Penggunaanemulsipolivinil Alkohol (PVA) Lateks Pekat Karet Alamdan Asam Akrila Sebagai Perekat Agregat Pasir

(1)

PENGGUNAANEMULSIPOLIVINIL ALKOHOL (PVA)

LATEKS PEKAT KARET ALAMDAN ASAM AKRILA

SEBAGAI PEREKAT AGREGAT PASIR

TESIS

Oleh :

MULIA MAULANA

107006007/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGGUNAAN EMULSI POLIVINIL ALKOHOL (PVA)

LATEKS PEKAT KARET ALAMDAN ASAM AKRILAT

SEBAGAI PEREKAT AGREGAT PASIR

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

MULIA MAULANA

107006007/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGGUNAAN EMULSI POLIVINIL ALKOHOL (PVA) LATEKS PEKAT KARET ALAM DAN ASAM AKRILAT SEBAGAI PEREKAT AGREGAT PASIR Nama : Mulia Maulana Nomor Pokok : 107006007 Program Studi : Ilmu Kimia

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D.

Promotor Co-Promotor Dr.YugiaMuis, M.Si

Mengetahui,

Ketua Program Studi S2 Ilmu Kimia Dekan FMIPA USU

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D. Dr. Sutarman, M.Sc.


(4)

Telah diuji pada

Tanggal :13 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. BasukiWirjosentono, MS, Ph.D Anggota : 1. Dr. YugiaMuis, M.Si

2. Prof. Harlem Marpaung

3. Dr. Darwin Yunus Nasution, M.S 4. Dr. HamonanganNainggolan, M.Sc


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGGUNAAN EMULSI POLIVINIL ALKOHOL (PVA) LATEKS PEKAT KARET ALAM DAN ASAM AKRILAT

SEBAGAI PEREKAT AGREGAT PASIR

Tesis

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, kecuali semua kutipan maupun ringkasan yang dirujuk, telah dijelaskan sumbernya

dengan benar

Medan, 03 Agustus 2012

Mulia Maulana


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut Gelar : MuliaMaulana. S.Si. Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 09 Desember 1984

Alamat Rumah : Dusun IV DesaPercutKec. PercutSei Tuan Telepon/Fax./HP : 081361445393

e-mail : maulana_des@yahoo.com

Instansi Tempat Bekerja : PT. CCM Agripharma

Alamat Kantor : Jl. Pulau Tanah Masa KIM 2 Mabar Medan

Telepon/Faks : 0616871557

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 101779 PercutSei Tuan Tamat : 1997

SMP : SMP Negeri 3 Percutsei Tuan Tamat : 2000

SMA : SMA Negeri 1 PercutSei Tuan Tamat : 2003

Diploma-3 : Kimia Industri FMIPA USU Medan Tamat : 2006


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kekhadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmad dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Pada kesempatan ini ucapan terimakasih yang sebesar-besar nya saya sampaikan kepada Bapak Komisi Pembimbing, yaitu Bapak Prof. Basuki Wirjosentono,MS,Ph.D selaku Promotor, dan Ibu Dr.Yugia Muis.Msi sebagai Co-Promotor atas segala bantuan, arahan dan bimbingan selama perencanaan penelitian ,pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian tesis ini. Ucapan terimakasih yang setinggi-tinggi nya juga penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M. & H., M.Sc. (C.T. M), Sp.A. (K) yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk mengikuti program pendidikan Magister dalam bidang Ilmu Kimia pada FMIPA USU .

2. Dekan FMIPA USU, Dr. Sutarman, M.Sc atas bantuan dan izin belajar untuk mengikuti Program S2 Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU

3. Ketua Program Studi S2 dan S3 Ilmu Kimia FMIPA USU, Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Bapak Sekretaris Program S2 dan S3 Ilmu Kimia Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc. atas segala fasilitas dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

4. Tim Penguji, Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D., Dr. Yugia Muis.MSi, atas kesediaannya meluangkan wakt untuk memberikan penilaian maupun saran-saran untuk perbaikan tesis ini

5. Kepala Laboratorium Kimia Polimer dan Laboratorium Penelitian FMIPA USU atas segala fasilitas dan bantuan yang diberikan.


(8)

6. Teman- teman di PT. CCM Agripharma terutama bang Siswoko dan bang ingot yang telah memberikan semangat dan bantuan moril kepada penulis dari mulai masuk kuliah hingga selesainya tesis ini

6. Teman—teman seperjuangan di pasca sarjana S2 kimia KakEvi, Kak mawar, Vanda, Ridwan, Sari, Pita, Anggel, Ami, Reni, Harry, Fatma. dan semua pihak yang telah turut membantu dan berjasa dalam penyelesaian penelitian dan penulisan tesis ini terutama Sulwan, bang Edi, buk Sukatik, adik-adik junior di KIN, KCLO3 dll yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu sehingga tesis ini dapat diselesaikan

Akhirnya secara khusus ucapan terimakasih yang tulus dan ikhlas penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta ,Ayahanda Jalaluddin dan Ibunda Hj. Mariati. SPdi, adik-adik tersayang RatnaFadila ST dan Muhammad Hafis, sert adinda tersayang Aminah Asrah Siregar dan seluruh keluarga yang telah memberikan bantuan moril maupun doa restu sehingga tesis ini selesai.

Medan, Agustus 2012 Penulis,


(9)

PENGGUNAAN EMULSI POLIVINIL ALKOHOL (PVA)

LATEKS PEKAT KARET ALAM DAN ASAM AKRILAT

SEBAGAI PEREKAT AGREGAT PASIR

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan soil stabilizer dengan menggunakan emulsi polivinil alkohol (PVA), lateks pekat karet alam dan asam akrilat sebagai perekat agregat pasir. Emulsi Soil stabilizer dibuat dengan cara mencampurkan polivinil alcohol dengan lateks pekat karet alam, air dan benzoil peroksida (BPO) sebagai inisiator dengan menggunakan emulsifier Polioksietilen sorbitan Monooleat (tween-80) pada komposisi yang bervariasi dengan kecepatan pengadukan 200 – 400 rpm. Karakterisasi emulsisoil stabilizer meliputi uji pengamatan kestabilan secara visual, uji viskositas, uji morfologi dengan SEM, dan gugus fungsi yang terbentuk dengan FTIR. Pencampuran Emulsisoil stabilizer dengan agregat pasir dilakukan pada komposisi bervariasi dengan kecepatan pengadukan 10 – 50 rpm, selanjutnya dicetak sesuai ASTM D 1559 – 76. Karakterisasi komposit hasil campuran soil stabilizer dengan pasir meliputi uji sifat mekanis, uji fisika, danuji morfologi permukaan. Hasil menunjukkan bahwa emulsi soil stabilizer lateks pekat karet alam, polivinil alkohol dan asam akrilat, muncul serapan spektrum FTIR pada bilangan gelombang (ν) = 1728.22 cm-1 membuktikan adanya gugus karbonil C=O setelah penambahan asam akrilat dimana panjang gelombang yang di peroleh lebih besar dari sebelum penambahan asam akrilat dan pada bilangan gelombang(ν) = 1635.64-1573.91 cm-1menunjukkanadanyaikatan C=C aromatik. Setelah emulsi soil stabilizer ditambahkan agregat pasir sifat mekanik bertambah, dimana menghasilkan kuat tekan sebesar 2.42 MPa (5:25:70) yang menunjukkan hasil paling baik dari pada tanpa menggunakan lateks pekat karet alam (0:30:70) yang menghasilkan kuat tekan 2.25 MPa ataupun yang menggunakan bahan polimer polivinil alkohol yang lebih sedikit (25:5:70) sebesar 1.05 MPa. Untuk sifat fisiknya menghasilkan penyerapan air yang paling minimum sebesar 18.7% yaitu pada variasi perbandingan (25:5:70), sedangkan penyerapan air yang maksimum sebesar 21.5% yaitu pada variasi perbandingan (0:30:70).


(10)

USED POLYPINIL ALCOHOL (PVA), NATURAL RUBBER LATEXES AND ACRYLIC ACID EMULTION AS ADHESIVE SAND AGGREGATE

ASBTRACT

The research has been done on the manufacture of soil stabilizer using of polyvinyl alcohol (PVA), natural rubber latexes, acrylic acid emulsion as adhesive sand aggregate . Soil stabilizer emulsion prepared by mixing polyvinyl alcohol with natural rubber latexes, water and benzoyl peroxide (BPO) as initiator by using the sorbitanPolioksietilenMonooleat (tween-80) emulsifier on the varies composition with stirring speed of 200-400 rpm. Characterization of soil stabilizer emulsion include visual stability observation test, viscosity test, morphology test by SEM, and the functional groups formed by FTIR. The mixing of soil stabilizer soil emulsion with aggregate sand is made on the composition varies with stirring speed of 10-50 rpm, then scored according to ASTM D 1559-76. The composite characterization of result mixing of soil stabilizer with sand include mechanical properties test, physics test, and surface morphology test. The results show that soil stabilizer emulsion of natural rubber latexes, polyvinyl alcohol and acrylic acid, show that the FTIR absorption

spectrum appeared on the of wave numbers (ν) = 1728.22 cm-1, and it proved the existence of the carbonyl group C=O after the addition of acrylic acid where the obtained wavelength

greater than before the addition of acrylic acid and the wave number (ν) = 1635.64-1573.91 cm-1 indicate the presence of aromatic C=C bond. After the addition of aggregates sand to the soil stabilizer emulsion mechanical properties increases, which produces compressive strength at 2,42 MPa (5:25:70) that showed better results that without the using of natural rubber latexes (0:30:70) which generates compressive strength 2,25 MPa or the using less of polyvinyl alcohol polymer material (25:5:70) at 1,05 MPa. The physical properties show the minimum water absorption at 18.7% on the variation ratio (25:5:70), where as the maximum water absorption at 21.5% on the variation ratio (0:30:70).

