Penggunaan sistematis metode penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan

Watson (2011), menegaskan pentingnya metode pemecahan masalah yang ilmiah karena merupakan satu-satunya metode yang memungkinkan untuk melakukan control dan prediksi terhadap situasi sehingga dapat dilakukan evaluasi. Perawat menggunakan metode proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien. Perawat menerapkan proses keperawatan secara sistematis, membuat keputusan pemecahan masalah secara ilmiah dalam menyelenggarakan pelayanan berfokus pada klien. Perawat mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien serta memberikan penerimaan yang positif merupakan metode proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien.

7) Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal

Caring bersifat healthogenic dan curing, dimana perilaku

caring dapat berjalan dengan efektif apabila dilakukan melalui

hubungan interpersonal sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan individu dan keluarga. Hal inilah yang membedakan


(60)

8) Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural dan spiritual yang mendukung

Watson (2011) membagi aspek ini menjadi dua bagian yaitu eksternal dan internal. Kedua hal tersebut saling bergantung satu sama lain. Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal terhadap kesehatan dan kondisi penyakit klien. Perawat membuat pemulihan suasana pada semua tingkatan, fisik maupun non-fisik. Meningkatkan kebersamaan, keindahan, kenyamanan, kepercayaan dan kedamaian. Perilaku dalam hal ini, memfasilitasi klien untuk melakukan ibadah, menghubungkan klien dengan anggota keluarga, menjaga lingkungan sekitar klien agar nyaman dan kondusif.

9) Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan klien. Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ketingkat selanjutnya. Perawat membantu klien mendapatkan kebutuhan dasar dengan caring yang disengaja dan disadari. Aplikasi perilaku pada nilai ini saat perawat bersedia memenuhi kebutuhan activity daily living (ADL) dengan tulus dan menyatakan perasaan bangga dapat menolong klien, menghargai dan menghormati privacy klien dengan tetap menunjukkan rasa hormat kepada klien.


(61)

10)Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomenologi agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai.

Fenomenologi adalah suatu usaha untuk benar-benar mencari tahu bagaimana orang lain mengalami dunianya dan berpotensi menolong dirinya sendiri. Perawat perlu mengarahkan klien pada pengalaman yang bersifat provokatif dengan tujuan agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri terhadap fenomena-fenomena yang terjadi sehingga klien dapat mengambil hikmah dalam setiap fenomena yang terjadi. Perawat memberikan kekuatan spiritual untuk memberikan pengertian yang lebih baik tentang hidup klien.

c. Asumsi teori caring terhadap konsep sentral disiplin ilmu keperawatan.

1) Manusia

Asumsi Swanson tentang sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Watson (2014) bahwa manusia merupakan makhluk yang unik dan utuh yang memiliki pemikiran, perasaan dan tingkah laku. Pengalaman hidup dari setiap orang dipengaruhi oleh warisan genetik, anugerah spiritual, dan kebebasan memilihnya.

2) Kesehatan

Perawat tidak hanya berfokus bagaimana klien sembuh dari penyakitnya tetapi perawat membantu klien untuk dapat mencapai, memelihara atau mendapatkan kembali tingkat kesehatan maupun


(62)

kesejahteraan hidupnya yang optimal. Pada saat perawat berfokus pada kesehatan sebagai suatu kesejahteraan hidup, perawatan yang diberikan haruslah meliputi manusia sebagai manusia yang utuh yaitu menjadi seseorang, bertumbuh, merefleksikan diri dan selalu berusaha untuk dapat berhubungan dengan sesamanya (Swanson, 2001).

Untuk dapat mengalami kesejahteraan adalah dengan hidup sebagai subjektif, memiliki arti, berpengalaman sebagai manusia seutuhnya. Utuh melibatkan adanya pengertian integrasi dan menjadi seseorang berarti semua aspek menjadi seseorang bebas untuk diekspresikan. Aspek yang di maksud adalah : spiritualitas, pemikiran, perasaan, inteligen, kreativitas, hubungan, feminime, maskulin dan seksualitas (Swanson, 1993).

3) Lingkungan

Lingkungan didefiniskan sebagai sesuatu yang situasional. Didalam keperawatan sendiri, lingkungan adalah suatu konteks yang mempengaruhi atau yang terpengaruh oleh klien. Pengaruh itu sendiri ada beberapa termasuk budaya, politik, ekonomi, sosial, biofisik, psikologi dan spiritual. Pada saat kita mencari tahu tentang pengaruh lingkungan terhadap seseorang, ada baiknya untuk mempertimbangkan tuntutan, kendala dan sumber – sumber yang membawa kepada situasi tersebut dan lingkungan di sekitarnya.


