Dampak Pemberlakuan CEPT Pada Perkernbangan Ekspor-Impor Indonesia dan Iniplikasinpa Pada Daerah Potensi Ekspor

I

DAMPAK PEMBERLAKUAN CEPT
PADA PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR INDONESIA DAN
IMPLIKASINYA PADA DAERAH POTENSI EKSPOR

OLEH :
RUSMAN HERIAWAN

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
ItUSMAN HERIAWAN. Dampak Pemberlakuan CEPT pada Perkembangan Eksporlnlpor Indonesia dan Implikasinya pada Daerah Potensi Ekspor. Dibimbing oleh AFFENDI
ANWAR, R. SUNSUN SAEFULHAKIM dan HERMANTO SIREGAR.
C'oninioti Effecrive Preferential Tariff (CEPT) adalah suatu skema pengurangan tariff

(bea masuk) untuk produk ASEAN y ~ diberlakukan
g
di negara-negara ASEAN secara

bertahap dan terjadwal sejak tahun 11993: dalam rangka menyongsong perdagangan bebas
ASEAN tahun 2003. Dengan pemberlakuan CEPT diharapkan daya saing produk ASEAN
dan volume perdagangan intra-ASEAN akan lebih meningkat. Persoalannya adalah apakah
dengan adanya fasilitas CEPT ini, produk Indonesia akan lebih berpeluang di pasar ASEAN
dan pengusaha Indonesia dapat memanfaatkannya seoptimal mungkin, ataukah malah produk
dari negara-negara ASEAN akan lebih membanjiri pasar Indonesia karena harganya lebih
murah.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dampak penerapan CEPT pada perkembangan
Neraca Perdagangan Indonesia-ASEAN pada periode 1990-2000 dan perkiraan volume
perdagangan pada 2003 dan 2008, serta implikasinya pada daerah-daerah potensi ekspor.
Untuk mendukung dan melengkapi tujuan tersebut, dianalisis pula perkembangan dan kinerja
perdagangan Indonesia dan perspektifnya dalam perdagangan ASEAN dan dunia, .serta
kebijakan pembangunan nasional selama ini yang mempengaruhinya.
Untuk mencapai tujuan penelitian, digunakan seperangkat medel analisis yaitu (a) model
kinega perdagangan, seperti Constant Market Share, Trade Specialization Index, Market
Concenrration Index dan Export Accelaration Ratio, (b) model ekspansi perdagangan, dalam
bentuk model regresi berganda dengan metode least-square dan (c) model analisis daerah
potensi ekspor dengan menggunakan Location Quotient dan ShSfr-Share Analysis. Adapun
data utama yang digunakan adalah data ekspor-impor Indonesia bersumber dari Badan Pusat
Statistik (BPS) dan Deperindag, data ekspor-impor negara-negara ASEAN dan dunia

bersumber dari WTO, indikator ekonomi pendukung bersumber dari Bank Dunia, serta data
kualitatif berupa analisis kebijakan dari ASEAN Secretariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan CEPT akan menguntungkan neraca
perdagangan Indonesia dengan ASEAN; ekspor Indonesia ke ASEAN meningkat 55 persen
selama periode 2000-2008, sedangkan impor Indonesia dari ASEAN hanya meningkat 39
persen. Dua produk Indonesia yang masih menjadi ekspor andalan ke depan adalah minyak &
lemak dan tekstil & produk tekstil. Sebaliknya kayu lapis & produk kayu serta plastik &
produk karet tidak memiliki prospek yang bagus. Sementara itu, mesin dan elektronika tetap
menjadi komoditas non-migas terbesar dalam struktur perdagangan di ASEAN dan dunia.
Dari perspektif kewilayahan, daerab potensi ekspor terbagi dalam dua kategori : (a) daerah
ekspor berbasis sumber daya alam dan pertanian, umuinnya daerah diluar Jawa dan daerab
ekspor berbasis industri hilir padat karya dan teknologi, umumnya berada di Jawa. Dari
perspektif perdagangan bebas di ASEAN dan dunia, terlihat persaingan antar negara dalam
merebut pasar akan semakin ketat, sehingga sudah saatnya pemerintah dan dunia usaha
Indonesia berkonsentrasi pada upaya memperluas pasar ekspor baik melalui produk unggulan
berbasis sumber daya sendiri maupun melalui diversifikasi produk dan negara-negara tqjuan
ekspor.

SURAT PERNYATAAN


Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

DAMPAK PEMBERLAKUAN CEPT
PADA PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR INDONESIA DAN
IMPLIKASINYA PADA DAERAH POTENSI EKSPOR
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2002

RUSMAN HERIAWAN
NRP. 99378

DAMPAK PEMBERLAKUAN CEPT
PADA PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR INDONESIA DAN
IMPLIKASINYA PADA DAERAH POTENSI EKSPOR

Oteh :
RUSMAN HERZAWAN


Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: Dampak Pemberlakuan CEPT Pada Perkernbangan Ekspor-Impor

Indonesia dan Iniplikasinpa Pada Daerah Potensi Ekspor
Nama Mahasiswa : Rusman Heriawan
: PWD 99.378
Nonlor Pokok
Prograni Studi
: Ilmu Perencallaall Pernbangunan Wilayah Perdesaali (PWD)


Menyetujui

Prof. Dr. Ir. N.Affendi Anwar MSc.
Ketua

Dr. Ir. ~ernLcntoSiregar
Anggota

2. Ketua Progran Studi PWD

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 4 November 1951 dari Ayah
M. Moh. Musa dan Ibu Hj. Siti Rubiah. Penulis adalah putera pertama dari sembilan
bersaudara.
Pendidikan sarjana muda ditempuh di Akademi Ilmu Statistik, Jakarta, lulus pada
tahun 1974. Kemudian melanjutkan pendidikan sajana pada Program Extention, Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, lulus pada tahun 1983. Sejak tahun 1974 bekeja
di Badan Pusat Statistik, Jakarta sebagai staf di Bagian Statistik Pendapatan Nasional.
Tahun 1981 menjadi Kepala Subbagian Konsolidasi Neraca Sektor dan tahun 1989 menjadi

Kepala Bagian Neraca Sektor Publik di instansi yang sama. Tahun 1993 beralih ke karir
fungsional menjadi peneliti hingga mencapai karier peneliti tertinggi sebagai Ahli Peneliti
Utama (APU) pada tahun 2000 hingga sekarang. Selanjutnya pada tahun 1997 dipercaya
memegang jabatan Kepala Biro Neraca Produksi dan tahun 1999 sebagai Dlrektur Statistik
Perdagangan dan Jasa, hingga sekarang.
Penulis diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan, Program Pasca Sarjana, IPB-Bogor pada tahun 1999 atas biaya sendiri, dan
dengan ketekunan dan kesabaran berhasil menyelesaikan studi ini pada awal tahun 2002.

