PENTINGNYA PENGEMBANGAN SOFT SKILL MAHAS

PENTINGNYA PENGEMBANGAN SOFT SKILL MAHASISWA
PENTINGNYA PENGEMBANGAN SOFT SKILL MAHASISWA
Kemajuan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia.
Semakin baik kualitas sumber daya manusia suatu bangsa, maka semakin memiliki
competitive advantage dengan negara lain terutama di era globalisasi. Era globalisasi yang
dimulai pada abad XXI dipandang sebagai era persaingan kualitas. Hal ini membawa
berbagai konsekuensi baru pada berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Dimana
pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam meningkatkan sumber daya manusia.
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia khususnya pada tingkat perguruan tinggi, telah
mengalami pergeseran-pergeseran ke arah pembentukan kompetensi lulusan. Kompetensi
lulusan menjadi salah satu faktor penunjuk keberhasilan perguruan tinggi dalam menjalankan
misinya. Hal ini terkait dengan daya tarik (pull factor) bagi pengguna atau user (stakeholder)
untuk memakai lulusan perguruan tinggi yang memiliki kompetensi terbaik.
Selaras dengan amanat dalam strategi kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional,
yaitu “Mewujudkan Insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif Tahun 2025”, maka
peningkatan daya saing lulusan sebagai salah satu output dari pendidikan tinggi telah
ditempatkan sebagai prioritas program utama di setiap perguruan tinggi. Upaya peningkatan
kualitas lulusan ini, selain dilakukan melalui sistem pembelajaran yang komprehensif, efektif
dan transformatif, juga dikembangkan program pembinaan kemahasiswaan yang diarahkan
memiliki pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik) sehingga
memberikan nilai tambah (added values) guna meningkatkan daya saing lulusan.

Dunia pendidikan yaitu perguruan tinggi/universitas dihadapkan pada situasi untuk
selalu bergerak dalam mengedepankan output-nya yaitu lulusan yang berkualitas (memiliki
kompetensi). Istilah kualitas merupakan kata kunci yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan tinggi termasuk yang ada di Indonesia. Dalam Strategi Jangka
Panjang Pendidikan Tinggi (DGHE, 2004) disebutkan bahwa peningkatan kualitas dipandang
sebagai strategi utama dalam meningkatkan nation’s competitiveness. Dalam hal ini
kompetensi lulusan (sarjana) tentu tidak hanya pada bidang keilmuannya saja, ada
kompetensi-kompetensi penunjang yang akan meningkatkan daya tawar (bargaining power)
para lulusan (sarjana) pada saat memasuki pasar tenaga kerja. Kompetensi yang dimaksudkan
dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 232/U/2000,
tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa, menunjukkan bahwa selain kompetensi pada bidang ilmunya (base knowledge),
dituntut pula ada kompetensi-kompetensi tambahan. Kompetensi tambahan ini sangat
diperlukan dikarenakan rekruitmen tenaga kerja saat ini tidak hanya membutuhkan sarjanasarjana fresh graduate yang memiliki base knowledge yang tinggi (yang ditunjukkan oleh
indeks prestasi yang tinggi), namun juga para sarjana yang memiliki wawasan kemandirian
dan keahlian lainnya.
Hal ini tentu saja membawa konsekuensi bagi lembaga pendidikan terutama
perguruan tinggi/universitas untuk menghasilkan lulusan yang berkompetensi (berkualitas)
dalam arti yang luas dan mampu memenuhi permintaan pasar kerja, dimana penguasaan
berbagai teknologi baru dan keterampilan termasuk soft skill semakin dituntut. Apabila

dicermati, maka rasio kebutuhan soft skill dan hard skill di dunia kerja menunjukkan bahwa
yang membawa orang di dalam sebuah kesuksesan, 80% ditentukan oleh soft skill yang
dimilikinya dan 20% oleh hard skill. Namun sistem pendidikan di Indonesia saat ini, soft skill
hanya diberikan rata-rata 10% saja dalam kurikulum (Sailah Illah, 2007).