(63)

4) Keperawatan

Pandangan Swanson (1993) dalam Alligood (2014) tentang keperawatan adalah siapa yang kita layani, bagaimana kita memberikan pelayanan dan kenapa kita terus untuk melayani merupakan keharusan bagi perawat untuk dapat mengintegrasikan ilmu pengetahuan, diri sendiri, fokus pada kemanusian dan caring.

Yang kemudian disempurnakan dengan adanya transaksi antara keperawatan, setiap perawat dan klien bahwa perawat adalah profesi yang memiliki komitmen caring, pemeliharan akan martabat manusia dan meningkatkan kesehatan.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Caring.

Menurut Fahriani (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi caring

adalah :

1) Budaya organisasi

Sosialisasi tentang pelaksanaan caring bagi perawat belum dapat terlihat secara nyata. Masih banyak perawat yang belum faham dan menyadari tentang caring bagi keperawatan.

2) Pelatihan

Pelatihan yang diikuti sebagian besar kepala ruang dan ketua tim tidak terlalu berdampak pada pelaksanaan caring di ruangan, oleh karena itu pelatihan seharusnya untuk perawat pelaksana. Perawat pelaksanalah yang berhadapan langsung dengan klien. Metode pelatihan yang digunakan harus dapat mempengaruhi


(64)

secara langsung tampilan kerja seperti role play, simulasi dan metode kasus.

3) Komunikasi

Komunikasi yang dapat memberikan dampak terhadap perilaku caring perawat yakni memberikan informasi yang akurat, jujur. Hal tersebut dapat memberikan asumsi dan nilai bagi perawat, sehingga berdampak pada motivasi dan kinerja perawat dalam perilaku caring pada klien.

4) Pengambilan keputusan

Kurangnya perilaku caring perawat salah satunya karena belum adanya peraturan dan kebijakan pelaksanaan caring pada klien. Sehingga seharunya caring dimasukkan dalam SOP sebagai panduan dalam melakukan caring.

5) Reward

Kurangnya penghargaan atasan yang dimulai dari kepala ruang terhadap kreatifitas dan innovasi perawat dalam melaksanakan caring menyebabkan perawat kurang termotivasi melakasanakan caring pada klien. Perawat yang tidak caring juga tidak diberikan funishment, sehingga kompetisi perawat dalam upaya meningkatkan caring tidak terlaksana.


(65)

6) Manajemen

Proses sosialisasi SOP harus dilaksanakan karena ini merupakan bagian yang sangat penting dalam melaksanakan dan monitoring pelaksanaan caring.

7) Status pernikahan

Perawat yang sudah menikah akan memiliki tingkat absensi yang tinggi dibanding yang belum menikah. Pegawai yang perempuan yang sudah berumah tangga akan memiliki tugas tambahan seperti mengurus anak dan suami dirumah sehingga tingkat absensi tinggi. Perawat yang belum menikah akan memiliki motivasi yang kurang dibandingkan yang sudah menikah, karena beban rumah tangga akan menimbulkan motivasi yang kuat bagi pekerja yang sudah berumah tangga.

8) Umur

Pada usia yang semakin bertambah akan menyebabkan kejenuhan dan penurunan produktifitas kerja. Pengetahuan dan keterampilan akan menurun dengan bertambahnya usia seseorang. Usia yang bertambah akan menyebabkan penuruan kecepatan, kecekatan, serta kejenuhan karena meningkatnya kejenuhan karena berkurangnya rangsangan intelektual.


(66)

9) Lama kerja

Pengalaman kerja tidak menjamin kinerja behubungan dengan kejenuhan maka perlu penyegaran dengan rotasi, pelatihan-pelatihan, maupun seminar.

10) Pendidikan

Caring merupakan ilmu tentang manusia, bukan hanya tentang

perilaku tapi juga tentang cara sehingga sesuatu menjadi berarti dan member motivasi untuk berbuat. Watson dalam Tommy dan Alligood (2011), caring tidak dapat diturunkan melalui genetic dari generasi ke generasi melainkan melalui pendidikan dan budaya organisasi.