Keyword : polyvinyl alcohol, acrylic acid, soil stabilizer, natural rubber latexes, acrylic acid emulsion


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

DAFTAR SINGKATAN xi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6 Metodologi penelitian 4

1.6.1 Sampling 4

1.6.2 Variable 4

1.7 Lokasi Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1. Penstabil Tanah (Soil Stabilizer) 6

2.2. Emulsi 6

2.2.1 Polimerisasi emulsi 9

2.2.2 Metode Penggunaan Emulsi Polimer Sebagai penstabil tanah 12

2.2.3 Aplikasi Lain 13

2.3. Surfaktan (Emulsifier) 13

2.3.1 Jenis-jenisSurfaktan 14

2.3.2 Polioksietilen sorbitan Monooleat (Tween-80) 16

2.4. Polivinil Alkohol 17

2.5. Asam Akrilat 20

2.6. Proses Degradasi Polimer 21

2.7. Benzoil Peroksida 21

2.8. Lateks Pekat Karet Alam 22

2.8.1 Sifat-sifat Karet Alam 24

2.8.2 Manfaat Karet Alam 25

2.8.3 Pengolahan Lateks Pekat 26


(12)

2.8.3.2 Penerimaan Lateks Dari kebun 28

2.8.3.3 Pemusingan 28

2.9. Agregat 28

2.9.1 Jenis Agregat 29

2.9.2 Penggunaan Pasir Sebagai Bahan Agregat 30 2.10 Karakterisasi Polimer Emulsi Penstabil Tanah 31

2.10.1 Viskositas 31

2.10.1.1 Konsep Viskositas 32

2.10.1.2 Bebarapa Tipe Viskosimeter 35

2.10.2 Kuat Tekan 36

2.10.3 Penyerapan Air 36

2.10.4 Scanning Electron Microscopy (SEM) 37

2.10.5 Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) 37

BAB 3 METODE PENELITIAN 39

3.1. Alat-alat yang Digunakan 40

3.2 Bahan-bahan yang digunakan 41

3.3. Prosedur Kerja 41

3.3.1. Pembuatan Emulsi Soil Stabilizer 41

3.3.2 Modifikasi Agregat Pasir 41

3.3.3 Pencampuran Emulsi Soil Stabilizer dengan Pasir 41

3.3.4 Karakterisasi Matrik Polimer 41

3.3.4.1.Pengujian Kuat Tekan 42

3.3.4.2Pengujian Penyerapan air 42

3.3.4.3Pengujian dengan SEM 42

3.3.4.4Pengujian dengan Spektroskopi FTIR 43

3.4. Skema Proses Penelitian 44

3.4.1. Pembutan Emulsi Soil Stabilizer 44

3.4.2. Skema Modifikasi Agregat Pasir 44

3.4.3. Skema Pencampuran Emulsi Soil Stabilizer dengan Pasir 45

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 46

4.1. Pembuatan Emulsi Soil Stabilizer 46

4.2. Data Analisis PengujianViskositas 47

4.3. Modifikasi Emulsi Soil Stabilizer dengan Asam Akrilat 49

4.4. Data dan Analisis pengujian Kuat Tekan 50

4.5. Data dan Analisis Pengujian Penyerapan Air 52

4.6. Data dan Analisis Pengujian dengan SEM 54


(13)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 61

5.1. Kesimpulan 61

5.2. Saran 61

DAFTAR PUSTAKA 62


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Karakter fisik Polivinil Alkohol 20

Tabel 2.2. Komposisi Lateks Segar dari Kebun dan Karet Kering 25

Tabel 2.3. Spesifikasi Mutu Lateks Pekat 27

Tabel 2.4. Spesifikasi Lateks Pekat Karet Alam dari PTPN III Medan 28

Tabel 2.5 Koefesien Viskositas 33

Tabel3.1 Alat-alat yang digunakan dan spesifikasinya 39 Tabel 3.2. Bahan-bahan yang digunakan dan spesifikasinya 40

Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Emulsi Soil Stabilizer 46

Tabel 4.2. Viskositas Emulsi Soil Stabilizer 48

Tabel 4.3 Nilai uji Kuat Tekan Untuk Variasi Lateks dengan

Polivinil Alkohol (PVA) dan Air 50

Tabel 4.4. Nilai Penyerapan Air Untuk Variasi Lateks Pekat Karet Alam


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar 2.1. Struktur Polioksietilen Sorbitan Monooleat (Tween-80) 17

Gambar 2.2. Struktur Polivinil Alkohol (PVA) 18

Gambar 2.3. Struktur Kimia Polivinil Alkohol (PVA) 18

Gambar 2.4. Rumus dan Struktur Kimia Benzoil Peroksida 21

Gambar 2.5. Reaksi Hidrolisis Benzoil Peroksida 22

Gambar 2.6 Struktur Kimia Poliisoprena 24

Gambar 4.1. Hubungan antaraViskositas dengan Variasi Emulsi Soil Stabilizer 48 Gambar 4.2. Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan dengan Variasi Komposit

Soil Stabilizer 51

Gambar 4.3. Hubungan antara Penyerapan Air dengan Komposit Soil Stabilizer 53

Gambar 4.4. Hasil Foto SEM Pasir 54

Gambar 4.5. Hasil Uji SEM Emulsi Soil Stabilizer lateks : PVA : Air 55 Gambar 4.6. Hasil uji SEM Komposit Soil Stabilizer Lateks : PVA : Air

(10:20:70:150) dengan Perbesaran 500 kali 56

Gambar 4.7. Hasiluji SEM Komposit Soil Stabilizer Lateks : PVA : Air : Pasir

(25:5:70150) dengan Perbesaran 500 kali 57

Gambar 4.8 Spektrum FT-IR Emulsi Polivinil alkohol (PVA), Lateks pekat

karet alam 58

Gambar 4.9 Spektrum FT-IR Emulsi Polivinil alkohol (PVA), Lateks pekat


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1. Hasil Perhitungan Sifat Mekanis 65

1. Perhitungan Kuat Tekan Untuk Variasi Lateks dengan 66 Polivinil Alkohol

2. Perhitungan Kuat Lentur 66

Lampiran 2. Daya Serap Air 66

Lampiran 3. Road Map Karet Alam tahun 1980-2005 67

3.1.Tabel Perkembangan Permintaan Karet Alam berdasarkan

Negara/Regional Konsumen, Tahun 1980-2005 67

3.2. Tabel Perkembangan Produksi Karet Alam berdasarkan

Produsen Utama Dunia, Tahun 1980-2005 67

Lampiran 4. Persyaratan kekuatan dan durability tanah yang telah distabilkan 68 Lampiran 5 Nilai tipikal desain kuat tekan bebas dan flexural untuk bahan jalan

yang telah distabilkan 68

Lampiran 6. Gambar Bahan, Lateks Polimer, Soil Stabilizer Sampel Uji,


(17)

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan

AA : Asam Akrilat

ASTM : American Society for Testing & Material BPO : Benzoil peroksida

CBR : California Bearing Ratio

EPA : Enviromental Protection Agency FTIR : Fourier Transform Infra Red HLB : Hidrophilic Lipophilc Balance KK : Karet Kering

LPKA : Lateks Pekat Karet Alam MoR : Modulus of Rupture MoE : Modulus of Elastisitas SEM : Scanning Electron Magnetic SNI : Standart Nasional Indonesia PVA : Polivinil Alkohol


(18)

PENGGUNAAN EMULSI POLIVINIL ALKOHOL (PVA)

LATEKS PEKAT KARET ALAM DAN ASAM AKRILAT

SEBAGAI PEREKAT AGREGAT PASIR

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan soil stabilizer dengan menggunakan emulsi polivinil alkohol (PVA), lateks pekat karet alam dan asam akrilat sebagai perekat agregat pasir. Emulsi Soil stabilizer dibuat dengan cara mencampurkan polivinil alcohol dengan lateks pekat karet alam, air dan benzoil peroksida (BPO) sebagai inisiator dengan menggunakan emulsifier Polioksietilen sorbitan Monooleat (tween-80) pada komposisi yang bervariasi dengan kecepatan pengadukan 200 – 400 rpm. Karakterisasi emulsisoil stabilizer meliputi uji pengamatan kestabilan secara visual, uji viskositas, uji morfologi dengan SEM, dan gugus fungsi yang terbentuk dengan FTIR. Pencampuran Emulsisoil stabilizer dengan agregat pasir dilakukan pada komposisi bervariasi dengan kecepatan pengadukan 10 – 50 rpm, selanjutnya dicetak sesuai ASTM D 1559 – 76. Karakterisasi komposit hasil campuran soil stabilizer dengan pasir meliputi uji sifat mekanis, uji fisika, danuji morfologi permukaan. Hasil menunjukkan bahwa emulsi soil stabilizer lateks pekat karet alam, polivinil alkohol dan asam akrilat, muncul serapan spektrum FTIR pada bilangan gelombang (ν) = 1728.22 cm-1 membuktikan adanya gugus karbonil C=O setelah penambahan asam akrilat dimana panjang gelombang yang di peroleh lebih besar dari sebelum penambahan asam akrilat dan pada bilangan gelombang(ν) = 1635.64-1573.91 cm-1menunjukkanadanyaikatan C=C aromatik. Setelah emulsi soil stabilizer ditambahkan agregat pasir sifat mekanik bertambah, dimana menghasilkan kuat tekan sebesar 2.42 MPa (5:25:70) yang menunjukkan hasil paling baik dari pada tanpa menggunakan lateks pekat karet alam (0:30:70) yang menghasilkan kuat tekan 2.25 MPa ataupun yang menggunakan bahan polimer polivinil alkohol yang lebih sedikit (25:5:70) sebesar 1.05 MPa. Untuk sifat fisiknya menghasilkan penyerapan air yang paling minimum sebesar 18.7% yaitu pada variasi perbandingan (25:5:70), sedangkan penyerapan air yang maksimum sebesar 21.5% yaitu pada variasi perbandingan (0:30:70).


(19)

USED POLYPINIL ALCOHOL (PVA), NATURAL RUBBER LATEXES AND ACRYLIC ACID EMULTION AS ADHESIVE SAND AGGREGATE

ASBTRACT

The research has been done on the manufacture of soil stabilizer using of polyvinyl alcohol (PVA), natural rubber latexes, acrylic acid emulsion as adhesive sand aggregate . Soil stabilizer emulsion prepared by mixing polyvinyl alcohol with natural rubber latexes, water and benzoyl peroxide (BPO) as initiator by using the sorbitanPolioksietilenMonooleat (tween-80) emulsifier on the varies composition with stirring speed of 200-400 rpm. Characterization of soil stabilizer emulsion include visual stability observation test, viscosity test, morphology test by SEM, and the functional groups formed by FTIR. The mixing of soil stabilizer soil emulsion with aggregate sand is made on the composition varies with stirring speed of 10-50 rpm, then scored according to ASTM D 1559-76. The composite characterization of result mixing of soil stabilizer with sand include mechanical properties test, physics test, and surface morphology test. The results show that soil stabilizer emulsion of natural rubber latexes, polyvinyl alcohol and acrylic acid, show that the FTIR absorption

spectrum appeared on the of wave numbers (ν) = 1728.22 cm-1, and it proved the existence of the carbonyl group C=O after the addition of acrylic acid where the obtained wavelength

greater than before the addition of acrylic acid and the wave number (ν) = 1635.64-1573.91 cm-1 indicate the presence of aromatic C=C bond. After the addition of aggregates sand to the soil stabilizer emulsion mechanical properties increases, which produces compressive strength at 2,42 MPa (5:25:70) that showed better results that without the using of natural rubber latexes (0:30:70) which generates compressive strength 2,25 MPa or the using less of polyvinyl alcohol polymer material (25:5:70) at 1,05 MPa. The physical properties show the minimum water absorption at 18.7% on the variation ratio (25:5:70), where as the maximum water absorption at 21.5% on the variation ratio (0:30:70).

Keyword : polyvinyl alcohol, acrylic acid, soil stabilizer, natural rubber latexes, acrylic acid emulsion


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam era globalisasi seperti saat ini, sistem perhubungan merupakan salah satu nadi penggerak dalam menjalani satu kehidupan yang sistematik. Salah satu sistem perhubungan yang paling utama adalah pengangkutan darat yaitu jalan raya. Kelancaran arus lalu lintas sangat tergantung dari kondisi jalan yang ada. Faktor yang sangat penting dalam penentuan perkerasan yang dibutuhkan pada suatu jalan adalah kekuatan lapisan tanah. Stabilitas tanah sangat diperlukan untuk mendukung lapisan perkerasan jalan.