PRAKATA

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayamya,
penulis akhimya dapat merampungkan penulisan tesis sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan. Adapun judul penelitian seperti yang kami tuliskan dalam tesis ini adalah: Dampak
Pemberlakuan CEPT pada Perkembangan Ekspor-Impor Indonesia dan Implikasinya
pada Daerah Potensi Ekspor. CEPT atau (Common Effective Preferential Tarzfl adalah
suatu skema pengurangan tariff yang diterapkan di negara-negara kawasan ASEAN .sejak
tahun 1993 dalam rangka perdagangan bebas ASEAN (AFTA) yang mulai berlaku efektif
tahun 2003.
Melalui penelitian ini dapat terungkap dan diketahui seberapa besar dampak CEPT

terhadap perkembangan perdagangan Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya,
seberapa jauh pergeseran pangsa pasar ASEAN, dan bagaimana implikasinya pada daerahdaerah potensi ekspor dikaitkan dengan euforia otonomi daerah. Dalam mengkaji dampak
CEPT ini tentunya juga dianalisis kesiapan Indonesia sendiri dalam menghadapi perdagangan
bebas ASEAN, serta hambatan-hambatan struktural yang ada diantara negara-negara ASEAN
selama ini.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ketua Komisi
Pembimbing sekaligus Ketua Program Studi PWD, Bapak Prof. Dr. Ir. Affendi Anwar, MSc.
dan anggota komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. R. Sunsun Saefulhakim, MSc. dan Bapak
Dr. Ir. Hermanto Siregar yang berkenan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
sehingga hasil penelitian dan penulisan tesis dapat berjalan lancar dan sesuai harapan.
Penulis sangat menyadari bahwa dengan waktu dan kemampuan yang terbatas, tulisan
ini masih jauh dari harapan dan belum sempuma. Untuk itu, kritik dan saran sangat diharapkan
agar hasil penelitian dapat lebih mempunyai arti dan nilai tambah bagi yang membaca dan
memanfaatkannya.
Bogor, Januari 2002

Penulis

DAFTAR IS1


Halaman

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

ix

PENDAHULUAN
Latar Belakang .....................................................................
Identifikasi Masalah ..............................................................
. . ...................................................................
Tujuan Penel~t~an
Hipotesis ............................................................................
Manfaat dan Kegunaan Penelitian ...............................................

1
6

7
8
9

TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional ........................................................
Keunggulan Absolut. Keunggulan Komparatif dan Teori
Heckscher-Ohlin (H-0) .......................................... 1............
Manfaat Perdagangan Internasional Dalam Konteks Kurva Penawaran
dan Permintaan .................................................................
Masalah Tarif Dalam Perdagangan Internasional ...............................
Konsep Ekspor dan Impor Barang ...............................................
Ekspor dan Impor Dalam KerangkaNeracaPembayaran ......................
CEPT, AFTA dan ASEAN ........................................................

23
25
30
32
35


METODE PENELITIAN
..
Pola Pikir Penel~tlan...............................................................
Daftar ProdukKomoditas Yang Tercakup Dalam CEPT .....................
Model Ekonometrik dan Analisis Yang Digunakan ...........................
Data Yang Digunakan dan Surnbernya ...........................................

39
41
43
54

ANALISIS KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA
Kebijakan Pembangunan Masa Lalu .............................................
Kritik Terhadap Kebijakan Pembangunan Orde Baru ..........................
Krisis Ekonomi Sebagai Buah Kebijakan Ekonomi Yang K e l i ...........
Indonesia Dalam Perspektif Perdagangan Global ...............................

56

59
63
67

10
14

Halaman
ANALISIS PERKEMBANGAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
INDONESIA
Profil Ekspor dan Impor Indonesia ................................................ 72
Neraca Perdagangan Indonesia ...................................................
81
Neraca Perdagangan Negara-Negara ASliAN .................................
88
Peranan ASEAN Dalam Perdagangan Dunia ...................................
9'1
Pola Distribusi 10 Komoditas CEPT Dalam I'erdagangan Intra-ASEAN .. 101
Ekspor IndonesiaMenurut Potensi Daerah : Analisis Spasial ................ 104
ANALISIS DAMPAK PEMBERLAKUAN CEPT PADA
PERDAGANGAN LUAR NEGERI INDONESIA DAN
DAERAH POTENSI EKSPOR
Kineja Perdagangan Luar Negeri Indonesia .................................... 108
Dampak Penerapan CEPT Pada Prospek Perdagangan Indonesia
Di Pasar ASEAN.. .............................................................
1 18
Kinerja Ekspor Indonesia Dalam Perspektif Kewilayahan .................. 125
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................... 130
..
Saran Keb~jakan..................................................................
136
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................
139
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Dasar yang Digunakan untuk Analisis dan Permodelan
Lampiran 2. Hasil Pengujian Unit Root Untuk Model Ekspansi Ekspor
dan Impor
Lampiran 3. Hasil Analisis Model Regresi Ekspor dan Impor (Lengkap
dan Sederhana)

DAFTAR TABEL
Halanzan

Tabel 1 :

Tujuan Penelitian, Metode Penelitian dan Sumber Data .................

Tabel 2 :

Jumlah Produk Yang Masuk Kerangka CEPT Menurut Negara

41

dan Status Komoditas Tahun 2000 ........................................

42

Tabel 3 :

Dafiar Golongan Komoditas Perdagangan Yang Masuk Skema CEPT

43

Tabel 4 :

Perubahan Struktur Perekonomian Indonesia Tiga Dekade Terakhir

58

Tabel 5 :

Perkembangan Beberapa Indikator Makro Indonesia, Sebelum dan

..

Selama Kris~sEkonomi .......................................................
Tabel 6 :

65

Perkembangan dan Struktur Ekspor Indonesia Menurut Migas dan
Non-Migas ..................................................................... 72

Tabel 7 :

Perkembangan dan S t ~ k t uImpor
r
Indonesia Menurut Tujuan
Penggunaan Barang ............................................................

Tabel 8 :

Ekspor Indonesia Menurut Golongan Komoditi (SITC 2 Digit,
Juta US$) ......................................................................

Tabel 9 :

76

79

Impor Indonesia Menurut Golongan Komoditi (SITC 2 Digit,
Juta US$) .......................................................................

80

Tabel 10 : Neraca Perdagangan Indonesia dengan ASEAN dan Negara Sisa
Dunia ............................................................................

82

Tabel 11 :

Ekspor Indonesia ke Negara ASEAN Menurut Komoditi (Juta US$) 84

Tabel 12 :

Impor Indonesia dari Negara ASEAN Menurut Komoditi (Juta US$) 86

Tabel 13 :

Peranan 10 Komoditas CEPT Pada Perdagangan Indonesia dan

......
....
ASEAN ...........................................................................

Tabel 14 : Neraca Perdagangan Singapura (SITC 2 Digit, Juta US$)

..: ............

88
90

Halanzan
Neraca Perdagangan Malaysia (SITC 2 Digit, Juta US$) ................ 92
Neraca Perdagangan Thailand (SITC 2 Digit, Juta US$) ..... ......... ...

94

Neraca Perdagangan Filipina (SITC 2 Digit, Juta US$) ................... 96
I'ertumbuhan Ekspor ASEAN dan Sisa Dunia (Milyar US$) ............ 98
I'erkembangan Ekspor Dunia Menurut Golongan Komoditi
(Milyar US$) .................................... ................................