11) Jenis kelamin

Perbedaan gender saat ini sudah tidak berlaku lagi dimasyarakat, tidak adanya hubungan perbedaan jenis kelamin dikarenakan tidak adanya perbedaan pekerjaan yang dilakukan perawat selama bertugas. Perawat bekerja sesuai uraian tugas yang telah ditetapkan dan berlaku untuk semua perawat dengan tidak membedakan jenis kelamin.

e. Alat Ukur Caring

Cover Caring Priambodo (CCP) yang dikemukakan Priambodo

(2014), merupakan alat ukur caring yang telah disesuaikan dengan budaya timur khususnya budaya Jawa. Alat ukur ini terdiri dari 8 kategori caring, yaitu :


(67)

1) Sikap

Sikap menunjukan bagian terpenting dalam caring perawat karena perawat banyak berinteraksi dengan klien, untuk berinterkasi harus menunjukan sikap yang sesuai menurut budaya klien untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan klien. 2) Kebutuhan dasar manusia

Kegagalan pemenuhan kebutuhan dasar menimbulkan kondisi yang tidak seimbang, sehingga diperlukan bantuan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar tersebut. Pentingnya peranan perawat sebagai profesi kesehatan terlihat pada bagian ini di mana salah satu tujuan pelayanan keperawatan adalah membantu klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Jenis-jenis kebutuhan dasar manusia yang menjadi lingkup pelayanan keperawatan bersifat holistik yang mencakup kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

3) Informasi

Pemberian informasi dalam keperawatan merupakan hal sangat vital karena dengan kurangnya informasi akan menyebabkan banyak ketidaktahuan klien terhadap pengobatan. Kurang pengetahuan klien terhadap pengobatan menyebabkan terjadinya kesalahpahaman antara perawat dan klien. Kesalahpahaman ini mengakibatkan dampak yang besar bagi pemberi informasi, bahkan


(68)

sebagian ada yang masuk ke ranah hukum, seperti akhir – akhir ini banyak teman kita digugat terkait mal praktik, karena klien tidak di beri informasi dengan jelas dampak dari tindakan medis. Pemberian informasi harus diberikan secara jelas agar pelayanan kesehatan dapat berjalan dengan lancar.

4) Motivasi

Motivasi untuk klien sangat mutlak dilakukan oleh perawat karena dengan adanya motivasi, klien dapat di arahkan ke perilaku yang positif sehingga klien akan cepat sembuh. Contoh motivasi dalam hal ini yaitu motivasi untuk makan, karena klien termotivasi maka kebutuhan nutrisi klien akan tercukupi sehingga energi tubuh yang dihasilkan akan bertambah dan klien akan berangsur-angsur akan lebih baik.

5) Komunikasi

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat dengan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Tujuan komunikasi adalah untuk mempengaruhi perilaku orang lain, oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan klien dapat dipenuhi. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan dengan kegiatannya difokuskan untuk


(69)

kesembuhan klien, dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien.

6) Keterampilan

Keterampilan seorang perawat menentukan kualitas dari perawat itu sendiri. Perawat yang terampil adalah perawat yang kritis dalam memecahkan suatu masalah keperawatan. Perawat harus siap tanggap untuk kemungkinan – kemungkinan yang terjadi pada klien. Keterampilan perawat dapat ditingkatkan melalui proses pembelajaran perawat itu sendiri ataupun juga dapat melalui pelatihan – pelatihan, karena perkembangan pengetahuan saat ini sangat pesat maka perawat harus meng- upgrade

pengetahuannya misalnya evidence based penanganan nyeri terkini. Evidence based practice yang dikembangkan adalah penanganan yang paling efektif dan efisien, salah satunya yaitu tentang cepat tanggapnya perawat dalam menangani suatu masalah. 7) Hubungan saling percaya

Rasa percaya dapat didefenisikan sebagai kepercayaan bahwa orang lain akan memberi bantuan ketika membutuhkan dan tertekan. Hubungan yang mempercayai ini tidak dapat berkembang kecuali jika klien percaya bahwa perawat ingin merawat demi kebaikan klien itu sendiri.


(1)

Lampiran 4

CHECK LIST PROSEDUR GALS DENGAN CARING

Tahapan PROSEDUR

Pra 1 Baca basmallah dan catatan keperawatan atau catatan medis

Interaksi 2 Mengkaji kebutuhan klien untuk prosedur GALS 3 Cuci Tangan

Orientasi 1 Ucapkan Salam dan perkenalkan diri

2 Klarifikasi nama dan umur atau nama dan alamat klien 3 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan 4 Kontrak waktu

5 Beri kesempatan klien bertanya 6 Meminta persetujuan klien/keluarga 7 Jaga privacy klien, tutup tirai / pintu

1 Menanyakan “ apakah klien merasa sakit atau kaku pada otot,

sendi dan punggung?”

Kerja 2 Menanyakan “ apakah klien memiliki kesulitan ketuaka

berpakaian?”

3 Menanyakan apakah klien mengalami kesulitan saat naik dan

turun tangga?”