Senada dengan hal itu, Samani Muchlas (2007) mengungkapkan pendidikan di
Indonesia tampaknya terlalu teoritik, seperti di awang-awang, tidak bisa membumi, dan
memisahkan dari kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi ini, berarti pendidikan di negara kita
selama ini belum membekali peserta didik bagaimana menghadapi kehidupan nyata di tengah
masyarakat, sehingga menyebabkan mereka tidak tahu apa yang harus dikerjakan, kecuali
belajar dengan buku untuk mendapatkan selembar ijasah. Dari penelitian yang dilakukan
Goleman, D (1998) sebagaimana dikutip Widhiarso Wahyu (2007) menemukan bahwa
kesuksesan seseorang tidak hanya didukung oleh seberapa pintar seseorang dalam
menerapkan pengetahuan dan mendemonstrasikan keterampilannya, akan tetapi seberapa
besar seseorang mampu mengelola dirinya dan berinteraksi dengan orang lain. Adanya
konsekuensi tersebut, maka tidaklah terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa pada era
globalisasi ini universitas sebagai penyelenggara pendidikan tinggi diposisikan sebagai kunci
utama untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional dalam
kancah persaingan global. Bahkan dari laporan Professional Standarts Council New South
Wales yang dikutip Asia Pacific of Journal Cooperative Education (2005) disebutkan: “It

challenges to recognize the importance of soft skill to professional competence and to
develop programs to increase proficiency in these areas” (Tantangan ini mengakui
pentingnya soft skill untuk kompetensi profesional dan mengembangkan program
peningkatan kemampuan di bidang tersebut).
Sebagaimana perguruan tinggi lainnya, Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS)
merupakan bagian dari lembaga yang bergerak di bidang pendidikan tinggi, diharapkan
mampu berkembang sebagai perguruan tinggi yang mengedepankan kualitas, profesional,
efektif dan efisien. Upaya untuk mengembangkan UNS menuju world class university, yaitu
unggul di tingkat internasional dan maju di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
seperti yang diamanatkan dalam Visi dan Misi UNS, mempunyai konsekuensi dan tanggung
jawab yang besar. Berbagai program, kebijakan dan kegiatan telah dilakukan secara
berkesinambungan untuk menghadapi tantangan perubahan global yang terus melaju cepat,
dinamis, interdependen dan kompleks. Perubahan-perubahan tersebut pada akhirnya
menuntut agar lulusan UNS memiliki kompetensi yang handal dan berdaya saing.
Berdasarkan data tracer study yang dilakukan oleh masing-masing fakultas diperoleh
gambaran bahwa rata-rata masa tunggu lulusan S1 dalam memperoleh pekerjaan pertama
pada umumnya kurang dari 6 bulan; rata-rata Indek Prestasi Komulatif (IPK) lulusan sudah
cukup baik, yaitu 3,15 dan rata-rata lama studi 4,6 tahun (Laporan Tahunan Rektor UNS,
2010). Namun bagaimanapun UNS tetap melakukan pembekalan terhadap mahasiswa,
mengingat masih belum semua Program Studi siap untuk orientasi ke dunia lapangan kerja.