99

Peranan 10 Komoditas CEPT Dalam Perdagangan Intra-ASEAN
Tahun 1995-1999 ....................................................... ....

100

Pola Distribusi 10 Komoditas CEPT Dalam Perdagangan
Intra-ASEAN, Tahun 1999 (Milyar US $) ............... .................. 102
Ekspor Indonesia Menurut Propinsi Pelabuhan dan Propinsi Asal
Produksi Tahun 1999-2000 ...... ........... ............................... .... 106
Tabel 23 :

Trade Specialization Index (TSI) Untuk 10 Komoditas CEPT
Tahun 1995-1999 ................................................... ............ 109

Tabel 24 :

Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekspor Indonesia Tahun 1996-1999
(Dalam Persentase) .................. ... .............................. .......... 111

Tabel 25 :

Revealed Comparative Advantage (RCA) Tahun 1995 dan 1999
Menurut Golongan Komoditi ..... ...................... ......... .............. 114

Tabel 26 :

Market Concentration Index (MCI) Untuk 10 Komoditas CEPT
Tahun 1999 ............................................... . ........................ 116

Tabel 27 :

Export Acceleration Ratio (EAR) Untuk 10 Komoditas CEPT
Tahun 1995-1999 ..................................................................

Tabel 28 :

118

Dampak Penerapan CEPT Pada Perkembangan Volume Perdagangan
Indonesia-ASEAN untuk 10 Komoditas CEPT (Full Model,
Ribu Ton) ................................... ...................,.......,......

...

Vlll

120

Tabel 29 :

Dampak Penerapan CEPT Pada Perkembangan Volume Perdagangan
Indonesia-ASEAN untuk 10 Kolnoditas CEPT (Single-Variable

A4odel. Ribu Ton) .............................................................. 122

(LaUntuk 10 Komoditas CEPT Tallun 2000 .....

Tabel 30 :

Locrrtio~iQuorienr

Tabel 3 1 :

Analisis SliiJi-Share Untuk Perkembangan Ekspor 10 Komoditi
CEI'T (Peningkatan Share) Tahun 1999-2000 ............................

Tabel 3 1 :

124

126

Analisis Sllifr-Share Untuk Perkembangan Ekspor 10 Komoditi
CEPT (Penumnan Share) Tahun 1999-2000 .............................. 127

DAFTAR GAMBAR
Halanzan
Gambar 1 : Keunggulan Absolut Dua Negara dan Manfaat Perdagangan ...........

15

Gambar 2 : Keunggulan Komparatif Dua Negara dan Manfaat Perdagangan .......

18

Gambar 3 : K u n ~ aKemungkinan Produksi Dua Negara Dengan Intensitas Faktor
Produksi Bcrbeda ..............................................................

22

a
&
Gambar 4 : Manfaat I'erdagangan Intemasional dan K u ~ Penawaran
Permintaan Dua Negara .....................................................

23

Gambar 5 : Dampak Penurunan TariffPada Konsumen, Produsen dan
Penerimaan Negara ...........................................................

26

Gambar 6 : Metodologi Penelitian Dampak Pemberlakukan CEPT Pada
Perkembangan Ekspor-Impor Indonesia dan Implikasinya Pada
Dacrah Potensi Ekspor ........................................................
Gambar '7 : Perkembangan Ekspor Migas dan Non-Migas Indonesia, 1968-2000

40
74

Gambar 8 : Perkembangan I m p r Indonesia Menurut Tujuan Penggunaan
Barang, 1968-2000 ............................................................

77

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah
tumbuh dengan pesat dan memainkan peranan penting dan strategis dalam
perekonomian global. Meningkatnya rasio ekspor baik barang maupun jasa terhadap
Produk Domestik Bmto (PDB) suatu negara, mempakan indikator adanya
peningkatan keterbukaan dan intensitas negara tersebut dalam perdagangan
intemasional. Sebagai conroh. Singapura sebagai kota perdagangan dunia, pada tahun
1980 memiliki angka rasio sebesar 115 persen terhadap PDBnya, meningkat menjadi
153 persen pada tahun 1998, dengan kecepatan pertumbuhan perdagangan 12,5
persen diatas pertumbuhan PDBnya yang hanya 6 persen. Sementara itu, Indonesia
baru mencapai angka rasio 34 persen dan meningkat menjadi 54 persen pada periode

waktu yang sama dengan kecepatan pertumbuhan perdagangan 9,2 persen diatas
pertumbuhan PDB sebesar 6,2 persen (World Bank, et.al., 2000).
Sadar akan pentingnya peran perdagangan intemasional dan manfaat bagi
kesejahteraan penduduknya, mendorong sejumlah negara membentuk organisasiorganisasi kerjasama ekonomi regional yang memiliki kepentingan bersama untuk
membangun kekuatan ekonomi bersama. Diantara yang cukup menonjol adalah North

American Free Trade Area (NAFTA), European Union (EU), ASEAN Free Trade
Area (AFTA) dan yang lebih luas lagi Asia-PasiJic Economic Cooperation (APEC).

Pembentukan organisasi-organisasi ini, merupakan suatu sikap bersama yang
mengarah kepada integrasi ekonomi ke dalam satu kesatuan ekonomi kawasan.
Melalui integrasi ekonomi, diharapkan hambatan perdagangan (trade barriers) baik
bersifat tarzff barrier maupun non-~urlffburrrer yang mungkin terjadi pada s e s k a
negara anggota dapat berkurang atau semakin kecil, sehingga lalu lintas atau aliran
perdagangan barang dan jasa serta investasi antar negara kawasan semakin
meningkat.
Uni Eropa merupakan wujud kerjasama ekonomi regional yang sudah maju,
solid dan kuat, bahkan puncaknya adalah keberhasilan mereka menyatukan mata uang
bersama (~uro)'. Sedangkan untuk kawasan Asia Tenggara (AFTA), perdagangan
barn akan diberlakukan secara formal mulai tahun 2003. Namun demikian, tahaptahap ke arah itu sudah dilaksanakan tahun-tahun sebelumnya, antara lain kajiankajian mengenai hamhatan perdagangan antar negara-negara ASEAN yang terjadi
selama ini.
Salah satu bentuk kejasama ekonomi dalam kemngka AFTA yang merupakan
suatu instrumen awal adalah kesepakatan penurunan tarz@secara bersama, terencana
dan bertahap yang disebut dengan Common Effective Preferential Tarzff (CEPT)',
yang diberlakukan terhadap semua negara anggota. Pada dasarnya, CEPT merupakan
suatu bentuk fasilitas yang diberikan pada para eksportir untuk lebih bersaing
mengekspor barang di kawasan intra ASEAN karena pengenaan tariff yang lebih

'

Pada tanggal 1 Januari 2002, sebagian besar negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa kecuali
Inggris, Swiss dan Swedia telah mendeklarasikan penggantian mata uang masing-masing dengan
Euro sebagai alat pembayaran yang sah.
CEPT = Conzmon Effective Preferential Tariff adalah suatu sistem tariff(bea masuk) yang bersifat
seragam dan mulai diberlakukan bersama dikalangan negara-negara ASEAN dalam kerangka
ASEAN Free Trade Area (AFTA).

rendah dibanding eksportir lain di luar ASEAN'. Kesepakatan penurunan tarlfJatas
sejumlah komoditi yang termasuk dalam preferensi, terbagi dalam dua jalur. Pertama,
jalur cepat &st track) yaitu produk yang memiliki tariffdiatas 20 persen dikurangi
menjadi 0-5 persen pada 1 Januari 2000. Kedua. jalur normal (normal track) yaitu
produk yang memiliki tar~ffdiatas20 persen akan dikurangi menjadi 0-5 persen pada
1 Januari 2003.