GALS SCRENNING

GAIT (GAYA BERJALAN) :

4 Minta klien berjalan pada satu titik dan kembali ke tempat semula

5 Observasi kesimetrisan, lebar dan kecepatan dalam melangkah 6 Amati kemampuan klien untuk membalik badan


(2)

7 Dengan klien berdiri amati dari belakang

a. Kelaianan bentuk tulang klien (skoliosis) b. Kelainan bentuk kaki klien (vasus dan valgus) c. Kesimetrisan bahu kanan – kiri

d. Kesimetrisan krista iliaka kanan – kiri

8 Amati apakah ada pembengkakan di otot punggung, gluteal,

paha dan betis.

9 Amati adanya pembengkakan popliteal/belakang lutut

10 Dari samping amati apakah ada perubahan bentuk tulang kifosis

/lordosis

11 Minta klien membungkuk badan serta letakkan 2/3 jari di

daerah lumbar dan meminta klien untuk tegak kembali

12 Minta klien mendekatkan telinga ke bahu kana dan kiri ARMS

13 Inspeksi bahu klien apakah simetris/tidak

14 Minta klien meletakkan kedua tangan dibelakang kepala untuk

mengetahui rotasi eksternal bahu dan abduksi. Kemudian turunkan tangan, amati ekstremitas maksimal.

15 Inspeksi punggung tangan klien apakah terdapat benjolan

tulang atau tidak, kuku berwarna kebiruan atau tidak

16 Inspeksi telapak tangan klien apakah terdapat benjolan atau

tidak dan pengecilan otot

17 Minta klien untuk menggenggam dan amati perubahan masa

otot di pergelangan

18 Minta klien untuk meremas 2 jari kita, amati perubahan masa

otot di pergelangan juga nilai kekuatan otot

19 Minta klien menyentuh jari-jari ke ibu jari (oposisi), amati

koordinasi dan konsentrasi.

20 Remas jari klien pada 2-5 metakarpal dan amati pembengkakan


(3)

LEGS (KAKI) 21 Minta klien berbaring.

22 Lakukan fleksi pasif pada kaki klien. 23 Amati/dengarkan apakah ada krepitus. 24 Lakukan rotasi internal dan eksternal.

25 Lakukan pemeriksaan di patella atau lutut apakah terdapat

deformitas / efusi.

26 Amati kaki klien, apakah ada kapalan atau deformitas 27 Lakukan remasan jari kaki klien pada 2-5 metatarsal dan

rasakan adanya pembengkakan ruas sendi kaki klien

28 Cuci tangan 6 langkah

1 Membaca hamdallah

Terminasi 2 Menanyakan pada klien apa yang dirasakan setelah dilakukan kegiatan

3 Menyimpulkan hasil kegiatan

4 Lakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya

5 Berikan Reinforcement sesuai dengan kemampuan klien 6 Berikan pendidikan kesehatan singkat sesuai tindakan 7 Baca do’a untuk orang sakit (bukan syafakillah/syafakallah) 8 Mengakhiri kegiatan dengan salam

1 Nama, umur & alamat klien

Dokumentasi 2 Tindakan keperawatan yang dilakukan

3 Respon klien dan rencana tindak lanjut 4 Nama terang dan tanda tangan perawat 1 Teliti

Sikap 2 Empati

3 Memperhatikan keamanan 4 Profesional behavior


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Gambaran Tingkat Kecemasan Mahasiswa Keperawatan saat menghadapi Ujian Skill lab di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

6 37 83

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA KEPERAWATAN TENTANG KODE ETIK KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

3 15 95

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS CARING DALAM MENINGKATKAN PERFORMANCE MAHASISWA KEPERAWATAN DI SKILL LABORATORY UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2 25 155

PERILAKU MAHASISWA SARJANA KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERILAKU MAHASISWA SARJANA KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INFORMASI INTERNET.

0 0 16

PERSEPSI MAHASISWA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN TERHADAP PERILAKU CARING PEMBIMBING PRAKTIK DALAM PEMBELAJARAN PRAKTIKUM DI LABORATORIUM.

0 0 2

PENTINGNYA PENGEMBANGAN SOFT SKILL MAHAS

0 2 8

PENGARUH PEMBENTUKAN PERILAKU CARING BERBASIS STIMULUS – ORGANISME – RESPON (SOR) TERHADAP PERILAKU CARING MAHASISWA KEPERAWATAN

0 0 7

GAMBARAN PEMBELAJARAN LABORATORIUM MAHASISWA KEPERAWATAN DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - GAMBARAN PEMBELAJARAN LABORATORIUM MAHASISWA KEPERAWATAN DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - GAMBARAN PEMBELAJARAN LABORATORIUM MAHASISWA KEPERAWATAN DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 15