Berdasarkan temuan dari Biro Administrasi Kemahasiswaan dalam workshop bursa kerja,
sering dijumpai keluhan beberapa alumni yang kebingungan/kesulitan mencari kerja. Hal ini
sebenarnya tidak perlu terjadi jika mahasiswa (calon sarjana) telah mempersiapkan diri sejak
dini, baik itu persiapan prestasi akademis maupun non akademis melalui kemampuan soft
skills. Fenomena ini sama seperti yang diungkap oleh Drs. Dwi Tiyanto, SU selaku Pembantu
Rektor III UNS yang membidangi kemahasiswaan, secara umum kondisi keilmiahan pada
mahasiswa UNS masih dalam taraf relatif wajar. Masalah sedikitnya minat para mahasiswa di
bidang ilmiah terutama dalam program kreativitas mahasiswa menurutnya masih dilatar
belakangi masalah klasik berupa banyaknya mahasiswa yang hanya ingin berkutat mengejar
prestasi hard skill berupa IPK tanpa diimbangi dengan kegiatan ekstrakurikuler seperti
program kreatifitas mahasiswa (Mediator Edisi VII, 2008). Menanggapi hal tersebut, menurut
Pembantu Rektor I UNS, Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS, bahwa “suatu iklim akademis yang
kondusif akan berhasil melahirkan individu-individu mahasiswa yang ideal yang mempunyai
kemampuan berimbang antara hard skill dan soft skill. Mahasiswa dianggap ideal jika
mempunyai IPK bagus, juga organisasi kemahasiswaan pun aktif”.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dunia pendidikan selama ini hanya terfokus pada
bagaimana mengejar prestasi akademik mahasiswa yang ditandai dengan tingginya Indeks
Prestasi Komulatif (IPK) pada setiap akhir periode pengajaran. Hal ini tidak salah, akan tetapi
bila kemampuan akademis dijadikan satu-satunya parameter keberhasilan pendidikan, tentu

belum memadai. Untuk itu UNS dalam pengembangan program pembinaan kemahasiswaan
menempatkan prioritas kerja utama adalah peningkatan daya saing lulusan sebagai salah satu
output dari program keunggulan dalam pendidikan. Upaya peningkatan kualitas lulusan
selain dilakukan melalui penjaminan mutu penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar, juga
program pembinaan kemahasiswaan diarahkan agar dapat memberikan nilai tambah guna
meningkatkan daya saing lulusan di bursa kerja nasional maupun internasional. Nilai tambah
terus diupayakan untuk membentuk mahasiswa yang berkarakter yaitu melalui
pengembangan soft skill dalam melengkapi hard skill. Untuk memberikan nilai tambah
kepada mahasiswa di bidang kemahasiswaan, selama tahun 2009 UNS mengaktifkan
berbagai kegiatan ko/ekstra-kurikuler yang dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bidang, yaitu :
(1) bidang penalaran, (2) bidang minat, bakat dan karier, (3) bidang kesejahteraan, (4) bidang
pengabdian pada masyarakat, (5) bidang alumni. Namun dalam menerapkan strategi
pengembangan soft skill ini perlu melihat berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Beberapa faktor internal yang dianggap sebagai kekuatan (strength) dalam mendukung
pengembangan soft skill mahasiswa di UNS, diantaranya telah diterapkan sistem
pembelajaran melalui model Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam Satuan Kredit
Semester (SKS) sesuai dengan Peraturan Rektor No. 553/H27/PP/2009 di semua fakultas dan
pemantapan sistem penilaian hasil belajar mahasiswa dengan menggunakan Penilaian Acuan
Patokan (PAP). Juga adanya sarana penunjang aktivitas mahasiswa, berupa Unit Kegiatan
Kemahasiswaan (UKM); Organisasi Kemahasiswaan; Pusat Bimbingan Konseling; Unit