Kebulatan tekad negara-negara ASEAN melalui CEPT ini, bertitik tolak dari
kepentingan atas kekuatan bersama untuk memperoleh hak-hak ekonomi yang sah
bila berhadapan dengan negara-negara kuat di kawasan lainnya. Hal ini pula yang
melandasi liberalisasi perdagangan dunia setelah berakhirnya Putaran Uruguay
Desember 1993 yang menghendaki diberlakukannya tariff yang rendah bagi semua
komoditi dan dihapuskannya perlakuan diskriminasi antara produk daiam negeri dan
impor, dengan maksud mencapai persaingan yang sehat. Dengan demikian, untuk
memacu ekspor maka komoditi-komoditi perdagangan yang mempunyai keunggulan
komparatif terus ditingkatkan kemampuan ekspomya karena hambatan tariff akan
semakin kecil di negara pengimpor. Seiring itu pula, untuk komoditi yang
dikategorikan net impor perlu mendapat perhatian, terutama yang menyangkut impor
bahan baku.
Indonesia, sebagai salah satu negara anggota ASEAN, mau, atau tidak mau
hams menghadapi perkembangan ini. Komitmen Indonesia untuk melaksanakan
agenda AFTA, khususnya dalam rangka skema CEPT telah dituangkan d a l h
Penurunan tariff dan pengurangan hambatan lainnya dipercaya oleh sebagian besar pakar ekonomi
dapat melipatgandakan volume perdagangan dunia dan persaingan yang lebih sehat dan dinamis
(Kindleberger, et.al., 1986).

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 94lKMK.0111997 tentang
Penurunan Tarif atas Impor Barang untuk periode 1 Januari 1997 sampai dengan 3 1
Desember

2003,

yang

kemudian

diperbabarui

dengan

Kepmenkeu

No.129/KMK.05/1999 tentang ha1 yang sama, tetapi untuk periode 1 Januari 1999
sampai dengan 31 Desember 2003. Persoalan yang kemudian muncul adalah apakah
Indonesia siap bertarung dalam kancah pasar bebas ASEAN ini, dengan
memperhatikan kondisi sebagai berikut: (a) Indonesia masih menghadapi persoalan
dalam negeri berupa ketidakstabilan politik, di tengah tuntutan kuat terhadap
demokrasi, supremasi hukum, reformasi dan ancaman disintegrasi bangsa, (b) fokus
perhatian ekonomi masih pada pemulihan ekonomi dalam negeri yang terpuruk akibat
krisis ekonomi berkepanjangan, dan belum secara intensif memperhatikan masalah
perluasan pasar, dan (c) negara-negara ASEAN lainnya, seperti Singapura, Malaysia
dan Thailand relatif lebih siap karena tidak memiliki hambatan politik yang berarti,
sehingga peluang mereka untuk memperluas pasar di Indonesia lebih besar dibanding
Indonesia sendiri.
Disamping kondisi di atas, pada kenyataannya faktor-faktor produksi, sumber
daya dan stmktur ekonomi di kebanyakan negara-negara ASEAN juga hampir mirip.
Selain Indonesia, minyak bumi dan produk minyak juga diproduksi dan diekspor oleh
Malaysia, Brunei dan bahkan Singapura. Karet dan CPO juga diproduksi dan
diekspor oleh Malaysia dan Thailand. Produk elektronik dan tekstil menjadi andalan
ekspor pada kebanyakan negara ASEAN. Sudah menjadi pemahaman umum bahwa
kerjasama ekonomi di kawasan ASEAN lebih banyak menimbulkan efek substitusi
dari barang-barang yang diperdagangkan antar negara daripada efek komplementer

yang sesungguhnya sangat dibutuhkan (Menon, et. a]., 1996) Melihat kondisi dan
permasalahan di atas, pemberlakuan pasar bebas ASEAN melalui penerapan skema
CEPT, disamping menjadi peluang dalam ekspansi pasar luar negeri (khususnya
untuk barang komplementer), juga bisa menjadi ancaman bagi pasar Indonesia
sendiri. Barang-barang impor dari negara-negara ASEAN bisa jadi lebih murah di
pasar Indonesia dibandingkan produk Indonesia sendiri karena dihapuskannya fariff;
sementara sejumlah produk Indonesia pada pasar ASEAN kemungkinan tidak
kompetitif karena sumber daya manusia dan efisiensi produksi belum memadai.
Melihat kenyataan di atas, wajar sekali bila KADIN Indonesia mengusulkan
penundaan keikutsertaan Indonesia dalam AFTA menjadi tahun 2005 (Bisnis
Indonesia, 28 Maret 2001), sesuatu yang mustahil dapat dipenuhi karena komitmen
Indonesia sendiri. Saat ini, keikutsertaan Indonesia dalarn AFTA bukan lagi
merupakan sikap gagah-gagahan seperti waktu-waktu yang lalu, tetapi sudah menjadi
kewajiban yang bila tidak dapat dipenuhi akan memunculkan sanksi dari negaranegara ASEAN lainnya berupa pembalasan atau permintaan kompensasi atas
kerugian mereka. Masih ada waktu sedikit sekali bagi Indonesia untuk memben+hi
hal-ha1 yang perlu dan prioritas dalam mengantisipasi pasar bebas ASEAN ini, bila
tidak ingin kalah bersaing lebih jauh lagi.
Dilandasi oleh semua uraian di atas, penulis berketetapan untuk meneliti dan
mengkaji sejauh mana dampak penerapan CEPT tersebut terhadap perekonomian
Indonesia, terutama pengaruhnya terhadap perkembangan ekspor-impor Indonesia
dengan negara-negara ASEAN lainnya, dengan negara-negara di luar ASEAN, serta
implikasinya terhadap daerah-daerah potensi ekspor. Kajian ini penting untuk melihat

apa yang &an terjadi dan sikap serta antisipasi apa yang diperlukan dalam
menghadapi diberlakukannya pasar bebas ASEAN ini. Kajian mengenai implikasi
CEPT pada daerah-daerah potensi ekspor menjadi penting dan relevan bila dikaitkan
dengan aspek spasial dan otonomi daerah.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan

permasalahan

yang

dijelaskan

sebelumnya,

serta

untuk

mempermudah analisis dan pembahasan kajian, perlu dirumuskan identifikasi
masalah sebagai berikut:
a.