Salah satu alternatif yang dilakukan adalah dengan menstabilkan badan jalan dengan bahan soil stabilizers, metode stabilisasi tanah dasar yang banyak digunakan adalah stabilisasi mekanis dan stabilisasi kimiawi. Stabilisasi mekanis yaitu menambah kekuatan dan kuat dukung tanah dengan cara perbaikan struktur dan perbaikan sifat-sifat mekanis tanah, misalnya dengan cara pemadatan. Sedangkan stabilisasi kimiawi yaitu menambah kekuatan dan kuat dukung tanah dengan jalan mengurangi atau menghilangkan sifat-sifat teknis tanah yang kurang menguntungkan dengan cara mencampur tanah dengan bahan kimia seperti bahan soil stabilizers. Pemberian bahan soil stabilizers dimaksudkan untuk membentuk badan jalan yang lebih tahan terhadap cuaca dan tetap kuat memikul beban roda kendaraan selama musim penghujan tanpa mengalami kerusakan yang berarti. Stabilisasi tanah dalam meningkatkan kekuatan dan sifat ketahanan seringkali bergantung pada semen, kapur, abu terbang, dan emulsi aspal. Bahan-bahan polimer dapat digunakan untuk menstabilkan tanah di bahu jalan, lereng, bantalan militer dan bandara darurat. (Zandieh Reza, 2010).


(21)

pencampuran bahan polimer yang di laporkan Sameer Vyas, dkk (2011), bahwa bahan kimia yang digunakan efektif dalam mengikat partikel tanah pada pembuatan jalan raya. Stabilisasi tanah dengan menggunakan aspal emulsi telah banyak diterapkan dan sering digunakan dengan peralatan daur ulang untuk merehabilitasi trotoar yang memburuk. Polimer emulsi di golongkan dari berbagai-bahan dari stirena-butadiena kopolimer acak (karet sintetis) dan berbagai jenis akrilik berbasis polimer yang digunakan dalam cat.

Karet alam merupakan polimer adisi alam yang paling banyak dijumpai di Indonesia. Karet alam yang dihasilkan dari pohon karet bersifat lunak/lembek dan lengket bila dipanaskan Kekuatan rantai dalam elastomer (karet) terbatas, akibat adanya struktur jaringan, tetapi energi kohesi harus rendah untuk memungkinkan peregangan.

Polivinil alkohol merupakan bahan yang tepat sebagai bahan pengemulsian dan adhesi. Polivinil alkohol kuat dan fleksibel, merupakan pelarut cepat, memiliki titik lebur 2300 C dan pada suhu 180-1900 C akan terhidrolisis sempurna atau sebagian.

Asam akrilat merupakan senyawa vinil karboksilat, berbau tajam dan menyengat, merupakan asam lemah tetapi lebih korosif dibanding asam asetat dan dalam penelitian ini digunakan sebagai pengikat yang berperan sebagai jembatan penghubung (coupling agent). Sedangkan Benzoil peroksida merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikatan silang berbagai polimer dan materialnya. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagai pembentuk radikal bebas. Peroksida membentuk radikal yang memicu reaksi pengikat silangan.

Dari uraian diatas maka peneliti ingin membuat suatu emulsi sebagai perekat material jalan dengan agregat pasir yang di campurkan dengan asam akrilat untuk meningkatkan sifat mekanis bahan yang dihasilkan, kemudian lateks di campurkan dengan polivinil alkohol dan ditambahkan inisiator benzoil peroksida untuk memicu terjadinya ikat silang dari polimer yaitu antara polivinil alkohol dengan karet alam.


(22)

Campuran bahan-bahan ini diharapkan dapat berikatan secara kimia dengan agregat pasir dan memiliki sifat fisik dan mekanis yang baik. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa pengujian sifat fisika, kimia dan kinerja komposit agregat pasir dengan emulsi polivinil alkohol dan karet alam.

1.2 Permasalahan

Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana preparasi dan karakteristik emulsi polivinil alkohol (PVA) dengan adanya asam akrilat, Polioksietilen sorbitan monooleat (tween-80) dan benzoil peroksida serta pencampurannya dengan lateks pekat karet alam . 2. Apakah pemanfaatan emulsi lateks pekat karet alam dan polivinil alkohol

dapat meningkatkan kekuatan material jalan dengan agregat pasir 1.3. Pembatasan Masalah

1. Bahan matriks poliolefin yang digunakan adalah PVA (Polivinil Alkohol) yang diperoleh secara komersil.

2. Bahan lateks pekat karet alam di peroleh dari PTPN III

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk melakukan preparasi dan karakteristik emulsi polivinil alkohol dengan adanya asam akrilat, Polioksietilen sorbitan monooleat (tween-80) dan benzoil peroksida serta pencampurannya dengan lateks pekat karet alam .

2. Untuk mengetahui pemanfaatan emulsi lateks pekat karet alam dan polivinil alkohol (PVA) yang dapat meningkatkan kekuatan material jalan dengan agregat pasir.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi tambahan mengenai pemanfaatan lateks pekat karet alam sebagai bahan aditif dalam pembuatan emulsi untuk material jalan.


(23)

2 Sebagai solusi alternatif terhadap permasalahan pembangunan jalan penstabilan debu pada permukaan akses jalan, pencegah erosi yang lebih baik.

1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Sampling

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, dimana dilakukan pencampuran lateks pekat karet alam, polivinil alkohol (PVA), Air, surfaktan Polioksietilen sorbitan Monooleat (tween-80), dan menambahkan inisiator benzoil peroksida untuk memicu terjadinya ikat silang dari polimer yaitu antara polivinil alkohol dengan karet alam, dan asam akrilat yang dicampurkan dengan pasir. Dicetak dan dipanaskan pada suhu 1500C, dikeringkan dan kemudian dikarakterisasi pengujian dengan kuat tekan, kuat lentur, penyerapan air, dan analisis permukaan struktur dengan SEM.

1.6.2 Variable

Variable yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : Variabel Tetap : - Berat agregat pasir kering 150 g

- Berat benzoil peroksida 2 g - Volume asam akrilat 1 ml - Volume toluen 10 ml

- Volume polioksietilen sorbitan monooleat (tween-80) 5 ml Variabel Bebas : - Karet Alam yaitu: 0 g, 5 g, 10 g, 15 g, 20 g, dan 25 g

- PVA yaitu: 30 g, 25 g, 20 g, 15 g, 10 g dan 5 g. Variabel Terikat: - Nilai kuat tekan, nilai penyerapan air, dan Viskositas


(24)

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Pengujian kuat tekan dan lentur dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Uji Viskositas di PT. Smart Tbk. Analisis FTIR di laboratorium Kimia organik Universitas Gajah Mada dan analisis SEM di Laboratorium PT-BIN BATAN Serpong Tangerang


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penstabil tanah (Soil Stabilizer)

Stabilisasi tanah dengan menggunakan aspal emulsi telah banyak diterapkan dan sering digunakan dengan peralatan daur ulang untuk melakukan "coll-mix" daur ulang untuk merehabilitasi trotoar yang memburuk. Polimer emulsi di golongkan dari berbagai-bahan dari stirena-butadiena kopolimer acak (karet sintetis) dan berbagai jenis akrilik berbasis polimer yang digunakan dalam cat. Emulsi adalah teknologi yang sangat berguna mereka sering tidak memerlukan pelarut pembawa, mudah dibersihkan dengan menggunakan air / deterjen, dan, untuk polimer banyak, tidak menimbulkan masalah lingkungan bila digunakan dalam jumlah besar. Bahan ini selain mudah penanganannya juga dapat mengering cepat dialam terbuka karena kontak dengan udara luar serta membentuk lapisan yang kenyal dan keras. Bahan ini dapat digunakan sebagai stabilizer, soil binder maupun sebagai pelapis permukaan tanah untuk perkerasan jalan, erosi tanah dan untuk mengendalikan debu.

Polimer untuk stabilisasi tanah harus memiliki sifat fisik yang sangat baik seperti kekuatan tarik, lentur, dan kekuatan tekan, adhesi yang baik untuk partikel-partikel tanah, dan resistensi yang tinggi terhadap air, kimia, dan efek ultraviolet. Sebagian besar produk polimer disebut-sebut untuk stabilisasi tanah yaitu vinil asetat atau akrilik berbasis

2.2 Emulsi

kopolimer. (Newman,Tingle, 2004)

Emulsi adalah dispersi koloid dimana zat terdispersi dan medium pendispersi merupakan cairan yang tidak saling bercampur. (Yazid, 2005). Emulsi terdiri dari tetesan suatu larutan yang terdispersi dalam suatu cairan lain. Diameter tetesan biasanya berkisar antara 0,1 sampai 1 µm, sehingga ukurannya lebih besar dari pada partikel sol. Emulsi umumnya tidak stabil kecuali jika adanya kehadiran unsur ketiga,


(26)

yang dikenal sebagai agen pengemulsi (emulsifying agent) atau agen penstabil (stabilizing agent). Sabun dan detergen merupakan agen pengemulsi yang paling efektif, khususunya untuk emulsi minyak-air. (Laider, 1982)

Pada emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu: Pertama, bagian zat yang terdipersi, biasanya terdiri dari butir-butir minyak. Kedua, medium pendispersi yang dikenal juga sebagai fase kontinyu, biasanya terdiri dari air. Bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi sebagai penstabil koloid, untuk menjaga agar butir-butir minyak tetap terdispersi dalam air. (Yazid, 2005)

Emulsi dapat dibagi menjadi dua bagian berdasarkan fase pendispersi dan fase terdispersinya, yaitu:

1. Minyak dalam air (o/w) merupakan emulsi dengan minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase pendispersi.

2. Air dalam minyak (w/o) merupakan emulsi dengan air sebagai fase terdispersi dan minyak sebagai fase pendispersi.

Kedua jenis emulsi tersebut dapat dibedakan dengan dua cara yait:

1. Penambahan air atau minyak, bila air segera bercampur maka emulsinya adalah minyak dalam air. Bila tidak emulsinya adalah air dalam minyak.

2. Penambahan elektrolit, bila menambah daya hantar, emulsinya adalah minyak dalam air. Bila tidak emulsinya adalah air dalam minyak. (Sukardjo, 1997)Tipe emulsi yang dihasilkan adalah o/w atau w/o, terutama bergantung pada sifat zat pengemulsi. Karakteristik ini dikenal sebagai keseimbangan hidrofil-liofil, yakni sifat polar-nonpolar dari pengemulsi. Kenyataannya apakah suatu surfaktan adalah suatu pengemulsi, zat pembasah, deterjen, atau zat penstabil bias diramalkan dari pengetahuan keseimbangan hidrofil-lipofil. Dalam suatu zat pengemulsi, seperti natrium stearat, C17H-35COONa,

rantai hidrokarbon nonpolar, C17H35 adalah lipofilik atau suka-minyak gugus karboksil,


(27)

sifat lipofilik dari suatu pengemulsi (atau kombinasi dari pengemulsi) menentukan apakah akan dihasilkan suatu emulsi o/w atau w/o.

Kehadiran zat yang dikenal sebagai agen pengemulsi dapat digunakan sebagai penyusunan emulsi stabil yang mengandung proporsi yang lebih besar dari fasa dispersi. Sistem tersebut memiliki sifat yang agak mirip dengan liofilik, misalnya viskositas tinggi, konsentrasi yang relatif tinggi, dan stabilitas untuk elektrolit. Kelebihan elektrolit garam merupakan suatu emulsifier dan sebagainya menyebabkan kestabilan, agen pengemulsi dibagi menjadi tiga kategori. Yang pertama adalah, senyawa rantai panjang dengan kelompok kutub, seperti sabun dan panjang rantai asam sulfonat dan sulfat, semua yang menghasilkan penurunan yang sangat besar di air-minyak tegangan antarmuka. Bisa dikatakan di sini bahwa deterjen, yang digunakan sebagai pembersihan, tindakan sabun umumnya dianggap berasal dari kemampuannya untuk emulsi lemak. Ketika minyak zaitun dan air sangat sedikit terguncang bersama emulsi kation yang terjadi, tetapi penambahan sejumlah kecil hasil hidroksida natrium dalam pembentukan emulsi stabil, sabun natrium dibentuk oleh hidrolisis atau melalui reaksi dengan jejak panjang rantai asam, bertindak sebagai emulsifier tersebut.