Pengembangan Kreativitas dan Penalaran Mahasiswa (UPKPM); Career Development
Centre (CDC); Himpunan Mahasiswa Jurusan, Koperasi Mahasiswa, dan lain-lain. Selain itu,
tersedianya dana program pembinaan kemahasiswaan yang dikelola Biro Administrasi
Kemahasiswaan, yang pada tahun 2009 telah menyerap anggaran sebesar Rp.
4.562.809.500,-. Untuk tahun anggaran 2010 telah dialokasikan dana pengembangan soft
skill mahasiswa sebesar Rp. 307.120.000,Meskipun demikian masih terdapat hambatan dalam pengembangan soft skill mahasiswa
yang dianggap sebagai faktor kelemahan (weaknesses), yaitu minimnya pelatihan dalam
rangka pembinaan kepribadian dan pembekalan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) bagi
mahasiswa guna membentuk semangat kemandirian usaha, serta kurangnya keterlibatan
mahasiswa dalam proses pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang dilaksanakan
dosen. Hal ini disebabkan belum sinergi dan terpadunya metode pembelajaran antara apa
yang diterapkan dalam kegiatan intra kurikuler dengan kegiatan ko/ekstra kurikuler.
Berdasarkan pengamatan, terdapat beberapa peluang (opportunities) yang mendorong dapat
dikembangkannya program soft skill mahasiswa di UNS, antara lain terjalinnya kerjasama
yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak, baik perusahaan, industri, instansi
pemerintah dan swasta, yang sampai tahun 2010 mencapai 242 naskah perjanjian kerjasama.
Bahkan telah ada kebijakan internasionalisasi UNS menuju world class university melalui
sistem pemeringkatan universitas dunia. Saat ini UNS telah menduduki peringkat 1.585
perguruan tinggi terbaik dunia versi Webometric (43 terbaik di Asia Tenggara dan 6 PTN
terbaik di Indonesia), serta termasuk dalam 200 perguruan tinggi terbaik di Asia versi THES

(The Higher Education Suplement) dengan menempati urutan ke 171. Hasil ini menunjukkan
dari sekitar 2.800 PT di Indonesia, hanya 8 PT yang masuk ranking 200 besar Asia dan UNS
berada di urutan 6.
Selain memiliki faktor kekuatan, kelemahan, dan peluang seperti tersebut di atas, juga
terdapat faktor ancaman (threats) dari lingkungan luar. Survey yang dilakukan Bappenas

tahun 2009 menunjukkan dari 21,2 juta angkatan kerja Indonesia, sebanyak 4,1 juta (22,2%)
adalah pengangguran terbuka yang didominasi oleh lulusan Diploma dan Sarjana dengan
kisaran diatas 2,2 juta orang. Hal ini berarti jumlah pengangguran usia produktif dan
pengangguran terdidik semakin banyak. Kondisi demikian menunjukkan semakin ketatnya
persaingan dunia industri dalam mengembangkan usahanya dan belum kondusifnya iklim
investasi di Indonesia sebagai akibat dari dampak terjadinya inflasi. Berdasarkan laporan
World Competitivenes Yearbook Tahun 2007 menyebutkan ternyata tingkat daya saing
kualitas SDM di Indonesia masih sangat rendah, yaitu berada di ranking 116 diantara 187
negara di dunia. Bahkan peringkat tersebut masih di bawah negara-negara Asean.
Dari gambaran di atas perlu dikaji bagaimana pendidikan tinggi, dalam hal ini UNS
mempersiapkan lulusannya supaya memiliki competitive advantage sehingga dapat
memasuki pasar kerja dan menjadi salah satu faktor penunjuk keberhasilan perguruan tinggi
dalam menjalankan misinya. Dengan demikian dapat dimunculkan urgensi sasaran
strategisnya, yaitu tergugahnya kesadaran civitas akademika, khususnya mahasiswa akan

pentingnya soft skill sebagai modal utama pengembangan program pembinaan mahasiswa,
dan terbentuknya semangat kemandirian mahasiswa sehingga siap untuk terjun ke
masyarakat. (magna)
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat ternyatakan bahwa
kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis
(hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan
sisanya 80% oleh soft skill.

Hardskill
Yaitu penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan ketrampilan teknis yang
berhubungan dengan bidang keilmuan yang dipelajari.
Sebagai contoh: Insinyur mesin seharusnya menguasai ilmu dan teknik permesinan,
Dokter harus mumpuni bidang ilmu kedokteran, seseorang lulusan teknik informatika
tentunya harus menguasai hard skill di bidang rekayasa perangkat lunak, web programming,
dll yang tergolong hard skills di teknik informatika. Demikian juga seorang lulusan
Akuntansi, misalnya harus menguasai analisis laporan keuangan, penyusunan anggaran, dll.
Dalam melamar kerja biasanya hardskill tercantum dalam cv kita. Pihak yang berwenang pun
berkilah bahwa tidak semua perguruan tinggi berhasil mengajarkan hard skills tersebut,
malah katanya hanya sekedar mata kuliah yang tercantum di Transkrip.