Bagaimana kondisi perekonomian Indonesia secara umum, terutama dikaitkan
dengan kebijakan perekonomian nasional selama ini dan kesiapan menghadapi
pasar bebas ASEAN tahun 2003.

b.

Apakah skema CEPT sebagai instrumen awal dan fasilitas bagi perdagangan
bebas di kawasan ASEAN (AFTA), akan menguntungkan Indonesia.

d.

Seberapa besar dampak dari penerapan CEPT terhadap perkembangan ekspor
dan impor nasional ke dan dari negara-negara ASEAN, dan negara-negara di
luar ASEAN.
Seberapa jauh implikasi penerapan CEPT terhadap perekonomian regional
khususnya pada daerah-daerah potensi ekspor.

Berkaitan dengan skema CEPT, komoditi yang akan diteliti dibatasi hanya
yang termasuk dalam penghapusan tarzff pada jalur cepat fast track) yang dapat

digolongkan ke dalam 10 kelompok komoditas, yaitu : (1) minyak & lemak, (2)
produk mineral, (3) barang kimia, (4) plastik & produk karet, ( 5 ) produk kulit, (6)
tekstil & produk tekstil, (7) mesin & elektronika, (8) kayu lapis & produk kayu (9)
artikel industri lainnya, dan (10) alas kaki.

Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak penerapan
CEPT terhadap perekonomian Indonesia dan terhadap peningkatan lalu lintas
perdagangan negara-negara ASEAN. Sedangkan secara khusus, tujuan penelitian ini
adalah :

a.

Mengetahui kebijakan pembangunan masa lalu (orde baru) dan kekeliruan yang
dibuat yang menyebabkan Indonesia mengalami krisis berkepanjangan dan
berada di jurang kebangkrutan.

b.

Menganalisis

perkembangan

perdagangan

luar

negeri

Indonesia

dan

perspektifnya dalam perdagangan ASEAN dan dunia.
c.

Menganalisis dampak penerapan CEPT terhadap perkembangan Neraca
Perdagangan Indonesia-ASEAN pada periode 1990-2000 maupun perkiraan
2003 dan 2008.

d.

Menganalisis implikasi penerapan CEPT pada daerah potensi ekspor.

Hipotesis

Penerapan CEPT khususnya dan pemberlakuan pasar bebas ASEAN pada
umumnya, akan memberikan dampak pada:
a.

Meningkatnya volume dan nilai perdagangan intra ASEAN (antar negara
ASEAN). Negara yang memiliki produk-produk unggulan yang kompetitif akan
mudah masuk ke negara lain karena tariff yang murah.

b.

Akan ada pergeseran perdagangan produk ASEAN dari pasar non-ASEAN ke
intra ASEAN.

c.

Negara-negara ASEAN seharusnya lebih diuntungkan dibanding negara-negara
di luar ASEAN karena adanya pembedaan tarzff antara kedua kawasan yang
berbeda.

Namun penerapan CEPT juga menghadapi tantangan yang tidak kecil, sebagai
berikut:
a.

Adanya masalah stmktural, bahwa produk-produk negara ASEAN apabila
diperdagangkan secara internal lebih bersifat barang substitusi daripada
komplementer, sehingga kurang mendorong perluasan pasar intra ASEAN,
karena tidak saling menguntungkan.

b.

Dengan pemberlakuan CEPT, Indonesia akan menghadapi persaingan baik'di
pasar ASEAN maupun pasar Indonesia sendiri untuk produk-produk yang
dihasilkannya.

c.

Sebagian besar pengusaha Indonesia belum banyak tahu adanya fasilitas CEPT,
sehingga peluang ini tidak banyak termanfaatkan (sosialisasi CEPT kurang
intens). Kalau ini yang terjadi maka dampak CEPT tidak banyak mempengaruhi
ekspor dan impor Indonesia.

Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna bagi:
a.

Pemerintah di pusat dan daerah, dalam mengantisipasi diberlakukannya pasar
bebas ASEAN, dikaitkan dengan otonomi daerah.

b.

Instansitdinas terkait dalam memmuskan kebijakan ekspansi perdagangan
internasional.

c.

Kalangan swastalpebisnis sebagai pertimbangan dalam mencari peluang
pengembangan ekspor di pasar ASEAN.

d.

Peneliti dan akademisi sebagai bahan referensi untuk melakukan kajian dan
penelitian lebih lanjut.

TINJAUAN PUSTAKA

Perdagangan Internasional
Perdagangan Internasional secara teori membahas hubungan ekonomi antar
negara di dunia yang merupakan refleksi dari munculnya saling ketergantungan
(interdependence) antara satu negara dengan negara laimya karena adanya perbedaan

dalam memiliki dan mengakses faktor-faktor produltsi (resources) yang dibutuhkan.
Suatu negara mungkin memiliki sumber daya alan yang melimpah tetapi tidak
memiliki teknologi dan modal untuk memprosesnya, sebaliknya negara lainnya
miskin SDA tetapi memiliki teknologi yang manpu menjadikan SDA tersebut lebih
dekat pada penggunaan akhir dan memiliki nilai guna yang lebih tinggi (Salvatore,
et.al., 1990).

Perdagangan internasional secara prinsip seharusnya mendatangkan manfaat
dan keuntungan (mutual gaining) bagi semua pihak yang melakukan pertukaran.
Prinsip ini pula yang melatarbelakangi mengapa suatu negara melakukan
perdagangan dengan negara lain. Walaupun kedua pihak memperoleh keuntungan,
tetapi persoalannya adalah pihak mana yang paling diuntungkan (who is gaining the
most from the trade). Teori-teori perdagangan hampir seluruhnya memusatkan

perhatian pada persoalan pola perdagangan internasional yang dapat berbeda dan
bergeser karena perbedaan dalam memiliki dan mengakses faktor-faktor produksi.
Masalah ini pula yang menjadi agenda pembahasan terpenting pada organisasi

perdagangan dunia WTO, yang menyangkut rasa keadilan Cfairness) terutama antara
negara-negara maju dan negara-negara berkembang dalam ha1 kepemilikan faktor
produksi.
Teori perdagangan internasional sesungguhnya bisa pula diterapkan untuk
perdagangan antar daerah, lebih-lebih pada era otonomi daerah sekarang ini. Namun
dalam prakteknya, masalah yang dihadapi lebih kompleks karena menyangkut pula
adanya ~erbedaantingkat kebebasan berdagang dibanding perdagangan antar negara.
Dalam perdagangan antar daerah, sering terjadi intervensi karena adanya alasan
kepentingan nasional yang tinggi, adanya perizinan yang masih dikuasai oleh
Pemerintah Pusat, serta hambatan-hambatan lainnya.
Pada awalnya, perdagangan intemasional terjadi karena masing-masing negara
berkepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya dengan mengambil
keuntungan sebesar-besamya dari hubungan perdagangan tersebut. Pandangan
Merkantilis yang populer pada abad 16-18 di Eropa Barat, menyatakan bahwa yang
terpenting bagi suatu negara adalah upaya untuk menjadi kaya dan berkuasa dengan
mendorong ekspor sebesar-besarnya dan mengimpor sekecil-kecilnya, melalui
proteksi setiap produk dalam negeri. Keuntungan (surplus) perdagangan yang besar
dipakai untuk menguasai emas dan logam mulia lainnya sebagai simbol kekuasaan.
Dalam hukum perdagangan, setiap negara yang menikmati surplus perdagangan
(net-ekspor) tentu diperoleh melalui pengorbanan negara lain (net-impor). Bila
prinsip ini yang dipahami oleh setiap negara, tentu tidak akan ada perdagangan antar
negara, karena siapapun tidak mau dirugikan.