Tampaknya ada konsentrasi optimum tertentu dari sejumlah sabun, jumlah yang kurang atau lebih dari sabun ini tidak menyebabkan stabilisasi yang efektif. Kedua, ada zat-zat yang bersifat liofilik, seperti protein, misalnya kasein dalam susu, dan gusi, dan ketiga, bubuk berbagai larut, sulfat contoh dasar dari besi, tembaga, sulfat memimpin halus yang terpisah dan oksida besi, dan lampu hitam, yang menstabilkan sejumlah emulsi. Sabun dari logam alkali mendukung pembentukan emulsi minyak dalam air, tetapi logam-logam alkali, dan seng, besi dan aluminium memberikan air dalam sistem minyak. Demikian pula, sulfat dasar menstabilkan emulsi minyak dalam air, sedangkan yang lainnya dapat terbentuk ketika karbon yang kecil yang terpisah adalah agen pengemulsi. Ada beberapa kasus di mana suatu zat larut mampu membawa emulsifikasi, yodium misalnya dalam sistem eter-air (Glasston, 1960).


(28)

2.2.1 Polimerisasi Emulsi

Polimerisasi emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan di dalam air dengan perubahan surfaktan untuk membentuk suatu produk polimer emulsi yang bisa disebut lateks (Bilmeyer, F.A 1984).

Lateks didefinisikan sebagai dispersi koloidal dari partikel polimer dalam medium air. Bahan utama di dalam polimerisasi emulsi selain dari monomer dan air adalah surfaktan , inisiator dan zat pengalih rantai.

Air adalah salah satu bahan utama dalam polimerisasi emulsi. Sebagai fasa kontinue, sekalipun bersifat inert, air berfungsi untuk menjaga proses berlangsung dalam viskositas yang rendah dan sebagai sarana transfer panas yang baik. Air bertindak juga sebagai medium untuk mengubah bentuk monomer dari tetesan monomer menjadi partikel polimer, tempat dekomposisi inisiator dan pembentukan oligomer dan sebagai medium dari proses pertukaran dinamis surfaktan dari fasa satu ke fasa lain.

Surfaktan dalam hal ini bertindak sebagai pengemulsi berperan dalam penyediaan kedudukan untuk nukleasi partikel serta berfungsi sebagai penstabil koloid dari partikel yang sedang tumbuh sebagai hasil dari adsorpsi surfaktan pada antar muka partikel air. Kebayakan proses polimerisasi emulsi menggunakan surfaktan non ionik seperti sodium lauril sulfat walaupun demikian surfaktan non ionik dan kationik dapat juga digunakan untuk keperluan tertentu. (supri,2004)

Proses pembuatan polimer emulsi pertama kali dilakukan pada saat Perang Dunia Ke-2. Terancamnya pasokan karet alam dari negara-negara ketiga mengakibatkan beberapa negara seperti Amerika dan sekutunya serta Jepang berlomba-lomba untuk membuat karet alam sintetik. Polimer emulsi yang pertama kali disintesis adalah poli (1.3 butadiene co styrene). Bentuk dari polimer sintesis tersebut mirip dengan getah karet (lateks) sehingga produk polimer-polimer emulsi sering juga dikenal dengan sebutan lateks.


(29)

Komponen-komponen yang terlibat dalam polimerisasi emulsi (emulsion polymerization) adalah monomer, inisiator, air, surfaktan, dan aditif. Dewasa ini produk-produk dari polimer emulsi banyak digunakan sebagai lem (adhesive), cat (coating), dan untuk aplikasi tekstil. Fungsi utama dari polimer emulsi adalah sebagai binder (pengikat).

Partikel-partikel tanah pada dasarnya tidak terikat dengan kuat antara satu dan lainnya. Akar dari tanaman akan meningkatkan ikatan dari partikel-partikel tersebut. Hilangnya pohon dan tanaman akibat penebangan liar atau sebab yang lain mengakibatkan partikel-partikel tanah menjadi sangat rentan dan mudah untuk dipisahkan. Apalagi jika tanah yang rentan tersebut dikenai oleh beban yang sangat besar, misalnya aliran sungai yang deras atau hujan yang sangat lebat. Aliran air akan dengan sangat mudah merusak dan menghancurkan ikatan partikel-partikel tanah. Akibatnya, akan terjadi tanah longsor atau erosi.

Polimer emulsi, terutama dari jenis poly (vinyl acetate co acrylic) atau poly (vinil acetate co veova), dapat berfungsi sebagai soil stabilizer. Polimer jenis ini akan meningkatkan ikatan partikel-partikel tanah sehingga akan mencegah pergerakan dari partikel-partikel tersebut serta akan mencegah terdispersinya partikel-partikel tanah oleh air dan udara. Perlu terlebih dahulu diketahui material-material lain yang juga dapat berfungsi sebagai soil stabilizer dan kelemahan dari setiap material-material tersebut. Material-material yang dapat digunakan sebagai soil stabilizer selain polimer emulsi adalah klorin berbasis garam, emulsi resin organik, emulsi minyak organik, emulsi resin minyak bumi, liqnin sulfonat, Dan enzim.

Kelemahan dari material-material tersebut di antaranya adalah sifat korosif terhadap logam, tanah menjadi licin jika basah, ikatan antarpartikel tidak kuat, menjadikan tanah dan air tanah menjadi hangat, lapisan menjadi mudah patah (britle) jika kering, lapisan memiliki bau yang menyengat, mudah terlarut, dan proses aplikasinya yang sulit.

Keunggulan dari polimer emulsi dibandingkan dengan material yang lain adalah menciptakan lapisan yang flexible, aman terhadap lingkungan, tidak korosif,


(30)

tidak mudah terlarut, tanah tidak licin jika basah, air tahan (waterproof), nonflammable, tidak menimbulkan bau, mengikat partikel tanah dengan kuat, aplikasinya yang singkat dan mudah, tahan terhadap sinar matahari (sinar uv) dan alkali, dan yang lebih penting adalah biayanya yang murah. (Budiman,2003)

Emulsi polimer dapat memiliki berbagai macam sifat. Emulsi ionik, emulsi anionik, kationik, atau non-ionik. Ini mungkin pH asam, basa, atau netral dan kandungan padatan dapat bervariasi. Sebuah polimer emulsi yang khas berisi sekitar 40-45% polimer, pengemulsi 1-2% dengan keseimbangan air. Polimer juga sangat bervariasi dalam kimia (yaitu stirena-butadiena atau polyethylene-vinil asetat), berat molekul, derajat percabangan, rantai samping ukuran dan komposisi, dll Biasanya, polimer untuk stabilisasi tanah harus memiliki sifat fisik yang sangat baik seperti tarik tinggi, lentur, dan kekuatan tekan, adhesi yang baik untuk partikel-partikel tanah, dan resistensi yang tinggi terhadap air, kimia, dan efek ultraviolet. Sebagian besar produk polimer disebut-sebut untuk stabilisasi tanah yang vinil asetat atau akrilik berbasis kopolimer.

Meskipun ada penelitian diarahkan ke studi semen, kapur, fly ash, dan stabilisator tradisional lainnya, ada kelangkaan informasi tentang stabilisator nontradisional. Baru-baru ini, beberapa studi merinci efek stabilisator nontradisional telah muncul. Dalam studi oleh Rauch, et al, tiga non-tradisional stabilisator tanah cair ditambahkan ke berbagai tanah liat dan tanah liat. Hasil tidak menunjukkan perubahan signifikan dalam batas-batas Atterberg, kelembaban-density hubungan, membengkak, atau kekuatan geser. Namun, itu mencatat bahwa tes semua dilakukan di bawah kondisi direkomendasikan produsen dan bahwa kondisi ini mungkin tidak mewakili konsentrasi terbaik atau rasio pengenceran.

Studi yang dilakukan oleh Santoni et al. telah menunjukkan bahwa emulsi polimer tidak mendapatkan kekuatan yang signifikan dan menambahkan kekuatan dalam kondisi basah . Kekuatan utama, yang diukur dengan tes tekan , menunjukkan bahwa sifat polimer tanah stabil meningkatkan dengan beberapa waktu. Emulsi polimer terjadi dengan 'pemecahan' dari emulsi dan selanjutnya penghilangan air


(31)

dengan penguapan. Pemecahan emulsi terjadi ketika tetesan tersuspensi dalam emulsi individu fase air menyatu. Hal ini terjadi sebagai permukaan 'basah' partikel emulsi dari partikel tanah dan polimer diendapkan pada permukaan. Jumlah polimer diendapkan pada permukaan partikel tanah tergantung pada konsentrasi polimer ditambahkan dan tingkat pencampuran dengan tanah.

2.2.2 Metode penggunaan emulsi polimer sebagai penstabil tanah

(Newman,Tingle, 2004)

Polimer emulsi jenis poly (vinyl acetate co acrylic) atau poly (vinil acetate co veova) sebagai soil stabilizer untuk mencegah erosi sudah dilakukan di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, belum lama juga diujicobakan di Malaysia dan Thailand, dan menunjukkan hasil yang menggembirakan. Polimer emulsi berbentuk cairan berwarna putih susu (milky white) memiliki pH yang sesuai dengan pH tanah dan memiliki viskositas yang rendah.

Metode penggunaannya adalah dengan menyemprotkan cairan polimer pada tanah-tanah yang rentan terhadap erosi seperti pinggir sungai, tanah-tanah gundul, daerah pertambangan, dan lain-lain. Metode penyemprotannya dapat melalui selang, truk, atau helikopter.

Polimer emulsi yang telah disemprotkan akan berdifusi ke dalam tanah sampai kedalaman dua cm dan akan mengikat setiap partikel tanah dengan kuat. Polimer ini akan membentuk film dalam waktu antara 2 hingga 16 jam tergantung dari jenis tanahnya. Setelah kering dan membentuk lapisan film, maka tanah akan menjadi terlindung dari erosi dan longsor, terutama erosi yang disebabkan hujan deras dan banjir.

Lapisan film dari polimer ini tidak akan merusak bibit-bibit (seeds) tanaman, bahkan akan mencegah terlarutnya atau hilangnya pupuk dari tanah. Kedalaman film yang hanya dua cm dari permukaan tanah tidak akan mengganggu unsur-unsur hara di dalam tanah dan air tanah (ground water). Struktur polimer yang mempunyai gugus fungsi yang hidrofob akan mengakibatkan tanah tahan terhadap air sehingga tidak menjadi licin jika basah


(32)

2.2.3 Aplikasi lain

Selain digunakan sebagai material pencegah erosi atau longsor, polimer emulsi jenis poly (vinyl acetate co acrylic) atau poly (vinil acetate co veova) dapat pula digunakan sebagai pengontrol debu (dust control). Environmental Protection Agency (EPA) menyatakan, bahkan debu (dust) mengandung 108 bahan berbahaya, di antaranya dapat menyebabkan penyakit asma, kanker, alergi, dan penyakit karena virus. EPA memperkirakan setiap tahun terjadi emisi debu (dust emmision) sebanyak 25 m ton.