Softskill
Yakni ketrampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (inter-personal
skill) dan ketrampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intra-personal skill) yang mampu
mengembangkan untuk kerja secara maksimal.
Inter-Personal Skill
 Kemampuan berkomunikasi









Membangun hubungan baik
Kemampuan memotivasi
Kemampuan kepemimpinan
Kemampuan memasarkan diri sendiri

Kemampuan bernegosiasi
Kemampuan berpresentasi
Kemampuan berkomunikasi di depan publik

Intra-Personal SKILL









Membentuk karakter
Membentuk kepercayaan/keyakinan
Manajemen perubahan
Manajemen stress
Manajemen waktu
Proses berfikir kreatif

Menentukan tujuan hidup
Teknik percepatan belajar

Contoh daftar kemampuan soft skills adalah sebagai berikut:
• Kejujuran
• Tanggung jawab
• Berlaku adil
• Kemampuan bekerja sama
• Kemampuan beradaptasi
• Kemampuan berkomunikasi
• Toleran
• Hormat terhadap sesama
• Kemampuan mengambil keputusan
• Kemampuan memecahkan masalah, dsb
Berikut ini adalah 10 kiat sukses 50 orang tersukses di Amerika.
Ten Common Traits of the Best Business Leaders
1. Passion
2. Intelligence and clarity of thinking
3. Great communication skills
4. High energy level
5. Egos in check
6. Inner peace
7. Capitalizing early life experience
8. Strong family lifes
9. Positive attitude
10. Focus on “doing the right things right”
Attribut-Attribut Soft Skill
• Komitmen















Inisiatif
Kemampuan untuk belajar
Handal
Percaya diri
Kemampuan berkomunikasi
Antusias
Berani mengambil keputusan
Integritas
Motivasi untuk meraih prestasi/ Gigih
Berkreasi
Kerjasama dalam tim
Berfikir kritis
Menghargai (pendapat) orang lain
Element-Element Softskill yang terkait dalam dunia kerja
  Kecerdasan Emosi
Kesuksesan seseorang tidak hanya didukung oleh seberapa smart seseorang dalam
menerapkan pengetahuan dan mendemonstrasikan keterampilannya, akan tetapi seberapa
besar seseorang mampu mengelola dirinya dan interaksi dengan orang lain. Keterampilan
tersebut dinamakan dengan kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi juga meliputi sejumlah
keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan
orang lain; dan kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan
meraih tujuan hidup.
  Gaya Hidup Sehat
University of Central Florida memasukkan tema gaya hidup sehat ini sebagai target
pengembangan soft skills bagi mahasiswa mereka. Topik yang diangkat dalam
pengembangannya memuat nutrisi, manajemen stres, pengelolaan waktu, cultural diversity,
dan penyalahgunaan obat terlarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup yang
sehat mempengaruhi tingginya ketahanan, fleksibiltas dan konsep diri yang sehat yang
mempengaruhi tingginya partisipasi dalam komunitas.
  Komunikasi Efektif
Cangelosi dan Petersen (1998) menemukan bahwa banyak kegagalan siswa di sekolah,
masyarakat dan tempat kerja diakibatkan rendahnya keterampilan dalam berkomunikasi.
Selain keterampilan komunikasi berperan secara langsung, peranan tidak langsung juga
ditemukan. Secara tidak langsung keterampilan komunikasi mempengaruhi tingkat
kepercayaan diri dan dukungan sosial yang kemudian dilanjutkan pengaruhnya
kekesuksesan.
Contoh hardskill dan Softskill Pemain SepakBola

Hard skills (Kemampuan Teknis) :
 Berlari
 Menendang
 Berebut bola
Soft skills :