Di lain pihak, negara-negara yang cenderung selalu mengimpor (importing

country) akan dihadapkan pada suatu pertanyaan, apakah sudah waktunya
memproduksi sendiri untuk barang-barang yang selama ini diimpor. Diyakini bahwa
dengan memproduksi sendiri, akan tercipta kegiatan ekonomi dan lapangan kerja di
dalam negeri sekaligus mengurangi ketergantungan impor. Persoalannya adalah bila
suatu negara tidak memiliki faktor produksi (endowmenij yang dibutuhkan, upaya
memproduksi sendiri suatu barang hanya menyebabkan pergeseran ketergantungan
luar negeri dari barang jadi ke bahan baku dan teknologi. Ini banyak dialami oleh
negara-negara

berkembang

seperti juga

kasus

Indonesia

ketika

memulai

industrialisasinya melalui kebijakan substitusi impor. Dengan kata lain, tidak ada
kemajuan berarti yang dicapai oleh negara-negara berkembang dalam menghadapi
dominasi ekonomi negara-negara maju.
Perdagangan internasional tidak sekadar berarti pertukaran barang dari suatu
negara ke negara lainnya. Akan banyak faktor dan variabel yang terlibat dalam
pertukaran ini seperti mata uang dan nilai tukarnya, tarr& transportasi, selera dan

image, bahkan terkait dengan kebijakan investasi (seperti PMA dan PMDN) yang
dilakukan sebelumnya. Masing-masing variabel ini berpeluang dapat mendorong dan
menghambat volume perdagangan intemasional, tergantung kebijakan yang
dijalankan oleh negara bersangkutan. Analisis perdagangan intemasional akan
berhubungan dengan variabel-variabel diatas, baik secara individual maupun
simultan. Khusus dalam kajian ini akan dibahas hubungan antara kebijakan tariff
dengan volume perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya
dalam kerangka agenda perdagangan bebas kawasan ASEAN (AFTA).

Dalam perkembangannya sekarang ini, perdagangan intemasional tidak saja
terkait dengan ekspor dan impor barang, tetapi lebih luas lagi menyangkut masalah
investasi, ekspor d m impor jasa, dan pariwisata. Jadi perdagangan internasional
mendiskusikan pula berbagai aspek dalam hubungan ekonomi antar negara (bilateral
dan multilateral), sehingga disebut juga ekonomi intemasional, yang tentunya akan
melibatkan variabel-variabel yang semakin banyak dan beragam.
Semangat dalam menciptakan perdagangan dunia yang sehat dalam nuansa
pasar bebas, mulai dikotori oleh kepentingan-kepentingan non-ekonomi sepcrti
kepentingan politik, isu mengenai hak azasi manusia (HAM), lingkungan hidup,
bahkan masalah non-ekonomi tersebut seringkali lebih menonjol daripada
ekonominya sendiri. Negara-negara yang kuat ekonominya seperti Amerika Serikat
selalu memberikan kemudahan ekspor pada negara-negara yang mempunyai
pandangan politik yang sama. Sebaliknya negara yang rentan seperti Indonesia malah
sering mengalami kesulitan ekspor karena dihadang persoalan-persoalan lingkungan
hidup, HAM, eksploitasi buruh, sekalipun memiliki pandangan politik yang tidak
bertentangan dengan negara adidaya tersebut. Kedepan, prospek perdagangan suatu
negara dalam era perdagangan bebas akan lebih sulit dikaji karena terlalu banyakrrya
faktor-faktor non ekonomi yang terlibat atau dilibatkan dan sesungguhnya memiliki
"

uncertainty " yang tinggi.

Kcunggulan Absolut, Keunggulan Komparatif dan Teori Hccltscher-Ohlin
(H-0)

Kcunggulan Absolut dan Manfaat Perdagangan Internasional

David Ricardo, pada awal abad ke-19 mempunyai pelnikiran bahwa
perdagangan internasional hams memberi manfaat dan keuntungan bagi kedua negara
bempa peningkatan kesejahteraan masing-masing. Ini merupakan koreksi atas
pemikiran

kelompok Merkantilis pada abad

16-18 di Eropa Barat yang

mengutamakan tercapainya dominasi suatu negara terhadap negara lain dengan
memaksimalkan ekspor dan meminimalkan impor. Ricardo bukan orang pertama
yang menentang keortodokan kaum Merkantilis. Dalam bukunya Wealth of Nations
(1 776). Adam Smith mengemukakan bahwa suatu negara dapat mengkonsentrasikan

untuk menghasilkan suatu barang saja, dan menjual sebagiannya untuk memperoleh
barang lainnya, dan tidak perlu ada kekhawatiran atas perdagangan yang mereka
lakukan.
Manfaat dari adanya perdagangan internasional, akan berkaitan dengan
keunggulan absolut yang dimiliki oleh masing-masing negara. Dalam pemahaman
umum, keunggulan absolut suatu negara terjadi apabila untuk satu unit (kombinasi)
masukan yang sama, negara tersebut dapat menghasilkan suatu barang dalam jumlah
yang lebih banyak. Gambar 1 berikut ini mengilustrasikan terdapatnya keunggulan
absolut pada dua negara.

Q-Furniture

I

INDONESIA

Q-Furniture
MALAYSIA

Gambar 1. Keunggulan Absolut Dua Negara dan Manfaat Perdagangan

Pada awalnya, untuk setiap satu satuan masukan, Indonesia dapat menghasilkan
50 set furniture atau 25 unit mobil atau kombinasi keduanya disepanjang garis

produksi, sedangkan Malaysia dapat menghasilkan 40 set furniture atau 100 unit
mobil atau juga kornbinasi keduanya. Dengan demikian perbandingan relatif kedua
barang tersebut di Indonesia adalah % mobil untuk setiap furniture dan di Malaysia

