Latar Belakang Permasalahan PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Hukum kontrak merupakan bidang hukum yang sangat penting di era globalisasi terutama dalam mendukung kegiatan di sektor perdagangan dan transaksi bisnis internasional. Menyatukan hubungan antara para pihak dalam lingkup internasional bukanlah persoalan yang sederhana. Hal ini menyangkut perbedaan sistem, paradigma, dan aturan hukum yang berlaku sebagai suatu aturan yang bersifat memaksa untuk dipatuhi oleh para pihak di masing-masing negara. Menurut Rene David dalam bukunya Major Legal System in The World Today, penelitian secara mondial dengan cara perbandingan hukum memperlihatkan gambaran sebagai berikut. 1. Sistem hukum Romawi Jerman Romano Jerman yang lazim dikenal dengan Civil Law dianut oleh negara Eropa Kontinental. 2. Sistem hukum Common Law yang dianut oleh negara Anglo Saxon. 3. Sistem hukum sosialis. 4. Sistem hukum berdasarkan agama dan hukum kebiasaan adat. 1 Di samping itu dikenal pengelompokan sistem hukum perdata di dunia sebagai berikut. 1. Sistem hukum perdata dalam keluarga hukum Romawi. 2. Sistem hukum perdata dalam keluarga hukum Jerman. 3. Sistem hukum perdata dalam keluarga hukum Skandinavia. 4. Sistem hukum perdata dalam keluarga hukum Common Law. 5. Sistem hukum perdata dalam keluarga hukum Sosialis. 6. Sistem hukum perdata dalam keluarga hukum Timur Jauh. 1 H.R. Sardjono, Bunga Rampai Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Ind Hill Co., 1991, hlm. 28. 2 7. Sistem hukum perdata dalam keluarga hukum Islam. 8. Sistem hukum perdata dalam keluarga hukum Hindu. Pengelompokan ini disusun oleh Zweigert dan Kotz, sedangkan Arminjon menganut pengelompokan yang sama dengan Zweigert dan Kotz namun tidak menyebut keluarga hukum Timur Jauh. 2 Perbedaan sistem hukum perdata sebagaimana disebutkan di atas memberikan pengaruh yang signifikan kepada masing-masing negara dalam pembentukan hukum undang-undang yang mengatur mengenai kontrak baik dari aspek formil maupun materiilnya. Hukum kontrak pada kenyataanya sangat beragam karena adanya perbedaan sistem hukum di masing-masing negara tersebut. Kalaupun ada persamaan, hanya terkait dengan prinsip-prinsip umum yang belum dapat diaplikasikan secara nyata sebagai pedoman dalam pembentukan kontrak internasional yang lingkup objeknya begitu luas, sedangkan aturan-aturan yang sifatnya substantif berbeda di masing-masing negara. Kondisi seperti ini tentunya tidak kondusif bagi aktivitas dunia bisnis internasional. Adanya perbedaan aturan di masing-masing negara akan menghambat terlaksananya transaksi bisnis internasional yang menghendaki kecepatan dan kepastian. 3 Indonesia, ditinjau dari aspek historis berada pada rumpun sistem hukum Civil Law yang dibawa oleh Belanda pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Hukum kolonial pemerintahan Hindia Belanda berlaku sebagai hukum nasional berdasarkan asas konkordansi melalui Pasal II Aturan Peralihan yang telah diamandemen menjadi Pasal I Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun seiring dengan perkembangan situasi, 2 Ibid. 3 Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Bandung: Refika Aditama, cet. 2, 2008, hlm. 29. 3 kondisi, dan kebutuhan yang nyata dalam kehidupan bernegara dewasa ini, kaidah- kaidah sistem hukum Civil Law dirasakan sudah tidak diterapkan secara utuh. Kaidah hukum Common Law dan kaidah hukum Islam saat ini sudah banyak mempengaruhi pembangunan hukum di Indonesia. Namun demikian, aturan umum mengenai hukum kontrak masih berpedoman pada aturan yang merupakan warisan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerd atau Burgerlijk Wetboek BW khususnya Buku III tentang Perikatan. Belanda sendiri, sebagai negara yang membawa BW ke Indonesia sudah mengganti dengan yang baru, yaitu Nieuw Burgerlijk Wetboek NBW yang muatannya sudah sangat berbeda dengan BW. NBW yang saat ini berlaku di belanda sebagai The Dutch Civil Code sudah jauh lebih maju baik dari segi substansi maupun sistematika sebagai koreksi atas kelemahan- kelemahan yang terdapat dalam BW. Hal ini memang sudah disadari dengan adanya penyusunan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Perdata RUU KUHPerd yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM. Melalui Surat Keputusan No. PPE.232.PP.01.02 Tahun 2008, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia telah membentuk Panitia Penyusunan RUU KUHPerd. Panitia beranggotakan 22 orang, diketuai Elyana Tanzah. Selain berasal dari internal Direktorat Peraturan Perundang-Undangan Dephukham, anggota tim juga melibatkan akademisi seperti Rosa Agustina, notaris A. Partomuan Pohan, serta mantan hakim agung Arbijoto dan J Johansyah. Panitia Penyusunan RUU KUHPerd sudah menyampaikan laporan akhir kepada Menteri Hukum dan HAM pada penghujung tahun 2008 lalu. Sejauh ini, bagian yang sudah tersusun adalah Buku I tentang Orang. 4 4 Merajut Kembali KUHPerd 1, http:www.hukumonline.comdetail.asp?id=21483cl= Berita [240609] 4 Pembahasan yang dilakukan oleh Panitia Penyusunan RUU KUHPerd belum sampai pada pembahasan Buku III tentang Perikatan. Tentunya pembahasan tersebut harus dilakukan secepatnya mengingat tuntutan akan aktivitas perdagangan dan bisnis internasional yang semakin pesat. Kegiatan bisnis atau perdagangan internasional baik yang dilakukan oleh negara maupun pihak swasta di Indonesia harus terus berjalan dan tidak bisa menunggu pembahasan RUU tersebut. Kenafian payung hukum atau aturan hukum kontrak dalam konteks hukum kontrak internasional akan menimbulkan kerugian bagi negara maupun pihak swasta di Indonesia sendiri. Apalagi pada tanggal 2 September 2008 Indonesia sudah mengesahkan Statuta UNIDROIT dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2008 tentang Pengesahan Statute of The International Institute For The Unification of Private Law . Perpres tersebut telah membuka lebar pintu harmonisasi hukum bagi Indonesia dalam konteks hukum kontrak internasional untuk menghilangkan hambatan pelaksanaan perdagangan dan transaksi bisnis internasional. Dari uraian latar belakang permasalahan ini, tentunya kajian pembaruan hukum kontrakperjanjian di indonesia sebagai upaya peningkatan perdagangan dan transaksi bisnis internasional merupakan hal yang menarik untuk dibahas, dikaitkan dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2008 tentang Pengesahan Statute of The International Institute for The Unification of Private Law Statuta Lembaga Internasional untuk Unifikasi Hukum Perdata. 5

B. Pokok Permasalahan