Polimer emulsi yang disemprotkan pada tanah akan mencegah terjadinya polusi yang disebabkan oleh debu (dust pollution) karena polimer emulsi akan mencegah terdispersinya partikel-partikel tanah oleh udara. Dengan demikian, selain dapat diaplikasikan di pinggir-pinggir sungai sebagai material pencegah erosi, polimer emulsi juga dapat diaplikasikan pada daerah perkotaan seperti taman kota, tanah lapang, daerah pertambangan, daerah pertanian, pinggir jalan raya, landasan pesawat terbang dan helikopter, tempat parkir, dan lain-lain. Dengan menggunakan polimer emulsi, selain terhindar dari bahaya longsor dan erosi, kita juga akan terhindar dari berbagai jenis penyakit.(

2.3. Surfaktan (Emulsifier)

Surfaktan merupakan suatu molekul yang memliki struktur kimia dimana membuatnya secara khusus dapat bertahan di antar-muka. Oleh sebab itu, mereka disebut surface active agents, atau disingkat menjadi surfaktan (Goodwin, 2004). Surfaktan merupakan suatu molekul yang memiliki gugus hidrofil dan gugus liofil sekaligus, sehingga dapat menggabungkan cairan yang terdiri dari minyak dan air. Aktifasi surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekul-molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka air (hidrofilik) dan bagian nonpolar yang suka minyak (lipofilik). Biasanya bagian nonpolar merupakan suatu rantai aklil yang panjang, sedangkan bagian yang polar mengandung gugus hidroksil.


(33)

Penggunaan surfaktan atau emulsifier juga bertujuan untuk membentuk interaksi antaraemulsifier dengan polimer yang dapat membentuk suatu ikatan yang kuat dengan adanya gaya elektrostatis yang dominan yang dapat menyebabkan terjadi peningkatan viskositas, sehingga sistem emulsi menjadi lebih kental dan lebih stabil. Penggunaan surfaktan terbagi menjadi tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent), dan bahan pelarut (solubiliting agent). Pemakaian surfaktan berfungsi sebagai peningkat kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antar-muka antara fase pendispersi dan fase terdispersi. Surfaktan baik digunakan sebagai untuk emulsi minyak dalam air maupun untuk air dalam minyak. Tegangan permukaan larutan akan turun bila dalam larutan ditambahkan surfaktan. Pada konsentrasi tertentu tegangan permukaan akan konstan walaupun dilakukan penambahan konsentrasi surfaktan dan jika konsentrasi surfaktan berlebih akan membentuk misel. Titik terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC) dan tegangan permukaan akan turun jika CMC tercapai. Saat CMC tercapai, maka tegangan permukaan larutan konstan dan jika tegangan antar muka menjadi jenuh akan terbentuk misel (Rossen M.J., 1994) 2.3.1 Jenis – Jenis Surfaktan.

a. Surfaktan anionik

• Jenis surfaktan yang paling besar (jumlahnya) • Tidak compatibel dengan jenis surfaktan kationik

• Sensitif terhadap air sadah atau hard water. Derajat sensitifitasnya : carboxylate > phosphate > sulfate (sulfonate)

• Rantai pendek polyoxyethylene antara gugus anionik dan hidrokarbon meningkatkan toleransi terhadap garam

• Rantai pendek polyoxypropylene antara gugus anionik dan hidrokarbon meningkatkan kelarutan dalam solven organik.

• Jenis sulfate mudah terhidrolisa oleh asam-asam dalam proses autocatalytic. Jenis yang lain stabil, asalkan tidak digunakan pada kondisi ekstrim.


(34)

Contoh surfaktan anionik : - Carboxylat soap RCOO – - Sulphonate RSO

- Sulfate RO SO

3

- Phosphate ROPO(OH)

3

2

Contoh surfaktan kationik

O flotation collector (mineral ores); dispersant (inorganic pigment); anticaking agent (fertilizers); conditioner (hair) dll.

• Diamine Hydrochloride • Polyamine Hydrochloride

• Dodecyl dimethylamine Hydrochloride • Imidazoline Hydrochloride

• Alkyl imidazoline ethylenediamine Imidazoline b. Surfaktan kationik

• Jenis surfaktan yang banyak jumlahnya setelah anionik dan nonionik. • Pada umumnya tidak kompatibel dengan jenis anionik.

• Mempunyai sifat indeks yang lebih tinggi dibanding surfaktan jenis lain

• Mempunyai sifat adsorpsi permukaan yang baik; penggunaan utama berhubungan dengan in situ surface modification : anticorrosion agent (steel); c. Surfaktan non-ionik

• Merupakan surfaktant kedua terbesar • Kompatibel dengan semua jenis surfaktan • Sensitif terhadap hard water

• Berbeda dengan surfaktan ionik, sifat fisik-kimia surfaktan nonionik tidak terpengaruh oleh penambahan elektrolit

• Sifat fisik-kimia senyawa ethoxylated sangat tergantung pada temperatur Contoh surfaktan nonionik

- Alkohol ethoxylates


(35)

- Fatty amine ethoxylates - Fatty acid ethoxylates

- Ethylene oxyde / propylene oxide copolymers - Alkyl phenol ethoxylates

d. Surfaktan ampoterik (Zwiter ion)

Surfaktan zwiter ion mengandung dua muatan yang berbeda dan dapat membentuk surfaktan amfoter. Perubahan muatan terhadap pH pada surfaktan amfoterik mempengaruhi pembentukan busa, pembasahan, sifat deterjen dan lainnya. Contoh dari zwiter ion adalah :

- Lauryldimethyl betaine - Cocoamidopropyl betaine - Oleyl bis (hydroxyethyl) betaine - Carboxy glycinate

- Alkylampodiacetate - Aminoalkanoate

2.3.2 Polioksietilen Sorbitan Monooleat (Tween-80)

Tween 80 termasuk golongan non ionik surfaktan dimana bahan asalnya adalah alkohol hensanhidrat, alkalin oksida dan asam lemak sifat hidrofilik diberikan oleh gugus hidroksil bebas oksietilena (Belitz dan Grosch, 1987). Daya kerja pengemulsi disebabkan oleh bentuk molekul yang dapat terikat pada minyak dan air. Parameter yang sering digunakan untuk pemilihan jenis

emulsifier adalah berdasarkan HLB (Hidrophilic Lipophilic Balance), emulsifier yang memiliki nilai HLB rendah (2-4) cenderung larut minyak, sedangkan yang memiliki HLB tinggi (14-18) cenderung larut air (Winarno, 1995).

Nilai HLB yang besar mampu menurunkan tegangan muka antara minyak dan air pada emulsi minyak dalam air, sedangkan nilai HLB yang yang kecil mampu menurunkan tegangan muka antara air dan minyak pada emulsi air dalam minyak.


(36)

Tween 80 memiliki nilai HLB 15 yang sifatnya cenderung larut dalam air dan cocok dengan sistem emulsi “oil in water” (Belitz and Grosch, 1987).

Tween 80 adalah kelompok ikatan sorbitan ester yang dibentuk oleh reaksi antara sorbitol dan asam lemak juaga etilen oksida, sehingga membentuk senyawa dengan lapisan yang aktif (Emulsifying agent), yaitu zat untuk membuat bentuk campuran emulsi. Pemakaian tween 80 pada konsentrasi 0,04 – 0,1% dapat bekerja sebagai bahan pendorong pembentukan foam, tetapi pada konsentrasi 0,005% tween 80 bekerja sebagai pemecah buih (Tranggono, dkk., 1990).

Gambar 2.1. Struktur Polioksietilen Sorbitan Monooleat (Tween-80) 2.4 Polivinil Alkohol (PVA)

Polivinil alkohol memiliki film yang sangat baik membentuk, pengemulsi dan sifat perekat. Hal ini juga tahan terhadap minyak, lemak dan pelarut. Hal ini tidak berbau dan tidak beracun. Hal ini memiliki kekuatan tarik yang tinggi dan fleksibilitas, serta oksigen yang tinggi dan sifat aromanya penghalang. Namun sifat ini tergantung pada kelembaban, dengan kata lain, dengan kelembaban tinggi lebih banyak air diserap. Air, yang bertindak sebagai peliat, maka akan mengurangi kekuatan tarik, tetapi meningkatkan elongasi dan kekuatan sobek. PVA sepenuhnya degradable dan cepat larut. PVA memiliki titik leleh 230 ° C dan 180-190 ° C (356-374 derajat Fahrenheit) untuk nilai penuh dihidrolisis dan sebagian dihidrolisis, masing-masing. Ini terurai dengan cepat di atas 200 ° C karena dapat mengalami pirolisis pada suhu tinggi. . PVA adalah bahan ataktik tetapi pameran kristalinitas


(37)

sebagai kelompok hidroksil cukup kecil untuk masuk kedalamkisi tanpa mengganggu itu. (http://wikipedia.org/wiki/Polyvinyl_alcohol)

Gambar 2.2. Struktur Polivinil Alkohol

Polivinil alkohol adalah plastik yang larut dalam air yang paling banyak digunakan secara komersial saat ini. Polivinil alkohol memiliki beberapa singkatan yang umum dipakai yaitu, PVOH, PVA, dan PVAL. Polivinil alkohol (PVOH) merupakan zat yang tidak berasa, tidak berbau, dapat terurai oleh alam dan biokompatibel. Selain dapat terlarut dalam air, Polivinil alkohol juga dapat larut dalam etanol. Namun, zat ini tidak dapat larut dalam pelarut organik. Pada Gambar 2.3 disajikan struktur kimia polivinil alkohol.

Gambar 2.3. Struktur kimia Polivinil Alkohol

PVOH dikembangkan pertama kali oleh Hermann dan Haehnel pada tahun 1924. Proses pembuatan PVOH dilakukan dengan menghidrolisis polivinil asetat (PVAc). Tingkat konsumsi PVOH di dunia telah mencapai beberapa ratus ribu ton per tahun dan diprediksi akan meningkat sekitar 2,5% per tahun antara tahun 2006 dan 2011. Terdapat sejumlah produsen PVOH di seluruh dunia yang mayoritas berbasis di negara-negara Asia. Cina memiliki pangsa pasar terbesar dengan porsi 45% pada tahun 2006 dan nilai ini diperkirakan akan terus berkembang. Selain Cina,


(38)

Jepang dan Amerika merupakan dua buah negara yang berperan baik sebagai konsumen maupun sebagai produsen (Ogur, 2005).

Salah satu pemanfaatan PVOH sebagai bahan sekali pakai adalah aplikasi PVOH pada kantong kotoran hewan yang akan terurai setelah dibuang. Selain itu, PVOH juga dapat diaplikasikan pada bola golf, sehingga pegolf tidak perlu mencari bolanya setelah dipukul karena bola tersebut akan terurai di alam. Di dalam industri pangan, PVOH digunakan sebagai bahan pelapis karena sifatnya kedap terhadap uap air. PVOH mampu menjaga komponen aktif dan bahan lainnya yang terkandung di dalam bahan dari kontak dengan oksigen. .

Sintesis polivinil alcohol yang secara komersial melalui hidrolisis. Polivinil alkohol tidak bisa dibuat secara langsung karena vinil alkohol merupakan bentuk enol yang tidak stabil dari asetildehida. Polivinil alkohol dihasilkan melalui hidrolisis dari polivinil asetat dengan menggunakan methanol.

Secara komersial, PVOH adalah plastik yang paling penting dalam pembuatan film yang dapat larut dalam air. Hal ini ditandai dengan kemampuannya dalam pembentukan film, pengemulsi, dan sifat adesifnya. PVOH memiliki kekuatan tarik yang tinggi, fleksibilitas yang baik, dan sifat penghalang oksigen yang baik. Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan karakter fisik PVOH.