2% mobil untuk setiap furniture. Ini berarti Indonesia mempunyai keunggulan absolut
dalam menghasilkan furniture dan Malaysia dalam menghasilkan mobil.
Sebelurn ada perdagangan antara kedua negara, tingkat konsumsi di Indonesia
adalah 20 fumiture dan 15 mobil (titik So) dan di Malaysia 12 furniture dan 70 mobil,
yang tentunya dibatasi oleh kemampuan kedua negara dalam menghasilkan
kombinasi kedua barang tersebut. Apabila biaya transport antara kedua negara sangat
rendah (katakan 0), eksportir Indonesia cenderung ingin rnengapalkan sebagian

furniture ke Malaysia karena akan memperoleh jumlah mobil yang lebih banyak.
Artinya dengan mengekspor furniture ke Malaysia akan ada peluang penambahan
konsumsi mobil di Indonesia. Sebaliknya, Malaysia akan mempunyai pemikiran yang
sanla untuk mengekspor mobilnya, karena akan memperoleh jumlah furniture
Indonesia yang lebih banyak.
Dengan memperhatikan

rasio perdagangan harga di kedua negara antara

fumiture dan mobil maka range harga fumiture akan berada antara % dan 2% harga
mobil. Apabila terjadi perdagangan antara kedua negara dan harga keseimbangan
intemasional yang tercapai adalah harga satu furniture sama dengan harga satu mobil,
maka ada kecenderungan kedua negara akan menamball konsumsinya'. Dengan
demikian maka keunggulan absolut masing-masing negara akan memberi rangsangan
pada

penambahan

konsumsi bila dapat dimanfaatkan melalui perdagangan

intemasional.
Manfaat kedua dari perdagangan internasional adalah baik Indonesia maupun
Malaysia dapat mengkhususkan diri untuk rnemproduksi satu barang saja yang
mempunyai keunggulan absolut, dan rnengekspor kelebihan barang yang tidak
dikonsumsi. Sedangkan kebutuhan barang yang tidak diproduksi sendiri seluruhnya
dipenuhi dari impor. Dalam ha1 ini, Indonesia hanya memproduksi furniture (50 set)
dan Malaysia hanya memproduksi mobil (100 unit), sedangkan kebutuhan mobil
untuk Indonesia dan furniture untuk Malaysia dipenuhi seluruhnya dari irnpor.
Bila kebijakan ini terjadi di kedua negara, maka konsumsi di kedua negara akan

'

Harga keseimbangan internasional untuk fimiture akan berada antara % dan 2% harga mobil.
Apabila harga furniture di bawah % harga mobil, Indonesia tentu tidak akan melepas furniturenya
untuk memperoleh mobil dari Malaysia karena harganya lebih mahal dibanding harga domestik.
Demikian juga bila harga furniture diatas 2% harga mobil, Malaysia tentu juga akan berkeberatatr.

bergerak naik menuju titik C. Konsumsi furniture di Indonesia naik lnenjadi 30 set
dan mengekspor ke Malaysia sisanya untuk memperoleh 20 unit mobil. Sedangkan
konsumsi mobil di Malaysia naik menjadi 80 unit dan mengekspor sisanya ke
Indonesia untuk memperoleh 20 set furniture. Dari uraian di atas, jelas babwa
perdagangan intemasional (bilateral) bila dilakukan secara adil dengan dukungan
informasi yang memadai akan memberi keuntungan dan manfaat bagi kedua negara.
Negara yang kurang menguasai informasi dari dinamika pasar intemasional akan
kehilangan peluang dalam memperluas pasar ekspornya dan mudah dicurigai oleh
pesaingnya ataupun negara mitra dagangnya.

Keunggulan Komparatif dan Manfaat Perdagangan Internasional

Berdasarkan pemahaman mengenai Keunggulan Absolut, kemudian Ricardo
mengembangkan pemikiran barn mengenai Keunggulan Komparatif. Dasar pemikiran
tersebut adalah bahwa perdagangan intemasional tetap akan memberikan manfaat
pada suatu negara, sekalipun negara bersangkutan tidak memiliki keunggulan absolut
apapun, sepanjang masih ada perbedaan rasio harga antara dua barang di negaranegara yang berdagang. Dengan demikian suatu "Hukum Keunggulan Komparatif"
menyatakan bahwa setiap negara memiliki keunggulan komparatif dalam suatu
barang dan akan memperolell manfaat dengan memperdagangkannya untuk ditukar
dengan barang lain2.
Keunggulan komparatif hanya dapat terjadi bila ada kemampuan untuk menemukan barang-barang
yang diproduksi pada tingkat ketidakunggulan relatif lebih rendah daripada barang-barang lainnya,
sebelurn dimulainya perdagangan antara dua negara.

Penjelasan mengenai manfaat keunggulan komparatif, selanjutnya diberikan
pada Gambar 2. Katakan, Malaysia dengan berbagai upaya mampu meningkatkan
produksi furniture per satu satuan masukan menjadi 67 set (sebelumnya hanya 40 set,
Gambar I), sehingga untuk jenis barang ini Malaysia merebut keunggulan absolut
yang sebelumnya dimiliki Indonesia. Dalam ha1 ini Indonesia tetap hanya mampu
memproduksi 50 set furniture. Konsumsi awal di Indonesia (sebelum ada
perdagangan internasional) tetap tidak berubah yaitu 20 set furniture dan 15 unit
mobil, sedangkan di Malaysia dengan adanya perbaikan produksi meningkat menjadi

16 set furniture dan 76 unit mobil.

-- .
MALAYSIA

~ e f ~ a t u arnasukan
n

Per saluan rnasukd:

Gambar 2. Keunggulan Komparatif Dua Negara dan Manfaat Perdagangan
Walaupun Indonesia tidak memiliki satupun keunggulan absolut terhadap
Malaysia, tetapi sebenarnya memiliki keunggulan komparatif untuk furniture. Ini
ditunjukkan oleh rasio perbandingan harga furniture di Indonesia sebesar % harga
mobil, sedangkan di Malaysia 1% harga mobil. Bila terjadi perdagangan

internasional, Indonesia tetap dapat n~engambilmanfaat dengan mengekspor furniture
yang memiliki keunggulan komparatif dan mengimpor mobil yang tidak memiliki
keunggulan komparatif, dengan harga relatif internasional, katakan, 1 set furniture =
1 unit mobi13.
Keunggulan komparatif juga masih dapat digunakan sebagai alasan bkgi
masing-masing negara untuk mengkhususkan diri dalam memproduksi satu jenis
barang saja. Indonesia hanya memproduksi furniture 50 set dan Malaysia hanya
memproduksi mobil 100 unit masing-masing pada titik SI. Dengan terjadinya
perdagangan intemasional dan harga relatif internasional seperti disebutkan diatas,
kedua negara masih dapat mengambil manfaat yang ditunjukkan oleh peningkatan
konsumsi di Indonesia menjadi 30 set furniture dan 20 unit mobil dan di Malaysia
menjadi 20 set furniture dan 80 unit rnobil. Kondisi peningkatan konsumsi ini sama
dengan kondisi ketika kedua negara masing-masing mempunyai keunggulan absolut
pada

barang yang

berbeda.

Dengan demikian,

perdagangan

internasional

sesungguhnya tidak mengenal adanya kelompok negara superior yang mendominasi
perekonomian negara-negara inferior.

Teori Heckscher-Ohlin (H-0) dalam Konteks Perdagangan Internasional

Dasar teori ini adalah (I) adanya perbedaan antar negara dalam ha1 memiliki
faktor produksi--suatu negara memiliki suatu faktor produksi yang melimpah

Ricardo juga memberikan contoh lain mengenai manfaat perdagangan intemasional dalam konteks
keunggulan komparatif dengan menggunakan instmmen uang sebagai alat transaksi intemasional,
disamping ilustrasi pertukaran barang secara langsung.