Kemampuan bekerjasama
Mengambil inisiatif
Keberanian mengambil keputusan
Gigih

Hampir semua perusahaan dewasa ini mensyaratkan adanya kombinasi yang sesuai antara
hard skill dan soft skill, apapun posisi karyawannya. Di kalangan para praktisi SDM,
pendekatan ala hard skill saja kini sudah ditinggalkan. Percuma jika hard skill oke, tetapi soft
skillnya buruk. Hal ini bisa dilihat pada iklan-iklan lowongan kerja berbagai perusahaan yang
juga mensyaratkan kemampuan soft skill, seperi team work, kemampuan komunikasi, dan
interpersonal relationship, dalam job requirementnya. Saat rekrutasi karyawan, perusahaan
cenderung memilih calon yang memiliki kepribadian lebih baik meskipun hard skillnya lebih
rendah. Alasannya sederhana : memberikan pelatihan ketrampilan jauh lebih mudah daripada
pembentukan karakter. Bahkan kemudian muncul tren dalam strategi rekrutasi „ Recruit for
Attitude, Train for Skill.
Jadi, hard skill merupakan faktor penting dalam bekerja, namun keberhasilan seseorang
dalam bekerja biasanya lebih ditentukan oleh soft skillnya yang baik.bisa di katakana untuk
mencapai sukses selain mempunyai hardskill yang kompeten di bidangnya, seseorang juga
harus memiliki softskill yang berkenaan dengan sifat dan kepribadiannya.Anda bisa
mendownload Filenya disini: Download

Silahkan baca juga Artikel Terkait ini
Interpersonal Skill











Fokus Adalah Kunci Menuju Sukses
Everything is Always Valuable
Kiat Menjadi Manusia Berjiwa Besar
13 RAHASIA SUKSES (Think And Grow Rich )
10 Kata Bijak Hari Ini; Berani Gagal!!!
Inter Personal Skill
Makalah Interpersonal Skill
8 Langkah Jitu Meningkatkan Produktivitas dalam Segala Hal
5 Tips Sederhana Menumbuhkan Kepercayaan Diri Yang Luar Biasa
8 Kiat Mengembangkan Sikap Positif Dalam Segala Hal

Abstrak
Kegiatan ini adalah kegiatan …..K….M…. M…. (PKM-M) dengan sasaran
mahasiswa FakMatIPA UniNegMak (UFMIPA-UNM). Adapun tujuannya adalah
menyelenggarakan pelatihan membangung kepercayaan diri mahasiswa
sehingga mereka dapat meningkatkan dan mengasah kemampuan softskillnya.

Pelatihannya akan dilaksanakan dalam bentuk miniworkshop softskill dan hanya akan
terfokus pada hal yang paling mendasar yaitu membangun kepercayaan diri mahasiswa.
Materi pelatihan (sebagai produk luaran pertama) akan disusun dari berbagai sumber buku
dan video psikologi, motivasi dan pengembangan diri. Selanjutnya, berdasarkan materi yang
telah disusun, akan dilaksanakan miniworksop terhadap 10 orang mahasiswa terpilih selama
satu bulan. Sebagai indicator keberhasilan training, maka setiap 2 orang mahasiswa tersebut
harus membuat training serupa terhadap 10 mahasiswa yang lainnya. Dengan kata lain
mahasiswa tersebut sudah menjadi mahasiswa trainer bagi mahasiswa yang lainnya (sebagai
produk luaran kedua). Harapannya adalah, ketika setiap mahasiswa yang telah melalui
training ini dapat mentraining mahasiswa lainnya, maka akan semakin banyak mahasiswa
yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk dapat mengasah kemampuan
softskillnyayang lainnya. Pada gambar 1, dapat dilihat harapan jangka panjang dari produk
pelatihan ini. Adapun Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah dihasilkannya 60
mahasiswa trainer di bulan ke 4.
Kata kunci: PKM-M, softskill, pelatihan, workshop, kepercayaan diri.