Tabel 2. 1. Karakter fisik Polivinil Alkohol


(39)

Densitas Titik Leleh Titik Didih Suhu Penguraian 1.19-1.31 g/cm 180-240 3 o 228 C o 180 C o C

Sumber : (Ogur, 2005).

2.5 Asam Akrilat

Asam akrilat (acrylic acid atau prop-2-enoic acid) mempunyai nama lain acroleic acid, Ethylenecarboxylic acid, Propene acid, Propenoic acid dan vinylformic acid. Rumus molekulnya CH2=CHCOOH dan rumus kimianya C3H4O2.

Asam akrilat dapat bercampur dengan air, alkohol, eter dan kloroform dan diproduksi dari propena dengan proses penyulingan. Massa molar asam akrilat adalah 72,06 g/mol dengan densitas: 1,051 g/mL, titik leburnya 12 °C (285 K, 54 °F), titik didihnya 139 °C (412 K, 282 °F), indeks biasnya 1,485 (250), konstanta dissosiasinya 5,50 x 10-5, viskositasnya 1,1 cP pada suhu 25 0

Asam akrilat merupakan senyawa vinil karboksilat, berbau tajam dan menyengat, merupakan asam lemah tetapi lebih korosif dibanding asam asetat, sehingga perlu penanganan yang hati-hati, dan harus dihindari kontak langsung dengan kulit. Sama dengan monomer lainnya, asam akrilat dapat berpolimerisasi dalam keadaan tak terhambat sehingga penyimpanannya harus dihindari dari banyak monomer pada temperatur tertentu. Juga harus dihindari terjadinya polimerisasi prematur sehingga dalam penyimpanan dan pendistribusiannya harus dalam keadaan terhambat (Billmeyer, 1983).

C. (Kirk Othmer, 2001).

2.6 Proses Degradasi Polimer

Degradasi polimer pada dasarnya berkaitan dengan terjadinya perubahan sifat karena ikatan rantai utama makromolekul. Pada polimer linier, reaksi tersebut


(40)

mengurangi masa molekul atau panjang rantainya. Sesuai dengan penyebabnya, kerusakan atau degradasi polimer ada beberapa macam. Kerusakan termal (panas), fotodegradasi (cahaya), radiasi (energi tinggi), kimia, biologi (biodegradasi) dan mekanis. Dalam artian peningkatanberat ukuran molekul ikat silang dapat dianggap lawan degradasi (Allen, 1983).

Pada kerusakkan termal (termokimia) ada peluang aditif, katalis atau pengotor, turut bereaksi meskipun dari segi istilah seakan-akan tidak ada senyawa lain yang tidak terlibat. Fotodegradasi polimer lazim melibatkan kromofor yang menyerap daerah UV di bawah 400 nanometer. Radiasi energi tinggi misalnya sinar X, gamma, atau partikel, tidak khas serapan. Segenap bagian molekul dapat kena dampak, apabila didukung oleh factor oksigen, aditif, kristalin, atau pelarut tertentu. (http://id.wikipedia.org/wiki/maleat anhidrida).

2.7. Benzoil Peroksida

Senyawa ini merupakan tipe inisiator yang paling umum digunakan. Rumus dan struktur kimia benzoil peroksida seperti gambar berikut :

Gambar 2.4. Rumus dan struktur kimia benzoil peroksida

Senyawa ini tidak stabil terhadap panas dan terurai menjadi radikal-radikal pada suhu tertentu dan laju yang tergantung pada strukturnya, mengalami homolisis termal untuk membentuk radikal-radikal benzoiloksi. Radikal benzoil yang mungkin menjalani berbagai reaksi selain beradisi ke monomer, termasuk rekombinasi, dekomposisi ke radikal fenil dan karbon dioksida dan kombinasi radikal. Reaksi-reaksi sekunder karena adanya effek molekul-molekul pelarut yang mengikat (efek sangkar) akibatnya konsentrasi inisiator berkurang (Iis Sopyan, 2007).


(41)

Gambar 2.5. Reaksi hidrolisis benzoil peroksida.

Di antara berbagai jenis inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida (ROOH) merupakan jenis yang paling banyak dipakai. Mereka tidak stabil terhadap panas dan terurai menjadi radikal-radikal pada suatu suhu dan laju yang bergantung pada strukturnya. Peroksida yang paling umum dipakai adalah benzoil peroksida yang mengalami homolisis termal untuk membentuk radikal-radikal benzoiloksi.

Benzoil peroksida (waktu paruhnya 30 menit pada 100oC) mempunyai keuntungan yaitu radikal benzoiloksi yang cukup stabil sehingga cenderung bereaksi dengan molekul-molekul monomer yang lebih reaktif sebelum mengeliminasi karbon dioksida, dengan demikian mengurangi pemborosan inisiator (Stevens,M.P.,2001).

2.8 Lateks Pekat Karet Alam.

Pada dasarnya karet bisa berasal dari alam yaitu dari getah pohon karet (atau dikenal dengan istilah lateks), maupun produksi manusia (sintetis). Saat pohon karet dilukai, maka getah yang dihasilkan akan jauh lebih banyak. Sumber utama getah karet adalah pohon karet Para Hevea Brasiliensis (Euphorbiaceae). Saat ini Asia menjadi sumber karet alami. Awal mulanya karet hanya hidup di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil dikembangkan di Asia Tenggara. Kehadiran karet di Asia Tenggara berkat jasa dari Henry Wickham. saat ini, negara-negara Asia menghasilkan 93% produksi karet alam, yang terbesar adalah Thailand, diikuti oleh Indonesia, dan Malaysia. Karet telah digunakan sejak lama untuk berbagai macam

Benzoiloksil radikal

Phenil radikal Benzoil peroksida

Suhu.

C

O

O

2

.

.

+

CO

2


(42)

keperluan antara lain bola karet, penghapus pensil, baju tahan air, dll. (http://industrikaret.wordpress.com)

Lateks adalah cairan berwarna putih yang menyerupai susu yang dihasilkan dari pohon karet bila disadap atau dilukai. Lateks merupakan sistem koloid yang kompleks, yang terdiri dari partikel karet dan bahan – bahan karet yang terdispersi dalam cairan yang disebut serum. Bahan bukan karet jumlahnya relatif kecil, sebagian besar terlarut dalam serum, lainnya teradsorbsi dalam permukaan partikel karet. Lateks yang dipekatkan mempunyai Kadar Karet Kering (KKK) minimum 60% dan berupa cairan yang mantap.

Tujuan dari pemekatan lateks antara lain :

1. Untuk memperoleh kadar karet kering sekurang-kurangnya 60% 2. Untuk mengurangi kenaikan biaya produksi

3. Untuk mengetahui jumlah air ditambahkan pada pengenceran lateks sampai kadar yang dikehendaki. (Tim Penulis PS,1999)

Umumnya karet alam mengandung air dan bahan membusuk lain. Karet alam yang umum dijual mengandung pengawet agar karet tidak cepat rusak akibat terkontaminasi dengan organisme dan memenuhi syarat mengandung kadar karet padat 60 % . Lateks pekat ini sering disebut dengan karet KK 60%. Selain itu lateks pekat juga harus memenuhi berbagai persyaratan seperti tertera dibawah ini.

Berbagai persyaratan Lateks Pekat : • Dapat disaring hingga ukuran 40 mesh

• Tidak terdapat bahan pengotor seperti daun maupun kayu • Tidak bercampur dengan bubur lateks, air atau serum lateks • Berwarna putih dan berbau lateks segar

• Mempunyai kadar karet kering berkisar antara 60 – 62%

Lateks dikatakan mantap apabila system kolloidalnya stabil yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Kestabilan lateks jika tidak terjadi penggumpalan pada kondisi yang diinginkan (Muhammad Abi, 2008).


(43)

Lateks pekat karet alam adalah bahan yang berasal dari hasil perkebunan karet yang disadap diambil getahnya mempunyai kadar karet 25-29%. Lateks karet alam merupaka (poli menjadi dua komponen. Komponen utama adalah bagian yang mendispersikan atau memancarkan bahan-bahan yang terkandung secara merata yang disebut serum. Bahan bukan karet yang jumlahnya relatif kecil ternyata mempunyai peranan yang penting dalam mengendalikan kestabilan sifat lateks dan karetnya. Bagian-bagian ini tidak larut sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air. Partikel karet di dalam lateks diselimuti oleh lapisan protein dan terletak saling menjauh karena masing-masing partikel memiliki muatan listrik. Gaya tolak menolak muatan listrik ini menimbulkan gerak brown. Adapun rumus kimia poliisoprena sebagai komponen utama lateks adalah sebagai berikut :

Gambar 2.6. Struktur kimia poliisoprena 2.8.1 Sifat-sifat Karet Alam

Karet alam mengandung seratus persen cis-1,4-poliisoprena, yang terdiri dari rantai polimer lurus dan panjang dengan gugus isoprenik yang berulang, seperti pada tabel berikut :


(44)

Komponen

Komponen dalam lateks segar (%)

Komponen dalam kering (%)

Karet hidrokarbon 36 92-94

Protein 1,4 2,5-3,5

Karbohidrat 1,6 -

Lipida 1,6 2,5-3,2

Persenyawaan organik lain 0,4 -

Persenyawaan anorganik 0,5 0,1-0,5

Air 58,5 0,3-1,0

Sumber : ( Morton, M. 1987 )

2.8.2. Manfaat Karet Alam

Karet alam banyak digunakan dalam industri – industri barang. Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri seperti mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan (dari sepeda, motor, mobil, traktor, hingga pesawat terbang), sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, dan bahan-bahan pembungkus logam.

Bahan baku karet banyak digunakan untuk membuat perlengkapan seperti sekat atau tahanan alat-alat penghubung dan penahan getaran, misalnya shockabsorbers. Karet biasa juga dipakai untuk tahanan dudukan mesin. Pemakaian lapisan karet pada pintu, kaca pintu, kaca mobil, dan pada alat-alat lain membuat pintu terpasang kuat dan tahan getaran serta tidak tembus air. Dalam pembuatan jembatan sebagai penahan getaran juga digunakan karet.(Tim Penulis, 1999)

Karet merupakan hasil bumi yang bila diolah dapat menghasilkan berbagai macam produk yang amat dibutuhkan dalam kehidupan. Teknologi karet sendiri


(45)

semakin berkembang dan akan terus berkembang seiring berjalannya waktu dan akan semakin banyak produk yang dihasilkan dari industri ini. Ada dua jenis karet yang biasa digunakan dalam industri yaitu karet alam dan karet sintesis. Karet alam (natural rubber) merupakan air getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis, yang merupakan polimer alam dengan monomer isoprena, sedangkan karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi.

( http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_material/vulkanisasi_karet/)

Bahan karet yang diperkuat dengan benang-benang sehingga cukup kuat, elastis, dan tidak menimbulkan suara yang berisik dapat dipakai sebagai tali kipas mesin. Sambungan pipa minyak, pipa air, pipa udara, dan macam-macam oli seals banyak juga yangn menggunakan bahan baku karet, walaupun kini ada yang menggunakan bahan plastik. Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastic (rubberines). Namun bahan-bahan itu berbeda sifat dasarnya misalnya kekuatan tensil,daya ulur maksimusm, daya lentur (resilience) dan terutama pada proses pengolahannya serta prestasinya sebagai barang jadi.