19

sedangkan negara lainnya langka dan (2) adanya perbedaan biaya kotnparatif dalam
penggunaan faktor produksi-negara yang memiliki faktor produksi melimpah
cenderung memiliki biaya relatif lebih kecil untuk faktor produksi tersebut4. Dengan
demikian, komoditi-komoditi yang dalam produksinya memerlukan kombinasi faktor
produksi melimpah lebih banyak (dalam proporsi) dibanding faktor produksi langka,
sebaiknya diekspor untuk ditukar dengan komoditi impor yang memiliki kombinasi
sebaliknya. Dengan kata lain, suatu negara sebaiknya mengekspor komoditi yang
menggunakan faktor produksi melimpah dan mengimpor komoditi lain yang
menggunakan faktor produksi langka5. Namun demikian, ekspor maupun impor
untuk komoditi-komoditi tersebut hanya dapat dilakukan bila penggunaan faktor
produksi telab dilakukan secara intensif. Lebih lanjut, perbedaan dalam memiliki
faktor-faktor produksi ini telah membentuk pola perdagangan intemasional yang
berlangsung hingga kini.
Dalam kasus Indonesia, ada dua faktor produksi yang dapat dikatakan
melimpah yaitu sumber daya alam seperti minyak bumi, gas alam, pertambangan
lainnya, perikanan dan kehutanan serta tenaga kerja. Dalam kaitan ini, Indonesia
mencatat memiliki intensifikasi tinggi dalam memproduksi LNG berbasis sumber
daya alam dan tekstil & elektronika yang berbasis tenaga kerja. Dibandingkan
Malaysia misalnya, Indonesia memiliki intensitas faktor produksi lebih tinggi untuk

LNG, tetapi tidak lebih tinggi untuk elektronika dan seharusnya medorong
Teori ini dikembangkan oleh Eli Heckscher, seorang ahli sejarah ekonomi herkebangsaan Swedia,
1919 yang kemudian disempurnakan oleh anak didiknya sendiri, Bertil Ohlin, 1930 (Kindleberger,
International Economics, 1986, Eighth edition).
Teori Heckscher-Ohlin dalam kesempatan lain juga dapat diterapkan dalam perdagangan antar
daerah, terutama pada daerah-daerah yang memiliki karunia sumber daya alam (endowment)
berbeda-beda (Bressler & King, Markets, Prices and Interregional Trade, 1970).

spesialisasi produksi yang berbeda di kedua negara seperti ditunjukkan pada
Gambar 3. Dalam ha1 ini, Indonesia lebih berpeluang mengekspor LNGnya (secara
relatif diband~ngelektronika) karena intensitasnya lebih tinggi, sedangkan Malaysia
lebih berpeluang mengekspor produk elektronikanya. Garisfkurva kemungkinan
produksi yang berbeda antara Indonesia dan Malaysia menunjukkan adanya skala
ekonomi yang berbeda antara kedua negara, serta adanya pola intensitas penggunaan
faktor produksi yang berbeda pula.
Keraguan terhadap teori Heckscher-Ohlin mulai muncul dengan terjadlnya pola
perdagangan yang bergeser secara signifikan, terutama pasca perang dunia kedua.
Paling tidak ada dua fenomena empiris yang menunjukkan keraguan ini :
1. Semakin tinggi dan meningkatnya pangsa perdagangan internasional yang terjadi

antar negara-negara maju berpenghasilan tinggi, terutama antar negara di Eropa
Barat dan Amerika Utara. Sebelum perang, perdagangan antara negara-negara
berkembang yang kaya sumber daya alam dengan negara-negara maju yang
memiliki modal dan teknologi lebih mendominasi perdagangan intemasional,
sesuai teori H-0.

2. Semakin tinggi dan meningkatnya pangsa perdagangan intemasional untuk
barang-barang sejenis dalam perdagangan dua arah. Artinya dua negara samasama mengekspor dan mengimpor jenis barang yang sama. Untuk perdagangan
intra-ASEAN misalnya, setiap negara melakukan ekspor dan impor produk
elektronika dalam pangsa yang besar (lihat pembahasan kasus ini pada bagian
berikutnya dalam tesis ini).

-

(Per satuan masukan)

Gambar 3.

Kurva Kemungkinan Produksi Dua Negara dengan Intensitas
Faktor Produksi Berbeda

Keraguan terhadap teori Heckscher-Ohlin semakin tampak bila dibandingkan
dengan teori-teori lain berlatarbelakang perdagangan intemasional, baik yang ada
pada zamannya rnaupun yang muncul seteiah itu. Leontief Paradox merupakan salah
satu bukti kuat yang mernatahkan keyakinan terhadap teori ini. Amerika Serikat,
menurut Leontief, bukan merupakan negara eksportir barang-barang padat modal,
tetapi juga bukan negara importir barang-barang padat tenaga kerja. Model Ricardian
menunjukkan bahwa pola perdagangan intemasional lebih banyak dipengaruhi ole11
perbedaan internasional pada teknologi daripada perbedaan kekayaan sumber daya

Teori-teori altematif mengenai perdagangan intemasional dibahas oleh Hemanto Siregar dalam
tulisan berjudul : Alternative Theories of inlernational Trade and Their Empirical

Manfaat Perdagangan Internasional Dalam Konteks Kurva Penawaran dan
Permintaan

Pemikiran awal terjadinya perdagangan internasional adalah karena adanya
perbedaan harga komoditi di masing-masing negara. Perbedaan harga ini disebabkan
Pasar Kain
Amerika
14arga

Pasar Kain
ln~ernasional
Harp
(USSI

(US$)

Gambar 4.

I-lnrga

Pasar Kain
Indonesia

(US$)

Manfaat Perdagangan Internasional dan Kurva Penawaran &
Permintaan Dua Negara

oleh adanya perbedaan pada faktor-faktor pembentuk harga didalam negeri seperti
tingkat biaya produksi, jumlah produksi dan konsumsi. Negara-negara yang memiliki
tingkat harga komoditi lebih rendah dibanding di negara lain serta memiliki ekses
Support/Rejection :Is the Comparative Advantage Theory Obselete?, dalam Mimbar Sosek, IPB,
Desember 2000. Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa tidak ada satupun teori yang mampu
menjelaskan semua isu perdagangan. Masing-masing teori hanya mampu menjelaskan satu-dua isu
berdasarkan sejumlah asumsi.

produksi

(produksi>konsumsi) akan berpeluang mengekspor barangnya dan

mengambil manfaat dari perdagangan internasional. Demikian juga negara yang
tingkat harganya lebih tinggi dan memiliki ekses konsumsi cenderung akan
mengimpor barang tersebut dan juga mengambil manfaat dari perdagangan ini.
Gambar 4 mengilustrasikan manfaat perdagangan internasional bagi dua negara
dikaitkan dengan kuwa penawaran dan permintaaan masing-masing negara, dengan
mengarnbil contoh Amerika Serikat dan Indonesia.
Sebelum berlangsung perdagangan internasional, keseimbangan penawaran dan
pemintaan kain di Arnerika Serikat terjadi pada tingkat harga 2