3.5.1. Uji Penyimpangan Asumsi klasik
Sebelum melakukan pengujian regresi terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik. Gujarati 1995 menyatakan bahwa analisis regresi
linier berganda perlu menghindari penyimpangan asumsi klasik supaya tidak timbul masalah dalam penggunaan analisis tersebut. Agar dalam analisis
regresi diperoleh model model regresi yang bisa dipertanggung jawabkan maka digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut Hair It El dalam Purnomo,
1998: a.
Terdapat hubungan linier antara variabel independen dengan variabel dependen.
b. Besarnya varians error atau faktor pengganggu bernilai konstan untuk
seluruh nilai variabel bebas
homoscedasticity
c. Independensi dari error
non autocorrelation
d. Normalitas dari distribusi error multikolinier yang sangat rendah.
3.5.1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel residual memiliki distribusi normal. Uji t dan F
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah
sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik atau uji
statistik Ghozali, 2007.
Apabila menggunakan grafik, normalitas umumnya dideteksi dengan melihat tabel histogram. Namun demikian, dengan hanya
melihat tabel histogram bisa menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Model regresi yang baik memiliki distribusi data
yang normal atau mendekati normal. Pembuktian apakah suatu data memiliki distribusi normal dapat dilihat pada bentuk distribusi datanya
pada histogram maupun
normal probability plot
yang membandingkan distribusi kumulatif dari data yang sesungguhnya dengan distribusi
kumulatif dari data normal. Dasar pengambilan dengan menggunakan
normal probability plot
adalah sebagai berikut Ghozali, 2007: a.
Jika data menyebar diatas garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b.
Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya tidak menunjukkan
distribusi normal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati- hati secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa
sebaliknya. Oleh sebab itu dianjurkan disamping uji grafik dilengkapi dengan uji statistik. Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji
normalitas residual adalah uji statistik non-parametik Kolgomorov-
Smirnov K-S. Uji normalitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan uji kolmogrov-smirnov Ghozali, 2007:
a. Nilai signifikansi atau nilai probabilitas 0,05 maka data tidak
terdistribusi normal. b.
Nilai signifikansi atau nilai probabilitas 0,05 maka data terdistribusi normal.
3.5.1.2 Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
independent
. Model regresi yang baik seharusnya tidak tejadi korelasi diantara
variabel independen
.
Jika variabel independen saling berkorelasi maka
variabel-variabel ini tidak ortogonal variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama
dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam
model regresi dapat dilihat dari nilai
tolerance
dan lawannya VIF
Variance Inflaction Factor
di dalam model regresi adalah sebagai berikut:
a. Nilai R
2
yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi tetapi secara individual variabel-variabel independen
banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. b.
Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi
umumnya di atas 0.90, maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas. Multikolonieritas dapat disebabkan karena
adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen. c.
Multikolonieritas dapat juga dilihat dari 1 nilai toleransi dan lawannya, 2
variance inflation factor
VIF. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan
oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen terikat dan
diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak
dijealaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan VIF yangg tinggi karena VIF =
1tolerance. Nilai
cutt off
yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance 0,10 atau sama
dengan nilai VIF 10. Setiap peneliti harus menetukan tingkat kolonieritas yang masih dapat ditolerir. Sebagai misal nilai
tolerance = 0,10 sama dengan tingkat kolonieritas 0,95. Walaupun multikolonieritas dapat dideteksi dengan nilai tolerance dan VIF,
tetapi kita masih tetap tidak mengetahui variabel-variabel independen mana sajakah yang paling berkolerasi.
d. Ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang
dijelaskan oleh variabel independen lainnya.
Tolerance
mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan
oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai
tolerance
yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi. Nilai cutoff yang umum
dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai
tolerance
≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10 Ghozali, 2007.
3.5.1.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1
sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu
time series
karena “gangguan” pada seseorang individukelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individukelompok yang
sama pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi.
Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan uji Durbin Watson DW. Uji ini dihitung
berdasarkan jumlah selisih kuadrat nilai-nilai taksiran faktor-faktor gangguan yang berurutan. Pengambilan keputusan ada tidaknya
autokorelasi menurut Ghozali 2007 adalah:
a. Nilai DW terletak diantara batas atau upper bound du dan 4-du,
maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti ada autokorelasi positif.
b. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound
dl, maka koefisien autokorelasi lebih besar dari nol berarti ada autokorelasi positif.
c. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound
dl, maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol berarti ada autokorelasi negatif.
d. Bila nilai DW terletak antara batas atas du0 dan batas bawah dl
atau DW terletak antara 4-du dan 4-dl, maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
Tabel 3.2 Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi
Hipotesis nol Keputusan
Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak
0ddl Tidak ada autokorelasi positif No decission
dl≤d≤du Tidak ada korelasi negatif
Tolak 4-dld4
Tidak ada korelasi negatif No decession
4- du≤d≤4-dl
Tidak ada
autokorelasi positif atau negatif
Tidak ditolak dud4-du
Ada beberapa cara untuk mendeteksi autokorelasi. Dalam penelitian ini, uji yang digunakan ada atau tidaknya autokorelasi
Runtest. Runtest sebagai bagian dari statistik non parametrik dapat digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang
tinggi. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak. Jika hasil tes menunjukkan tingkat
signifikansi di atas 0,05 maka antar residual tidak terdapat hubungan korelasi sehingga dapat dikatakan bahwa residual adalah acak atau
random tidak terdapat autokorelasi Ghozali, 2007.
3.5.1.4 Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan
variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika
variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap disebut homoskedastisitas,
dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regrasi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas
Ghozali, 2007. Pengujian
scatter plot
, model regresi yang tidak terjadi heterokedastisitas harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar diatas dan
dibawah angka
pada sumbu
Y, maka
tidak terjadi
heterokedastisitas.
3.5.2 Pengujian Hipotesis