Bangunan-bangunan besar semakin besar semakin banyak menggunakan bahan karet. Bagian-bagian ruang atau peralatan-peralatan yang terdapat di dalamnya banyak yang dibuat dari bahan ini.

Peralatan dan kendaraan perang pun banyak yang bagian-bagiannya dibuat dari karet, misalnya pesawat tempur, tank, panser berlapis baja, truk-truk besar, dan jeep. Dengan demikian, secara tidak langsung karet berjasa besar dalam keamanan dan pertahanan suatu Negara. Tak heran bila banyak pemerintah negara yang menimbun karet alam (strategic stock pile) seperti terjadi dibeberapa negara maju. (Tim Penulis, 1999)

2.8.3 Pengolahan Lateks Pekat

Lateks pekat merupakan jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual dipasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses


(46)

pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.

Proses pembuatan lateks pekat dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: Pemusingan ( centrifuging), pendadihan (creaming), dan penguapan (evaporating). Karet alam yang umum dijual mengandung pengawet agar karet tidak cepat rusak akibat terkontaminasi dengan organisme dan memenuhi syarat mengandung kadar karet padat 60 % , biasa disebut lateks pekat (spesifikasi lateks pekat). Ada beberapa standar persayaratan mutu lateks pekat. Persyaratan mutu lateks pekat menurut ASTM D 1076-80 dan ISO 2004 disajikan seperti tabel berikut:

Table 2.3. Spesifikasi Mutu Lateks Pekat

No Parameter

ASTM D.1076 ISO 2004

HA LA HA LA

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kandungan padatan total (TSC) min % Kandungan karet kering (DRC) min % Kandungan non karet max

Kadar ammoniak min

Waktu pemantapan mekanis (MST) min detik

Bilangan KOH max %

Asam lemak eteris (ALE=VFA) max Tembaga maksimum, ppm

Mangan maksimum, ppm

61,5 60,0 2,0 1,6 650 0,8 - 8 8 61,5 60,0 2,0 1 650 0,8 - 8 8 61,5 60,0 2,0 0,8 540 1,0 0,2 8 8 61,5 60,0 2,0 0,8 540 1,0 0,2 8 8

2.8.3.1 Pengolahan lateks pekat secara pusingan

Pada umunya pengolahan lateks pekat secara pusingan ditujukan untuk memproduksi lateks pekat ammonia tinggi (HA-Centrifuge) urutan pengolahannya adalah sebagai berikut:


(47)

2.8.3.2 Penerimaan lateks kebun

Lateks dari kebun harus dijaga kebersihannya dengan selalu mengunakan peralatan yang bersih. Lateks diterima dalam bak penerimaan melalui saringan 80mesh, diukur jumlahnya dan diaduk merata. Kemudian diambil contoh untuk menentukan kadar karet.Kedalam lateks ditambahkan 2-3 gram amoniak perliter lateks, kemudian diaduk.

2.8.3.3. Pemusingan

Lateks dimasukkan kedalam alat pusingan misalnya separator A.B buatan Stockholm.Lateks yang dialirkan kedalam alat pusingan oleh daya sentrifuge yang berputar dengan kecepatan 6000-7000rpm,dipisahkan menjadi dua bagian yaitu lateks pekat dan serum.

Latek pekat karet alam yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PTPN III Medan dengan spesifik seperti tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.4 Spesifikasi Lateks Pekat Karet Alam dari PTPN III Medan

No Keterangan Kadar

1 2 3 4 5 6

Total Solid Content (TSC) Dry Rubber Content (DRC) MST Kadar NH KOH 3 Densitas 61,55 % 60,20 % 900 detik 0,500 0,555 0,95gr/cc

2.9 Agregat

Menurut Silvia Sukirman, (2003), agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen. Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90 – 95%


(48)

agregat berdasarkan persentase berat, atau 75 –85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain.

Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah: gradasi, kebersihan, kekerasan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis, dan daya kelekatan terhadap aspal. Sifat agregat tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis batuannya.

2.9.1 Jenis Agregat

Agregat menurut asal kejadiannya dapat dibagi menjadi 3 jenis :

1. Batuan Beku (igneous rock). Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Dibedakan atas batuan beku luar (extrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive igneous rock).

2. Batuan Sedimen. Berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan tanaman. Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di danau, laut dan sebagainya.

3. Batuan Metamorfik. Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit bumi.

Agregat menurut proses pengolahannya dapat dibagi atas 3 jenis :

1. Agregat Alam. Agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam atau dengan sedikit proses pengolahan. Agregat ini terbentuk melalui proses erosi dan degradasi. Bentuk partikel dari agregat alam ditentukan proses pembentukannya.

2. Agregat melalui proses pengolahan. Digunung-gunung atau dibukit-bukit, dan sungai-sungai sering ditemui agregat yang masih berbentuk batu gunung, dan


(49)

ukuran yang besar-besar sehingga diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai agregat konstruksi jalan.

3. Agregat Buatan. Agregat yang merupakan mineral filler/pengisi (partikel dengan ukuran < 0,075 mm), diperoleh dari hasil sampingan pabrik-pabrik semen atau mesin pemecah batu.

Agregat berdasarkan ukuran butirannya dapat dibagi atas 3 bagian menurut The Asphalt Institut, (1993), dalam Manual Series No. 2 (MS-2) :

1. Agregat Kasar, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari saringan No. 8 (2,36 mm)

2. Agregat Halus, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan No.8 (2,36 mm).

3. Bahan Pengisi (filler), adalah bagian dari agregat halus yang minimum 75% lolos saringan no. 30 (0,06 mm)

2.9.2 Penggunaan Pasir Sebagai Bahan Agregat

Pasir adalah bahan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14 - 5 mm didapat dari hasil disintegrasi batu alam (natural sand) atau dapat juga pemecahanya (artifical sand), dari kondisi pembentukan tempat terjadinya pasir alam dapat dibedakan atas : pasir galian, pasir sungai, pasir laut yaitu bukit-bukit pasir yang dibawa ke pantai (Setyono, 2003).

Pasir merupakan agregat halus yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran aspal beton. Agregat ini menempati kurang lebih 70% dari volume aspal, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kekuatannya. Persyaratan pasir menurut PUBI 1982 agar dapat digunakan sebagai bahan konstruksi adalah sebagai berikut : - Pasir harus bersih. Bila diuji dengan memakai larutan pencuci khusus, tinggi

endapan pasir yang kelihatan dibandingakan tinggi seluruhnya endapan tidak kurang dari 70%.

- Kandungan bagian yang lewat ayakan 0,063 mm (Lumpur) tidak lebih besar dari 5% berat.


(50)

- Angka modulus halus butir terletak antara 2,2 sampai 3,2 bila diuji memakai rangkaian ayakan dengan mata ayakan berukuran berturut-turut 0,16 mm, 0,315 mm, 0,63 mm, 1,25 mm, 2,5 mm, dan 10 mm dengan fraksi yang lewat ayakan 0,3 mm minimal 15% berat.

- Pasir tidak boleh mengandung zat-zat organik yang dapat mengurangi mutu aspal. Kekekalan terhadap larutan MgSO4, fraksi yang hancur tidak lebih dari 10% berat. - Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi, reaksi pasir terhadap alkali harus

negatif (Setyawan, 2006).

2.10 Karakterisasi Polimer Emulsi Penstabil Tanah 2.10.1. Viskositas

Viskositas dapat dinyatakan sebagai tahanan aliaran fluida yang merupakan gesekan antara molekul – molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu jenis cairan yang mudah mengalir dapat dikatakan memiliki viskositas yang rendah, dan sebaliknya bahan – bahan yang sulit mengalir dikatakan memiliki viskositas yang tinggi. Pada hukum aliran viskos, Newton menyatakan hubungan antara gaya – gaya mekanika dari suatu aliran viskos sebagai : Geseran dalam ( viskositas ) fluida adalahkonstan sehubungan dengan gesekannya. Hubungan tersebut berlaku untuk fluidaNewtonian, dimana perbandingan antarategangan geser (s) dengan kecepatan geser (g) nya konstan. Parameter inilah yang disebut dengan viskositas. Aliran viskos dapat digambarkan dengan dua buah bidang sejajar yang dilapisi fluida tipis diantara kedua bidang tersebut. Suatu bidang permukaan bawah yang tetap dibatasi oleh lapisan fluida setebal h, sejajar dengan suatu bidang permukaan atas yang bergerak seluas A. Jika bidang bagian atas itu ringan, yang berarti tidak memberikan beban pada lapisan fluida dibawahnya, maka tidah ada gaya tekan yang bekerja pada lapisan fluida. Suatu gaya F dikenakan pada bidang bagian atas yang menyebabkan bergeraknya bidang atas dengan kecepatan konstan v, maka fluida dibawahnya akan membentuk suatu lapisan – lapisan yang saling bergeseran.Setiap lapisan tersebut akan memberikan tegangan geser (s) sebesar F/A yang seragam, dengan kecepatan


(51)

lapisan fluida yang paling atas sebesar v dan kecepatan lapisan fluida paling bawah sama dengan nol. Maka kecepatan geser (g) pada lapisan fluida di suatu tempat pada jarak y dari bidang tetap, dengan tidak adanya tekanan fluida

2. 10.1.1 Konsep Viskositas

Fluida, baik zat cair maupun zat gas yang jenisnya berbeda memiliki tingkat kekentalan yang berbeda. Viskositas alias kekentalan sebenarnya merupakan gaya gesekan antara molekul-molekul yang menyusun suatu fluida. Jadi molekul-molekul yang membentuk suatu fluida saling gesek-menggesek ketika fluida tersebut mengalir. Pada zat cair, viskositas disebabkan karena adanya gaya kohesi (gaya tarik menarik antara molekul sejenis). Sedangkan dalam zat gas, viskositas disebabkan oleh tumbukan antara molekul.

Fluida yang lebih cair biasanya lebih mudah mengalir, contohnya air. Sebaliknya, fluida yang lebih kental lebih sulit mengalir, contohnya minyak goreng, oli, madu dkk. Hal ini bisa dibuktikan dengan menuangkan air dan minyak goreng di atas lantai yang permukaannya miring. Pasti air mengalir lebih cepat daripada minyak goreng atau oli. Tingkat kekentalan suatu fluida juga bergantung pada suhu. Semakin tinggi suhu zat cair, semakin kurang kental zat cair tersebut. Misalnya ketika ibu menggoreng paha ikan di dapur, minyak goreng yang awalnya kental menjadi lebih cair ketika dipanaskan. Sebaliknya, semakin tinggi suhu suatu zat gas, semakin kental zat gas tersebut.

Perlu diketahui bahwa viskositas alias kekentalan cuma ada pada fluida riil (rill = nyata). Fluida riil/nyata tuh fluida yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari, seperti air, sirup, oli, asap knalpot, dan lainnya. Fluida riil berbeda dengan fluida ideal. Fluida ideal sebenarnya tidak ada dalam kehidupan sehari-hari. Fluida ideal hanya model yang digunakan untuk membantu kita dalam menganalisis aliran fluida (fluida ideal ini yang kita pakai dalam pokok bahasan Fluida Dinamis). Mirip seperti kita menganggap benda sebagai benda tegar, padahal dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya tidak ada benda yang benar-benar tegar/kaku.


(52)

Tabel. 2.5 Koefisien Viskositas

Fluida Temperatur (oC) Koofisien Viskositas

Air 0 1,8 x 10-3

20 1,0 x 10

60

-3

0,65 x 10 100

-3

0,3 x 10 Darah (keseluruhan)

-3

37 4,0 x 10

Plasma Darah

-3

37 1,5 x 10

Ethyl alkohol

-3

20 1,2 x 10

Oli mesin (SAE 10)

-3

30 200 x 10

Gliserin

-3

0 10.000 x 10

20

-3

1500 x 10 60

-3

81 x 10 Udara

-3

20 0,018 x 10

Hidrogen

-3

0 0,009 x 10

Uap air

-3

100 0,013 x 10-3

Satuan Sistem Internasional (SI) untuk koofisien viskositas adalah Ns/m2 = Pa.s (pascal sekon). Satuan CGS (centimeter gram sekon) untuk si koofisien viskositas adalah dyn.s/cm2 = poise (P). Viskositas juga sering dinyatakan dalam sentipoise (cP). 1 cP = 1/100 P. Satuan poise digunakan untuk mengenang seorang Ilmuwan Perancis, almahrum Jean Louis Marie Poiseuille (baca : pwa-zoo-yuh). 1 poise = 1 dyn . s/cm2 = 10-1 N.s/m2.

Setiap zat cair mempunyai karakteristik yang khas, berbeda satu zat cair dengan zat cair yang lain. Salah satunya adalah viskositas. Viskositas merupakan tahanan yang dilakukan oleh suatu lapisan fluida terhadap suatu lapisan lainnya. Sifat viskositas ini dimiliki oleh setiap fluida, gas, atau cairan. Viskositas suatu cairan


(53)

murni adalah indeks hambatan aliran cairan. Aliran cairan dapat dikelompokan menjadi dua yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Aliran laminar menggambarkan laju aliran kecil melalui sebuah pipa dengan garis tengah kecil. Sedangkan aliran turbulen menggambarkan laju aliran yang besar dengan diameter pipa yang besar. Penggolongan ini berdasarkan bilangan Reynoldnya.

Viskositas menentukan kemudahan suatu molekul bergerak karena adanya gesekan antar lapisan material. Karenanya viskositas menunjukkan tingkat ketahanan suatu cairan untuk mengalir. Semakin besar viskositas maka aliran akan semakin lambat. Besarnya viskositas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti temperatur, gaya tarik antar molekul dan ukuran serta jumlah molekul terlarut. Fluida, baik zat cair maupun zat gas yang jenisnya berbeda memiliki tingkat kekentalan yang berbeda. Pada zat cair, viskositas disebabkan karena adanya gaya kohesi (gaya tarik menarik antara molekul sejenis). Sedangkan dalam zat gas, viskositas disebabkan oleh tumbukan antara molekul.

Fluida yang lebih cair biasanya lebih mudah mengalir, contohnya air. Sebaliknya, fluida yang lebih kental lebih sulit mengalir, contohnya minyak goreng, oli, madu dll. Tingkat kekentalan fluida dinyatakan dengan koefisien viskositas (h). Kebalikan dari Koefisien viskositas disebut fluiditas,yang merupakan ukuran kemudahan mengalir suatu fluida.

Viskositas cairan adalah fungsi dari ukuran dan permukaan molekul, gaya tarik menarik antar molekul dan struktur cairan. Tiap molekul dalam cairan dianggap dalam kedudukan setimbang, maka sebelum sesuatu lapisan melewati lapisan lainnya diperlukan energy tertentu. Sesuai hokum distribusi Maxwell-Boltzmann, jumlah molekul yang memiliki energy yang diperlukan untuk mengalir, dihubungkan oleh factor e-E/RT dan viskositas sebanding dengan e-E/RT. Secara kuantitatif pengaruh suhu terhadap viskositas dinyatakan dengan persamaan empiric, h = A e-E/RT. A merupakan tetapan yang sangat tergantung pada massa molekul relative dan volume molar cairan dan E adalah energi ambang per mol yang diperlukan untuk proses awal aliran


(54)

2.10.1.2 Beberapa tipe viskometer 1. Viskometer kapiler / Ostwald

Viskositas dari cairan yang ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan bagi cairan tersebut untuk lewat antara 2 tanda ketika mengalir karena gravitasi melalui viskometer Ostwald. Waktu alir dari cairan yang diuji dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan bagi suatu zat yang viskositasnya sudah diketahui (biasanya air) untuk lewat 2 tanda tersebut (Moechtar,1990).

2. Viskometer Hoppler

Berdasarkan hukum Stokes pada kecepatan bola maksimum, terjadi keseimbangan sehingga gaya gesek = gaya berat – gaya archimides. Prinsip kerjanya adalah menggelindingkan bola ( yang terbuat dari kaca ) melalui tabung gelas yang berisi zat cair yang diselidiki. Kecepatan jatuhnya bola merupakan fungsi dari harga resiprok sampel (Moechtar,1990).

3. Viskometer Cup dan Bob

Prinsip kerjanya sample digeser dalam ruangan antaradinding luar dari bob dan dinding dalam dari cup dimana bob masuk persis ditengah-tengah. Kelemahan viscometer ini adalah terjadinya aliran sumbat yang disebabkan geseran yang tinggi di sepanjangkeliling bagian tube sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi. Penurunan konsentras ini menyebabkab bagian tengah zat yang ditekan keluar memadat. Hal ini disebut aliran sumbat (Moechtar,1990).

4.Viskometer Cone dan Plate

Cara pemakaiannya adalah sampel ditempatkan ditengah-tengah papan, kemudian dinaikkan hingga posisi di bawah kerucut. Kerucut digerakkan oleh motor dengan bermacam kecepatan dan sampelnya digeser di dalam ruang semitransparan yang diam dan kemudian kerucut yang berputar (Moechtar,1990).


(55)

2.10.2 Kuat Tekan

Pemeriksaan uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan kekuatan tekan yang sebenarnya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Pada mesin uji kuat tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja. Pengukuran kuat tekan (compressive strength) aspal polimer dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut;

………. (1)

Dimana :

P = Gaya maksimum dari mesin tekan, kgf A = Luas permukaan yang diberi tekanan, mm2 Fc= Nilai kuat tekan, kgf/mm

2

(MPa) 2.10.4 Penyerapan Air

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air oleh polimer emulsi penstabil tanah, dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Newdesnetty, 2009)

……….(4)

Dimana :

PA = persentase penyerapan air (%) Bk = berat sampel kering (kg)


(56)

2.10.5 Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM merupakan alat yang dapat membentuk bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda uji dapat dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih udah mempelajari struktur permukaan itu secara langsung.

Pada SEM suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan meyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang akan terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi (Stevens, 2001).

Formulasi bahan polimer komersil dengan kandungan aditif bervariasi seperti pemplastis, pengisi, pemantap dan antioksidasi, memberikan kekhasan pada spectrum inframerahnya. Analisis inframerah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Disamping itu, analisis IR dapat digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer. Gugus lain yang menunjukan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus hidroksida dan karboksilat. Umumnya pita serapan polimer pada spektrum inframerah adalah adanya ikatan C-H regangan pada daerah 2880 cm-1- 2900 cm-1 dan regangan dari gugus fungsi lain yang

mendukung untuk analisis suatu material (Hummel, D.O.,1985).

Untuk memperoleh informasi struktur dari spektra inframerah lebih lanjut, kita harus terbiasa dengan frekuensi atau panjang gelombang dimana berbagai gugus fungsional menyerap. Sebagai pelengkap informasi tersebut, dipakai tabel, yang disebut tabel korelasi inframerah yang memuat informasi dimana berbagai gugus fungsional menyerap.(Sastrohamidjojo,H. 1992)

2.10.6 Spektroskopi Infra Merah (FT-IR)

Untuk dapat mengidentifikasi data infra merah polimer, persyaratan yang harus dipenuhi adalah zat tersebut harus homogen secara kimia. Spektrum infra merah suatu zat polimer pada dasarnya adalah serapan-serapan monomer dan


(57)

pengaruh kopling antara monomer-monomer diabaikan. Seringkali suatu polimer mempunyai spektrum yang lebih sederhana dari pada spektrum monomer-monomernya, meskipun polimer dapat mengadung 10 4 atom. Hal ini disebabkan tidak ada perubahan tetapan gaya pada kelompok-kelompok atom sejenis. Atom-atom dalam kelompok ini akan selalu bervibrasi pada frekuensi yang sama dan tidak tergantung pada sistem molekul dimana atom-atom tersebut berada, bilamana syarat tetapan gaya pada kelompok tidak berubah dipenuhi. Faktor ini merupakan hal yang sangat penting untuk karaktererisasi spektrum infra merah. Bila sinar infra merah dilewatkan melalui sample, maka sejumlah frekuensi diserap sedangkan frekuensi lain diteruskan tanpa diserap. Spektrum infra merah akan dihasilkan bila dilukiskan persen seapan dengan frekuensi. Molekul hanya menyerap sinar infra merah jika dalam molekul ada transisi energi sebesar hν. Transisi yang terjadi di dalam serapan infra merah berkaitan dengan perubahan vibrasi molekul. Frekuensi vibrasi dihitung dengan memakai hukum Hooke (Kemp, W, 1979).


(58)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat yang digunakan

Tabel 3.1 Alat-alat yang digunakan dan spesifikasinya pada penelitian ini :

No Nama Alat Merek Kegunaan

1 Spektrofotometer FTIR Shimadzu Analisa Gugus fungsi sampel 2

Neraca Analitis

Mettler Toledo

Menimbang sampel dan bahan – bahan dalam penelitian

3 Oven Memmert Mengeringkan sampel

4 Universal Testing Machine

Type-20E MGF

Uji Sifat Mekanis Sampel

5 Analytical Scanning Elektron Mikroskop

JOEL Type JSM-6360LA

Analisa Morfologi Permukaan

6 Viskosimeter Brookfield

model LVF

Mengukur viskositas

7 Agitator Fisher Dyna

Mix

Mengaduk campuran Lateks

8 Hidraulik Press Memadatkan sampel

9 Beaker Glass Phyreck Wadah pembuatan atau

pencampuran lateks

10 Spatula Mengambil bahan-bahan

penelitian 11 Cetakan sampel kubus

sisi 5 cm dan balok 1 x 2 x 15 cm


(59)

3.2 Bahan-bahan yang digunakan.

Tabel 3.2. Bahan-bahan yang digunakan dan spesifikasinya.

No Nama Rumus Molekul (Struktur) Bentuk dan Sifat Suplyer 1 Polivinil Alkohol Serbuk berwarna putih Pa. Merck 2 Asam Akrilat

CH2=CHCOOH

kental, bening Pa. Merck 3 Benzoil peroksida Granul halus, putih Pa Merck 4 Toluene Cairan bening, berbau khas Pa Merck 5 Polioksietilen Sorbitan Monooleat (Tween-80) Cairan kental bewarna kuning 6 Lateks pekat karet alam

DRC 60% PTPN III

7

Agregat Pasir Butiran


(1)

Lampiran 4. Persyaratan kekuatan dan durability tanah yang telah distabilkan

Lampiran 5. Nilai tipikal desain kuat tekan bebas dan flexural untuk bahan jalan yang telah distabilkan


(2)

Lampiran 6. Gambar Bahan, Lateks Polimer, Soil Stabilizer, Sampel Uji, dan Peralatan Uji/Karakterisasi

Asam Akrilat Polivinil Alkohol (PVA)

Lateks Pekat Karet Alam Emulsi Soil Stabilizer


(3)

Emulsi Soil stabilizer

Uji Kuat tekan Alat uji Sifat Mekanis


(4)

Peralatan Scanning Electron Microscope Seperangkat Spektrometer FTIR


(5)

(6)